BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Media massa merupakan pilihan yang tepat untuk menemukan informasi dan kabar terbaru. Dari media massa akan diperoleh segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan baik yang berskala lokal, nasional, maupun internasional. Selain berperan dalam penyampaian informasi dan kabar, media massa juga berperan dalam perluasan dan penyebaran penggunaan bahasa Indonesia serta upaya pembinaan bahasa Indonesia. Di era globalisasi seperti saat ini, fenomena yang marak terjadi di media massa adalah sikap lebih menghargai bahasa asing daripada bahasa Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan maraknya pemakaian bahasa asing yang tidak pada tempatnya, seperti industri periklanan yang gencar menggunakan bahasa asing yang dicampur bahasa Indonesia di media apapun. Selain itu, terjadi pula pemelesetan lafal dan ejaan serta penyalahgunaan fungsi huruf kecil, huruf besar, angka dan tanda baca (ragam bahasa alay). Dilihat dari fenomena tersebut, perlu ada peningkatan dan pembinaan bahasa Indonesia terutama di media massa yang berperan dalam penyebaran dan pembinaan bahasa Indonesia kepada masyarakat. Salah satu s atu upaya peningkatan pembinaan bahasa Indonesia tersebut adalah dibuatnya Undang-Undang No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Undang-Undang No 24 Tahun 2009 ini khususnya pasal 39 hadir sebagai upaya dalam mengatur penggunaan bahasa di media massa, baik itu bahasa Indonesia, bahasa daerah, maupun bahasa asing. Namun di sisi lain, kehadiran undang-undang ini dianggap bukanlah solusi yang tepat dalam mengatur penggunaan bahasa di media massa, Untuk itu dalam tulisan ini, akan dipaparkan mengenai implementasi Undang-Undang No 24 Tahun 2009 Pasal 39 tentang penggunaan bahasa Indonesia dalam media massa.
1.2
Tujuan
1. Untuk mengetahui penerapan Pasal 39 Undang-Undang No 24 Tahun 2009. 2. Untuk mengetahui fakta-fakta yang ada di media massa mengenai penggunaan bahasa.
1
BAB II PEMBAHASAN
Media massa merupakan salah satu sarana informasi yang mempunyai pengaruh besar bagi masyarakat. Sebagai sarana informasi, media massa menggunakan ragam bahasa tulis untuk media cetak dan online serta ragam bahasa lisan untuk media elektronik. Dibandingkan dengan ragam bahasa lisan, pemakaian ragam bahasa tulis harus lebih cermat. Walaupun ragam bahasa tulis pada media cetak dan online memiliki sifat yang khas, yaitu singkat; padat; sederhana; lancer; jelas; dan menarik, namun tetap harus mengindahkan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Baik dalam arti sesuai dengan situasi dan kondisi pemakaiannya, sedangkan benar dalam arti sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia yang berlaku. Penggunaan Bahasa Indonesia oleh media massa menjadi penting karena selain berperan sebagai sarana informasi, media massa juga berperan dalam upaya pembinaan bahasa Indonesia. Media massa dapat memainkan peranan yang lebih besar dalam meningkatkan sikap positif dan menghargai serta menggalakkan penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang berpegang pada kaidah Bahasa Indonesia yang berlaku. Namun, pada kenyataanya tidak sedikit media massa yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Instruksi untuk menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar pada media massa telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara serta lagu kebangsaan. Secara tegas dinyatakan bahwa Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi di media massa, sebagaimana tertuang di dalam ketentuan pasal 39 berikut : Pasal 39 (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi melalui media massa. (2) Media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing yang mempunyai tujuan khusus atau sasaran khusus. Namun demikian adanya Undang-Undang tersebut masih belum cukup untuk meredam kebebasan dan keterbukaan pers. Konsep keterbukaan dan kebebasan pers yang bertanggungjawab pada kenyataannya lebih terkesan berkembang pada kebebasannya saja.
2
Akibatnya kemurnian penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam setiap informasi pada media masa sulit terwujud. Penggunaan bahasa Indonesia di media massa di era sekarang ini sudah banyak dipengaruhi atau dipadupadankan dengan bahasa asing atau bahasa gaul. Beragam iklan dan tulisan yang dipasang di ruang-ruang publik cenderung menggunakan bahasa asing karena dirasa produk tersebut akan lebih laku jika dipromosikan dengan bahasa asing daripada bahasa Indonesia. Kenyataan berbahasa Indonesia yang makin jelas terlihat dewasa ini adalah penggunaan ungkapan sumpah serapah, kalimat dengan gaya bahasa kasar, kalimat dengan ragam bahasa gaul, dan kalimat sindiran. Kalimat-kalimat tersebut bisa ditemukan dengan mudah di acara sinetron dan acara realitas (reality show) di televisi, juga bisa ditemukan di papan iklan. Terdapat beberapa kesalahan utama pemakaian Bahasa Indonesia pada media massa, diantaranya : 1. Kesalahan penggunaan pemilihan kata (diksi) dan pemborosan kata Contoh : -
Acara televisi yang berjudul Warta Berita Judul tersebut merupakan pemborosan kata. Warta dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) mengandung arti berita atau kabar. Jadi dapat diartikan bahwa frasa Warta Berita sama dengan Berita Berita.
-
Penggunaan kata deportasi dalam acara Big Brother Indonesia Dalam acara tersebut, kata deportasi digunakan bagi peserta yang gagal dan keluar disebabkan tidak dapat bertahan dengan peserta lain dalam satu rumah. Sementara itu, dalam KBB, kata deportasi memiliki arti pembuangan, pengasingan, atau pengusiran seseorang ke luar suatu negeri sebagai hukuman, atau karena orang itu tidak berhak tinggal di situ.
2. Penggunaan bahasa/istilah asing tanpa memperhatikan kaidah penggunaan dan penyerapan unsur asing dalam aturan Bahasa Indonesia Contoh penggunaan bahasa/istilah asing pada media cetak : “Sebelum disetujui lewat voting anggota klub. Hal yang melecut spirit juang tim berjuluk “FC Hollywood” itu tak lain karena kemenangan di kandang lawan yang bakal didukung suporter setempat. Itulah yang memantik kemarahan sebagai fans Barcelona.” (Kompas, 27 September 2011)
3
“Menurut
Ketua
Umum
JGC,
HMP
Simatupang,
kategori
profesional
memperebutkan hadiah uang , sedangkan amatir mengejar gelar lowest.” (Suara Merdeka, 28 September 2011) Penggunaan istilah asing secara langsung hanya diperbolehkan jika istilah tersebut memang sama sekali belum ada padanan katanya dalam Bahasa Indonesia. Istilah-istilah seperti voting, spirit, supporter, fans, dan lowest telah memiliki padanan kata dalam Bahasa Indonesia. Sehingga alangkah lebih baik jika kalimat tersebut diganti menjadi : “Sebelum disetujui lewat pemungutan suara anggota klub. Hal yang melecut semangat juang tim berjuluk “FC Hollywood” itu tak lain karena kemenangan di kandang
lawan yang bakal didukung pendukung setempat. Itulah yang memantik kemarahan sebagai penggemar Barcelona.” “Menurut
Ketua
Umum
JGC,
HMP
Simatupang,
kategori
profesional
memperebutkan hadiah uang , sedangkan amatir mengejar gelar terendah.” Contoh penggunaan bahasa/istilah asing pada iklan :
Seharusnya iklan di atas menggunakan Bahasa Indonesia, bukan Bahasa Inggris. Alahkah lebih baik jika tulisan di atas diganti menjadi “Satu Hari Tanpa Nasi”. 3. Mengutip perkataan narasumber tanpa diolah terlebih dahulu Kesalahan ini seringkali terjadi karena jurnalis yang tidak ingin kehilangan sedikitpun detail informasi yang diperoleh dari narasumbernya. Biasanya, apa yang dikatakan oleh narasumber langsung dikutip langsung apa adanya tanpa dipahami makna bahasanya. Contoh :
4
“"Jangan ngomong sembarangan terus itu Pak Wagub, bener gak ? Ngomongnya sembarangan terus," tambah politisi yang dikenal se bagai tokoh di Tanah Abang ini.” (detik.com, 25 Juli 2013) Pada petikan di atas, narasumber banyak menggunakan dialek dan slang , yaitu ngomong , bener dan gak . Istilah-istilah tersebut bukanlah Bahasa Indonesia yang baik dan benar, sebagaimana termuat dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Istilah-istilah tersebut lazim digunakan dalam bahasa lisan yang kemudian terbawa dalam pemberitaan di media massa. Dalam hal ini, editor dan wartawan harus mempergunakan otoritasnya untuk memperbaiki bentuk yang salah tanpa mengurangi nuansa kalimat asli. 4. Penggunaan istilah sehari-hari
Pada iklan listrik ini terdapat kata yang kurang tepat yaitu kata ‘jepr et’. Kata tersebut tidak terdaftar dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) dan tentu bukan merupakan bahasa yang baik. Kata “jepret” seharusnya diganti dengan kata “ padam” dan seharusnya ditambahkan kata “daya” sebelum kata “listik” sehingga kalimatnya berubah menjadi “Segera tambah daya listrik selagi gratis” Kesalahan-kesalahan penggunaan Bahasa Indonesia dalam media massa bukanlah sesuatu yang bersifat tidak disengaja. Terkadang hal tersebut dilakukan untuk menarik minat pembaca ataupun penonton. Namun, jika hal ini dibiarkan berlanjut maka akan merusak tatanan Bahasa Indonesia yang baik dan benar serta menjadi sesuatu yang dapat diterima dan akhirnya dinggap sebagai hal yang biasa dan benar oleh masyarakat.
5
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
Meskipun penggunaan Bahasa Indonesia dalam media massa telah ada yang mengacu pada pasal 39 Undang-Undang No 24 Tahun 2009, namun masih banyak yang mengabaikannya. Hal ini dapat terjadi karena tidak adanya sanksi tegas terhadap pelanggaran undang-undang ini. Kesalahan-kesalahan penggunaan Bahasa Indonesia dalam media massa harus ditindaklanjuti dengan tegas. Oleh karena itu, harus ada kontrol yang kuat dari pemerintah, lembaga pers, maupun masyarakat sehingga upaya untuk mewujudkan peran media massa dapat terwujud. Adapun kelemahan dari undang-undang ini, khususnya pada pasal 39 adalah tidak adanya sanksi yang tegas pada pelanggaran yang terjadi sehingga para pelaku media massa “bebas” melakukan pelanggaran tanpa takut terkena sanksi. Jadi, alangkah lebih baiknya jika pada undang-undang ini ditambahkan aturan mengenai sanksi terhadap setiap pelanggaran terhadap penggunaan Bahasa Indonesia dalam media massa.
6