TUGAS 1 MATA KULIAH APLIKASI SIG DAN PJ UNTUK MANAJEMEN LINGKUNGAN
HUBUNGAN ANTARA POLUSI AIR DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
DOSEN : Prof. Dr. Sri Hardiyanti Purwadhi, APU
DISUSUN OLEH : ARIEF PRASETYO (NPM : 1306361192)
HUBUNGAN POLUSI AIR DENGAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
KARAKTERISTIK DAS
Dalam Undang-Undang No 7 tahun 2004, Daerah Aliran Sungai atau DAS diartikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah pengairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Konsep lain mengenai DAS adalah merupakan hamparan landsekap yang dibatasi oleh punggungan bentuk medan (topografi), sehingga setiap titik air yang jatuh akan mengalir melalui satu outlet atau satu aliran (Waryono, 2005).
Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat diidentifikasi dari berbagai sudut pandang, antara lain dari sudut pandang ekosistem maka DAS sebagai satu kesatuan ekosistem, dari sudut pandang hidrologi maka DAS merupakan satuan kajian hidrologi, dari sudut pandang fisiografi (geomorfologi) maka DAS mempunyai 3 (tiga) ciri/watak, yaitu bagian hulu, tengah, dan hilir, dari sudut pandang fungsi kawasan maka DAS di bagian hulu sebagai fungsi produksi atau sebagai daerah resapan air, bagian tengah sebagai fungsi transpot material, dan bagian hilir sebagai fungsi deposisi atau pengendapan (BPDAS, 2013).
Ekosistem DAS tidak terlepas dari sistem ekologi yang terkait dengan hubungan faktor biotik, abiotik dan budaya (perilaku manusia) pada wilayah Daerah Aliran Sungai. Pada setiap bagian dari hulu hingga hilir, masing-masing komponen mempunyai hubungan timbal balik yang erat. Komponen DAS bisa dilihat pada gambar dibawah ini.
Gb 1. Komponen DAS (Waryono, 2005)
Daerah Aliran Sungai dipandang sebagai sebuah sistem alami dimana didalamnya terdapat berbagai proses biofisik hidrologis maupun kegiatan sosial ekonomi dan budaya yang cukup kompleks. Proses biofisik hidrologis ini merupakan sebuah proses alami yang merupakan bagian dari siklus air. Sedangkan kegiatan sosial ekonomi dan budaya manusia adalah respon dari semakin besarnya tuntutan akan sumberdaya alam (tanah, air dan udara) untuk kebutuhan hidup manusia. Manusia akan melakukan intervensi terhadap proses-proses alami yang terjadi pada wilayah DAS demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Bentuk intervensi yang berlebihan pada setiap segmen akan mempengaruhi tata air dari DAS tersebut.
Pewilayahan DAS dalam tiga wilayah, yaitu wilayah hulu, wilayah tengah dan wilayah hilir. Ketiga wilayah tersebut memiliki karakteristik dan fungsi yang berbeda, yaitu :
DAS Bagian Hulu didefinisikan sebagai daerah aliran yang terbatas pada bagian Hulu dimana > 70% dari permukaan lahan DAS tersebut umumnya mempunyai kemiringan lahan > 8%. Disini, aspek prioritas pemanfaatan lahan adalah konservasi tanah dan pengendalian erosi. Secara hidrologis, DAS Bagian Hulu biasanya membentuk daerah utama pengisian kembali curah hujan untuk air permukaan dan air tanah dari DAS.
DAS Bagian Tengah didefinisikan sebagai aliran yang terbatas pada bagian tengah, dimana kurang lebih 50% dari permukaan lahan DAS tersebut mempunyai kemiringan lahan < 8% serta dimana baik konservasi tanah maupun pengendalian banjir adalah sama pentingnya. Secara hidrologis DAS Bagian Tengah membentuk daerah utama transisi curah hujan untuk air tanah.
DAS Bagian Hilir didefinisikan sebagai daerah aliran yang terbatas pada bagian Hilir, dimana kurang lebih 70% permukaan lahannya mempunyai kemiringan < 8%. Disini, pengendalian banjir dan drainage biasanya merupakan factor-faktor yang terabaikan dalam pengembangan tata guna lahan (BPDAS, 2013).
Dari pewilayahan tersebut nampak bahwa masing-masing bagian baik hulu, tengah maupun hilir mempunyai peranan masing-masing dalam sebuah ekosistem DAS. Bagian Hulu yang merupakan daerah yang diperuntukkan sebagai wilayah konservasi berperan dalam mengatur besaran limpasan yang akan mengalir dalam DAS. Bagian hulu ini berperan dalam menahan air tanah dan menyimpannya sebagai cadangan air tanah. Jika bagian hulu ini mampu berfungsi dengan baik maka erosi tanah yang terjadi akan terkendali dan tidak berlebihan. Peningkatan limpasan akibat ketidakmampuan hulu untuk menyimpan air selain menyebabkan berbagai bahaya bencana seperti tanah longsor juga menyebabkan masuknya material tanah kedalam aliran sungai sehingga tanah menjadi tercemar dan terjadi polusi air. Pada bagian tengah merupakan area yang berfungi sebagai transport sedimen. Artinya sedimen sebagai hasil erosi pada bagian hulu di akan diteruskan ke hilir. Kemampuan untuk transport sedimen akan sangat bergantung pada kondisi fisik sungai pada bagian tengah ini seperti lebar sungai dan dalam sungai. Bagian tengah ini sangat dipengaruhi oleh berbagai aktifitas manusia karena mulai pada wilayah ini aktifitas manusia pada bantaran sungai sudah mulai banyak terjadi. Aktifitas manusia seperti membuang limbah domestik seperti sampah akan sangat berpengaruh terhadap sedimentasi sungai serta kualitas air. Pada bagian hilir umumnya adalah daerah yang terdampak dari berbagai aktifitas pada bagian hulu serta tengah DAS.
KORELASI DEGRADASI DAS DENGAN KUALITAS AIR
Faktor yang mendorong naiknya tingkat kekritisan lahan DAS adalah terjadinya perubahan penggunaan lahan alami menjadi buatan (man made) yang cenderung menurunkan daya dukung DAS (Dasanto, dkk, 2006). Pada umumnya degradasi DAS yang dicirikan dengan penurunan daya dukung DAS disebabkan oleh berubahnya jarak tepi hutan ke jalan raya, sungai utama dan /atau lokasi permukiman. Dalam hal ini adanya konversi lahan hutan menjadi lahan non hutan yang mengurangi kemampuan hulu untuk menyerap air dan mengendalikan erosi. Faktor lain adalah faktor sosial ekonomi yaitu meningkatnya jumlah penduduk pertumbuhan ekonomi regional, pendapatan per kapita, dan jenjang pendidikan yang menuntut pemenuhan lahan sebagai tempat tinggal. Dalam sebuah penelitian pada Hulu DAS Ciliwung didapatkan fakta bahwa dalam rentang 11 tahun (1990-2001) penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu telah mengalami perubahan baik berupa penyusutan dan penambahan luas. Faktor yang mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan ada dua yaitu fisik lahan dan sosial-ekonomi masyarakat yang memanfaatkan lahan tersebut. Hasil analisa persamaan regresi logistik menunjukkan bahwa faktor pendorong yang paling besar untuk terjadinya perubahan penggunaan lahan adalah pendapatan penduduk, dan rasio antara jumlah penduduk yang berpendidikan sarjana (Diploma dan S1) terhadap yang berpendidikan sekolah dasar. Hasil analisis perubahan penggunaan lahan untuk tahun prediksi 2005-2010, luas lahan hutan mengalami penyusutan yang signifikan yaitu sekitar 85%. Namun, pada tahun prediksi yang sama luas lahan permukimannya bertambah jadi 144%. Penyusutan luas lahan hutan dan penambahan luas lahan permukiman tersebut tercermin pada naiknya nilai Bilangan Kurva yaitu 80 menjadi 81. Peningkatan nilai Bilangan Kurva ini mengindikasikan adanya penurunan kemampuan DAS Ciliwung Hulu untuk menyimpan presipitasi yang jatuh di atasnya. Dampak dari hal tersebut adalah meningkatnya volume limpasan dari 660.000 m3 menjadi 905.000 m3 atau debit puncaknya meningkat dari 40 m3/detik menjadi 54 m3/detik. Namun, pada tahun prediksi 2015-2020 untuk periode ulang yang sama, volume limpasannya turun dari 805.000 m3 menjadi 803.000 m3. Nilai Bilangan Kurva untuk tahun prediksi ini turun dari 80 menjadi 78. Penurunan Bilangan Kurva ini disebabkan adanya penambahan luas lahan hutan dan permukiman sebesar 612% dan 28% (Dasanto, dkk, 2001).
Sebuah studi yang dilakukan oleh Raymond Valiant pada DAS Brantas berhasil mengidentifikasi degradasi daya dukung DAS pada berbagai fenomena yaitu :
Perubahan Limpasan Permukaan
Limpasan sendir secara definisi diartikan sebagai bagian dari air hujan yang mengalir diatas permukaan tanah yang akhirnya masuk ke sungai, saluran, danau ataupun laut; merupakan bagian yang dari hujan yang tidak terserap tanah tidak menggenang di permukan tanah, dan tidak menguap tetapi bergerak ke tempat yang lebih rendah (Arsyad, 2010; Asdak, 2010). Besar limpasan selain tergantung dari lama dan intensitas hujan juga bergantung perubahan tutupan lahan. Dari studi yang dilakukan dihasilkan fakta bahwa ada kenaikan nisbah limpasan dari tahun 1993 dan 1997 dimana limpasan berada pada kisaran 24-26 % dari jumlah curah hujan, namun pada tahun 2001 dan 206 naik menjadi 31-35 %. Hal ini mengindikasikan adanya degradasi lahan pada DAS Brantas sebagai akibat perubahan tutupan lahan.
Perubahan Besaran Erosi
Erosi ini berkaitan erat dengan proses limpasa yang berubah. Dari hasil kajian menunjukkan bahwa paramater erosi tanah semakim membesar. Laju erosi teoritik untuk seluruh DAS Brantas Hulu pada renatng 2007-2012 mencapai 39,9 m/th dan tumbuh sebesar 3,5 % tahun-1 terhadap laju erosi tahun 1986.
Angkutan Sedimen ke Badan Air
Dari hasil analisis didapatkan fakta bahwa konsentrasi sedimen yang terangkut ikut naik seiring dengan makin besarnya debit sungai. Pada kondisi ndebit tinggi (misalnya banjir) dapat dipastikan bahwa konsentrasi sedimen terangkut lebih besar dari kondisi debit disungai yang rendah.
Sedimentasi di Badan Air
Sebagai konsekuensi dari erosi yang cukup tinggi, muncul permasalahan di DAS Brantas Hulu yakni meningkatnya sedimentasi pada badan air yang ada terutama pada bendungan. Sedimentasi ini akan berpengaruh terhadap kinerja dan fungsi dari bendungan sehingga tidak optimal.
Penurunan Kualitas Air Sungai
Dampak dari degradasi lahan baik dari faktor kenaikan limpasan, erosi, dan sedimentasi menyebabkab degradasi lahan yang berimplikasi pada penurunan daya dukung lahan DAS. Akibatnya tanah mengalami penurunan kesuburan tanah. Untuk mempertahankan kualitas dan kuantitas produksi pertanian, petani beradaptasi dengan meningkatkan pemakaian pupuk anorganik. Pemakaian ini berdampak pada kualitas air sungai karena sisa pupuk tersebut masuk ke aliran sungai bersama tercucinya tanah oleh aliran permukaan ataupun sisa air irigasi yang kembali ke sungai. Sisa pupuk dalam bentuk nitrogen dan fosfat terlarut di air sungai akhirnya menyebabkan proses eutrofikasi yaitu meningkatna kadar nitrogen dan fosfat di perairan Bendungan Sutami. Sehingga dari fakta ini dapat disimpulkan bahwa degradasi lahan telah mengakibatkan perubahan atau penurunan kualitas air di DAS Brantas Hulu. Dalam kasus ini dapat dikatakan bahwa air di Bendungan Sutami sudah mengalami polusi sebagai akibat pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan.
Pada sebuah penelitian yang lain, Melati, dkk (2005) meneliti pengaruh perubahan lahan terhadap kualitas air pada DAS Ciliwung pada rentang waktu 1970-2000. Hasil dari penelitian tersebut adalah telah terjadi perubahan pola penggunaan lahan pada DAS Ciliwung dari hulu-hilir yang bisa disajikan dalam tabel berikut :
Dari tabel tersebut nampak bahwa undeveloped area yang berupa lahan hutan, lahan pertanian basah dan tubuh air mengalami penurunan luas dari 66,35 % pada 1970 menjadi hanya 38,95 % pada 2000. Sedangkan developed area yang didimonasi oleh permukiman, lahan industri dan bisnis mengalami kenaikan dari 33,65% pada tahun 1970 menjadi 61,05% pada tahu 2000. Jika ditampilkan dalam sebuah peta secara spasial maka akan nampak seperti berikut ini :
Jika dihubungkan dengan kualitas air yang diukur pada rentang waktu 1993-2005, nampak jelas bahwa peningkatan developed area pada DAS Ciliwung menyebabkan penurunan kualitas air seperti nampak pada tabel Water Quality Index berikut :
Dari tabel diatas dapat dibaca bahwa pada tahun 1993, kualitas air DAS Ciliwung yang diindikasikan dengan WQI (Water Quality Index) berada pada kisaran 66,5-95,0 (kategori sedang-buruk) sedangkan pada 2005 nilainya turun yaitu 41,81-70,67 (kategori sedang-buruk). Walaupun masih pada kategori klas WQI yang sama namun terjadi penurunan nilai yang mengindikasikan penurunan kualitas air.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang bisa diambil dari uraian diatas adalah, kerusakan lahan DAS atau bisa dikatakan sebagai degradasi lahan DAS berkaitan erat dengan berbagai aktifitas manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Aktifitas manusia ini sebagia besar merubah lahan yang semula berupa bentangan alami menjadi lahan buatan seperti lahan hutan yang dikonversi menjadi permukiman, lahan industri dan lahan bisnis. Kegiatan ini menyebabkan penurunan kemampuan tanah dalam menahan air sehingga meningkatkan limpasan air dan erosi. Sebagai akibat sedikitnya air yang tertangkap maka kesuburan tanah juga menurun sehingga petani beradaptasi dengan menggunakan pupuk anorganik untuk memaksimalkan hasil pertanian. Sisa pupuk ini akan meningkatkan kandungan nitrogen dan fosfat air sehingga menurunkan kualitas air. Peningkatan aktifitas manusia di bantaran sungai juga meningkatkan produksi limbah domestik yang tidak diolah dan dibuang disungai. Jika hal ini dibiarkan dari waktu ke waktu tanpa penanganan makan akan menurunkan kualitas sungai menjadi semaki buruk dan berbahaya bagi kesehatan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Dasanto. B.D., Risyanto, 2006, Evaluasi Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Volume Limpasan Studi Kasus : DAS Ciliwung Hulu Jawa Barat, Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA-IPB, Bogor
Melati. F.F.,Diana. H., Sitawati. A., 2005, Landuse and Water Quality Relationship in The Ciliwung River Basin Indonesia, Departemen Teknik Lingkungan Universitas Trisakti, Jakarta
Valian., R., ______, Sintesis Hubungan Upaya Pengelolaan Kualitas Air dan Damak dari Degradasi Lahan pada DAS Brantas Jawa Timur, Program Pascasarjana Universitas Brawijaya, Malang
Waryono., T. 2005, Komponen Lingkungan, Konsep dan Peran Sistem Informasi Dalam Pengelolaan DAS, Seminar Perencanaan DAS Terpadu Jabodetabek, BPLHD, Jakarta 23 Juni 2005
Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Alira Sungai dan Perhutanan Sosial Nomor : P.3/SET/2013 mengenai Pedoman Identifikasi Karakteristik Daerah Aliran Sungai
[Company name]
[Document subtitle]
[Author name]