pengambilan data dimulai dari awal pasien masuk, tetapi wawancara langsung dilakukan tgl 30 januari 2012
Full description
Deskripsi lengkap
Full description
gagal
gagal jantung
Full description
Full description
Hubungan Antara Risk Management Dengan Pengendalian InternalFull description
Deskripsi lengkap
Hubu Hu bung ngan an anta antara ra PPOK PPOK de deng ngan an re resi siko ko gaga gagall jant jantun ung g : sebuah ulasan Abstrak : Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) sering dihubungkan dengan gagal jantung di
dalam praktek klinis semenjak keduanya memiliki mekanisme patogenesis yang sama. Kedua kondisi ini sangat berpengaruh terhadap morbiditas dan kesakitan. Adanya prognosis yang lebih buruk pada PPOK dan Gagal Jantung daripada berdirinya penyakit ini sendiri. eskipun begitu! beg itu! biasanya hanya salah satu dari penyakit ini terdiagnosis. Pen"arian aktif pada tiap kondisi dengan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan tambahan termasuk plasma p lasma peptida natriureti"! pemeriksaan fungsi paru! dan ekhokardiografi perlu dilakukan. Gabungan antara PPOK dan gagal jantung menyaji menyajikan kan banyak banyak tantan tantangan gan terapi terapi.. #fek #fek keuntun keuntungan gan dari dari selekt selektif if $%&blo" $%&blo"ker ker tidak tidak bisa bisa dihind dihindari ari pada pada pasien pasien stabil stabil yang telah telah mender menderita ita gagal gagal jantung jantung dan PPOK. PPOK. 'ebih 'ebih lanjut lanjut!! perhatian perlu ditujukan pada penggunaan inhalan $&agonists untuk terapi gagal pernapasan akut yang menyebabkan eksaserbasi hiperkapnea pada PPOK atau gagal jantung pada situasi edema paru akut. tudi tambahan dibutuhkan untuk menyediakan data terbaru pathogenesis dan manajemen pasien dengan PPOK dan Gagal Jantung dengan tujuan meningkatkan kualitas serta kelangsungan hidup pasien Kata Kun"i : Penyakit Paru Obstruktif Kronik! Gagal Jantung. Introduksi Penyaki Penyakitt paru paru obstr obstrukti uktiff kronik kronik (PPOK) (PPOK) dan Gagal Gagal Jantun Jantung g sering sering dijump dijumpai ai dalam dalam
praktek klinik. Kedua kondisi ini memiliki beberapa faktor risiko seperti merokok tembakau! usia tua! dan inflamasi sistemik. Pre*alensi PPOK pada indi*idu dengan gagal jantung berkisar antara +&,- kasus! dan %+- penderita gagal jantung yang diraat di / juga menderita PPOK. 0ari sudut pandang yang lain! gagal jantung terjadi pada lebih dari +- pasien PPOK. 'ebih lanjut! perbandingan risiko berkembangnya gagal jantung pada pasien PPOK adalah 1!2 kali lebih besar daripada indi*idu yang tidak menderita menderita PPOK! setelah memahami faktor risiko umur dan faktor kardio*askular lain. Penderita gagal jantung yang diraat di / memiliki pre*alensi , kali lebih besar pada pasien PPOK bila dibandingkan dengan pasien p asien tanpa penyakit ini. eskipun begitu! kita perlu mempertimbangkan kebanyakan studi memiliki definisi yang tepat terhadap PPOK dan gagal Jantung. ereka tidak mempertimbangkan kriteria baku emas atau atau parame parameter ter ekhokar ekhokardio diogra gram. m. Pada Pada studi studi yang terbar terbaru! u! penili peniliti ti menila menilaii pre*al pre*alens ensii dan implikasi prognosis pada pasien PPOK dan gagal jantung dengan pengukuran yang objektif. 1
Pre*alensi obstruksi jalan pada pasien gagal jantung kronik adalah ,3!,- dan pre*alensi disfungsi *entrikel pada pasien PPOK adalah %3-. Juga terdapat disfungsi *entrikel pada pasien dengan PPOK yang meningkatkan risiko kematian selama dilakukan follo up! meskipun begitu adanya obstruksi jalan napas pada pasien dengan gagal jantung kronik tidak berpengaruh pada ketahanan hidup. Pre*alensi gagal jantung yang tinggi pada PPOK tidak begitu mengejutkan. Kita harus berpikir baha pasien memiliki risiko tinggi terhadap morbiditas kardio*askular dan mortalitas dimana hal ini tidak bergantung dengan faktor lain! seperti penggunaan tembakau. 4olume ekspirasi paksa pada detik pertama (5#4%) sebagai prediktor yang baik pada mortalitas kardio*askular dalam nilai kolesterol. 6ntuk semua alasan. erupakan hal yang penting untuk mengenali proses dini yang telah ada. Pada artikel ini! kami mengulas patofisiologi! aspek klinis! diagnosis dan tatalaksana pasien dengan kedua kondisi tersebut.yakni PPOK dan gagal jantung. Kami menunjukan bibliografi yang di"ari pada Pubed dengan menggunakan judul subjek medis 7PPOK8 dan 7Gagal Jantung8 Patofiosiologi 9ubungan antara PPOK dan kejadian kardio*askular belum dipahami dengan jelas.
eperti penyakit kardio*askular! terdapat bukti yang beranggapan baha PPOK yang stabil dihubungkan dengan inflamasi sistemik derajat rendah. /isiko yang menyebabkan terjadinya penyakit iskemik jantung lebih besar pada pasien dengan obstruksi jalan napas yang sedang atau berat dan tingginya &rea"ti*e protein (/P) dalam darah! dianggap berpengaruh sebagai penanda inflamasi pada risiko jantung. /P juga ditemukan berhubungan dengan struktur dan fungsi pembuluh darah pada pasien PPOK! meskipun tidak selalu! pada beberapa hal terdapat sejumlah penanda risiko kardio*askular yang berhubungan dengan keterbatasan aliran udara. elain itu! telah ditunjukan hubungan obstruksi pernapasan tidur (OA) dan PPOK! dimana hal ini disebut sindrom tumpang-tindih, yang dihubungkan dengan disfungsi endotel pembuluh darah! peningkatan mediator inflamasi! dan per"epatan atheroskeloris. emua faktor ini berhubungan dengan menurunnya angka kelangsungan hidup. elain itu OA dianggap menyebabkan terjadinya resistensi insulin! hipertensi dan penyakit kardio*askular melalui peningkatan akti*itas simpatis! inflamasi dan stress oksidatif. 0alam studi epidemiologi dan kohort klinis! OA juga memiliki hubungan dengan peningkatan risiko kematian! terutama disebabkan oleh kardio*askular. emang! telah diduga jumlah kematian kardio*askular pada 2
pasien dengan sindrom tumpang-tindih yang tak terobati lebih tinggi bila dibandingkan dengan sindrom tumpang-tindih yang diobati! dan jauh lebih tinggi daripada yang hanya menderita PPOK. Peradangan ikut terlibat dalam pathogenesis gagal jantung. ;nsiden dari keadaan ini lebih tinggi pada subjek framinghan dengan peningkatan /P dan le*el sitokin! ketidak bergantungan status faktor risiko. ebuah hipotesis untuk menjelaskan tingginya pre*alensi disfungsi sistolik *entrikel kiri pada pasien PPOK seperti inflamasi sistemik yang memper"epat progresi terjadinya atheros"lerosis "oroner! yang akan berkembang menjadi penyakit iskemik jantung.
Gambar 1 : Infmasi paru pada PPOK dapat menyebabkan munculnya kejadian kardiovaskular
Perubahan otot rangka pada pasien PPOK dan gagal jantung termasuk penurunan massa otot! ukuran dan diameter. Pada tingkar fibrillar! terjadi atrofi serat oksidatif tipe % dan terdapat sebuah hubungan peningkatan serat glikolitik tipe a dan b sebagai hasil dari menurunnya aktifitas en=im oksidatif dan peningkatan aktifitas glikolitik.
P9 yang lebih "epat dan refosforisasi lebih lambat setelah latihan dapat dilihat pada pasien dengan PPOK dan gagal jantung. 9ilangnya massa otot dan atrofi otot rangka lebih memiliki masalah klinis dan implikasi terapi pada pasien PPOK dan gagal jantung. Atrofi otot menyebabkan terjadinya kelelahan otot selama latihan! yang menyebabkan pasien terganggu selama latihan meskipun tidak terjadi kelelahan jantung dan "adangan pernapasan. ebagai hasilnya! konsumsi oksigen maksimal berpengaruh langsung terhadap massa otot rangka dalam kedua proses.
degradasi
protein.
sirkulasi
menentukan
ditemukannya
sitokin
proinflamasi pada pasien PPOK dan gagal jantung. &isoprostane! yang juga ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam "airan peri"ardium pada pasien gagal jantung. ingkatnya! pasien PPOK memiliki risiko yang meningkat terhadap berkembangnya gagal jantung! sejak kedua penyakit ini memiliki mekanisme pathogenesis yang sama. Diagnosis
Gejala dan tanda fisik PPOK dan gagal jantung seperti fatigue dan dyspnea saat beraktifitas merupakan gejala yang paling sering ditemui pada kedua kondisi ini dan menyebabkan adanya intoleransi aktifitas. eskipun! onset akut dyspnea atau ortophnea! batuk dimalam hari! paroxysmal nocturnal dyspnea! mudah lelah dan berkurangnya toleransi latihan dengan tidak adanya eksaserbasi infeksi PPOK menimbulkan diagnosis gagal jantung. Adanya distensi *ena jugularis! edema tungkai dan hepatomegaly pada PPOK harus dipikirkan adanya gagal *entrikel kanan. #KG memilki sebuah nilai prediksi negati*e yang tinggi untuk mendiagnosis fungsi *entri"ular sistolik ketika normal. eskipun! hal ini bukan merupakan sebuah teknik spesifik untuk mendiagnosis gagal jantung ketika terdapat abnormalitas! sebagaimana abnormalitas tersebut sering dijumpai pada pasien PPOK dan gagal jantung /adiografi dada tidak sensiti*e untuk mendeteksi adanya PPOK dan gagal jantung kronik! seperti cardiothoracic ratio dapat dijumpai normal seperti pada jantung yang memanjang 4
dan menyempit pada dada yang hiperinflasi dan edema paru dapat ditandai dengan adanya remodeling *as"ular paru dan gambaran radiolusen paru. eskipun begitu hal ini mungkin berguna untuk mendeteksi penyakit selain PPOK atau gagal jantung. Pada pasien dengan PPOK! nilai plasma natriureti" peptide merupakan sebuah biomarker yang "epat dan sensiti*e untuk mendiagnosis gagal jantung. Kedua natriuti" peptide tipe&? (?@P) dan fragmen terminal&@ pada natriuti" peptide tipe&? (@<&pro?@P) diproduksi dari sebuah prohormon! pro?@P! dimana disekresi oleh myo"yte untuk meningkat tekanan pengisian atrium dan *entrikel. @ilai ?@P yang menjadi patokan untuk mendeteksi gagal jantung adalah %++ pgm'! dengan demikian! bukan merupakan gagal jantung bila nilai ?@P dibaah dari nilai yang ada. @ilai ?@P berkisar dari %++ pgm' sampai 2++ pgm' pada pasien PPOK mungkin menyebabkan "or pulmunale (peregangan *entrikel kanan)! gagal jantung kiri sedang atau keduanya. Pada akhirnya! meskipun tidak spesifik diperiksa pada pasien dengan riayat PPOK! ?@P 2++ pgm' diduga oleh beberapa penulis merupakan indikasi gagal jantung akut pada pasien PPOK. ?aru&baru ini! a""hia dkk mendemonstrasikan baha nilai ?@P %B+ pgm' pasien PPOK meningkat! lebih dari %+C! probabilitas penemuan sebuah disfungsi *entrikel dengan e"hokardiograf. 6ntuk nilai @<&pro?P nilai ,++pgm' tidak termasuk kedalam gagal jantung! dan nilai 12+pgm' (pada pasien berumur D2+ tahun) atau nilai E++pgm' (pada pasien yang berusia F 2+ tahun) ditemukan adanya gagal jantung pada pasien dengan PPOK sebelumnya disertai adanya dyspnea akut. 6ntuk gagal jantung sensitifitasnya adalah E1-! untuk mendeteksi gagal jantung spesifitasnya adalah >1-. Pada pasien PPOK dengan riayat gagal jantung sebelumnya! nilai senti*itas dan spesifisitasnya adalah E3- dan 13-! dan pada pasien tanpa adanya PPOK sebelumnya spesifisitas dan sensiti*itasnya adalah E+-. Apapun itu! perlu di"atat baha E2-&%++- pasien didiagnosa dengan benar ketika peptide natriureti" ditambahkan sebagai pertimbangan klinis. National Institute for Health and Care Excellence (@;#) baru& baru ini merekomendasikan pedoman sebuah nilai ?@P adalah 1++mgm' atau nilai @<&pro?@P +++ pgm' untuk mendiagnosa gagal jantung. Jika terdapat keraguan! teknik pen"itraan jantung dapat digunakan. Penggunaan ekhokardiograf pada pasien PPOK dapat mendeteksi disfungsi *entrikel kiri (diastoli" atau sistolik) dimana hal ini dihubungkan dengan adanya penyakit kardio*askular dengan presentasi kasus yang tinggi. ebagai tambahan! e*aluasi e"hokardiograf *entrikel kanan!
yang menentukan tekanan sistolik arteri pulmonal dan septum inter*entrikel! merupakan hal yang esensial untuk menilai adanya "or pulmonale pada pasien PPOK dan prognosis jangka pendek mereka. Panduan @;# merekomendasikan e"hokardiograf digunakan dalam minggu pada pasien dengan ?@P 1++pgm' atau nilai @<&pro?@P . +++ pgm'! atau digunakan B minggu pada pasien dengan nilai ?@P berkisar %++&1++ pgm' atau @<&pro?@P antara 1++&++ pgm'. bila e"hokardiograf normal! 95 dapat disingkirkan. 0isisi lain! diagnose gagal jantung perlu dipirkan pada pasien PPOK dengan fraksi ejeksi *entrikel kiri lebih dari 1+- dan massa abnormal *entrikel kiri atau pembesaran atrium kiri oleh e"hoka rdiograf. eskipun e"hokardiograf merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk mendiagnosa gagal jantung! hal itu dapat terbatas pada pasien dengan obesitas atau pasien PPOK dengan e"hokardiograf yang buruk disebabkan oleh hiperinflasi paru. Pada kasus ini penilain *entrikel kanan dengan /; dapat lebih objektif. elain memberikan pengukuran yang akurat pengukuran *olume *entrikel kiri dan fraksi ejeksi *entrikel kiri yang tidak berpengaruh pada hiperinflasi paru! teknik ini juga digunakan dalam menilai *olume dan fungsi *entrikel kanan. eskipun pemeriksaan penunjang ini memiliki beberapa kerugian seperti akuisisi aktu! keterbatasan penyediaan dan biaya yang lebih mahal dari e"hokargiograf! dimana terbatas penggunaannya dalam praktek klinis. /; perlu digunakan untuk menge*aluasi fungsi *entrikel pada pasien gagal jantung yang terbatas penggunaannya pada e"hokardiograf. Pada pemeriksaan fungsi paru yang dalam kondisi istirahat pasien PPOK dapat dilihat adanya obstruksi aliran udara! kerusakan jaringan paru pada emfisema dan kelemahan otot&otot pernapasan pada! menimbulkan terjadinya obstruksi defek pernapasan. Pada gilirannya! gagal jantung diikuti oleh adanya berkembangnya penyakit restriktif! yang menyebabkkan terjadinya pembesaran jantung dan kongesti *ena pulmonary terjadi pada penyakit ini. eskipun fungsi paru dapat meningkat setelah pemberian terapi gagal jantung. 0imana pasien dengan kondisi ini direkomendasikan untuk mengulangi pemeriksaan sprometri setelah pemberian terapi untuk membuat diagnose akhir dari PPOK. elama latihan! dinamika hiperinflasi disebabkan oleh peningkatan kapasitas fungsi residual! takipnea disebabkan oleh PPOK dan peningkatan ruang hampa dan konsumsi O disebabkan oleh gagal jantung! menghasilkan hubungan *entilasiperfusi yang abnormal. ebagai tambahan! menurunnya kapasitas difusi karbon monoksida! disebabkan oleh PPOk dan gagal jantung! membatasi kapasitas kerja. !
Gas darah arteri mendeteksi perubahan dalam pertukaran gas yang terjadi pada pasien PPOK dan gagal jantung. elama beraktifitas! PPOK menyebabkan penurunan tekanan O arteri (PaO) dan meningkatkan
tekanan
O (PaO)! dimana gagal jantung memperburuk
pertukaran gas. ehingan keadaan ini menyebakan hipoksia dan peningkatan P aO. Pasien dengan PPOK dan gagal jantung telah terganggu se"ara signifikan dalam pemeriksan respon latihan kardiopulmonar.
Tatalaksana
Pada pasien PPOK! gagal jantung perlu diobati berdasarkan pedoman gagal jantung dimana tidak terdapat bukti baha pengobatan gagal jantung harus berbeda dengan adanya penyakit respiratorik. eskipun terapi $&blo"ker meningkatkan gejala dan kelangsungan hidup pasien gagal jantung kronik! sering timbul kekhaatiran pada pasien PPOK disebabkan efek kerja bronkodilator $&agonis dan memburuknya bronkospasme. eskipun meta&analisis o"hrane menyimpulkan baha blo"kade $%&sele"tif adalah aman! hanya ,2- pasien dengan gagal jantung kronik dan PPOK menerima terapi $&blo"ker. ?aru&baru ini pedoman @;# dan "
European Society of Cardiology (#) menyatakan baha PPOK tidak dikontraindikasi untuk penggunaan $&blo"kers. Kardioselektif merupakan prioritas! metoprolol! bisoprolol dan nebi*olol merupakan kandidat terbaik. ebuah studi menunjukan baha pengobatan dengan bisoprol pada pasien dengan PPOK dan gagal jantung menurunkan 5#4%! tapi tanpa efek merusak pada gejala dan kualitas hidup! dan $%&blo"ker selektif lebih baik dari $&bloker nonselektif pada pasien ini. 0alam sebuah studi pasien dengan obstruksi aliran nafas sedang sampai berat dan gagal jantung! terapi dengan bisoprolol dan "ar*edilol ditoleransi baik dan memiliki keuntungan pada fungsi paru yang telah diamati. @amun! bisoprolol lebih baik dari "ar*ediol terhadap parameter pernapasan. Kelebihan dari pengobatan $%&blo"ker selektif pada gagal jantung jelas lebih besar daripada potensi risiko yang dihubungkan dengan pengobatan pasien PPOK! bahkan pada mereka yang dengan obstruksi berat. 0osis rendah pada aalan dan peningkatan bertahap merupakan hal yang dianjurkan! kerusakan ringan pada fungsi paru atau adanya gejala respiratorik ringan tidak diperlukan penghentian. 0okter mungkin lebih enggan untuk melanjutkan terapi $&blo"ker selama eksaserbasi akut PPOK ketika seorang pasien memiliki status respiratorik yang paling lemah! meskipun telah ditunjukan baha pada pasien gagal jantung! melanjutkan terapi $&blo"ker $%&sele"ti*e selama peraatan di / pada pasien PPOK tampaknya aman. Pengobatan dengan statin! angiotensin-converting enzyme (A#) inhibitors dan angiotensin-receptor blocers (A/?s) dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas pasien PPOK. ?eberapa studi retrospektif! salah satunya seperti pada an"ini et al ! telah menunjukan sebuah penurunan risiko pasien PPOK yang diraat di / dengan terapi statin yang juga menerima pengobatan A# inhibitor dan atau A/?. 5aktanya! pada pasien dengan kontraindikasi absolut terhadap $&blo"kers! hubungan antara A# inhinitor dan A/? dapat menjadi pilihan untuk peningkatan ketahan hidup! seperti telah ditunjukan dalam meta analisis yang telah die*aluasi pada topik ini. ebagai tambahan! mortensen dkk juga telah melaporkan baha penggunaan statin dan A# inhibitor sebelum peraatan di / dikaitkan dengan penurunan mortalitas pada subjek yang di raat di / untuk eksaserbasi PPOK. ?aru&baru ini! dalam sebuah studi prospektif yang dilakukan oleh ?art=iokas dkk. Penggunaan statin dikaitkan dengan rendahnya risiko eksaserbasi PPOK dan PPOK yang lebih berat. eskipun demikian! hasil dari studi ini perlu mendapat perhatian lebih. Kami berfikir studi kontrol yang baru
#
dibutuhkan untuk benar&benar mebuktikan kegunaannya. ementara itu! penggunaan obat ini hanya perlu direkomendasikan ketika pasien PPOK dihubungkan dengan indikasi yang jelas. Penggunaan diuretika juga merupakan aspek yang penting yang harus die*aluasi pada pasiennya! pemberian diureti" loop dosis tinggi dapat menimbulkan alkalosis metabolik dengan adanya hipo*entilasi sebagai mekanisme kompenasasi! yang pada gilirannya dapat terjadinya hiperkapnea yang parah. 'ebih lanjutnya! meskipun sejumlah besar studi prospektif tidak tersedia! penggunaan diureti" dosis tinggi pada pasien gagal jantung dihubungkan dengan risiko tinggi terjadinya disfungsi ginjal! morbiditas dan mortalitas. tudi baru&baru ini! menilai pengobatan farmarkologi pada pasien PPOK dengan gagal jantung menunjukan hanya - pasien dengan kedua kondisi tersebut diresepkan $&blo"kers! sebaliknya >%- pada pasien tanpa PPOK. 9al ini kontras dengan pemberian resep A# inhibitor dan A/?! dimana tidak ada perbedaan se"ara signifikan yang ter"atat diantara keduanya. Kebanyakan pasien PPOK diresepkan antagonis aldosterone dimana hanya sebagian ke"il diresepkan loop diuretika.
Tatalaksana Farmakologi pasien PPOK dengan gagal jantung
PPOK harus diobati berdasarkan pedoman klinis pada pasien dengan gagal jantung dimana tidak terdapat bukti langsung baha penyakit respiratorik harus diterapi berbeda dengan adanya gagal jantung. Pernyataan ini berdasarkan temuan dari studi jangka panjang pada pasien gagal jantung dan PPOK. $&agonis inhaler merupakan bagian penting pada tatalaksana farmakologi PPOK. @amun! mereka dapat menyebabkan efek samping terhadap jantung pada pasien PPOK dengan penyakit kardio*asular yang sudah ada sebelumnya! terutama mereka yang telah menderita gagal jantung. tudi obser*asional menemukan peningkatan risiko kematian dan peraatan / pada pasien gagal jantung dengan terapi $&agonis inhaler! mungkin dibutukan indikasi pemantaun yang lebih dekat pada pasien dengan gagal jantung berat dengan terapi PPOK. $&agonis oral harus dihindari! begitu pula dengan dosis dan frekuensi terapi nebulasi perlu diminimalkan. Pasien dengan gagal jantung dengan PPOK yang membutuhkan bronkodilator inhaler kerja panjang! perlu dimulai terapi dengan dengan antimuskarinik kerja panjang daripada penggunaan $&agonis kerja panjang. @amun! pada studi terbaru dimana telah diperiksa pasien PPOK dan gagal jantung! dimana $&agonis lebih sering digunakan sebagai $
terapi pada pasien PPOK! diikuti dengan kortikosteroid inhalasi dan obat antimuskarinik. elain itu! penggunaan kortikosteroid dapat meningkatkan risiko retensi hidrosalin pada pasien gagal jantung.
entilasi !onin"asif pada pasien dengan PPOK dan gagal jantung
4entilasi
nonin*asi*e
(@;4)! merupakan tambahan
untuk terapi kon*ensional!
meningkatkan hasil yang baik pada pasien dengan gagal napas akut yang disebabkan eksaserbasi hiperkapnea pasien PPOK atau gagal jantung pada situasi edema paru akut. @;4 memperbaiki pertukaran gas dan gejala pada pasien dengan PPOK! mengurangi kebutuhan intubasi endotrakeal! kematian di /! lama raat inap di / daripada terapi oksigen kon*ensional. @;4 juga dapat menghindari re&intubasi dan mungkin dapat menurukan lamanya *entilasi mekanik in*asi*e. Pada edema paru jantung akut! @;4 memper"epat remisi gejala dan normalisasi parameter gas darah! mengurangi kebutuhan intubasi endotra"heal! dan hubungannya dengan tren penurunan angka kematian. odalitas *entilasi digunakan edema paru akut tidak akan memberikan efek terhadap prognosis pasien. Pada pasien "or pulmonale sekunder menuju penyakit kronik paru seperti PPOK! penggunaan !iphasic "ositive #ir$ay "ressure (?iPAP)! dapat meningkatkan fungsi *entrikel kanan dan menurukan le*el plasma natriutetik peptide. eskipun! studi terbaru menyimpulkan baha pemberian metode terapi ini dapat memegang peran penting pada gagal jantung yang dihubungkan dengan kelelahan otot dan hiperkapnea. ingkatnya! kombinasi PPOK dan gagal jantung menghadirkan tatalaksana yang menantang. #fek menguntungan dari $%&blo"kers selektif tidak boleh dihindari pada pasien stabil dengan gagal jantung dan PPOK. tatin! A# inhibitor! A/? mungkin dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas pasien PPOK. elain itu! perlu diaspadai penggunaan $&agonis 1%
inhalasi untuk pengobatan PPOK pada pasien dengan PPOK. @;4! ketika ditambahkan sebagai terapi kon*ensional! meningkatkan hasil yang baik pada pasien gagal napas akut yang disebabkan oleh eksaserbasi hiperkapnea pada PPOK atau situasi gagal jantung pada edema paru akut. Penyusunan pendekatan gabungan dan terintegrasi dalam mengelola komorbiditas ini nampaknya merupakan strategi yang tepat.
Kesimpulan
PPOK sering dihubungkan dengan gagal jantung dalam praktek klinis! kedua kondisi ini berpengaruh signifikan terhadap morbiditas dan mortalitas. 0okter yang mendapatkan pasien ini perlu membutuhkan integrasi dalam mengidentifikasi se"ara objektif kedua penyakit ini pada stadium dini! dan untuk mengoptimalkan kontrol kondisi respirasi dan kardio*askular. 9al ini dapat menghasilkan penurunan morbiditas dan mortalitas pasien ini. tudi terbaru dibutuhkan untuk menyediakan data terbaru terhadap patogenesis dan manajemen pasien PPOK dan gagal jantung! dengan tujuan sebagai upaya peningkatan kualitas hidup serta kelangsungan hidup pasien#