USULAN PENELITIAN
HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA PASIEN DI RUANG INAP DI RSUD .......... KABUPATEN .......... TAHUN ......
Oleh .......... ..........
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS .......... ......
KATA PENGANTAR
Puji Puji dan syukur syukur saya saya panjatk panjatkan an kehadi kehadirat rat ALLAH ALLAH SWT. SWT. Atas Atas segala anugerah-NYA sehingga saya dapat menyelesaikan proposal ini. Dalam penyusunan proposal ini, saya menyadari akan keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki. Namun berkat usaha, bantuan dan dukungan semua pihak yang terkait sehingga proposal ini dapat terselesaikan. Melalui kesempatan ini, saya mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal ini. Say Saya sang sangat at meny menyad adar arii bahw bahwaa prop propos osal al ini ini masi masih h sang sangat at jauh jauh dari dari kesempurnaan. Untuk itu saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan proposal ini dikemudian hari.
,
Maret ...... Penyusun
..........
KATA PENGANTAR
Puji Puji dan syukur syukur saya saya panjatk panjatkan an kehadi kehadirat rat ALLAH ALLAH SWT. SWT. Atas Atas segala anugerah-NYA sehingga saya dapat menyelesaikan proposal ini. Dalam penyusunan proposal ini, saya menyadari akan keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki. Namun berkat usaha, bantuan dan dukungan semua pihak yang terkait sehingga proposal ini dapat terselesaikan. Melalui kesempatan ini, saya mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal ini. Say Saya sang sangat at meny menyad adar arii bahw bahwaa prop propos osal al ini ini masi masih h sang sangat at jauh jauh dari dari kesempurnaan. Untuk itu saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan proposal ini dikemudian hari.
,
Maret ...... Penyusun
..........
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......... ............... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ........ ...
i
............... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ........ ... DAFTAR ISI ..........
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........ Belakang............. .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ....... ..
1
B. Rumusan Masalah........ Masalah............. .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ....... ..
7
C. Tujuan Penelitian Penelitian .......... ............... .......... .......... .......... .......... ......... ......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ....... ..
8
D. Manfaat Penelitian Penelitian .......... ............... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ........ ...
9
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka Pustaka .......... ............... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .....
10
B. Kerangka Kerangka Berpikir Berpikir .......... ............... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ........ ...
40
C. Hipotesis Hipotesis .......... ............... .......... .......... ......... ......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .....
40
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian .......... ............... ......... ......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .....
42
B. Waktu dan Tempat Tempat Penelitian..... Penelitian.......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ....... ..
42
C. Populasi Populasi dan Sampel Sampel ........ ............. .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ....... ..
42
D. Variabel Variabel Penelitian.... Penelitian......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .....
47
E. Teknik Teknik Pengumpu Pengumpulan lan Data dan Instrumen Instrumen Penelitian Penelitian .......... ............... .......... .......... .....
51
F. Pengolahan Pengolahan,, Penyajian Penyajian dan Teknik Teknik Analisis Analisis Data .......... ............... .......... .......... .......... .......
53
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mengakibatkan angka kesakitan yang tinggi. Menurut Adnil Basha (2004: 1) hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan angka kesakitan atau morbiditas dan angka kematian atau mortalitas. Sedangkan menurut Lanny Sustrani, dkk (2004: 12) hipertensi atau penyakit darah tinggi adalah gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya. Hipertensi akan memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ seperti otak (stroke), pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), otot jantung (left ventricle hypertrophy) (Bustan, 2000: 31). Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer) karena termasuk yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya (Lanny Sustrani (2004:12). Hipertensi adalah faktor risiko utama untuk terjadinya penyakit jantung koroner dan gangguan pembuluh darah otak yang dikenal dengan stroke. Bila tekanan darah semakin tinggi maka harapan hidup semakin turun (Wardoyo, 1996: 26). Menurut WHO batas
normal
tekanan
darah
adalah
120–140
mmHg tekanan sistolik dan 80 – 90 mmHg tekanan diastolik. Seseorang
dinyatakan mengidap
hipertensi bila tekanan darahnya > 140/90 mmHg.
Sedangkan menurut JNC VII 2003 tekanan darah pada orang dewasa dengan usia diatas 18 tahun diklasifikasikan menderita hipertensi stadium I apabila tekanan sistoliknya 140 –159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90 – 99 mmHg.
Diklasifikasikan menderita hipertensi
sistoliknya
stadium II apabila tekanan
lebih 160 mmHg dan diastoliknya lebih dari 100 mmHg
sedangakan hipertensi stadium III apabila tekanan sistoliknya lebih dari 180 mmHg dan tekanan diastoliknya lebih dari 116 mmHg (Lanny Sustrani, 2004: 15). Prevalensi hipertensi di seluruh dunia, diperkirakan sekitar 1520%. Hipertensi lebih banyak menyerang pada usia setengah baya pada golongan umur 55-64 tahun. Hipertensi di Asia diperkirakan sudah mencapai 8-18% pada tahun 1997, hipertensi dijumpai pada 4.400 per 10.000 penduduk. Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995, prevalensi hipertensi di Indonesia cukup tinggi, 83 per 1.000 anggota rumah tangga, pada tahun 2000 sekitar 15-20% masyarakat Indonesia menderita hipertensi (Departemen Kesehatan RI:2003). Menurut Darmojo Boedhi (1993), bahwa 50% orang yang diketahui hipertensi pada negara berkembang hanya 25% yang mendapat pengobatan, dan 12,5% yang diobati secara baik. Prevalensi hipertensi di Indonesia mengalami kenaikan dari tahun 1988–1993. Prevalensi hipertensi pada laki-laki dari 134 (13,6%) naik menjadi 165 (16,5%), hipertensi pada perempuan dari 174 (16,0%) naik menjadi 176 (17,6%).
Penelitian yang membandingkan hipertensi pada wanita dan pria
oleh Sugiri di daerah kota Semarang diperoleh prevalensi hipertensi 7,5% pada pria dan 10,9% pada wanita, sedangkan di daerah kota Jakarta didapatkan prevalensi hipertensi 14,6% pada pria dan 13,7% pada wanita (Arjatmo T, Hendra U, 2001:455). Banyak faktor yang berperan untuk terjadinya hipertensi meliputi faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) dan faktor risiko yang dapat dikendalikan (minor).
Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan
(mayor) seperti keturunan, jenis kelamin, ras dan umur.
Sedangkan faktor
risiko yang dapat dikendalikan (minor) yaitu olahraga, makanan (kebiasaan makan garam), alkohol, stres, kelebihan berat badan (obesitas), kehamilan dan penggunaan pil kontrasepsi (Asep Pajario, 2002). Faktor–faktor risiko di atas akan dikendalikan dalam penelitian ini melalui analisis stratifikasi. Merokok merupakan salah satu kebiasaan hidup yang dapat mempengaruhi tekanan darah. Pada keadaan merokok pembuluh darah dibeberapa bagian tubuh akan mengalami
penyempitan, dalam keadaan ini
dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi supaya darah dapat mengalir ke alatalat tubuh dengan jumlah yang tetap. Untuk itu jantung harus memompa darah lebih kuat, sehingga tekanan pada pembuluh darah meningkat (Wardoyo, 1996: 28). Rokok yang dihisap dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Namun rokok akan mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh di ginjal
sehingga terjadi
peningkatan
tekanan
darah.
Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan tekanan sistolik 10–25
mmHg dan menambah detak jantung 5–20 kali per menit (Mangku Sitepoe,
1997:29). Dengan menghisap sebatang rokok akan mempunyai
pengaruh besar terhadap kenaikan tekanan darah, hal ini disebabkan oleh zatzat yang terkandung dalam asap rokok. Asap rokok terdiri dari 4000 bahan kimia dan 200 diantaranya beracun, antara lain Karbon Monoksida (CO) yang dihasilkan oleh asap rokok dan dapat menyebabkan pembuluh darah kramp, sehingga tekanan darah naik, dinding pembuluh darah dapat robek (Suparto, 2000:74).
Gas CO dapat pula menimbulkan desaturasi hemoglobin,
menurunkan langsung peredaran oksigen untuk jaringan seluruh tubuh termasuk miokard.
CO menggantikan tempat oksigen di hemoglobin,
mengganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat aterosklerosis (pengapuran atau penebalan dinding pembuluh darah). Nikotin juga merangsang peningkatan tekanan darah.
Nikotin mengaktifkan trombosit dengan akibat
timbulnya adhesi trombosit (pengumpalan) ke dinding pembuluh darah. Nikotin, CO dan bahan lainnya dalam asap rokok terbukti merusak dinding pembuluh
endotel
(dinding
dalam
pembuluh
darah),
mempermudah
pengumpalan darah sehingga dapat merusak pembuluh darah perifer (G.Sianturi, 2003:12). Dampak rokok akan terasa setelah 10–20 tahun pasca digunakan. Dampak asap rokok bukan hanya untuk si perokok aktif (Active smoker), tetapi juga bagi perokok pasif (Pasive smoker). Orang yang tidak merokok atau perokok pasif, tetapi terpapar asap rokok akan menghirup 2 kali lipat racun yang dihembuskan oleh perokok aktif (Ruli A. Mustafa, 2005: 3).
Bila sebatang rokok dihabiskan dalam sepuluh kali isapan maka dalam tempo setahun bagi perokok sejumlah 20 batang (1 bungkus) per hari akan mengalami 70.000 kali isapan asap rokok. Beberapa zat kimia dalam rokok bersifat kumulatif (ditimbun), suatu saat dosis racunnya akan mencapai titik toksis sehingga mulai kelihatan gejala yang ditimbulkannya (Mangku Sitepoe, 1997: 19). Menurut penelitian di Lombok dan Jakarta memperlihatkan 75% dan 61% pria dewasa (715) dan kurang dari 5% wanita dewasa mempunyai kebiasaan merokok menghabiskan rokok lebih dari 20 batang per hari. Hubungan merokok dengan kesehatan juga dapat dibuktikan oleh SKRT Depkes 1972, 1980, 1986 dan 1992 dimana terlihat jelas peningkatan proporsi kematian akibat penyakit kardiovaskuler yaitu tahun 1972 sebesar 51% tahun 1980 sebesar 9,9%, tahun 1986 sebesar 9.7% dan tahun 1992 sebesar 16,4 % (Aulia Sani:2004) Menurut Departemen Kesehatan melalui pusat promosi kesehatan menyatakan Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki tingkat konsumsi rokok dan produksi rokok tertinggi.
Berdasarkan data dari WHO tahun 2002 Indonesia menduduki
urutan ke 5 terbanyak dalam konsumsi rokok di dunia dan setiap tahunnya mengkonsumsi 2,5 miliar batang rokok. Angka kekerapan merokok di Indonesia yaitu 60%-70% pada laki-laki di perkotaan dan 80% - 90% (Vivi, Juanita, 2003: 1). Dari hasil Sussenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2001 menyatakan bahwa 54% penduduk laki-laki merupakan perokok dan hanya
1,2% perempuan yang merokok. dewasa
Menurut Edward D Frohlich, seorang pria
akan mempunyai peluang lebih besar yakni satu diantara lima
untuk mengidap hipertensi (Lanny Sustrani, 2004:25). Berdasarkan data dari dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah daerah kabupaten Blora mengalami kenaikan angka kejadian hipertensi dari tahun 2001 sampai 2004. Dari tahun 2001 yaitu 399 kasus (13,6%), 2002 sebesar 1999 kasus (16,5%),
2003 sebesar 2371 kasus (16,0%) dan tahun 2004
sebesar 5697 kasus (17,0%).Dari data Dinas Kesehatan Kabupaten .......... tahun ...... hipertensi di BRSD ........... termasuk dalam 10 besar penyakit tidak menular, untuk rawat inap penderita hipertensi sebesar ... kasus sedangkan untuk rawat jalan penderita hipertensi..... kasus . Dari data yang diperoleh dari bagian rekam medik BRSD ........... pasien hipertensi usia 40 tahun ke atas pada tahun 2007 sebanyak ... ,tahun 2008 sebanyak...pasien dan pada tahun ...... sebanyak....pasien. Dalam penelitian ini faktor risiko yang mempengaruhi hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas yang akan diteliti adalah kebiasaan merokok yang pada umumnya terdapat pada laki-laki. Pada penelitian ini responden yang di ambil sebagai sampel adalah aki-laki usia 40 tahun ke atas perokok sehingga dapat diperoleh perbedaan yang jelas mengenai perilaku merokok menurut jenis, jumlah, lama, dan cara merokok. Responden yang tidak merokok
dan
mengalami
hipertensi tidak dijadikan
kemungkinan hipertensi disebabkan karena faktor
lain,
sampel, sehingga
karena tidak
diperoleh indikator perilaku merokok yang dapat menyebabkan hipertensi.
Pada penelitian ini diambil untuk pasien rawat jalan karena alasan kesehatan pasien, dimana penderita hipertensi dengan rawat inap tidak dapat mengikuti penelitian untuk pengukuran berat badan dan tinggi badan. Penelitian ini akan dilaksanakan pada laki-laki yang berusia lebih dari 40 tahun ke atas yang merupakan pasien di
BRSD ............
Badan Rumah
Sakit Daerah ........... merupakan rumah sakit kelas C yang terdapat di kecamatan Limboto Kabupaten ........... Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan kebiasan merokok dengan kejadian hipertensi pada lakilaki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah ............ B. Rumusan Masalah
1. Permasalahan Umum Adakah hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah ...........? 2. Permasalahan Khusus a.
Adakah hubungan jenis rokok yang di hisap dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah ........... ?
b.
Adakah
hubungan jumlah rokok yang di hisap dengan kejadian
hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah ........... ?
c.
Adakah hubungan cara menghisap rokok dengan kejadian hipertensi pada laki- laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah ........... ?
d.
Adakah hubungan lama merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah ........... ?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di
Rumah Sakit
Umum Daerah ............ 2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan jenis rokok yang di hisap dengan resiko kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Rumah Sakit Umum Daerah ............ b. Untuk mengetahui hubungan jumlah rokok yang di hisap dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Rumah Sakit Umum Daerah ............ c. Untuk mengetahui hubungan cara menghisap rokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Rumah Sakit Umum Daerah ............
d. Untuk mengetahui hubungan lama merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Rumah Sakit Umum Daerah ............ D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah ...........
Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi Badan Rumah Sakit Daerah ........... dalam menangani pasien yang menderita hipertensi. Selain itu dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam menyusun kebijaksanaan yang dapat mencegah kejadian hipertensi pada masyarakat sekitar wilayah kerja rumah sakit. 2. Bagi Penelitian
Diharapkan penulis mampu menerapkan disiplin ilmunya di lapangan khususnya dalam materi Epidemiologi penyakit tidak menular. 3. Bagi Pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi dan menambah wawasan mengenai hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki sia 40 tahun ke atas . 4. Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi masyarakat agar meminimalkan konsumsi merokok
untuk menghindari kejadian
hipertensi pada laki-laki di usia 40 tahun ke atas.
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi, yang di bawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (Silent Killer), karena termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya (Lanny Sustrani, dkk, 2004: 12). Menurut Adnil Basha (2004:1) hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas). Hipertensi merupakan keadaan dimana tekanan darah menjadi naik dan bertahan pada tekanan tersebut meskipun sudah relaks (Iman Soeharto, 2002:50). Menurut Allison Hull (1996:19) hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir tidak konstan pada arteri. Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah. Dari definisi-definisi diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa hipertensi adalah suatu keadaan di mana tekanan darah menjadi naik
karena gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya. 2. Kriteria dan Klasifikasi Hipertensi
Banyak faktor yang berperan untuk terjadinya hipertensi meliputi faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) dan faktor risiko yang dapat dikendalikan (minor). Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) seperti keturunan, jenis kelamin, ras dan umur.
Sedangkan
faktor risiko yang dapat dikendalikan (minor) yaitu olahraga, makanan (kebiasaan makan garam), alkohol, stres,
kelebihan berat
(obesitas),
kehamilan dan penggunaan pil kontrasepsi (Asep Pajario, 2002). Menurut WHO (World Health Organization) batas normal tekanan darah adalah 120–140 mmHg sistolik dan 80–90 mmHg diastolik.
Dan
seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya > 140 mmHg tekanan sistolik dan 90 mmHg tekanan diastoliknya. Tabel 1 Klasifikasi hipertensi menurut WHO/ISH Klasifikasi
Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normotensi Hipertensi Ringan Hipertensi perbatasan Hipertensi sedang dan berat Hipertensi sistolik terisolasi Hipertensi sistolik perbatasan
Sumber: Arif Mansjoer dkk, 2000:519
<140 140-180 140-160 >180 >140 !40-160
<90 90-105 90-95 >105 <90 <90
Peninggian tekanan sistolik tanpa diikuti oleh peninggian tekanan diastolik disebut hipertensi sistolik terisolasi (isolated sytolic hypertension). Hipertensi sistolik terisolasi umumnya dijumpai pada usia lanjut, jika keadaan ini dijumpai
pada
masa
dewasa
muda
lebih
banyak dihubungkan sirkulasi hiperkinetik dan diramalkan dikemudian hari tekanan diastoliknya juga ikut meningkat. Batasan ini untuk individu dewasa diatas umur 18 tahun, tidak dalam keadaan
sakit
mendadak.
Dikatakan hipertensi jika pada dua kali atau lebih kunjungan yang berbeda didapatkan tekanan darah rata-rata dari dua atau lebih pengukuran setiap kunjungan, diastoliknya 90 mmHg atau lebih, atau sistoliknya 140 mmHg atau lebih (Robin dan Kumar, 1995:454). Tabel 2
Klasifikasi Pengukuran Tekanan Darah Orang Dewasa Dengan Usia Diatas 18 Tahun Menurut The Sixth Report Of The Joint National Committee On Prevention Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure Tekanan Sistolik dan Diastolik Klasifikasi tekanan darah (mmHg) Normal
<120 dan <80
Prehipertensi
120-139 atau 80-89
Hipertensi Stadium I
140-159 atau 90-99
Hipertensi stadium II
>160 atau >100
Hipertensi stadium III
> 180 atau > 110
Sumber: Arif Mansjoer, 2000: 519
Klasifikasi hipertensi menurut bentuknya ada dua yaitu hipertensi sistolik dan hipertensi diastolik (Smith, Tom, 1986:7).
Pertama yaitu
hipertensi sistolik adalah jantung berdenyut terlalu kuat sehingga dapat meningkatkan angka sistolik. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi (denyut jantung). Ini adalah tekanan maksimum dalam arteri pada suatu saat dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar. Kedua yaitu hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh darah kecil menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan dalam arteri
bila
jantung
berada
dalam keadaan relaksasi diantara dua
denyutan. Sedangkan menurut Arjatmo T dan Hendra U (2001:454) faktor yang mempengaruhi prevalensi hipertensi antara lain ras, umur, obesitas, asupan garam yang tinggi, adanya riwayat hipertensi dalam keluarga. Klasifikasi hipertensi menurut sebabnya dibagi menjadi dua yaitu sekunder dan primer.
Hipertensi sekunder merupakan jenis yang
penyebab spesifiknya dapat diketahui (Lanny Ssustrani, dkk, 2004:27). Penderita hipertensi sekunder ada 5%-10% kasus.
Pada hipertensi
penyebab dan patofisiologinya sudah
diketahui
dikendalikan
atau pembedahan (Arjatmo T,
dengan
obat-obatan
sehingga
dapat
Hendra U, 2001:473). Penyebab paling sering dari hipertensi sekunder adalah adanya kelainan dan keadaan dari sistem organ lain seperti ginjal (gagal ginjal kronik, glomerolus nefritis akut), kelainan endoktrin (tumor kelenjar adrenal, sindroma cushing) serta
bisa diakibatkan oleh
penggunaan
obat-obatan
(kortikosteroid
dan
hormonal)
(Mahalul
Azam, 2005:28). Klasifikasi hipertensi menurut gejala dibedakan menjadi dua yaitu hipertensi Benigna dan hipertensi Maligna. Hipertensi Benigna adalah keadaan hipertensi yang tidak menimbulkan gejala-gejala, biasanya ditemukan pada saat penderita dicek up. Hipertensi
Maligna
adalah
keadaan hipertensi yang membahayakan biasanya disertai dengan keadaan kegawatan yang merupakan akibat komplikasi organ-organ seperti otak, jantung dan ginjal (Mahalul Azam 2005:17). 3. Patogenesis Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tekanan perifer.
Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tekanan perifer akan mempengaruhi tekanan darah seperti asupan garam yang tinggi, faktor genetik, stres, obesitas, faktor endotel.
Selain curah jantung
dan tahanan perifer sebenarnya tekanan darah dipengaruhi juga oleh tebalnya atrium kanan, tetapi tidak mempunyai banyak pengaruh. Dalam tubuh terdapat sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi yang berusaha untuk mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang.
Sistem
pengendalian
tekanan
darah
sangat
kompleks.
Pengendalian dimulai dari sistem yang bereaksi dengan cepat misalnya reflek kardiovaskuler melalui sistem saraf, reflek kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal dari atrium, arteri pulmonalis otot polos. Dari sistem pengendalian yang bereaksi sangat cepat diikuti
oleh sistem pengendalian yang bereaksi kurang cepat, misalnya perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol hormon angiotensi dan vasopresin.
Kemudian dilanjutkan
sistem yang poten dan berlangsung dalam jangka panjang misalnya kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ. Peningkatan tekanan darah pada hipertensi primer dipengaruhi oleh beberapa faktor genetik yang menimbulkan perubahan pada ginjal dan membran sel, aktivitas saraf simpatis dan renin, angiotensin yang mempengaruhi
keadaan
hemodinamik,
asupan
natrium
dan
metabolisme natrium dalam ginjal serta obesitas dan faktor endotel. Akibat yang ditimbulkan dari penyakit hipertensi antara lain penyempitan arteri yang membawa darah dan oksigen ke otak, hal ini disebabkan karena jaringan otak kekurangan oksigen akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak dan akan mengakibatkan kematian pada bagian otak yang kemudian dapat menimbulkan stroke. Komplikasi lain yaitu rasa sakit ketika berjalan kerusakan pada ginjal dan kerusakan pada organ mata yang dapat mengakibatkan kebutaan (Beevers, 2002:26). Menurut Lanny Sustrani (2004:12) gejala–gejala hipertensi antara lain sakit kepala, Jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau mengangkat beban kerja, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung berdarah, sering buang air kecil terutama di malam hari
telingga berdering (tinnitus) dan dunia terasa berputar. 4. Faktor-Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Hipertensi
a. Faktor Keturunan atau Gen
Kasus hipertensi esensial 70%-80% diturunkan dari orang tuanya. Apabila riwayat hipertensi di dapat pada kedua orang tua maka dugaan hipertensi esensial lebih besar bagi seseorang yang kedua orang tuanya menderita hipertensi ataupun pada kembar monozygot (sel telur) dan salah satunya menderita hipertensi maka orang tersebut kemungkinan besar menderita hipertensi. Penelitian yang dilakukan pada orang kembar yang dibesarkan secara terpisah atau bersama dan juga terdapat pada anak-anak bukan adopsi telah dapat mengungkapkan seberapa besar tekanan darah dalam keluarga yang merupakan akibat kesamaan dalam gaya hidup. Berdasarkan penelitian tersebut secara kasar, sekitar separuh tekanan darah di antara orang-orang tersebut merupakan akibat dari faktor genetika dan separuhnya lagi merupakan akibat dari faktor pola makan sejak masa awal kanak-kanak (Beevers, 2002:32). b. Faktor Berat (Obesitas atau Kegemukan)
Obesitas merupakan ciri khas penderita hipertensi. Walaupun belum diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dan obesitas, namun terbukti bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dari pada penderita hipertensi dengan berat normal (Adnil, Basha, 2004: 1).
Pada orang yang terlalu gemuk, tekanan darahnya cenderung tinggi karena seluruh organ tubuh dipacu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan energi yang lebih besar jantungpun bekerja ekstra karena banyaknya timbunan lemak yang menyebabkan kadar lemak darah juga tinggi, sehingga tekanan darah menjadi tinggi ( Suparto, 2000:322) Cara mudah untuk mengetahui termasuk obesitas atau tidak yaitu dengan mengukur Indeks Masa Tubuh (IMT) Rumus untuk IMT adalah berat (kg) dibagi dengan tinggi dikuadratkan (m 2). Kategori ambang batas IMT untuk Indonesia menurut Depkes RI dalam Supariasa (2003:63) adalah sebagai berikut : Tabel 4 Kategori Ambang Batas IMT Kate Kurus
Kekurangan berat tingkat berat
< 17,0
Kekurangan berat tingkat ringan
17,0-18,5
Normal Gemuk
IMT
18,5-25,0 Kelebihan berat tingkat ringan
(obesitas) Kelebian berat badab tingkat berat
>25,0-27,0 <27
(Depkes RI dalam Supariasa 2006:63)
c. Stres Pekerjaan
Hampir semua orang di dalam kehidupan mereka mengalami stres berhubungan dengan pekerjaan mereka. Hal ini dapat dipengaruhi karena tuntutan kerja yang terlalu banyak (bekerja terlalu keras dan sering kerja lembur) dan jenis pekerjaan yang harus memberikan
penilaian atas penampilan kerja bawahannya atau pekerjaan yang menuntut
tanggungjawab
bagi
manusia.Stres
pada
pekerjaan
cenderund menyebabkan hipertensi berat. Sumber stres dalam pekerjaan ( Stressor) meliputi beban kerja, fasilitas kerja yang tidak memadai, peran dalam pekerjaan yang tidak jelas, tanggungjawab yang tidak jelas, masalah dalam hubungan dengan orang lain, tuntutan kerja dan tuntutan keluarga (Smet, Bart, 1994:244). Beban kerja meliputi pembatasan jam kerja dan meminimalkan kerja shift malam. Jam kerja yang diharuskan adalah 6-8 jam setiap harinya. Sisanya (16-18 jam setiap harinya) digunakan untuk keluarga dan masyarakat, istirahat, tidur, dan lain-lain. Dalam satu minggu seseorang bekerja dengan baik selama 40-50 jam, lebih dari itu terlihat kecenderungan yang negatif seperti kelelahan kerja, penyakit dan kecelakaan kerja ( Suma’ mur, 1993: 193) Stres dapat meningkatkan tekanan darah dalam waktu yang pendek, tetapi kemungkinan bukan penyebab meningkatnya tekanan darah dalam waktu yang panjang. Dalam suatu penelitian, stres yang muncul akibat mengerjakan perhitungan aritmatika dalam suatu lingkungan yang bising, atau bahkan ketika sedang menyortir benda berdasarkan perbedaan ukuran, menyebabkan lonjakan peningkatan tekanan darah secara tiba-tiba (Beevers, 2002: 39). Menurut Adnil Basha (2004:39), stres diduga melalui aktivitas syaraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas).
Peningkatan aktivitas saraf simpatis mengakibatkan meningkatnya tekanan darah
secara intermitten (tidak menentu). Gangguan
kepribadian yang bersifat sementara dapat terjadi pada orang yang menghadapi keadaan yang menimbulkan stres berat. Gangguan tersebut dapat berkembang secara tiba-tiba atau secara bertahap. d. Faktor Jenis Kelamin (Gender)
Wanita penderita hipertensi diakui lebih banyak dari pada lakilaki. Tetapi wanita lebih tahan dari pada laki-laki tanpa kerusakan jantung dan pembuluh darah.
Pria lebih banyak mengalami
kemungkinan menderita hipertensi dari pada wanita.
Pada pria
hipertensi lebih banyak disebabkan oleh pekerjaan, seperti perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan.
Sampai usia 55 tahun pria
beresiko lebih tinggi terkena hipertensi dibandingkan wanita. Menurut Edward D. Frohlich seorang pria dewasa akan mempunyai peluang lebih besar yakni satu di antara 5 untuk mengidap hipertensi (Lanny, Sustrani, 2004:25). e. Faktor Usia
Tekanan darah cenderung meningkat seiring bertambahnya usia, kemungkinan seseorang menderita hipertensi juga semakin besar. Pada umumnya penderita hipertensi adalah orang-orang yang berusia 40 tahun namun saat ini tidak menutup kemungkinan diderita oleh orang berusia muda.
Boedhi Darmoejo dalam tulisannya yang
dikumpulkan dari berbagai penelitian yang dilakukan di Indonesia
menunjukkan bahwa 1,8%-28,6% penduduk yang berusia diatas 20 tahun adalah penderita hipertensi. Menurut Kaplon (1985) pria yang berusia < 45 tahun dinyatakan hipertensi jika tekanan darah berbanding 130/90 mmHg atau lebih, sedangkan yang berusia > 45 tahun dinyatakan hipertensi jika tekanan darah 145/95 mmHg atau lebih. f. Faktor Asupan Garam
WHO (1990) menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram sehari (sama dengan 2400 mg Natrium) (Sunita Atmatsier, 2004:64). Konsumsi garam memiliki efek langsung terhadap tekanan darah. Telah ditunjukkan bahwa peningkatan tekanan darah
ketika semakin tua, yang terjadi pada semua
masyarakat kota, merupakan akibat dari banyaknya garam yang di makan. Masyarakat yang mengkonsumsi garam yang tinggi dalam pola makannya juga adalah masyarakat dengan tekanan darah yang meningkat seiring bertambahnya usia. Sebaliknya, masyarakat yang konsumsi
garamnya
rendah
menunjukkan
hanya
mengalami
peningkatan tekanan darah yang sedikit, seiring dengan bertambahnya usia. Terdapat bukti bahwa mereka yang memiliki kecenderungan menderita hipertensi secara keturunan memiliki kemampuan yang lebih rendah untuk mengeluarkan garam dari tubuhnya. Namun mereka mengkonsumsi garam tidak lebih banyak dari orang lain,
meskipun tubuh mereka cenderung menimbun apa yang mereka makan (Beevers, 2002: 35). Natrium bersama klorida yang terdapat dalam garam dapur dalam jumlah normal
dapat
membantu tubuh
mempertahankan
keseimbangan cairan tubuh untuk mengatur tekanan darah. Namun natrium dalam jumlah yang berlebih dapat menahan air (retensi), sehingga meningkatkan volume darah. Akibatnya jantung harus bekerja lebih keras untuk memompanya dan tekanan darah menjadi naik (Lanny, Sustrani, 2004:29) g. Kebiasaan Merokok
Kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol dan kurang olahraga serta bersantai dapat mempengaruhi peningkatan tekanan darah.
Rokok mempunyai beberapa pengaruh langsung yang
membahayakan jantung.
Apabila pembuluh darah yang ada pada
jantung dalam keadaan tegang karena tekanan darah tinggi, maka rokok dapat memperburuk keadaan tersebut (Smith,Tom, 1986:16). Merokok dapat merusak pembuluh darah, menyebabkan arteri menyempit dan lapisan menjadi tebal dan kasar.
Menurut Iman
Soeharto (2001:55) keadaan paru-paru dan jantung mereka yang merokok tidak dapat bekerja secara efisien. h. Aktivitas Fisik (Olahraga)
Olahraga
lebih
banyak
dihubungkan
dengan
pengelolaan
hipertensi karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan
tekanan darah. Kurangnya melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi (Arjatmo T, dan Hendra U, 2001:459).
Meskipun tekanan darah meningkat secara
tajam ketika sedang berolahraga, namun jika berolahraga secara teratur akan lebih sehat dan memiliki tekanan darah lebih rendah dari pada mereka yang melakukan olah raga. Olahraga yang teratur dalam jumlah sedang lebih baik dari pada olahraga berat tetapi hanya sekali (Beevers, 2002:41). 5. Komplikasi Hipertensi
Menurut Elizabeth J Corwin (2000:349) komplikasi hipertensi terdiri dari stroke, infark miokardium, gagal ginjal , ensefalopati (kerusakan otak), dan pregnancy – incuded hypertension (PIH). a. Stroke
Stroke dapat timbul akibat pendarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embulus yang terlepas dari pembuluh non- otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri –arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah–daerah yang diperdarahi berkurang. Arteri–arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah anurisma.
sehingga
meningkatkan
kemungkinan
terbentuknya
b. Infark Miokardium
Dapat terjadi infark miokardium apabila arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menyumbat aliran darah melalui pembuluh tersebut. Karena ventrikel,
maka
kebutuhan
hipertensi
kronik
dan
hipertensi
oksigen miokardium mungkin tidak
dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga, hipertrofi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu
hantaran listrik melintasi ventrikel
sehingga terjadi distritma, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan . c. Gagal Ginjal
Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerolus.
Dengan
rusaknya glomerolus, darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerous, protein akan keluar melalui urin sehingga sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik. d. Ensefalopati (Kerusakan Otak)
Ensefalopati (kerusukan otak) dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan yang
sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong ke dalam ruang interstisium diseluruh susunan saraf pusat.
Neuron-neuron di sekitarnya kolaps dan terjadi koma
serta kematian. 6. Pengukuran Tekanan Darah
Tekanan
darah
diukur
dengan
spygmomanometer (termometer) dan steteskop.
menggunakan
alat
Ada tiga tipe dari
spygmomanometer yaitu dengan menggunakan air raksa atau (merkuri), aneroid, dan elektronik. yang paling akurat.
Tipe air raksa adalah jenis spygmomanometer
Tingkat bacaan dimana detak tersebut terdengar
pertama kali adalah tekanan sistolik.
Sedangkan tingkat dimana
bunyi detak menghilang adalah tekanan diastolik.
Spygmomanometer
aneroid prinsip peggunaanya yaitu menyeimbangkan tekanan darah dengan tekanan dalam kapsul metalis tipis yang menyimpan udara didalamnya. Spygmomanometer elekrtonik merupakan pengukur tekanan darah terbaru dan lebih mudah digunakan dibanding model standar yang menggunakan air raksa tetapi, akurasinya juga relatif rendah (Lanny Sustrani, dkk, 2004:20).
Sebelum mengukur tekanan darah yang harus
diperhatikan yaitu : a. Jangan minum kopi atau merokok 30 menit sebelum pengukuran dilakukan. b. Duduk bersandar selama 5 menit dengan kaki menyentuh lantai dan tangan sejajar dengan jantung (istirahat).
c. Pakailah baju lengan pendek. d. Buang air kecil dulu sebelum diukur , karena kandung kemih yang penuh dapat mempengaruhi hasil pengukuran (Lanny Sustrani dkk., 2004 :23). Pengukuran
tekanan
darah
sebaiknya
dilakukan
pada
pasien
setelah istirahat yang cukup, yaitu sesudah berbaring paling sedikit 5 menit. Pengukuran dilakukan pada posisi terbaring, duduk, dan berdiri sebanyak 2 kali atau lebih dengan interval 2 menit. Ukuran manset harus cocok dengan ukuran lengan atas. Manset harus melingkari paling sedikit 80 % lengan atas dan lebar manset paling sedikit 2 / 3 kali panjang lengan atas, pinggir bawah manset harus 2 cm diatas fosa cubiti untuk mencegah kontak dengan stetoskop.
Sebaiknya disediakan barbagai
ukuran manset untuk dewasa, anak dan orang gemuk. Balon dipompa sampai ke atas tekanan diastolik kemudian tekanan darah diturunkan perlahan-lahan dengan kecepatan 2-3 mmHg tiap denyut jantung. Tekanan sistolik tercatat pada saat terdengar bunyi yang pertama (korotkoff 1) sedangkan tekanan diastolik dicatat jika bunyi tidak terdengar lagi (korotkoff V). Pemeriksaan tekanan darah sebaiknya dilakukan pada kedua lengan, pada posisi berbaring, duduk dan berdiri (Arjatmo T., dan Hendra U., 2001: 461). 7. Kebiasaan Merokok
Seseorang dikatakan perokok jika telah menghisap minimal 100 batang rokok. Merokok dapat mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak
dapat kita pungkiri, banyak penyakit yang telah terbukti menjadi akibat buruk merokok baik secara langsung maupun tidak langsung. Tembakau atau rokok paling berbahaya bagi kesehatan manusia. Rokok secara luas telah menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia.
Menurut
Departemen Kesehatan Dalam Gizi dan Promosi Masyarakat, Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki tingkat konsumsi rokok dan produksi rokok yang tinggi. Variasi produk dan harga rokok di Indonesia telah menyebabkan Indonesia menjadi salah satu produsen sekaligus konsumen rokok terbesar di dunia (Pdpersi, 2003). Hasil
analisis
menunjukkan
secara nasional sekitar 27,7%.
bahwa
hasil
prevalensi
perokok
Prevalensi perokok ini khususnya laki-
laki mengalami kenaikan menjadi 54,5%. Sedangkan pada perempuan sedikit menurun yaitu 2% pada tahun 1995 menjadi 1,2% pada tahun 2001.
Prevalensi kesehatan mantan perokok relatif kecil baik secara
keseluruhan (2,8%) maupun pada laki-laki dan perempuan (5,3%) pada laki-laki dan 0,3% pada perempuan (Anna Maria S, dkk, 2001). Angka kekerapan merokok di Indonesia juga tinggi yaitu 60%-70% pada laki – laki di perkotaan dan 80%-90 % pada laki-laki pedesaan. Berdasarkan data WHO tahun 2002 di Indonesia menduduki urutan kelima terbanyak dalam konsumsi 215 miliar batang rokok (Vivi, Juanita S, 2004:1). Dari survai secara nasional juga ditemukan bahwa laki-laki remaja banyak yang menjadi perokok dan hampir 2/3 dari kelompok umur
produktif adalah perokok. Pada pria prevalensi perokok tertinggi adalah umur 25-29 tahun.
Hal ini terjadi karena jumlah perokok pemula jauh
lebih banyak dari perokok yang berhasil berhenti merokok rentan
populasi penduduk.
dalam satu
Sebagian perokok mulai merokok pada
umur < 20 tahun dan separuh dari laki-laki umur 40 tahun ke atas telah merokok tiga puluh tahun atau lebih, lebih dari perokok menghisap minimal 10 batang perhari, hampir 70% perokok di Indonesia mulai merokok sebelum mereka berusia 19 tahun (Pdpersi, 2003). Rata- rata merokok yang dilakukan oleh kebanyakan laki-laki dipengaruhi oleh melalui
faktor
mulut,
psikologis
meliputi
rangsangan
sosial
ritual masyarakat, menunjukkan kejantanan,
mengalihkan diri dari kecemasan, kebanggaan diri.
Selain faktor
psikologis juga dipengaruhi oleh faktor fisiologis yaitu adiksi tubuh terhadap bahan yang dikandung rokok seperti nikotin atau juga disebut kecanduan terhadap nikotin (Mangku Sitepoe, 1997:13). a. Kategori Perokok
1) Perokok Pasif Perokok pasif dalah asap rokok yang di hirup oleh seseorang yang tidak merokok (Pasive Smoker).
Asap rokok merupakan
polutan bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Asap rokok lebih berbahaya terhadap perokok pasif daripada perokok aktif.
Asap
rokok sigaret kemungkinan besar berbahaya terhadap mereka yang bukan perokok, terutama di tempat tertutup. Asap rokok
yang dihembusan oleh perokok aktif dan terhirup oleh perokok pasif, lima kali lebih banyak mengandung karbon monoksida, empat kali lebih banyak mengandung tar dan nikotin (Wardoyo, 1996:43). 2) Perokok Aktif Menurut Bustan (1997: 86) rokok aktif adalah asap rokok yang berasal dari isapan perokok atau asap utama pada rokok yang dihisap (mainstream).
Dari pendapat diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa perokok aktif adalah orang yang merokok dan langsung menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri maupun lingkungan sekitar. b. Jumlah Rokok Yang Dihisap
Jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak per hari. Jenis rokok dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu : 1) Perokok Ringan Disebut perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang per hari. 2) Perokok Sedang Disebut perokok sedang jika menghisap 10 – 20 batang per hari. 3) Perokok Berat Disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang (Bustan, 1997: 124).
Bila sebatang rokok dihabiskan dalam sepuluh kali hisapan asap rokok maka dalam tempo setahun bagi perokok sejumlah 20 batang (satu bungkus) per hari akan mengalami 70.000 hisapan asap rokok. Beberapa zat kimia dalam rokok yang berbahaya bagi kesehatan bersifat kumulatif (ditimbun), suatu saat dosis racunnya akan mencapai titik toksis sehingga akan mulai kelihatan gejala yang ditimbulkan (Mangku Sitepoe, 1997:18). c. Lama Menghisap Rokok
Menurut Bustan (1997, 124) merokok dimulai sejak umur < 10 tahun atau lebih dari 10 tahun. Semakin awal seseorang merokok makin sulit untuk berhenti merokok. Rokok juga punya dose-response effect, artinya semakin muda usia merokok, akan semakin besar pengaruhnya. Apabila perilaku merokok dimulai sejak usia remaja, merokok sigaret dapat berhubungan dengan tingkat arterosclerosis. Risiko kematian bertambah sehubungan dengan banyaknya merokok dan umur awal merokok yang lebih dini ( Smet, Bart, 1994:293). Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan tekanan sistolik 10– 25 mmHg dan menambah detak jantung 5–20 kali per menit (Mangku Sitepoe, 1997:29). Dampak rokok akan terasa setelah 10-20 tahun pasca digunakan . dampak rokom bukan hanya untuk perok aktif tetapi juga perokok pasif (RuliA, Mustafa, 2005:3). Walaupun dibutuhkan
waktu
10-20
tahun,
tetapi
terbukti
merokok
mengakibatkan 80% kanker paru dan 50% terjadinya serangan jantung, impotensi dan gangguan kesuburan (Irfan, Mujiono, 2006:3). d. Cara Menghisap Rokok
Menurut Bustan (1997:124), cara manghisap rokok dapat dibedakan menjadi : 1) Begitu menghisap langsung dihembuskan (secara dangkal) 2) Ditelan sampai ke dalam mulut (dimulut saja) 3) Ditelan sampai di kerongkongan (isapan dalam) 4) Rokok yang dihisap dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Namun rokok akan mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh
di
peningkatan
Dengan menghisap sebatang rokok
tekanan
darah.
ginjal
sehingga
terjadi
maka akan mempunyai pengaruh besar terhadap kenaikan tekanan darah atau hipertensi. Hal ini dapat disebabkan karena gas CO yang dihasilkan oleh asap rokok dapat menyebabkan pembuluh darah “kramp” sehingga tekanan darah naik, dinding pembuluh darah menjadi robek (Suparto, 2000:74). e. Jenis Rokok Yang Dihisap
Rokok pembuatnya
tidak
dapat
dipisahkan
dari
bahan
baku
yaitu tembakau. Di Indonesia tembakau ditambah
cengkeh dan bahan–bahan lain dicampur untuk dibuat rokok. Selain itu juga masih ada beberapa jenis rokok yang dapat digunakan yaitu
rokok linting, rokok putih, rokok cerutu, rokok pipa, rokok kretek, rokok klobot dan rokok tembakau tanpa asap (tembakau kunyah) (Mangku Sitepoe, 1997:24). Dalam peraturan (PP) Nomor 19 tahun 2003 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan, pemerintah tidak menentukan kandungan kadar nikotin sebesar 1,5 mg dan kandungan kadar tar serbesar 20 mg pada rokok kretek.
Dan rokok kretek menggunakan tembakau rakyat.
Tetapi menurut Direktur Agro Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag) Yamin Rahman menyatakan kandungan kadar nikotin pada rokok kretek melebihi 1,5 mg yaitu 2,5 mg
dan
kandungan kadar tar pada rokok kretek melebihi 20 mg yaitu 40 mg. Rokok kretek mengandung 60–70 tembakau, sisanya 30%–40% cengkeh dan ramuan lain.
Cengkeh mengandung eugenol yang
dianggap berpotensi menjadi penyebab kangker pada manusia dan terkait dengan zat kimia satrol yang menjadi salah satu penyebab kanker ringan (Pdpersi, 2003). Sesuai data Diperindag volume eksport rokok pernovember 2002 mencapai 6.463 ton dengan nilai 75,8 juta dolar AS. Kadar nikotin yang ada pada rokok seharusnya adalah 1,5 mg dan kadar tar sebesar 20 mg dan menggunakan tembakau Virginia. Rokok yang dihisap dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Namun rokok akan mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh di ginjal sehingga terjadi peningkatan
tekanan darah.
Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan
tekanan sistolik 10–25 mmHg dan menambah detak jantung 5–20 kali per menit (Mangku Sitepoe, 1997:29). Dengan menghisap sebatang rokok akan mempunyai pengaruh besar terhadap kenaikkan tekanan darah, hal ini disebabkan oleh zat-zat yang terkandung dalam asap rokok.
Asap rokok terdiri dari 4000 bahan kimia dan 200
diantaranya beracun.
Antara lain Karbon monoksida (CO) yang
dihasilkan oleh asap rokok dan dapat menyebabkan pembuluh darah kramp,
sehingga tekanan darah naik, dinding pembuluh darah dapat
robek (Suparto, 2000:74).
Gas CO dapat pula menimbulkan
desaturasi hemoglobin, menurunkan langsung peredaran oksigen untuk jaringan seluruh tubuh termasuk miokard. CO menggantikan tempat oksigen di hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat arterosklerosis (pengapuran atau penebalan dinding pembuluh darah). Selain zat CO nikotin.
Nikotin
mengganggu
merokok sistem
juga
mengandung
saraf simpatis dengan
meningkatnya kebutuhan oksigen miokard.
Selain menyebabkan
ketagihan merokok, nikotin juga merangsang peningkatan tekanan darah.
Nikotin mengaktifkan trombosit dengan akibat timbulnya
adhesi trombosit (penggumpalan) ke dinding pembuluh darah. Nikotin, CO dan bahan lainnya dalam asap rokok terbukti merusak dinding pembuluh endotel
(dinding
dalam pembuluh darah),
mempermudah
penggumpalan
darah
sehingga
dapat
merusak
pembuluh darah perifer (G.Sianturi, 2003:12). f. Bahan – Bahan Yang Terkandung Dalam Rokok
Pada saat rokok dihisap komposisi rokok yang dipecah menjadi komponen lainnya, misalnya komponen yang cepat menguap akan menjadi asap bersama- sama dengan komponen lainnya terkondensasi. Dengan demikian komponen asap rokok yang dihisap oleh perokok terdiri dari bagian gas (85%) dan bagian partikel. Asap rokok terdiri dari 4000 bahan kimia dan 200 diantaranya bersifat racun antara lain Karbon Monoksida (CO) dan Polycylic Aromatic hydrokarbon yang mngandung zat – zat pemicu terjadinya kanker
(seperti
tar,
byntopyrenes,
nitrosonornicotine) (Pdpersi, 2003).
vinylchlorida
dan
Tabel 5 Daftar Bahan Kimia Yang Terdapat Dalam Asap Rokok Yang Dihisap No 1.
Bagian partikel
Bagian Gas
Tar
Karbon monoksida
Indol
Amoniak
2. 3.
Nikotin
4.
Karbolzo
Asam hydrocyanat
5.
l Kresol
Nitrogen oksida
Catatan:
Formaldehid
Keseluruhan bersifat
Catatan:
karsinogen dan iritan
Keseluruhan zat ini bersifat
serta bersifat toksik yang
karsinogen, mengiritasi, racun
lain
bulu getar alat pernapasan, dan sifat racun yang lain.
Sumber: M. Sitepoe, 1997: 18 1) Nikotin Komponen ini paling banyak dijumpai di dalam rokok,
nikotin bersifat toksik terhadap saraf dengan stimulasi atau depresi. Nikotin merupakan aikaloid yang bersifat stimulan dan pada dosis tinggi beracun. Zat ini hanya ada dalam tembakau, sangat aktif dan mempengaruhi otak/susunan saraf.
Dalam
jangka panjang, nikotin akan menekan kemampuan otak untuk mengalami
kenikmatan,
sehingga
perokok
akan
selalu
membutuhkan kadar nikotin yang semakin tinggi untuk mencapai tingkat kepuasan dan ketagihannya. Sifat nikotin yang adiktif ini
dibuktikan dengan jarang adanya jumlah perokok yang ingin berhenti merokok dan jumlah yang berhasil berhenti (Pdpersi, 2003). Nikotin yaitu zat atau bahan senyawa porillidin yang terdapat dalam Nicotoana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya yang sintesisnya bersifat adiktif yang dapat mengakibatkan ketergantungan. Nikotin ini dapat meracuni syaraf tubuh, meningkatkan tekanan darah, menyempitkan pembuluh perifer
dan
menyebabkan
ketagihan
serta
ketergantungan pada pemakainya. Jumlah nikotin yang dihisap dipengaruhi oleh berbagai faktor kualitas rokok, jumlah tembakau setiap batang rokok, dalamnya isapan , lamanya isapan, dan menggunakan filter rokok atau tidak. 2) Karbon Monoksida
Karbon monoksida yang dihisap oleh perokok tidak akan menyebabkan keracunan CO, sebab pengaruh CO yang dihirup oleh perokok dengan sedikit demi sedikit, dengan lamban namun pasti akan berpengaruh negatif pada jalan nafas. Gas karbon monoksida bersifat toksis yang bertentangan dengan oksigen dalam transpor maupun penggunaannya. Dalam rokok terdapat CO sejumlah 2%-6% pada saat merokok, sedangkan CO yang dihisap oleh perokok paling rendah sejumlah 400 ppm (parts per million) sudah dapat meningkatkan kadar
karbok karboksi si haemog haemoglob lobin in dalam darah
sejumla sejumlah h 2-16% 2-16% (Mangku (Mangku
Sitepoe, 1997:21). 3) Tar Tar
Tar merupa merupakan kan bagian bagian partik partikel el rokok rokok sesudah sesudah kandun kandungan gan nikot ikotin in dan dan uap air air dias diasin ing gkan kan,
bebe bebera rapa pa
komp kompo onen
zat zat
kimianya kimianya karsinogenik karsinogenik (pembentuk (pembentukan an kanker). kanker). Tar adalah adalah senyawa senyawa polinuklin polinuklin hidroka hidrokarbon rbon aromatika aromatika yang yang bersifat karsinogenik.
Dengan adanya kandungan bahan kimia
yang beracun sebagian dapat merusak sel paru dan menyebabkan berbagai macam penyakit. Selain itu tar dapat menempel pada jalan nafas sehingga dapat menyebabkan kanker. Tar merupakan kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam komponen komponen padat padat asap rokok. rokok.
Pada saat saat rokok dihisap, dihisap, tar masuk masuk
keda kedala lam m rong rongga ga mulu mulutt sebag sebagai ai uap uap pada padatt asap asap roko rokok. k.
Sete Setelah lah
dingin dingin akan akan menjad menjadii padat padat dan memben membentuk tuk endapa endapan n berwar berwarna na coklat coklat pada pada permuk permukaan aan gigi, gigi, saluran saluran pernaf pernafasan asan dan paru-par paru-paru. u. Peng Pengen endap dapan an ini ini berva bervaria riasi si anta antara ra 3-40 3-40 mg per per bata batang ng roko rokok, k, sementara kadar dalam rokok berkisar 24-45 mg. Seda Sedang ngka kan n bagi bagi roko rokok k yang ang meng menggu guna naka kan n filt filter er dapa dapatt mengal mengalami ami penuru penurunan nan 5-15 5-15 mg.
Walaupu Walaupun n rokok rokok diberi diberi filter, filter,
efek karsinogenik tetap bisa masuk dalam paru-paru, ketika pada saat saat merok merokok ok hirupa hirupanny nnyaa dalam-d dalam-dala alam, m, menghi menghisap sap berkali berkali-ka -kali li
dan juml jumlah ah rokok rokok yang yang digu digunak nakan an bertam bertambah bah bany banyak ak
(Mangk (Mangku u
Sitepoe, 1997: 25). 4) Timah Timah Hitam (Pb) Merupaka Merupakan n Partikel Partikel Asap Rokok Rokok
Timah Hitam (Pb) yang dihasilkan sebatang rokok sebanyak 0,5 0,5
mikro mikro gram gram..
Sebu Sebung ngku kuss roko rokok k (isi (isi 20 20 batan batang) g) yan yang g habi habiss
dihisap dalam satu hari menghasilkan 10 mikro gram. Sementara ambang ambang batas timah hitam yang yang masuk ke dalam tubuh tubuh antara 20 mikr mikro o gram per per hari. hari. Bisa Bisa dibaya dibayang ngka kan n bila seoran seorang g peroko perokok k berat menghisap rata-rata 2 bungkus rokok perhari, berapa banyak zat berbahaya ini masuk ke dalam tubuh. (Mangku Sitepoe, 1997 :25). g.
Hubu Hu bung ngan an Ke Kebia biasa saan an Mero Meroko kok k Deng Dengan an Ke Keja jadia dian n Hipe Hipert rten ensi si
Teka Tekana nan n darah darah dipe dipeng ngaru aruhi hi oleh oleh cura curah h jant jantun ung g dan dan tahan tahanan an perifer. Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tahana tahanan n perifer perifer akan mempen mempenga garuh ruhii tekanan tekanan darah. darah.
Salah Salah satuny satunyaa
adalah kebiasaan hidup yang tidak baik seperti merokok. Hipertensi adalah penyakit tekanan darah tinggi sebenarnya adalah suatu suatu gangg gangguan uan pada pada pembulu pembuluh h darah darah yang yang mengak mengakiba ibatka tkan n suplai suplai oksige oksigen n dan nutris nutrisi, i, yang yang dibawa dibawa oleh oleh darah darah terhamb terhambat at sampai sampai ke jaringan tubuh t ubuh yang membutuhkannya (Lanny Sustrani dkk, 2004:12). Deng Dengan an meng menghi hisa sap p seba sebata tang ng roko rokok k maka maka akan akan memp mempun uny yai pengaruh besar terhadap kenaikan tekanan darah atau hipertensi. Hal ini dapat disebabkan karena gas CO yang dihasilkan oleh asap rokok
dapat menyebabkan menyebabkan pembuluh pembuluh darah “kramp” sehingga tekanan darah naik, dinding pembuluh darah menjadi robek (Suparto, 2000:74). Karb Karbon on
mono monoks ksid idaa
meni menimb mbul ulka kan n
desa desatu tura rasi si
hemo hemogl glob obin in,,
menurunkan langsung peredaran oksigen untuk jaringan seluruh tubuh termasuk termasuk miokard. CO menggantikan menggantikan tempat oksigen oksigen di hemoglobin hemoglobin,, mengga menggangg nggu u pelepa pelepasan san oksige oksigen, n, dan memperc mempercepa epatt arteros arteroskler klerosi osiss (pen (penga gapu puran ran atau atau peneb penebala alan n dind dindin ing g pemb pembul uluh uh dara darah) h).. Deng Dengan an demi demiki kian an CO menu menuru runk nkan an kapa kapasit sitas as latih latihan an fisik fisik,, meni mening ngka katk tkan an viskositas darah sehingga mempermudah penggumpalan darah. Sela Selain in zat CO asap asap roko rokok k juga juga meng mengan andu dung ng niko nikotin tin..
Niko Nikoti tin n
meng mengga gang nggu gu sistem sistem saraf saraf simpa simpatis tis deng dengan an akib akibat at meni mening ngkat katka kan n kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah dan kebutuhan oksigen jantung serta menyebabkan gangguan irama jantung. Nikotin juga menggangu kerja otak, saraf dan bagian bagian tubuh yang yang lain. Nikotin mengaktifkan trombosit dengan akibat timbulnya adhesi trombo trombo (pengg (penggump umpalan alan)) ke dindin dinding g pembul pembuluh uh darah. darah. Nikoti Nikotin, n, CO dan dan
baha bahan n
lain lainny nyaa dala dalam m asap asap rokok rokok terbu terbukt ktii meru merusa sak k dind dindin ing g
endo endote tell (din (dindi ding ng dala dalam m pemb pembul uluh uh dara darah) h),, dan dan memp memper ermu muda dah h penggumpalan darah. Akibat penggumpalan (trombosi) akan merusak pembuluh darah perifer.
Walaupun nikotin dan merokok menaikkan tekanan darah diastole secara akut, namun tidak tampak lebih sering di antara perokok, dan tekanan diastole sedikit berubah bila orang berhenti merokok. Hal ini mungkin berhubungan dengan fakta bahwa perokok sekitar 10-20 pon lebih ringan dari pada bukan perokok yang sama umurnya, tinggi nya, jenis kelaminnya. Bila mereka berhenti
merokok,
sering
berat
naik. Dua kekuatan, turunnya tekanan diastole akibat adanya nikotin dan naiknya tekanan diastole karena peningkatan berat , tampaknya mengimbangi satu sama lain pada kebanyakan orang, sehingga tekanan diastole sedikit berubah bila mereka berhenti merokok.Selain itu juga mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer maupun pembuluh darah di ginjal sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Merokok sebatang setiap hari akan mengakibatkan tekanan darah sistole 10-25 mgHg dan menambah detak jantung 5-20 kali persatu menit (Mangku Sitoepoe, 1997:29).
B. KERANGKA BERPIKIR
Jenis Rokok
Jumlah Rokok Kejadian Hipertensi Cara Menghisap Rokok
Lama Menghisap Rokok
Gambar 1. Kerangka Berpikir Keterangan : : Variabel Independent : Variabel dependent
C. HIPOTESIS
Untuk variabel lain yang diduga merupakan perancu atau faktor risiko akan dikendalikan dengan menggunakan analisis
stratifikasi
dengan
menggunakan statistik Chi Square Mantel-Haenszel (Sudigdo Sasrtoasmoro, 1997:165). Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu peneritian (Soekidjo Notoadmodjo, 2002: 72)
1.
Hipotesis Mayor Dengan mempertimbangkan faktor keturunan, berat , aktivitas olahraga, asupan garam, dan stres pekerjaan ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Rumah Sakit Daerah ............
2.
Hipotesis Minor a.
Ada hubungan antara jenis rokok yang di hisap dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di
Rumah Sakit
Daerah ............ b.
Ada hubungan antara jumlah rokok yang dhisap per hari dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Rumah Sakit Daerah ............
c.
Ada hubungan antara lama kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Rumah Sakit Daerah ............
d.
Ada hubungan antara lama merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Rumah Sakit Daerah ............
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian survai analitik. Survei analitik merupakan survei atau penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi (Soekidjo Notoatmodjo, 2002:145). Dalam penelitian survei analitik ini, penelitian tidak dilakukan terhadap seluruh objek yang diteliti (populasi), tetapi hanya mengambil sebagian dari populasi tersebut (sampel). Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian case control yaitu penelitian survey analitik yang menyangkut bagaimana faktor risiko dipelajari menggunakan
pendekatan restrospektive
dengan
(Soekidjo Notoatmodjo,
2002:150). B.
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RSUD MM Dunda .......... yang bertempat di Kelurahan Kayubulan. Kecamatan Limboto Kab. .........., C.
Populasi dan Sampel 1. Populasi
a. Populasi Target Populasi
target
merupakan
ang
menjadi
sasaran
akhir
penerapan hasil penelitian (Sudigdo Sastroasmoro, 1995: 42) a.Populasi kasus, yaitu seluruh pasien laki-laki yang berusia 40
tahun ke atas penderita hipertensi pasien di RSUD ............ b.Populasi kontrol, yaitu seluruh pasien laki-laki yang berusia 40 tahun ke atas bukan penderita hipertensi yang menjadi pasien di RSUD ............ b. Populasi Studi atau populasi terjangkau Populasi terjangkau merupakan bagian dari populasi target yang dapat dijangkau oleh peneliti, dapat dikatakan juga sebagai bagian dari populasi target yang dibatasi oleh tempat dan waktu penelitian (Sudigdo Sastroasmoro, 1995: 43) i. Populasi kasus yaitu seluruh pasien laki-laki yang berusia 40 tahun ke atas penderita hipertensi yang menjadi pasien di RSUD ............ selama periode Januari-November ...... sejumlah 159 orang. ii. Populasi kontrol, yaitu seluruh pasien laki-laki yang berusia 40 tahun ke atas bukan penderita hipertensi yang menjadi pasien di RSUD ............ selama periode Januari-November ....... 2. Sampel
a. Sampel Kasus Sampel Kasus yaitu seluruh pasien laki-laki yang berusia 40 tahun ke atas penderita hipertensi yang menjadi pasien di RSUD ........... selama periode Januari-November ....... Kriteria sampel kasus sbagai berikut: 1) Kriteria Inklusi
i.
Pasien memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi) di RSUD .......... Periode Januari-November .......
ii.
Responden merupakan pasien di RSUD ........... periode Januari-November .......
iii.
Pasien berjenis kelamin laki-laki, perokok dan berusia 40 tahun ke atas
iv. v. ii.
Pasien berdomisili di RSUD ........... pada saat penelitian. Bersedia mengikuti penelitian.
Kreteria eksklusi i.
Pasien berdomisili di luar wilayah RSUD ........... pada saat penelitian.
ii. iii.
Pasien hipertensi tidak merokok Responden tidak bersedia mengikuti penelitian
b. Sampel Kontrol Sampel kontrol yaitu pasien laki-laki yang berusia 40 tahun ke atas bukan penderita hipertensi yang menjadi pasien di RSUD ........... selama periode Januari- November ....... Kriteria sampel kontrol sebagai berikut: 1)
Kriteria inklusi a) Pasien tidak memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi) di Rumah Sakit Daerah ........... Periode Januari-November ....... b) Responden merupakan pasien di RSUD ........... periode
Januari-November ....... c) Pasien berjenis kelamin laki-laki, perokok dan berusia 40 tahun ke atas d) Pasien berdomisili di wilayah RSUD ........... pada saat penelitian. e) Bersedia mengikuti penelitian. 2)
Kreteria eksklusi a) Pasien berdomisili di luar wilayah RSUD ........... pada saat penelitian. b) Pasien tidak merokok. c) Pasien tidak bersedia mengikuti penelitian
c.
Teknik Pengambilan Sampel Cara pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara random sampling yaitu bahwa setiap anggota atau unit dari populasi
mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi
sebagai sampel
(Soekidjo Notoadmodjo 2002:79). Pada cara ini
dihitung terlebih dahulu jumlah subyek dalam populasi yang akan dipilih sebagai
sampel,
kemudian
dipilih sebagian dengan
menggunakan tabel random sampling . Penetuan
besar
sampel
untuk
kelompok
kasus
dan
kontrol dengan berdasarkan pada perhitungan dari nilai Odd Rasio (OR) dan proposi kontrol dari penelitian yang terdahulu dengan tingkat
kepercayaan
95%
dan
kekuatan
80% dengan
menggunakan rumus :
Catatan : Q1 = (1 - P1) Q2 = (1 – P2) P
= ½ (P1 + P2)
Q = ½ (Q1 + Q2) Keterangan : OR = Odds Rasio n1 = n2 = Pekiraan besar sampel minimal Z = Tingkat kepercayaan (95 % = 1, 96) Zβ = Kekuatan penelitian (80 % = 0,842) P1 = Pemaparan pada kelompok kasus P2 = Pemaparan pada kelompok kontrol Besar Sampel Minimal Berdasarkan Nilai Odds Rasio (OR) Dan Proposi Kontrol Dari Penelitian Terdahulu. Faktor Resiko
OR
P2
N
6,378
0,607
30
Hi ertensi Kebiasaan
Merokok Berdasarkan tabel di atas, maka besar sampel minimal yang diperlukan
dalam
penelitian
ini
adalah
30
orang
kasus.
Perbandingan kelompok kasus dan kelompok kontrol 1 : 1, maka kelompok kontrol 30 orang D.
Variabel Penelitian
a.
Pengertian Hipertensi Hipertensi adalah tingkat tekanan darah yang tinggi yang dapat menyebabkan suatu gangguan pada pembuluh darah yang menyebabkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa tersumbat sampai jaringan tubuh. Data diperoleh dari rekam medik RSUD ............ Hipertensi apabila tekanan darah diastolik >140 mmHg dan sistoliknya >90mmHg . Skala : Nominal Untuk keperluan analisis skala dikategorikan menjadi : 1) Hipertensi 2) Tidak Hipertensi
b. Jumlah Rokok Yang Di Hisap Adalah banyaknya rokok yang dihisap penderita per hari. Data diperoleh melalui wawancara dengan responden Jumlah rokok yang dihisap dikelompokan menjadi: 1) Perokok Ringan bila menghisap rokok < 10 batang perhari 2) Perokok Sedang bila menghisap rokok 10-20 batang perhari 3) Perokok berat bila menghisap rokok >20 batang perhari Skala : Nominal Untuk kepentingan analisis skala dikatagorikan menjadi:
a). Perokok Berat b). Perokok Ringan c. Cara Menghisap Rokok adalah cara atau sikap responden dalam menghisap rokok. Data diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner cara menghisap rokok. Cara menghisap rokok dapat dikelompokkan menjadi: 1.Menghisap
Dangkal
yaitu
begitu
menghisap
langsung
dihembuskan 2.Menghisap dimulut saja yaitu dihisap kemudian ditelan kedalam mulut. 3.Menghisap dalam yaitu menghisap rokok dengan cara ditelan sampai kedalam kerongkongan. (Bustan,1997) Skala: Ordinal Untuk kepentingan analisis skala dikatagorikan menjadi: a) Dalam b) Dangkal d. Lama Menghisap Rokok Adalah waktu pertama kali merokok sampai dengan waktu penderita terdiagnosis sebagai penderita atau bukan penderita hipertensi. Data diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner. Skala: Ordinal Untuk kepentingan analisis skala dikategorikan menjadi: 1). menghisap rokok > 10 tahun
2). menghisap rokok < 10 tahun e. Jenis Rokok Yang Di Hisap Adalah bentuk sediaan atau kebiasaan rokok yang dihisap oleh responden. Data diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner. Skala: Nominal Untuk kepentingan analisis skala dikategorikan menjadi: 1). Non Filter 2). Filter f. Keturunan Hipertensi Adalah orang yang mendapat atau memberikan suatu penyakit yang menurun dari keluarganya ( ayah, ibu, kakek, nenek, saudara kandung).
Risiko hipertensi bila responden memiliki faktor
keturunan hipertensi, Bukan resiko hipertensi apabila responden tidak memiliki keturunan hipertensi. Data diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner. Skala: Nominal Untuk kepentingan analisis skala dikategorikan menjadi: 1). Ada 2). Tidak ada g. Obesitas Adalah kondisi tubuh responden laki-laki usia 40 tahun ke atas pada waktu dilakukan penelitian yang mengalami obesitas atau kegemukan.Ditentukan dengan menghitung Indeks Masa Tubuh
(IMT). Untuk kepentingan analisis skala dikategorikan menjadi: 1) Obesitas, apabila IMT >25,0 2) Normal, apabila IMT < 18.5 h. Aktifitas Fisik (Olahraga) Adalah ada atau tidaknya kegiatan olahraga yang dilakukan setiap minggunya. Data diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner. Skala: Nominal Untuk kepentingan analisis skala dikategorikan menjadi: 1) Tidak olahraga 2) Berolahraga i.
Asupan Garam Adalah banyaknya garam yang dikonsumsi seseorang dalam satu hari. Konsumsi garam yang dianjurkan yaitu 6 gram atau setara dengan 2400 mg natrium (1 ½ sendok teh). Data diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner Skala: Nominal Untuk kepentingan analisis skala dikategorikan menjadi: 1) > 6 gram /hari 2) < 6 gram /hari
j.
Stres Pekerjaan
Adalah suatu bentuk tanggapan seseoang, baik secara fisik (beban kerja dan waktu kerja) terhadap suatu perubahan lingkungan kerja yang dirasakan mengganggu dan menyebabkan dirinya terancam. Skala: Nominal Untuk kepentingan analisis skala dikategorikan menjadi: 1) stres, bila memenuhi 4 item pertanyaan tentang stres. 2) Tidak stres, jika tidak memenuhi 4 (<4) item pertanyaan tentang stres E.
Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian 1. Teknik Pengumpulan Data
Pengambilan data primer dilakukan dengan metode penyebaran angket yang dipandu oleh peneliti dan observasi, penimbangan berat badan dan tinggi badan responden. Sedangkan data sekunder diambil dari bagian Rekam Medik Badan Rumah Sakit Daerah ........... Tahun ....... 2. Instrumen Penelitian
a. Kuesioner Kuesioner yaitu daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik, sudah matang, di mana responden dan interviewer tinggal memberikan jawaban atau dengan memberikan tanda-tanda tertentu (Soekidjo
Notoatmodjo,
2002:
116).
Kuesioner
ini
berisi
pertanyaan–pertanyaan yang berhubungan dengan faktor- faktor
risiko yang mempengaruhi hipertensi di Badan Rumah Sakit Daerah ........... b. Timbangan Injak atau Seca Alat
timbangan
berat
badan
dengan
menggunakan
timbangan injak atau seca dengan kapasitas 200 kg dan tingkat ketelitian 0,1 kg untuk mendapatkan data tentang berat badabn responden. c. Microtoise Microtoise sebagai pengukur tinggi badan dengan panjang 200 cm dan tingkat ketelitian .1 cm, untuk mengukur tinggi badan responden. d. Uji Validitas Dan Reabilitas Instrumen 1) Uji Validitas Instrumen Uji validitas digunakan untuk mengukur tentang ketepatan instrumen penelitian, atau mengukur tentang apa yang akan diukur.
Item soal pada kuesioner penelitian untuk uji validitas
dapat dikatakan valid apabila r hitung > r tabel. Untuk r tabel dengan sampel uji coba 20 orang adalah 0,444. (Sugiyono, 2002:276) 2) Uji Reabilitas Instrumen Uji
reabilitas
digunakan
untuk
mengukur
tentang
konsistensi dari instrumen, atau digunakan untuk mengukur berkali-kali akan menghasilkan data yang sama.
Dasar
pengambilan keputusan untuk reabilitas instrumen adalah jika ri hitung > r tabel. Untuk r tabel dengan sampel uji coba 20 orang adalah 0,444. (Sugiyono, 2002:276) e. Dokumentasi Metode dokumentasi digunakan sebagai pelengkap
guna
mengungkap data terhadap variabel-variabel penelitian, dengan kata
lain
sebagai
misalnya data sekunder.
bahan informasi yang digunakan peneliti Data sekunder yang berasal dari bagian
Rekam Medik di Badan Rumah Sakit Daerah ........... sebagai tempat penelitian, mengenai pasien yang menderita hipertensi dan tidak menderita hipertensi. F.
Pengolahan, Penyajian dan Teknik Analisis Data 1. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan komputer menggunakan program SPSS. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer dengan program SPSS. Data yang diperoleh dan sudah diolah disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan disertai narasi.
2. Penyajian Data
Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi disertai dengan penjelasan dan tabel untuk melihat pengaruh antara variabel independen dan variabel dependen. 3. Analisis Data
Merupakan analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel dalam hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel (Soekidjo Notoatmodjo, 2002:188). Hasil analisis univariate akan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi a. Analisis Bivariate Analisis bivariate dimaksudkan untuk mengetahui hubungan atau korelasi antara variabel bebas dan variabel terikat (Soekidjo Notoatmodjo, 2002:188). Dalam penelitian ini kebiasaan merokok merupakan variabel bebas dan hipertensi merupakan variabel terikat. Analisi bevariate dilakukan dengan menggunakan uji chi square (X2) dengan menggunakan α =0,05 dan 95% Confidence Interval (CI) dan besar risiko dihitung dengan menggunakan Odds Ratio (OR) Analisis hasil studi kasus kontrol dapat dilakukan dengan melihat proporsi masing-masing variabel bebas yang di teliti pada kasus dan kontrol dilakukan analisis variabel dengan cara memasukkan setiap variabel yang di duga beresiko dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia diatas 40 tahun ke atas
ke dalam
tabel dengan menghitung Odds Rasio (OR) dan Confuidence Interval
(CI) 95 % dan kemaknaan p < 0.05.
Odds Rasio
digunakan untuk menilai seberapa sering terdapat pajanan pada kasus dibandingkan pada kontrol (Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismail, 1995:87). Hipertensi Ya
Tidak
(kasus)
(kontrol)
Jumlah
Faktor
Ya
A
B
A+B
Resiko
Tidak
C
D
C+D
Jumlah
A+C
B+D
A+B+C+D
Keterangan Sel A : kasus mengalami pajanan Sel B : kontrol mengalami pajanan Sel C : Kasus tidak mengalami pajanan Sel D : Kasus tidak mengalami Pajanan Untuk menilai Odds Rasio (RO) atau seberapa sering terdapat pajanan pada kasus dibandingkan pada kontrol yaitu : OR = Odds Rasio kasus : Odds Rasio Kontrol
Interprestasi nilai Odds Rasio (RO) :
1) Bila OR hitung > 1, maka faktor yang diteliti memang merupakan faktor risiko 2) Bila OR hitung = 1, maka faktor yang diteliti bukan faktor risiko 3) Bila OR hitung < 1, maka faktor yang diteliti merupakan faktor protektif (Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismail, 1995:88). b. Analisis Berstrata (Stratifikasi) Analisis berstrata dilakukan untuk mengetahui peran variabel keturunan, obesitas, asupan garam, aktivitas fisik (olahraga), dan stres
pekerjaan terhadap besar risiko kejadian hipertensi pada
kebiasaan merokok (jenis rokok, lama merokok, cara menghisap rokok dan jumlah rokok yang dihisap). Peran disini dimaksudkan untuk mengetahui apakah variabel tersebut sebagai perancu atau tidak sebagai perancu. adalah
Tehnik stratifikasi yang
digunakan
statistik Mantel-Haenszel (Sudigdo Sastroasmoro dan
Sofyan Ismail, 1995:165).Dikatakan sebagai variabel perancu apabila nilai p value yang di uji dengan Chi Square Mantel Haenszel > 0,05 dan cPOR tidak boleh sama dengan aPOR, dan dikatakan tidak sebagai perancu apabila nilai p value yang di uji dengan Chi Square Mantel Haenszel < 0,05.
DAFTAR PUSTAKA
Adnil Basha. 2004. Hipertensi : Faktor Resiko Dan Penatalaksanaan. http://angelnet.info/index Anna Maria Sirait, dkk. Perilaku Merokok (Analisis Data Susenas 2001). http.//www.kompas.co.id Arif Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid I . Jakarta: Media Aesculapius Arjatmo T, Hendra U.2001. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI Asep, Pajario.2002. Modifikasi Gaya Hidup. http://angelnet.info/index. Aulia Sani. 2004. Pelayanan Tiga Tahun Pelayanan Klinik Berhenti Merokok, Yayasan Indonesia. http://angelnet.info/index Beevers D.G. 2002. Tekanan Darah. Jakarta: Dian Rakyat Bhisma, Murti, 1996. Penerapan Metode Statistik Non- Parametrik Dalam Ilmu Ilmu Kesehatan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka utama. Bustan, M.N. 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular . Rineka Cipta: Jakarta Corwin, Elizabets J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Terjemahan Brahman U. Jakarta: EGC Departmen Kesehatan. Gizi Dan Promosi. http.// www.promosikesehatan.com Departemen Kesehatan RI.2003. Warta Kesehatan Masyarakat . Jakarta: Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat. G.Sianturi, 2003. Merokok Dan Kesehatan. http.//kompas.com Hull Alison. 1996. Penyakit Jantung, Hipertensi, Dan Nutrisi. Jakarta: Bumi Aksara Lanny Sustrani, dkk. 2004. Hipertensi. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama Lira Indriana Saputri. 2005. Perbedaan Kadar Hemoglobin Darah Pada Pegawai Tekstil Sukutex Yang Perokok dan Tidak Perokok Di Kudus . Skripsi S1. Universitas Negeri Semarang. Lusiana
Indiasari. 2004. Rokok http.//www.kompas.co.id
Bisa
Tingkatkan
Kolesterol .