LAPORAN PORTOFOLIO PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA DISUSUN OLEH : dr. KARINA ADZANI HERMA
PENDAMPING : dr. ALJUNED PRASETYO dr. JAMALUDIN MALIK
DOKTER INTERNSIP WAHANA RSUD SALATIGA PERIODE 15 SEPTEMBER 2016 – 15 15 SEPTEMBER 2017 KOTA SALATIGA
BorangPortofolio NamaPeserta:dr.Karina Adzani Herma NamaWahana: RSUD Salatiga Top ik: Histeria Histeria Konversi Konversi Tanggal (kasus): 3 April 2017 NamaPasien: Nn. A / 17 tahun
No. RM:16-17-3459xx NamaPendamping:dr. Aljuned Prasetyo
Tanggal Presentasi : 29 Agustus 2016 dr. Jamaludin Malik TempatPresentasi: RSUD Salatiga ObyektifPresentasi:
■ Keilmuan
■ Diagnostik
■ Manajemen
Neo na tu s
Keterampilan
Bayi
Penyegaran
TinjauanPustaka
Masalah
Istimewa
Anak
Remaja
Deskripsi: Seorang wanita, 17 tahun dengan keluhan kepala terasa pusing
■ Dewasa
Lansia
Bumil
Tujuan: Menegakkan diagnosis kerja, melakukan penanganan awal histeria konversi dan penanganan lebih lanjut terkait kasus histeria konversi serta memberikan edukasi tentang penyakit pada pasien dan keluarga..
Bahan bahasan: Cara membahas:
Tinjauan Pustaka Diskusi
Data pasien:
Nam ak li ni k: RS UD Sal at ig a
Riset
■ Kasus
Audit
Presentasidandiskusi
Email
Pos
Nam a: Nn . A Tel p: -
Nom orR egi st ra si : 16-17-3459xx Ter da ft ars ej ak : 3 Ap ri 20 17
Data utamauntukbahandiskusi: 1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
KeluhanUtama : nyeri dada 2. RiwayatKesehatan / PenyakitSekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sejak ± 1 jam SMRS, keluhan dirasakan saat sedang mengikuti upacara di sekolahnya. Nyeri dada sebelah kiri seperti tertindih beban berat, nyeri tidak menjalar. Pasien merasa nyeri semakin berat bila bergerak atau saat berdiri. Pasien juga mengeluh sesak. Keluhan sesak ketika beaktifitas (-), sesak n afas ketika malam hari (-), terbangun dari tidur karena sesak (-) tungkai bengkak (-). BAK dan BAB dalam batas normal. Riwayat jatuh sebelumnya (-) riwayat asma (-) 3. Riwayat Pengobatan: 4. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Tidak ada penyakit yang diderita
5. Riwayat penyakit serupa (-)
6. Riwayat Keluarga :Riwayat keluhan serupa (-), Riwayat hipertensi (-)
7. Riwayat Pekerjaan : Pelajar 8. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Pasien tinggal bersama ayah dan ibu di Salatiga. Pasien berobat dengan menggunakan fasilitas
BPJS. 9. Riwayat Kebiasaan : Tidak ada kebiasaaan yang mempengaruhi resiko kesehatan pasien. 10. Pemeriksaan fisik
VITAL SIGN
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 83/menit
Frekuensi nafas : 20x/menit
Suhu
: 36,3oC
PEMERIKSAAN FISIK a. Kepala
: Simetris, normososefal
b. Mata
: Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
c. Mulut &Tenggorokan : Mukosa basah, tonsil T1-T1, tidak hiperemis, faring hiperemis (-) d. Leher
: KGB servikal tidak membesar, JVP tidak meningkat
e. Thoraks
: tidak tampak jejas
Cor I : ictus cordis tidak tampak A : Bunyi jantung I-II, intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-) PulmoI : Pengembangan dada kanan = kiri P : Fremitus raba kanan = kiri P : Sonor / sonor A : SDV (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-), wheezing (-/-)
PulmoI : Pengembangan dada kanan = kiri P : Fremitus raba kanan = kiri P : Sonor / sonor A : SDV (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-), wheezing (-/-)
f. Abdomen : I : DP >DD, Jejas (-), Vulnus (-) Distended (-), Sikatrik (-), A: Bising usus (+) dalam batas normal P : Timpani (+) P : Supel, nyeri tekan (-), defans muscular (-), hepar dan lien tidak teraba, turgor dalam batas normal. g. Genitourinaria
: BAK normal, BAK darah (-), BAK nanah (-), nyeri BAK (-)
h. Ekstremitas : Akral Dingin -
CRT < 2” -
+
Edema +
-
-
Hasil Pemeriksaan EKG
Irama Reguler, Normo axis, HR 80 (Normo synus rytme) 11. Resume
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sejak ± 1 jam SMRS, keluhan dirasakan saat sedang mengikuti upacara di sekolahnya. Nyeri dada sebelah kiri seperti tertindih beban berat, nyeri tidak menjalar. Pasien merasa nyeri semakin berat bila bergerak atau saat berdiri. Pasien juga mengeluh sesak. Keluhan sesak ketika beaktifitas (-), sesak nafas ketika malam hari (-), terbangun dari tidur karena sesak (-) tungkai bengkak (-). BAK dan BAB dalam batas normal. Riwayat jatuh sebelumnya (-) riwayat asma (-). Tekanan darah 120/80 mmHg, o
HR 83x/menit, RR 20x/menit, suhu 36,3 C. Pemeriksaan fisik jantung dalam batas normal. Hasil EKG didapatkan Irama Reguler, Normo axis, HR 80 (Normo synus rytme). 12. Diagnosis
Histeria Konversi 13. Penatalaksanaan
Injeksi ketorolac 1 Amp Injeksi Ranitidin 1 Amp Alprazolam 1x1 Jika perlu
14. Prognosis
Ad vitam
:
bonam
Ad sanationam
:
bonam
Ad fungsionam
:
bonam
Hasil Pembelajaran:
1. Penegakkan diagnosis Histeria Konversi. 2. Penatalaksanaan awal dan monitoring pada Histeria Konversi. 3. Edukasi perubahan gaya hidup bagi pasien dengan Histeria Konversi. 4. Penatalaksanaan farmakologis pada pasien Histeria Konversi.
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio 1. Subyektif
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sejak ± 1 jam SMRS, keluhan dirasakan saat sedang mengikuti upacara di sekolahnya. Nyeri dada sebelah kiri seperti tertindih beban berat, nyeri tidak menjalar. Pasien merasa nyeri semakin berat bila bergerak atau saat berdiri. Pasien juga mengeluh sesak. Keluhan sesak ketika beaktifitas (-), sesak nafas ketika malam hari (-), terbangun dari tidur karena sesak (-) tungkai bengkak (-). BAK dan BAB dalam batas normal. Riwayat jatuh sebelumnya (-) riwayat asma (-). Tekanan darah 120/80 mmHg, HR 83x/menit, RR 20x/menit, suhu 36,3oC. Pemeriksaan fisik jantung dalam batas normal. Hasil EKG didapatkan Irama Reguler, Normo axis, HR 80 (Normo synus rytme). 2. Objektif
Hasil pemeriksaan jasmani, EKG, dan laboratorium sangat mendukung diagnosis Histeria Konversi berdasarkan:
Pemeriksaan Fisik ( tidak ada kelainan)
Pemeriksaan EKG (normo synus rytme)
3. Assesment
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang pasien didiagnosis dengan Histeria konversi. 4. Plan Diagnosis: Histeria Konversi
Pengobatan: Pasien ditatalaksana dengan istirahat, pemberian antinyeri jikaperlu dan obat penenang.
Pendidikan: Pendidikan dilakukan kepada pasien dan keluarganya untuk membantu proses penyembuhan dan pemulihan,untuk
itu ada tahap awal pasien dan keluarganya diminta datang agar mendapat edukasi yang lengkap. Anjuran pasien dan keluarganya segera menghubungi dokter terkait hal-hal yang harus ditanyakan.
Konsultasi: Kontrol: Pasien disarankan untuk kontrol ke dokter spesialis jiwa apabila gejala tersebut sering diaami pasien untuk penanganan
lebih lanjut.
TINJAUAN PUSTAKA DEFINISI
Histeria ialah suatu kondisi di mana seseorang memindahkan penderitaan mentalnya pada suatu jenis penderitaan badaniah. Maka dari itu manifestasi badaniah tersebut dinamakan konversi histerik. Reaksi tersebut adalah khas bagi kepribadian histerik, yang dicirikan oleh sifat narsistik (mencintai diri sendiri secara berlebihan), infantil (bertabiat kekanak-kanakan), suka bersandiwara (overacting ) dan hiperaktif.
EPIDEMIOLOGI
Terdapat perbedaan data epidemiologi dari beberapa Negara. Hal ini disebabkan oleh belum adanya keseragaman dalam pengertian dan konversi histerik bukan merupakan penyakit yang harus dilaporkan. Insidensi kejadian konversi histerik di berbagai negara bervariasi antara 0,2-0,7%, prevalensi antara 3-6 %. Konversi histerik dijumpai pada semua ras di dunia, yang insidensi dan prevalensinya hampir sama, walaupun beberapa peneliti menemukan angka lebih tinggi di negara berkembang. Penderita wanita lebih banyak daripada laki-laki. Awitan dapat dimulai pada semua umur. 30 % – 33% penderita mendapat serangan pertama pada usia kurang dari 17 tahun, 50 – 51 % terdapat pada kelompok lebih dari 20 tahun. 15% penderita pada usia lebih dari 35 tahun, dan 2% pada usia lebih dari 50 tahun.
ETIOLOGI
Faktor psikoanalitik
Menurut teori psikoanalitik, gangguan konversi disebabkan oleh represi konflik intrapsikis bawah sadar dan konversi kecemasan ke dalam suatu gejala fisik. Konflik adalah antara impuls instinctual (sebagai contoh, agresif atau seksual) dan penghalangan terhadap ekspresinya. Gejala memungkinkan ekspresi sebagian keinginan atau dorongan yang dilarang tetapi tersembunyi, sehingga pasien tidak perlu secara sadar
berhadapan dengan impuls merekayang tid ak dapat diterima, yaitu gejala gangguan konversi memiliki hubungan simbolik dengan konflik bawah sadar. Gejala gangguan konversi juga memungkinkan pasien mengkomunikasikan bahwa mereka membutuhkan perhatian khusus dan pengobatan khusus. Gejala tersebut dapat berfungsi sebagai cara nonverbal untuk mengendalikan atau memanipulasi orang lain.
Faktor biologis
Semakin banyak data yang melibatkan factor biologis dan neuropsikologis dalam perkembangan gejala gangguan konversi. Penelitian pencitraan otak awal telah menemukan hipometabolisme di hemisfer dominan dan hipermetabolisme di hemisfer nondominan dan telah melibatkan gangguan komunikasi hemisferik di dalam penyebab gangguan konversi. Gejala mungkin disebabkan oleh kesadaran kortikal yang berlebihan yang mematikan loop umpan balik negative antara korteks serebral dan formasio retikularis batang otak. Peningkatan tingkat keluaran kortikofugal, sebaliknya, menghambat kesadaran pasien akan sensasi tubuh, di mana beberapa pasien dengan gangguan konversi dapat menjelaskan deficit sensorik yang diamati. Pada beberapa pasien dengan gangguan konversi, uji neuropsikologis menemukan gangguan serebral yang samar-samar dalam komunikasi verbal, daya ingat, kewaspadaan, ketidaksesuaian afek dan oerhatian.
SEGI PSIKIATRIK
Seorang yang sedih, memperlihatkan paras muka yang khas. Dari paras mukanya, dunia luar mengetahui bahwa ia sedang berduka cita. Paras muka sedih itu merupakan reaksi tubuh, sungguh-sungguh dan wajar. Reaksi histerik atau konversi histerik melambangkan suatu bentuk komunikasi “non-verbal”. Misalnya, seorang wanita menjadi lumpuh pada kedua tungkai setelah ia mengancam akan meninggalkan suaminya. Konversi histeri yang berupa paraplegia melambangkan pembatalan ancamannya, yang sekaligus merupakan permohonan “nonverbal” yang bermakna, “Janganlah membiarkan saya meninggalkanmu”. Karena komunikasi dengan bahasa tidak sanggup dilakukan, konflik emosi berkomunikasi dengan dunia luar dalam bentuk suatu jenis konversi histerik. Konflik emosi itu dirasakan tidak pantas untuk diungkapkan dengan kata-kata, dan meledaklah reaksi tubuh yang melambangkan konflik tersebut.
Walaupun penderita tidak mau mengungkapkan penderitaan mentalnya, sifat histeriknya dapat terungkap oleh pertanyaan-pertanyaan tentang manifestasi psikosomatik: “sering bernafas pendek dan cepat (hiperventilasi), sakit kepala, pusing, mual, muntah-muntah dan sakit perut yang samar-samar”. Dalam hal ini harus diketahui sifat manusia. Seseorang lebih rela menderita penyakit badaniah daripada menderita penyakit jiwa. Kalau penyakitnya dinyatakan sebagai manifestasi gangguan mental, ia menerimanya sebagai penghinaan, oleh karena dalam penilaiannya, penyakit jiwa adalah penyakit yang merendahkan martabatnya dan nama baik keluarganya. Sebagian para penderita konversi histerik justru bereaksi lebih histerik jika ditanya mengenai penderitaan mentalnya. Pertanyaan tentang kesukaran di rumah tangga dapat dijawab dengan tangisan, pingsan atau kejang-kejang. Sifat psikoneurosis yang berupa fobia, depresi, ansietas dan obsesi dapat dijumpai pada kebanyakan penderita konversi histerik. Pengungkapannya harus dilakukan secara tidak langsung, misalnya, “Sudah pernah berobat pada dokter mana?”, “ Berobat pada dokter A karena apa?, atau, “ Pada dokter B karena apa?” Dari jawabannya dapat disimpulkan bahwa ia khawatir mempunyai kanker, khawatir mempunyai penyakit jantung, ginjal dan hati (fobia, obsesi) bahwa ia sering tidak dapat tidur (ansietas, depresi).
MANIFESTASI KLINIS 1. Nyeri Histerik
Nyeri histerik merupakan manifestasi konversi histerik yang suk ar didiagnosis. Sifat non -organiknya tidak mudah dikenali. Banyak contoh dapat diberikan untuk menggambarkan bahwa nyeri histerik mudah dianggap oleh dokter yang berpengalaman sebagai nyeri organik dan sebaliknya. Terutama nyeri abdominal histerik seringkali menyesatkan, sehingga tindakan operatif dilakukan. Banyak penderita histerik telah menjalani operasi perut: pertama karena nyeri “kholelitiasis”, kedua karena diduga menderita apendisitis dan ketiga karena nyeri yang diduga karena invaginasi ileus. Dalam hal nyeri histerik, faktor penunjang diagnosis yang dapat diperoleh d ari anamnesa ialah cara melukiskan sifat-sifat nyeri. Seorang histerik yang menyajikan nyeri konversi tidak dapat melukiskan apa yang dirasakannya secara singkat dan tepat. Sifat nyeri, lokasinya, gejala penyerta dan saat timbuln ya diuraikan secara samar, dan tidak menyakinkan.
2. Defisit Sensorik Histerik
Manifestasi histerik yang berupa defisit sensorik, yang paling sering dijumpai, ialah parestesia dan anestesia. Defisit sensorik yang bersifat organik jarang sekali berupa anestesia total. Anestesia histerik hampir selamanya total. Dan pola anaestesia atau parestesia histerik hampir selamanya berupa “sarung tangan” atau “kaos kaki”, yang menyerupai pola parestesia/hipestesia karena polineuropati (diabetes mellitus, defisiensi makanan, intoksikasi, dan sebagainya). Namun demikian, defisit sensorik histerik tersebut tidak diiringi tanda atau gejala yang sesuai dengan manifestasi polineuropati, seperti: reflek tendon lutut dan achilles yang menurun dan kelemahan otot dorso-fleksor kaki. Anestesi di daerah erogen (vagina, introitus, mammae, bibir, leher) yang menunjukkan pola aneh (tidak sesuai dengan suatu kawasan sensorik organik) dapat dijumpai juga manifestasi konversi histerik. Pola defisit sensorik yang bersifat organik ditentukan oleh lesi pada saraf penghantar impuls protopatik dan oleh sifat proses patologiknya. Defisit sensorik Lesi
Pola
Manifestasi
(1) Ujung-ujung serabut
Hipestesia
Hipestesia
lokal
permukaan tubuh yang terluka.
Hipestesia
Hipestesia yang terasa pada kawasan
neuritik
sensorik suatu saraf tepi tertentu
Hipestesia
Hipestesia
radikular
dermatoma
Hipestesia
Suatu kawasan sensorik yang hipestetik
sensorik setempat (2) Saraf tepi
(3) Radiks dorsalis
(4) Lubang disubstansia
yang
yang
terbatas
terasa
pada
disuatu
grisea
jenis
terhadap rangsang nyeri, tetapi masih
“dissociated
peka terhadap rangsang vibrasi
sensibility” (5) Hemilesi medula spinalis
Hipestesia jenis
Hipestesia sesisi bagian bawah tubuh
Brown- yang kontralateral terhadap hemilesi
Seguard
dengan kelumpuhan sesisi bagian bawah tubuh yang ipsilateral terhadap hemilesi.
(6) Lesi tranversal medula
Para-hipestesia Hipestesia yang terasa dari tingkat
spinalis (7) Hemilesi medula oblongata
abdomen atau torakal sampai kebawah Hemi-
Hipestesia
hemi-fasialis
hipestesia
dengan
alternans
dibelahan leher, toraks, abdomen dan
hipestesia
ipsilateral kontralateral
anggota gerak (8) Hemilesi di korteks sensorik primer (9) Degenerasi serabutserabut distal sensorik (neuropatia)
Hemi-
Hipestesia
hipestesia
seluruh tubuh
Hipestesia
Hipestesia distal bilateral pada anggota
polineuropatia
gerak (hipestesia sarung tangan dan kaos kaki)
kontralateral
pada
sesisi
2. Manifestai Viseral Vegetatif Histerik
Berbagai macam manifestasi emosional yang wajar disertai gejala-gejala vaskular, sekretorik dan motorik viseral. Pada kasus konversi histerik gejala-gejala tersebut bangkit secara berlebihan, sehingga pertolongan dokter sering diperlukan. Adapun gejala viseral yang dimaksudkan ialah takikardia, takipneu, batuk, disfagia, aerofagia, muntah, meteorismus, konstipasi, diare dan hiperhidrosis. Takikardia histerik hampir selamanya timbul sehubungan dengan suatu kejadian yang emosional atau menegangkan, jarang sekali timbul
secara paroksismal. Rasa tidak enak di daerah prekordium, yang mengiringi takikardia histerik sering diceritakan secara samar, misalnya seperti perasaan mau mati (takut, khawatir). Sifat-sifat keorganikan yang dapat diungkapkan oleh adanya gejala-gejala penyakit jantung atau oleh rekaman aktivitas jantung (EKG) tidak mengiringi takikardia histerik. Takipneu histerik selalu bangkit kalau ada orang di sekitar penderita, jarang atau tidak pernah bila orang sakit sendirian.
Hiperventilasinya diiringi oleh suara mengeram, merintih atau bunyi nafas yang keras, tetapi tidak disertai sianosis atau tanda-tanda penyakit paru atau penyakit jantung. Karena hiperventilasi yang berlangsung lama dapat timbul alkalosis respiratorik, maka dari itu dapat dijumpai tanda Chvostek atau tanda Trousseau. Batuk histerik sering dijumpai. Cara batuknya ialah keras dan kering. Dahak tidak ada, walaupun penderitanya sering berdahak-dahak. Pada
suasana tegang batuk lebih sering bangkit dan sewaktu tidur tidak pernah timbul. Aerofagia sering dijumpai pada orang-orang histerik dan keluhan yang disajikan ialah perut kembung atau rasa penuh di ulu hati. Tanpa
disadari udara ditelan sewaktu tegang/emosional sehingga memenuhi lambung. Disfagia histerik yang sering bersifat globus, yaitu perasaan seperti ada bola di kerongkong merupakan stigma histerik yang mantap. Globus
histerikus dan klavus histerikus (sakit kepala di batok kepala) hampir selalu menyertai manifestasi histerik apa pun. Muntah histerik sering diiringi nyeri dan rasa tidak enak di perut bagian bawah. Muntahnya dipresipitasikan oleh suasana emosional.
Bertanak berulang-ulang yang dapat dibangkitkan secara voluntar (tetapi disangkal oleh penderita) merupakan gejala pengiring muntah histerik. Gejala gastritis atau infeksi umum yang sering diawali oleh muntah tidak merupakan gejala penyerta muntah histerik.
Konstipasi histerik biasanya terjadi setelah defekasi ditahan, oleh karena sewaktu bepergian tidak mau menggunakan kamar kecil yang asing
bagi penderita. Karena itu, maka sekembalinya di rumah sendiri, defekasi dipersulit oleh skibala yang kering dam besar. Setelah defekasi berhassil dengan bantuan laksansia, maka pengalaman dalam kesukaran berdefekasi membekas, sehingga konstipasi berikutnya timbul akibat autosugesti. Diare histerik adalah manifestasi refleks gastro-kolon yang berlebihan. Setiap kali lambung menerima makanan atau minuman, kolon
terangsang sehingga timbul diare. Penyajian yang khas adalah sebagai berikut: „setiap kali makan/minum langsung buang air‟.
3. Paralis Histerik
Kelumpuhan histerik dapat menyerupai kelumpuhan flaksida atau spastika. Yang terkena kelumpuhan dapat setiap bagian tubuh, tetapi tidak pernah terjadi pada suatu otot tunggal. Kelumpuhan histerik banyak menyerupai kelumpuhan organik, tetapi pada penelitian tanda-tanda yang mencirikan setiap jenis kelumpuhan organik tidak ditemukan. Bilamana kelumpuhan histerik menunjukkan kontraktur atau atrofi, EMG yang tidak dapat mengungkapkan patologi dari otot yang terkena. Tanda-tanda UMN/LMN yang seharusnya mencirikan kelumpuhan spastika/flaksida tidak menyertainya secara sesuai. Tanda-tanda yang tidak mudah disimulasi, seperti refleks tendon yang meninggi, apa lagi tanda-tanda yang sama sekali tidak dapat disimulasi seperti refleks patologik, sindroma horner, oftalmoplegia dan nistagmus, tidak menyertai / mengiringi kelumpuhan histerik. Paraplegia dan hemiplegia histerik dapat diperlihatkan penderita histerik, tetapi hanya gerakan voluntarnya saja yang disajikan sebagai lumpuh. Bahwasanya kelumpuhan itu secara organik tidak ada, tetapi hanya secara mental saja dihadapkan kepada orang-orang di sekelilingnya dapat dibuktikan dengan test Hoover. Dengan test tersebut dapat diungkapkan langkanya niat untuk mengangkat anggota gerak yang dipikirkannya lumpuh. Pada waktu mengangkat salah satu tungkai dalam posisi berbaring, tekanan tungkai lainnya dapat dirasakan dengan jelas, bilamana kesungguhan dalam berusaha untuk mengangkat tungkai memang ada. Bilamana tekanan kaki tidak dapat dirasakan pada waktu berusaha untuk mengangkat tungkai lainnya, maka dapatlah disimpulkan bahwa niat/minat untuk mengangkat tungkai tidak ada. Dalam hal ini tungkai
yang harus diangkat itu bukannya lumpuh, tetapi tidak dapat bergerak oleh karena tidak ada minat/niat untuk menggerakkannya. Jadi, kelumpuhan pada tungkai tersebut ialah histerik. Gaya berjalan yang khas bagi setiap jenis kelumpuhan anggota gerak tidak memperlihatkan kekhasan yang sesuai. Gaya berjalan histerik adalah khas dalam arti, bahwa setiap gaya berjalan organik dapat ditiru secara tidak tepat. Yang paling umum ialah gaya berjalan histerik, di mana salah satu tungkai diseret. Kaki yang diseret menyikat tanah dengan bagian medialnya, bahkan dengan dorsum pedisn ya. Hemiplegia organik jarang disertai retensio urina. Pada hemiplegia histerik, retensio urina sering menjadi gejala penyerta. Dalam menganalisa retensio urina hendaknya diteliti semua hasil pemeriksaan secara sistematik, oleh karena kendatipun retensio urina tidak jarang bersifat histerik, gangguan tersebut adalah cukup serius untuk diabaikan begitu saja sebagai fenomen histerik. Juga inkontinensia urina dapat melengkapi hemiplegia histeris. Bilamana retensio atau inkontinensia urina timbul pada paraplegia yang diduga bersifat histerik, dugaan itu adalah gegabah. Walaupun benar, bahwa retensio / inkont inensia urina mudah disimulasi, tetapi kombinasi p araplegia dengan gangguan miksi adalah suatu sindroma yang sudah mantap, sehingga diagnosis konversi histerik dalam kasus semacam itu hanya boleh dibuat setelah orang sakit sembuh dari penyakitnya. Sebelum kesembuhan menjadi suatu kenyataan yang jelas, maka pemeriksaan yang relevan harus dilanjutkan sampai semua persoalan organik dan non-organik diselesaikan secara tuntas. Gangguan gerakan histerik paling jelas menunjukkan “protes non-verbal”. Kelumpuhan pada kedua tungkai sering melambangkan frustasi untuk berpindah, keengganan untuk melanjutkan hidup, keengganan untuk melaksanakan keputusan dan sebagainya. Gangguan gerakan yang mengganggu ketangkasan gerakan voluntar, misalnya monoparesis lengan, spastisitas otot jari tertentu seperti pada “writer cramp” dapat menunjukkan frustasi dalam pekerjaan atau konflik dalam bidang seksual.
4. Serangan Pseudo-Epileptik Histerik
Epilepsi dan histeria dapat bergandengan. Dalam hal tersebut pengenalan sifat keorganikan penyakit sangat sulit, kecuali jika terdapat manifestasi-manifestasi yang mencirikan serangan epileptik, yaitu : a. Penderita terluka sewaktu mendapat serangan epileptik karena jatuh, lidahnya tergigit atau terjadi luksasio salah satu anggota geraknya.
b. Kejang klonik-tonik yang tidak bertujuan dan berakhir dengan pernafasan “stertorous” dan koma. c. Mulut berbusa dan inkontinensia urina. d. EEG yang memperlihatkan pola epileptik yang jelas. Serangan pseudo-epileptik histerik memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut : a. Setiap kali mendapat serangan, penderita tidak pernah sendirian, tetapi selalu kalau ada orang, terutama yang terlibat dalam konflik emosionalnya. b. Penderita tidak pernah terluka akibat serangan epileptik histeriknya, lidah tidak pernah tergigit dan sebagainya. c. Gerakan yang timbul sewaktu serangan memperlihatkan pola voluntar. d. Serangan epileptik histerik tidak diawali oleh wajah yang pucat atau sianotik. e. Serangan epileptik histerik tidak pernah menunjukkan adanya mulut yang berbusa atau timbulnya inkontinensia urina. f. Mata penderita epileptik histerik tidak melirik ke atas atau ke samping atas pada awal serangan, tetapi ditutup keras. Bilamana dokter membuka kelopak matanya untuk pemeriksaan, secara kuat penderita menahannya. g. Setelah gerakan epileptik histerik berhenti, penderita berbaring dengan mata tertutup. Kesadarannya tidak terganggu, tetapi penderita bertingkah laku seolah-olah dalam koma. Pada kelopak mata yang ditutup tampak gerakan yang khas yang diperlihatkan juga oleh orang yang pura-pura tidur. h. EEG penderita epilepsi histerik tidak memperlihatkan pola epileptik. Tidak jarang serangan epileptik histerik berakhir juga dalam keadaan “trance” (kesurupan), di mana penderita berbicara secara tidak beres. Tetapi di antara kalimat-kalimat yang kurang terang diucapkannya dapat ditangkap kalimat-kalimat yang jelas diucapkannya dengan penekanan yang adekuat. Kalimat-kalimat semacam itu mengandung arti yang menunjuk pada inti problematik konflik emosionalnya.
Adakalanya timbul sindroma histerik post-iktal, yang menyerupai automatismus epilepsi lob us temporalis. Dalam keadaan demikian penderita dapat tertawa-tawa, berdansa, menelanjangi diri sendiri dan sebagainya, sebagai manifestasi non-verbal yang menunjukkan gerakan kepada inti konflik emosionalnya.
5. Gangguan Pancaindra Histerik
Gangguan penglihatan histerik mudah dikenal, oleh karena pola organiknya tidak ada. Buta histerik memperlihatkan refleks pupil yang normal. Pola hemianopia homonim atau heteronim tidak akan diperlihatkan oleh buta sesisi histerik. Mata yang dinyatakan buta oleh seorang histerik masih bereaksi jika hendak disentuh secara mendadak dan secara tidak diduga (refleks ancam mata). Buta histerik sering disertai anestesia konjungtiva bulbi dan kornea. Anosmia histerik berbeda dengan anosmia organik dalam hal penciuman iritansia. Daya penghidu yang hilang karena lesi organik berarti bahwa seseorang tidak menyadari adanya bau cengkeh, tembakau, minyak wangi dan sebagainya. Tetapi walaupun tidak mengetahui baunya, ia masih menyadari adanya sesuatu yang merangsang jika ia mencium amoniak dan lain-lain jenis iritansia yang merangsang serabut saraf trigeminus di selaput lendir hidung. Tuli histerik selalu timbul sebagai protes berhenti untuk mendengar. Demikian juga halnya dengan afasia histerik, yaitu protes berhenti untuk berbicara. Tetapi adanya refleks aurikulo-palpebral mengungkapkan sifat histerik tuli itu. Tuli histerik dan afasia histerik sering timbul secara bersama-sama, sehingga perilaku penderita menyerupai mutismus. Tetapi dalam keadaan darurat, seorang dengan mutismus histerik dapat bereaksi adekuat sesuai dengan usaha penanggulangan keadaan darurat.
6. Hiperpireksia Histerik
Manifestasi konversi histerik dapat menyerupai segala macam gangguan organik yang bersifat motorik, sensorik, senso-sekreto-motorik viseral, fungsi luhur dan kesadaran. Sebagian besar manifestasi tersebut dapat disimulasi tetapi sebagian kecil sukar. Hiperpireksia adalah salah satu manifestasi yang sukar disimulasi. Tetapi hiperpireksia histerik memang dapat terjadi. Di antara sekian banyak jenis hiperpireksia yang tidak dapat dimengerti terdapat beberapa yang bersifat konversi histerik. Walaupun demikian janganlah terlalu cepat menyimpulkan bahwa suatu kasus hiperpireksia ialah histerik. Penderita histerik sering berobat dan menggunakan banyak macam obat. Di antara mereka banyak juga yang mendapat demam o bat (drug fever ) yang bukan bersifat histerik. Demam histerik boleh didiagnosis bilamana semua pemeriksaan klinis dan laboratorik sudah dilakukan dan dengan sugesti dalam rangka psikoterapi demam itu sudah dapat dilenyapkan secara tuntas.
Kriteria diagnostik untuk gangguan konversi menurut DSM IV
A. Satu atau lebih gejala atau deficit yang mengenai fungsi motorik volunteer atau sensorik yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain. B. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena awal atau eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stressor lain. C. Gejala atau deficit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura) D. Gejala atau deficit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi medis umum, atau oleh efek langsung suatu zat, atau s ebagai perilaku atau pengalaman yang diterima secara cultural. E. Gejala atau deficit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi social, pekerjaan, atau fungsi penting lain, atau memerlukan pemeriksaan medis. F. Gejala atau deficit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksua, tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan dengan lebih baik oleh gangguan mental lain. Sebutkan tipe gejala atau deficit:
dengan gejala atau defisit motorik dengan gejala atau defisit sensorik dengan kejang atau konvulsi dengan gambaran campuran
PENATALAKSANAAN PENDERITA HISTERIK
Pemulihan gejala gangguan konversi biasanya spontan, walaupun pemulihan kemungkinan dipermudah oleh terapi suportif berorientasi tilikan atau terapi perilaku; ciri yang paling penting dari terapi adalah hubungan terapeutik yang merawat dan menguasai. Pada pasien yang kebal terhadap ide psikoterapi, dokter dapat menganjurkan bahwa psikoterapi dipusatkan pada masalah stress dan mengatasinya. Menceritakan pada pasien tersebut bahwa gejalanya adalah tidak nyata dapat menyebabkan gejala lebih memburuk, bukannya menjadi lebih baik. Hipnosis, ansiolitik, dan latihan relaksasi perilaku adalah efektif pada beberapa kasus. Amobarbital atau lorazepam parenteral mungkin membantu dalam mendapatkan informasi riwayat penyakit tambahan, khususnya jika baru saja mengalami suatu peristiwa traumatik.pendekatan psikodinamika adalah termasuk psikoanalisis dan psikoterapi berorientasi tilikan, di mana pasien menggali konflik intrapsikis dan simbolisme dari gejala gangguan konversi. Psikoterapi jangka singkat bentuk langsung dan singkat juga telah digunakan untuk mengobati gangguan konversi. Semakin lama pasien gangguan konversi berada dalam peranan sakit dan semakin mereka teregresi, semakin sulit pengobatannya. Setiap penderita harus dirawat sesuai dengan manifestasi histerik dan situasi konflik masing-masing. Juga bagi seorang histerik yang sepanjang hidupnya mendapat berbagai macam manifestasi konversi histerik secara berkala, obat-obat yang digunakan dan nasihat yang diberikan berbeda-beda sesuai dengan fakta-fakta yang dihadapi. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memberikan terapi terhadap pasien konvulsi histerik, antara lain : a. Setiap kasus konversi histerik harus ditanggulangi secara tegas. Dokter yang tidak menunjukkan ketegasan dalam tindakan mediknya tidak akan mendapat kepercayaan orang sakit.
b. Penderita konversi histerik akan memutuskan hubungan dengan dokternya yang menyatakan bahwa ia adalah orang yang pura-pura sakit, atau orang yang cengeng atau orang sehat yang senang mengeluh. c. Kepribadian histerik sangat peka terhadap sugesti, maka terapi yang menggunakan persuasi dan sugesti akan memperoleh hasil yang maksimal. d. Sebelum persuasi dan sugesti dimulai, semua pemeriksaan klinis dan laboratorik harus dilakukan dahulu. Apabila semua pemeriksaan laboratorik sudah dimintakan oleh dokter lain, hasilnya harus diteliti kembali. Bila semua data lengkap, pemeriksaan tidak perlu dilakukan lagi. e. Penderita harus mendapat kesan bahwa ia sudah diperiksa dengan seksama. Tergantung pada kasus dan situasi, dokter dapat menggunakan “tranquiliser” dahulu, sebelum persuasi dan sugesti dilakukan atau langsung memulai psikoterapi tersebut. f. Oleh karena kebanyakan orang tidak menerima kalau dinyatakan bahwa penyakitnya disebabkan oleh gangguan pikiran (mental), maka sebaiknya janganlah menggunakan kata-kata sehingga kesan tersebut di atas timbul. Yang paling mudah diterima oleh para penderita histerik dan yang tidak menyesatkan ialah pernyataan bahwa otaknya lemah. Karena otaknya lemah maka emosi tidak dapat dikendalikan lagi dan timbullah gangguan badaniah. Dengan kata-kata awam dan contoh-contoh sederhana dijelaskan bahwa gejala konversi reaksi tidak lain daripada manifestasi wajar yang berlebihan. Misalnya takikardia histerik diterangkan sebagai berikut: setiap orang yang takut atau khawatir merasakan bahwa jantungnya berdenyut lebih cepat; jika otaknya lemah, jantungnya lebih cepat dan lebih mudah berdebar-debar. Penjelasan mengenai kejang histerik dapat diberikan sebagai berikut: setiap orang yang terkejut, baik karena suara keras atau karena suatu kenyataan yang tidak diduga atau diinginkan, tubuhnya atau bagian tubuh tertentu berkejut; pada orang dengan “lemah otak” kejutan tubuh itu lebih keras dan dapat berupa kejang yang dapat berlangsung agak lama. g. Pada follow-up diberi sugesti bahwa kelemahan otak sudah jauh lebih baik dan dengan kemauan diri sendiri otaknya akan lebih tahan terhadap gangguan pikiran. Persuasi untuk bersikap realistis dilakukan dengan contoh-contoh sederhana yang sesuai dan tepat. Misalnya persuasi dalam menentukan sikap yang realistik: dengan kesadaran bahwa kalau jatuh sakit lagi berarti men geluarkan uang banyak untuk
dokter dan obat, maka janganlah terburu nafsu, cepat terharu, setiap kali anda dapat mengatasi goncangan emosi, masukkanlah dalam tabungan anda uang yang diperuntukkan ongkos b erobat untuk dimanfaatkan dalam menikmati kehidupan. h. Bersikaplah waspada terhadap manifestasi seorang yang pernah atau sering mendapat konversi histerik. Ingatlah, orang -orang histerik tidak kebal terhadap penyakit organik. Setiap kali mereka datang dengan keluhan lama atau baru, periksalah secara klinis sebagaimana mestinya.
PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS
Sebagian besar pasien, kemungkinan 90 sampai 100 persen, dengan gangguan konversi mengalami pemulihan gejala pertamanya dalam beberapa hari atau kurang dari satu bulan. Dilaporkan 75% pasien mungkin tidak mengalami episode lain, tetapi 25% pasien mungkin mengalami episode tambahan selama periode stress. Berhubungan dengan prognosis yang baik adalah onset yang tiba-tiba, stressor yang mudah dikenali, penyesuaian pramorbid yang baik, tidak ada gangguan psikiatrik atau medis komorbid, dan tidak ada tuntutan yang terusmenerus. Semakin lama terdapat gejala gangguan konversi, semakin buruk prognosisnya. Seperti yang dinyatakan di atas, 25 – 50 % pasien mungkin selanjutnya menderita suatu gangguan neurologis atau kondisi medis nonpsikiatrik yang mempengaruhi sistem saraf pusat. Dengan demikian, pasien dengan gangguan konversi harus mendapatkan pemeriksaan medis dan neurologis yang lengkap pada saat d iagnosis.
DAFTAR PUSTAKA
Kaplan, Sadock dan Grebb.2010. Sinopsis Psikiatri J ili d 2.Tangerang:Binarupa Aksara (dengan tambahan dari artikel Konversi Histerik dari blog Seputar Kedokteran, http://medlinux.blogspot.com/2009/02/konversi-histerik.html
Lilly, LS (editor). 2011. Pathophysiology of Heart Disease a Collaborative Project of Medical Students and Faculty Fifth Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Mubin, AH, 2013. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Perkeni, 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus di Indonesia. Jakarta. PERKI. 2015. Pedoman Tatalaksana Sindroma Koroner Akut Edisi Ketiga. Jakarta: Centra Communications Sudoyo, AW et al (editor), 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima Jilid II, Jakarta: Interna Publishing. Sudoyo, AW et al (editor), 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima Jilid III, Jakarta: Interna Publishing.