HASIL OBSERVASI PT SUMBER ALFARIA TRIJAYA Tbk - Malang
ANGGOTA KELOMPOK :
AMALIA SHOLICHAH
DIANAYUB SONDAR S GANDHI
FADILLA HAFIZH ICHSAN AGUSTA
RATNA PUSPITA DEWI
POLITEKNIK NEGERI MALANG
D-IV MANAJEMEN PEMASARAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik kehidupan di dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak, sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen serta teman-teman sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moriil maupun materil, sehingga proposal ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Kami menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian, yang kadangkala hanya menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makah kami dilain waktu.
Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan apa yang kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah dari judul ini (Pelayanan dan Penanganan Konsumen pada PT Sumber Alfaria Trijaya) sebagai tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di era yang serba modern seperti saat ini, bisnis ritel sudah berkembang pesat di Indonesia. Hal ini terbukti dengan banyaknya gerai-gerai yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Didalam bisnis ritel, memiliki produk yang berkualitas dan pas di hati para konsumen adalah sebuah kewajiban yang harus dapat dipenuhi oleh sebuah perusahaan yang bergerak di bidang ritel. Namun didalam bisnis ritel faktor penting agar dapat menarik minat para konsumen tidak cukup dengan memiliki produk yang bagus saja melainkan harus dengan menggunakan pelayanan atau service yang baik, service juga sangat penting untuk membuat kenyamanan dan kepuasan dari konsumen tersebut. Service memang bukanlah produk utama dari sebuah perusahaan namun pada saat menawarkan sebuah barang kepada konsumen, tidak akan memuaskan apabila tidak disertai dengan service atau pelayanan yang baik.
Setiap manusia pasti memiliki rasa ingin di hargai, maka ketika sesorang tersebut mendapat perlakuan yang tidak nyaman dari seseorang maka akan menimbulkan rasa yang tidak nyaman pula di hati orang tersebut. Hal ini sama ketika saat memberikan pelayanan terhadap konsumen, jika sebuah costumer service dapat melakukan tugasnya dengan baik yaitu dapat melayani konsumen dengan baik dan membuat konsumen tersebut senang dan nyaman untuk berbelanja maka bukan tidak mungkin konsumen tersebut akan terus berbelanja di tempat dengan pelayanan yang baik. Namun bila pelayanan yang dilakukan buruk maka akan menimbulkan ketidaknyamanan di hati konsumen. Dan jika ketidaknyamanan tersebut tidak dapat diatasi maka peluang untuk konsumen pergi lebih besar dan hal ini dapat merusak citra perusahaan.
Di Indonesia telah banyak perusahaan yang menerapkan strategi pelayanan yang baik, tak terkecuali Alfamart. Di setiap gerai Alfamart di seluruh Indonesia pelayanan yang baik telah menjadi sebuah keharusan yang harus dilakukan oleh setiap karyawan toko yang bekerja di gerai Alfamart kepada konsumen yang datang untuk berbelanja di toko tersebut.
Bagi pelanggan minimarket Alfamart pasti sudah tidak asing lagi dengan sapaan yang dilakukan oleh karyawan toko di minimarket Alfamart. Sapaan yang dilakukan karyawan toko di minimarket Alfamart tersebut bukanlah hanya untuk formalitas saja melainkan hal tersebut telah menjadi peraturan yang ditetapkan oleh perusahaan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, diambil judul "Pelayanan dan Penanganan Konsumen pada PT Sumber Alfaria Trijaya.Tbk, Singosari Kab. Malang".
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian proyek kali ini adalah:
Bagaimana prosedur pelayanan dan penanganan konsumen PT Sumber Alfaria Trijaya.Tbk-Malang?
Bagaimana metode costumer service yang diterapkan di PT Sumber Alfaria Trijaya.Tbk-Malang ?
Bagaimana etika menangani pelanggan di PT Sumber Alfaria Trijaya.Tbk-Malang?
Bagaimana kualitas layanan pada PT Sumber Alfaria Trijaya.Tbk-Malang?
Maksud dan Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah proyek menangani konsumen
2. Untuk memberikan tambahan pengetahuan mengenai pelayanan bagi pembaca maupun penulis
3. Untuk mengetahui kualitas layanan pada PT Sumber Alfaria Trijaya.Tbk-Malang
BAB II
Tinjauan Pustaka
Intensitas Layanan
Menurut Darussalam (1999:53) intensitas layanan dipengaruhi oleh lima faktor utama:
Produk
Jenis layanan dan dukungan
Pemakai
Petugas layanan dan dukungan
"Dukungan" internal untuk fungsi layanan dan dukungan kepada pelanggan
Pengaruh setiap faktor dapat dijelaskan sebagai berikut:.
Produk
Sifat produk mempengaruhi intensitas layanan dengan berbagai cara, yaitu :
Harga awal produk akan menjadi penentu bila ada kecendrungan mengganti produk daripada memperbaikinya jika produk itu gagal. Kita menemukan ada selisih sekitar 1000 pound antara barang yang lebih mahal dan barang yang barangkali lebih rumit dalam layanan.
Kerumitan produk cenderung meningkatkan intensitas layanan, baik sebagai dukungan kepada pelanggan maupun kebutuhan layanan.
Semakin dapat dipercaya sebuah produk, semakin rendah intensitas layanannya. Kita dapat melihat penurunan drastic intensitas layanan di beberapa sector selama beberapa tahun ini. Jaringan utama computer dan peralatan medis merupakan contoh yang baik mengenai hal ini.
Kebaruan produk di lapangan cenderung meningkatkan intensitas layanan, terutama bila ditemukan kesalahan yang menyangkut keamanan. Ketika pemasok alat listrik menemukan kesalahan pada mesin pemanas yang baru diluncurkannya, mereka harus memperbaiki 5000 mesin pemanas yang telah dipasang di tumah pelanggan hanya dalam waktu lima hari.
harga asal bila dibandingkan dengan biaya selama hidup produk mempunyai akibat sebagai berikut. Jika pelanggan anda berani membayar lebih untuk system yang lebih baik dan lebih dapat dipercaya, maka mereka menghemat biaya panggilan dalam jangka panjang dan itu berarti mengurangi intensitas layanan. Sebuah perusahaan alarm menemukan bahwa setelah harga ditetapkan, mereka terpaksa menggunakan komponen yang murah pada system alarmnya, sehingga produknya cepat rusak. Itulah sebabnya mereka harus meningkatkan intensitas layanannya.
perluasan operasi suatu produk yang tergantung pada produk lain yang tidak dijual pemasok dapat meningkatkan intensitas layanan. Kegagalan yang dilaporkan kepada sebuah perusahaan computer mungkin karena peralatan lain di dalam jaringan kerja dan perusahaan tidak tanggap terhadap hal itu.
Jenis layanan dan dukungan kepada pelanggan
Yang dimaksud dengan jenis layanan dan dukungan adalah sifat apa yang ditawarkan kepada pelanggan. Unsure yang paling penting dari layanan dan dukungan yang memiliki efek terhadap intensitas layanan adalah:
Jenis jaminan yang diberikan dengan produk. Semakin luas jangkauannya, semakin besar kemunkinan pelanggan memerlukan layanan dan dukungan.
Perluasan pemeliharaan preventif yang merupakan bagian dari kontrak layanan akan mempengaruhi terjadinya kegagalan, karena itu berpengaruh pula terhadap intensitas layanan.
Pemakaian sensor jarak jauh dan diagnosis, seperti juga peralatan jarak jauh, cenderung menurunkan intensitas layanan para teknisi layanan dengan membatasi kebutuhan mereka atau dengan meningkatkan kemungkinan perbaikan pertama. Akibatnya, intensitas layanan akan turun.
Pemakai
Pemakai, mempunyai pengaruh yang besar terhadap intensitas layanan. Beberapa aspek utama yang perlu kita pertimbangkan di antaranya adalah:
Pemakai harus dilatih agar dapat memakai produk. Jika pemakai tidak melakukan apa yang seharusnya mereka kerjakan, maka intensitas layanan meningkat. Masalah ini bertambah bila pemakai berganti-ganti sepanjang waktu. Pemakai pertama mungkin telah dilatih sebagai bagian dari proses pemasangan awal. Namun, dengan terjadinya penggantian pemilikan atau penjualan, pemilik baru merupakan orang baru yang mungkin sering melakukan kesalahan atau memerlukan lebih banyak produk petunjuk. Hal ini terjadi pula pada produk yang pemakaianya banyak, seperti mesin fotokopi; peranan operator kunci menjadi penting, karena mereka menjdi mata rantai utama dalam kegiatan layanan dan dukungan.
Besarnya biaya penggilan layanan yang dikenakan kepada pemakai akan mempengaruhi timbulnya organisasi dukungan baru
Lokasi produk yang ada di tempat pemakai menimbulkan kesulitan bagi petugas layanan untuk menemukan peralatan. Ini dapat menyebabkan terjadinya pengulangan kunjungan, sehingga meningkatkan intensitas layanan.
Petugas layanan dan dukungan
Pendekatan yang dilakukan petugas layanan dan dukungan dalam melaksanakan tugas dan janinya dapat mempengaruhi intensitas layanan, yaitu:
Kemampuan petugas dalam melaksanakan tugasnya tanpa harus memanggil pembantu tidak direncanakan adalah penting. Layanan fungsional dari perusahaan instalatur uang besar menemukan bahwa ketika perusahaan merekrut banyak teknisi layanan baru, intensitas layanan meningkat karena rendahnya prestasi petugas pada tugas pertama mereka.
Komitmen dengan petugas layanan pada penugasan pertama mereka mungkin dipengaruhi oleh penghargaan yang diberikan kepada petugas layanan dukungan itu. Kami melihat banyak organisasi layanan menilai prestasi petugas mereka ketika mereka mendapat panggilan dan tidak diberi petunjuk, padahal itu merupakan tugas pertama mereka. Citra yang jelek ketika menerima tugas pertama cenderung akan meningkatkan intensitas layanan dan menambah biaya upah lembur.
Komitmen petugas layanan atas kepemilikan dan pemecahan masalah dapat pula mempengaruhi intensitaas layanan. Petugas dukungan yang menangani masalah perangkat lunak dan perangkat keras di pusat layanan semula bekerja sambil menjawab berbagai pertanyaan dari pelanggan. Mereka cenderung menangani sejumlah tugas yang harus dikerjakan dalam beberapa hari sampai mereka menylesaikannya. Hasilnya, banyak panggilan tambahan dari pelanggan yang menanyakan tentang penyelesaian tugas itu. Reorganisasi layanan dari perorangan menjadi kelompok menguntungkan pemilik perusahaan dan mempercepat pemecahan masalah sehingga menurunkan intensitas layanan.
Dukungan Internal
Kemampuan organisasi dalam membantu operasi layanan dan dukungan dapat mempengaruhi intensitas layanan karena:
Jeleknya oersediaan suku cadang akan menggagalkan tugas teknisi dan meningkatkan intensitas layanan.
Jeleknya informasi terhadap pemakaian produk atau laporan dari pelanggan akan meningkatkan kontak dengan pelanggan atau pemakai setiap kali melakukan layanan dan dukungan. Ini berkaitan dengan masalah desain dan pabrikasi, masalah penjualan dan pengurusan fungsi yang terikat oleh kegiatan layanan dan dukungan kepada pelanggan.
Dari daftar faktor ini, yang mempengaruhi intensitas layanan, kita dapat meringkas empat pokok bahasan, yaitu:
Intensitas layanan untuk produk khusus akan menurun, karena desain produk berkembanag sejalan dengan waktu sehingga produk menjadi lebih dapat dipercaya. Banyak perusahaan layanan dan dukungan kepada pelanggan menargetkan dan menulusuri tingkat intensitas layanannya. Hal ini khusus terjadi pada produk konsumsi dan nilai akhir barang modal yang rendah.
Intensitas layanan diharapkan dapat meningkat karena banyaknya produk di lapangan dan variasinya.
Intensitas layanan diharapkan dapat meningkat karena kegagalan pada perbaikan pertama.
Intensitas layanan dipengaruhi banyak pelaku dukungan dan layanan dengan memperluas pemeliharaan yang direncanakan yang dapat diberikan untuk mencegah kegagalan berikutnya.
Hubungan tatap muka dengan pelanggan
Kebanyakan layanan mengandung unsure tatap muka dengan pelanggan. Meskipun sudah melakukan diagnosis jarak jauh dan produk dapat dipercaya, sekali-sekali pelanggan yeyap akan bertemu dengan wakil perusahaan. Teknisi layanan tetap melakukan perbaikan di tempat pelanggan atau membentuk tim perawatan rutin. Kenyataannya, masih saja ada kasus yang menciptakan kesempatan seperti itu, sehingga pelanggan masih dapat melihat adanya dukungan organisasi yang sesuai dengan harga yang dibayarnya. Dengan panggilan yang terpisah, Manajer layanan dan dukungan kepada pelanggan dapat menyempatkan mengadakan kontak dengan pelanggan untuk memastikan bahwa pelanggan telah puas dengan produk dan layannya. Darussalam (1999:111)
Dalam mengatur tatap muka dengan pelanggan, hal-hal berikut ini harus diperhatikan:
Orang yang secara teratur berhubungan dengan pelanggan sebaiknya diberi keterampilan interpersonal. Organisasi layanan yang 'hebat' mau mengeluarkan banyak uang untuk mendapatkan pegawai baru, karena mereka sadar bahwa tujuan pelatihan hanya meningkatkan bakat yang telah ada.
Pegawai yang tidak direncanakan sebagai pegawai di garis depan sewaktu-waktu dapat bertemu dengan pelanggan. Namun, kita tidak boleh berharap bahwa mereka akan tahu dengan sendirinya bagaimana cara mengatakan atau memahami dampak tindakan mereka terhadap respon pelanggan. Pelatihan dasar mengenai kewaspadaan pasti sangat berguna bagi mereka, terutama bila melibatkan pengawasan atas permintaan pelanggan yang sebenarnya.
Penerapan aturan dan prosedur yang keras tidak mungkin menciptakan 'golden moment' – kesempatan emas. Pelanggan akan bersikap waspada terhadap sikap dibalik tindakan itu. Sikap layanan yang positif hanya dihasilkan oleh motivasi yang positif dan contoh kepemimpinan, bukan oleh serangkaian perintah.
Memperpanjang hubungan dengan pelanggan dapat menurunkan prestasi layanan atau 'merusaknya' (burn-out). Akibat dari kerusakan ini hanya dapat diperkecil dengan membatasi waktu kontak dengan pelanggan tanpa kelonggaran, mengembangkan tim layanan yang memberikan dukungan, dan memastikan bahwa dengan pelatihan dan sumber daya yang memadai petugas mampu melaksanakan tugas.
Hakikat dan Pengertian Pelayanan Prima
Menurut Barata (2003 : 25) Program pelayanan kepada pelanggan dengan bertitik tolak dari konsep kepedulian kepada konsumen terus dikembangkan sedemikian rupa, sehingga sekarang ini program layanan / pelayanan telah menjadi salah satu alat utama dalam melaksanakan strategi pemasaran untuk memenangkan persaingan. Kepedulian kepada pelanggan dalam manajemen modern telah dikembangkan menjadi suatu pola layanan terbaik yang disebut sebagai layanan prima atau pelayanan prima.
Kata "layanan prima" atau layanan istimewa (excellent service) dalam dunia bisnis sekarang dinyatakan dengan istilah "Service Excellent" atau disingkt sebagai "SEx", dan saat ini bahkan seringkali ditulis dengan huruf besarr "SEX".
Penulis berpendapat bahwa pelayanan prima adalah kepedulian kepada pelanggan dengan memberikan layanan terbaik untuk memfasilitasi kemudahan pemeuhhan kebutuhan dan mewujudkan kepusannya, agar mereka selalu loyal kepada organisasi / perusahaan.
Jadi, keberhasilan program pelayanan prima tergantung pada penyelarasan kemampuan, sikap, penamplan, perhatian, tindakatan, dan tanggung jawab dlam pelaksanaannya.
Sebagai bahan perbandingan, berikut ini dijelaskan beberapa pengertian / definisi mengenai pelayanan prima yang seringkali diungkapan oleh para pelaku bisnis.
Layanan prima adalah membuat pelanggan merasa penting.
Layanan prima adalah melayani pelanggan dengn ramah, tepat dan cepat.
Layanan prima adalah pelayanan dengan mengutamakan kepuasan pelanggan.
Layanan prima adalah menempatkan pelanggan sebagai mitra.
Layanan prima adalah pelayanan pelayanan optimal yang menghasilkan kepuasan pelanggan.
Layanan prima adalah kepedulian kepada pelanggan untuk memberikn rasa puas.
Konsep Pelayanan Prima
Menurut Barata (2003 : 29) Pada awalnya, konsep pelayanan prima timbul dari kreativitas para pelaku bisnis, yang kemudian diikuti oleh organisasi – organisasi nirlaba dan istansi pemerintah, sehingga dewasa ini budaya pelayanan prima tidak lagi hanya milik dunia bisnis tetapi milik semua orang. Budaya layanan prima dapat dijadikan acuan dalam berbagai aspek kehidupan, antara lain untuk menjalin hubungan dalam kehidupan berumah tangga, betetangga, berbangsa, bernegara, dan sebagainya.
Keberhasilan dalam mengembangkan dan melaksanakan pelayanan prima tidak terlepas dari kemampuan dalam pemilihan konsep pendekatannya. Ada yang mengembangkan pola pelayanan prima berdasarkan konsep A3, yaitu : Attitude (Sikap), Attention (Perhatian), dan Action (Tindakan), tetapi ada pula yang menggunakan konsep lainnya.
Dalam hal ini penulis sendiri mengembangkan budaya pelayanan pria berdasarkan A6, yaitu mengembangkan pelayanan prima dengan menyelaraskan faktor – faktor Ability (Kemampuan), Attitude (Sikap), Appearance (Penampilan), Attention (Perhatian), Action (Tindakan), dan Accountability (Tanggung Jawab).
Kemampuan (Ability)
Kemampuan (Ability) adalah pengetahuan dan keterampilan tertentu yang mutlak diperlukan untuk menunjang program layanan prima, yang melliputi kemampuan dalam bidang kerja yang ditekuni, melaksanakan komunikasi yang efektif, mengembangkan motivasi, dan menggunakan punlic relations sebagai instrumen dalam membina hubungan ke dalam dan ke luar organisasi / perusahaan.
Sikap (Attitude)
Sikap (Attitude) adalah perilaku atau perangai yang harus ditonjolkan ketika menghadapi pelanggan.
Penampilan (Apperance)
Penampilan (Apperance) adalah penampilan seseorang, baik yang bersifat fisik saja maupun fisik dan non – fisik, yang mampu merefleksikan kepercayaan diri dan kredibilitas dari pihak lain.
Perhatian (Attention)
Perhatian (Attention) adalah kepedulian penuh terhadap pelanggan baik yang berkaitan dengan perhatian akan kebutuhan dan keinginan pelanggan maupun pemahaman atas saran dan kritiknya.
Tindakan (Action)
Tindakan (Action) adalah berbagai kegiatan nyata yang harus dilakukan dalam memberikan layanan kepada pelanggan.
Tanggung Jawab (Accountability)
Tanggung jawab (Accountability) adalah suara sikap keberpihakan kepada pelanggan sebagai wujud kepedulian untuk menghindarkan atau meminimalkan kerugian atau ketidakpuasan pelanggan.
Pelaksanaan Pelayanan Prima menurut Barata (2003:55)
Sikap
Sikap menceriminkan peilaku atau gerak – gerik yang terlihat pada diri seseorang ketika ia menghadapi suatu situasi tertentu atau ketika berhadapan dengan ornng lainnya.karena sikap berkaitan dengan suatu kondisi yang ada di dalam diri seseorang makas sikap dapat pula diartikan sebagai alur pengeksspresian perasaan (mood) dari seseorang kepada pihak lain.
Kemampuan Diri
Sehubugan dengan pelaksanaan pelayanan prima, yang dimaksud dengan kemampuan diri adalah kemampuan inimal yang harus ada pada diri seseorang, yang berkaitan dengan wawasan pengetahuan dan ketrampilannya, antara lain :
Memiliki pengetahuan yang sesuai dengan bidang tugasnya
Memilki ketrampilan yang sesuai dengan bidang tugasnya
Memiliki daya keaktivitas yang cukup baik
Memahami cara – cara berkomunikasi yang baik
Memahami cara memposisikan diri dalam berbagai situasi sehingga mudah beradaptasi dengan lingkugan
Kemampuan sebagaimana dimaksudkan di atas adalah sebagian ciri dari pribadi yang memiliki ppengetahuan prima di bidang tugasnya.
Dengan memiliki pengetahuan yang prima, seseorang dihrapkan akan menjadi pribadi yang berkemampuan prima, ehingga dapat mengembangkan budaya layanan prima di dalam lingkugan kerja atau kegiatan bisnisnya. Disamping itu, seseorang Yng brpribadi prima diharapkan akan dapat dijadikan sebagai model atau panutan bagi orang – orang di lingkungannya, dan mampu mengangkat citra organissasi / perusahaan di mana ia bekerja.
Penampilan
Penampilan (appearance) adalah perpaduan antara penampilan fisik dan gaya penampilan seseorang yang akan mewarnai seseorang dalam bersikap. Dalam hal ini, termsuk pula kemampuan diri untuk mengetahui batas kemampuan dirinya, mengetahui kesempatan dan kemampuan dalam mengubah diri, agar ia dapat menjadi pribadi yang efektif.
Untuk itu tentu saja kita harus memiliki kemampuan untuk menjadi pribadi yang efektif, yang mampu mengubah diri dalam menonjolkan sikap yang disenangi orang lain. Mampu memfasilitasi kepentingan orang lain dan kepentinga diri sendiri dengan mengembangkan sikap yang mengetahankan prinsip mnang – menang sehinggan baik bagi sendiri dan baik bagi pihak lain.
Pelayanan prima berdasarkan sikap adalah suatu layanan kepada pelanggan dengan menonjolkan sikap yang baik dan menarik, antara lain :
Melayani pelanggan dengan penampilan yng serasi
Melayani pelanggan dengan berpikiran positif
Melayani pelanggan dengan sikap menghargai.
Kualitas Pelayanan menurut Barata (2003:57)
Kualitas layanan internal
Kualitas pelayanan internal berkaitan dengan interaksi jajaran pegawai organisasi / perusahaan dengan berbagi fasilitas yang tersedia. Faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan internal antara lain :
Pola manajemen umum organisasi / perusahaan
Penyediaan fasilitas pendukung
Pengembangan sumberdaya manusia
Iklim kerja dan keselarasan hubungan kerja
Pola insentif
Jika faktor – faktor di atas dikembangkan, loyalitas dan integritas pada diri masing – masing pegawai akan mampu untuk mengembangkan pelayanan yang terbaik di antara mereka. Apalagi jika semua kegiatan dapat dilakukan secara terintegrasi dalam bentuk saling memfasilitasi, saling mendukug, sehingga hasil pekerjaan mereka secara total mampu menunjang kelancaran usaha.
Kualitas layanan eksternal
Mengenai kualitas layanan kepada pelanggan eksternal, kita boleh berpendapat bahwa kualitas layanan ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain :
Yang berkaitan dengan penyediaan jasa
Pola layanan dan tata cara penyediaan / pembentukan jasa tertentu
Pola layanan distribusi jasa
Pola layanan penjualan jasa
Pola layanan dalam penyampaian jasa
Yang berkaitan dengan penyediaan barang
Pola layanan dan pembuatan barang berkualitas atau penyediaan barang berkualitas
Pola layanan pendistribusian barang
Pola layanan penjualan barang dan
Pola layanan purna jual
Mengevaluasi layanan
Menurut Barata (2003 : 60) Selanjutnya, bila pelayanan ini kita kaitkan dengan harapan (expectation) dan kepuasan (satisfaction) maka gambarannya adalah sebagai berikut :
Kinerja < Harapan (Performance < Expectation)
Bila kinerja layanan menunjukan keadaan di bawah harapan pelanggan, maka layanan kepada pelanggan dapat tidak memuaskan.
Kinerja = Harapan (Performance = Expectation)
Bila kinerja layanan meunjukkan sama atau sesuai dengan yang diharapkan pelanggan, maka layanan dianggap memuaskan, tetapi tingkat kepuasannya adalah minimal karena pada keadaan seperti ini dapat dianggap belum ada keistimewaan layanan. Jadi pelayanan dianggap biasa atau wajar – wajar saja.
Kinerja > Harapan (Performance > Expectation)
Bila kinerja layanan menunjukkan lebih dari yang diharapkan pelanggan, maka pelayanan dianggap istimewa atau sangat memuaskan karena pelayanan yang diberikan ada pada tahap yang optimal.
Harapan Pelanggan Internal
Menurut Barata (2003 : 88) Bila kita hubungkan dengan faktor – faktor penentu kualitas layanan maka kepuasan pelanggan internal sangat terkait dengan harapan – harapan dari para pelanggan internal itu sendiri. Kepuasan bagi pelanggan internal adalah kebersamaan dan kewajaran imbalan jasa yang diperolehya.
Harapan – harapan pelanggan internal antara lain :
Kebersamaan dan kerjasama
Kebersamaan dan kerjasama adalah modal utama untuk menunjang kelansungan organisasi / perusahaan. Apabila semua orang mampu mempertahankan kelangsungan organisasi / perusahaan, berarti akan menjaga kesinambungan dalam memperoleh penghasilan bagi semua pihak.
Struktur, sistem dn prosedur kerja yang efisien
Pegawai atau karyawan mengharapkan adanya struktur organisasi, sistem dan prosedur kerja yang jelas dan mudah dilaksanakan. Hal ini diperlukan untuk menunjang efesiesi kerja sehingga mereka dapat mengarahkan potensi yang ada pada mereka secara optimal.
Kualitas kerja
Pegawai atau karyawan menginginkan adanya fasilitas yang memadai agar mereka mampu mencapai kualitas kerja yang baiksebagaimana diharapkan, sehingga kelancaran produksi barang atau jasa dapat terjamin, dan pada akhirnya perusahaan / organisasi akan mampu mencapai tujuan yang optimal. Mereka butu pendidikan, pelatihan, dan itruksi yang dapat memberikan pengethuan, ketrampilan dan pengalaman untuk mewujudkan kemampuan dalam mencapai kualitas kerja yang baik. Merekapun ingin kualitas hasil kerjanya diakui.
Hubungan kerja
Pegawai / karyawan sangat mendambakan adanya hubungan kerja yang harmonis, kejelasan keterkaitan kerja, kejelasan skema, dan waktu estafet kerja dalam hal pekerjaan harus diselesaikan secara berjenjang, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan seecara mudah dan tepat waktu sesuai standar yang ada. Mereka mengingiinkan hal ini karena keharmonisan dalam hubungan kerja kan menjadi motivasi untuk meningkatkan prestasi kerja.
Imbalan
Imbalan prestasi, baik yang berbentuk gaji atau upah, dan insentif tambahan lainnya baik yang berbentuk bonus, gratifikasi dan tatiem merupakan penghargaan atas prestasi kerja bagi orang – orang yang bekerja pada organisasi / perusahaan.
Harapan Pelanggan Eksternal menurut Barata (2003:111)
Kemudahan memperoleh barang dan atau jasa
Pada umumnya para pelanggan mnginginkan barang dan jasa berada deat dengannya sehingga mudah diperoleh. Keinginan dekat dengan produk sangat berkaitan dengan produksi, yaitu bagaimana perusahaan berupaya untuk mendektkan produk dengan konsumen.
Dalam era modern ini banyak perusahaan yang telah mengembangkan kemudahan bagi pelanggan dengan cara memperbanyak saluran (outlet) atau tempat penjualan (point of sale / pos) atau dengan cara mmperbanyak pengecer (retailer).
Persyaratan kualitas barang atau jasa (Quality and reliability)
Pelanggan umumnya berharap bahwa produk yang dibelinya mempunyai kualitas tertentu, yang minimal dapat memuaskan kebutuhan sesuai denga yang diharapkannya. Untuk itu, bagi barang – barang tertentu sangat diperlukan spesifikasi mutu dengan menujukkan jaminan kualitas (quality assurance)misalnya saja dengan mencantumkan kualitas sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Harga yang kompetitif (competitive price)
Pelanggan pada umumnya menginginkan harga barang dan jasa dapat dibeli dengan harga yang murah. Dalam hal ini, yang di maksud murah adalah kesesuaian antara kualitas barang dengan harga yang harus dibayar. Namun demikian, yang disebut harga murah itu dapat juga diartikan harga termurh untuk kualitas barang atau jasa yang terbaik.
Cara pelayanan yang tepat, cepat dan ramah (best service)
Cara – cara pelayanan yang baik di setiap tempat penjualan atau outlet merupakan salah satu penentu kepuasan pelanggan karena pelanggan tidak hanya terpuaskan oleh kualitas barang saja, mereka juga menginginkan kepuasan dari cara dan saat mereka memperolehnya.
Layanan purna jual sebagai jaminan dan tanggung jawab (after sales service)
Setiap pelanggan mengahrapkan agar untuk semua barang atau jasa yang dibeli diikuti dengan pemberian layanan purna jual yang baik.
Layanan purna jual yang dimaksud dapat berupa tanggung jawab produsen dan atau penjual, yang antara lain adalah sebagai berikut :
Untuk Barang
Jaminan penggantian untuk barang yang tidak sesuai spesifikasi / rusak
Jaminan pemeliharaan barang untuk waktu tertentu
Peenyediaan tempat – tempat perbaikan
Penyediaan tempat – tempat penjualan suku cadang
Penyediaan tempat – tempat menerima pengaduan atau klaim dari konsumen
Untuk jasa
Jaminan penggantian atas :
Kegagalan pemberian jasa
Terputusnya pemberian jasa
Pembatalan sepihak pemberian jasa oleh penyedia jasa.
Standar Kepuasaan menurut Wahyuningsih (2007:66)
Dalam menentukan standar kepuasan, pihak peusahaan pembuat produk atau pembentuk jasa hanya akan mampu memperkirakan, mereka – reka, dan mencoba mengarahkan produk barang atau jasanya ke arah kepuasan konsumen berdasakan tanggapan pelanggan di masa lalu.
Pelaksanaan penelitian kepuasan pelanggan biasanya ditujukan untuk meneliti tingkat kepuasan pelanggan, antara lain :
Mengukur kepuasan pelanggan atas kemudahan didapatnya barang atau jasa (menyangkut kelancaran distribusi atau penyebarannya)
Mengukur kepuasan pelanggan melalui kuaitas barag atau jasa
Mengukur kepuasan pelanggan melalui nilai barang atau asa
Mengukur kepuasan pelanggan berdasarkan keyakinan pelanggan atas produk yang digunakannya dibandingkan dengan produk lainnya.
Kepuasan Pelanggan menurut Wahyuningsih (2007:67)
Dalam pemahaman yang umum kepuasan menunjukkan kondisi senang, tidak kecewa lega karena sudah terpenuhi hasrat hati. Secara akdemis, kata kepuasan adalah konsep yang dapat dioperasionalkan dan dikembangkan sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian.
Definisi kepuasan opersional yang banyak digunakan termasuk yang dikemukakan oleh Kotler. Kotler dan Keller (2006) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang atau kecewa yang berasal dari perbandingan antara persepsi (perception) terhadap hasil (perfomance) suatu produk dengan harapannya (expectation). Bila kinerja produk dari pengalaman mengkonsumsi berada di bawah harapannya, kondisi ini menunjukkan hal tidak puas (dissatisfied), bila sama puas (satisfied), dan bila di atas sangat puas (higly satisfied). Konsekuensi daripada definisi ini yaitu pengukuran kepuasan didasarkan kepada kesenjangan antar harapan dan pengalaman, tanpa harus mempermasalahkan dulu dimensi maupun indikator yang dijadikan ukuran kepuasan pelanggan. Secara implisit konsep ini harus memenuhi asumsi bahwa responden sudah lebih dahulu mempunyai harapan atas barang dan jasa yang akan dikonsumsi, dan asumsi ini tidak selalu terpenuhi.
Lebih jauh, bila definisi di atas disimak, kondisi puas dapat diketahui dengan membandingkan kondisi sebelum dan sesudah mengkonsumsi. Posisi sebelum yang ditunjukkan oleh harapan terkait dengan kecenderungan, reaksi, atas berbagai atribut produk terkait. Sementara itu, dalam rentang waktu tertentu, konsumen dapat mengalami perubahan kondisi kepuasan, sebagai akibat perubahan persepsi terhadap atribut kepuasan itu sendiri. Sementara itu kondisi setelah ditunjukkan oleh keadaan konsumen mengkonsumsi, apakah yang dialami dapat memenuhi yang diharapkan.
Selanjutnya, harus digarisbawahi bahwa jauh sebelum ini (Oliver, 1977, 1981, Olson dan Dove, 1979, Tse dan Wilton, 1988) dalam Parker dan Mathews (2001) menyatakan bahwa pendekatan terhadap kepuasan dapat dilihat dari dua sisi yaitu kepuasan sebagai hasil (outcome) dan kepuasan sebagai proses dimana penyedia jasa memberikan pelayanan kepada konsumen. Dalam kaitannnya dengan batasan kepuasan, Giese dan Cote (2000) secara eksplisit merumuskan tiga hal penting yang berkaitan yaitu:
ringkasan reaksi afektif dari berbagai intensitas rangsangan
dibatasi dalam rentang waktu yang terbatas
terarah kepada aspek fokal dari produk yang dikonsumsi
Pandangan seperti di atas lahir sebagai satu paradgima banyak dikembangkan sampai sekarang adalah "disconfirmation paradigm" yang mempercayai bahwa konsumen merasa puas setelah membandingkan harapan dan pengalaman. Paradigma ini dikenal dengan Consumer Satisfaction /Dissatisfaction (CS/D) yang digagas dan banyak dikembangkan oleh Oliver. Paradigma ini kemudian banyak digunakan untuk mementukan kegagalan dan pemulihan pelayanan temasuk juga dalam menentukan penanganan keluhan, sampai kepada pengukuran loyalitas (McCollough, Beryy, dan Yadav, 2000, Nyier 2000; Yuksel, 1998). Paradgima ini sejalan dengan "descrepency theory" yang melihat seseorang merasa puas dengan cara membandingkan, apakah ada perbedaan, antara apa yang diperoleh dengan apa yang diharapkan.
Dalam kaitannya dengan kepuasan, Kotler dan Keller (2006) secara implisit meyakini tiga hal: Nilai Pelanggan, Kepuasan dan Loyalitas. Semakin tinggi nilai yang diterima pelanggan, akan semakin tinggi pula tingkat kepuasan, dan sebagai akibatnya pelanggan akan semakin loyal. Dalam kaitan ini, nilai pelanggan didefinisikan sebagai perbandingan antara Nilai Total yang diterima dengan Biaya Total. Oleh karena itu, peningkatan harga tidak bisa dilihat akan mengurangi kepuasan, bilamana pemasar dapat memberikan nilai lebih dibanding dengan biaya yang muncul karena peningkatan harga tersebut.
Untuk kepentingan manajerial, perlu dipahami presfektif tentang kepuasan yang berbeda dengan akademis. Untuk itu, Horn (2002) membagi telaah konsep kepuasan menjadi model makro dan mikro. Model makro mengacu kepada perhatian organisasi mengimplementasikan program kepuasan sebagai hasil dari penelitian, sementara model mikro berkenaan dengan konstruksi pemenuhan harapan, keseimbangan (equity) atribut, pengaruh, dan penyesalan yang muncul.
Kepuasan pelanggan sejauh ini secara konseptual dinilai mapan,, sehingga para peneliti mengkaitkan kepuasan dengan konsep lain. Wahyuni (2007) menyimpulkan bahwa kepuasan menjadi faktor dependen dimana determinannya antar peneliti dapat berbeda, tergantung kepada titik pandang dan kesesuaian dengan permasalahan penelitian. Studi wahyuni menyimpulkan adanya keterkaitan antara type konsumen dengan persepsi dan perilaku kepuasan yang berbeda. Artinya, tipe konsumen yang dibedakan menjadi passive, rational-active, relational-dependent, berbeda perilakunya dalam mencari informasi. Mereka yang rasional mencari tingkat kepuasan yang lebih tinggi dan menunjukkan keinginan yang lebih kuat untuk mencari informasi dibanding dengan mereka yang pasif.
Pengukuran dan Persoalan menurut McCollough M.A, Berry, Leonard L, dan Yadav (2000:121)
Secara teknis kepuasan direpleksikan oleh angka, bukan angka tunggal akan tetapi nilai komposit dari berbagai atribut dan kondisi. Angka ini sifatnya dinamis, bisa dikembangkan dari waktu ke waktu bahkan dapat dibandingkan antara satu kondisi terhadap kondisi lain. sehingga bisa menggambarkan kondisi yang sesuai dengan objek penelitian. Akibatnya, kondisi puas pada satu waktu bisa kurang berarti bilamana kondisi sebelumnya lebih baik, ini dimungkinkan karena adanya pembandingan.
Atribut kepuasan
Bagaimanapun pengukuran kepuasan pelanggan berkaitan dengan atribut, dimensi, maupun indikator yang secara akademis menjadi gambaran objek penelitian. Secara teknis atribut ini yang dinilai konsumen yang kemudian dikalkulasikan. Atribut ini sendiri tunduk kepada konsep maupun teori. Dlam hal ini, Giesse dan Cote (2002) menjelaskan bahwa definisi apapun tentang kepuasan harus mempertimbangkan tiga hal:
kerangka definisi yang digunakan harus didasarkan yang berlaku umum di mata konsumen.
diskusikan bagaimana kerangka ini dapat dikembangkan dalam satu operasionalisasi sehingga sesuai dengan konteks, dan
pastikan bahwa definisi ini konsisten dengan pandangan konsumen, sehingga bilamana dinyatakan puas maka konsumen akan setuju dengan peneliti tentang apa yang dimaksud dengan puas.
Dari dua penjelasan di atas dapat dinyatakan bahwa atribut kepuasan dapat berbeda antara satu peneliti terhadap peneliti lain, tergantung kepada kesesuaian atribut. Bila dikaitkan dengan kemampuan barang dan jasa memenuhi kepuasan, satu hal yang harus dipahami adalah kesadaran responden atas karakteristik produk yang dikonsumsi. Karena karakteristik ini sesungguhnya adalah pintu masuk untuk mengetahui sejauh mana konsumen tersadarkan (enlighted) atas barang yang akan dikonsumsi. Pengukuran yang kompleks akan kurang berarti bila dihadapkan kepada kondisi yang sangat bervariasi pengetahuannya atas atribut barang. Sesuai dengan itu, untuk memastikan kesesuaian atribut dibutuhkan studi pendahuluan yang dapat dimulai dengan eksplorasi sejauh mana responden memahami dan membutuhkannya. Dalam kaitan ini Sacks (2000) menjelaskan bahwa ada ragam metode yang dapat dilakukan mulai dari survey, focus groups, data keluhan pelanggan, statistik pusat pemanggilan untuk dapat memahami fokus pelanggan. Peran studi kualitatif pada posisi ini sangat penting untuk menentukan atribut apa yang menjadi fokus kepuasan pelanggan.
Langsung vs Tak Langsung
Mengukur kepuasan dapat dilakukan secara langsung atau tak langsung.. Secara langsung dilakukan dengan cara memperoleh gambaran kepuasan sebagai satu konsep ataupun variabel, sementara secara tidak langsung dilakukan melalui konsep atau variabel lain. Hal demikian dapat diperiksa melalui konsep yang disampaikan Kotler, (2006) yang menunjukkan hubungan antara Customer Value (CS), Satisfaction dan Loyalty. CS dalam hal ini ditentukan oleh perbandingan antara Total Customer Value (TCV) dan Total Customer Cost (TCC). Bila TCV melebihi TCC akan menunjukkan bahwa pelanggan akan merasa puas, karena nilai yang diterima melebihi dari pengorbanan yang dilakukan. Artinya lebih banyak nilai yang diterima, lebih puas pelanggan. Cara seperti ini dapat juga dapat ditunjukkan kepada penanganaan keluhan. Bila pelanggan merasa puas terhadap penanganan keluhannya, hal ini juga menunjukkan didapatnya kepuasan. Selain itu, melalui importance and performance analysis dapat juga diketahui keadaan puas atau tidak. Bilamana performance dapat memenuhi importance, kondisi ini juga menunjukkan keadaan puas. Penjelasan ini menunjukkan bahwa kepuasan dapat dilihat dari ukuran lain.
Membandingkan vs tak membandingkan
Model kepuasan yang banyak digunakan hingga saat ini adalah "disconfirmation". Akan tetapi tetap saja ada alasan untuk menggunakan model lain yang mungkin spesifik terhadap objek penelitian dimana melihat kepuasan sebagai penyataan yang dievaluasi langsung oleh konsumen. Yuksel (1998) mempunyai alasan untuk memeriksa apakah pelanggan puas atau tidak dengan langsung dari pengalamannya. Untuk kondisi tertentu dimana konsumen mengetahui benar barang yang dikonsumsinya untuk mengetahui apakah dia puas atau tidak, seseorang tidak perlu mengukur harapan sebelumnya. Dikatakannya One may not need to measure consumers' pre-event expectations to gauge ultimate customer satisfaction. Yuksel berargumentasi bahwa untuk menanyakan bahwa kondisi kepuasan dapat langsung diperoleh dari kinerja (performance) daripada barang yang telah dikonsumsi. Dalam kaitan ini harus diketahui benar, apakah responden cukup memahami lingkup barang dan jasa atau penyedi ajasa yang ditanyakan kepadanya sehingga dapat memberikan penilaian, membandingkan harapan dan penilaian.
Dalam perkembangan terakhir, kepuasan menjadi sesuatu yang dianggap mapan (established) sehingga diyakini adanya kaitan antara satu kondisi terhadap kondisi lain. Pola hubungan ini positif dan sampai juga kepada simpulan bahwa konsumen dengan tingkat konsumen yang berbeda akan mempunyai perilaku yang berbeda pula, misalnya dalam hal mencari informasi dan dorongannya terhadap bertindak. Sementara itu hal yang agak sumir dibedakan adalah konsep loyalitas dan komitmen yang muncul karena kondisi puas. Soni et.al (2000) menjelaskan bahwa dalam kondisi pelanggan puas sesungguhnya permasalahan bagi perusahaan adalah bagaimana mempertahankan (retaining) pelanggan sehingga pelanggan yang puas akan mempunyai komitmen terhadap perusahaan.
Dari pendekatan teoritis juga harus diperhatikan benar bahwa tidak ada metode tunggal untuk menjelaskan kondisi kepuasan pelanggan. Sacks (2000) menjelaskan bahwa ada ragam metode yang dapat dilakukan mulai dari survey, focus groups, data keluhan pelanggan, statistik pusat pemanggilan, dll. Hal ini sesuai dengan prinsip keilmuan bahwa tidak ada satu metode yang dianggap lebih baik dari yang lain karena pada dasarnya metode adalah komplemen satu dengan lainnya.
Mengelola Kepuasan pelanggan menurut Whyuningsih (2007: 69)
Dari sisi perusahaan, ada dua hal penting yang mengharuskan mereka peduli terhadap kepuasan pelanggan yaitu; 1) memberikan pemahaman tentang bagaimana konsumen mendefinisikan kualiats barang dan jasa, dan 2) fasilitas yang disediakan perusahaan sehingga dapat tercipta kepuasan.
Kepuasan pelanggan adalah kondisi atau keadaan yang dapat bermakna bagi seluruh organisasi ataupun perusahaan. Perkembangan terhadap kepedulian pelanggan telah menjelma menjadi bagian tersendiri dalam bidang manajemen dengan berkembangnya Customer Relationship Marketing (CRM). Konsep ini sebagaimana dinyatakan oleh Lucas (2005) menjelaskan bahwa kepuasan pelanggan harus fokus kepada organisasi perusahaan. Artinya organisasi perusahaanlah yang pada akhirnya menjadikan kepuasan pelanggan sebagai bagian perusahaan yang mutlak. Sehingga disimpulkannya bahwa yang lebih penting perusahaan harus membangun kultur yang peduli kepada kepuasan. Dijelaskan bahwa upaya membangun kultur kepuasan meliputi dimensi falsafah dan misi daripada pelayanan, peran dan harapan daripada karyawan, kebijakan dan prosedur, dukungan manajemen, barang dan jasa, motivator dan imbalan, pelatihan, dan sistem pengiriman. Sejalan dengan ini Vranesevic (2002) menjelaskan bahwa yang penting dalam hubungannya dengan kepuasan pelanggan adalah bagaimana membenahinya melalui kultur perusahaan. Kepuasan pelanggan hanya dapat muncul dari perusahaan yang menjadikan kepuasan bagian dari kultur perusahaan. Kinsey dalam Vranesevic (2002) mengurai bagaimana kepuasan dapat diterjemahkan menjadi operasional dengan urutan berikut: 1) strategy, 2) structure, 3) system, 4) style, 5) staff, 6) shared value, and 7) skills. Hal ini searah dengan model kesenjangan dan sumber kesenjangan seperti dijelaskan di atas, dimana permasalahan kepuasan pelanggan juga ditentukan oleh pemahaman karyawan, rancangan jasa yang disampaikan, dan bagaimana itu dikomunikasikan ke pelanggan.
Organisasi yang sudah maju menempatkan kepuasan pelanggan menjadi bagian organisasi yang utuh, sehingga perihal kepuasan pelanggan telah menjadi bagian rutin yang harus diungkapkan Dalam hal ini, Sacks (2000) menjelaskan bahwa ada pertanyaan kritis yang harus dijawab dalam memahami sistem pemantauan kepuasan pelanggan dengan menjawab pertanyaan berikut:
Apakah kita menanyakan pertanyaan yang benar
Apakah kita menanyakan orang yang benar
Apakah dilakukan pengumpulan data yang tepat
Apakah analisis dan pelaporan akurat menggambarkan apa yang disampaikan pelanggan kepada anda
Apakah pengumpulan data dapat diperbaik.
Lebih dari itu, agar gambaran kepuasan menunjukkan hal yang sebenarnya, perusahaan diharapkan tidak memberikan janji terlalu tinggi atas barang dan jasa yang dihasilkan. Sudah barang tentu yang harus digarisbawahi adalah bahwa apapun pendekatan yang akan dilakukan harus berorientasi kepada konsumen. Sejauh mana perusahaan dapat mengikuti perkembangan tuntutan atau pentingnya satu atribut kepada pelanggan, hal demikianlah yang disertakan menjadi determinan kepuasan dan diukur dari masa ke masa. Hal ini sudah barang tentu akan berubah sesuai dengan dinamika sosial si konsumen.
Apapun upaya yang dilakukan mengukur kepuasan pelanggan, harus jelas manfaatnya terhadap organisasi (penyedia). Satu hal yang perlu diingat oleh organisasi adalah bahwa jaminan kepuasan terhadap produk yang dihasilkan tidak dapat ditolak lagi. Fitizsimmons dan Fitizsimmons (2006) menjelaskan pengalaman Federal Express tentang jaminan pelayanan yang dapat memberikan manfaat dalam hal:
Fokus kepada pelanggan. Perusahaan mengidentifikasi kebutuhan pelanggan dan memulihkannya ketika terjadi penyimpangan, untuk itu selalu ada survey untuk mengetahui bagaimana kebutuhan yang telah diidentifikasi dapat terus-menerus sampai ke pelanggan.
Menyusun standar yang jelas. Kebutuhan yang spesifik membuat standar yang jelas dan tanggungjawab dari penyedia.
Menjamin umpan balik. Pelanggan yang tidakpuas akan merasa ada insentif untuk menyampaikannnya kepada perusahaan karena perusahaan peduli dengan mereka.
BAB III
METODOLOGI PROYEK
Lokasi Penelitian
Lokasi objek penelitian pada penulisan kali ini adalah PT Sumber Alfaria Trijaya.Tbk-Malang bertempatkan di Jl. Raya Singosari,Losari,Malang.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah jenis penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk membahas tentang pelayanan dan penanganan konsumen di PT Sumber Alfaria Trijaya.Tbk-Malang, Jl. Raya Singosari,Losari,Malang.
Jenis Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian kali ini adalah data primer yang diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan kepada COS dari toko Alfamart Soekarno-Hatta 1 dan penyebaran kuisoiner kepada pelanggan yang datang di toko Alfamart Soekarno-Hatta 1.
Populasi dan Sampel
Populasi dan sampel yang digunakan untuk mengumpulkan data dari kuisioner adalah pelanggan PT Sumber Alfaria Trijaya.Tbk-Malang, JL. Raya Singosari,Losari,Malang
Sampel dapat di ambil menggunakan rumus slovin.
Rumus Slovin : N1+Ne2
Keterangan:
n: Ukuran sampel
N: Ukuran populasi
Teknik Pengambilan Data
Teknik pengambilan data yang dilakukan pada penelitian kali ini adalah dengan cara interview langsung dengan responden. Interview ini dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan langsung kepada responden.
Jabaran Variabel
Variabel
Indikator
Item
X=Pelayanan Pelanggan
Tangibility (Bentuk Fisik)
Kebersihan dan kerapian selalu terjaga
Fasilitas dalam toko terawat dengan baik
Karyawan toko bersih dan rapi
Reliability (Keandalan)
Karyawan toko tanggap terhadap keinginan konsumen
Karyawan selalu ada saat konsumen membutuhkan
Responsiveness (daya tanggap)
Karyawan toko membantu saat konsumen kesusahan
Karyawan toko selalu siap melayani jika konsumen membutuhkan bantuan
Assurance (Jaminan)
Karyawan toko mengetahui tentang produk yang dijual di toko
Karyawan toko dapat dipercaya
Emphaty (Empati)
Karyawan toko selalu memahami apa yang diinginkan konsumen
Karyawan toko selalu melayani dengan kasih saying
Y= Kepuasan Pelanggan
Tingkat kepuasan pelanggan
Pelayanan yang dilakukan karyawan toko memuaskan
Pelanggan merasa nyaman berbelanja di Alfamart
BAB IV
JADWAL DAN PERSONALIA PROYEK
Jadwal Proyek
No
Kegiatan
Minggu
Anggota
2
3
4
5
6
7
8
9
1
Penyusunan & Konsultasi Proposal
Semua Anggota
2
Pengumpulan Proposal
3
Observasi & wawancara
4
Penyusunan & Konsultasi Laporan
5
Konsultasi Skenario
6
Pengumpulan Laporan
7
Simulasi Customer Service
Personalia Proyek
Judul kegiatan : Pelaksanaan Costumer Service di PT Sumber Alfaria Trijaya.Tbk Malang, JL. Raya Singosari, Losari, Kab. Malang.
Nama Anggota : Amalia Sholichah (1542620029)
Dianayub Sondar.S.Gandhi (1542620174)
Fadilla Hafizh Ichsan A. (1542620009)
Ratna Puspita Dewi (1542620198)
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN
Judul : Laporan Hasil Observasi PT.Alfamart
Ketua : Fadilla Hafizh Ichsan Agusta (1542620009)
Anggota : Amalia Sholichah (1542620029 )
Dianayub Sondar S Gandhi (1542620174)
Ratna Puspita Sari (1542620198)
Lokasi Pelaksanaan : Singosari Kab. Malang
Waktu Pelaksanaan :
Mengetahui dan Menyetujui
Dosen Pembimbing Ketua Kelompok
Helmi Adisaksana Fadilla Hafizh I.A
Daftar Pustaka
Anonim, 2005. Building on Success: Consumer Satisfaction with publlic service, Scottish cumsmer Council, Making all Consumer Matter, Scotland.
Bartikowski, B. and Llosa, s. 2002. Categorizing In Relation to Overall Customer Satisfaction In Services, Modelizations Of The Theory Of Variant An Invariants Weight, Institute d'Administration des Entreprises, Clos Guiot F-1350 Puyicard, France.
Fitizsimmons dan Fitizsimmons (2006). Service Management Operations, Strategy, Information Technology, Fifth Edition, McGrawHill, International Edition,
Giese, J.Loan and Cote, Joseph,A,. 2000. Defining consumer satisfaction, Academy of Marketing Science Review.
Horn, W. 2000. An Overview of Customer Satisfaction Models, Interim Director Of Research Policy, Planning & External Affair Devision, California Community Colleges.
Ho Foo Nin et. al. 1997. Consumer Satisfction with OTC Drugs. An Analysus Using the Confirmation/Disconfirmation Model, Healt Marketing Quarterly, Vo. 15 (1), Haworth Press, Inc.
Kotler, P and Keller K. L. 2006. Marketing Management, Twelfth Edition, Perason Education International, Singapore.
Lucas, R. W. 2005. Customer Service: Building succesfull Skills for The Twenty-First Century, McGraw-Hill Irein, Signgapore.
McCollough M.A, Berry, Leonard L, dan Yadav, 2000. An Emperical Investigation of Customer Satisfaction Afer Service Failure and Recovery, Journal of Service Research, Vol. 3 No 2, November 2000, hal. 121 -137..