PENYELIDIKAN GEOLOGI LINGKUNGAN UNTUK ARAHAN TATA RUANG LAHAN PASCA TAMBANG DAERAH KABUPATEN MAROS, PROVINSI SULAWESI SELATAN Oleh : Ediwan.A.Syarief dan Ron i Alfian SARI
Kabupate Kabupaten n Maros Maros terletak terletak pada pada bagian bagian pesisir pesisir barat barat Provin Provinsi si Sulawe Sulawesi si Selatan, Selatan, tepatnya tepatnya pada pada posisi posisi 40 40’ 50 11’” Lintang Selatan dan 1190 30’ - 1200 02’ Bujur Bujur Timur, Timur, terletak pada ketinggian antara 0 - 1600 m di atas permukaan laut. Di sebelah utara, Kabupaten Maros berbatasan dengan Kabupaten Pangkajene Kepulaua Kepulauan, n, di sebelah sebelah Timur Timur berbatas berbatasan an dengan dengan Kabupate Kabupaten n Bone, Bone, sebelah sebelah selatan selatan berbatas berbatasan an dengan dengan Makasar Makasar dan Kabupate Kabupaten n Gow Gowa, serta serta di sebela sebelah h Barat Barat berba berbatasa tasan n langsu langsung ng denga dengan n perair perairan an Selat Selat Makass Makassar. ar. Penambangan di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan dilakukan baik secara resmi (berizin) oleh perusahaan swasta maupun secara tidak resmi (tidak berizin) oleh rakyat yang dikenal dengan istilah tambang inkonvensional (TI). Penyelidikan ini dimaksudkan untuk mendapatkan berbagai data dan informasi kondisi geologi lingkungan pada daerah kegiatan penambangan dan lahan pasca penambangan yang tidak direklamasi dan terlantarkan. Adapun tujuannya adalah memberikan arahan tata cara reklamasi dan pengelolaan lingkungan yang baik dan benar sehingga lahan bekas tambang dapat dimanfaatkan kembali untuk berbagai keperluan. Disamping itu untuk memberikan masukan kepada pemerintah daerah mengenai arahan penataan ruang/penggunaan lahan pasca penambangan ditinjau dari aspek geologi lingkungan. 1.PENDAHULUAN
1.2. Maksud dan Tujuan
1.1. Latar Belakang
Penyelidikan ini dimaksudkan untuk mendapatkan berbagai data dan informasi kondisi geologi lingkungan pada daerah kegiatan penambangan dan lahan pasca tambang yang tidak direklamasi dan terlantarkan.
Di Indonesia banyak lahan bekas tambang, baik tambang berizin ataupun tanpa izin, yang tidak direklamasi kembali atau usaha reklamasi telah dilakukan namun belum optimal. Hal ini menyebabkan lahan bekas tambang tersebut kurang dapat dimanfaatkan kembali secara optimal. Karena para penambang dianggap sulit untuk dapat melaksanakan reklamasi, suka atau tidak suka, kewajiban untuk mereklamasi lahan bekas tambang ini menjadi kewajiban pemerintah daerah setempat yang tentunya akan menyulitkan pemerintah daerah karena reklamasi membutuhkan pengetahuan teknis dan biaya yang tidak sedikit. Idealnya penataan ruang lahan bekas tambang memerlukan pendekatan multi disiplin secara terpadu. Salah satu aspek yang diperlukan adalah aspek geologi lingkungan. Dari berbagai data dan informasi yang diperoleh, di wilayah Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan terdapat banyak kegiatan penambangan yang pada umumnya tidak atau belum melakukan reklamasi lahan pasca tambang dan telah banyak pula yang telah menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Kolokium Hasil Kegiatan Tahun 2006 Pusat Lingkungan Geologi Bandung, 29 November 2007
Adapun tujuannya adalah memberikan arahan tata cara reklamasi dan pengelolaan lingkungan yang baik dan benar sehingga lahan bekas tambang dapat dimanfaatkan kembali untuk berbagai keperluan. Disamping itu untuk memberikan masukan kepada pemerintah daerah mengenai arahan penataan ruang/penggunaan lahan pasca tambang tersebut ditinjau dari aspek geologi lingkungan. 1.3. Lokasi
Wilayah Kabupaten Maros terletak pada bagian pesisir barat Provinsi Sulawesi Selatan, 0 0 tepatnya pada posisi 4 42’ 51” LS - 5 13’ 5” 0 0 LS dan 119 27’ 35” BT BT - 119 58’ 14” BT, terletak pada ketinggian yang berkisar antara 0 - 1600 m di atas permukaan laut. Di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Pangkajene Kepulauan, di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bone, sebelah selatan berbatasan dengan Makasar dan
Kabupaten Gowa, serta di sebelah Barat berbatasan langsung dengan perairan Selat Makassar.
•
2. METODA PENYELIDIKAN Metoda Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penyelidikan ini adalah berupa data sekunder dan data primer. Data sekunder berupa peta topografi, peta geologi, literatur dan peta-peta lainnya (peta hidrogeologi, peta geologi teknik, potensi bahan galian, tata guna lahan, dan lain-lain). Data primer yang diambil dari lapangan adalah pengamatan morfologi dan kemiringan lereng, pengamatan geologi, pengamatan lahan bekas tambang dan pengambilan contoh tanah tidak terganggu untuk dianalisis dilaboratorium.
Satuan geomorfologi perbukitan karst terletak di bagian tengah dan utara, menyebar ke arah utara – selatan, luas penyebaran mencapai 15% dari luas daerah penyelidikan dicirikan oleh bentuk topografi relief tinggi, kemiringan lereng rata-rata lebih dari 15 %, dan sebagian berupa dataran.
Litologi
Berdasarkan peta geologi lembar Ujung Pandang, Benteng, Sinjai, Pangkajene dan Watampone Bagian Barat, Sulawesi, skala 1 : 250.000, Oleh Rab Sukamto dan S. Supriatna. (1982) daerah penyelidikan disusun oleh beberapa formasi dan satuan batuan yaitu: •
Pengujian yang dilakukan di laboratorium mekanika tanah dan batuan terhadap contoh tanah tak terganggu. Sebagian pengujian mengacu kepada metoda American Society for Testing and Materials Standards (ASTM, 1993)
• •
Metoda Analisis Data
Untuk menganalisis kemantapan lereng dan mendapatkan angka stabilitas setiap litologi di sekitar daerah bekas penambangan dilakukan analisis kestabilan lereng mempergunakan metoda “Bishop” jenis gerakan tanah rotasi dengan bantuan program Stabil 23.
•
Cara analisis yang dibuat oleh Bishop (1955) menggunakan cara potongan (element) yang mengasumsikan bahwa gaya-gaya bekerja pada tiap potongan.
•
3. Kondisi Daerah Morfologi
Kabupaten Maros dapat dikelompokan menjadi 3 (tiga) satuan geomorfologi yaitu : Satuan Geomorfologi Perbukitan, Satuan Geomorfologi Perbukitan Karst, dan Satuan geomorfologi Pedataran : •
•
Satuan geomorfologi pedataran terletak di bagian barat menyebar ke arah utaraselatan, menempati sekitar 25%, dicirikan oleh bentuk topografi datar, kemiringan lereng 0 – 2%, relief rendah dan tekstur topografi halus. Satuan geomorfologi Perbukitan mencapai 60% dari luas daerah penyelidikan. Geomorfologi ini dicirikan dengan bentuk relief dan tekstur topografi halus-sedang, kemiringan lereng 15 % - 30 %,
Kolokium Hasil Kegiatan Tahun 2006 Pusat Lingkungan Geologi Bandung, 29 November 2007
•
•
•
4.
Formasi Balangbaru terdiri atas perselingan antara serpih dengan batu pasir, batulanauan dan batu lempung Batuan gunung api terpropilitkan yang terdiri dari breksi dan lava. Batuan Formasi Mallawa terdiri atas batu pasir kuarsa, batulanau, batu lempung dan konglomerat, dengan sisipan atau lensa batubara. Batuan sedimen laut Formasi Camba (Tmc), terdiri dari perselingan antara batuan sedimen dengan batuan gunung api, yaitu : batu pasir tufaan berselingan dengan tufa, batu pasir, batulanau dan batu lempung. Batuan gunung api Formasi Camba (Tmcv) terdiri dari breksi, lava dan konglomerat. Breksi dan konglomerat terdiri dari fragmen andesit dan basal, matriks dan semen dari tufa halus hingga tufa pasiran. Batuan gunung api BaturappeCindako, terdiri dari lava (Tpbl) dan breksi gun ung api (Tpbv), bersisipan tufa dan konglomerat. Satuan endapan terdiri atas endapan aluvium pantai dan endapan aluvium sungai. Batuan terobosan yang terdiri dari Batuan granodiorit, Batuan andesit, diorit Batuan beku trakit dan basal piroksin.
Analisis/Evaluasi Arahan Tata Lahan Bekas Penambangan
Pada
Penyelidikan geologi lingkungan untuk arahan tata ruang lahan meliputi kajian / evaluasi aspek - aspek geologi lingkungan seperti: aspek morfologi/topografi, aspek tanah/batuan, aspek
keairan, dan aspek kebencanaan (kendala) geologi. Hasil penyelidikan ini menunjukkan karakteristik geologi lingkungan lahan yang beragam. Dalam kaitannya dengan perencanaan peruntukan lahan, karakteristik geologi lingkungan ini ada yang bersifat sebagai faktor pendukung dan ada juga yang bersifat sebagai faktor kendala/pembatas. Aspek yang bersifat sebagai faktor pendukung adalah berupa kestabilan/kemantapan lahan dan sumber daya, sedang faktor pembatas adalah berupa aspek kebencanaan/kendala geologi. Di wilayah Kabupaten Maros beberapa lahan bekas tambang, seperti di Desa Sabila, Kecamatan Mallawa belum dilakukan reklamasi secara memadai. Lahan yang mendapat material urugan, pola drainasenya tidak tertata sesuai drainase sekitarnya, materialnya tidak dipadatkan, rawan erosi dan gerakan tanah. Berdasarkan pertimbangan seperti tersebut diatas, berikut akan diuraikan arahan tata ruang pasca penambangan dari ketiga lokasi terpilih sebagai berikut: 4.1 Arahan Tata Ruang Pasca Tambang Pasir Kuarsa di Desa Sabila
Merupakan lahan bekas tambang pasir kuarsa PT. Bina Patra Manunggal seluas ± 8 Ha dari 10 Ha luas lahan penambangan yang dimiliki oleh. Morfologi pebukitan bergelombang lemah sampai Perbukitan, kemiringan lereng > 15 %, ketinggian medan 392 m dpl. Batuan dasarnya berupa batugamping pejal, bioklastik, kalkarenit, koral dan kalsirudit bersisik. Mata air yang mengalir dilokasi penambangan merupakan sumber daya air yang cukup potensial di lokasi ini. Kebencanaan/kendala geologi yang dijumpai hanya erosi permukaan dan longsoran kecil pada tanah timbun yang belum terkonsolidasi. Upaya reklamasi yang harus dilakukan di Desa Sabila sebelum dilakukan arahan tata ruang lahan adalah : Penataan geometris lereng, • diantaranya membentuk terasering dengan tinggi jenjang teras < 5 m, sudut kemiringan jenjang maksimal 30°, dan lebar bidang olah/datar 5 – 10 m, serta di kaki teras bagian bawah dibuatkan saluran drainase pembuang air hujan di setiap kaki jenjang yang Kolokium Hasil Kegiatan Tahun 2006 Pusat Lingkungan Geologi Bandung, 29 November 2007
•
•
•
alirannya diarahkan ke kolam pengendap lumpur. Penebaran tanah pucuk di seluruh permukaan hasil reklamasi tebalnya 30 – 40 Cm sebagai media tumbuh untuk tanaman. Segera melakukan penanaman pohon yang telah ditetapkan sesuai rencana, sedangkan permukaan tanahnya ditanami dengan jenis rumput pelindung agar terbebas dari kikisan erosi air, sedangkan tanaman keras dapat ditanam pada bidang datar/olah seperti albasia, mahoni, sungkai, dll dengan jarak tanam 4 x 4 m. Untuk memperkuat bibir teras dan pinggir saluran air agar ditanami rumput Vetier atau pun rumput gajah.
Setelah upaya reklamasi dilakukan, maka dapat dilakukan arahan tata ruang lahan pasca penambangan berdasarkan pertimbangan karakteristik geologi lingkungan bekas tambang pasir kuarsa di Desa Sabila cukup baik bila dimanfaatkan sebagai lahan hutan produksi, perkebunan, pertambangan, sebagai berikut : Lahan perkebunan, sebaiknya dikembangkan pada lahan bergelombang lemah. Sumber airnya, disamping dari curah hujan juga dapat memanfaatkan beberapa genangan air lubang bekas penambangan di sekitarnya. 4.2 Arahan Tata Ruang Pasca Tambang Batubara di Desa Tellumpanue
Lahan bekas tambang CV. Taman Indah ini terdapat di bagian utara daerah penyelidikan, luasnya ± 0,5 Ha yang telah ditambang dari 9 Ha luas lahan penambangan batubara. Morfologi pebukitan bergelombang lemah sampai Perbukitan dengan kemiringan lereng secara umum lebih dari 20 % dan ketinggian medan 442 sampai 448 m dpl. Batuan dasarnya berupa berupa batupasir kuarsa umumnya bersifat rapuh dan kurang kompak, struktur berlapis tipis (laminasi). Pada batulempung dan batulanau mengandun g fosil moluska, sisipan batugamping dan lapisan batubara dengan ketebalan antar a 10 centimeter sampai 1,5 meter. Potensi airtanah pada wilayah ini termasuk katagori akifer produktivitas sedang – kecil. Kebencanaan/kendala geologi yang dijumpai hanya erosi permukaan dan longsoran kecil pada tanah timbun yang belum terkonsolidasi.
Upaya reklamasi yang harus dilakukan di Desa Tellumpanue sebelum dilakukan arahan tata ruang adalah : • Melakukan pemadatan material tanah di waste dump dari lapis ke lapis. • Penataan geometris lereng, diantaranya membentuk terasering dengan tinggi jenjang teras 5 m, sudut kemiringan jenjang maksimal 30°, dan lebar bidang olah/datar 5 – 15 m, serta di kaki teras bagian bawah dibuatkan saluran drainase pembuang air hujan di setiap kaki jenjang yang alirannya diarahkan ke kolam pengendap lumpur. tanah pucuk di seluruh • Penebaran permukaan hasil reklamasi tebalnya 40 Cm sebagai media tumbuh untuk tanaman. • Segera melakukan penanaman pohon yang telah ditetapkan sesuai rencana, sedangkan permukaan tanahnya ditanami dengan jenis rumput pelindung agar terbebas dari kikisan erosi air, sedangkan tanaman keras dapat ditanam pada bidang datar/olah seperti albasia, mahoni, jati, kemiri dll dengan jarak tanam 4 x 4 m. • Untuk memperkuat bibir teras dan pinggir saluran air agar ditanami rumput Vetier atau pun rumput gajah. • Guna menjamin pertumbuhan tanaman dengan baik, lapisan tanah perlu diberi kapur dan pupuk fospat alam dengan ukuran 1 Ton/Ha dan pupuk NPK sebanyak 200 Kg/Ha. Dengan mempertimbangkan karakteristik geologi lingkungan, lahan bekas tambang batubara di daerah ini cukup baik bila dimanfaatkan sebagai lahan, lahan perkebunan, pertanian, dan hutan produksi. 4.3 Arahan Tata Ruang Pasca Tambang Tanah Urug di Desa Damai.
Lahan bekas galian tanah urug terdapat di bagian barat desa Damai luasnya ± 2 Ha. Morfologi dataran hingga bergelombang lemah dengan kemiringan lereng kurang dari 5 %, ketinggian antara 19 m - 22 m dpl. Batuan penyusun adalah batu lempung, batu lanau dan batu pasir yang bersifat padat dan relatif kedap air. Potensi air tanah termasuk akuifer produktif sedang-kecil. Kebencanaan/kendala geologi yang dijumpai adalah erosi permukaan dan longsoran kecil pada tanah timbun yang belum terkonsolidasi.
Kolokium Hasil Kegiatan Tahun 2006 Pusat Lingkungan Geologi Bandung, 29 November 2007
Upaya reklamasi yang harus dilakukan di Desa Damai sebelum dilakukan arahan tata ruang adalah : • Penataan geometris kolam, diantaranya membentuk terasering dengan tinggi jenjang teras 3 m, sudut kemiringan jenjang maksimal 30°. Penebaran tanah pucuk di seluruh permukaan • hasil reklamasi tebalnya 40 Cm sebagai media tumbuh untuk tanaman. • Segera melakukan penanaman pohon yang telah ditetapkan sesuai rencana, sedangkan permukaan tanahnya ditanami dengan jenis rumput pelindung agar terbebas dari kikisan erosi air, sedangkan tanaman keras dapat ditanam pada bidang datar seperti albasia, mahoni, sungkai, bambu dll dengan jarak tanam 4 x 4 m. • Untuk memperkuat bibir teras dan pinggir saluran air agar ditanami rumput Vetier atau pun rumput gajah. Guna menjamin pertumbuhan tanaman • dengan baik, lapisan tanah perlu diberi kapur dan pupuk fospat alam dengan ukuran 1 Ton/Ha dan pupuk NPK sebanyak 200 Kg/Ha. Setelah upaya reklamasi dilakukan, maka dapat dilakukan arahan tata ruang lahan pasca penambangan berdasarkan pertimbangan karakteristik geologi lingkungan di Desa Damai, dapat dimanfaatkan sebagai lahan permukiman, kolam budidaya ikan air tawar, dan pertanian. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari uraian di muka dapat disimpulkan sebagai berikut: Di Kabupaten Maros terdapat 3 jenis kegiatan penambangan, yaitu penambangan pasir kuarsa, panambangan batu bara dan penambangan tanah urug. • Lahan bekas penambangan ini umumnya berupa lahan timbunan dan genangan-genangan (lubang berair). • Morfologi lahan bekas penambangan umumnya berupa dataran hingga bergelombang lemah, batuan dasar penyusun terdiri dari batu lempung dan, tanah penutupnya berupa pasir lempungan mengandung kuarsa. • Genangan (lubang berair) merupakan sumber daya air cukup potensial pada lahan-lahan bekas penambangan.
u r U h a n a T n a n a b m a n e P a c s a P n a h a L n a a n u n e P n a h a r A a t e P . 1 r a b m a G
Kolokium Hasil Kegiatan Tahun 2006 Pusat Lingkungan Geologi Bandung, 29 November 2007
You're Reading a Preview Unlock full access with a free trial.
Download With Free Trial
•
• •
Kebencanaan/kendala geologi berupa erosi permukaan pada tanah timbunan dan longsoran kecil pada dinding lubang penambangan yang agak terjal. Berdasarkan pertimbangan karakteristik geologi lingkungan, lahan bekas penambangan silika di Desa Sabila cukup baik bila dimanfaatkan sebagai lahan hutan produksi, perkebunan, pertambangan, lahan bekas tambang batu bara di Desa Tellumpanue dapat dimanfaatkan sebagai kawasan lahan perkebunan, pertanian , dan hutan produksi, sedangkan lahan bekas penambangan tanah urug di Desa Damai, dapat dimanfaatkan sebagai lahan permukiman, kolam budidaya ikan air tawar, dan pertanian.
Saran
1.
Kegiatan penambangan sebaiknya dilakukan pada tempat-tempat telah ditentukan sebagai kawasan pertambangan. Pertambangan oleh rakyat sangat perlu ditertibkan dengan membentuk wilayah pertambangan rakyat (WPR) supaya pengendalian dan pengontrolan mudah dilakukan.
2.
Model arahan tata ruang lahan pasca penambangan ini diharapkan dapat dipergunakan oleh pemerintah daerah maupun para pengusaha pertambangan sebagai salah satu acuan dalam pengelolaan lahan pasca penambangan di lokasi-lokasi yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
1. -------------, 2003, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Maros, Kabupaten Maros Dalam Angka Tahun 2003. Pemda Kabupaten Maros. 2. -------------, 2001, Penyelidikan Pengelolaan Geologi Lingkungan pada Tahap Pasca Penambangan Batubara dalam Rangka Pemanfaatan Lahan Bekas Tambang di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. DTLGKP Bandung. 3. Dhadar, R.J., ---------- Eksplorasi Endapan Bahan Galian, G.S.B., Bandung. 4. Khalil, 1995, Laporan Eksplorasi Pendahuluan Bahan Galian Pasir Kuarsa Daerah Uludaya Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.Ujungpandang. Kolokium Hasil Kegiatan Tahun 2006 Pusat Lingkungan Geologi Bandung, 29 November 2007
5. RAB Sukamto dan S. Supriatna, 1982. Peta Geologi Bersistem Lembar Pangkajene dan Camba, Ujung Pandang, Malino, Sulawesi Selatan, Skala 1 : 250.000, PPPG Bandung. 6. Supriatna, 1997. Bahan Galian Industri. PPTM, Bandung. 7. Wijaya, S, dkk, 1994, Penyelidikan Geologi Terpadu Kabupaten Daerah Tingkat II Maros, propinsi Sulawesi Selatan, Ujung Pandang.
Kolokium Hasil Kegiatan Tahun 2006 Pusat Lingkung an Geologi Bandung, 29 N ovember 2007
8