GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA REGION PULAU SUMATRA MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Geografi Regional Indonesia yang dibina oleh Dwi Fauzia Putra, M.Pd
Oleh Kelompok 10 Eduardus Dominggo
140405010090
Muhammad Oriza Fadlilah Putra
140401050198
Oktaviana Flaviana Kasi
140401050113
Samsul Huda
140401050064
Virmus Peco
140401050089
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI Januari 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Geografi Regional Indonesia yang berjudul Geografi Regional Indonesia Region Pulau Sumatra makalah ini bertujuan untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan serta dapat berpikir kritis tentang region Pulau Sumatra terutama mengenai kearifan lokal penduduk dalam menanggulangi permasalahan utama Pulau Sumatra. Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada dosen pembimbing matakuliah Geografi regional Indonesia Bapak Dwi Fauzia Putra, M.Pd yang telah membimbing kami sehingga dapat menyusun makalah ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberi balasan atas segala bantuan yang diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Harapan saya, semoga karya yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. .
Malang, Desember 2015
Penulis
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR ..................................................................................
i
DAFTAR ISI.................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................
1
B. Rumusan Masalah .......................................................................
2
C. Tujuan .........................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN A. Lokasi Pulau Sumatera ...............................................................
4
B. Sejarah Pulau Sumatera ..............................................................
6
C. Keadaan Fisik atau Fisiografi Pulau Sumatera ...........................
8
D. Keadaan Ekonomi Pulau Sumatera .............................................
11
E. Potensi Sumber Daya Alam Pulau Sumatera ..............................
12
F. Permasalahan Utama Pulau Sumatera ........................................
14
G. Kearifan Lokal Penduduk Pulau Sumatra ...................................
16
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................
19
B. Saran ...........................................................................................
22
DAFTAR RUJUKAN ................................................................................
23
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pulau Sumatera terletak di bagian barat gugusan kepulauan Indonesia. Di sebelah utara berbatasan dengan Teluk Benggala, di timur dengan Selat Malaka, di sebelah selatan dengan Selat Sunda, dan di sebelah barat dengan Samudera Hindia. Luas pulau ini sekitar 443.065,8 km2. Secara astronomis Sumatera berada pada posisi 6°LU-6°LS dan antara 95°BB-109°BT Sumatra atau sering juga ditulis Sumatera adalah pulau keenam terbesar di dunia yang terletak di Indonesia, dengan luas 443.065,8 km2. Penduduk pulau ini sekitar 52.210.926 juta jiwa. Pulau ini dikenal pula dengan nama lain yaitu Pulau Percha, Andalas, atau Suwarnadwipa (bahasa Sanskerta, berarti pulau emas). Kemudian pada Prasasti Padang Roco tahun 1286 dipahatkan swarnnabhūmi (bahasa Sanskerta, berarti tanah emas) dan bhūmi mālayu (Tanah Melayu) untuk menyebutkan Pulau Sumatra ini. Selanjutnya dalam naskah Negarakertagama dari abad ke-14 juga kembali menyebut Bumi Malayu (Tanah Melayu) untuk Pulau Sumatra ini. Gambaran secara umum keadaan fisiografi pulau sederhana. Fisiografinya dibentuk oleh rangkaian Pegunungan Barisan di sepanjang sisi baratnya, yang memisahkan pantai barat dan pantai timur. Lerengnya mengarah ke Samudera Indonesia pada umumnya curam. Pulau Sumatera merupakan pulau yang kaya dengan hasil bumi. Dari lima provinsi kaya di Indonesia, tiga provinsi terdapat di pulau Sumatera, yaitu provinsi Aceh, Riau dan Sumatera Selatan. Hasil-hasil utama pulau Sumatera ialah kelapa sawit, tembakau, minyak bumi, timah, bauksit, batu bara dan gas alam. Potensi Pulau Sumatera Kekayaan alam di setiap provinsi pulau ini juga sangat melimpah, di Aceh misalnya Usaha pertambangan umum telah dimulai sejak 1900. Daerah operasi minyak dan gas di bagian utara dan timur meliputi daratan seluas 8.225,19 km² dan dilepas pantai Selat Malaka 38.122,68 km². Sumatera Utara juga memiliki kekayaan tambang. Survey 2006 mencatat bahwa terdapat 27 jenis barang tambang nonlogam (golongan C), 15 jenis barang tambang logam dan enam jenis minyak, gas (migas) dan energi.
1
2
Pulau Sumatra memiliki beberapa masalah yang salah satu masalah utamanya adalah kebakaran hutan dan lahan. Di awal Maret 2014, kebakaran hutan dan lahan gambut di provinsi Riau, Sumatera, Indonesia, melonjak hingga titik yang tidak pernah ditemukan sejak krisis kabut asap Asia Tenggara pada Juni 2013. Terdapat 50.000 orang mengalami masalah pernapasan akibat kabut asap tersebut, menurut Badan Penanggulangan Bencana Indonesia. Pualu Sumatra memiliki kearifan local yang dapat digunakan sebagai salah satu cara alternatif dalam menangani suatu masalah. Budaya pengelolaan lahan dengan pembakaran terkendali sudah ada di Sumatera Selatan (Sumsel), jauh sebelum munculnya peraturan pemerintah tentang pelarangan penggunaan api untuk pembukaan lahan di Sumatera Selatan, menyebutkan dalam kitab Oendang-oendang Simboer Tjahaja yang telah ada abad ke-17, sudah di kenal sistem kekas. Sistem ini merupakan pembukaan lahan baru menggunakan api yang terkendali. Tujuannya, untuk menanam maupun meremajakan tanaman perkebunan dengan tanaman yang baru. B. Rumusan Masalah Dari ulasan latar belakang diatas terdapat beberapa rumusan masalah yang di dapatkan di antaranya adalah: a. Bagaimana lokasi Pulau Sumatera? b. Bagaimana sejarah Pulau Sumatera? c. Bagaimana kondisi fisik atau fisiografi Pulau Sumatera? d. Bagaimana keadaan perekonomian di Pulau Sumatera? e. Bagaimana potensi sumber daya alam maupun sumberdaya manusia di Pulau Sumatra? f. Apa permasalahan utama di Pulau Sumatera? g. Bagaimana kearifan lokal penduduk Pulau Sumatera dalam menanggulangi permasalahan? C. Tujuan Dari tujuh rumusan masalah yang dipaparkan diatas terdapat beberapa tujuan yang ingin dapatkan di antaranya adalah: a. Untuk mengetahui dan memahami lokasi Pulau Sumatera. b. Untuk mengetahui dan memahami sejarah Pulau Sumatera. c. Untuk mengetahui dan memahami kondisi fisik atau fisiografi Pulau Sumatera. d. Untuk mengetahui dan memahami keadaan perekonomian di Pulau Sumatera. e. Untuk mengetahui dan memahami potensi sumber daya alam maupun sumberdaya manusia di Pulau Sumatera.
3
f. Untuk mengetahui dan memahami permasalahan utama di Pulau Sumatera. g. Untuk mengetahui dan memahami kearifan lokal penduduk Pulau Sumatera dalam menanggulangi permasalahan.
BAB II PEMBAHASAN
A. Letak Pulau Sumatera Negara Indonesia terdiri atas ratusan gugusan pulau, dari Pulau Sabang hingga Pulau Merauke. Terdapat lima pulau besar di negara Indonesia, salah satunya adalah Pulau Sumatera yang berada bagian paling barat Indonesia. 1. Letak Astronomis Pulau Sumatera Luas pulau ini sekitar 443.065,8 km2. Secara astronomis Sumatera berada pada posisi 6°LU-6°LS dan antara 95°BB-109°BT. Kondisi fisiografi di Pulau Sumatera sangat unik yaitu berupa pulau-pulau di sebelah barat Sumatera yang membentang dari Simeuleu hingga Enggano, rangkaian bukit barisan, zone Semangko, dataran alluvial pantai timur, rangkaian pulau ini terbentuk suatu palung yang dalam dan suatu palung kecil yang terbentuk di sebelah timur laut jajaran pegunungan Bukit Barisan, serta terdapat bukit, terdapat lembah dan lereng, dan dataran rendah rendah di sebelah timur. 2. Letak Geografis Pulau Sumatera Pulau Sumatera terletak di bagian barat gugusan kepulauan Indonesia. Di sebelah utara berbatasan dengan Teluk Benggala, di timur dengan Selat Malaka, di sebelah selatan dengan Selat Sunda, dan di sebelah barat dengan Samudera Hindia. Pulau Sumatera mempunyai bentuk memanjang, dari Kota Raja sampai Bagian utara sampai Tanjung Cina di bagian selatan sepanjang 1650 km dan sepanjang pantai banyak teluk-teluknya. Gambaran secara umum keeadaan fisiografi pulau itu agak sederhana. Fisiografinya dibentuk oleh rangkaian Pegunungan Barisan di sepanjang sisi baratnya, yang memisahkan pantai barat dan pantai timur. Lerengnya mengarah ke Samudera Indonesia dan pada umumnya curam. Hal ini mengakibatkan jalur pantai barat kebanyakan bergununggunung kecuali dua ambang dataran rendah di Sumatera Utara (Melaboh dan Singkel atau Singkil) yang lebarnya ±20 km. Sisi timur dari pantai Sumatera ini terdiri dari lapisan tersier yang sangat luas serta berbukit-bukit dan berupa tanah rendah aluvial. Jalur rendah terdapat di bagian timur. Pada bagian ini banyak mengandung biji intan tersebar di Aceh yang lebarnya 30 km. Semakin ke arah selatan semakin melebar dan bertambah hingga 150-200 km yang terdapat di Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan.
4
5
Gambar b.1 Pulau Sumatera.
Dilihat dari letak astronomis dan geografisnya Pulau Sumatera berada pada lokasi yang sangat strategis. Sehingga banyak pedagang asing yang melintasi untuk berdagang dan bahkan menetap pada jaman dahulu.
Gambar b.2 Lokasi Pulau Sumatera.
6
B. Sejarah Pulau Sumatera Asal nama Sumatera berawal dari keberadaaan Kerajaan Samudera (terletak di pesisir timur Aceh). Diawali dengan kunjungan Ibnu Batutah, petualang asal Maroko ke negeri tersebut pada tahun 1345, dia melafalkan kata Samudera menjadi Samatrah, dan kemudian menjadi Sumatera, selanjutnya nama ini tercantum dalam peta-peta abad ke-16 buatan Portugis, untuk dirujuk pada pulau ini, sehingga kemudian dikenal meluas sampai sekarang. Nama asli Sumatera, sebagaimana tercatat dalam sumber-sumber sejarah dan ceritacerita rakyat, adalah Pulau Emas. Istilah Pulau Ameh (bahasa Minangkabau, berarti pulau emas) kita jumpai dalam cerita Cindua Mato dari Minangkabau. Dalam cerita rakyat Lampung tercantum nama tanoh mas untuk menyebut pulau Sumatera. Seorang musafir dari Tiongkok yang bernama I-tsing (634-713 SM) yang bertahun-tahun menetap di Sriwijaya (Palembang sekarang) pada abad ke-7, menyebut Sumatera dengan nama chin-chou yang berarti negeri emas. Dalam berbagai prasasti, Sumatera disebut dalam bahasa Sanskerta dengan istilah: Suwarnadwipa (pulau emas) atau Suwarnabhumi (tanah emas). Nama-nama ini sudah dipakai dalam naskah-naskah India sebelum Masehi. Naskah Buddha yang termasuk paling tua, Kitab Jataka, menceritakan pelaut-pelaut India menyeberangi Teluk Benggala ke Suwarnabhumi. Dalam cerita Ramayana dikisahkan pencarian Dewi Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa. Para musafir Arab menyebut Sumatera dengan nama Serendib (tepatnya: Suwarandib), transliterasi dari nama Suwarnadwipa. Abu Raihan Al-Biruni, ahli geografi Persia yang mengunjungi Sriwijaya tahun 1030, mengatakan bahwa negeri Sriwijaya terletak di pulau Suwarandib. Namun ada juga orang yang mengidentifikasi Serendib dengan Srilangka, yang tidak pernah disebut Suwarnadwipa. Di kalangan bangsa Yunani purba, Sumatera sudah dikenal dengan nama Taprobana. Nama Taprobana Insula telah dipakai oleh Klaudios Ptolemaios, ahli geografi Yunani abad kedua Masehi, tepatnya tahun 165, ketika dia menguraikan daerah Asia Tenggara dalam karyanya Geographike Hyphegesis. Ptolemaios menulis bahwa di pulau Taprobana terdapat negeri Barousai. Mungkin sekali negeri yang dimaksudkan adalah Barus di pantai barat Sumatera, yang terkenal sejak zaman purba sebagai penghasil kapur barus. Naskah Yunani tahun 70, Periplous tes Erythras Thalasses, mengungkapkan bahwa Taprobana juga dijuluki chryse nesos, yang artinya pulau emas. Sejak zaman purba para pedagang dari daerah sekitar Laut Tengah sudah mendatangi Nusantara, terutama Sumatera. Di samping mencari emas, mereka mencari kemenyan (Styrax Sumaterana) dan kapur barus
7
(Dryobalanops aromatica) yang saat itu hanya ada di Sumatera. Sebaliknya, para pedagang Nusantara pun sudah menjajakan komoditi mereka sampai ke Asia Barat dan Afrika Timur, sebagaimana tercantum pada naskah Historia Naturalis karya Plini abad pertama Masehi. Dalam kitab umat Yahudi, Melakim (Raja-raja), fasal 9, diterangkan bahwa Nabi Sulaiman a.s. raja Israil menerima 420 talenta emas dari Hiram, raja Tirus yang menjadi bawahan beliau. Emas itu didapatkan dari negeri Ofir. Kitab Al-Qur’an, Surat Al-Anbiya’ 81, menerangkan bahwa kapal-kapal Nabi Sulaiman berlayar ke “tanah yang Kami berkati atasnya” (al-ardha l-lati barak-Na fiha). Banyak ahli sejarah yang berpendapat bahwa negeri Ophir itu terletak di Sumatera (Gunung Ophir di Pasaman Barat, Sumatera Barat yang sekarang bernama Gunung Talamau). Perlu dicatat, kota Tirus merupakan pusat pemasaran barang-barang dari Timur Jauh. Ptolemaios pun menulis Geographike Hyphegesis berdasarkan informasi dari seorang pedagang Tirus yang bernama Marinus. Dan banyak petualang Eropa pada abad ke-15 dan ke-16 mencari emas ke Sumatera dengan anggapan bahwa di sanalah letak negeri Ofir Nabi Sulaiman a.s. Kata yang pertama kali menyebutkan nama Sumatera berasal dari gelar seorang raja Sriwijaya Haji (raja) Sumaterabhumi (Raja tanah Sumatera), berdasarkan berita China ia mengirimkan utusan ke China pada tahun 1017. Pendapat lain menyebutkan nama Sumatera berasal dari nama Samudera, kerajaan di Aceh pada abad ke-13 dan abad ke-14. Para musafir Eropa sejak abad ke-15 menggunakan nama kerajaan itu untuk menyebut seluruh pulau. Sama halnya dengan pulau Kalimantan yang disebut Borneo, dari nama Brunai, daerah bagian utara pulau itu yang mula-mula didatangi orang Eropa. Demikian pula pulau Lombok tadinya bernama Selaparang, sedangkan Lombok adalah nama daerah di pantai timur pulau Selaparang yang mula-mula disinggahi pelaut Portugis. Terdapat peralihan Samudera (nama kerajaan) menjadi Sumatera (nama pulau). Odorico da Pordenone dalam kisah pelayarannya tahun 1318 menyebutkan bahwa dia berlayar ke timur dari Koromandel, India, selama 20 hari, lalu sampai di kerajaan Sumoltra. Ibnu Bathutah bercerita dalam kitab Rihlah ila I-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) bahwa pada tahun 1345 dia singgah di kerajaan Samatrah. Pada abad berikutnya, nama negeri atau kerajaan di Aceh itu diambil alih oleh musafir-musafir lain untuk menyebutkan seluruh pulau.
8
Pada tahun 1490 Ibnu Majid membuat peta daerah sekitar Samudera Hindia dan di sana tertulis pulau "Samatrah". Peta Ibnu Majid ini disalin oleh Roteiro tahun 1498 dan muncullah nama Camatarra. Peta buatan Amerigo Vespucci tahun 1501 mencantumkan nama "Samatara", sedangkan peta Masser tahun 1506 memunculkan nama Samatra. Ruy d’Araujo tahun 1510 menyebut pulau itu Camatra, dan Alfonso Albuquerque tahun 1512 menuliskannya Camatora. Antonio Pigafetta tahun 1521 memakai nama yang agak benar: Somatra. Tetapi sangat banyak catatan musafir lain yang kacau dalam menuliskannya: Samoterra, Samotra, Sumotra, bahkan Zamatra dan Zamatora. Catatan-catatan orang Belanda dan Inggris, sejak Jan Huygen van Linschoten dan Sir Francis Drake abad ke-16, selalu konsisten dalam penulisan Sumatera. Bentuk inilah yang menjadi baku, dan kemudian disesuaikan dengan lidah Indonesia: Sum. C. Keadaan Fisik atau Fisiografi Pulau Sumatera Kondisi Pulau Sumatera luasnya ± 443.065,8 km2 hampir sama dengan luas negara Inggris. Sumatera mempunyai bentuk memanjang, dari Kota Raja di bagian utara sampai Tanjung Cina di bagian selatan sepanjang 1650 km dan sepanjang pantai banyak telukteluknya. Pantai barat melengkung, sebarannya di Teluk Tapanuli, sedangakan di pantai timur sungai-sungainya besar dan melebar, sehingga membentuk estuarium yang dangkal pada muaranya. Pada ujung selatan pulau ini terdapat 2 teluk penting yang menjorok ke daratan ±50 km. Teluk- teluk tersebut meliputi Teluk Lampung (dengan Teluk Betung) dan pelabuhan timur Eas Harbour dan Teluk Semangko (dengan Kota Agung). Gambaran secara umum keadaan fisiografi pulau sederhana. Fisiografinya dibentuk oleh rangkaian Pegunungan Barisan di sepanjang sisi baratnya, yang memisahkan pantai barat dan pantai timur. Lerengnya mengarah ke Samudera Indonesia pada umumnya curam. Hal ini mengakibatkan jalur pantai barat kebanyakan bergunung-gunung kecuali dua ambang dataran rendah di Sumatera Utara (Melaboh dan Singkel/Singkil) yang lebarnya ±20 km. Sisi timur dari pantai Sumatera ini terdiri dari lapisan tersier yang sangat luas serta berbukit-bukit dan berupa tanah rendah aluvial.
9
Gambar b.3 Peta Topografi Pulau Sumatera.
Jalur rendah terdapat di bagian timur. Pada bagian ini banyak mengandung biji intan tersebar di Aceh yang lebarnya 30 km. Semakin ke arah selatan semakin melebar dan bertambah hingga 150-200 km yang terdapat di Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan. 1. Rangkaian Bukit Barisan. Elemen orografis yang utama adalah Bukit Barisan yang panjangnya 1650 km dan lebarnya ±100 km (puncak tertingginya ialah Gunung Kerinci dan Gunung Indrapura 3800 m). Bukit Barisan merupakan rangkaian sejumlah pegunungan yang sejajar atau colisses yang setelah cabang lainnya ke luar dari arah pokok barat laut tenggara, dikatakan bahwa arahnya lebih ke arah timur barat dan merosot (menurun) ke arah tanah rendah di bagian timur. Di antara Sungai Wampu dan Barumun merupakan Pegunungan Barisan yang bercorak empat persegi panjang (sumbu barat laut tenggara 275 km panjangnya dan 150 km lebarnya). Puncak ini disebut Batak Tumor. Pada bagian puncak yang mempunyai ketinggian 2000 m (sibutan 2457 m) terdapat kawah besar Toba yang panjangnya 31 km, serta luasnya 2269 km2, sedangkan Danau Toba panjangnya 87 km dan luasnya 1776,5 km2 (termasuk Pulau Samosir). Sistem Barisan di Sumatera Tengah terdiri dari beberapa pegunungan blok. Bagian yang paling sempit pada peralihan Batak Tumor (75 m) yang kemudian melebar menjadi 175 m pada irisan penampang bukit Padang. Perbukitan yang tertinggi terletak di bagian barat daya dengan ketinggian lebih dari 2000 m, kemudian berangsur-angsur semakin rendah ke arah dataran rendah Sumatera Timur yakni pada Lisun Kuantan Lalo 1000 m dan Suligi Lipat Kain yang ketinggiannya lebih dari 500 m.
10
Pembagian elemen-elemen tektonis dan morfologi Sumatera sebagai berikut: a. Dataran alluvial terbentang di pantai timur. b. Tanah endapan/ Foreland tersier (peneplain) dengan Pegunungan Tiga Puluh c. Depresi sub Barisan d. Barisan depan / fore barisan dengan masa lipatan berlebihan (over thrust masses) e. Scheifer Barisan dengan lipatan yang hebat dan batuan metamorf. f. Barisan tinggi/ High Barisan dengan vulkan- vulkan muda. g. Dataran alluvial terbentang di pantai barat. Berdasarkan kajian perkembangan geologi, Pulau Sumatera dibedakan menjadi: Basin Tersier di Sumatera Timur disebut zone I, rangkaian pegunungan berbongkah di sebelah utara Umbilin disebut zone II, Fore barisan merupakan zone III, The Schiefer Barisan tergolong zone IV kecuali zone Schiefer Barisan di sebelah utara Padang, dan High Barisan termasuk zone V. Zone II dan III termasuk unsur luar terletak di sisi timur dari Bukit Barisan. Lengkung geantiklin di Bukit Barisan terangkat pada zaman Pleistosen merupakan zone IV dan V. Terdapar tujuh elemen-elemen tektonis dan morfologis di Pulau Sumatera, yakni: a. Dataran pantai barat (pantai abrasi), merupakan daerah yang sempit, bahaya terkena erosi dan abrasi, pantainya berpasir dan tidak cocok untuk dijadikan sebagai permukiman. b. Landas Bengkulu. Merupakan kawasan lahan rusak di sebelah barat bukit barisan dan banyak tererosi, serta memiliki lereng yang terjal. c. Deretan pegunungan vulkan muda. Daerahnya sempit dan erosinya tinggi. d. Depresi sub barisan (lembah bongkah semangka). Tidak cocok sebagi tempat hidup karena sangat sempit. e. Daerah Basalt Sukadana Lampung. Irigasnya sangat sulit karena tidak terdapat simpanan air. f. Landaian sebelah timur. Cocok bila dijadikan sebagai tempat hidup karena tanahnya datar. Dimanfaatkan sebagai daerah transmigrasi. Daerah ini berkembang menjadi daerah transmigrasi terluas di Sumatera. g. Dataran aluvial pantai timur. Merupakan daerah Rawa Payau. 2. Zona Semangka Zona ini merupakan suatu corak permukaan yang mencerminkan karakteristik dari Geantiklin Barisan sepanjang pulau itu secara keseluruhan, yang dinamakan jalur depresimenengah pada puncak yang disebut Semangko Rift Zone. Zona Semangko ini terbentang
11
mulai dari teluk semangko di Sumatera Selatan dan berkembang lebih jauh ke arah Trog lembah Aceh dengan Kota Raja sebagai ujung utaranya. Di beberapa jalur ini terisi dan tertutup oleh vulkan-vulkan muda. 3. Arah Struktur Pokok Secara umum terdapat tujuh arah struktur pokok dari Pulau Sumatera adalah: a. Sisi barat Geantiklin Barisan terbentang di sebelah barat jalur Semangko berada pada setengah Pulau Sumatera di sebelah selatan Padang tepatnya. Sisi baratnya terbentuk oleh blok kerang yang panjang dan miring ke Samudera Hindia, dan disebut Block Bengkulu. b. Gawir sesar sepanjang jalur semangko memisahkan pantai barat dan timur. Disebut juga Bukit Barisan Sensu stricto atau barisan tinggi. c. Ujung selatan bukit barisan adalah daerah Lampung. d. Di antara Padang dan Padang Sidempuan struktur geantiklinal Bukit Barisan tidak menentu. Geantiklinal block pegunungan yang memanjang di sisi timur, sama dengan daerah di sisi barat sungai subsekuen dan cabang-cabangnya. e. Batak Tumor yang merupakan lanjutan dari Bukit Barisan yang berupa kubah geantiklinal besar yang terpotong oleh jalur Semangko. f. Bukit Barisan di daerah Aceh adalah bagian teruwet pecah menjadi sejumlah pegunungan Block, yaitublock leuser dan pegunungan barat. Kedudukannya searah sisi barat seperti Block Bengkulu. g. Di sebelah barat bukit Barisan terbentang palung antara sistem pegunungan Sunda yang membentuk cekungan laut antara Sumatera dan rangkaian pulau-pulau di baratnya. D. Keadaan Ekonomi Pulau Sumatera Pulau Sumatera merupakan pulau yang kaya dengan hasil bumi. Dari lima provinsi kaya di Indonesia, tiga provinsi terdapat di pulau Sumatera, yaitu provinsi Aceh, Riau dan Sumatera Selatan. Hasil-hasil utama pulau Sumatera ialah kelapa sawit, tembakau, minyak bumi, timah, bauksit, batu bara dan gas alam. Hasil-hasil bumi tersebut sebagian besar diolah oleh perusahaan-perusahaan asing, seperti misalnya PT. Caltex yang mengolah minyak bumi di provinsi Riau. Di Pualu Sumata juga terdapat perusahaan maupun masyarakat sekitar yang mengelola hasil tambang. Tempat-tempat penghasil barang tambang ialah :
12
a. Arun (NAD), menghasilkan gas alam. b. Pangkalan Brandan (Sumatera Utara), menghasilkan minyak bumi c. Duri, Dumai, dan Bengkalis (Riau), menghasilkan minyak bumi d. Tanjung Enim (Sumatera Selatan), menghasilkan batu bara e. Plaju dan Sungai Gerong (Sumatera Selatan), menghasilkan minyak bumi f. Tanjungpinang (Kepulauan Riau), menghasilkan bauksit g. Natuna dan Kepulauan Anambas (Kepulauan Riau), menghasilkan minyak bumi dan gas alam h. Singkep (Kepulauan Riau), menghasilkan timah i. Karimun (Kepulauan Riau), menghasilkan granit j. Indarung (Sumatera Barat), menghasilkan semen k. Sawahlunto (Sumatera Barat), menghasilkan batubara Beberapa kota di pulau Sumatera, juga merupakan kota perniagaan yang cukup penting. Medan kota terbesar di pulau Sumatera, merupakan kota perniagaan utama di pulau ini. Banyak perusahaan-perusahaan. E. Potensi Sumber Daya Alam Pulau Sumatera Potensi Pulau Sumatera Kekayaan alam di setiap provinsi pulau ini juga sangat melimpah, di Aceh misalnya Usaha pertambangan umum telah dimulai sejak 1900. Daerah operasi minyak dan gas di bagian utara dan timur meliputi daratan seluas 8.225,19 km² dan dilepas pantai Selat Malaka 38.122,68 km². Perusahaan migas yang mengeksploitasi tambang Aceh berdasarkan kontrak bagi hasil (production sharing) saat ini adalah Gulf Resources Aceh, Mobil Oil-B, Mobil Oil-NSO, dan Mobil Oil-Pase. Endapan batu bara terkonsentrasi pada Cekungan Meulaboh di Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat. Terdapat 15 lapisan batubara hingga kedalaman ±100 meter dengan ketebalan lapisan bekisar antara 0,5 m – 9,5 m. Jumlah cadangan terunjuk hingga kedalam 80 meter mencapai ±500 juta ton, sedeangkan cadangan hipotesis ±1,7 miliar ton. Sumatera Utara juga memiliki kekayaan tambang. Survey 2006 mencatat bahwa terdapat 27 jenis barang tambang nonlogam (golongan C), 15 jenis barang tambang logam dan enam jenis minyak, gas (migas) dan energi. Barang tambang nonlogam antara lain batu gamping, dolomite, pasir kuarsa, belerang, kaolin, diatomea dan bentonit. Sedangkan barang tambang logam mencakup emas, perak, tembaga dan timah hitam. Sementara potensi migas dan energi antara lain minyak bumi, gas alam dan panas bumi. Saat ini telah dilakukan
13
eksploitasi terhadap minyak bumi di Sumatera Utara, dengan hasil produksi pada 2006 mencapai 21.000 barel minyak bumi. Lebih lagi pertambangan di Riau yang berdenyut relatif pesat, ditandai dengan banyaknya perusahaan yang ikut andil bergerak di bidang ini. Mereka seolah berlomba mengeruk isi perut bumi Riau, mulai dari menggali pasir laut, granit, bauksit, timah, emas, batu bara, gambut, pasir kuarsa sampai andesit. Di samping minyak dan gas timah juga merupakan hasil tambang Riau. Konstribusi sektor pertambangan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Riau mencapai Rp.57.927.709,65,- atau sekitar 41,68 %. Karena itu, sektor pertambangan menjadi andalan provinsi dalam memperkokoh perekonomiannya. Sumatera Barat, tambang yang diusahakan dengan skala besar hanyalah batu bara. Selama periode 2005 produksi batubara mencapai 787.404,58 ton, dikonsumsi untuk pasar dalam negeri 787,4 ribu ton dan sisanya 296,56 ton diekspor. Dari hasil penjualan ini berhasil diperoleh pendapatan Rp. 299,06 miliar. Demikian juga Jambi sebagai penghasil batubara. Data dari Departemen ESDM, Provinsi Bengkulu memiliki potensi pertambangan dan energi diantaranya lima yang terbesar, yaitu: batu bara, emas, pasir besi, batu apung, bentonit. Hasil produksi batu bara tercatat sebanyak 673.542.000 ton. Sumatera Selatan, Provinsi ini memiliki potensi pertambangan yang besar, antara lain cadangan minyak bumi sebanyak 5,03 miliar barrel (10% cl) atau 5.032.992 matrick stack tank barrel. Cadangan minyak bumi diproduksi dengan pertumbuhan 10% per tahun dan dapat bertahan 60 tahun, Sedangkan cadangan batu bara diperkirakan sebesar 16.953.615.000 ton atau 60% cadangan nasional. Luas areal usaha pertambangan umum mencapai 1.030.128,75 ha, dengan pertambangan minyak dan gas 2.243,120,15 ha. Bijih timah adalah sumberdaya alam yang paling bernilai di provinsi Bangka Belitung, bahkan memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pembangunan nasional. Di sini terdapat satu BUMN yang menambang bijih timah, PT Timah Tbk, dan satu perusahaan asing, PT Koba Tin. Luas area Kuasa Pertambangan (KP) PT Timah Tbk di darat sekitar 360.000 ha atau ± 35% dari luas daratan Pulau Bangka. BUMN ini juga memiliki areal KP darat di Pulau Belitung seluas 126.455 ha atau ± 30% dari luas daratan Pulau Belitung. Untuk PT Koba Tin, diberikan sekitar 41.000 ha. Di luar area kuasa pertambangan PT Timah Tbk dan kontrak karya (KK) PT Koba Tin, kegiatan penambangan juga diusahakan oleh pengusaha tambang inkonvensional dan masyarakat secara tradisional yang juga memberikan nilai ekonomi masyarakat Kepulauan Bangka Belitung.
14
Pada provinsi Lampung, bahan galian logam yang ada di provinsi ini meliputi emas, mangaan, bijih besi dan pasir besi, namun baru sebagian saja dari potensi ini yang telah dikelola. F. Permasalahan Utama Pulau Sumatera Pulau Sumatera memiliki berbagai macam permasalahan salah satu masalah utama yang dihadapi adalalah, masalah kebakaran hutan dan lahan. Di awal Maret 2014, kebakaran hutan dan lahan gambut di provinsi Riau, Sumatera, Indonesia, melonjak hingga titik yang tidak pernah ditemukan sejak krisis kabut asap Asia Tenggara pada Juni 2013. Terdapat 50.000 orang mengalami masalah pernapasan akibat kabut asap tersebut, menurut Badan Penanggulangan Bencana Indonesia. Citra-citra satelit dengan s menggambarkan banyaknya asap polutan yang dilepaskan ke atmosfer, yang juga berkontribusi kepada perubahan iklim.
Gambar b.4 Loksi Kebakaran Hutan di Pulau Sumatera.
Global Forest Watch, sebuah sistem online baru yang mencatat perubahan tutupan hutan serta kebakaran hutan secara nyaris seketika, melaporkan dalam serangkaian tulisan bahwa pembukaan lahan untuk tujuan agrikultur menjadi pendorong utama dari terjadinya kebakaran ini. Seperti yang terjadi sebelumnya, sekitar setengah dari kebakaran tersebut berlangsung di lahan yang dikelola oleh perusahaan tanaman industri, kelapa sawit, serta kayu. Global Forest Watch menunjukkan bahwa sebagian dari kebakaran yang paling besar berada pada lahan yang telah sepenuhnya ditanami, terlepas dari fakta bahwa banyak dari perusahaan ini yang berkomitmen untuk menghentikan penggunaan api dalam praktik pengelolaan mereka.
15
Fenomena cuaca El Nino, yang menyebabkan hampir seluruh wilayah kepulauan Indonesia menjadi kering, bukanlah biang kebakaran hutan di Sumatera. Berdasarkan laporan sebuah lembaga riset, faktor manusia merupakan penyebab kebakaran hutan di sejumlah provinsi. Lebih dari 90 persen kebakaran hutan disebabkan karena manusia, atau sengaja dibakar. Meskipun cuaca panas dan kering memperparah dan memperluas titik api di sejumlah provinsi seperti Riau dan Jambi dan menyebabkan kabut asap pekat, pemantik apinya adalah manusia.
Gambar b.5 Pembakaran Lahan Oleh Warga.
Guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) itu mengatakan pembakaran hutan merupakan cara yang paling murah untuk mengubah lahan hutan menjadi kebun kelapa sawit, sekaligus mendongkrak harga lahan. Riset CIFOR mencatat bahwa terjadi kenaikan harga lahan sekitar Rp 3 juta setelah pembakaran lahan. Sebelum terbakar, harga lahan berkisar Rp 8 juta, dan setelah terbakar menjadi Rp 11 juta per hektar. Setelah ditanami sawit, harganya berlipat lagi, sekitar Rp 50 juta, dan bisa mencapai Rp 100 juta per hektar apabila ditanami sawit bibit unggul. Karenanya, kata Herry, di luar masyarakat yang menderita kerugian akibat kabut asap, sekelompok orang justru menikmati hasil dari kebakaran hutan. Mereka adalah orang pengejar keuntungan ekonomi dari pembakaran seperti kelompok tani, pengklaim lahan, perantara penjual lahan, dan investor sawit. Saat ini kelapa sawit menjadi "emas hijau" yang banyak diincar investor, dari mulai perusahaan raksasa hingga investor perorangan karena merupakan investasi paling menguntungkan. Karenanya, pembakaran hutan, menurut riset CIFOR, merupakan cara menghasilkan uang dengan mudah.
16
Solusinya, menurut CIFOR, adalah memutus jaringan para pemburu keuntungan ekonomi dari pembakaran hutan, dari petani ke investor, menyusun tata ruang dan lahan, serta penegakan supremasi hukum. Selain itu pemerintah seharusnya memberikan alokasi dana yang lebih besar untuk pencegahan kebakaran jangka panjang, bukan pada pemadaman api. G. Kearifan Lokal Penduduk Pulau Sumatra Budaya pengelolaan lahan dengan pembakaran terkendali sudah ada di Sumatera Selatan (Sumsel), jauh sebelum munculnya peraturan pemerintah tentang pelarangan penggunaan api untuk pembukaan lahan. Syafrul Yunardy, Pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Sriwigama Palembang, dalam penelitiannya tentang Mitigasi Kebakaran Hutan dan Lahan di Sumatera Selatan, menyebutkan dalam kitab Oendang-oendang Simboer Tjahaja yang telah ada abad ke-17, sudah di kenal sistem kekas. Sistem ini merupakan pembukaan lahan baru menggunakan api yang terkendali. Tujuannya, untuk menanam maupun meremajakan tanaman perkebunan dengan tanaman yang baru. Simboer Tjahaja merupakan hukum adat tertulis di Kesultanan Palembang Darussalam yang diberlakukan hingga awal kemerdekaan. “Simboer Tjahaja cerminan kearifan lokal Sumatra Selatan masa lalu yang mengatur banyak hal, salah satunya tentang tata cara pembakaran lahan terkendali di dataran rendah mulai dari lokasi pembakaran, perizinan dan pelaporan, serta sanksi-sanksi,” kata Syafrul. Simboer Tjahaja pasal 53 menyebutkan: “Jika orang membuka ladang atau kebun hendaklah sekurang-kurangnya 7 depa dari jalan besar, siapa saja melanggar dihukum dengan denda sampai 6 ringgit secara bagian dari ladang atau kebunnya yang sudah masuk ukuran depa tidak boleh 2 jukan”. Demikian pula di pasal 54: “Barang siapa akan membakar ladang hendalah waktunya ia beritahu lebih dahulu pada proatingnya serta pukul canang sekaligus dusun, maka siapa melanggar dihukum denda sampai 12 ringgit serta harus mengganti harga tanduran yang mutung. Jika kekasnya sudah dibuat lebar 7 depa dan telah diterima orang yang punya kebun, maka itu kebun angus juga tidak lagi ia kena akan denda ganti kerugian”. Pengaturan sanksi tertera pada pasal 55: “Jika membakar ladang lantas api melompat ke hutan lantaran kurang jaga, maka yang salah di denda sampai 12 ringgit”. Nur Arifatul Ulfa, peneliti pada Badan Penelitian Kehutanan Palembang, menyayangkan akan Undang-undang Siboer Tjahaja yang sudah tidak diberlakukan lagi.
17
“Padahal, secara subtansi masih relevan untuk di kembangkan masa kini. Keseimbangan peradatan dan pengaruhnya sampai saat ini masih membekas pada kehidupan masyarakat tempat berlakunya,” katanya. Kebijakan formal pelarangan pembakaran terdapat dalam 3 (tiga) Undang-undang dan 1 (satu) Peraturan Pemerintah, yakni UU RI No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 50 ayat 3 mengatur pelarangan membakar hutan; UU RI No 32 tahun 2009 tentang Kehutanan pasal 29 ayat 1; dan juga pada PP No 4 Tahun 2001 pasal 11. Jika dilihat, ada celah untuk melakukan pembakaran terbatas yang terdapat pada UU No 32 tahun 2009. Kearifan lokal di sini dapat melakukan pembakaran lahan dengan luas maksimal dua hektar per kepala keluarga, untuk ditanami varietas lokal dan di kelilingi sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah sekeliling. Celah melakuan pembakaran terkendali lainnya ada pada penjelasan 52 PP No 4 tahun 2001 yang meyatakan, kebiasaan masyarakat adat atau tradisional yang membuka lahan untuk ladang atau kebun dapat menimbulkan kebakaran hutan dan atau lahan. Untuk itu, perlu dilakukan pencegahan melalui kebijakan yang ditetapkan pemerintah daerah masingmasing seperti melalui peningkatan kesadaran masyarakat. Menurut Syafrul, tata nilai dan aturan lokal perlu diakomodir seperti dalam peraturan desa. “Pengakuan terhadap budaya, hak, dan inisiatif lokal dalam penggunaan api akan membantu mencegah bencana kebakaran hutan dan lahan”. Berdasarkan penelitian yang dilakukannya di Desa Riding, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, pembakaran lahan masih dipandang efektif oleh petani kecil. Pembukaan lahan dengan pembakaran dianggap menguntungkan seperti lebih mudah dan cepat, hemat tenaga dan biaya, juga menyuburkan tanah.
Gambar. b.6 Diagram Fishbone Penyebab Konflik Penggunaan Api.
18
Masayarakat di Sumatera Selatan dahulunya sudah mengenal pembukaan lahan dengan cara membakar lahan, tetapi pembakaran tersebut dilakukan secara tidak terkendali dan menyebabkan kerusakan lingkungan. Oleh karna itu dibuatlah kitab Oendang-oendang Simboer Tjahaja untuk mengontrol pembukaan lahan baru yang menggunakan api dengan terkendali dan tidak memnyebabkan kerusakan lingkungan sekitar. Dari diagram Fishbone diatas dapat diketahui Oendang-oendang Simboer Tjahaja menghilang atau tidak diberlakukan lagi dikarenakan: 1. Inisiatif masyarakat local kurang mendapat dukungan, dalam hal ini Oendang-oendang Simboer Tjahaja itu sendiri; 2. Hak lokal kuraang di akui; 3. Nilai, pengetahuan, aturan local kurang dihargai. Faktor-faktor tersebutlah yang membuat Oendang-oendang Simboer Tjahaja menghilang.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Dari ulasan pembahasan mengenai rumusan masalah pada BAB II terdapat tiga kesimpulan yang dapatkan diberikan oleh kelompok 10 adalah: 1. Pulau Sumatera terletak di bagian barat gugusan kepulauan Indonesia. Di sebelah utara berbatasan dengan Teluk Benggala, di timur dengan Selat Malaka, di sebelah selatan dengan Selat Sunda, dan di sebelah barat dengan Samudera Hindia. Luas pulau ini sekitar 443.065,8 km2. Secara astronomis Sumatera berada pada posisi 6°LU-6°LS dan antara 95°BB-109°BT. 2. Asal nama Sumatera berawal dari keberadaaan Kerajaan Samudera (terletak di pesisir timur Aceh). Diawali dengan kunjungan Ibnu Batutah, petualang asal Maroko ke negeri tersebut pada tahun 1345, dia melafalkan kata Samudera menjadi Samatrah, dan kemudian menjadi Sumatera, selanjutnya nama ini tercantum dalam peta-peta abad ke-16 buatan Portugis, untuk dirujuk pada pulau ini, sehingga kemudian dikenal meluas sampai sekarang. 3. Nama asli Sumatera, sebagaimana tercatat dalam sumber-sumber sejarah dan cerita-cerita rakyat, adalah Pulau Emas. Istilah Pulau Ameh (bahasa Minangkabau, berarti pulau emas) kita jumpai dalam cerita Cindua Mato dari Minangkabau. Dalam cerita rakyat Lampung tercantum nama tanoh mas untuk menyebut pulau Sumatera. Seorang musafir dari Tiongkok yang bernama I-tsing (634-713 SM) yang bertahun-tahun menetap di Sriwijaya (Palembang sekarang) pada abad ke-7, menyebut Sumatera dengan nama chin-chou yang berarti negeri emas. 4. Dalam berbagai prasasti, Sumatera disebut dalam bahasa Sanskerta dengan istilah: Suwarnadwipa (pulau emas) atau Suwarnabhumi (tanah emas). Nama-nama ini sudah dipakai dalam naskah-naskah India sebelum Masehi. Naskah Buddha yang termasuk paling tua, Kitab Jataka, menceritakan pelaut-pelaut India menyeberangi Teluk Benggala ke Suwarnabhumi. Dalam cerita Ramayana dikisahkan pencarian Dewi Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa. 5. Kondisi Pulau Sumatera luasnya ± 443.065,8 km2 hampir sama dengan luas negara Inggris. Sumatera mempunyai bentuk memanjang, dari Kota Raja di bagian utara sampai
19
20
Tanjung Cina di bagian selatan sepanjang 1650 km dan sepanjang pantai banyak teluk-teluknya. Gambaran secara umum keadaan fisiografi pulau sederhana. Fisiografinya dibentuk oleh rangkaian Pegunungan Barisan di sepanjang sisi baratnya, yang memisahkan pantai barat dan pantai timur. Lerengnya mengarah ke Samudera Indonesia pada umumnya curam. Hal ini mengakibatkan jalur pantai barat kebanyakan bergunung-gunung kecuali dua ambang dataran rendah di Sumatera Utara (Melaboh dan Singkel/Singkil) yang lebarnya ±20 km. Sisi timur dari pantai Sumatera ini terdiri dari lapisan tersier yang sangat luas serta berbukit-bukit dan berupa tanah rendah aluvial. 6. Zona Semangka merupakan suatu corak permukaan yang mencerminkan karakteristik dari Geantiklin Barisan sepanjang pulau itu secara keseluruhan, yang dinamakan jalur depresi- menengah pada puncak yang disebut Semangko Rift Zone. Zona Semangko ini terbentang mulai dari teluk semangko di Sumatera Selatan dan berkembang lebih jauh ke arah Trog lembah Aceh dengan Kota Raja sebagai ujung utaranya. Di beberapa jalur ini terisi dan tertutup oleh vulkan-vulkan muda. 7. Pulau Sumatera merupakan pulau yang kaya dengan hasil bumi. Dari lima provinsi kaya di Indonesia, tiga provinsi terdapat di pulau Sumatera, yaitu provinsi Aceh, Riau dan Sumatera Selatan. Hasil-hasil utama pulau Sumatera ialah kelapa sawit, tembakau, minyak bumi, timah, bauksit, batu bara dan gas alam. Hasil-hasil bumi tersebut sebagian besar diolah oleh perusahaan-perusahaan asing, seperti misalnya PT. Caltex yang mengolah minyak bumi di provinsi Riau. Beberapa kota di pulau Sumatera, juga merupakan kota perniagaan yang cukup penting. Medan kota terbesar di pulau Sumatera, merupakan kota perniagaan utama di pulau ini. Banyak perusahaan-perusahaan. 8. Potensi Pulau Sumatera Kekayaan alam di setiap provinsi pulau ini juga sangat melimpah, di Aceh misalnya Usaha pertambangan umum telah dimulai sejak 1900. Daerah operasi minyak dan gas di bagian utara dan timur meliputi daratan seluas 8.225,19 km² dan dilepas pantai Selat Malaka 38.122,68 km². Sumatera Utara juga memiliki kekayaan tambang. Survey 2006 mencatat bahwa terdapat 27 jenis barang tambang nonlogam (golongan C), 15 jenis barang tambang logam dan enam jenis minyak, gas (migas) dan energi. Barang tambang nonlogam antara lain batu gamping, dolomite, pasir kuarsa, belerang, kaolin, diatomea dan bentonit. Sedangkan barang tambang logam mencakup emas, perak, tembaga dan timah hitam. Sumatera Barat, tambang yang diusahakan dengan skala besar hanyalah batu bara. Selama periode
21
2005 produksi batubara mencapai 787.404,58 ton, dikonsumsi untuk pasar dalam negeri 787,4 ribu ton dan sisanya 296,56 ton diekspor. Sumatera Selatan, Provinsi ini memiliki potensi pertambangan yang besar, antara lain cadangan minyak bumi sebanyak 5,03 miliar barrel (10% cl) atau 5.032.992 matrick stack tank barrel. Bijih timah adalah sumberdaya alam yang paling bernilai di provinsi Bangka Belitung, bahkan memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pembangunan nasional. Pada provinsi Lampung, bahan galian logam yang ada di provinsi ini meliputi emas, mangaan, bijih besi dan pasir besi, namun baru sebagian saja dari potensi ini yang telah dikelola. 9. Pulau Sumatera memiliki berbagai macam permasalahan salah satu masalah utama yang dihadapi adalalah, masalah kebakaran hutan dan lahan. Di awal Maret 2014, kebakaran hutan dan lahan gambut di provinsi Riau, Sumatera, Indonesia, melonjak hingga titik yang tidak pernah ditemukan sejak krisis kabut asap Asia Tenggara pada Juni 2013. Terdapat 50.000 orang mengalami masalah pernapasan akibat kabut asap tersebut, menurut Badan Penanggulangan Bencana Indonesia. Citra-citra satelit dengan s menggambarkan banyaknya asap polutan yang dilepaskan ke atmosfer, yang juga berkontribusi kepada perubahan iklim. 10. Terdapat budaya pengelolaan lahan dengan pembakaran terkendali sudah ada di Sumatera Selatan (Sumsel), jauh sebelum munculnya peraturan pemerintah tentang pelarangan penggunaan api untuk pembukaan lahan. Syafrul Yunardy, Pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Sriwigama Palembang, dalam penelitiannya tentang Mitigasi Kebakaran Hutan dan Lahan di Sumatera Selatan, menyebutkan dalam kitab Oendang-oendang Simboer Tjahaja yang telah ada abad ke-17, sudah di kenal sistem kekas. Sistem ini merupakan pembukaan lahan baru menggunakan api yang terkendali. Tujuannya, untuk menanam maupun meremajakan tanaman perkebunan dengan tanaman yang baru. Simboer Tjahaja merupakan hukum adat tertulis di Kesultanan Palembang Darussalam yang diberlakukan hingga awal kemerdekaan. “Simboer Tjahaja cerminan kearifan lokal Sumatra Selatan masa lalu yang mengatur banyak hal, salah satunya tentang tata cara pembakaran lahan terkendali di dataran rendah mulai dari lokasi pembakaran, perizinan dan pelaporan, serta sanksi-sanksi,” kata Syafrul.
22
B. Saran Dari ulasan kesimpulan diatas terdapat beberapa saran yang di dapat diberikan oleh kelompok 10, di antaranya adalah: 1. Bagi siswa makalah ini dapat dijadikan sebagai sumber acuan dalam menambah bahan dalam suatu pembelajaran, penelitian ataupun sebagai referensi dalam pembuatan makalah mengenai Geografi Regional Indonesia mengenai Pulau Sumatera, hendaknya siswa lebih kritis dan mampu memilah mana kearifan lokal yang berdampak negatif pada lingkungan dan mana yang berdampak positif, hendaknya jika dirasa kearifan lokal di Pulau Sumatera dianggap cocok dengan keadaan lingkungan siswa kearifan lokal Pulau Sumatera tersebut dapat dijadikan salah satu alternatif solusi permasalahan di lingkungan siswa tinggal. 2. Bagi guru makalah ini dapat digunakan sebagai salah satu sumber refrensi, hendaknya guru lebih memahami dan mempersiapkan mengenai kearifan lokal terutama di Pulau Sumatra, atau bahkan kearifan lokal di daerah lain sehingga siswa kaya akan wawasan, hendaknya guru memberikan motivasi bahkan menyarankan siswa untuk melestarikan kearifan lokal di daerah siswa tinggal, atau bahkan jika dirasa kearifan lokal di Pulau Sumatera dianggap cocok dengan keadaan lingkungan siswa kearifan lokal Pulau Sumatera tersebut dapat dijadikan salah satu alternatif solusi permasalahan didaerah siswa dan guru tinggal. 3. Bagi masyarakat umum makalah ini dapat digunakan sebagi tambahan pengetahuan serta menambah wawasan mengenai Geografi Regional Indonesia yakni tentang Pulau Sumatera.
DAFTAR RUJUKAN
Artharini, Isyana. 2015. Siapa 'aktor' di balik pembakaran hutan dan lahan?. From http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/09/150923_indonesia_pembakaran lahan. 4 Januari 2016. Widagdo, Sigid. 2014. Budaya Kelola Lahan dengan Pembakaran Sudah Ada di Sumsel, Bagaimana Caranya. From http://www.mongabay.co.id/2014/08/07/budaya-kelolalahan-dengan-pembakaran-sudah-ada-di-sumsel-bagaimana-caranya/. 5 Desember 2015. Wikipedia. 2014. Sumatra. From https://id.wikipedia.org/wiki/Sumatra. 28 November 2015.
23