PROPOSAL PRAKTIKUM TEKNOLOGI FARMASI SEDIAAN STERIL
VIAL INJEKSI METAMPIRON
DISUSUN OLEH : Kelompok B1.2
1. Hilma Azkia
2015210102
2. Janatul Firdaus
2015210120
3. Mardatillah Dahlan
2015210132
4. Melisa
2015210141
5. Morales
2015210147
6. Renaldi Saputra
2015210201
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PANCASILA JAKARTA 2018
I.
JUDUL PRAKTIKUM
Membuat injeksi dalam wadah vial dengan zat aktif Metampiron.
II.
PENDAHULUAN
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan atau mensuspensikan sejumlah obat ke dalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda. Injeksi Intravenus, umumnya larutan, dapat mengandung cairan noniritan yang dapat bercampur dengan air, volume 1 ml sampai 10 ml. Emulsi minyak-air dapat diberikan intravenus jika dilakukan pemeriksaan yang teliti terhadap ukuran butiran minyak. Sediaan berupa emulsi air-minyak tidak boleh disuntikkan dengan cara ini. (FI III hal 13 thn 1979) 197 9) Analgesik adalah suatu zat atau agen yang dapat menghilangkan rasa nyeri. Sedangkan
nyeri
adalah
pengalaman
sensorik
dan
emosional
yang
tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan adanya actual atau potensi kerusakan jaringan atau keadaan yang menggambarkan kerusakan tersebut. Tujuan dari terapi analgesik adalah untuk meminimalkan nyeri dan memberikan keyamanan yang memadai pada dosis analgesik efektif terendah.Selain itu, (ISO Farmakoterapi, hal. 517) Analgesik terdiri dari analgesik narkotik dan non narkotik. Obat- obat analgesik non narkotik lebih dikhususkan untuk nyeri musculoskeletal, sedangkan analgesik narkotik lebih cocok untuk nyeri visceral yang sangat berat. Beberapa contoh analgesik non narkotik antara lain adalah asetosal, ibuprofen, parasetamol, aspirin, natrium n atrium diklofenak, dan metampiron.Dipilih met ampiron.Dipilih Metampiron dalam pembuatan vial ini karena karen a Metampiron efektif sebagai analgesik, memiliki sifat yang mudah larut dalam air dibandingkan analgetika lain sehingga dapat dibuat dalam sediaan injeksi tanpa menggunakan pelarut campuran (Martindale 28 hal 251).
Metampiron atau nama lainnya yaitu antalgin bekerja sebagai analgesik, diabsorpsi dari saluran pencernaan, mempunyai waktu paruh 1 – 4 jam. Indikasi: meringankan nyeri terutama nyeri kolik dan nyeri setelah operasi. Kontraindikasi: hipersensitivitas ibu hamil dan menyusui penderita dengan tekanan darah rendah Peringatan dan perhatian: pada penderita ulkus peptikum, kelainan darah, sedang mendapat antikoagulan, ibu hamil dan menyusui. Efek samping: reaksi hipersensitif, gangguan saluran pencernaan, leukopenia, dan agranulositosis. ( ISO ISO 48 hal 4)
III.
Data Preformulasi
A. Zat Aktif
Nama Zat Aktif
Metampiron
Sifat Fisika, Kimia, dan Stabilitas Pemerian: Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan. (FI V hal 844) Kelarutan: Larut dalam 1:1,5 air. Stabilitas: Terlindung dari cahaya. OTT: Tidak bercampur dengan akasia, apomorfin, aspirin, kloralhidrat, iodida.(Martindale iodida.(Martindale 28 hal 251)
Cara Sterilisasi
Khasiat
Dosis
Autoklaf atau filtrasi.
Analgesik non narkotik.
500 mg – mg – 1 1 g
(Martindale 28 hal 251)
( ISO ISO 48 hal 4)
(Martindale 28 hal. 251)
Cara Penggunaan
Intravena (Martindale 28 hal. 251
pH sediaan: 5-8,5 (Farmakope Jepang hal 1444) Wadah dan Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik (FI V hal 844)
B. ZatTambahan Nama Zat Tambahan
Natrium tiosulfat
Sifat Fisika, Kimia, dan Stabilitas
Cara Sterilisasi
Cara sterilisasi Pemerian: Hablur besar, tidak basah yaitu uap berwarna atau serbuk air jenuh hablur kasar. Mengkilap menggunakan dalam udara lembab dan autoklaf. mekar dalam udara kering. (Martindale 28 hal 392) Kelarutan: Sangat mudah larut dalam air (1: <1). (FI V hal 927) Stabilitas: Terdekomposisi pada panas , tidak disimpan dekat asam.
OTT: Dengan iodine, asam, merkuri, dangaramperak.
Kegunaan
Konsentrasi
Antioksidan
0,5%-1,0%
(Excipients hal 671)
(Martindale 28 hal 392)
(Excipients hal 671) Benzalkonium Klorida
Pemerian: Serbuk amorf berwarna putih atau putih kekuningan, bersifat higroskopis, sedikit berbau. Kelarutan: Sangat mudah larut dalam air (1: <1). (FI V hal. 219) pH sediaan: 5-8 (Handbook of Pharmaceutical Excipients 6 th hal 56) Stabilitas zat aktif: Benzalkonium klorida bersifat higroskopik dan mungkin terpengaruh oleh cahaya, udara, dan logam. Stabilitas di dalam sediaan: Larutannya stabil pada rentang pH dan temperatur yang luas serta dapat disterilisasi dengan autoklaf tanpa kehilangan efektivitasnya. (Handbook of Pharmaceutical Excipients 6 th hal 56)
Otoklaf
Pengawet
0.01 - 0,02%
(Handbook of Pharmaceutical Excipients 6 th hal 56)
(Handbook of (Handbook of Pharmaceutica Pharmaceuti l Excipients 6 th cal hal 56) Excipients 6 th hal 56)
Aqua Pro Injeksi
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau (FI V hal 64)
Autoklaf atau Filtrasi (Martindale 28, hal 621)
Pelarut (Martindale 28, hal 621)
pH : 5-7 (FI V hal 64)
C.
Teknologi Farmasi
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. ( FI FI III hal 13 thn 1979) 1979) Pemberian obat secara intravena menghasilkan kerja obat yang cepat dibandingkan dengan cara-cara pemberian lain dan karena absorpsi obat tidak menjadi masalah, maka tingkatan darah optimum dapat dicapai dengan ketepatan dan kesegeraan yang tidak mungkin didapat dengan cara-cara lain. Pada keadaan gawat, pemberian obat lewat intravena dapat menjadi cara yang menyelamatkan hidup karena penempatan obat langsung ke sirkulasi darah dan kerja obat yang cepat terjadi. Sebaliknya, sekali obat diberikan lewat intravena maka obat itu tidak dapat ditarik lagi, ini merupakan keburukan pemberian obat lewat intravena. Obat-obat yang diberikan lewat intravena biasanya harus berupa larutan air, bercampur dengan darah dan tidak mengendap. Keadaan tertentu dapat menimbulkan terjadinya trombus dan kemudian menghalangi aliran darah. ( Pengantar Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, hal 400 thn 2008) Wadah obat suntik, termasuk tutupnya, tidak boleh berinteraksi dengan sediaan, baik secara fisik maupun kimia, sehingga akan mengubah kekuatan dan efektivitasnya. Bila wadah terbuat dari gelas, maka gelas harus jernih dan tidak berwarna atau berwarna kekuningan agar memungkinkan memun gkinkan pemeriksaan isi. Jenis gelas yang sesuai dipilih untuk tiap sediaan parenteral biasanya dinyatakan dalam masingmasing monografi.
Dosis ganda (multiple (multiple dose) adalah dose) adalah wadah kedap udara yang memungkinkan pengambilan isi per bagian berturut-turut tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas, atau kemurnian bagian yang tertinggal. Sediaan-sediaan steril harus dilakukan proses sterilisasi untuk menghilangkan secara lengkap mikroba dari sediaan. Metode yang umum digunakan untuk mensterilkan produk farmasi: 1. Sterilisasi Uap
Sterilisasi uap dilakukan dalam autoklaf menggunakan uap air dengan tekanan. Bila ada kelembapan (uap air), bakteri terkoagulasi dan dirusak pada temperatur yang lebih rendah dari pada bila tidak ada kelembapan. Sebagian besar autoklaf dioperasikan secara rutin biasanya pada temperatur 121°C, yang diukur pada saat uap air mulai keluar dari autoklaf. 2. Sterilisasi dengan penyaringan
Sterilisasi dengan penyaringan tergantung pada penghilangan mikroba secara spesifik dengan adsorpsi pada media penyaring atau dengan mekanisme penyaringan, digunakan untuk sterilisasi larutan yang tidak tahan panas. Sterilisasi ini menggunakan filter membran dengan diameter 0,22 μm.
(Pengantar
Bentuk
Sediaan Farmasi, hal. 41 thn 2008)
D. Farmakologi, Farmakokinetik, Farmakodinamik 1. Farmakologi
Methampyrone atau nama lainnya yaitu antalgin bekerja sebagai analgesik, diabsorpsi dari saluran pencernaan, mempunyai waktu paruh 1 – 4 jam. Indikasi
: meringankan nyeri terutama nyeri kolik dan nyeri setelah operasi.
Kontraindikasi : hipersensitivitas ibu hamil dan menyusui penderita dengan tekanan darah rendah. Peringatan dan perhatian: pada penderita ulkus peptikum, kelainan darah, sedang mendapat antikoagulan, ibu hamil dan menyusui. Efek samping
: reaksi reaksi hipersensitif, hipersensitif, gangguan saluran pencernaan, leukopenia,
dan agranulositosis. (ISO 48 hal 4 thn 2014)
2. Farmakokinetik
Absorbsi: Diabsorbsi baik pada saluran cerna Distribusi:Metampiron terdifusi ke dalam cairan sinovial, mampu melewati sawar darah plasenta dan masuk pada cairan ASI (dalam jumlah kecil) Metabolisme:Dimetabolisme dalam hati melalui proses CYP1A2 dan CYP2C9 menjadi 6-desmetil antalgin Ekskresi: Diekskresikan melalui urin urin (kurang lebih 95%) sebagai bentuk obat utuh dan metabolit-metabolit; pada feses (<5%). Waktu paruh eliminasi 12-17 jam
3. Farmakodinamik
Antalgin merupakan analgesik non-narkotik golongan AINS yang menghambat secara reversibel enzim siklooksigenase-1 dan 2 yang mengakibatkan penurunan produksi prekursor Prostaglandin.
IV.
FORMULASI A. Formula Rujukan
1. (Martindale 28 hal 251) Metampiron
50 g
Na tiosulfat
100 mg
Aqua pro injeksi
ad 100 ml
2. (IONI 2008 hal 305) Antalgin
250 mg/ml atau 500 mg/ml
B. Formula Jadi (Berdasarkan Martindale 28 hal 251)
Tiap vial intravena mengandung Metampiron
500 mg
Benzalkonium klorida
0,01 %
Na. Tiosulfat
0,5%
Aqua pro injeksi
ad 5 ml
C. Alasan Pemilihan Bahan
Analgesik non narkotik yang dipilih adalah Metampiron. Metampiron dipilih karena sifat Metampiron yang mudah larut dalam air dan merupakan analgetik non-narkotik yang dikenal di pasaran.
Benzalkonium klorida dipilih karena cocok untuk sediaan vial dosis ganda. Selainitu kelebihan zat ini adalah sifat kelarutannya yang sangat mudah larut dalam air. Penggunaannya sebagai pengawet dalam sediaan ini dibutuhkan karena dosis yang dibuat adalah dosis ganda dan pembawa/pelarut dalam sediaan ini adalah air. Dimana air merupakan media pertumbuhan mikroba yang sangat baik.
Antioksidan ditambahkan sebagai bentuk dispensasi wadah yang tidak terlindung dari cahaya.
Aqua pro injeksi dipilih dalam sediaan ini karena sediaan yang akan dibuat merupakan dosis ganda. Selain itu, Aqua pro injeksi digunakan sebagai pelarut dan pembawa.
Jalur iv (intravena) dipilih karena sifat dari Metampiron yang mudah larut dalam air.
Sediaan dibuat dalam bentuk vial volume 5ml karena ditunjukkan untuk penggunaan dosis ganda.
V.
ALAT DAN BAHAN A. ALAT
1. Oven 2. Beaker glass 3. Labu Erlenmeyer 4. Gelas Ukur 5. Corong Kaca 6. Kertas Saring 7. Pinset 8. Autoklaf 9. Penjepit Kayu 10. Vial
11. Spatula 12. Kaca Arloji
B. BAHAN 1. Metampiron 2. Benzalkoniumklorida 3. Na. Tiosulfat 4. Aqua pro injeksi VI.
PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN Vol tertera dalam
Kelebihan volume yang dianjurkan (ml)
penandaan (ml)
Untuk Cairan Encer
Untuk Cairan Kental
0,5
0,10
0,12
1,0
0,10
0,15
2,0
0,15
0,25
5,0
0,30
0,50
10,0
0,50
0,70
20,0
0,60
0,90
30,0
0,80
1.20
50 atau lebih
2%
3%
A. Perhitungan
Dibuat 5 vial @ 5mL Volume total = 5 x 5 ml = 25 ml Volume vial = volume total + ( 30% x volume total) = 25 ml + ( 30% x 25 ml ) = 31,5 mL 1. Metampiron 2. Benzalkonium klorida 3. Na tiosulfat 4. Aqua pro injeksi
= 500 mg x 5 vial = 2500 mg = 0,01% x 31,5 ml = 3,15 mg = 0,5% x 31,5 ml = 157,5 mg = ad 31,5 ml
VII.
CARA PEMBUATAN
Prinsip Sterilisasi : Menggunakan teknik sterilisasi akhir. 1. Alat-alat yang digunakan disiapkan. 2. Botol vial ad 5 mL dikalibrasi. 3. Semua alat yang digunakan disterilkan dengan cara sterilisasi yang sesuai. No. Nama Alat
Cara sterilisasi
Pustaka
1
Vial, Erlenmeyer, corong gelas, Dalam oven (FI ed.III, beaker gelas. suhu 150°C, 1 hal.14) jam
2
Gelas ukur, kertas saring
3
4
Dalam autoklaf suhu 121°C, 15 menit Batang pengaduk, pinset, Direndam Spatula, kaca arloji, penjepit besi dalam alkohol 70% selama 30 menit Karet, pipet tetes Rebus dalam air mendidih selama 30 menit
(FI ed.III, hal.18)
(FI III hal: 18)
(FI III hal: 18)
4. Aqua p.i dibuat dengan cara erlenmeyer 100ml diisi dengan aquadest kemudian mulut erlenmeyer ditutup kassa yang berisi kapas. Setelah itu erlenmeyer dipanaskan di atas kompor selama 30 menit, dihitung setelah aquadest mulai mendidih. 5. Bahan-bahan yang akan digunakan ditimbang. 6. Metampiron dilarutkan dengan aqua pro injeksi sedikit demi sedikit sampai terlarut sempurna. 7. Benzalkonium klorida dilarutkan dengan aqua pro injeksi secukupnya, lalu dicampurkan kedalam larutan Metampiron, kemudian diaduk ad tercampur dan
homogen 8. Pengecekan pH larutan dilakukan. 9. Sisa aqua pro injeksi ditambahkan dan kemudian disaring. 10. Uji evaluasi in process control (uji kejernihan, dan uji keseragaman volume) dilakukan. 11. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam vial yang sudah dikalibrasi, laluditutup dengan karet dan kap alumunium. 12. Sterilisasi akhir dilakukan dengan autoklaf suhu 121°C selama 15 menit. 13. Uji evaluasi quality control (uji (uji kejernihan, uji sterilitas, uji keseragaman volume, dan uji pirogenitas) dilakukan. 14. Vial diberi etiket dan label, dikemas dalam dus, lalu diserahkan.
VIII. EVALUASI
In Process Control
1. Uji kejernihan (Lachman III, hal. 1356) Produk dalam wadah diperiksa di bawah penerangan cahaya yang baik, terhalang terhadap refleks dari mata, berlatar belakang hitam dan putih dengan rangkaian isi dijalankan dengan suatu aksi memutar. Syarat : Semua wadah diperiksa secara visual dan tiap partikel yang terlihat dibuang dari ampul, batas 50 partikel 10µm dan lebih besar 5 partikel ≥25 µm/ml. µm/ml.
2. Uji pH (FI IV hal 1039-1040) Cek pH larutan menggunakan pH meter atau pH indikator universal.
3. Uji Keseragaman Volume (FI edisi IV, hal. 1044) Pilih 1 atau lebih wadah bila volume ≥ 1 ml. Ambil isi tiap wadah dengan alat suntik hipodemik kering berukuran tidak lebih dari 3 kali volume yang akan diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik nomor 21 dengan panjang tidak kurang dari 2,5 µm. Keluarkan gelembung udara dari jarum dan alat suntik. Pindahkan isi dalam alat suntik tanpa mengosongkan bagian jarum ke dalam gelas ukur kering volume tertentu yang telah dibakukan sehingga volume yang diukur memenuhi sekurang-kurangnya 40% volume dari kapasitas tertera.
Quality Control
1. Uji Kejernihan (Lachman III, hal. 1355) Melewatkan injeksi yang diuji pada lampu terang dengan latar belakang gelap untuk partikel yang baik berwarna akan terlihat gelap yang berwarna pada latar terang.
2. Uji Keseragaman Volume (FI edisi IV, hal. 1044) Pilih 1 atau lebih wadah bila volume ≥ 1 ml. Ambil isi tiap wadah dengan alat suntik hipodemik kering berukuran tidak lebih dari 3 kali volume yang akan diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik nomor 21 dengan panjang tidak kurang dari 2,5 µm. Keluarkan gelembung udara dari jarum dan alat suntik. Pindahkan isi dalam alat suntik tanpa mengosongkan bagian jarum ke dalam gelas ukur kering volume tertentu yang telah dibakukan sehingga volume yang diukur memenuhi sekurang-kurangnya 40% volume dari kapasitas tertera.
3. Uji Sterilitas (FI edisi IV, hal 861) Metode uji sterilitas : a. Inokulasi langsung kepada media uji Volume tertentu spesimen+volume tertentu media uji diinkubasi selama tidak kurang dari 14 hari, kemudian amati pertumbuhan secara visual sesering mungkin, sekurang-kurangnya pada hari ketiga, keempat, kelima, ketujuh atau kedelapan atau pada hari terakhir pada masa uji. b. Menggunakan teknik penyaringan membran Bersihkan permukaan luar botol, tutup botol dengan bahan dekontaminasi yang sesuai, ambil isi secara aseptik. Pindahkan secara aseptik seluruh isi tidak kurang dari 10 wadah melalui tiap penyaring dari 2 rakitan penyaring. Lewatkan segera tiap spesimen melalui penyaring dengan bantuan pompa vakum/tekanan. Secara aseptik, pindahkan membran dari alat pemegang, potong menjadi setangah bagian (jika hanya menggunakan satu). Celupkan
membran atau setengah bagian membran ke dalam 100 ml media inkubasi selama tidak kurang dari 7 hari. Lakukan penafsiran hasil uji sterilitas.
IX.
PENGEMASAN
( Terlampir)
X.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan; 1995. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan; 1979. Kibbe, Arthur H. Handbook of Pharmaceutical P harmaceutical ExcipientsSixth Edition. Washington D.C: American Pharmaceutical Association; 2006. Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. Teori dan Praktek Farmasi Indrustri. Edisi Ketiga. Vol III. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Jakarta: UI Press; 1994. Turco and Salvatore, Robert E. King. “Steril Dossage Forms”. 2nd edition : Lea and Febiger. Philadhelphia,1979. Mc Evoy, Gerald K, Pharm.D. America Hospital Formulary Service, ”Drugs Information I “. America Society Of Hospital Pharmacist.