PHIMOSIS
PENDAHULUAN
Prepusium pada penis biasanya cukup elastic untuk diretraksi dengan mudah (Moore, 2006). Namun pada phimosis terjadi penyempitan orifisium prepusium sehingga prepusium tidak dapat ditarik ke belakang dari ujung glans penis (Mcphee, 2007; Rubin, 2005; Dorland, 2002). 2002).
Gambar 1: The unretracted foreskin and prepuce cover the penis. Retraction of the foreskin uncovers the head of the penis.
Phimosis adalah prepusium penis yang tidak dapat diretraksi (ditarik) ke proksimal sampai ke korona glandis (Purnomo, (Purnomo, 2009). Pada 90% laki-laki yang tidak dikhitan prepusiumnya dapat ditarik kembali (diretraksi) pada umur 3 tahun. Ketidakmampuan untuk meretraksi prepusium sebelum umur ini tidak patologis dan tidak t idak merupakan indikasi i ndikasi untuk dikhitan. Phimosis adalah ketidakmampuan prepusium untuk diretraksi pada umur tertentu yang secara normal harusnya dapat diretraksi (Behrman, 2000).
EPIDEMIOLOGI
Hampir semua laki-laki dilahirkan dengan phimosis fisiologis (Santucci, 2009). Insiden phimosis adalah 8% pada anak usia 6 sampai 7 tahun dan hanya 1 % pada laki-laki usia 16-18 tahun (Tekgül, 2008). Insidensi phimosis secara umum adalah sekitar 1% atau 2% (Arensman, 2000). Pada 50% anak laki-laki yang tidak disirkumsisi, prepusium dapat diretraksi pada usia 1 tahun. dan 90 % dapat diretraksi pada usia 4 tahun, dan 10% sisanya mungkin tidak dapat diretraksi sampai pubertas (Crain, 2003). Pada anak berusia 3 tahun, kurang lebih 90% dari anak laki-laki dapat meretraksi prepusiumnya (Mattson, 2007). Hanya 1% dari anak laki-laki phimosis fisiologis yang bertahan sampai usia 17 tahun (Santucci, 2009).
ETIOLOGI DAN FACTOR RESIKO
Phimosis dapat congenital atau sekuele radang (Behrman, 2000). Phimosis tergantung pada situasi, dapat dianggap fisiologis atau patologis. Phimosis fisiologis atau bawaan adalah kondisi normal laki-laki baru lahir. Pada 90% kasus, terjadi pemisahan secara natural yang memungkinkan prepusium untuk dapat diretraksi kembali pada usia 3 tahun. Namun, phimosis bertahan sampai saat remaja akhir atau dewasa awal tidak perlu dianggap abnormal (Santucci, 2009) . Phimosis yang patologis, atau phimosis sebenarnya umunya kurang lebih dapat mempengaruhi anak-anak ataupun orang dewasa. Hal ini terkait dengan jaringan parut sikatrik dari prepusium yang sering berwarna putih dalam penampilannya. Phimosis mungkin pula terjadi setelah sirkumsisi. Phimosis yang patologis dapat disebabkan oleh kebersihan yang buruk atau kondisi medis yang mendasari (misalnya, diabetes mellitus) (Santucci, 2009). Cedera iatrogenic dari retraksi prepusium secara paksa adalah penyebab umum dari phimosis (Rudolph, 2002). Infeksi, balanopostitis atau maneuver retraksi menyebabkan pembentukan jaringan parut pada prepusium. Phimosis biasanya dipersentasikan terlambat pada masa bayi dan kadang-kadang ada riwayat infeksi saluran kemih (Arensman, 2000). Penyebab paling umum adalah infeksi, seperti posthitis, balanitis, atau kombinasi dari keduanya. Diabetes mellitus dapat menyebabkan rentan terhadap infeksi tersebut (Santucci, 2009). Meskipun inflamasi dari prepusium akibat ruam amoniak yang berat atau infeksi dapat menyebabkan jaringan parut dan phimosis, ini jarang terjadi pada anak-anak (Fleisher, 2000).
PATHOGENESIS
Phimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adesi alamiah antara prepusium dengan glans penis (Purnomo, 2009). Jadi, phimosis bukan merupakan keadaan patologis pada anak kecil kecuali dikaitkan dengan balanitis atau retensi urin (Potts, 2004). Secara embryology, prepusium memulai perkembanganya pada 8 minggu setelah gestasi. Lipatan kulit pada ujung distal dari penis akhirnya tumbuh didepan dari dasar glans penis. Pada 16 minggu dari gestasi, prepucium dan glans penis melekat. Hanya sebagian kecil dari bayi baru lahir yang dapat meretraksi prepusium sepenuhnya. Seiring pertumbuhan, berkembanglah jarak antara glans penis dan prepusium, dan pada anak berusia 3 tahun, kurang lebih 90% dari anak laki-laki dapat meretraksi prepusiumnya (Mattson, 2007). Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang, dan debris yang dihasilkan oleh epitel prepusium (smegma) mengumpul di dalam prepusium dan perlahan-lahan memisahkan prepusium dari glans penis. Ereksi penis yang terjadi secara berkala membuat prepusium terdilatasi perlahan-lahan sehingga prepusium menjadi retraktil dan dapat ditarik ke proksimal. Pada saat usia 3 tahun, 90 % prepusium sudah dapat diretraksi (Purnomo, 2009). Pada anak laki-laki yang lebih tua, phimosis mungkin fisiologis, mungkin patologis akibat inflamasi dan jaringan parut pada ujung prepusium, atau dapat terjadi setelah sirkumsisi. Prepusium mungkin telah diretraksi secara kuat sekali atau duakali sebelumnya, yang dapat mengakibatkan bekas luka sikatrik yang mencegah retraksi prepusium (Behrman, 2004). Karena prepusium dari banyak anak laki-laki tidak dapat sepenuhnya diretraksi pada awal masa kanak-kanak, adalah penting area tersebut dibersihkan secara menyeluruh. Tidak perlu untuk menarik prepusium secara paksa karena ini dapat
menyebabkan
infeksi,
jaringan
parut,
dan
paraphimosis.
Seiring
pertumbuhan anak, prepusium dapat diretraksi, dan glans penis serta prepusium
harus dibersihkan secara rutin. Jika symptom phimosis terjadi setelah masa kanakkanak, ini dapat menyebabkan kesulitan berkemih atau aktivitas seksual. Sirkumsisi kemudian menjadi pilihan treatment (Mattson, 2007). Pada kebanyakan kasus ini adalah lesi yang didapat, menjadi sekuel akhir dari ammoniacal preputial dermatitis pada masa bayi. Ammonia terbentuk dari aksi bakteri yang sama pada urine, yang memproduksi blisters (lepuh) diatas glans penis dan bagian dalam dari prepusium. Hal ini menyebabkan terbentuknya ulserasi kulit dalam beberapa menit yang berhubungan dengan inflamasi akut dan akhirnya fibrosis, penyempitan pada lubang prepusium ( Underwood, 2004). Phimosis mungkin merupakan gejala awal diabetes mellitus. Ketika sisa urin pasien dengan diabetes mellitus menjadi terjebak di bawah prepusium, kombinasi dari lingkungan lembab dan glukosa dalam urin dapat menyebabkan proliferasi bakteri, dengan infeksi berikutnya terbentuk akhirnya phimosis (Santucci, 2009).
jaringan parut dan
MANIFESTASI KLINIS
Phimosis menyebabkan gangguan aliran urin berupa sulit kencing, pancaran urine mengecil (Purnomo, 2009). Phimosis yang parah dapat menghambat aliran urin dengan menggembung dari prepusium saat buang air kecil (Rudolph, 2002). Menggelembungnya ujung prepusium penis pada saat miksi, dan menimbulkan retensi urine. Higiene local yang kurang bersih menyebabkann terjadinya infeksi pada prepusium (postitis), infeksi pada glans penis (balanitis) atau infeksi pada glans dan prepusium penis (balanopostitis) (Purnomo, 2009). Edema, eritema, dan adanya discharge purulen biasanya menyebabkan pasien untuk mencari bantuan medis. Ketidakmampuan untuk menarik prepusium adalah keluhan kurang umum (Tanagho, 2008). Kadangkala pasien dibawa berobat oleh orang tuanya karena ada benjolan lunak di ujung penis yang tidak lain adalah korpus smegma yaitu timbunan smegma di dalam sakus prepusium penis. Smegma terjadi dari sel-sel mukosa prepusium dan glans penis yang mengalami deskuamasi oleh bakteri yang ada di dalamnya (Purnomo, 2009). Remaja dapat mengeluh nyeri pada saat ereksi (Crain, 2003).
DIAGNOSIS
Phimosis yang didapat adalah hasil dari kebersihan yang rendah dan inflamasi pada glans penis. Akumulaasi smegma dapat menjadi tempat berkumpulnya agregat yang muncul sebagai keputihan, masa globular yang terletak dibawah prepusium yang tidak diretraksi. Kondisi inflamasi dapat bersamaan dengan balanoposthitis, dan meatitis. Pada phimosis yang berat, prepusium dapat bergelembung saat berkemih akibat urin yang mengumpul di bawah dan keluar dari lubang yang sempit (Crain, 2003). Diagnosis
dari phimosis dan paraphimosis di buat berdasarkan
pemeriksaan fisik. Jika prepusium tidak dapat diretraksi atau hanya sebagian terretraksi dan menunjukkan cincin konstriktif pada gambaran kembali ke glans penis, ketidakseimbangan antara lebar prepusium dan diameter dari glans penis dapat digunakan sebagai asumsi kearah diagnosis tersebut. Selain konstriksi dari prepusium, mungkin terjadi perlekatan antara bagian dalam permukaan pre pusium dan epithelium glanular dan atau fraenulum breve (Tekgül, 2008).
Gambar 2: fimosis
Pemeriksaan
fisik
menunjukkan
obstruksi
aliran
kemih
dan
ketidakmampuan untuk meretraksi (menarik) prepusium (Arensman, 2000). Pada phimosis fisiologis, orifice preputial tidak tampak jaringan paru, sedangkan ada phimosis patologis, cincin dikontrak berserat putih mungkin terlihat di sekeliling lubang preputial (Ghory , 2010)
Gambar 3: phimosis fisiologis
Gambar 4: phimosis patologis
PENATALAKSANAAN
Pengobatan untuk akumulasi smegma tanpa adanya infeksi terkait dapat dilakukan dengan meretraksi prepusium secara lembut (as far as it can go) pada saat mandi (Crain, 2003). Tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi yang dipaksakan pada phimosis, karena menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks pada ujung prepusium sebagai phimosis sekunder (Purnomo, 2009). Jika phimosis terus ada sampai 4 atau 5 tahu, cream kortikosteroid topical dapat digunakan pada prepusium 3-4 kali per hari selama 6 minggu. Hal ini dapat memudahkan prepusium untuk diretraksi pada 2 per 3 kasus. Jika phimosis resisten terhadap terapi steroid topical atau pasien membutuhkan treatmen balanitis, sirkumsisi harus dipertimbangkan (Brunicardi, 2005). Pada anak laki-laki dengan fisiologis patologis phimosis yang menetap, gunakan kream kortikosteroid pada prepusium 3 kali sehari selama 1 bulan, mengendurkan ring phimosis di sepertiga kasus. Jika terjadi pembengkakan dari prepusium saat berkemih atau phimosis pada usia lebih dari 10 tahun, sirkumsisi direkomendasikan (Behrman, 2004). Pengobatan tergantung pada umur pasien, jika tidak ada infeksi pasien dapat dirujuk ke spesialis urologi untuk dilakukan sirkumsisi (Crain, 2003). Jika terdapat infeksi, infeksi awal harus diobati dengan obat antimikroba spektrum luas (Tanagho, 2008). Phimosis yang disertai balanitis xerotika obliterans dapat dicoba diberikan salep deksametasone 0,1% yang dioleskan 3-4 kali. Diharapkan setelah pemberian selama 6 minggu, prepusium dapat diretraksi spontan (Purnomo, 2009). Akumulasi smegma di bawah prepusium zakar infantile tidak patologis dan tidak memerlukan pengobatan bedah (Behrman, 2000). Sirkumsisi untuk phimosis harus dihindari pada anak-anak yang membutuhkan anestesi umum, kecuali dalam kasus-kasus dengan infeksi
berulang, prosedur ini harus ditunda sampai anak mencapai usia ketika anestesi lokal dapat digunakan (Tanagho, 2008) Pada phimosis yang menimbulkan keluhan miksi, menggelembungnya ujung prepusium pada saat miksi, atau phimosis yang disertai dengan infeksi postitis merupakan indikasi untuk dilakukan sirkumsisi. Tentunya pada balanitis atau postitis harus diberi antibiotika dahulu sebelum sirkumsisi (Purnomo, 2009).
KOMPLIKASI
Phimosis bisa menyebabkan infeksi berulang di bawah prepusium (balanitis)
atau
penurunan
pengelembungan dari
yang
signifikan
pada
aliran
prepusium. Phimosis juga dapat
urin
dengan
menyembunyikan
karsinoma skuamosa pada pria yang lebih tua yang mengabaikan alat kelamin mereka (Brewster, 2001). Phimosis yang didapat (pathologic) dan balanitis xerotica obliterans telah terbukti menjadi factor resiko dari perkembangan squamous cell carcinoma pada penis (BMJ, 2010).
PROGNOSIS
Phimosis yang bersifat kongenital (fisiologis) dapat sembuh secara spontan pada hampir semua pasien. Tanpa treatment, hanya 1% anak laki-laki berusia 16 sampai 17 tahun terus mengalami phimosis fisiologis. Pada studi casecontrol, phimosis yang didapat (pathologic) dan balanitis xerotica obliterans telah terbukti menjadi factor resiko dari perkembangan squamous cell carcinoma pada penis (BMJ, 2010).