Syamsul Arifin, Fenomenologi Agama, ( Pasuruan: PT.Garoeda Buana Indah, 1996 ), hlm. 1
Ali Maksum, Pengantar filsafat; dari Masa klasik hingga Postmodern, (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2011), 368
Donny Gahral Adian, Pilar-Pilar Filsafat Kontemporer. (Jogjakarta : Jalasutra, 2002), hlm. 21
Paul Edward (ed), The Encyclopaedia of Philosophy, Vol. 5, (New York: MacMilan Publishing Co., Inc and Free Press, 1972), h. 137.
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2 (Yogyakarta: Kanisius, 1980), h. 141.
Harry Hammersma, Tokoh-Tokoh Filsafat, (Jakarta: PT. Gramedia, 1983), h. 116.
Anton Bakker, Metode-Metode Filsafat, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984), h. 113-117
Yusuf Karim, Tarikh al-Falsafat al-Hadithah, tt., h. 460.
Anton Bakker, Metode-Metode Filsafat, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984), h. 112.
K. Bertens, Filsafat Barat…, hlm.110
Richard E. Palmer, Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interprestasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, Penj. Musnur Hery dan Damanhuri), h. 3
Ayi Sofyan, Kapita Selekta Filsafat (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 140.
Ahmad Syadali dan Mudzakir, Filsafat Umum (Bandung: Pustaka Setia, 1997), h. 128.
Juhaya. S.Praja, Aliran-aliran Filsafat…, 181
Juhaya. S.Praja, Aliran-aliran Filsafat…, 182
Harun Handiwidjono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, (Jogjakarta; Yayasan Kanisius, 1980), hlm.144
Juhaya. S.Praja, Aliran-aliran Filsafat…, 183
Noerhadi Magestari, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam, (Bandung: Pusjarlit, Cet. I, 1998), h. 147.
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Ilmu filsafat adalah ilmu yang menjadi induk segala pengetahuan. Filsafat merupakan sebuah sistem yang komprehensif dari ide-ide mengenai keadaan yang murni dan realitas yang terjadi dalam hidup. Filsafat juga dapat dijadikan paduan dalam kehidupan karena hal-hal yang berada di dalam lingkupnya selalu menyangkut sesuatu yang mendasar dan membutuhkan penghayatan. Filsafat digunakan untuk menentukan jalan yang akan diambil seseorang dalam kehidupannya. Filsafat juga memberi petunjuk mengenai tata cara pergaulan antara sesama.
Tak lepas dari semua ini, pada dasarnya filsafat bersumber dari pertumbuhannya pola pikir manusia. Semua yang ada, atau yang telah ada bisa diperhatikan dan dipikirkan secara rasional. Karena berpikir adalah aktifitas individu dan manusia mempunyai kemerdekaan untuk berpikir. Berpikir secara mendalam untuk menghasilkan suatu ilmu pengetahuan yang bisa dipertanggung jawabkan keabsahannya. Dengan demikian dapat dikata bahwa berfilsafat adalah mendalami sesuatu secara mendalam berdasarkan penalaran yang dimiliki seseorang. Dan akhirnya bisa melahirkan aliran fenomenologi yang akan dipaparkan dalam makalah ini.
Perlu kita ketahui sekilas bahwa Ilmu fenomenologi dalam filsafat biasa dihubungkan dengan ilmu hermeneutik. Yaitu ilmu yang mempelajari arti daripada fenomena ini. Keduanya membicarakan manusia sebagai realita eksistensi ditentukan oleh kondisi-kondisi fisik dan budaya yang mempengaruhi. Fenomenologi dan hermeneutika saling bersentuhan, namun juga mempunyai perbedaan, kekuatan, dan kelemahan masing-masing.
RUMUSAN MASALAH
Apa pengertian Fenomenologi?
Siapa tokoh-tokoh filsafat fenomenologi?
Bagaimana pendekatan metode reduksi Husserl?
Bagaimana verifikasi filsafat fenomenologi?
TUJUAN PEMBAHASAN
Dari rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin di capai oleh pemakalah dari makalah ini yaitu;
mengetahui tentang Fenomenologi.
mengetahui tokoh-tokoh filsafat Fenomenologi.
mengetahui tentang pendekatan metode reduksi Husserl.
Mengetahui verifikasi filsafat fenomenologi
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Fenomenologi.
Fenomenologi adalah studi tentang Phenomenon. Kata ini berasal dari bahasa Yunani Phainein berarti menunjukkan. Dari kata ini timbul kata Pheinomenon berarti yang muncul dalam kesadaran manusia. Dalam fenomenologi, ditetapkan bahwa setiap gambaran pikir dalam pikiran sadar manusia, menunjukkan pada suatu hal keadaan yang disebut intentional (berdasarkan niat atau keinginan). Secara harfiah, fenomenologi atau fenomenalisme adalah aliran atau faham yang menganggap bahwa fenomenalisme adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Fenomenalisme juga adalah suatu metode pemikiran.
Fenomenologi merupakan sebuah aliran. Yang berpendapat bahwa, hasrat yang kuat untuk mengerti yang sebenarnya dapat dicapai melalui pengamatan terhadap fenomena atau pertemuan kita dengan realita. Karenanya, sesuatu yang terdapat dalam diri kita akan merangsang alat inderawi yang kemudian diterima oleh akal (otak) dalam bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Penalaran inilah yang dapat membuat manusia mampu berpikir secara kritis.
Fenomenologi merupakan kajian tentang bagaimana manusia sebagai subyek memaknai obyek-obyek di sekitarnya. Ketika berbicara tentang makna dan pemaknaan yang dilakukan, maka hermeneutik terlibat di dalamnya. Pada intinya, bahwa aliran fenomenologi mempunyai pandangan bahwa pengetahuan yang kita ketahui sekarang ini merupakan pengetahuan yang kita ketahui sebelumnya melalui hal-hal yang pernah kita lihat, rasa, dengar oleh alat indera kita. Fenomenologi merupakan suatu pengetahuan tentang kesadaran murni yang dialami manusia.
Fenomenologi adalah sebuah studi dalam bidang filsafat yang mempelajari manusia sebagai sebuah fenomena. Ilmu fenomenologi dalam filsafat biasa dihubungkan dengan Ilmu Hermeneutik, yaitu ilmu yang mempelajari arti dari pada fenomenologi. Secara harfiah, fenomenologi fenomenalisme adalah aliran atau paham yang menganggap bahwa fenomenalisme (gejala) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Seorang fenomenalisme suku melihat suatu gejala tertentu dengan ahli ilmu positif yang mengumpulkan data, mencari korelasi dan fungsi, serta membuat hukum-hukum dan teori.
Jelasnya, fenomenologi mencoba menepis semua asumsi yang mengkontaminasi pengalaman konkret manusia. Ini mengapa fenomenologi disebut sebagai cara berfilsafat yang radikal. Fenomenologi menekankan upaya menggapai "hal itu sendiri" lepas dari segala presuposisi. Langkah pertamanya adalah menghindari semua konstruksi, asumsi yang dipasang sebelum dan sekaligus mengarahkan pengalaman. Tak peduli apakah konstruksi filsafat, sains, agama, dan kebudayaan, semuanya harus dihindari sebisa mungkin. Semua penjelasan tidak boleh dipaksakan sebelum pengalaman menjelaskannya sendiri dari dan dalam pengalaman itu sendiri.
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat difahami bahwa fenomenologi berarti ilmu tentang fenomenon-fenomenon apa saja yang nampak. Sebuah pendekatan filsafat yang berpusat pada analisi terhadap gejala yang menampakkan diri pada kesadaran kita.
Tokoh Fenomenologi
Edmund Husserl (1859-1938)
Edmund Husserl adalah pelopor filsafat fenomenologi. Ia lahir di Prosswitz (Moravia) pada tahun 1859. Semula ia belajar ilmu pasti di Wina, tetapi kemudian ia berpindah studi ke filsafat. Berturut-turut ia menjabar guru besar di Universitas Halle, Gotingen dan Freiburg. Banyak sekali buah karyanya, akan tetapi belum semuanya diterbitkan. Diantara yang telah diterbitkan ialah: Logische Untersuchungen, atau "Penyelidikan-penyelidikan yang logis" (1900-1901), Ideen zu einer reinen Phanamenologie atau "Idea-idea bagi suatu fenomenologi yang murni" (1913), Formale und transdentale Logik atau "Logika yang formal dan transdental" (1929) dan Erfahrung und Urteil atau "pengalaman dan Pertimbangan" (1930).
Menurut Husserl hukum-hukum logika yang memberi kepastian, yang berlaku, tidak mungkin bersifat a posteriori, sebagai hasil pengalaman, tapi bersifat a priori. Umpamanya asas pemikiran yang berbunyi: A tak mungkin sekaligus A dan bukan A, artinya, tidak mungkin bahwa jikalau A adalah A, maka A sekaligus juga bukan A. Asas pemikiran ini tetap berlaku, juga seandainya tiada seorangpun yang memikirkannya. Hal ini sama dengan kenyataan, bahwa 2 x 2 = 4. Juga seandainya tiada seorang pun yang menghitungnya, patokan itu tetap berlaku, pasti. Oleh karena itu logika sejenis dengan ilmu pasti, karena cara hukum-hukumnya berlaku adalah sama.
Menurut Husserl, memahami fenomenologi sebagai suatu metode dan ajaran filsafat. Sebagai metode, Husserl membentangkan langkah-langkah yang harus diambil agar sampai pada fenomeno yang murni. Untuk melakukan itu, harus dimulai dengan subjek (manusia) serta kesadarannya dan berusaha untuk kembali pada kesadaran murni. Sedangkan sebagai filsafat, fenomenologi memberikan pengetahuan yang perlu dan essensial tentang apa yang ada. Dengan kata lain, fenomenologi harus dikembalikan kembali objek tersebut.
Adapun inti pemikiran fenomenologi menurut Husserl adalah bawah untuk menemukan pemikiran yang benar, seseorang harus kembali kepada "benda-benda" sendiri. Dalam bentuk slogan pendirian ini mengungkapkan dengan kalimat zu den sachen (to the things). Kembali kepada "benda-benda" dimaksudkan adalah bahwa "benda-benda" diberi kesempatan untuk berbicara tentang hakikat dirinya. Pernyataan tentang hakikat "benda-benda" tidak lagi bergantung kepada orang yang membuat pernyataan, melainkan ditentukan oleh "benda-benda" itu sendiri.
Akan tetapi, "benda-benda" tidaklah secara langsung memperlihatkan hakikat dirinya. Apa yang kita temui pada "benda-benda" itu dalam pemikiran biasa bukanlah hakikat. Hakikat benda itu ada di balik yang kelihatan itu. Karena pemikiran pertama (first look) tidak membuka tabir yang menutupi hakikat, maka diperlukan pemikiran kedua (second look). Alat yang digunakan untuk menemukan hakikat pada pemikiran kedua ini adalah intuisi. Istilah yang digunakan Husserl menunjukkan penggunaan intuisi dalam menemukan hakikat adalah Wesenschau (melihat secara intuitif) hakikat gejala-gejala.
Dalam usaha melihat hakikat dengan intuisi, Husserl memperkenalkan pendekatan reduksi. Yang dimaksud reduksi dalam hal ini adalah penundaan segala pengetahuan yang tentang objek sebelum pengamatan intuitif dilakukan. Reduksi juga dapat diartikan penyaringan atau pengecilan. Istilah lain yang digunakan Husserl adalah epoche yang artinya sebagai penempatan sesuatu di antara dua kurung. Namun yang dimaksud ialah "melupakan pengertian-pengertian tentang objek untuk sementara dan berusaha melihat objek secara langsung dengan intuisi tanpa bantuan pengertian-pengertian yang ada sebelumnya. Reduksi ini adalah salah satu prinsip yang mendasari sikap fenomenologis. Untuk mengetahui sesuatu, seorang fenomenologis bersikap netral, tidak menggunakan teori-teori atau pengertian-pengertian yang telah ada dalam hal ini diberi kesempatan "berbicara tentang dirinya sendiri."
Max Scheler (1874-1928)
Max Scheler adalah seorang penganut filsafat fenomenologi yang menyebarluaskan gagasan Husserl. Ia telah meninggalkan kesan yang mendalam sekali karena ia mempunyai cara yang asli untuk menerapkan dan mengelompokkan gagasan-gagasan Husserl, serta mempunyai cara menguraikan yang dijiwai oleh seluruh pribadinya.
Pada tahun 1874 ia dilahirkan di Munchen. Setelah belajar di Munchen, Berlin. Pada tahun 1919 ia menjabat guru besar di Koln dan meninggal dunia di Frankfurt pada tahun 1928. Banyak buku yang ditulis, sekalipun banyak sekali metode cara pemikiran fenomenologis yang terdapat di dalam karya-karyanya, namun, tekanannya berbeda dengan Husserl. Scheler jelas adalah seorang realis, yang memusatkan perhatiannya kepada kenyataan dan hidup yang konkrit.
Seperti halnya dengan Husserl, filsafat Scheler juga mengalami perkembangan. Disini hanya sebagian saja yang akan dibicarakan, yaitu bagian filsafatnya yang menampakkan kelanjutan pemikiran Husserl. Metode fenomenologis tentang "penilaian hakikat" oleh Scheler diterapkan di bidang teori pengenalan, etika, filsafat kebudayaan dan keagamaan, serta bidang nilai. Jasanya besar sekali dalam pemikiran tentang nilai ini. Dalam pendekatan fenomenologis seperti yang dimengerti oleh Scheler, secara skematis dapat dibedakan tiga unsur berikut ini;
"Penghayatan" (Erleben): pengalaman intuitif yang secara langsung menuju kepada "yang diberikan", dengan demikiankita menghadapi disini suatu sikap yang sama sekali aktif, bertentangan dengan bentuk-bentuk penghayatan yang lain yang bersifat pasif belaka.
Perhatian kepada Washeit (Whatness; apa-nya, esensi), sambil tidak memperhatikan segi eksistensi (ada-nya). Inilah salah satu aspek dari apa yng ditunjukkan Husserl sebagai "reduksi transcendental".
Perhatian kepada hubungan satu sama lain (wesenszusammenhang) antara esensi-esensi tadi. Hubungan itu bersifat apriori: "diberikan" dalam intuisi, terlepas dari kenyataan. Hubungan satu sama lain antara esensi-esensi itu dapat bersifat logis belaka maupun non-logis.
c. Martin Heidegger (1889-1976)
Martin Heidegger lahir di Mebkirch, Jerman pada tanggal 26 Desember 1889 dan meninggal pada tanggal 26 Mei 1976 pada umur 86 tahun. Ia adalah seorang filusuf asal Jerman. Ia belajar di universitas Freiburg di bawah Edmund Husserl, penggagas Fenomenologi, kemudian menjadi profesor disana pada 1928. Ia mempengaruhi banyak filusuf lainnya, dan murid-muridnya termasuk Hans-Georg Gadamer, Hans Jonas, Emmanuel Levinas, Hannah Arendt, Leo Strauss, Jacques Derrida, Michel Foucault, Jean-luc nancy, dan Philippe Lacoue-Labarthe juga mempelajari tulisan-tulisannya secara mendalam. Selain hubungannya dengan fenomenologi, Heidegger dianggap mempunyai pengaruh yang besar atau tidak dapat diabaikan terhadap eksistensialisme, dekonstruksi, hermeneutika (muncul sebagai sebuah gerakan dominan dalam teologi Protestan Eropa, yang menyatakan bahwa hermeneutika merupakan "titik fokus" dari isu-isu teologis sekarang) dan pascamodernisme. Ia berusaha mengalihkan filsafat Barat dari pertanyaan-pertanyaan ontologis. Artinya, pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut makna keberadaan, atau apa arti bagi manusia untuk berada. Heidegger juga merupakan anggota akademik yang penting dari Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei.
Selain tokoh fenomenologi, Martin Heidegger juga adalah tokoh eksistensialisme, ia mengemukakan bahwa keberadaan hanya akan dapat dijawab melalui jalan Antologi, artinya jika persoalan ini dihubungakan dengan manusia dan dicari artinya dalam hubungan itu. Metoda untuk ini adalah fenomenologis. Jadi yang penting adalah menemukan arti keberadaan itu. Satu-satunya yang berada dalam arti yang sesungguhnya adalah beradanya manusia. Keberadaan benda-benda terpisah dengan yang lain, sedang beradanya manusia, mengambil tepat di tengah-tengah dunia sekitar. Keberadaan manusia disebut Desein. Berada artinya menempati atau mengambil tempat.
METODE PENDEKATAN REDUKSI FENOMENOLOGI EDMUND HUSSERL
Untuk memahami filsafat Husserl ada beberapa kata kunci yang perlu diketahui. Diantaranya:
Fenomena adalah realitas esensi atau dalam fenomena terkandung pula nomena (sesuatu yang berada di balik fenomena)
Pengamatan adalah aktivitas spiritual atau rohani.
Kesadaran adalah sesuatu yang intensional (terbuka da terarah pada subjek
Substansi adalah kongkret yang menggambarkan isi dan stuktur kenyataan dan sekaligus bisa terjangkau.
Usaha untuk mencapai segala sesuatu itu harus melalui reduksi atau penyaringan yang terdiri dari :
Reduksi fenomenologi, yaitu harus menyaring pengalaman-pengalaman dengan maksud mendapat fenomena dalam wujud semurni-murninya. Dalam artian bahwa, kita harus melepaskan benda-benda itu dari pandangan agama, adat istiadat, ilmu pengetahuan dan ideologi. Fenomena seperti disebut diatas adalah menampakkan diri. Dalam praktik hidup sehari-hari, kita tidak memperhatikan penampakan itu. Apa yang kita lihat secara spontan sudah cukup meyakinkan kita bahwa objek yang kita lihat adalah riil atau nyata. Akan tetapi karena yang dituju oleh fenomenologi adalah realitas dalam arti yang ada diluar dirinya dan ini hanya dapat dicapai dengan "mengalami" secara ontuitif, maka apa yang kita anggap sebagai realitas dalam pandangan biasa itu untuk sementara harus ditinggalkan atau dibuat dalam kurung. Segala subjektivitas harus disingkirkan. Termasuk di dalam hal ini teori-teori, kebiasaan-kebiasaan dan pandangan-pandangan yang telah membentuk pikiran kita memandang sesuatu (fenomena) sehingga yang timbul di dalam kesadaran adalah fenomena itu sendiri. Karena itulah reduksi ini disebut fenomenologis.
Reduksi eidetis Eidetis berasal dari kata eidos, yaitu inti sari. Reduksi eiditis ialah penyaringan atau penempatan di dalam kurung. Segala hal yang bukan eidos, inti sari atau realitas fenomena. Hasil reduksi kedua ini adalah penilikan realitas. Dengan reduksi eidetic, semua segi, aspek, profil dan fenomena yang hanya kebetulan dikesampingkan. Karena aspek dan profil tidak pernah menggambarkan objek secara utuh. Setiap objek adalah kompleks mengandung aspek dan profil yang tiada terhingga. Reduksi eidetis ini menunjukkan bahwa dalam fenomenologi kriteria kohersi berlaku. Artinya, pengamatan-pengamatan yang beruntun terhadap objek harus dapat disatukan dalam suatu horizon dan konsisten. Setiap pengamatan memberi harapan akan tindakan-tindakan yang sesuai dengan yang pertama atau yang selanjutnya. Dengan reduksi inilah kita dapat mencapai inti atau esensi dari suatu objek.
Reduksi transcendental, yaitu dalam penerapannya berdasarkan subjeknya sendiri perbuatannya dan kesadaran yang murni. Di dalam reduksi ini yang ditempatkan di antara dua kurung adalah eksistensi dan segala sesuatu yang tidak mempunyai hubungan timbal balik dengan kesadaran murni, agar dari objek itu akhirnya orang yang sampai kepada apa yang ada pada subjek sendiri. Reduksi ini dengan sendirinya bukan lagi mengenai objek atau fenomena bukan mengenai hal-hal yang menampakkan diri kepada kesadaran. Reduksi ini merupakan pengarahan ke subjek dan mengenai hal-hal yang menampakkan diri dalam kesadaran. Dengan demikian yang tinggal sebagai hasil reduksi ini adalah aktus kesadaran sendiri. Kesadaran yang bersifat murni atau transcendental.
Tujuan dari semua reduksi ini adalah menemukan bagaimana objek dikonstitusi sebagai fenomena asli dalam kesadaran manusia. Husserl ingin dengan metode ini memberikan landasan yang kuat dan netral bagi filsafat dan ilmu pengetahuan umum. Proses reduksi itu apabila disederhanakan dapat disebut sebagai penumbuhan sikap kritis dalam memahami secara menyeluruh dari berbagai seginya. Artinya, kita dengan tidak mudah menerima pengertian dan rumusan seperti itu atau pemahaman kita yang spontan terhadap sesuatu belum tentu menyentuh hakikat dari apa yang kita tuju. Kita harus meninggalkan segala tabir dan kembali kepada objek secara langsung.
VERIFIKASI FILSAFAT FENOMENOLOGI
Pendekatan Fenomenologi adalah mengungkapkan atau mendeskripsikan makna sebagaimana yang ada dalam data atau gejala. Dalam kerja penelitiannya fenomenologi dapat mengacu pada tiga hal, yaitu filsafat, sejarah, dan pada pengertiannya yang lebih luas. Fenomenologi berkembang sebagai metode untuk mendekati fenomena-fenomena dalam kemurniannya. Fenomena di sini dipahami sebagai segala sesuatu yang dengan suatu cara tertentu tampil dalam kesadaran kita. Baik berupa sesuatu sebagai hasil rekaan maupun berupa sesuatu yang nyata, yang berupa gagasan maupun kenyataan. Yang penting ialah pengembangan suatu metode yang tidak memalsukan fenomena, melainkan dapat mendeskripsikannya seperti penampilannya tanpa prasangka sama sekali.
Seorang fenomenolog hendak menanggalkan segenap teori, pra-anggapan serta prasangka, agar dapat memahami fenomena sebagaimana adanya: "Zu den Sachen Selbst" (kembali kepada bendanya sendiri). Tugas utama fenomenologi menurut Husserl adalah menjalin keterkaitan manusia dengan realitas. Bagi Husserl, realitas bukan suatu yang berbeda pada dirinya lepas dari manusia yang mengamati. Realitas itu mewujudkan diri, atau menurut ungkapan Martin Heideger, yang juga seorang fenomenolog: "Sifat realitas itu membutuhkan keberadaan manusia".
Filsafat fenomenologi berusaha untuk mencapai pengertian yang sebenarnya dengan cara menerobos semua fenomena yang menampakkan diri menuju kepada bendanya yang sebenarnya. Usaha inilah yang dinamakan untuk mencapai "Hakikat segala sesuatu". Untuk itu, Husserl mengajukan dua langkah yang harus ditempuh untuk mencapai esensi fenomena, yaitu metode epoche dan eidetich vision. Kata epoche berasal dari bahasa Yunani, yang berarti: "menunda keputusan" atau "mengosongkan diri dari keyakinan tertentu". Epoche bisa juga berarti tanda kurung (bracketing) terhadap setiap keterangan yang diperoleh dari suatu fenomena yang nampak, tanpa memberikan putusan benar salahnya terlebih dahulu. Fenomena yang tampil dalam kesadaran adalah benar-benar natural tanpa dicampuri oleh presupposisi pengamat.
BAB III
KESIMPULAN
Fenomenologi merupakan sebuah aliran. Yang berpendapat bahwa, hasrat yang kuat untuk mengerti yang sebenarnya dapat dicapai melalui pengamatan terhadap fenomena atau pertemuan kita dengan realita. Karenanya, sesuatu yang terdapat dalam diri kita akan merangsang alat inderawi yang kemudian diterima oleh akal (otak) dalam bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran.
Aliran fenomenologi mempunyai beberapa tokoh-tokoh yang menjadi acuan dasar yang mengemukakan tentang aliran fenomenologi tersebut. Diantara tokoh-tokohnya yaitu Edmund Husserl, max scheller, martin Heidegger, dan Maurice merlea-ponty.
Untuk memahami filsafat Husserl ada beberapa kata kunci yang perlu diketahui. Diantaranya: Fenomena, Pengamatan, Kesadaran dan Substansi. Usaha untuk mencapai segala sesuatu itu harus melalui reduksi atau penyaringan yang terdiri dari : Reduksi fenomenologi, Reduksi eidetis, dan Reduksi transcendental.
Fenomenologi sebagai ilmu yaitu bahwa Filsafat fenomenologi berusaha untuk mencapai pengertian yang sebenarnya dengan cara menerobos semua fenomena yang menampakkan diri menuju kepada bendanya yang sebenarnya. Usaha inilah yang dinamakan untuk mencapai "Hakikat segala sesuatu".
DAFTAR RUJUKAN
Aldian, Donny Gahral. Pilar-Pilar Filsafat Kontemporer. (Jogjakarta : Jalasutra, 2002).
Arifin, Syamsul. Fenomenologi Agama. (Pasuruan: PT.Garoeda Buana Indah, 1996 ).
Baker, Anton. Metode-Metode Filsafat. (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984).
Edward, Paul (ed). The Encyclopaedia of Philosophy, Vol. 5. (New York: MacMilan Publishing Co., Inc and Free Press, 1972).
Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. (Yogyakarta: Kanisius, 1980).
Hammersma, Harry. Tokoh-Tokoh Filsafat. (Jakarta: PT. Gramedia, 1983).
Magestari, Noerhadi. Tradisi Baru Penelitian Agama Islam. (Bandung: Pusjarlit, Cet. I, 1998).
Maksum, Ali. Pengantar filsafat; dari Masa klasik hingga Postmodern. (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2011).
Palmer, Richard E. Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interprestasi. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, Penj. Musnur Hery dan Damanhuri).
Sofyan, Ayi. Kapita Selekta Filsafat. (Bandung: Pustaka Setia, 2010).
Syadzali, Ahmad dan Mudzakir, Filsafat Umum. (Bandung: Pustaka Setia, 1997).
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1
1. Latar Belakang 1
2. Rumusan Masalah 2
3. Tujuan Pembahasan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
1. Pengertian Fenomenologi. 3
2. Tokoh Fenomenologi 5
3. METODE PENDEKATAN REDUKSI FENOMENOLOGI EDMUND HUSSERL 9
4. VERIFIKASI FILSAFAT FENOMENOLOGI 12
BAB III KESIMPULAN 14
DAFTAR RUJUKAN 15