Tujuan Terapi • Tujuan akhir dari penanganan adalah untuk meminimalisasi atau mencegah gejala dengan tidak ada atau sedikit efek samping dan biaya pengobatan yang masuk akal • Pasien harus dapat mempertahankan pola hidup normal, termasuk berpartisipasi dalam kegiatan luar ruangan dan bermain dengan hewan peliharaan sesuai keinginan.
Tatalaksana terapi • Non-farmakologi: Hindari pencetus (alergen) • Farmakologi : 1. Jika tidak bisa menghindari pencetus, gunakan obat-obat anti alergi baik OTC maupun ethical 2. Jika tidak berhasil, atau obat-obatan tadi menyebabkan efek samping yang tidak bisa diterima, lakukan imunoterapi
Tata laksana terapi 1. Menghindari pencetus (alergen) • Amati benda-benda apa yang menjadi pencetus (debu, serbuk sari, bulu binatang, dll) • Jika perlu, pastikan dengan skin test • Jaga kebersihan rumah, jendela ditutup, hindari kegiatan berkebun. Jika harus berkebun, gunakan masker wajah
Tatalaksana terapi 2. Menggunakan obat untuk mengurangi gejala • Antihistamin • Dekongestan • Kortikosteroid nasal • Sodium kromolin • Ipratropium bromida • Leukotriene antagonis 3. Imunoterapi : terapi desensitisasi
Antihistamin •
Antagonis reseptor histamin H1,berikatan dengan reseptor H1 tanpa mengaktivasinya. Lebih efektif dalam mencegah respons histamin. • Antihistamin mengantagonis permeabilitas kapiler, pembentukan rasa panas dan gatal. • Terjadi efek pengeringan (efek antikolinergik) yang berperan dalam efikasi. • Perbedaan gejala sebagian disebabkan oleh sifat anti kolinergik, yang bertanggung jawab pada efek pengeringan yang mengurangi hipersekresi kelenjar hidung,saliva dan air mata.antihistamin mengantagonis permeabiliats kapiler,pembentukan bengkak dan rasa panas seta gatal
• Efek samping yang mungkin terjadi : mulut kering, kesulitan dalam mengeluarkan urin, konstipasi, efek kardiovaskular. Antihistamin harus diberikan secara hati-hati pada pasien yang memiliki kecenderungan retensi urin, peningkatan tekanan intraokuler, hipertiroidisme, penyakit kardiovaskula • Antihistamin harus diberikan secara hati-hati pada pasien yang memiliki kecenderungan retensi urin, peningkatan tekanan intraokuler, hipertiroidisme, penyakit kardiovaskular • Dapat juga terjadi efek samping pada sistem cerna : hilang nafsu makan, mual, muntah, gangguan ulu hati. Dapat dicegah dengan mengkonsumsi obat bersama makanan atau segelas air. • Lebih efektif bila dimakan 1-2 jam sebelum paparan alergen
1. Klorfeniramin Maleat • Indikasi : rhinitis alergi, urtikaria, hay fever • Kontraindikasi : hipersensitivitas, Hindari penggunaan pada bayi prematur atau baru lahir karena kemungkinan mengalami SIDS. • Efek samping : mulut kering, mengantuk, pandangan kabur, retensi urin, mengentalkan sekresi bronkial. • Dosis : Dewasa dan remaja : Dosis oral : Dosis yang disarankan adalah 4 mg tiap 4-6 jam, hingga 24 mg/hari. Anak-anak 6-12 tahun: Dosis yang disarankan adalah 2 mg setiap 4-6 jam, hingga 12 mg/hr. Anak-anak umur 2-5 tahun: Dosis yang disarankan adalah 1 mg setiap 4-6 jam maksimal 4 mg/hari.
• Perhatian : Penderita yang menggunakan obat ini sebaiknya tidak mengendarai kendaraan bermotor atau menjalankan mesin. Tidak dianjurkan penggunaan pada wanita hamil dan menyusui. • Interaksi obat : Dengan obat lain : Penghambat CYP3A4 : Dapat meningkatkan kadar klorfeniramin. Contoh obat ini meliputi antifungi azole, klaritromisin, diklofenak, doksisiklin, eritromisin, imatinib, isoniazid, nefazodon, nikardipin, propofol, enghambat protease, quinidin, dan verapamil. Etanol/Nutrisi/Herbal. Etanol : Hindari penggunaan etanol (dapat meningkatkan depresi SSP). Dengan makanan : makanan dapat memperlambat absorpsi tetapi tidak mengurangi bioavailabilitasnya • Pengaruh : Ibu hamil : antagonis H1 umumnya, tidak disarankan penggunaan obat ini pada 2 minggu menjelang kelahiran karena potensial terjadinya retrolental fibroplasia pada bayi prematur.
Ibu menyusui : Klorfeniramine harus digunakan hati-hati pada ibu menyusui. Manifestasi efek samping pada bayi biasanya berupa iritabilitas, gangguan pola tidur, mengantuk, hipereksitabilitas, atau rewel. Dosis tunggal sebelum tidur setelah menyusui terakhir, dapat meminimalkan pemaparan pada bayi. Diperlukan penggantian ASI apabila ibu menyusui perlu penggunaan Klorfeniramin secara rutin. Anak – anak : Klorfeniramin disarankan pada anak-anak > 2 tahun. Pada beberapa anak, antihistamin dapat menstimulasi paradoksikal SSP. • Sediaan yang beredar : Allergan, Alermak, Alleron, Ce Te Em, Chlorphenon, Decamphenon, Hufaphenon, Dehista, Tiramin, Pehachlor, dll.
2. Difenhidramin Hidroklorida • Indikasi : Pencegahan dan pengobatan rinitis alergi, selesma, pruritus, urtikaria atau reaksi alergi • Kontra indikasi : hipersensitivitas, asthma akut karena aktivitas antikolinergik antagonis H1 dapat mengentalkan sekresi bronkial pada saluran pernapasan sehingga memperberat serangan asma akut; pada bayi baru lahir karena potensial menyebabkan kejang atau menstimulasi SSP paradoksikal. • Efek samping : Kardiovaskuler : Hipotensi, palpitasi, takikardia. Sistem saraf pusat : Sedasi, mengantuk, pusing, gangguan koordinasi, sakit kepala, kelelahan, kejang paraksikal, insomnia, euforia, bingung. Mual, muntah, sakit perut, diare, retensi urin, pengelihatan kabur, sekret bronkial kental.
• Dosis : Dewasa dan remaja : 25-50 mg tiap 4-6 jam, maksimal 300 mg sehari. Anak-anak 6-12 tahun : 12.525 mg tiap 4-6 jam, maksimal 150 mg sehari. Anak-anak < 6 tahun dengan berat > 9.1 kg : 12.5-25 mg 3-4 kali per hari, dengan interval 4-6 jam. Alternatif lain, 5 mg/kg/hr, terbagi dalam 3-4 dosis. Dosis maksimal 150 mg/hr. Anakanak < 6 tahun dengan berat <= 9.1 kg : 6.25-12.5 mg 3-4 kali per hari, dengan interval 4-6 jam. Alternatif lain, 5 mg/kg/hr, terbagi dalam 3-4 dosis. Dosis maksimal 150 mg/hr. • Perhatian : obat ini memiliki efek sedasi, jadi penderita yang menggunakan obat ini sebaiknya tidak mengendarai kendaraan bermotor dan menjalankan mesin
• Pengaruh : Ibu hamil : penggunaan antagonis H1 tidak dianjurkan selama kehamilan terkhusus pada trismester pertama. Ibu menyusui : Antagonis H1 tidak direkomendasikan selama menyusui karena dapat menginduksi stimulasi SSP paradoksikal pada bayi atau kejang pada bayi prematur. Juga dapat terjadi penghambatan laktasi. Anak – anak : Difenhidramin harus digunakan hati-hati pada anak-anak karena dapat menstimulasi SSP paradoksikal. • Interaksi obat : Dengan obat lain : Obat Antikolinergik : Sindroma antikolinergik sentral dan/atau periferal dapat terjadi bila diminum bersama analgesik opioid, fenotiasin dan antipsikotik (terutama dengan aktivitas antikolinergik yang tinggi), antidepresan trisikllik, beberapa antiaritmia dan antihistamin. Atenolol : Obat dengan aktivitas antikolinergik tinggi dapat meningkatkan bioavailabilitas atenolol (dan mungkin beta bloker lain).
3. Siproheptadin HCl Indikasi : rinitis alergi Kontraindikasi : hipersensitivitas, glaukoma sudut sempit, bayi baru lahir/prematur, penyakit saluran nafas bagian bawah, terapi MAO inhibitor, tukak lambung, gejala hipertrofi prostat, obstruksi leher kandung kemih, pasien lemah atau pasien lansia Efek samping : mual, pusing, muntah, mengantuk, nervous, tremor, gelisah, kering pada hidung dan tenggorokan, histeria penglihatan kabur, gangguan koordinasi, konvulsi Perhatian : penderita yang menjalankan alat berat/kendaraan bermotor, wanita hamil dan menyusui, penderita dengan riwayat asma bronkial Dosis : dewasa max 0,5 kg/BB/hari. Daerah dosis untuk terapi 4-20 mg sehari; disarankan pemberian dimulai dengan dosis 1 tablet 3 x sehari, disesuaikan dengan dosis pasien
•
Dekongestan
Merupakan zat simpatomimetik yang bekerja pada reseptor adrenergik pada mukosa hidung, menyebabkan vasokontriksi, menciutkan pembengkakan mukosa, dan memperbaiki jalannya udara. • Ada 2 dekongestan yang biasa digunakan : 1. Dekongestan topikal dekongestan nasal 2. Dekongestan sistemik dekongestan oral
Dekongestan Topikal Dekongestan topikal dipakai langsung pada mukosa hidung yang membengkak melalui penetesan atau penyemprotan. Penggunaan dekongestan topikal tidak menyebabkan atau sedikit sekali menyebabkan absorpsi sistemik penggunaan agen topikal yang lama (lebih dari 3-5 hari) dapat menyebabkan rinitis medikamentosa, di mana hidung kembali tersumbat akibat vasodilatasi perifer batasi penggunaan
Dekongestan Oral • Onset lambat, tapi efek lebih lama dan kurang menyebabkan iritasi lokal tidak menimbulkan resiko rhinitis medikamentosa Contoh : • Fenilefrin • Fenilpropanilamin • Pseudo efedrin menghambat respon alergi fase awal maupun fase lambat. respon puncak umumnya tercapai dalam 2- 3 minggu. Dosis kemudian dapat diturunkan jika sudah tercapai respon yang diinginkan direkomendasikan sebagai terapi awal disertai dengan penghindaran terhadap alergen
Efek utama pada mukosa hidung : # mengurangi inflamasi dengan memblok pelepasan mediator, # menekan kemotaksis neutrofil, # mengurangi edema intrasel # menyebabkan vasokonstriksi ringan, dan # menghambat reaksi fase lambat yang diperantarai oleh sel mast efek samping: bersin, perih pada mukosa hidung, sakit kepala, epistaxis, dan infeksiCandida albicans (jarang terjadi).
Kortikosteroid nasal • Meredakan bersin, rinorea, ruam, kongesti nasal secara efektif dengan efek samping minimal. • Efek samping : bersin, perih, sakit kepala, epistaksis, infeksi jarang oleh Candida albicans. • obat ini mereduksi inflamasi dengan menghambat pembebasan mediator,penekanankemotaksis neutrofil,menyebabkan vasokontriksi dan menghambat reaksi lambat yang diperantarai oleh sel mast. • Zat ini merupakan pilihan baik untuk rinitis perennial dan dapat juga digunakan pada rinitis musiman,terutama jika diberikan sebelum terjadi gejala.pihak berwenang merekomendasikan steroid nasal sebagai terapi awal datipada antihistamin karena tingkat keefektifan yang tinggi ketika digunakan secara benar dan penghindaran alergen
Contoh obat: • Beklometason dipropionat Indikasi: Pencegahan dan pengobatan rinitis perennial dan rinitis vasomotor Kontraindikasi : hipersensitif ESO: penekanan fungsi adrenal dilaporkan terjadi pada orang dewasa yang menerima dosis >1500 mg/hari, pada beberapa pasien terjadi kandidiasis mulut dan tenggorokan, serak, batuk luka pada tenggorokan Dosis : >12 th 1 inhalasi (42 mcg) per lubang hidung 2-4 kali sehari (max: 336 mcg/ahari) 6-12 th : 1 semprotan 3 kali sehari
Ipratropium bromida Merupakan zat antikolinergik yang berguna dalam rhinitis alergi menetap. Bersifat antisekretori ketika diberikan secara lokal dan meredakan gejala rinorea yang berkaitan dengan alergi dan bentuk lain rinitis kronis. Larutan 0,03% diberikan dua semprotan 2-3 kali sehari Efek samping : sakit kepala, epistaksis, hidung kering
Montelukast Antagonis reseptor leukotrien untuk mengatasi rhinitis alergi musiman Efektif baik dalam bentuk tunggal maupun bila dikombinasikan dengan antihistamin. Tidak lebih efektif bila dibandingkan dengan antihistamin selektif perifer. Dosis untuk umur >15 tahun : 1 tablet 10 mg/hari. Anak-anak usia 6-14 th : 1 tablet kunyah 5 mg/hari, anak-anak usia 2-5 th : 1 tablet kunyah 4 mg atau 1 bungkus serbuk/hari.
Imunoterapi desensitisasi Bersifat kausatif Imunoterapi merupakan proses yang lambat dan bertahap dengan menginjeksikan alergen yang diketahui memicu reaksi alergi pada pasien dengan dosis yang semakin meningkat. Tujuannya adalah agar pasien mencapai peningkatan toleransi terhadap alergen, sampai dia tidak lagi menunjukkan reaksi alergi jika terpapar oleh senyawa tersebut.