BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Eksodonsia adalah salah satu cabang ilmu bedah mulut yang mempelajari tentang hal-hal yang berhubungan dengan tindakan bedah gigi. Eksodonsia merupakan tindak bedah mulut yang bertujuan untuk mengeluarkan seluruh bagian gigi bersama jaringan patologisnya dari dalam soket gigi serta menanggulangi komplikasi yang mungkin ditimbulkannya. Eksodonsia yang sempurna menunjukkan bahwa bagian gigi dan jaringan patologis yang melekat seluruhnya harus ikut terambil keluar dari dalam soket. Sisa akar gigi, granuloma apikalis, dan serpihan jaringan gigi harus ikut diangkat keluar soket.
Indikasi
Sebelum melakukan tindakan ekstraksi. Dokter gigi harus mengetahui riwayat medis pasien berupa riwayat alergi, pengobatan yang sedang dijalani, pencabutan gigi sebelumnya, dan kemungkinan reaksi anestesi yang pernah dialami sebelumnya. Hal ini perlu dilakukan agar tindakan ekstraksi gigi dapat dilakukan dengan aman. Hal yang perlu diperhatikan dalam pencabutan gigi adalah anatomi gigi, jenis dan teknik anestesi, jumlah gigi yang diekstraksi dalam 1 kali kunjungan, serta pemeriksaan kembali elemen gigi yang baru diekstraksi.
Indikasi ekstraksi pada gigi permanen tidak sama dengan gigi sulung. Indikasi ekstraksi pada gigi permanen adalah :
Gigi yang telah mengalami kerusakan yang besar sehingga tidak dapat direstorasi dan tidak dapat dilakukan perawatan endodontik.
Gigi yang sudah sangat goyah akibat resorbsi tulang alveolar.
Gigi yang mengalami impaksi
Gigi yang perlu diekstraksi untuk keperluan ortodontik.
Gigi yang merupakan pusat infeksi dan jika gigi tidak diekstraksi, maka akan menjadi sumber infeksi bagi tubuh.
Gigi yang menyebabkan trauma jaringan lunak disekitarnya.
Gigi yang sudah rapuh atau terkena karies akibat terapi radiasi pada region kepala dan leher.
Gigi supernumerary.
Gigi yang mengalami fraktur pada akar. Kondisi ini akan menyebabkan rasa sakit berkelanjutan pada penderita sehingga gigi tersebut menjadi non vital.
Gigi dengan sisa akar.
Gigi dengan fraktur pada tulang alveolar.
Gigi yang terletak pada garis fraktur yang mengganggu reposisi.
Keinginan pasien untuk diekstraksi namun dengan beberapa alasan, seperti ingin terhindar dari rasa sakit, ingin diganti dengan gigi tiruan, maupun faktor ekonomi.
Indikasi ekstraksi gigi pada gigi sulung adalah :
Gigi ekstra yang menghambat pertumbuhan gigi lain
Gigi yang mengalami persistensi
Gigi yang merupakan fokus infeksi
Gigi dengan karies yang luas sehingga gigi menjadi non vital
Gigi yang sudah goyah dan sudah waktunya tanggal
Gigi yang akarnya menyebabkan ulkus dekubitus
Kontra Indikasi
Dokter gigi harus mengetahui keadaan atau kondisi yang membuat ekstraksi gigi harus ditunda untuk sementara waktu. Kontra indikasi ini berlaku samapi dokter memberi izin atau menunggu sampai keadaan umum pasien dapat menerima tindakan bedah tanpa menyebabkan komplikasi yang membahayakan jiwa pasien. Kontra indikasi ekstraksi didasarkan pada beberapa faktor, yaitu faktor utama dan faktor sistemik. Kontra indikasi ekstraksi berdasarkan faktor lokal adalah :
Ekstraksi gigi yang menyangkut suatu infeksi akut jaringan di sekitar gigi.
Contohnya gigi dengan kondisi abses yang akan menyulitkan anestesi.
Sinusitis maksilaris akut. Sinusitis terjadi jika membran mukosa saluran
pernapasan atas mengalami pembengkakan. Pembengkakan ini menyumbat saluran sinus yang bermuara ke rongga hidung sehingga mukus tidak dapat keluar secara normal. Ekstraksi harus ditunda samapai sinusitis teratasi.
Radioterapi kepala dan leher. Infeksi akut yang berada di sekitar gigi akan menyebar melalui aliran darah ke seluruh tubuh dan terjadi keadaan septikemia.
Ada suspek keganasan, dimana bila dilakukan ekstraksi akan menyebabkan kanker cepat menyebar dan semakin ganas.
Pasien dengan kontra indikasi yang bersifat sistemik memerlukan pertimbangan khusus untuk dilakukan ekstraksi gigi. Pasien yang memiliki riwayat penyakit tertentu dapat dilakukan ekstraksi dengan syarat bahwa pasien sudah berada dalam pengawasan dokter ahli serta penyakit tersebut dapat dikontrol dengan baik. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi pra ekstraksi, saat ekstraksi, maupun pasca ekstraksi. Kontra indikasi ekstraksi berdasarkan faktor sistemik adalah :
Diabetes mellitus.
Diabetes yang terkontrol tidak memerlukan antibiotik profilaktik untuk ekstraksi. Namun pada diabetes tidak terkontrol, prosen penyembuhan akan lebih lambat dan cenderung mengalami infeksi sehingga memerlukan antibiotik profilaksis.
Kehamilan.
Hal yang perlu diawasi selama masa kehamilan ini adalah terjadinya kondisi hipertensi dan diabetes mellitus gestasional yang umumnya temporer selama masa kehamilan. Jika dilakukan ekstraksi, pasien dapat mengalami stress akibat rasa sakit maupun peradangan dari proses ekstraksi dimana hal ini akan meningkatkan prostaglandin, yang juga berperan dalam kontraksi uterus. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian analgetik maupun antiinflamasi yang aman bagi wanita hamil namun tetap harus dalam pengawasan dokter ahli.
Penyakit kardiovaskuler.
Sebelum dilakukan tindakan ekstraksi, harus berkonsultasi dengan dokter spesialis untuk medapatkan izin atau rekomendasi mengenai waktu yang tepat bagi pasien untuk menerima tindakan ekstraksi tanpa terjadi komplikasi yang membahayakan bagi jiwa pasien serta tindakan pendamping yang diperlukan sebelum maupun sesudah tindakan ekstraksi. Contohnya pasien jantung rematik harus diberi Penicilin G Benzatin sebelum dan sesudah ekstraksi dilakukan.
Kelainan darah atau blood dyscrasia.
Riwayat kelainan darah seperti trombositopenis purpura, leukemia, anemia, hemofilia, maupun kelainan darah lainnya harus diketahui oleh dokter gigi sebelum tindakan ekstraksi dilakukan agar dokter gigi dapat mencegah terjadinya komplikasi pasca ekstraksi.
Hipertensi.
Jika anestesi lokal yang digunakan mengandung vasokonstriktor, maka pembuluh darah akan menyempit, sehingga tekanan darah meingkat. Hal ini dapat menyebabkan pembuluh darah kecil pecah sehingga terjadi perdarahan pada pasien hipertensi.
Hepatitis.
Pasien hepatitis dapat mengalami gangguan pembekuan darah oleh karena defisiensi faktor pembekuan yang dibentuk oleh hati, seperti 'prolonged hemorrhage' dimana perdarahan berlangsung lama sehingga sebaiknya dikonsultasikan dahulu dengan dokter spesialis dan diberi premedikasi vitamin K dilakukan ekstraksi.
Sifilis.
Daya tahan tubuh pasien sifilis cukup rendah sehingga mudah terjadi infeksi dan penyembuhan luka pun terhambat.
Nefritis.
Ekstraksi beberapa gigi pada pasien nefritis dapat memperburuk kondisi nefritis yang dialaminya sehingga pasien perlu berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter ahli sebelum dilakukan ekstraksi.
Toksis goiter.
Tindakan ekstraksi dapat menyebabkan krisis tiroid, dengan tanda-tanda kesadaran menurun, gelisah, tidak terkontrol walau sudah diberi obat penenang, kejang, bahkan dapat terjadi kegagalan jantung.
Alat-alat Ekstraksi Gigi Rahang Atas dan Bawah
Elevator
Indikasi Penggunaan Elevator
Untuk ekstraksi gigi yang tidak dapat dicabut dengan tang
Untuk menggoyangkan gigi sebelum penggunaan dengan tang
Untuk mengeluarkan sisa akar
Untuk memecah gigi
Untuk mengangkat tulang inter radikuler (cryer)
Untuk memisahkan gigi dengan gingiva sebelum penggunaan dengan tang ( bein)
Bahaya Pennggunaan Elevator
Dapat merusak gigi
Dapat mengakibatkan patah tulang maksila dan mandibula
Dapat mengakibatkan pecahnya tulang alveolaris
Dapat merusak jaringan mukosa
Dapat mengakibatkan terbukanya sinus maksilaris
Dapat mendorong sisa akar ke dalam sinus maksilaris
Syarat-syarat Menggunakan Elevator
Jangan menggunakan gigi yang berdekatan sebagai titik fulrum
Jangan menggunakan dinding bukal dan lingual sebagai titik fulkrum
Harus selalu menggunakan jari tangan sebagai fiksasi untuk menjaga jika elevator meleset
Pada waktu membuang inter radikuler, jangan merusak jaringan gigi lainnya.
Desain Elevator
Elevator didesain dalam dua desain yaitu elevator lurus dan elevator bengkok. Elevator yang lebih banyak digunakan dalam proses ekstraksi gigi adalah elevator lurus. Sedangkan Elevator bengkok sering digunakan untuk gigi yang tidak erupsi atau impaksi atau fragmen akar.
Gambar 2.1 Straight Bein Elevator
Pola desain elevator lurus terdiri dari bilah, tangkai dan pegangan paralel dimana bilah dari elevator lurus adalah cembung/cekung dengan ujung tajam. Sedangkan bilah dari ujung sampai ke tangkai merupakan dataran miring. Bilah ini mempunyai lebar bervariasi yaitu 2-3,5 mm atau 4 mm. Bidang miring dari bilah memberi keuntungan mekanis yaitu bila dikombinasikan dengan ujung yang tajam memungkinkan insersinya ke celah periodontal. Apabila bilah digunakan sejajar dengan permukaan akar gigi yang dicabut dan ujung bilah ditekankan ke apical, maka ligamentum periodontium akan putus dan alveolus terdilatasi.
Pegangan elevator standar didesain membentuk buah pir yang besar, bisa digunakan dengan pegangan jari atau telapak tangan. Pegangan telapak tangan digunakan untuk menghantarkan tekanan yang besar sedangkan pegangan jari digunakan untuk aplikasi yang sensitive. Pegangan crossbar diorientasikan tegak lurus dengan tangakai, memungkinkan digunakannya tekanan rotasi. Ukurannya berkisar dari besar (7-8 cm) dan sedang (4-5cm).
Gambar. C. (I) Winter Cryer Elevator (II) Winter Crossbar Elevator. D (I) Straight Elevator / Bein (II) London Hospital Stick Pattern Elevator (III) Apexo Elevator.
Prinsip Kerja Elevator
Level principle, dengan cara mencungkil
Wedge principle, dengan cara mendorong
Wheel and Axle principle, dengan cara memutar
Kombinasi
Penggunaan Elevator
Tekanan terkontrol
Dasar-dasar pemakaian elevator yang efektif dan aman adalah tekanan yang terkontrol karena tekanan yang berlebihan dapat mengakibatkan cedera pada gigi di dekatnya dan jaringan pendukungnya.
Aplikasi Paralel
Elevator lurus diinsersikan pada region mesio-gingivo interproksimal, paralel dengan permukaan akar (aplikasi paralel) untuk menghantarkan tekanan yang terkontrol. Elevator diorientasikan dengan konkavitas bilah menghadap gigi yang akan dicabut. Pada waktu mengetes anastesi dan mengetes kegoyahan gigi, digunakan pegangan jari. Untuk menekan tang agar mendilatasi alveolus, pegangan diletakkan dalam telapak tangan, di bukit tangan, kemudian elevator ditekan kearah apical ke dalam celah periodontal. Bersamaan dengan itu instrument dirotasikan searah jarum jam (ke bukal) pada daerah kiri rahang bawah serta berlawanan dengan arah jarum jam untuk bagian kanan rahang bawah. Tekanan ungkitan dapat dilakukan dengan titik tumpu pada linggir tulang interproksimal. Untuk mendapatkan dorongan dan ungkitan, pegangan digerakkan dari posterior ke anterior. Tidak dianjurkan untuk menggunakan gigi yang tidak hendak dicabut sebagai tumpuan.
Aplikasi vertical
Pada metode ini bilah diinsersikan ke dalam celah interproksimal mesial pada dataran yang vertical terhadap gigi yang akan dicabut. Alat ini ditumpukan pada linggir alveolar dengan konkavitas menghadap ke distal (kearah gigi yang akan dicabut). Elevator dirotasikan searah jarum jam untuk rahang bawah kanan (kearah oklusal) serta berlawanan arah jarum jam untuk rahang bawah kiri (ke oklusal). Tekanan yang dihasilkan cenderung menggerakkan gigi kearah distal-oklusal. Selain itu, tekanan ungkitan dapat dilakukan dengan jalan menekankan pegangan kearah gingival, menjauhi dataran oklusal, sementara bilah mengait permukaan akar gigi. Karena tekanan resultan dan risiko dari bertumpu pada gigi di dekatnya, aplikasi vertical hanya dicadangkan untuk pencabutan molar ketiga yang tertentu saja atau apabila gigi yang di dekatnya juga akan dicabut.
Tang
Desain tang
Pencabutan dengan tang mempunyai satu tujuan yaitu menghantarkan tekanan terkontrol pada gigi sehingga mengakibatkan dilatasi alveolus dan luksasi, serta pencabutan.
Desain yang umum dari tang dilengkapi dengan pegangan, engsel dan paruh. Pegangan bisa horizontal dan vertikal. Tang horizontal tersedia untuk rahang bawah dan rahang atas sedangkan desain vertikal hanya untuk rahang bawah saja. Tang horizontal dimodifikasi dengan pegangan lurus atau melengkung dan kadang diperlengkapi dengan suatu ring pada salah satu sisi pegangan. Ada dua persyaratan pokok untuk engsel dari berbagai macam tang,
(1) bibir tak akan terjepit pada waktu tang dikatupkan, (2) pegangan tang bisa bergerak bebas (tidak macet).
Paruh merupakan bagian kerja dari tang dibuat dengan berbagai macam desain. Klasifikasi tang yang pertama didasarkan pada kesimetrisan paruh. Paruh yang simetris adalah yang universal yaitu tang yang bisa digunakan untuk mencabut gigi kanan ataupun gigi kiri pada suatu rahang (hanya RA/RB). Lebar paruh yang lebih lebar digunakan untuk gigi molar.
Angulasi paruh terhadap pegangan menunjukkan fungsinya, yang mempunyai sudut hampir 90 derajat terhadap pegangan digunakan untuk rahang bawah. Pada potongan melintang, kebanyakan paruh tang adalah cembung/ cekung dengan bagian yang kuat di dapat dari permukaan paruh yang besar, yang mencekeran sementum dan bukan melalui perantaraan fiksasi linear yang tidak stabil dari ujung potongnya saja. Ujung potong tang dimaksudkan untuk memungkinkan memisahkan perlekatan gingiva dan menambah adaptasi akar dari tang. Ketajaman ujung tang merupakan indikator yang baik untuk menilai manfaat dan pemeliharaan tang. Tang sebaiknya sering diperiksa kalau ada kegempilan atau tumpul pada ujungnya, tang dapat dipertajam seperlunya.
Gambar. A. Tang khusus Rahang Atas. B. Tang khusus Rahang Bawah
Tang Ekstraksi Rahang Atas
Pada pencabutan gigi rahang atas dibutuhkan tang khusus untuk rahang atas. Biasanya tang tersebut memiliki paruh dan pegangan yang hampir satu garis penuh (180 derajat) dan jika dilihat dari samping berupa garis lurus.
Tang rahang atas terdiri dari beberapa macam yaitu tang ekstraksi mahkota anterior, radiks anterior, mahkota premolar, radiks premolar, mahkota molar kanan, mahkota molar kiri, dan bayonet.
Tang ekstraksi mahkota dan radix gigi anterior
Untuk pencabutan gigi yang masih memiliki mahkota, digunakan tang yang memiliki tangkai lurus dan memiliki paruh terbuka. Bisa digunakan untuk mencabut gigi anterior rahang atas baik kiri maupun kanan. Sedangkan untuk mencabut sisa akar gigi, dapat digunakan tang yang paruhnya tertutup dan bentuknya runcing ke arah paruh.
Tang ekstraksi mahkota gigi premolar
Untuk mencabut gigi premolar yang masih memiliki mahkota di gunakan tang yang memiliki tangkai berbentuk 'S' untuk mempermudah pencabutan. Bisa di gunakan untuk mencabut seluruh gigi premolar rahang atas baik kiri maupun kanan.
Tang ekstraksi radiks gigi premolar
Tang ekstraksi untuk sisa akar pada gigi premolar memiliki prinsip sama dengan tang ekstraksi radiks anterior, yakni memiliki paruh yang tajam ke arah paruh dan tertutup.
Tang Ekstraksi mahkota gigi molar 1 dan 2
Untuk pencabutan gigi molar rahang atas dapat di gunakan dua buat tang. Ada tang universal yaitu tang yang digunakan untuk ekstraksi gigi molar bagian kanan dan kiri. Cirinya kedua paruhnya tajam. Lalu ada pula tang spesifik, yaitu tang untuk mencabut gigi molar kanan saja atau kiri saja. Pada bagian paruhnya berbeda antara kanan dan kiri. Satu paruh berbentuk membulat dan satu paruh lagi berbentuk tajam atau biasa disebut eagle's break. Bagian paruh yang tajam atau bertakik digunakan untuk bagian bukal dari gigi molar. Sedangkan yang membulat untuk bagian palatal.
Tang ekstraksi radiks gigi molar
Untuk pencabutan radiks molar posterior, tangkainya berbentuk conta angle untuk mendapatkan akses yang mudah. Bentuk paruhnya sama seperti tang untuk pencabutan radiks gigi anterior dan premolar.
Tang ekstraksi khusus gigi molar 3
Tang ini memiliki bentuk paruh yang tajam atau tumpul. Bentuk tangkainya membengkok untuk mempermudah akses. Memiliki bentuk khas seperti bayonet.
Tang Ekstraksi Rahang Bawah
Dalam penggunaan tang, pinch grasp untuk rahang bawah. Padakebanyakan kasus, tang ini diaplikasikan pada gigi dengan paruh paralel terhadap sumbu panjang gigi. Adaptasi dicapai dengan menempatkan paruh yang lingual dulu , kemudian tang ditutup dan ditekan ke apikal. Jika mahkota bukal atau permukaan akar rusak maka paruh bukan diaplikasikan pertama. Tekanan mencengkeram ke apikal dipertahankan selama proses pencabutan, karena mempertahankan daptasi adalah sangat penting bagi keberhasilan aplikasi awal yang merupakan kondisi yang diharapkan karena dengan demikan terjadi dilatasi alveolus.
Penghantaran tekanan yang terkontrol tegantung pada posisi operator penggunaan tangan dan lengan, grasp dan posisi pasien yang benar. Tekanan yang terkontrol dan besar akan dihantarkan dengan aman apabila persyaratan tersebut dpenuhi. Tang dipegang dekat ujung pegangan menjauhi paruh tang. Memegang jauh dari ujung pegangan kan mengurangi keuntungan mekanis dan sebaiknya di hindarkan. Persepsi taktil dari tekanan diaplikasikan dan hasil yang diperoleh dapat berkurang karena cara memegang tang yang terlampau kuat, disebut sindrom white knuckle. Ciri-ciri dari tang rahang bawah adalah paruh dan pegangan bersudut antara 45°-90°, untuk gigi incisiv dan premolar kedua paruhnya bersudut tumpul, bentuk tang seperti huruf C dan L
Tang ekstraksi mahkota dan radiks gigi anterior
Untuk pencabutan gigi anterior rahang bawah yang masih memiliki mahkota digunakan yang paruhnya berbentuk bulat dan kedua paruhnya menutup sedangkan untuk pencabutan radiks saja, dipilih yang ujung paruhnya tajam.
Tang ekstraksi mahkota gigi premolar
Untuk pencabutan gigi premolar rahang atas digunakan tang yang kedua paruhnya agak membuka (tidak tertututp sempurna). Bisa digunakan untuk pencabutan gigi premolar kiri atau kanan.
Tang ekstraksi radiks gigi posterior
Dalam posisi menutup, kontak antara paruhnya sangat rapat dan tidak memiliki celah. Bisa digunakan untuk pencabutan radiks gigi posterior kanan atau kiri.
Tang ekstraksi mahkota gigi molar
Tang #17 didesain untuk pencabutan gigi molar rahang bawah. Paruhnya simetris dengan tonjolan bagian tengah atau ujung pada masing-masing paruh, yang ditujukan agar mencengkeram bifurkasi atau groove akar bukal atau lingual. Ujung tersebut apabila dikembinasikan dengan peruh yang lebar akan memberikan adaptasi, molar yang lebih baik (permukaan lebih luas) dibandingkan dengan tang #151. Tang lain yang sering digunakan untuk rahang bawah #23 (cow horn). Paruhnnya simetris dan berbentuk seperti tanduk konus, yang didesain untuk beradaptasi dengan baik di bifurkasi gigi molar. Tang ini digunakan dengan tekanan menutup yang kuat dan kontinu yang dikombinasikan dengan tekanan ke arah bukal dan lingual.
Tang #151, tang mandibula mempunyai paruh yang hamper membentuk sudut 90odengan pegangan. Tang #151 dulu didesain untuk gigi premolar bawah tetapi mellaui pengalaman, bentuk universal ini (bisa untuk kanan atau kiri) menjadi murni digunakan untuk pencabutan gigi bawah termasuk seluruh molar bawah.
Tata Cara Pencabutan Gigi Rahang Atas dan Bawah
Gigi yang erupsi bisa diekstraksi dengan salah satu dari dua teknik utama, yaitu :(1) tertutup atau (2) terbuka. Teknik tertutup juga dikenal sebagai teknik simple atau forceps. Teknik terbuka dikenal juga sebagai teknik operasi atau flap.
Teknik yang benar seharusnya menghasilkan ekstraksi yang atraumatik,dan sebaliknya pada teknik operasi yang salah dapat mengakibatkan ekstraksi yang traumatik.
Pertimbangan kesulitan pencabutan pada gigi permanen dapat dilihat dari: pemeriksaan klinis, seperti:
Ukuran mahkota yang besar biasanya mempunyai akar yang besar
Mahkota yang pendek atau gigi yang erupsi sebagian menghalangi adaptasi tang
Mahkota yang patah menyulitkan adaptasi tang
Restorasi yang luas atau mahkota protesa mudah fraktur atau tergeser pada waktu pencabutan, biasanya dilepas terlebh dahulu agar meningkatkan adaptasi tang dan juga mencegah tertelannya bahan restorasi
Gigi berjejal menyulitkan masuknya instrumen
Gigi yang dirawat endodontik cenderung mudah fraktur
Gigi yang sudah longgar dari alveolus harus dilihat apakah terdapat jaringan granulasi karena dapat mengakibatkan perdarahan dan memperlambat proses penyembuhan
Jika terdapat fistula di dekat gigi yang akan dicabut maka harus di eksisi terlebih dahulu
Selain itu, dapat dilihat dari gambaran radiografis:
Apakah jarak akar dekat atau jauh dengan sinus maksilaris atau kanalis mandibularis
Akar yang panjang dan tipis biasanya mudah fraktur
Akar yang melengkung biasanya mudah fraktur
Akar dengan hipersementosis apikal merupakan kontraindikasi pencabutan dengan tang
Tulang yang padat dan ligamen periodontal yang tipis akan mempersulit pelonggaran alveolus
Foto radiografis yang dipakai biasanya periapikal dan panoramik
Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika ekstraksi antara lain :
Posisi untuk ekstraksi
Untuk ekstraksi gigi maxilla, dental chair diposisikan sekitar 1200 terhadap lantai dimana mulut pasien harus sama tingginya dengan bahu dokter gigi dan bidang oklusal harus 45o terhadap bidang horizontal saat mulut terbuka
Selama ekstraksi pada kudran maxilla sebelah kanan, kepala pasien seharusnya mengarah ke operator, sehingga akses yang cukup dan visualisasi bisa didapatkan
Untuk ekstraksi gigi anterior maxilla, kepala pasien harus diposisikan lurus ke depan
Pada ekstraksi kuadran maxilla sebelah kiri, kepala pasien hanya sedikit diarahkan ke operator
Untuk ekstraksi gigi mandibula, pasien harus diposisikan lebih trgak lurus sehingga ketika mulut dibuka, occlusal plane sejajar dengan lantai
Posisi kursi harus lebih rendah dari pada posisi kursi saat ekstraksi gigi maxilla, dan dental chair diposisikan 110o terhadap lantai.
Posisi dokter gigi untuk semua daerah maxilla dan posterior mandibula di kanan depan menghadap pasien. Posisi dokter gigi untuk anterior mandibula kanan belakang atau kanan depan pasien.
Posisi dental chair selama ekstraksi. a Maksila: sudut antara lantai dengan dental chair 120°. b Mandibula: sudut antara lantai dan dental chair 110°. (Oral.Surgery Fragiskos D. Fragiskos, 2007)
Posisi dokter gigi selama ekstraksi. Untuk semua gigi rahang atas dan gigi posterior rahang bawah, operator berada di kanan depan pasien. Untuk anterior rahang baah, berada di kanan belakang) Oral.Surgery Fragiskos D. Fragiskos (Ed.) 2007
Peran non-working hand / tekanan kontrol
Terdiri dari pinch grasp (maksila) dan sling grasp (mandibula)
Pinch grasp : memegang processus alveolaris diantara ibu jari dan telunjuk
Sling grasp : menempatkan dan memegang daerah bukal dengan jari telunjuk dan daerah lingual dengan jari tengah
Tujuan : membantu retraksi pipi atau bibi, stabilitas processus alveolaris, melindungi jaringan dan gigi sekitarnya dari forceps, membantu menstabilkan posisi kepala pasien selama proses ekstraksi, memiliki peran penting pada saat ekstraksi gigi mandibula karena tangan kiri menyokong dan menstabilkan posisi rahang bawah ketika ekstraksi dilakukan sehingga TMJ terlindungi.
Ekstraksi gigi posterior rahang atas
Teknik apapun yang dipilih, ada tiga syarat utama yang diperlukan untuk mendapatkan ekstraksi yang baik, yaitu : (1) akses dan visualisasi pada daerah yang akan diekstraksi, (2) jalur yang tidak terhalang untuk mengekstraksi gigi, dan (3) penggunaan tenaga yang terkontrol. Dua langkah umum pada prosedur ekstraksi tertutup :
Melonggarkan perlekatan jaringan lunak ke gigi menggunakan desmotome atau elevator.
Desmotome : sambil melakukan tekanan kontrol, desmotom dipegang dengan cara pen grip kemudian masukkan ke bawah sulcus gingival dimulai dari bagian distal ke bukal lalu ke mesial dan terakhir ke palatal
Memotong jaringan lunak pada gigi anterior rahang atas. Jari non dominan : jempol di palatal, jari telunjuk di labial.
Memotong perlekatan jaringan lunak di gigi posterior rahang bawah. Jari non dominan: jari telunjuk ditempatkan di bukal, jari tengah di lingual.
Elevator : sambil melakukan tekanan kontrol, desmotom dipegang dengan cara palm grip kemudian masukkan ke arah apikal dimulai dari bagian mesial ke bukal
Pencabutan gigi dari soketnya menggunakan elevator atau tang. Paruh tang diletakkan di servikal line gigi dan paralel terhadap sumbu panjang gigi tanpa memegang tulang atau gingiva. Lakukan tekanan ke arah bukal terlebih dahulu karena tulang di bagian bukal lebih tipis dan lebih elastis daripada bagian palatal.
Cara memegang maxillary extraction forceps
Cara memegang mandibular extraction forceps
Teknik ekstraksi untuk gigi rahang atas
Gigi insisif rahang atas
Gigi insisif rahang atas diekstraksi menggunakan upper universal forceps (no.150) walaupun forceps lain bisa juga digunakan. Tekanan pinch grasp dengan jari telunjuk menekan labial dan ibu jari menekan palatal. Gerakan awal pada ekstraksi gigi ini harus pelan, konstan dan tegas pada arah labial yang akan memperluas crestal buccal bone. Setelah itu dilakukan gerakan memutar yang lebih pelan. Gerakan memutar tersebut harus diminamilisasi pada ekstraksi gigi insisif lateral, terutama jika ada lekukan pada gigi.
a Ekstraksi gigi anterior rahang atas. Forceps mencengkram gigi dan tangan non dominan mendukung prosesus alveolar. b gerakan ekstraksi : initial labial (L) pressure (i) ; gigi dikembalikan ke posisi semula, dengan arah pergerakan lanjut ke palatal (P) side (ii); gerakan akhir melengkung, dengan facing upwards (iii)
Gigi caninus rahang atas
Untuk ekstraksi gigi caninus rahang atas, dianjurkan untuk menggunakan upper universal forceps (no. 150). Caninus rahang atas ini memiliki tingkat kesulitan karena tertanam kuat pada tulang alveolar dan akarnya yang panjang serta seringkali melengkung dibagian ujung akarnya. Pinch grasp dengan ibu jari menekan labial sedangkan jari telunjuk menekan palatal. Gerakan awal ekstraksi gigi caninus dilakukan pada aspek buccal, lalu tekanan ke arah palatal. Gaya berputar tidak diperbolehkan karena akarnya yang agak datar dan ujungnya agak membelok ke distal. Setelah gigi terluksasi dengan baik, gigi bisa dicabut dari soket ke arah labial-incisal dengan labial tractional force.
Gigi premolar rahang atas
Ekstraksi gigi ini dilakukan dengan upper universal forceps (no. 150). Sebagai alternatif, bisa juga digunakan forceps no. 150A. Pinch grasp dengan jari telunjuk menekan palatal dan ibu jari menekan bukal. Gigi harus diluksasi sebanyak mungkin dengan menggunakan elevator lurus. Gerakan awal ekstraksi gigi premolar dilakukan pada aspek buccal, lalu tekanan ke arah palatal dengan pelan dan ringan agar tidak terjadi fraktur pada ujung akar. Gaya berputar harus dihindari pada gigi ini agar tidak terjadi fraktur akar. Final movement ke arah bukal.
a, b. Ekstraksi gig premolar pertama. a cara mencengkram gigi dengan forceps dan memegang prosesus alveolar dengan tangan non dominan
Gigi molar rahang atas
Forceps no 53R dan 53L biasanya digunakan untuk ekstraksi gigi molar rahang atas. Paruh pada forceps ini memiliki bentuk yang pas pada bifurkasi buccal. Beberapa dokter gigi memilih untuk menggunakan forceps no. 89 dan 90 atau yang biasa disebut upper cowhorn forceps. Kedua forceps tersebut biasa digunakan untuk gigi molar yang memiliki karies yang besar atau restorasi yang besar. Untuk mengekstraksi gigi molar ketiga yang sudah erupsi, biasanya menggunakan forceps no. 210S yang bisa digunakan untuk sebelah kiri atau sebelah kanan.
Pinch grasp dengan jari telunjuk menekan palatal dan ibu jari menekan bukal. Gerakan awal ekstraksi gigi caninus dilakukan pada aspek buccal, lalu tekanan ke arah palatal dengan pelan dan tekanan terus meningkat, gaya yang diberikan pada buccal lebih besar dibandingkan yang ke arah palatal. Gaya rotational tidak digunakan pada ekstraksi gigi ini karena gigi molar rahang atas memiliki 3 akar. Final movement ke arah bukal, searah dengan akar palatal.
Teknik ekstraksi untuk gigi rahang bawah
Pada ekstraksi gigi rahang bawah dianjurkan untuk menggunakan bite block. Selain itu, tangan operator juga harus selalu menyokong rahang bawah.
Gigi anterior rahang bawah
Lower universal forceps (no.151) biasanya digunakan untuk ekstraksi gigi rahang bawah anterior. Posisi dokter gigi berada pada di depan atau belakang kanan pasien dengan lengan kanan mengelilingi kepala pasien, rahang mandibula di stabilisasi dengan empat jari yang ditempatkan pada submandibula dan ibu jari pada permukaan oklusal. Pergerakan ekstraksi biasanya dilakukan ke arah labial dan lingual, dengan menggunakan tekanan yang sama besar dan meningkat. Gaya berputar ringan diperbolehkan kecuali pada akar yang ujungnya melengkung. Gigi dicabut menggunakan tractional forceps pada arah labial-incisal.
Ektraksi gigi anterior rahang bawah (insisif sentral). a ilusi diagramatik and b gmabaran klinis menunjukan cara memeganang gigi dengan forceps dan menyokong mandibular dengan tangan non dominan
Gigi premolar rahang bawah
Pada ekstraksi gigi premolar rahang bawah, biasanya digunakan juga forceps no.151. Akan tetapi, forceps no.151A bisa dijadikan alternatif. Jika gigi yang dicabut didaerah mandibula kiri rahang mandibula di stabilisasi dengan empat jari yang ditempatkan pada submandibula dan ibu jari pada permukaan incisal gigi incisiv, jika gigi yang dicabut didaerah mandibula kanan rahang mandibula di stabilisasi dengan empat jari yang ditempatkan pada submandibula dan ibu jari pada permukaan oklusal molar yang satu sisi dengan gigi yg dicabut. Pergerakan awal diarahkan ke aspek buccal lalu kembali ke aspek lingual dan akhirnya berotasi. Pergerakan rotasi sangat diperlukan pada ekstraksi gigi ini. Final movement ke arah bukal, outwards dan downwards.
Gigi molar rahang bawah
Forceps no.17 biasanya digunakan untuk ekstraksi gigi ini. Jika gigi yang dicabut didaerah mandibula kiri rahang mandibula di stabilisasi dengan empat jari yang ditempatkan pada submandibula dan ibu jari pada permukaan incisal gigi incisiv, jika gigi yang dicabut didaerah mandibula kanan rahang mandibula di stabilisasi dengan empat jari yang ditempatkan pada submandibula dan ibu jari pada permukaan oklusal premolar. Pergerakan kuat pada arah buccolingual digunakan untuk memperluas soket gigi dan memberikan kemudahan gigi untuk diekstraksi pada arah buccoocclusal. Untuk mengekstraksi gigi molar ketiga yang telah erupsi, biasanya digunakan forceps no.222.
Teknik Pencabutan Menggunakan Elevator
Biasanya menggunakan elevator lurus. Untuk mengekstraksi akar dan ujung akar atau intact teeth molar ketiga jika anatomi akar sesuai. Tidak bisa digunakan pada gigi dengan akar banyak
Cara memegangnya dengan jari telunjuk berada sepanjang blade dengan menyisakan ujungnya untuk luksasi gigi atau akar.
Harus selalu digunakan pada bukal tidak boleh ke palatal atau lingual.
Permukaan konkaf blade harus menghadap permukaan gigi dan ditempatkan diantara gigi dan tulang alveolar.
Dimasukkan sejajar sumbu panjang.
Selama luksasi, cotton roll atau gauze harus diletakkan antara jari dan sisi palatal/lingual untuk menghindari luka ke jari atau lidah.
Selama luksasi, gigi sebelahnya tidak boleh dijadikan sebagai pengungkit.
Penempatan gauze antara jari dan lingual, untuk melindungi jaringan dari injuri saat elevator slip.
Ekstraksi gigi posterior kanan rahang atas menggunakan straight elevator. Cara memegang alat yang benar adalah memegang instrument dan prosesu alveolar, jempol di bukal, telunjuk di palatal.
Ektraksi gigi posterior kiri rahang atas menggunakan straight elevator. Cara memegang alat yang benar adalah memegang instrument dan prosesu alveolar, jempol di palatal, telunjuk dibukal.
Ektraksi gigi posterior kanan rahang bawah menggunakan straight elevator. Cara memegang alat yang benar adalah memegang instrument dan prosesu alveolar, jempol di lingual, telunjuk dibukal.
Ektraksi gigi posterior kiri rahang bawah menggunakan straight elevator. Cara memegang alat yang benar adalah memegang instrument dan prosesus alveolar, jempol di bukal, telunjuk di lingual.
Teknik Ekstraksi Satu Akar Dengan Mahkota Yang Hilang
Biasanya menggunakan elevator lurus.
Cara memegangnya dengan jari telunjuk berada sepanjang blade dengan menyisakan ujungnya untuk luksasi gigi atau akar.
Harus selalu digunakan pada bukal tidak boleh ke palatal atau lingual.
Permukaan konkaf blade harus menghadap permukaan akar serta diantara akar dan tulang alveolar.
Dimasukkan tegak lurus dengan akar dan lakukan gaya rotasi
Teknik Ekstraksi Pada Akar Banyak Dengan Mahkota Yang Hilang
Menggunakan elevator lurus.
Membelah akar pada bifurkasi dengan bur fissure atau dengan elevator sampai intraradicular bone dengan bagian konkaf blade berkontak dgn akar distal
Lakukan tekanan memutar keatas
Teknik Ekstraksi Ujung Akar
Menggunakan double-angled elevator
Ada dua langkah, yaitu : mobilisasi dan luksasi
Tempatkan double-angled elevator antara alveolar bone dengan ujung akar dan dorong instrumen ke depan dengan pelan. Lakukan luksasi sampai ujung akar mobilisasi.
Jika menggunakan endodontic file, screw ke saluran akar lalu diangkat menggunakan tangan atau needle holder. Jika needle holder digunakan maka gunakan gauze antara needle holder dengan permukaan oklusal gigi.
a, b. Ilustrasi diagramatik menunjukan luksasi akar pada premolar kedua, menggunakan double-angled elevators
Instruksi Pasca Pencabutan Gigi
Mengigit tampon selama 30 menit, tetapi jangan dikunyah.
Tidak menggunakan sedotan pada saat minum setelah 24 jam.
Menggosok gigi setiap hari, tetapi tidak menggunakan mouthwash pada hari pencabutan.
Meminum obat analgesic jika terasa sakit.
Jika nyeri meningkat setelah 48 jam atau perdarahan abnormal terjadi segera hubungi dokter.
Untuk mencegah perdarahan dan pembengkakan, posisi kepala lebih ditinggikan saat tidur.
Jangan meludah, karena meludah dapt menyebabkan perdarahan.
Jika perdarahan terjadi lagi, pasang kembali lagi tampon.
Es dapat digunakan setelah pencabutan untuk mengurangi pembengkakan.
Makan dan minum seperti biasa.
Komplikasi Pada Saat Pencabutan Gigi dan Pasca Pencabutan Gigi
Komplikasi dapat timbul langsung pada saat prosedur ekstraksi gigi sedang berlangsung atau ada juga komplikasi yang membutuhkan waktu untuk bermanifestasi.
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi saat ekstraksi gigi antara lain:
Fraktur gigi
Saat pencabutan gigi, ada kemungkinan terjadinya fraktur pada gigi, baik pada mahkota gigi maupun pada akar gigi. Fraktur mahota gigi mungkin tidak dapat dihindari jika gigi yang akan dicabut sudah terlalu lemah akibat karies atau restorasi yang besar. Namun, hal ini mungkin disebabkan oleh kesalahan dalam penggunaan tang ekstraksi (forcep) atau ukuran paruh yang terlalu lebar atau operator yang terburu-buru untuk menyelesaikan operasi. (Wray, 2003)
Pada prosedur pencabutan gigi yang ideal, akar gigi pasti akan ikut tercabut, namun terkadang akar gigi dapat patah sehingga tertinggal di dalam mulut. (Wray, 2003)
Fraktur plat alveolar
Komplikasi ini biasanya terjadi jika ada gerakan tiba-tiba saat ekstraksi atau adanya ankilosis. Fraktur ini biasanya paling sering terjadi saat ekstraksi gigi kaninus, terutama jika tulang di region tersebut telah menjadi lemah akibat adanya trauma atau ekstraksi di gigi sebelah sebelumnya. (Fragiskos, 2007)
Fraktur plat lingual saat ekstraksi M3 rahang bawah yang impaksi (Fragiskos, 2007)
Fraktur mandibula
Komplikasi ini jarang terjadi, bila terjadi biasanya ketika pencabutan gigi molar ketiga rahang bawah yang impaksi. Biasanya diakibatkan oleh paparan gaya berlebih saat penggunaan elevator ketika jalur keluar gigi impaksi yang masih belum cukup, atau pada gigi ankilosis dengan gaya yang sedikit dapat menyebabkan komplikasi ini. Penyebab lain antara lain atrofi tulang mandibula atau adanya lesi patologis. (Fragiskos, 2007)
Fraktur tuberositas maksila
Komplikasi ini biasanya terjadi saat ekstraksi gigi posterior rahang atas dan biasanya diakibatkan oleh tulang tuberositas yang lemah akibat sinus yang menekan prosesus alveolaris ditambah dengan paparan gaya yang kuat saat ekstraksi gigi, gigi molar atas yang mengalami ankilosis sehingga sulit untuk didapatkan pergerakan saat ekstraksi, atau resistensi tulang yang kurang di bagian tersebut akibat adanya gigi M3 yang impaksi. (Fragiskos, 2007)
Kerusakan jaringan lunak
Komplikasi yang sering terjadi dan biasanya akibat kesalahan dalam penggunaan instrumen saat mencabut gigi atau penggunaan gaya yang berlebih. Daerah yang paling sering terluka adalah pipi, dasar mulut, palatum, daerah retromolar, ujung mulut, dan bibir. Luka bakar juga dapat terjadi pada bibir bawah jika instrumen yang terlalu panas berkontak dengan bibir. Abrasi juga dapat terjadi ketika bur yang berputar berkontak dengan jaringan. Trauma lain yang dapat terjadi seperti tersobeknya gusi saat ekstraksi karena ikatan yang belum hilang sepenuhnya. (Fragiskos, 2007)
(a) (b) (c)
Kerusakan jaringan lunak akibat ekstraksi. (a) Luka di bagian sublingual akibat terselipnya elevator saat ekstraksi, (b) Luka bakar akibat kontak jaringan dengan instrumen panas, (c) Abrasi akibat instrumen berputar. (Fragiskos, 2007)
Keterlibatan antrum maksila
Oroantral fistula (OAF) merupakan kondisi ketika sebagian lantai antrum yang menempel pada trifurkasi akar gigi molar atas ikut terangkat saat ekstraksi gigi. Hal ini dikarenakan akar gigi molar rahang atas dan premolar yang berada di dekat atau bahkan di dalam antrum maksila. Komplikasi lain yang melibatkan antrum maksila yaitu terdorongnya gigi, baik sebagian maupun keseluruhan, ke dalam kavitas antrum. (Wray, 2003)
Saluran oroantral setelah ekstraksi akar M1 rahang atas (Fragiskos, 2007)
Hilangnya gigi atau akar
Seringkali saat pencabutan gigi, bagian dari satu gigi dapat tercopot dan hilang akibat tertelan atau terdorong ke plat tulang tipis di sekitar soket dan menghilang (ke bukal, lingual, atau ke jaringan lunak). (Wray, 2003)
Kerusakan pada saraf
Komplikasi ini merupakan komplikasi yang sangat serius yang dapat terjadi saat prosedur bedah mulut. Saraf yang paling sering terkena yaitu inferior alveolar, mental, dan lingual. Trauma ini dapat mengakibatkan gangguan sensorik di daerah yang dipersarafi sehingga dapat menyebabkan kondisi yang tidak nyaman bagi pasien seperti anestesia, parestesia, atau disestesia. Trauma pada saraf dapat terjadi akibat administrasi anestesi lokal blok, membuat insisi ke foramen mental, tulang yang berdekatan dengan saraf terpapar panas berlebih, dan lain-lain. (Fragiskos, 2007)
Dislokasi Temporomandibular Joint
Biasanya, saat pencabutan gigi, pasien akan membuka mulut dengan lebar hingga mandibula terdislokasi, atau gaya yang sangat besar yang diberikan operator pada mandibula yang tidak ada dukungan juga dapat menyebabkan dislokasi mandibula. Untuk pasien yang diberikan anestesi umum, mandibula dapat mengalami dislokasi karena hilangnya tonus otot. (Wray, 2003)
Trauma pada gigi sebelah
Ketika mencabut gigi, tambalan gigi sebelah dapat ikut terangkat. Biasanya operator yang masih belum berpengalaman juga dapat mengakibatkan trauma seperti luksasi pada gigi di rahang yang berlawanan ketika gigi yang dicabut terlepas dari soket lebih cepat dari yang diperkirakan. (Wray, 2003)
Beberapa komplikasi pasca ekstraksi yang dapat terjadi antara lain:
Hematoma
Hematoma merupakan akumulasi darah dalam jaringan tanpa adanya jalan keluar dari luka yang tertutup atau jahitan yang sangat rapat. Komplikasi ini sering terjadi akibat perdarahan kapiler yang berkepanjangan, atau tindak penanganan perdarahan tidak dilakukan saat terjadi perdarahan. Hematoma mungkin terdapat di submukosa, subperiosteal, intramuskular, atau fasial. (Fragiskos, 2007)
Dry socket / Fibrinolytic alveolitis
Komplikasi ini biasanya muncul 2-3 hari setelah ekstraksi, dimana bekuan darah terdisintegrasi sehingga memperlambat penyembuhan luka dan menyebabkan nekrosis pada permukaan tulang di soket. Gangguan ini ditandai dengan soket yang kosong, napas berbau busuk, rasa tidak enak di mulut, dinding tulang yang gundul, dan nyeri hebat yang menyebar ke daerah lain di kepala. (Fragiskos, 2007)
Osteomyelitis
Komplikasi yang langka ini seringkali merupakan akibat dari keadaan imunokompromis atau berkurangnya suplai darah, biasanya di mandibula setelah radioterapi. Kondisi sistemik pasien biasanya tidak baik, suhu tubuh pasien meningkat, terasa nyeri yang hebat, dan gangguan sensasi pada bibir. Bagian yang terkena akan terasa lunak saat dipalpasi. (Wray, 2003)
Echymosis dan edema
Pada beberapa kasus setelah prosedur bedah, mungkin dapat ditemukan ekimosis pada kulit pasien. Ekimosis ini merupakan diskolorisasi pada kulit akibat perdarahan dari pembuluh darah yang pecah yang masuk ke jaringan. Ekimosis dapat disebabkan oleh trauma di daerah yang bersangkutan atau akibat retraktor saat retraksi flap. (Fragiskos, 2007)
Edema merupakan komplikasi lanjutan dari trauma jaringan lunak yang disebabkan oleh kumpulan cairan yang dikeluarkan oleh jaringan yang mengalami trauma akibat destruksi atau obstruksi pembuluh limfa. Puncak pembengkakan dalam 48-72 jam setelah tindakan dan akan mereda di hari ke tiga atau empat post operatif. (Fragiskos, 2007)
Sequestra
Terkadang, saat mencabut gigi, ada fragmen tulang yang terlepas dan tertinggal di soket sehingga pasien akan mengeluh merasakan sesuatu yang tajam di daerah soket. Fragmen tulang ini dapat mengganggu proses penyembuhan luka. Pada beberapa kasus dapat ditemukan jaringan granulasi yang mengeluarkan pus saat poket diprobing. (Wray, 2003)
Trismus
Trismus biasanya terjadi pasca ekstraksi gigi M3 rahang bawah dan ditandai dengan keterbatasan membuka mulut akibat spasme otot mastikasi. Spasme otot ini dapat terjadi akibat trauma otot pterigoid medial oleh jarum atau trauma saat prosedur bedah. Faktor penyebab lainnya adalah inflamasi pada luka post-ekstraksi, hematoma, dan edema post-operatif. (Fragiskos, 2007)
Penanganan Komplikasi Pencabutan Gigi
Berikut penanganan untuk beberapa komplikasi saat proses pencabutan gigi yang telah disebutkan di atas:
Fraktur gigi
Penanganan untuk mahkota gigi yang mengalami fraktur dapat dilakukan dengan membersihkan semua debris dari rongga mulut kemudian kondisi klinis pasien harus diamati terus. Fragmen-fragmen yang bersisa mungkin perlu dibersihkan dengan pembedahan. (Wray, 2003)
Penanganan untuk akar gigi yang tertinggal saat pencabutan gigi tergantung dari ukuran fragmen gigi, mobilitas fragmen, apakah fragmen terinfeksi, seberapa dekat jarak fragmen ke struktur anatomis, kooperasi pasien, kemampuan ahli bedah, dan lain-lain. Jika diputuskan untuk membiarkan fragmen gigi tersebut, pasien harus diberitahu dengan jujur kemudian pulpa di akar harus diangkat dan berikan dressing (pelindung luka). Untuk sisa akar saat pencabutan gigi sulung, biasanya dianjurkan untuk meninggalkan fragmen akar tersebut karena sisa akar akan diresorbsi dan didorong keluar oleh gigi permanen yang erupsi, selain itu alat-alat yang digunakan dapat merusak benih gigi permanen di bawahnya. (Wray, 2003)
Fraktur plat alveolar
Jika fragmen tulang alveolar yang terpecah kecil dan hanya memiliki sedikit ikatan periosteal maka fragmen harus diangkat perlahan-lahan dengan menggunakan elevator periosteal dan jika di tulang yang tersisa terdapat ujung yang tajam harus dihaluskan. Kemudian daerah tersebut diirigasi dengan larutan salin dan luka dijahit. Jika bagian yang pecah masih terikat pada jaringan lunak di sekitarnya, maka tulang harus distabilisasi kemudian mucoperiosteum harus dijahit. (Fragiskos, 2007)
Fraktur mandibula
Sebelum dilakukan prosedur lainnya, gigi harus diangkat terlebih dahulu untuk menghindari infeksi di sepanjang garis fraktur. Setelah itu, tulang mandibula distabilisasi dengan fiksasi intermaksila atau fiksasi internal segmen rahang selama 4-6 minggu dan administrasikan antibiotik spektrum luas. (Fragiskos, 2007)
Fraktur tuberositas maksila
Jika segmen yang mengalami fraktur belum sepenuhnya terlepas dari periosteum, segmen dapat direposisi kemudian mucoperiosteum dapat dijahit. Pada kasus ini, tindakan ekstraksi gigi harus ditunda, jika memungkinkan, hingga bagian yang fraktur sembuh, kira-kira 2 bulan lamanya, dan kemudian ekstraksi dilakukan dengan cara bedah. Namun jika segmen tulang telah terlepas sepenuhnya dan terjadi OAF, gigi harus diangkat terlebih dahulu kemudian tulang dihaluskan dan luka di jahit ketat, kemudian resepkan antibiotik spektrum luas dan dekongestan nasal. (Fragiskos, 2007)
Kerusakan jaringan lunak
Untuk luka kecil yang terdapat di pipi, lidah, atau bibir, tidak diperlukan penanganan spesial. Untuk membantu penyembuhan luka, dapat dioleskan petrolatum (Vaseline) atau salep lain yang cocok. Jika lukanya besar dan terjadi hemoragi, prosedur harus ditunda dan terlebih dahulu hentikan perdarahannya. (Fragiskos, 2007)
Keterlibatan antrum maksila
Pertama-tama operator harus mengkonfirmasi adanya OAF yang bisa dilakukan dengan inspeksi soket dengan cahaya yang cukup atau menggunakan probe tumpul untuk mengamati kedalaman soket. (Wray, 2003)
Setelah dikonfirmasi, penanganan OAF dapat dilakukan dengan 2 cara tergantung keparahannya. Jika fistula kecil, soket dapat dijahit dan berikan agen hemostatik (surgicel) untuk merangsang pembentukan bekuan darah, instruksikan pasien untuk menghindari meniup hidung, dan resepkan antibiotik untuk mencegah infeksi yang dapat menyebabkan OAF kronis. Pasien harus diperiksa 1 minggu kemudian dan 1 bulan kemudian untuk memastikan kesembuhan soket. (Wray, 2003)
Jika OAF besar, maka harus segera ditutup dengan bedah flap buccal. (Wray, 2003)
Gambar 2.4 Buccal advancement flap
Hilangnya gigi atau akar
Jika hal ini terjadi, harus segera dilakukan pencarian menggunakan suction yang bagus. Hal yang penting dilakukan selanjutnya adalah memastikan tidak ada benda asing di jalur napas pasien. Jika gigi atau akar tidak dapat ditemukan, segera lakukan pemotretan radiografi abdomen untuk memeriksa jika gigi telah tertelan. (Wray, 2003)
Kerusakan pada saraf
Untuk kerusakan saraf yang ringan, tidak ada terapi tertentu yang diindikasikan, kecuali jika ada ujung akar atau benda asing lain yang menekan saraf, dimana benda tersebut harus diangkat. Penanganannya biasanya paliatif, yaitu administrasi analgesik dan suplemen vitamin B kompleks untuk mempercepat pemulihan sensasi. Untuk kerusakan saraf yang berat harus diberikan penanganan secepat mungkin, biasanya bagian saraf yang terluka digantikan dengan graft atau bagian yang terluka harus dijahit. (Fragiskos, 2007)
Dislokasi Temporomandibular Joint
Jika hal ini terjadi, operator harus segera mencoba mengurangi dislokasi dengan mendorong mandibula ke bawah dan ke belakang. Jika tindakan tidak segera dilakukan, dapat terjadi spasme otot elevator mandibula yang hebat sehingga untuk menangani dislokasi ini pasien harus diberi sedasi atau bahkan anestesi umum. Untuk pasien yang mengalami dislokasi TMJ setelah diberikan anestesi umum, pastikan mandibula telah kembali ke posisi awal sebelum efek anestesinya hilang. (Wray, 2003)
Trauma pada gigi sebelah
Trauma pada gigi sebelah harus segera disadari dan diberi penanganan yang sesuai, misalnya jika gigi sebelah mengalami luksasi atau avulsi sebagian, harus distabilisasi selama 40-60 hari. Jika setelahnya masih terasa nyeri saat diperkusi, maka pasien harus mendapatkan perawatan endodontik. Jika gigi terdislokasi, maka harus direposisi dan distabilisasi selama 3-4 minggu. (Fragiskos, 2007)
Berikut penanganan untuk beberapa komplikasi pasca ekstraksi yang telah disebutkan di atas:
Hematoma
Ketika terjadi hematoma beberapa jam setelah prosedur bedah, penanganan yang diberikan yaitu meletakkan kompresan dingin secara ekstra oral di lokasi hematoma tersebut selama 24 jam pertama, kemudian berikan terapi panas untuk membantu meredakannya lebih cepat. Pasien bisa juga diresepkan antibiotik untuk mencegah supurasi dan analgesik untuk penghilang rasa nyeri. (Fragiskos, 2007)
Dry Socket
Penanganan yang dapat dilakukan yaitu irigasi soket dengan larutan saline dan menempatkan kain kasa yang telah dibasahi dengan eugenol yang diganti setiap 24 jam hingga nyeri reda, dapat juga dibantu dengan mengaplikasikan iodoform atau enzim dengan kain kasa secara lokal. Dengan penanganan paliatif ini, nyeri akan reda perlahan sehingga pasien bisa menjaga oral hygiene dan instruksikan pada pasien agar tidak mengunyah menggunakan sisi yang bermasalah untuk sementara. (Fragiskos, 2007)
Osteomyelitis
Penanganan utama untuk kasus ini yaitu dengan drainase pus, pemberian obat antibiotik, dan ketika infeksi akut telah teratasi barulah sequestra dihilangkan. (Wray, 2003)
Echymosis dan Edema
Untuk ekimosis, tidak diperlukan penanganan tertentu. Dokter gigi harus memberitahu kepada pasien bahwa kondisi ini tidaklah serius dan akan menghilang perlahan dengan sendirinya dalam beberapa hari, namun mungkin terjadi perubahan warna dalam prosesnya. (Fragiskos, 2007)
Edema berukuran kecil tidak memerlukan penanganan terapeutik apapun. Untuk pencegahan, aplikasikan kompresan dingin secara lokal setelah tindakan bedah selama 10-15 menit setiap setengah jam untuk 4-6 jam. Untuk edema yang parah dan lama sembuh, harus diperlakukan secara hati-hati karena edema yang tidak hilang-hilang dapat menyebabkan fibrosis dan perkembangan simfisis sehingga perlu administrasi obat proteolitik atau fibrinolitik. Jika edema terjadi akibat inflamasi, berikan juga antibiotik spektrum luas. Jika edema menyebar ke bagian faring, maka diindikasikan pemberian hidrokortison. (Fragiskos, 2007)
Sequestra
Penanganan untuk kasus ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: pertama, tenangkan pasien kemudian berikan anestesi lokal sebelum mengangkat fragmen tulang dengan penjepit tweezer. Jika terdapat jaringan granulasi yang mengeluarkan pus saat probing, dapat dilakukan kuretase soket. (Wray, 2003)
Trismus
Penanganan trismus tergantung dari penyebabnya, kebanyakan kasus tidak membutuhkan terapi tertentu. Jika penyebab trismus adalah inflamasi akut atau hematoma, dapat diberikan obat kumur hangat yang kemudian diikuti dengan antibiotik spektrum luas. Penanganan tambahan lainnya meliputi terapi panas (pemberian kompresan hangat secara ekstra oral selama 20 menit setiap jam hingga gejala mereda), berikan pijatan pelan di daerah TMJ, pemberian obat-obatan (analgesik, muscle relaxant, dan anti inflamasi), fisioterapi selama 3-5 menit setiap 3-4 jam (gerakan membuka mulut, menutup mulut, gerakan lateral), dan jika pasien mengalami stress dapat diberikan agen sedatif. (Fragiskos, 2007)
DAFTAR PUSTAKA
Anil Malik Neelima. 2008. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. New Delhi : Jaypee
Chatterjee Parama. 2009. A Concise Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. New Delhi : Jaypee
Fragiskos F.D., 2007. Oral Surgery. Jerman: Springer-Verlag Berlin Heidelberg
Pederson Gordon. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta : EGC
Wray David et.al., 2003. Textbook of General & Oral Surgery. Philadelphia: Elsevier