EKONOMI PANCASILA
A. Penge P engertian rtian Ekonomi Pancasila Ekonomi pancasila merupakan ilmu ekonomi kelembagaan (instructional economics) yang menjunjung tinggi nilai-nilai kelembagaan Pancasila sebagai ideologi Negara, yang kelima silanya secara utuh maupun sendiri-sendiri menjadi rujukan setiap orang Indonesia. 5 asas pancasila 1. Etika 2. Kemanusiaan 3. Nasionalisme 4. Kerakyatan/demokrasi 5. Keadilan sosial Kalau sila pertama dan kedua adalah dasarnya, sedangkan sila ketiga dan keempat sebagai caranya, maka sila kelima Pancasila Pa ncasila adalah tujuan dari Ekonomi Pancasila. Di era globalisasi ini arus perubahan negara-negara di dunia telah mengarah kepada homogenisasi paradigma paradigma kehidupan, k ehidupan, yaitu universalisasi liberalisme. Di bidang politik, demokrasi liberal telah menjadi wacana utama, sedangkan di bidang ekonomi, ekonomi neoliberal yang bertumpu pada kapitalisme gl obal menjadi arus utama. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang telah mulai berkenalan dengan kapitalisme global seiring dengan perekonomian era Orde baru yang menjadikan paradigma pertumbuhan ekonomi (economic growth) menjadi panglima. Krisis devaluasi rupiah yang lantas menjelma menjadi krisis moneter sepanjang 1997-1998 telah membutakan mata bahwa pondasi perekomomian Indonesia yang dibangun atas dasar hutang luar negeri tidaklah kokoh. Namun, di era reformasi ini kesadaran demikian tidak malah membangkitkan semangat di kalangan pemerintahan untuk mencari alternative sistem perekonomian yang manusiawi dan berkeadilan sosial, justru sebaliknya, saat ini Indonesia mengalami berbagai dentumen arus neoliberalisme yang terwujud dalam trio deregulasi, privatilasi, dan liberalisasi perdagangan. perdagangan.
Di sisi lain, muncul perkembangan menarik dengan wacana sistem Ekonomi Pancasila yang merupakan sistem ekonomi yang berlandasan dan dijiwai spirit nilai-nilai Pancasila. Pandangan sistem ini yang bisa dilacak dari ide-ide Bung Hatta, salah seorang proklamator RI. Senada dengan pesan pasal 33 UUD 1945 dan berbasiskan nilai-nilai sosio-religi-budaya masyarakat Indonesia. Disinilah perlunya melihat ulang pemikiran Adam Smith yang 17 tahun sebelum menulis karyanya Inquiry Into Inquiry Into Nature and Causes Of The Wealth of Nations (1776) yang kemudian menjadi ³kitab suci´ ideologi kapitalisme, telah menulis The teory of Moral Sentiments (1759). Di dalam karya terdahulunya, terdapatlah ajaran asli Bapak Ilmu Ekonomi ini bahwa ekonomi sama sekali tidak lepas dari faktor-faktor etika. Dalam buku ini Smith mencoba mengembangkan ilmu ekonomi yang tidak saja bermoral namun juga mendesain aspek kelembagaannya. Dari sinilah keberadaan Ekonomi Pa ncasila paralel dengan pemikiran Smith. Menurut Boediono (mantan Menkeu RI), Sistem Ekonomi Pancasila dicirikan oleh lima hal sebagai berikut : 1. Koperasi adalah sokogru perekono per ekonomian mian nasional 2. Manusia adalah ³economic man´ social and religions man´ 3. Ada kehendak sosial yang kuat kearah egalitarianisme dan kemerataan sosial. 4. Prioritas utama kebijakan diletakan pada penyususnan perekonomian nasional yang
tangguh. 5. Pengandalan pada sistem desentralisasi dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan ekonomi, diimbangi dengan perencanaan yang kuat sebagai pemberi arah bagi perkembangan ekonomi seperti yang dicerminkan dalam cita-cita koperasi. Meskipun dasar Negara Indonesia adalah Pancasila, namun ironisnya sistem perekonomian yang selama ini berlangsung tidaklah bersumber darinya. Setelah dicengkrami sistem ekonomi komando di era Orde Lama yang bercorak sosialisme, berikutnya perekonomian Indonesia menganut sistem ekonomi pasar yang bercorak kapitalisme di era Orde Baru. Jeratan kapitalisme pun semakin menguat seiring derasnya paham ekonomi neoliberal yang datang melalui agen-agen kapitalisme global seperti World Bank dan IMF setelah Indonesia mengalami krisis moneter. Dalam perjalanan republik ini, bisa dikatakan t elah terjadi penelikungan sistem ekonomi nasional sehingga Pancasila sebagai dasar N egara belum sepenuhnya menjiwai sistem perekonomian Negara ini, baik oleh faktor eksternal yang dimotori oleh World Bank dan IMF maupun oleh faktor internal yang bersifat neoliberal dan kalangan intelektual ekonomi dengan pemikiran-pemikirannya. Dalam prakteknya, menurut Mubyanto (Kepala PUSTEK UGM), fakultas ekonomi sebagai gedung pemikiran ilmu ekonomi telah menyumbang 3 dosa dalam pengajarannya yang berperan memperparah marginalisasi Ekonomi Pancasila, yaitu : 1. Bersiat parsial dalam mengajarkan ajaran ekonomi klasik Adam S mith. Konsep Smith tentang Manusia Sosial (homococius, tahun 1759) dilupakan atau tidak diajarkan, sedangkan ajaran berikutnya pada tahun 1776 (manusia sebagai homoeconomicus) dipuja puji secara membabi buta. 2. Metode analisis deduktif dari teori ekonomi neoklasik di ajarkan secara penuh, sedangkan metode analis induktif diabaikan. Hal demikian bertentangan dengan pesan Alfred Marshall dan gustave Schmoler, dua tokoh ekonomi neoklasik, untuk memakai dua metode secara serentak laksana dua kaki. 3. Ilmu ekonomi menjadi spesialistis dan lebih diarahkan untuk menjadi ilmu ekonomi matematika. Menurut Kenneth Boulding dalam Economic as A Sciense. Ilmu ekonomi dapat dikembangkan menjadi salah satu atau gabungan dari cabang-cabang ilmu berikut : (a) ekonomi sebagai ilmu sosial (social science); (b) ekonomi sebagai ilmu ekologi ( ecological science); (c) ekonomi sebagai ilmu prilaku (behavioral science); (d) ekonomi sebagai ilmu politik (polit ical science); (e) ekonomi sebagai ilmu moral (moral science). Sebagai sebuah gagasan besar, Ekonomi Pa ncasila sebagai sistem ekonomi bukan-bukan, bukan kapitalisme juga sosialime, menawarkan garapan berupa sistem perekonomian alternative yang bersifat komprehensif integral bagi juta an masyarakat Indonesia demi mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana termaksud dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945. Sejak reformasi, terutama sejak SI-MPR 1998, menjadi populer istilah Ekonomi Kerakyatan sebagai sistem ekonomi yang harus diterapkan di Indonesia, yaitu sistem ekonomi yang demokrasi yang melibatkan seluruh kekuatan ekonomi rakyat. Mengapa ekonomi rakyat bukan ekonomi rakyat atau ekonomi Pancasila? Sebabnya adalah karena kata ekonomi rakyat dianggap berkonotasi komunis seperti di RRC (Republik Rakyat
Cina). Sedangkan ekonomi Pancasila dianggap telah dilaksanakan selama Orde Baru yang terbukti gagal. Pada bulan Agustus 2002 bertepatan dengan peringatan 100 tahun Bung Hatta, UGM mengumumkan berdirinya Pusat Studi Ekonomi Pancasila (PUSTEP) yang akan secara serius mengadakan kajian-kajian tentang Ekonomi Pancasila dengan penerapan di Indonesia baik di tingkat nasional maupun di daerah-daerah. Sitem Ekonomi Pancasila yang bermoral, manusiawi, nasionalistik, demokratis dan berkeadilan jika diterapkan secara tepat pada setiap kebijakan dan program akan membantu terwujudnya keselarasan dan keharmonisan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat. Sistem Ekonomi Pancasila berisi aturan main kehidupan ekonomi yang mengacu pada ideologi bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Dalam sistem Ekonomi Pancasila, pemerintah dan masyarakat memihak pada kepentingan ekonomi rakyat sehingga terwujud kemelaratan sosial dalam kemakmuran dan kesejahteraan. Inilah sistem ekonomi kerakyatan yang demokratis yang melibatkan semua orang dalam proses produksi dan hasilnya dinikmati oleh semua warga dalam proses produksi dan hasilnya dinikmati oleh semua warga masyarakat. Aturan main sitem ekonomi Pancasila yang lebih ditekankan pada sila ke 4 (Kerakyatan yang dipimpin olek hikmat kebuijaksanaan dan p ermusyawaratan/perwakilan) menjadi selogan baru yang di perjuangakan sejak reformasi. Melalui gerakan reformasi banyak kalangan terhadap hukum dan moral dapat dijadikan landasan pikir dan landasan kerja. Sistem ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang memihak dan melindungi kepentingan ekonomi rakyat. Sistem ekonomi kerakyatan adalah sub-sistem dari ekonomi Pancasila yang diharapkan mampu meredam akses kehidupan ekonomi yang liberal. B. Undang-Undang Dasar 1945 dan Pembangunan di Bidang Ekonomi UUD 1945 menegaskan di dalam pembukaanya bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Penegasan di atas tidak terlepas dari pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan yaitu bahwa negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Karena pembukaan UUD 1945 beserta seluruh pokok-pokok pikiran yang terkandung di dalamnya menjiwai Batang Tubuh UUD, maka tujuan itu pun dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal seperti dalam pasal 23, pasal 27 serta pasal 33 dan 34. Namun demikian, diantara pasal-pasal yang paling pokok dan melandasi usaha-usaha pembangunan di bidang ekonomi pasal 33. Pasal 33 tersebut menyatakan sebagai berikut : 1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. 2. Cabang-Cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. 3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Mengenai pasal ini penjelasan UUD mengatakan : ³ Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi di kerjakan oleh semua. Untuk semua di bawah pimpinan atau pemikiran anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang di utamakan, bukan kemakmuran orang-orang, sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu adalah koperasi. Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang mengusai hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Kalau tidak, produksi jatuh ketangan orang-orang yang banyak ditindasinya. Hanya perusahaan yang tidak mengusasi hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang-orang. Bumi dan air dan kekayaan alam terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran
rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pasal 33 UUD 1945 merupakan pasal yang amat penting karena pasal ini menjadi landasan dan pangkal tolak bagi pembangunan ekonomi. Bahwa masalah perekonomiandi cantumkan dalam suatu pasal di bawah Bab mengenai Kesejahteraan Sosial, mempunyai makna yang dalam dan menunjukan dengan jelas bahwa tujuan ekonomi nasional adalah untuk kesejahteraan sosial dan kemakmuran bagi rakyat banyak dan bukan untuk orang perorangan atau suatu golongan. Dalam pasal 33 UUD 1945 ini pula di tegaskan asas demokrasi ekonomi dalam dalam perekonomian Indonesia. Berdasarkan pasal 33 UUD 1945 tersebut, GBHN menggariskan bahwa pembangunan di bidang ekonomi yang di dasarkan kepada Demokrasi Ekonomi menentukan bahwa masyarakat harus memegang peranan aktif dalam kegiatan pembangunan. Sedangkan Pemerintah berkewajiban memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi serta menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan dunia usaha. Sebaliknya dunia usaha perlu memberikan tangggapan terhadap pengarahan dan bimbingan serta penciptaan iklim tersebut dengan sigiat -giatnya yang nyata. Demokrasi ekonomi sebagai dasar pelaksanaan pembangunan memiliki ciri-c iri positif yang perlu terus menerus dipupuk dan dan di kembangkan. Ciri-ciri positif tersebut adalah sebagai berikut : 1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. 2. Cabang-cabang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak di kuasai oleh Negara. 3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh Negara dan di pergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 4. Sumber-sumber Kekayaan dan keungan Negara digunakan dengan permufakatan lembanga-lembaga Perwakilan Rakyat, serta pe ngawasan terhadap kebijaksanaannya ada pada lembaga-lembaga Perwakilan Rakyat pula. 5. Warga negara memiliki kebebasan dalam memilikh dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta mempunyai hak dan penghidupan yang layak. 6. Hak milik perorangan diakui dan dimanfaatjannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat. 7. Potensi, inisiatif dan daya kreasi warga Negara diperkembangkan sepenuhnya dalam batas batas yang tidak merugikan kepentingan umum. 8. fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara. Sebaliknya, dalam Domokrasi Ekonomi harus dihindari timbulnya ciri-ciri negatif sebagai berikut : 1. Sistem free Fight Liberalime yang membutuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain yang dalam sejarahnya di Indonesia telah menimbulkan dan mempertahankan kelemahan stuctural posisi Indonesia dalam ekonomi dunia. 2. Sistem etatisna dalam nama Negara beserta a paratur ekonomi Negara bersifat dominant serta mendesak dan mematikan potensi dan daya kreasi unit-unit ekonomi sector Negara. 3. Pemusatan kekuatan ekonomi pada suatu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat. Dalam mengembangkan kopresi, Presiden mengatakan dalam pidato kenegaraan tanggal 16 Agustus 1983 : ³Dalam rangka mendorong prakarsa dan partisipasi rakyat itu, pengembangan koperasi merupakan usaha yang tidak bisa ditawar-tawar lagi dalam tanggung jawab kita bersama untuk melaksanakan semangat dan kehendak pasal 33 UUD. Dalam Repelita IV koperasi harus semakin l;uas dan berakar alam masyarakat, sehinga koperasi secara bertahap dapat menjadi salah satu sokoguru perekonomian nasional kita. Untuk itu peranan dan usaha
koperasi perlu ditingkatkan dan diperluas bebagai sector. Seperti sector pertaniaan, perindustrian, perdagangan, angkutan, kelistrikan, dan lain-lain. Dalam ra ngka mempercepat pertumbuhan koperasi dibergaigai bidang tadi, maka akan di dorong dan dikembangkan kerjasama anatara koperasi dengan usaha swasta dan usaha Negara. Di samping itu juga kita akanlanjutkan penggunaan koperasi fungsional seperti koperasi buruh dan kariawan perusahaan, koperasi pegawai negeri, koperasi mahasiswa dan sebagainya s ehingga koperasi makin memasyarakat dan makin membudaya. Dengan demikian terhadapt tiga unsur penting dalam tata perekonomian yang di susun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dalam Demokrasi Ekonomi yang sector Negara, sector swasta dan koperasi. Ketiga sector ini harus dikembangkan secara serasi dan mantap.
DAFTAR PUSTAKA
http://ekonomirakyat.com http://ezzelhque.multiply.com http://indonesia.archle.net http://mudrajat.com Drs, Kansil:C.ST,S.H.1990. Hidup Berbangsa dan Bernegara. Jakarta:Erlangga. Drs. Kansil, C.S.T,S.H. 1996. Pancasila. Jakarta: Sinar Garfika. Tim Penataran. 1986. Bahan Penataran> Mutiara Sakti Uta ma.
Nama & E-mail (Penulis): Dr. Eddy Suandi Hamid Saya Dosen di UII Yogyakarta Tanggal: April 2004 Judul Artikel: Ekonomi Pancasila Topik: EKONÓNI INDONESIA DI MATA PROF. HARTOJO, SEBUAH POLEMIK Menggugat Kurikulum Fakultas Ekonomi ARTIKEL yang ditulis ekonom senior Dr Hartojo Wi gnjowijoto, "Pengajaran Ilmu Ekonomi di FE UGM Perparah Keterpurukan Ekonomi Indonesia", sungguh harus dijadikan bahan perdebatan (KR, 25/2/2004). Ada beberapa pokok pikiran yang dikemukakan dengan bahasa yang lugas. Pertama, pengajaran ilmu ekonomi di FE UGM (dan PT lainnya di t anah air) keliru. Ilmu yang diajarkan berpijak pada Teori Neoklasik yang mengabaikan tatanan sosial yang ada di masyarakat. Kedua, tidak ada dosen FE UGM yang memunculkan gagasan tentang adanya ketidakberesan dalam proses pengajaran ilmu ekonomi ini. K etiga, kesalahan dalam pengajaran ini telah memperparah krisis ekonomi di tanah air. Hal ini dapat terjadi antara lain karena ada alumnus dan dosen FE UGM yang (dengan ilmu yang salah) terli bat langsung dalam pengelolaan kebijakan ekonomi nasional. Keempat, dosen-dosen di FE UGM terbelenggu oleh ilmu yang pernah dipelajarinya, dan tidak mampu melakukan penalaran atas kebenaran ilmunya untuk diterapkan di tanah air. Kelima, saran agar FE meluruskan pengajarannya ilmu ekonomi dengan berpijak pada kondisi riil masyarakat Indonesia. Tulisan dengan gaya sarkastis itu memang tidak semata-mata ditujukan sebagai kritik pada FE UGM, melainkan juga PT-PT l ainnya. Namun dengan selalu menempatkan penyebutan FE UGM di setiap awal kritiknya, maka tidak bisa dielakkan bahwa sasaran utama tulisan tersebut adalah FE UGM. Ini mungkin karena beliau sebagai alumnus juga ikut mer asa memiliki kampus kerakyatan yang belakangan ini banyak mendapat sorotan, sehingga merasa ikut bert anggung jawab dengan memberi masukan (baca: kritik) pada almamaternya.Sebenarnya, sebagian besar tul isan Dr Hartojo hanya ingin menggarisbawahi dengan interpretasinya sendiri - pemikiran yang disampaikan Prof Dr AR Karseno. Dengan dasar pemikiran itu pul a ia menyerang FE UGM sebagai lembaga yang harus bertanggung jawab atas krisis ekonomi yang terjadi selama ini.Jika disikapi dengan kepala panas, maka civitas akademika FE UGM (termasuk saya yang alumnus dua degree dari FE UGM), tulisan tersebut memang bisa memancing emosi. Ini bukan saja kritiknya sangat keras, tetapi juga karena gaya bahasanya yang frontal, t anpa tedeng aling-aling, bahkan provokatif. Hal ini sangat berbeda dengan bahasa yang disampaikan Karseno yang njawani, sehingga disebut Hartojo sebagai munafik.Namun, sebagai instit usi akademik, saya yakin FE UGM (dan j uga PT lainnya) bisa melihat komentar tersebut secara jernih dengan kepala dingin. Menurut saya, secara substantif tuli san tersebut sangat baik. Baik dalam artian bisa menjadi momentum bagi FE UGM, dan FE -FE lain di tanah air untuk mawas diri dan mengkaji kurikulum dan metode pengajarannya. Jangan-jangan apa yang diajarkan selama ini memang banyak yang benarbenar salah!!??Bagi mereka yang rajin mengikuti perkembangan pemikiran ekonom di tanah air, sebenarnya kritik seperti yang disampaikan Hartojo (dan j uga AR Karseno) sebetulnya bukan sesuatu yang baru. Jadi, adalah keliru kal au Hartojo menyatakan, tidak seorang pun dari FE UGM dan universitas lainnya yang memunculkan gagasan bahwa ada yang enggak beres di dalam pengajaran di FE U GM. Jauh sebelum itu, dalam konteks Indonesia, Prof Mubyarto telah berulang kali menyuarakan hal yang sama. Berbagai tulisannya, baik dalam buku, artikel di media massa, maupun naskah ceramah
seminar di berbagai forum, secara frontal telah menunjukkan kelemahan ajaran Neoklasik tersebut. Namun sejauh ini, kri tik tersebut masih kurang direspons secara akademik. Pengajaran ilmu ekonomi terus berjalan as usual, dan ini tidak hanya di FE UGM tetapi di seluruh Fakultas Ekonomi di tanah air. Ketidakpuasan semacam ini sebetulnya sesuatu yang sudah cukup lama t erjadi, dan ini tidak hanya di Indonesia. Letupan-letupan ketidakpuasan terhadap ekonomi konvensional itu kemudian memunculkan berbagai konsep ilmu ekonomi alternatif, seperti Ek onomi Kelembagaan (Kenneth Building), Ekonomika Strukturalis (Raul Prebisch), serta Ekonomika Islami yang digali oleh ekonomekonom muslim (Dumairy, 2003). Di Indonesia sejak awal 1980-an ketidakpuasan atas teori ekonomi konvensional itu sudah diwacanakan oleh Prof Mubyarto, dan kini dikembangkan melalui PUSTEP (Pusat Studi Ekonomi Pancasila) UGM. Bahkan, suatu studi (1997) di enam universitas terkemuka dunia (Chicago, Harvard, MIT, Stanford, Columbia, dan Yal e) hanya 34% mahasiswa pascasarjana yang menyatakan "sangat setuju" ilmu ekonomi yang diajarkan di universitas-universitas AS relevan untuk memecahkan masalah ekonomi dewasa i ni (Mubyarto 2002). Perkembangan terbaru ditunjukkan di Fakultas Ekonomi H arvard University. Mereka t idak sekadar mewacanakan mengenai ekonomi alternatif, melainkan sudah pada tahap mengujicobakan pengajaran materi pengantar ilmu ekonomi alternatif t ersebut. Mereka yang berpikir beda ini disebut oleh majalah The Economist sebagai dissident economist.Ekonom yang murtad (heterodox economist atau dissident economist) layak mendapat acuan jempol (deserve credit), demikian tulis The Economist (10 Mei 2003), berkait dengan ditawarkannya kuliah pengantar ekonomi alternatif di FE terkemuka dunia tersebut. P engajarnya adalah Prof Martien Feldstein, mantan penasihat ekonomi Presiden AS R onald Reagan. Acungan jempol juga diberikan karena mereka menawarkan kepada konsumennya (mahasiswa) suatu pelajaran alternatif tentang apa yang terbaik (diinginkan) bagi mereka untuk diketahui. Asumsi dasar pengajaran ini berbeda dengan yang diajarkan ekonom neoklasik. Dengan menggunakan pendekatan psikologi, ekonom ini menolak konsep homo ekonomikus, yang selalu menganggap manusia bertindak rasional. Jika konsep ini diterima, maka dampaknya akan sangat luas bagi pengajaran ilmu ekonomi berbasiskan ekonomi neoklasik.Tulisan dalam rubrik F okus Ekonomi bertajuk Behaviourist at t he Gates tersebut menjelaskan bagaimana ekonom perilaku (behavioural economist) menggunakan psikologi untuk mempertanyakan resep-resep kebijakan ekonomi ortodoks (konvensional). Ditawarkannya mata kuliah pengantar ekonomi alternatif di Harvard tersebut menunjukkan apa yang dil akukan dengan mengkaji dan merumuskan sistem ekonomi alternatif seperti E konomi Pancasila bukanlah sesuatu yang aneh dan mengada-ada. Kebutuhan akan ekonomi alternatif i ni juga muncul di kampus-kampus di Amerika di mana sebagian besar mahasiswa pertama kali memperoleh pengajaran mengenai konsep homo ekonomikus.Walaupun yang diajarkan para ekonom yang murtad (atau mungkin lebih pas disebut ekonom reformis, ekonom pembaharu) ini lebih jelas dibanding ekonomi neoklasik yang tidak rinci dalam menjelaskan perilaku manusia dalam dunia nyata, namun menurut The Economist, sejauh ini hasilnya masih sangat terbatas. Pelajaran ekonomi masih didominasi rumus-rumus yang seolah tak m ungkin salah, yang pelakunya agents dan actors - selalu berperilaku rasional, merekomendasikan perdagangan bebas, pembatasan peran pemerintah, dan pajak yang rendah.Ide tentang teori ekonomi perilaku (behavioural economics) sebagian besar datang dari Daniel Kahneman, psikolog yang dua tahun l alu memperoleh Nobel dalam bidang ekonomi. Berbeda dengan Neoklasik, ekonomi perilaku i ni menganggap bahwa manusia tidak selalu bertindak rasional. O rang mungkin mengabaikan risiko, dan mengambil langkah untung-untungan. Manusia mungkin tidak tahu bagaimana mengalokasikan uangnya untuk mencapai kepuasan maksimum. Lebih dari itu manusia tidak melulu bersifat mementingkan diri sendiri atau serakah (selfish). Orangtua rela berkorban untuk anaknya; dan orang menyumbang untuk kegiatan sosial atau keagamaan tanpa mengharapkan keuntungan apapun.Anggapan manusia yang selfish telah menjadikan ilmu ekonomi mengajarkan manusia untuk selalu berperang (kompetisi) satu dengan lainnya, mengajarkan "keserakahan" yang diperhalus dengan kata kemakmuran. Kenyataannya manusia tidak selalu berpikir dan berbuat demikian. Manusia bisa bekerjasama (co-operation) untuk memenuhi kebutuhannya, mengedepankan keadilan ket imbang efisiensi, atau memasukkan pertimbangan moral dan etika dalam mengambil keputusan ekonomi. Karenanya ilmu ekonomi pun seharusnya bisa mengajarkan tentang konsep kerja sama untuk mencapai kemakmuran bersama bukan keserakahan individual.Banyak hal dari ajaran ekonomi ortodoks yang digugat oleh ekonom
nonortodoks. Menurut mereka, teori dasar tentang kurva permi ntaan dan penawaran tidak akan banyak artinya, karena orang tidak selalu mampu menghitung uang yang dengan rela ia keluarkan untuk sesuatu kebutuhan. Padahal banyak sekali teori-teori ekonomi yang menggunakan pendekatan atau dasar teori tersebut. Untuk menghitung kenaikan biaya karena pajak, misalnya, juga tergantung pada kedua kurva tersebut. Perdagangan bebas, misalnya, direkomendasikan berdasarkan manfaat yang diperol eh akibat turunnya bea masuk dibandingkan dengan biaya akibat hilangnya pekerjaan bagi industri yang tersaingi. Namun jika itu semua tidak bisa dihitung, maka rasionalitas di balik t eori itu tidak ada artinya.Diajarkannya pemikiran ekonomi alternatif di Harvard merupakan angin segar untuk berkembangnya pemikiran-pemikiran ekonom di l uar arus utama. Sebagian ekonom mungkin tak lagi terpaku dengan model-model ek onometerik yang canggih untuk menjelaskan fenomena ekonomi, menyusun suatu kebijakan, atau meramal masa depan perekonomian. Sebagaimana yang kini dilakukan Stephen Marglin, Guru Besar di Universitas Harvard yang merupakan pengusul pengajaran pengantar ekonomi yang nonkonvensional tersebut, yang l ebih mendorong mahasiswanya untuk membaca tulisan-tulisan mengenai nasib pekerja tekstil di AS yang menganggur gara-gara NAFTA ketimbang mengkaji secara ekonometerika manfaat kerja sama dari perjanjian tersebut bagi AS dan Meksiko. Apakah Fakultas-fakultas Ekonomi di Indonesia tidak mau memulai menawarkan hal yang sama - pili han matakuliah yang asumsinya berbeda dengan Neoklasik namun membumi atau bersifat ke-Indonesiaan? Barangkali FE UGM bisa menjadikan kriti k dari Hartojo dij adikan sebagai momentum memulai sesuatu yang sebenarnya sudah dipikirkan oleh para alumni dan segelintir dosennya. q - o*) Dr Edy Suandi Hamid, Dosen Fakultas Ekonomi UII Yogyakarta. . Saya Dr. Eddy Suandi H amid setuju jika bahan yang dik irim d apat dipas ang dan digunakan di Homepage Pendidi kan Network d an saya menjamin bah wa bahan ini hasil karya saya sendiri dan s ah (tidak ada copyright). . CATATAN:
Artikel-artikel yang muncul di sini akan tetap di pertanggungjawabkan oleh penulis-penulis artikel masingmasing dan belum tentu mencerminkan sikap, pendapat atau kepercayaan Pendidikan Network.