6.
Di Masa Bani Umayyah Pemerintahan Islam setelah khalifah Ali bin Abi Thalib berada di bawah kekuasaan Bani Umaiyah. Corak pemerintahan di era Bani Umiyah berbeda dengan sistem sebelumnya - dari syura kemudian beralih ke sistem pemerintahan kepala negara secara penunjukan. Para pemimpin negara di masa pemerintahan Bani Umaiyah bergantian menurut sistem penunjukan tersebut. Terdapat 14 orang kepala negara yang pernah memegang tampuk pemerintahan mayoritas dipilih dengan cara penunjukan. Perubahan di bidang politik ini membawa dampak pada bidangbidang pemerintahan dan kenegaraan lainnya - termasuk bidang ekonomi. Pembahasan berikut ini membicarakan kebijakan-kebijakan ekonomi kepala negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi serta bagaimana akibatnya pada kehidupan masyarakat secara makro. Perlu diingat, bahwa tidak semua kepala negara di masa Bani Umaiyah yang mempunyai kebijakan ekonomi. Untuk itu, pembahasan hanya ditunjukan pada beberapa kepala negara yang memiliki kebijakan ekonomi. 1. Mua’wiyah bin Abi Syofyan ( 40 – 61 H)
Mua’awiyah bin Abi Syofyan adalah pendiri dan sekaligus kepala negara pertama Bani Umaiyyah. Sebagai pendiri, beliau sangat berjasa dalam menyusun dan meletakkan dasar-dasar negara. Prof.K. Ali1 menyebutkan beberapa Mua’awiyah diantaranya: 1. Berjasa dalam memulihkan stabilitas dalam negeri dan kesatuan wilayah Islam. 2. Memerintahkan ibu kota negera dari Kuffah ke Damaskus 3. Mengadakan rekonsiliasi diantara pihak-pihak yang berseteru (KhawarijHimmariyah dan Mudariyah) Kegiatan ekspansi dilakukan Mua’wiyah ke daerah Afrika Utara,Konstantinopel, Cyprus, Rodes, Asi Kecil, Herald, Kabul Ghazna, Balkh, dan Ghandahar. Luasnya daerah taklukan di masa kepeminpinan Mua’wiyah memberikan dampak positif pada pemasukan keuangan negara, terutama dalam sektor pajak (kharaj). Untuk menangani bidang pemasukan negara dari pajak ini, Mua’wiyah mendirikan departemen yang bertanggung jawab dalam bidang pajak. Departemen tersebut dinamakan dengan diwan al-kharaj2. Pemasukan negara dari sektor pajak ini disalurkan untuk meningkatkan taraf kehidupan fakir miskin dan disalurkan untuk pemberian tunjangan kepada masyarakat sesuai dengan jasa dan keutamaan mereka. Besar dan alokasi tunjangan dapat dilihat pada tabel berikut ini :3 1
Prof.K.Ali, Sejarah Islam (Tarikh Pra Modren), Jakarta: Raja Grafindo, 1997, hal: 173-174 Ibid, hal 177. Disamping diwan al-kharaj, ada juga lainnya, seperti, diwan al-syurtha ( kepolisian), al-diwan al-hattam (administrasi negara), diwan al-barid (pos) 3 Muhammad Iqbal, Fiqih Syiyasah (Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam), Jakarta: gaya media Pratama,2001, hal: 85 . Lihat juga Montgomery Watt, The Mayesty That Was Islam, terjemahan , Hartono Hadikusumo, Kejayaan Islam, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990, hal: 53 2
58
Alokasi
Jumlah
Veteran Perang Badr Masuk Islam sebelum Hudaibiyah Masuk Islam semasa Abu Bakar Veteran Qidisiyah dan Yarmuk Masuk islam setelah Qidisiyah Golongan Monoritas Janda-janda Muhammad Saw Isteri-isteri Veteran perang Badr
5.000,- dirham 3.000,- dirham 2.000,- dirham 5.000,- dirham 1.000,- dirham 200,- - 500,- dirham 10.000,- dirham 5.00,- dirham
Di samping mendirikan diwan al-kharaj, Mua’wiyah tetap mengoperasionalkan baitul mal, seperti pada khalifah sebelumnya. Namun terdapat perbedaan yang prinsipil tentang status kekayaan yang disimpan di baitul mal. Di masa khalifah al-rasyidin, kekayaan baitul mal merupakan milik masyarakat dan setiap masyarakat mempunyai hak yang sama dalam memperoleh subsidi dari baitul mal. Baitul mal dikelola dengan penuh hati-hati dan penuh rasa amanah. Di masa Mua’wiyah, kekayaan baitul mal sepenuhnya berada di tangan kepala negara dan keluarga di lingkungan istana. Seluruh kepala negara yang pernah memerintah di masa Bani Umayyah memberlakukan kekayaan baitul mal sebagai harta pribadi kecuali di masa Umar bin Abdul Aziz. Dalam bidang moneter, di masa Mua’wiyah, terdapat orang yang memiliki keahlian dalam membedakan mana uang yang mengandung logam mulia dan mana yang tidak (palsu). Orang yang memiliki keahlian dalam bidang ini dinamakan dengan jihbiz4. 2.
Abdul Malik Ibnu Marwan ( 65 – 86 H ) Sebagai pemimpin di masa Bani Umayyah, Abdul Malik Ibnu Marwan patut menjadi perhatian dalam pembahasan ini. Di masa kekhalifahannya, terdapat kebijakan ekonomi yang belum terdapat pada pemimpinan sebelumnya. Kebijakan ekonomi dimaksud adalah kebijakan moneter. Kebijakan moneter tersebut merupakan salah satu paket pembaharuan yang pernah dilakukannya. Diantara paket pembaharuan tersebut adalah :5 1. Pembaharuan dalam bidang administrasi negara. Abdul Malik menetapkan bahasa arab secara bahasa resmi pemerintah. Sebelumnya bahasa yang digunakan sangat beragam, seperti bahasa Persia, Qbthi, dan Yunani. 2. Perbaikan irigasi, bendungan-bendungan dan saluran-saluran air guna menjaga kesuburan tanah pertanian 3. Perbaikan neraca timbangan dan alat takaran lainnya Kebijakan moneter yang pernah dikeluarkan Abdul Malik adalah berupa memperbaiki sistem keuangan. Abdul Malik mengeluarkan mata uang logam arab ( di masa nabi dan sabahat berlaku mata uang Persia dan Romawi). Dan juga mendirikan lembaga percetak uang di Damaskus.
4
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisa Fiqih dan Keuangan, Jakarta: IIIT, 2003, hal 24. Jihbiz berasal dari kata Persia 5 Prof.K.Ali, Op.,cit, hal 189-192 dan A. Syalabi , Sejarah dan Kebudayaan Islam , Jakarta : Pustaka al-Husna, hal 68- 87
59
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Hylmun Izhar6 menjelaskan bahwa di masa Abdul Malik, nilai tukar dirham–dinar relatif stabil dengan kurs dinar –dirham 1:10. Perbandingan emas –perak , 1:7. Reformasi keuangan lainnya dilakukan adalah mengubah dirham menjadi 15 karat dan pada saat yang sama dinar dikurangi berat emasnya dari 4,55 menjadi 4, 25 gram. Reformasi ini juga menetapan ukuran-ukuran nilai, sebagai berikut; Satu dinar 2,45 gram Satu dirham 3, 98 gram Satu uqiyya 40 dirham Satu mistqal 22 karat Satu ritl (liter) 12 uqiyya setara 90 mitsqal Satu qistl 8 ritl setara dengan sa’ Satu qafdiz 6 sa’ setara seperempat artaba Satu wasq 60 sa’ Satu jarib 4 qafiz 3.Umar bin Abdul Aziz ( 99 – 101 H) Umar bin Abdul Aziz adalah salah seorang khalifah Bani Umaiyah yang sangat terkenal dengan sifat dan sikap kehati-hatian dalam mempergunakan kekayaan negara. Ia memberikan garis demarkasi yang tegas antara milik pribadi di satu sisi dengan milik umum atau negara di sisi lain. Dalam kisah yang sangat populer di kalangan masyarakat dicerikatakan bahwa suatu malam, anak laki-laki Umar bin Abdul Aziz mengetuk pintu kamar. Di dalam kamar, Umar sedang menyelesaikan pekerjaan istana yang belum tuntas dikerjakan pada siang hari. Setelah masuk, Umar menanyakan kepada anaknya, ”Apakah pembicaraan kita ada hubungannya dengan penyelesaian masalah umat. Anaknya menjawab,” “Tidak”. Umar langsung mematikan lampu yang menerangi kamar. Sang Anak terkejut dan bertanya, “Kenapa lampu dimatikan. “Pembicaraan kita merupakan masalah pribadi. Sedangkan minyak lampu yang menerangi kamar ini dibiayai dengan biaya negara”, jawab Umar dengan tegas. Umar bin Abdul Aziz merupakan khalifah yang melanjutkan kepemimpinan Sulaiman bin Abdil Malik (92-99 H). Umar dipilih dengan kesepakatan masyarakat dan dibai’at secara bersama. Berbeda dengan khalifah lainnya, setelah dipilih menjadi khalifah, Umar dan isterinya menangis, mengingat besarnya tanggungjawab seorang khalifah. Terbayang oleh Umar, masyarakat miskin (kaum papa) yang kekurangan sandang pangan, orang sakit yang tersia-siakan, orang gembel yang berpakaian compang–camping, orang tua bangka yang tak kuat lagi bekerja. Semua itu akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah nanti7. Setelah diangkat menjadi khalifah, Umar bin Abdul Aziz menyampaikan pidato pelantikan. Aku wasiatkan kepada kamu sekalian untuk lebih mengutamakan taqwa kepada Allah. Jangan diletakan taqwa kepada Allah 6
Hylmun Izhar, Uang Dalam Perspektif Islam, Jurnal Ekonomi Syariah, Jakarta: UI, Nomor 2 Tahun 2002, hal 61 7 A. Syalabi , Op.cit, hal 104
60
1.
2. 3. 4.
dibelakang sesuatu selain Allah. Perbanyakan mengingat kematian sebelum datang waktunya. Aku tidak akan memberikan sesuatu kepada seseorang secara batil dan juga tidak akan pernah menahan sesuatu yang menjadi hak seseorang. Wahai manusia sekalian, siapa yang mentaati Allah berarti ia mematuhinya, siapa yang berbuat maksiat maka berarti ia tidak patuh pada Allah. Taatlah kepada ku selama aku masih mentaati Allah. Dan tidak ada kewajiban bagi mu untuk taat kepada ku jika aku tidak taat pada Allah “.8 Dari pidato kenegaraan pertama yang disampaikan di atas, terlihat komitmen dan visi pemerintahan Umar bin Abdul Aziz sebagai berikut: Visi pengelolaan kekayaan negara; transparan, adil, hemat dan tidak boros. Pengelolaan keuangan negara dengan menjunjung supremasi hukum. Hal ini ditunjukan dari perkataannya, “ Aku tidak akan memberikan sesuatu secara batil”. Menjalankan pemerintahan dengan berlandaskan pada nilai-nilai ketaqwaan pada Allah. Memberikan sesuatu yang menjadi hak seseorang tanpa diskriminasi dan menunda-nunda pelaksanaannya. Menjadikan pemerintahan yang jauh dari sifat kezhaliman9. Dalam menjalankan roda pemerintahan, bidang ekonomi menjadi prioritas kebijakan Umar bin Abdul Aziz. Umar melakukan reformasi bidang ekonomi yang diawali dari lingkungan diri dan keluarganya, kemudian para pembantu-pembantunya. Ia awali dengan hidup penuh kesederhanaan dan jauh dari hedonisme. Umar menolak segala fasilitas kendaraan yang banyak dan mewah yang diberikan kepadanya. Kendaraan tersebut merupakan jatah khalifah , dijual. Fasilitas lainnya, seperti permadani, puluhan hewan ternak dijual dan uangnya diserahkan ke baitul mal. Kepada isterinya. Umar berkata,” Tahukah dinda dari mana segala macam permata, mutiara, perhiasan lainnya dan perabot mahal diperoleh? .”Kini dinda boleh pilih, melepas segala macam benda itu atau aku melepaskan engkau?”. Akhirnya Umar dan keluarga hidup sederhana dan jauh dari kelezatan material. Setelah membersihkan diri dan keluarga, Umar melakukan hal yang sama kepada para pembantunya. Umar bertindak tegas tanpa kompromi terhadap para pejabat yang menjalankan pemerintahan secara semena-mena dan mengambil kekayaan negara secara ilegal. Seluruh aset negara yang diambil dan dipidahmilikan secara tidak sah dikuasai Umar dan digunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Langkah berikutnya dalam upaya reformasi ekonomi adalah mengurangi beban pajak , membuat peraturan mengenai fai, jizyah dan kharaj. Menegakkan keadilan dan kejujuran dalam perdagangan. Membasmi kecurangan dan penipuan dalam aktivitas transaksi. Kebijakan reformasi yang dilancarkan Umar bin Abdul Aziz berhasil dalam memperbaiki perekonomian masyarakat. Taraf kehidupan masyarakatnya terangkat dari garis kemiskinan ke garis kehidupan yang makmur. Gambaran 8
Khatb Ibrahim Muhammad, Syiyasah Maaliyah li Umar bin Abdul Aziz, Mesir: al-Haiyyah alAmmah al-Maktabah, 1977, hal:57 9 Ibid, hal: 59-60
61
tentang kemakmuran itu dapat dilihat dalam sebuah riwayat bahwa, Yahya ibn Said diutus untuk membagi-bagikan zakat kepada yang berhak menerimanya. Tapi aku tak menemui seorang yang patut diberi harta zakat. Akhirnya dengan zakat itu ku beli budak dan memerdekannya 10. Dalam hal pengelolaan pendapatan dan pengeluaran keuangan negara, Umar mengacu pada petujuk al-quran dan al-hadist serta kebijakan -kebijakan pendahulunya. Adapun sumber pendapatan negara dan pengalokasiannya sebagai berikut11: a. Zakat Zakat sebagaimana di masa Nabi Muhammad Saw dan Khalifah alRasyidin merupakan sumber pendapatan negara pertama dan utama. Pendapatan dari zakat ini disalurkan menurut petunjuk dan aturan yang telah ditetapkan Allah dalam al-Quran, Surat at Taubah ayat 60. Umar bin Abdul Aziz, dalam pengalokasian zakat kepada muallaf kuquluubuhum (orang yang baru masuk Islam) mengambil kebijakan yang berbeda dari pendahulunya. Di masa Nabi Muhammad Saw , zakat diberikan orang yang baru masuk Islam (muallaf) guna menjinakan dan menguatkan hatinya di awal ke-Islamannya. Pelaksaan seperti ini terus berlanjut sampai pada khalifah rasyidin kecuali Umar bin Chattab. Umar bin Chattab menghentikan alokasi zakat kepada muallaf dengan alasan Islam telah kuat dan untuk masuk Islam orang tak lagi perlu dibujuk hatinya. Di masa Umar bin Abdul Aziz, bagi muallaf diambilkan dari kas baitul mal sebanyak 1.000,dinar. Bagi ibnu sabil juga dialokasi ke dana yang bersumber dari zakat. Umar bin Abdul Aziz mengeluarkan kebijakan seperti terlihat dalam instruksi beliau pada salah seorang gubernurnya di Samarkan, Sulaiman ibn Asa al-Syara, bahwa setiap orang yang sedang mengadakan perjalanan di daerah Islam agar dijamu sebagai layaknya seorang tamu baik selama satu atau dua malam. Pelaksanaan penjamuan tersebut diambilkan dari dana pemasukan negara di sektor zakat. Para tamu yang sedang mengadakan perjalanan di daerah Islam tersebut dikategorikan sebagai ibnu sabil. b. Ghanimah Pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz Islam disebarkan dengan bijaksana dan tanpa peperangan. Kepada para gubernurnya di daerah, Umar menginstruksi untuk mengunakan cara-cara yang menyejukan dalam menyebarkan ajaran Islam. Dalam perluasan ajaran Islam yang ditempuh dengan peperangan menghasilkan perolehan harta ghanimah yang dijadikan sumber pendapatan keuangan negara. Pendapatan negara dari sektor ghanimah ini, di samping dialokasikan menurut ketentuan al-Quran dan sunnah juga dialokasikan kepada; anak Ali bin Abi Thalib 10.000,- dinar, keturunan Bani Hasyim 10.000, - dinar. c. Jizyah 10
A. Syalabi , Op.cit, hal 115-118 Khatb Ibrahim Muhammad, Op.cit, hal:59-151
11
62
Jizyah sebagai sumber pendapatan negara diperoleh dari ahlu kitab, dzimmi, dan kaum majusi. d. Kharaj Umar bin Abdul Aziz mengeluarkan ketentuan dalam memungut pajak / kharaj. Ketentuan tersebut seperti termuat dalam surat Umar pada gubernurnya, Abdul Hamid ibn Abdu Rahman, sebagai berikut: 1. Pengambilan pajak memperhatikan kondisi dan derjat kesuburan tanah dan bersikap adil 2. Pengambilan pajak berdasarkan bilangan atau jumlah tertentu serta timbangan yang berlaku umum masa itu e. Bea cukai atau pajak perdagangan /’Usyur Pemberlakuan bea cukai pertama diterapkan di era khalifah Umar bin Chattab. Diawali surat beliau pada Abu Musa al-Asyari yang memerintahkan penguasanya untuk menarik bea cukai pada setiap kafilah yang membawa dan melewati daerah Islam. Orang non-muslim memungut pajak terhadap pedagang muslim yang melewati mereka. Pajak tersebut dipungut terhadap barang dagangan yang bernilai 40 dinar. Jika kurang dari itu maka tidak dikenai pajak. Khusus bagi barang dagangan khamar, maka tidak dipungut pajak. Karena berdasarkan hadist,” Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu maka harganya juga haram.” Pendapatan negara yang diperoleh dari pos zakat, ghanimah, jizyah dan kharaj di atas dihimpun di baitul mal. Kemudian disalurkan untuk pembangunan dan perbaikan fasiliatas-fasilitas umum yang menunjang peningkatan pelayanan kepada masyarakat, seperti, perbaikan irigasi, pembangunan masjid, penebusan para tawanan, peningkatan kesejahteraan guru, pembangunan angkatan perang, pemberian tunjangan naik haji, pembiayaan kodifikasi (pembukuan hadist), pembangunan penjara, peningkatan kesejahteraan sosial dan memberikan bantuan biaya hidup kepada pencuri. Pemberian ini dengan tujuan untuk mencegah mereka melakukan perbuatan terkutuk tersebut. Umumnya pencurian dilakukan oleh orang-orang yang tak punya apa-apa dalam memenuhi kebutuhan hidup.
63
64