Dina Andrasyifa 240210120125
V.
PEMBAHASAN Telur merupakan sumber protein yang sangat baik dan penting bagi tubuh.
Selain kaya nutrisi, telur juga banyak dimanfaatkan dalam pengolahan makanan. Kandungan protein yang tinggi dan spesifik membuat telur mempunyai nilai fungsional dalam proses pengolahan makanan. Namun telur juga merupakan bahan yang mudah rusak dan telah tercatat sebagai salah satu bahan pangan yang sangat rentan kontaminasi, terutama bakteri patogen. Penanganan telur sebagai bahan pangan menjadi sangat penting untuk memastikan kualitas telur yang diolah atau dikonsumsi. Oleh karena itu pemahaman mengenai asal, karakteristik telur dan fungsinya menjadi sangat penting. 5.1.
Pengujian Kualitas Telur Telur merupakan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi berasal dari
ternak unggas, terutama mengandung protein dan zat-zat makanan yang dtbutuhkan tubuh manusia seperti asam amino, vitamin, dan mineral yang mudah dicerna. Akan tetapi disamping bernilai gizi tinggi, telur juga mempunyai sifat yang kualitasnya mudah rusak. Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu tindakan atau usaha-usaha bidang teknologi kualitas dan penanganan pasca produksi telur. Tindakan ini penting agar produksi telur yang dicapai dengan segala usaha ini dapat sampai ke konsumen dengan kualitas yang masih tetap baik (Sulistiati, 1992). Praktikum kali ini dilakukan pengujian kualitas berbagai jenis telur. Telur yang diuji kualitasnya antara lain telur ayam kampung, telur ayam negeri, dan telur bebek. Tujuan melakukan kegiatan ini, penulis merasa perlu tentang pentingnya pengetahuan mempelajari dan mengetrapkan teknik uji kualitas telur. Kegunannya diharapkan hasil parameter yang diuji dapat bermanfaat sebagai sumber informasi dalam upaya mempertahankan mutu telur konsumsi tetap baik atau sesuai standar mutu. Hasil pengamatan mengenai kualitas telur berbagai jenis unggas sebelum dan setelah penyimpanan refrigerasi selama satu minggu dapat diamati dalam tabel berikut.
Dina Andrasyifa 240210120125
Tabel 1. Kualitas Telur Sebelum dan Sesudah Penyimpanan Ayam kampung Ayam negeri Bebek No Parameter Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Bagian Luar 1. Specific 1,060 1,060 1,065 1,065 1,075 1,075 gravity 2. Kondisi Kulit Telur Ada Ada tidaknya guratan retakan Warna Coklat Coklat muda muda, Hijau Putih Hijau Putih bercak bercak kebiruan pucat kebiruan coklat semakin +2 tua banyak Kehalusan Halus Halus Halus Halus +1. Halus Halus +3 +2, agak +3 +2 Agak +1 kotor kotor Bagian dalam 1. Diameter 2,9 cm 3,6 cm 2,7 cm 3,4 cm 2,6 cm 2,6 cm rongga 2. HU 62,9076 49,2950 55,5853 3. Warna Kuning Kuning Kuning kuning oranye muda muda +2 telur tua pucat Berat (gram) 38,4923 38,4185 67,1915 67,0545 65,9751 65,9008 Tebal (cm) Putih Telur 0,49 0,215 0,67 Kuning Telur 1,00 1,11 1,69 Kantung udara 0,77 0,31 Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015) 5.1.1. Kualitas Telur Bagian Luar Kualitas telur bagian luar dilakukan dengan pengukuran specific gravity dan peneropongan. Peneropongan dilakukan dengan cara membersihkan telur terlebih dahulu, kemudian dilakukan peneropongan pada telur dengan mengamati di bawah candling atau lampu. Karakteristik yang diamati berupa ada tidaknya retakan pada kulit telur, kehalusan kulit telur, dan kenampakan kulit telur. Pengukuran specific gravity telur diawali dengan pembuatan larutan garam dengan berbagai konsentrasi. Telur dimasukkan ke dalam wadah yang berisi larutan garam dengan berbagai tingkat konsentrasi, dimulai dari larutan garam yang memiliki specific gravity terendah. Specific gravity telur terlihat ketika telur mulai mengambang pada larutan
Dina Andrasyifa 240210120125
garam dengan konsentrasi tertentu. Telur masih dalam kualitas yang baik jika memiliki specific gravity 1,075 g/cm3. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa telur ayam negeri, telur ayam kampung, dan telur bebek memiliki nilai specific gravity di bawah 1,075 g/cm3 walaupun telah disimpan selama 1 minggu dalam suhu refrigerasi. Telur bebek memiliki nilai specific gravity sebesar 1,075 g/cm3 namun masih dapat dikatgorikan dengan telur berkualitas baik. Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa specific gravity lebih dari 1,075 atau semakin besar maka kualitas telur (kulit) baik dan berat jenis telur hampir sebagian dipengaruhi oleh berat jenis cangkang/kulit telurnya. Pengmatan mengenai keretakan telur selama penyimpanan hanya terjadi pada telur bebek. Retakan yang terdapat pada cangkang berupa guratan. Guratan yang terdapat pada cangkang telur bebek tidak sampai menyebabkan keretakan, sehingga penurunan kualitas pada telur bebek dapat dikatakan tidak signifikan. Pengamatan mengenai warna dan kehalusan dapat diamati sebelum dan setelah penyimpanan. Warna dan kehalusan pada cangkang berbagai jenis sampel telur tidak mengalami perubahan yanag signifikan selama penyimpanan. Warna kulit telur pada masing-masing telur terdapat perbedaan yang nyata. Telur ayam kampung, telur ayam negeri, dan telur bebek dalam keadaan segar memiliki warna kulit telur berturut-turut adalah putih gading, coklat muda berbintik, dan hijau kebiruan. Setelah penyimpanan selama 1 minggu dalam suhu refrigerasi, kulit telur tersebut sedikit mengalami perubahan warna. Warna kulit telur ayam kampung, telur ayam negeri, dan telur bebek setelah penyimpanan selama 1 minggu berturutturut adalah putih kecoklatan, coklat muda berbintik (+), dan hijau kebiruan pucat. Warna kulit telur yang berbeda-beda dipengaruhi oleh pigmen yang terkandung dalam kulit telur. Kulit telur ayam berwarna putih-kuning sampai coklat dan telur bebek berwarna kehijauan. Warna kerabang telur ayam ras dibedakan menjadi dua warna utama, putih dan coklat. Perbedaan warna ini dipengaruhi oleh genetik dari masingmasing ayam (Romanoff dan Romanoff, 1963). Warna coklat pada kerabang dipengaruhi oleh porpirin yang tersusun dari protoporpirin, koproporpirin, uroporpirin, dan beberapa jenis porpirin yang belum teridentifikasi (Miksik et al.,
Dina Andrasyifa 240210120125
1996). Warna kulit telur bebek hijau kebiruan disebabkan adanya pigmen biliverdin yang berwarna hijau (dihasilkan oleh hati) dan zinc chelate. Biliverdin merupakan senyawa pigmen empedu dari keluarga porpirin hasil lintasan katabolik gugus heme dari hemoglobin yang terdapat di dalam eritrosit, oleh enzim heme oksigenase dan berfungsi untuk pewarnaan cangkang telur, pigmen tersebut menghasilkan warna biru-hijau. Warna kerabang selain dipengaruhi oleh jenis pigmen juga dipengaruhi oleh konsentrasi pigmen warna telur dan juga struktur dari kerabang telur. Telur ayam kampung dan telur bebek yang diamati memiliki permukaan kulit telur yang halus, sedangkan telur ayam negeri memiliki permukaan kulit telur yang kasar. Kulit telur ayam yang kasar dapat disebabkan gangguan saat ayam sedang bertelur sehingga telur tertahan lebih lama di salurannya, perubahan program pencahayaan selama proses bertelur, kekurangan air minum, ataupun infeksi bronchitis (Kurtini et al., 2014). 5.1.2. Kualitas Telur Bagian Dalam Kualitas telur bagian dalam diuji dengan melakukan pengukuran terhadap diameter rongga udara, nilai Haugh Unit, dan pengukuran kecerahan kuning telur. Pengukuran diameter rongga udara diawali dengan membersihkan telur terlebih dahulu. Telur yang telah dibersihkan kemudian diamati di bawah candling/ lampu. Bagian rongga udara telur diamati, rongga udara ditandai dengan bagian gelap ketika diamati di bawah lampu. Diameter rongga udara kemudian ditandai dan dilakukan pengukuran. Nilai pengukuran haugh unit dilakukan dengan menggunakan beberapa tahapan. Telur yang telah disimpan selama 1 minggu dalam suhu refrigerasi ditimbang untuk mengetahui berat telur akhir. Telur kemudian dipecahkan untuk mengukur ketebalan putih telur menggunakan micrometer pada bagian pinggir putih telur dan pinggir kuning telur. Data yang diperoleh digunakan untuk menghitung nilai Haugh Unit menggunakan rumus sebagai berikut. HU= 100 Log(H+ 7,57- 1,7W0,37) Keterangan: HU
= Haugh Unit
H
= Tinggi putih telur
Dina Andrasyifa 240210120125
W
= Bobot putih telur
Kriteria nilai Haugh Unit adalah sebagai berikut: -
Nilai HU < 31
: kualitas C
-
Nilai HU 31-60 : kualitas B
-
Nilai HU 60-72 : kualitas A
-
Nilai HU > 72
: kualitas AA
Pengukuran warna kuning telur dilakukan dengan menggunakan color fan. Tahapan yang dilakukan ialah telur dipecahkan dalam wadah yang datar, kemudian warna kuning telur dibandingkan dengan Yolk colour fan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa diameter telur ayam kampung meningkat dari 2,9 cm menjadi 3,6 cm. Hal ini juga terjadi pada telur ayam negeri dimana diameter mngalami pembesaran dari 2,7cm menjadi 3,4 cm. Namun perubahan diameter rongga udara tidak terjadi pada sampel telur bebek. Pembesaran kantung udara terjadi karena adanya pelepasan gas seperti CO2, NH3, N2, dan kadang-kadang H2S sebagai hasil degradasi bahan-bahan organik isi telur selama penyimpanan telur. Mengenai hal ini Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa diameter, tinggi dan volume rongga udara merupakan fungsi waktu. Pertama diameter dan tinggi rongga udara berubah dengan cepat, tetapi rata-rata pertambahan segera berkurang dan selanjutnya menjadi sangat lambat pada telur-telur yang lebih tua (Stadelman dan Cotteril, 1973). Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa temperatur lingkungan yang mengakibatkan terjadinya penguapan, sehingga rongga udara terbentuk lebih besar. Kantung udara berada pada bagian tumpul dari telur. Posisi peletakan telur dengan bagian tumpul di bawah menyebabkan ruang udara mendapat tekanan dari isi telur, sebaliknya pada bagian tumpul diatas, dan pada penyimpanan yang lama diduga dapat mengkibatkan terjadinya perubahan besar kantung udara yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas telur, sehingga posisi peletakan dan lama penyimpanan merupakan dua faktor yang perlu diperhatikan dalam upaya mempertahankan kualitas telur pada suhu refrigerasi. Berat telur ayam kampung, telur ayam ngeri, dan telur bebek mengalami penurunan setelah penyimpanan selama 1 minggu dalam suhu refrigerasi. Penurunan berat telur tertinggi terjadi pada telur ayam negeri. Menurut Mountney
Dina Andrasyifa 240210120125
(1976), bahwa prositas kerabang mempunyai kaitan yang erat dengan penurunan berat telur selama penyimpanan. Suhu refrigerasi dapat menghambat kecepatan penyusutan berat telur dibandingkan penyimpanan pada suhu ruang. Penyusutan telur akan dipercepat pada penyimpanan suhu yang lebih tinggi, karena terjadinya peningkatan porositas kerabang. Semakin lama waktu penyimpanan semakin bertambah besar penyusutan berat telur. Penyusutan berat telur yang terjadi selama penyimpanan disebabkan oleh penguapan air dan pelepasan gas CO2 dari dalam isi telur melalui pori kerabang. Penguapan dan pelepasan gas ini terjadi secara terus menerus selama penyimpanan sehingga semakin lama telur disimpan berat telur akan semakin berkurang. Penurunan berat telur selama penyimpanan dipengaruhi oleh suhu penyimpanan, kelembaban relatif dan porositas kerabang telur. Menurut Sudaryani (2000) penguapan air dan pelepasan gas seperti CO2, NH3, N2, dan sedikit H2S sebagai hasil degradasi bahan bahan organik telur terjadi sejak telur keluar dari tubuh ayam melalui pori kerabang telur dan berlangsung secara terus menerus sehingga menyebabkan penurunan kualitas putih telur, terbentuknya rongga udara, dan menurunkan berat telur. Nilai Haugh Unit merupakan nilai yang mencerminkan keadaan albumen telur yang berguna untuk menentukan kualitas telur. Nilai Haugh Unit ditentukan berdasarkan keadaan putih telur, yaitu korelasi antara bobot telur dan tinggi putih telur. Menurut Stadelman dan Cotteril (1995) dipengaruhi oleh kandungan ovomucin yang terdapat pada putih telur. putih telur yang semakin tinggi, maka nilai Haugh Unit yang diperoleh semakin tinggi. Putih telur yang mengandung ovomucin lebih sedikit maka akan lebih cepat mencair (Mountney, 1976). Selama penyimpanan Haugh Unit mengalami penurunan. Penurunan nilai Haugh Unit menurut Silverside dan Budgell (2004) disebabkan oleh beberapa perubahan. Perubahan tersebut antara lain, penguraian senyawa NaHCO3 menjadi NaOH dan CO2. NaOH yang dibentuk akan diurai menjadi Na+ dan OH- sedangkan CO2 yang dibentuk akan menguap, sehingga meningkatkan pH putih telur. Peningkatan pH tersebut akan membentuk ikatan kompleks ovomucin-lysozym yang menyebabkan kondisi putih telur menjadi encer. Reaksi kimia yang terjadi sebagai berikut: NaHCO3
NaOH + CO2
NaOH
Na+ + OH-
Dina Andrasyifa 240210120125
Hal lain yang menyebabkan bagian putih telur menjadi lebih encer menurut Sirait (1986) disebabkan hilangnya sebagian protein ovomucin yang berfungsi sebagai pembentuk struktur putih telur. Nilai Haugh Unit telur ayam kampung, telur ayam negeri, dan telur bebek berturut-turut adalah 62,9076; 49,2950; dan 55,5853. Berdasarkan nilai Haugh Unit tersebut, diantara ketiga telur tersebut yang memiliki kualitas tinggi adalah telur bebek, hal ini sesuai dengan pendapat Sudaryani (2000) yang menyatakan bahwa Nilai Haugh Unit yang tinggi menunjukkan kualitas telur tersebut juga tinggi. Nilai Haugh Unit dipengaruhi umur unggas, dengan pertambahan umur unggas maka akan menurunkan nilai Haugh Unit, karena kemampuan fungsi fisiologis alat reproduksi unggas semakin menurun. Kualitas kuning telur dilakukan dengan menentukan skor warna kuning telur dengan menggunakan yolk colour fan yang terdiri dari 15 seri warna, warna kuning telur merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting dalam penentuan kualitas telur oleh konsumen. Perbandingan warna kuning telur dapat diamati dalam skala yolk color fan.
Gambar 1. Yolk color fan Sumber: Anonim (2014)
Warna kuning telur dapat diukur dengan skala Roche yang terdiri dari kuning pucat (1) sampai orange (15). Warna kuning telur dari yang tertinggi hingga terendah adalah telur ayam kampung, telur bebek negeri, dan telur ayam negeri dengan nilai masing-masing sebesar 13, 7, dan 4. Masyarakat sangat menggemari warna kuning telur antara 9 sampai 11 dalam skala Roche. Warna kuning telur yang disukai
Dina Andrasyifa 240210120125
konsumen salah satunya dipengaruhi oleh zat warna xantofil yang banyak terdapat dalam golongan hidroksi-karotenoid. Zat tersebut selain mempengaruhi warna kuning telur juga warna kulit, shank, paruh, dan pigmen ini akan disimpan di dalam kuning telur. Penyebab keragaman warna kuning telur selain disebabkan oleh jumlah kandungan xantofil dalam bahan pakan, juga disebabkan oleh perbedaan galur, keragaman individu, sangkar, angka kesakitan (morbiditas), cekaman, lemak dalam pakan oksidasi xantofil dalam bahan pakan tertentu.
5.2.
Pembuatan Telur Asin Telur tergolong sebagai bahan pangan yang mudah rusak, sehingga untuk
menjaga kesegaran dan mutu telur perlu dilakukan teknik penanganan yang tepat. Salah satu teknik pengawetan telur adalah dengan pembuatan telur asin. Sebelum diawetkan telur perlu dibersihkan terlebih dahulu dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran dari permukaan kulit telur. Yang perlu diperhatikan dalam pencucian ini adalah sifat pori-pori kulit, sifat mengembang dan kontraksi isi telur. Setalah dilakukan pembersihan barulah dilakukan pengawetan pada telur. Pengawetan telur prinsipnya adalah menutup pori-pori kulit telur agar tidak dimasuki mikroba, disamping untuk mencegah keluarnya air dan gas dari dalam telur. Pengawetan pada telur dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya melapisi kulit telur dengan pembungkus kering (dry packing), perendaman (immersion liquit), penutupan kulit telur dengan bahan pengawet (shell sealling ), dan penyimpanan pada ruangan dingin (cool store). Telur asin merupakan pengawetan telur cara Immersion liquit, yaitu pengawetan yang dikerjakan dengan cara merendam telur dengan cairan yang dapat menutup pori-pori kulit telur, sekaligus juga bersifat antiseptik. Lebih bagus bila ditempatkan pada suhu rendah. Cairan yang digunakan pada pengawetan ini antara lain larutan air garam, larutan air kapur, ekstrak daun jambu biji. Selain itu pembuatan telur asin juga dapat dilakukan dengan sistem pengawetan dry peacing, yaitu dengan melapisi telur menggunakan suatu bahan berupa campuran garam dan pasir, kapur dengan soda, serbuk gergaji, abu tanah liat, dan jerami. Praktikum yang dilakukan kali ini menggunakan dua jenis penggaraman pada telur, yaitu menggunakan perendaman dalam air garam serta pelapisan dengan
Dina Andrasyifa 240210120125
menggunakan abu gosok dan garam. Proses pembuatan telur asin menggunakan metode perendaman dalam larutan garam terdiri dari beberapa tahap, antara lain sebagai berikut. 1.
Persiapan bahan Telur ayam dan telur bebek dicuci dengan air mengalir hingga bersih. Telur
yang telah bersih kemudian ditiriskan dan dilakukan pengamplasan pada permukaan telur. Pengamplasan pada permukaan telur bertujuan agar pori-pori telur lebih terbuka. 2.
Pembuatan larutan garam Larutan garam yang dibuat memiliki konsentrasi 26,5%. Sebanyak 265
gram garam dilarutan dalam 1000 mL air, dilakukan pengadukan hingga garam terlarut di dalam air. 3.
Pembuatan Telur Asin Telur yang telah diamplas direndam dalam larutan garam dengan
konsentrasi 26,5%. Permukaan cairan ditutup dengan menggunakan plastik berisi larutan garam agar telur tetap terendam di dalam larutan garam tersebut. Wadah ditutup dengan kain dan disimpan selama 4 minggu di suhu ruang dalam keadaan yang gelap. Telur yang telah direndam dalam larutan garam selama 4 minggu kemudian ditiriskan dan dilakukan perebusan hingga matang. Proses
pembuatan
telur
asin
menggunakan
metode
pemeraman
menggunakan adonan abu gosok dan garam terdiri dari beberapa tahap, antara lain sebagai berikut. 1.
Persiapan bahan Telur ayam dan telur bebek dicuci dengan air mengalir hingga bersih. Telur
yang telah bersih kemudian ditiriskan dan dilakukan pengamplasan pada permukaan telur. Pengamplasan pada permukaan telur bertujuan agar pori-pori telur lebih terbuka. 2.
Pembuatan adonan abu gosok dan garam Abu gosok dan garam masing-masing dilakukan penimbangan dengan
perbandingan 1:4, kemudian dilakukan penambahan air hingga terbentuk pasta yang homogen dan dapat dipulung. 3.
Pembuatan telur asin
Dina Andrasyifa 240210120125
Balut telur dengan adonan tersebut setebal ±1 cm hingga seluruh permukaan telur tertutup secara merata. Telur yang telah dibalut adonan tersebut kemudian disimpan dalam wadah dan ditutup dengan kain bersih yang basah. Setiap hari dilakukan pengecekan kain agar selalu dalam keadaan yang basah. Telur disimpan selama 4 minggu pada suhu ruang dan keadaan yang gelap. Setelah penyimpanan selama 4 minggu, telur dibersihkan dari adonan abu gosok yang menempel dan dilakukan perebusan hingga telur matang. Hasil pengamatan terhadap pengamatan mutu telur segar, telur asin mentah, dan telur asin matang dapat diamati dalam tabel berikut.
Dina Andrasyifa 240210120125
Tabel 2. Hasil Pengamatan Pembuatan Telur Asin Kriteria No. Ayam 1 Ayam 2 Bebek 1 Mutu Telur Segar 1 Berat 69,3428 81,2680 63,1043 (gram) 2 Berat 1,060 1,060 1,070 Jenis 3 Diameter 14,9 15 14 (cm) 4 Warna Coklat muda Hijau Coklat muda +2 kebiruan +3 5 Aroma Amis +2 Amis +2 Amis +3 6 Tekstur Halus, keras Halus, keras Halus +2, +2 +2 keras 7 Kenamp Baik Baik Baik akan Telur Asin 1 Berat 72,6 74,6 61,2 2 Diameter 14,9 15 14 3. Warna Putih Putih bersih Putih +1 Putih +2 telur +3 Kuning Kuning Kuning Kuning telur pucat, warna cerah, warna pucat, putih merata tidak merata di tengah 4. Rasa Putih Asin +4 Asin +3 Asin +2 telur Kuning Asin +3 Asin +2 Asin +1 telur 5 Aroma Asin +2 Asin +1 Asin +3 6. Tekstur Putih Padat, Lembek +1, Lembut, telur lembek +1, agak berair padat empuk Kuning Padat, Berbutir, Berbutir telur berbutir padat 7 Kenamp akan
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015) Keterangan : Telur Ayam & Bebek 1 = Metode Larutan Garam Telur Ayam & Bebek 2 = Metode Abu Gosok
Bebek 2 62,7134 1,060 14,5 Hijau kebiruan Amis +3 Halus +2, keras Baik 59,2 14,5 Putih pucat +4 Kuning pucat
Asin +1 Asin Asin +4 Keras, padat Berbutir
Dina Andrasyifa 240210120125
Hasil pengamatan menunjukkan terjadi perubahan karakteristik telur setelah dilakukan metode penggaraman. Perubahan berat telur ayam dengan metode penggaraman menggunakan larutan garam mengalami peningkatan, namun metode penggaraman dengan metode abu gosok mengalami penurunan. Pada telur bebek perubahan berat telur, baik dengan metode perendaman larutan garam maupun abbu gosok mengalami penurunan. Tekanan osmotik dalam larutan garam lebih besar dari pada tekanan osmotik dalam telur, sehingga larutan garam dapat masuk ke dalam telur dan menyebabkan kenaikan berat pada telur asin yang dibuat. Warna yang dihasilkan pada bagian putih dan kuning telur berbagai jenis sampel memiliki beberapa perbedaan. Pada semua sampel telur, warna putih yang dihasilkan pada putih telur memiliki warna yang sama, yaitu putih namun dengan tingkat kecerahan yang sedikit berbeda. Perbedaan menonjol pada warna kuning yang dimiliki bagian kuning telur. Warna kuning cerah dimiliki oleh sampel telur ayam asin yang diolah dengan metode abu gosok. Warna kuning telur asin yang semakin cerah disebabkan karena semakin banyaknya garam yang masuk ke dalam kuning telur. Garam akan masuk ke dalam kuning telur dan akan merusak ikatanikatan yang terdapat dalam granula sehingga dapat memperbesar diameter granula. Masuknya air akan semakin memperbesar diameter granula. Semakin banyak air dan garam yang masuk menyebabkan semakin banyak granula yang membesar, sehingga persentase kemasiran semakin besar. Aroma yang dihasilkan oleh berbagai jenis sampel telur adalah asin, dengan tingkat ketajaman yang berbeda. Aroma asin paling kuat dimiliki oleh telur ayam metode larutan garam, diikuti dengan telur ayam asin metode abu gosok, telur bebek metode garam dan telur bebek asin metode abu gosok. Aroma dapat digunakan sebagai indikator terjadinya kerusakan pada bahan pangan. Telur asin yang sudah berbau busuk menandakan bahwa telur asin tersebut sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Tekstur yang dimiliki berbagai jenis sampel telur asin memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Tekstur putih telur pada telur ayam asin cenderung lembek dan sedikit berair. Sedangkan pada telur bebek, tekstur putih telur cenderung lebih keras dan padat. Tekstur bagian kuning telur pada umumnya padat dan berbutir.
Dina Andrasyifa 240210120125
Tekstur yang diharapkan pada telur asin adalah kenyal di bagian putih telur serta masir di bagian kuning telur. Menurut Chi dan Tseng (1998), tekstur masir disebabkan oleh membesarnya granula yang ada dalam kuning telur dan adanya dehidrasi air dari kuning telur selama proses pengasinan akan menyebabkan tejadinya pengerasan kuning telur. Masuknya garam ke kuning telur menyebabkan protein mengalami denaturasi, lama kelamaan akan terbentuk gel (koagulasi). Garam yang masuk ke dalam kuning telur akau melepas ikatan lipoprotein yaitu kompleks antara lemak dan protein, sehingga lemaknya terpisah dari protein. Lemak yang terpisah dari protein pada granul akan menyebabkan proteinprotein tersebut saling menyatu, sehingga padatan grand polihedral semakin membesar dan menimbulkan tekstur masir. Rasa yang dimiliki telur asin pada umumnya asin, baik pada bagian putih maupun uning telur. Namun, tingkat keasinan dari berbagai jenis sampel telur memiliki perbedaan. Rasa merupakan salah satu faktor penting dalam produk pangan. Rasa telur asin umumnya terasa asin, sesuai dengan tingkat pemberian garam dalam pembuatan telur asin dan juga lama pemeraman. Rasa asin yang dihasilkan terbentuk dari telur asin yang mengeras. Sebagian besar kuning telur asin akan mengeras dan memberikan rasa asin (Romanoff dan Romanoff, 1963). Garam yang berdifusi ke dalam kerabang akan terperangkap oleh albumin. Tingginya kadar garam pada albumin akan menarik air pada kuning telur sehingga menyebabkan kuning telur semakin mengental dan memberikan rasa asin. Rasa asin telur asin yang dihasilkan sangat bergantung kepada lama penyimpanan. Bagi yang menyukai telur asin sebagai teman dari nasi, maka penyimpanan selama 15 hari cukup maksimal. Selain asinnya kental, kuning telurnya pun kuning tua dan berminyak, dan untuk sekedar sebagai camilan maka disimpan maksimal 10 hari sudah cukup (Sudaryani, 1996). Prinsip pengasinan telur adalah melakukan penetrasi garam masuk ke dalam telur. Penetrasi garam ke dalam telur disebabkan beberapa faktor. Telur memilki pori-pori yang menghubungkan permukaan telur dan bagian dalam telur. Melalui pori-pori inilah garam masuk ke dalam telur. Penetrasi garam ke dalam telur berjalan secara difusi setelah garam berubah menjadi ion-ion. Difusi ion-ion garam
Dina Andrasyifa 240210120125
tersebut melalui pori-pori kulit telur, putih telur dan masuk ke kuning telur melalui membran vitelin (Sukendra, 1976). Tekanan osmotik dalam larutan garam atau adonan lebih besar dari pada tekanan osmotik dalam telur, sehingga larutan garam dapat masuk kedalam telur. Garam yang digunakan dalam pengasinan adalah NaCl. Mekanisme yang terjadi adalah sebagai berikut : garam NaCl di dalam larutan mengion menjadi Na+ dan Cl. Kedua ion tersebut berdifusi ke dalam telur melalui lapisan kutikula, bunga karang, lapisan mamilari, membran kulit telur, putih telur, membran vitelin dan selanjutnya ke dalam kuning telur (Sukendra, 1976). Pemberian garam menurut Belitz dan Grosch (2009) menimbulkan pengaruh pada kelarutan protein. Pemberian yang terlampau sedikit (konsentrasi rendah) akan meningkatkan kelarutan protein (efek salting in) dengan menekan interaksi proteinprotein elektrostatik, sedangkan pemberian garam yang terlampau banyak (konsentrasi tinggi) akan menurunkan kelarutan protein (efek salting out) sebagai hasil dari kecenderungan hidrasi ion garam. Perubahan yang terjadi selama proses pengasinan telur adalah sebagai berikut. 1.
Denaturasi protein Denaturasi dapat diartikan sebagai suatu perubahan atau modifikasi struktur
sekunder, tersier, dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatanikatan kovalen. Denaturasi protein dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu panas, pH, bahan kimia, gelombang suara, tekanan yang tinggi dan mekanik. Senyawa kimia seperti urea dan garam dapat memecah ikatan hidrogen yang akhirnya menyebabkan denaturasi protein (Winarno, 1997). 2.
Koagulasi Konsentrasi terbesar dalam lapisan putih telur adalah ovomucin. Mucin
berperan dalam proses koagulasi. Kalaza mempunyai kandungan mucin yang tinggi dan mempunyai daya tahan terhadap penggumpalan. Sebaliknya, kuning telur mengandung komponen non protein yang merupakan subyek penggumpalan. Bila dalam suatu larutan protein ditambahkan garam, daya larut protein akan berkurang, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Peristiwa pemisahan protein ini disebut sebagai salting out. Bila garam netral yang ditambahkan berkonsentrasi tinggi, maka protein akan mengendap (Winarno, 1997).
Dina Andrasyifa 240210120125
3.
Pembentukan Gel Gel adalah fase antara padat dan cair, sebagai sistem
larutan yang
kehilangan sifat mengalir. Gelasi terjadi pada saat terbentuk ikatan nonkovalen dari
gugus fungsional yang sudah stabil. Mekanisme dari gelasi ini adalah
pemerangkapan air,immobilisasi dan pembentukan struktur gel yang stabil (Fennema, 1985). Pembentukan gel ada empat tahapan diantaranya adalah denaturasi, agregasi, koagulasi dan flokulasi (Pomeranz, 1985). Garam merupakan salah satu faktor yang inenyebabkan denaturasi dan mempengaruhi pembentukan gel pada kuning telur. Hal tersebut terjadi karena adanya aktivitas kation dan anion dari garam yaitu Na+ dan C1- yang meningkat (Stadelman dan Cotterill, 1977). 4.
Proses kemasiran telur Kemasiran kuning telur dipengaruhi oleh adanya garam yang masuk ke
dalam kuning telur. Suatu emulsi dapat dipecahkan dengan pemanasan dan penambahan NaCl yaitu dengan merusak keseimbangan fase polar (protein) dan fase non polar (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Tekstur masir yang ditimbulkan dari kuning telur berhubungan erat dengan granula yang terdapat di dalam kuning telur (Wulandari, 2002). Tekstur masir disebabkan oleh membesarnya granula yang ada dalam kuning telur. Membesarnya granula pada kuning telur dipengaruhi oleh dua faktor yaitu kadar garam dan kadar air. Garam akan masuk ke dalam kuning telur dan akan merusak ikatan-ikatan yang terdapat dalam granula sehingga dapat memperbesar diameter granula. Masuknya air akan semakin memperbesar diameter granula. Semakin banyak air dan garam yang masuk menyebabkan semakin banyak granula yang membesar, sehingga persentase kemasiran semakin besar. Kemasiran merupakan salah satu hal yang paling penting pada telur asin. Tekstur masir pada kuning telur akan mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen. Ukuran granul diakibatkan oleh adanya air garam yang masuk ke dlam granul dan reaksi garam dengan low density lipoprotein (LDL). Garam yang masuk ke dalam kuning telur akan bereaksi dengan lipoprotein (yang sebagian besar dalam bentuk fraksi low density). Hal diatas akan membentuk tekstur masir pada kuning telur.
Dina Andrasyifa 240210120125
Menurut Belitz dan Grosch (1999), kuning telur merupakan suatu emulsi lemak dalam air dengan kandungan bahan kering sekitar 50% yang terdiri dari 213 lemak dan 1/3 protein. Menurut Muchtadi (1992), suatu emulsi dapat dipecahkan dengan pemanasan dan penambahan NaCl yaitu dengan merusak keseimbangan fase polar (protein) dan fase non polar (lipid). Rasa masir yang ditimbulkan dari kuning telur berhubungan erat dengan granula yang terdapat di dalam kuning telur (Wulandari, 2002). Hal ini juga didukung oleh Chi dan Tseng (1998), yang menyebutkan bahwa tekstur masir disebabkan oleh adanya pembesaran granula. Granula merupakan butiran-butiran lipoprotein. Proses pembesaran granula dimulai dari kuning telur bagian luar ke bagian dalam, karena bagian luar telur terlebih dahulu bereaksi dengan garam. Granula di dalam kuning telur terdiri dari phosvitin (12%), high density lipoprotein (8%), low density lipoprotein (1%) dan very density lipoprotein (sekitar 1%) (Stadelman dan Cotterill, 1995).
5.3.
Pembuatan Tepung Telur Tepung telur merupakan telur segar yang dibentuk menjadi kering melalui
suatu proses pengolahan, sehingga tepung telur tetap merupakan telur mentah namun, kandungan airnya rendah yaitu kurang dari 10%. Pembuatan tepung telur dapat meningkatkan daya simpan (shelf life) tanpa mengurangi nilai gizi, volume bahan menjadi lebih kecil, sehingga lebih hemat ruang dan biaya penyimpanan, tepung telur juga memungkinkan jangkauan pemasaran yang lebih luas dan penggunaannya lebih beragam dibandingkan telur segar (Winarno dan Koswara, 2002). Pengeringan
merupakan
suatu
metode
pengawetan
dengan
cara
menghilangkan kadar air bahan pangan. Metode pengeringan yang digunakan dalam pembuatan tepung telur terdiri dari empat macam yaitu pengeringan semprot (spray drying), foaming drying, pengeringan secara lapis (pan drying) dan pengeringan beku (freeze drying). Praktikum kali ini membuat tepung telur dengan menggunakan metode pan drying. Pan drying atau pengeringan lapis tipis merupakan suatu metode pengeringan dengan menggunakan oven yang dilakukan secara sederhana. Kelemahan yang dapat timbul pada proses pengeringan metode pan drying adalah terjadinya reaksi Maillard.
Dina Andrasyifa 240210120125
Reaksi Maillard adalah urutan peristiwa yang dimulai dengan reaksi gugus amino pada asam amino, peptida, atau protein dengan gugus hidroksil glikosidik pada gula, urutan proses ini diakhiri dengan pembentukan polimer nitrogen berwarna coklat atau melanoidin (deMan, 1997). Interaksi antara glukosa dengan komponen yang terkandung dalam telur akan menyebabkan penurunan kualitas produk tepung putih telur. Reaksi utama yang terjadi dari glukosa dalam pengeringan telur adalah reaksi glukosaprotein (Maillard). Glukosa ambil bagian dalam reaksi Mailard dan menyebabkan penyimpangan bau, cita rasa, penurunan pH dan warna yang lebih tua (Lechevalier, Jeantet, Arhaliass, Legrand, and Nau., 2007). Tahap awal yang dilakukan dalam proses pembuatan tepung telur adalah pencucian. Pencucian dilakukan bertujuan untuk menghilangkan zat pengotor yang terdaapat dalam telur. Penepungan dilakukan dengan beberapa sampel, diantaranya penepungan putih telur, penepungan kuning telur, dan penepungan telur utuh. Tahapan yang dilakukan setelah pemisaha adalah pengocokan. Selanjutnya telur yang telah dikocok dipasteurisasi dengan suhu 65°C selama tiga menit. Pasteurisasi pada produk pangan terutama telur telah lama digunakan. Tujuan dari perlakuan pasteurisasi adalah untuk membunuh beberapa bakteri patogen yang terdapat didalam produk yang berasal dari telur. Bakteri patogen utama yang difokuskan adalah Salmonella, karena bakteri ini secara umum berasosiasi dengan telur dan produk telur (Stadelman dan Cotterill, 1995). Setelah dipasteurisasi, telur didinginkan hingga mencapai suhu kamar. Tahapan selanjutnya adalah proses fermentasi dengan menggunakan fermipan sebanyak 0,4% dari berat telur. Fermentasi adalah suatu proses penghilangan glukosa yang terdapat pada telur dengan cara menambahkan Saccharomyces sp. yang dilakukan sebelum proses pengeringan. Penggunaan ragi (Saccharomyces cereviceae) banyak digunakan dalam fermentasi karena aplikasinya yang mudah, namun pada proses pembuatan tepung telur belum banyak dipublikasikan. Proses fermentasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan sifat fisik dan fungsional akibat adanya pemecahan glukosa yang terdapat di dalam telur khususnya putih telur sehingga dapat mencegah terjadinya reaksi maillard yang dapat memmpengaruhi sifat fisik tepung telur. Lama fermentasi diperkirakan mempengaruhi sifat fisik dan fungsional tepung telur
Dina Andrasyifa 240210120125
yang dihasilkan sehingga perlu dilakukan penelitian terhadap lama fermentasi yang berbeda untuk memaksimalkan sifat fisik dan fungsional tepung telur. Setelah dilakukan proses fermentasi selama dua jam, maka telur selanjutnya dikeringkan menggunakan oven bersuhu 45ºC selama 16 jam. Pengeringan merupakan suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air yang terkandung pada suatu bahan dengan cara menguapkan air dengan energi panas. Proses pengeringan makanan merupakan salah satu cara dalam pengawetan makanan. Pengeringan terhadap telur sudah dilakukan sejak tahun 1880 di Amerika Serikat. Pengeringan telur akan menghasilkan produk berupa tepung telur atau telur bubuk. Proses pengeringan telur dilakukan untuk mengeluarkan air dari cairan telur dengan cara penguapan hingga kandungan air menjadi lebih sedikit. Metode pengeringan secara lapis (pan drying) merupakan metode pengeringan yang mudah dilakukan dan membutuhkan biaya yang murah. Pengeringan ini dilakukan dalam pembuatan tepung putih telur, tepung kuning telur maupun tepung telur. Pengeringan ini dilakukan dengan menggunakan oven. Suhu yang digunakan pada pengeringan ini berkisar antara 45-50oC (Berquist, 1964). Menurut Romanoff dan Romanoff (1963) suhu yang digunakan dalam pengeringan pan drying adalah pada suhu sekitar 40-45ºC dengan tebal lapisan bahan sekitar 6 mm selama 22 jam akan diperoleh produk kering dengan kadar air 5%. Produk yang dihasilkan dari metode pan drying adalah remah putih telur, granular putih telur, dan tepung putih telur. Air yang terkandung pada remah putih telur sekitar 12,16% dengan pH 4,5-7,0 sedangkan kadar air tepung putih telur yang dihasilkan dengan metode pan drying adalah dibawah 16 persen (Berquist, 1964). Tepung telur yang telah dikeringkan selanjutnya digiling kembali menggunakan grinder untuk selanjutnya dilakukan pengamatan. Hasil pengamatan terhadap pembuatan tepung telur dapat diamati dalam tabel berikut.
Dina Andrasyifa 240210120125
Tabel 3. Hasil Pengamatan Pembuatan Tepung Telur Sebelum Pengeringan Bagian Berat telur (gram) Sebelum Pengeringan
Warna
Aroma
Tekstur
Rasa
Rendemen
Amis +2
Sedikit kental
-
-
-
-
-
-
-
-
Kuning muda Telur ayam negeri utuh
175,2
Telur ayam negeri utuh
174,4
Kuning muda
Amis +1
Kental
Putih telur
105,1
Putih pucat
Amis +2
Sedikit kental
Kuning +1 Kuning telur
65,3
Amis +2
Kental
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015) Tabel 4. Hasil Pengamatan Pembuatan Tepung Telur Setelah Pengeringan Bagian Berat telur (gram) Setelah Pengeringan Telur ayam negeri utuh
49.2
Warna
Jingga
Aroma
Tekstur
Rasa
Rendemen
Amis +
Padat, rapuh, berminy ak
-
28,082 %
Kuning Oranye Telur ayam negeri utuh
Putih telur
Kuning telur
48,2
46,9
31,2
-
Amis +2
Putih pucat +2
Kuning +2
Amis +
Amis +
Rapuh, kerimg, agak berminy ak Rapuh, padat, berminy ak Rapuh, berminy ak, padat
27,637%
-
44,62%
47,78%
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015) Hasil pengamatan menunjukkan terjadinya penurunan berat telur setelah dilakukan pengeringan. Proses pengeringan yang dilakukan menyebabkan terjadinya penguapan karbondioksida (CO2) dan air sehingga berat telur berubah
Dina Andrasyifa 240210120125
dan mengalami penurunan. Kadar air adalah banyaknya kandungan air yang terdapat dalam suatu bahan. Nilai kadar air dapat ditentukan dari pengurangan berat suatu bahan yang dipanaskan pada suhu pengujian. Kadar air erat hubungannya dengan tekstur produk, cita rasa penampakan, daya simpan suatu bahan pangan (Winarno, 2002). Menurut deMan (1997) air merupakan faktor pendukung yang sangat mempengaruhi laju perubahan kimiawi maupun fisik pada bahan makanan. Prinsip dalam pengukuran kadar air adalah dengan cara mengeringkan bahan dalam oven dengan suhu 105oC hingga dicapai berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan. Nilai kadar air yang rendah akan mencegah tumbuhnya bakteri dan jamur yang dapat menyebabkan kerusakan pada produk (Winarno, 2002). Perubahan warna juga terjadi setelah dilakukan proses pengeringan. Perubahan warna yang terjadi dalam setiap perlakuan adalah perubahan warna menjadi lebih pekat. Hal ini dapat disebabkan karena terjadinya rekasi Maillard selama proses pengeringan. Kandungan glukosa akan mempengaruhi kecerahan tepung putih telur (Puspitasari, 2006). Menurut Muchtadi (1993) pada proses ini glukosa akan bereaksi dengan senyawa amino yang akan menyebabkan terbentuknya senyawa deoksiketosil dan degradasi strecker yang akan menghasilkan senyawa melanoidin yang berwarna coklat. Proses pengolahan pangan melibatkan reaksi degradasi karbohidrat. Reaksi Maillard terjadi karena gula dalam bahan pangan dengan temperatur yang tinggi akan mengalami interaksi komponen asam amino dan adanya komponen nitrogen dalam hasil (MacCarthy, 1989). Tekstur telur berubah setelah pengeringan menjadi lebih rapuh dan agak berminyak. Putih telur yang telah dikeringkan akan menghasilkan produk berupa tepung putih telur. Tepung putih telur biasa digunakan sebagai bahan dalam pembuatan angel food cake. Angel food cake merupakan jenis kue yang tidak mengandung lemak. Pembuatan kue ini menggunakan putih telur sebanyak 41,3 % (Stadelman dan Cotteril, 1995). Syarat mutu tepung putih telur menurut SNI 014323-1996 adalah sebagai berikut.
Dina Andrasyifa 240210120125
Tabel 5. Syarat Mutu Tepung Putih Telur Jenis Uji oH Kadar Air Kadar Protein Gula Pereduksi Kadar Abu Total Sumber: SNI 01-4323-1996
Satuan % % % % %
Persyaratan 6,5 – 7,5 Maks 8 Min 75 Maks 0,5 Maks 5
Menurut deMan (1997) air merupakan faktor pendukung yang sangat mempengaruhi laju perubahan kimiawi maupun fisik pada bahan makanan. Prinsip dalam pengukuran kadar air adalah dengan cara mengeringkan bahan dalam oven dengan suhu 105oC hingga dicapai berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan. Nilai kadar air yang rendah akan mencegah tumbuhnya bakteri dan jamur yang dapat menyebabkan kerusakan pada produk (Winarno, 2002). Tahapan yang dilakukan setelah pengeringan adalah penepungan. Penepungan dilakukanx dengan menggunakan grinder. Hasil pengamatan terhadap penepungan tepung telur dapat diamati dalam tabel berikut.
Dina Andrasyifa 240210120125
Tabel 6. Hasil Pengamatan Pembuatan Tepung Telur Setelah Penepungan Bagian Berat telur (gram) Setelah Penepungan
Warna
Aroma
Tekstur
Rasa
Rendemen
Halus, berpasir
Khas telur seteng ah matan g, agak asin
26,997 %
Kuning +2 Telur ayam negeri utuh
47.3
41 g
Amis +
Kuning kecoklatan
23,509%
Telur ayam negeri utuh
Putih telur
11
Kuning muda, cerah
Amis +
Halus
Khas putih telur
Halus, berpasir
Kuning +2 Kuning telur
29,19
Amis +
Berpasir , sedikit kasar
Khas telur dan sedikit berlem ak Sedikit asin, gurih Khas telur seteng ah matan g
10,4662% 44,70%
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015) Hasil pengamatan menunjukkan bahwa proses penepungan menghasilkan beberapa parameter yang tidak terlalu signifikan perubahannya. Perubahan signifikan terjadi pada kolom rendemen. Proses pengeringan yang dilakukan menyebabkan terjadinya penguapan karbondioksida (CO2) dan air sehingga persentase nilai rendemen akan berkurang.
Dina Andrasyifa 240210120125
VI.
KESIMPULAN
6.1.
Pengamatan Segar Telur
1.
Specific gravity pada sampel telur ayam kampung, telur ayam negeri, dan telur bebek tidak mengalami perubahan.
2.
Warna cangkang setelah penyimpanan yaitu telur ayam kampung adalah putih pucat, telur ayam negeri adalah cokelat muda bercak, dan telur bebek adalah hijau kebiruan.
3.
Kehalusan terbaik dari berbagai jenis sampel telur adalah telur ayam kampung.
4.
Diameter rongga udara telur ayam pada umumnya mengalami peningkatan, namun pada telur bebek kondisinya stabil.
5.
Haugh Unit tertinggi dimiliki oleh telur ayam kampung, lalu diikuti selanjutnya telur bebek dan telur ayam negeri.
6.
Warna kuning terbaik dimiliki telur ayam kampung, diikuti selanjutnya dengan telur bebek dan telur ayam negeri.
7.
Berat telur secara umum mengalami penurunan setelah dilakukan penyimpanan.
6.2. 1.
Pembuatan Telur Asin Bobot telur asin pada umumnya mengalami peningkatan, namun terdapat pula yang mengalami penurunan.
2.
Berat jenis telur asin pada umumnya mengalami peningkatan.
3.
Warna putih telur asin dengan metode larutan garam memiliki warna yang lebih jernih dibandingkan dengan metode penggaraman dengan abu gosok.
4.
Warna kuning telur asin dengan metode larutan garam memiliki warna yang lebih pekat dibandingkan dengan metode penggaraman menggunakan adonan abu goosk.
5.
Tekstur telur asin dengan metode perendaman larutan garam pada bagian putih telur cenderung lebih lembek dan agak berair, sedangkan pada metode penggaraman dengan abu gosok bagian putih telur cenderung keras dan agak padat.
Dina Andrasyifa 240210120125
6.
Tekstur telur asin dengan metode perendaman larutan garam pada bagian kuning telur cenderung lebih padat berbutir dan berwarna pekat, sedangkan pada metode penggaraman dengan abu gosok bagian putih telur cenderung padat berbutir dengan intensitas warna yang lebih cerah.
6.3.
Pembuatan Tepung Telur
1.
Pembuatan tepung telur mengakibatkan turunnya rendemen telur.
2.
Pembuatan tepung telur menyebabkan terjadinya perubahan warna karena adanya reaksi maillard.
3.
Pembuatan tepung telur dapat meningkatkan umur simpan telur.
Dina Andrasyifa 240210120125
DAFTAR PUSTAKA Astawan, M. 2005. Telur Asin dengan Penyakit. http://www.depkes.go.id/ (Diakses pada 22 Oktober 2015). Belitz, H. D. & W. Grosch. 2009. Food Chemistry. Fourth Edition. Springer, Germany. Chi, S. P. and K. H. Tseng. 1998. Physicochemical properties of salted picled yolk from duck and chicken eggs. J. Food Sci. 63 : 27-30. Fellow, P. 2000. Food Processing Technology. 2nd Ed. CRC Press, USA. Fennema, O. R. 1985. Food Chemistry. Marcel Dekker, Inc, New York. Haryoto. 1996. Pengawetan Telur Segar. Kanisius, Yogyakarta. Kartika, Bambang, P. Hastuti, dan W. Suprapto. 1988. Pedoman Uji Indrawi Bahan Pangan. UGM. Yogyakarta. Margono dan Muljadi. 2000. Studi Transfer Massa Garam dalam Telur Secara Batch. Laporan Penelitian. Fakultas Teknik UNS, Surakarta. Miksik, I., V. Holan, dan Z. Deyl. 1996. Avian eggshell pigments and their variability. Comp. Biochem. Physiol. Elsevier Science. 113B: 607-612. Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Romanoff, A. L. and A. J. Romanoff. 1963. The avian Eggs. John Willey and sons, Inc, New York. Setyaningsih. D, A. 2008. Analisis Sensori Untuk Agroindustri, Bogor. Sirait, C. H. 1986. Telur dan Pengolahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Stadelman, W. J. and O. J. Cotteril. 1973. Egg Science and Technology. The AVI Publishing, Inc. Westport. Connecticut. Stadelman, W. J. and O. J. Cotteril. 1995. Egg Science and Technology. 4th Ed. Food Products Press. An Imprint of the Haworth Press, Inc., New York. Sudaryani, T. 1996. Telur dan Hasil Olahannya. Penerbit Swadaya, Jakarta.
Dina Andrasyifa 240210120125
Sukendra, L. 1976. Pengaruh cara pengasinan telur bebek (Muscovy sp.) dengan menggunakan adonan campuran garam dan bata terhadap mutu telur asin selama penyimpanan. Tesis. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sulistiati. 1992. Pengaruh Berbagai Macam Pengawet dan Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Telur Konsumsi. Fakultas Peternakan, IPB Bogor. Suprapti, M.L. 2002. Pengawetan Telur. Kanisius, Yogyakarta. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, F.G. dan S. Koswara. 2002. Telur : Komposisi, Penanganan dan Pengolahannya. M-Brio Press, Bogor. Wulandari, Z. 2002. Sifat Organoleptik, Sifat Fisikikimia dan Total Mikroba Telur Itik Asin Hasil Penggaraman dengan Tekanan. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Dina Andrasyifa 240210120125
JAWABAN PERTANYAAN 1. Mengapa kulit telur harus ditipiskan sebelum dibuat telur asin? Jawaban: Agar penetrasi garam dan air dalam bentuk ion lebih mudah masuk ke dalam lapisan kulit telur. Kulit telur merupakan lapisan keras dan banyak yang tersusun atas beberapa senyawa protein. Tebalnya kulit telur menyebabkan ion garam dan air sulit untuk menembus, sehingga apabila ditipiskan, penetrasi ion garam dan air lebih mudah masuk. 2. Jenis telur apa yang diasinkan? Mengapa? Jawaban: Pada umumnya, telur yang diasinkan adalah telur bebek. Hal ini disebabkan telur bebek memiliki aroma amis cukup tinggi sehingga salah satu cara untuk mengurangi aroma amis pada telur bebek adalah melakukan pengolahan dengan melakukan pengasinan. Selain itu, telur bebek memiliki pori-pori lebih besar dibandingkan dengan jenis telur lainnya sehingga ion garam dan air lebih mudah masuk dan melakukan penetrasi ke dalam telur. 3. Buatkan gambar struktur telur! Coba jelaskan proses garam menembus kulit telur melalui bagian apa? Jawaban:
Penetrasi garam dan air ke dalam telur terjadi setelah garam membentuk ion Na+ dan Cl-. Ion-ion tersebut masuk secara difusi melewati pori-pori kulit telur menembus lapisan kutikula, bunga karang, dan mamilari. Setelah itu
Dina Andrasyifa 240210120125
ion garam dan air masuk ke membran putih telur, serta menembus lapisan vielin atau lapisan yang memisahkan putih telur dan kuning telur, baru selanjutnya masuk ke bagian kuning telur. 4. Reaksi apa yang terjadi pada kulit, putih telur, dan kuning telur ketika direndam dalam larutan garam? Jawaban: Proses difusi. Penetrasi ion garam dan air masuk ke dalam kulit telur melalui proses difusi. Proses masuknya ion garam dan air ke dalam telur terjadi karena proses osmosis. Tekanan osmotik air dan garam lebih rendah daripada tekanan osmotik pada telur. 5. Bagaimana karkateristik telur asin yang diterima masyarakat? Jawaban: Berwarna putih susu pada bagian putih telur dan kuning pekat pada bagian kuning telur serta memiliki rasa asin. 6. Mengapa kuning telur setelah selesai proses pengasinan berminyak? Dari mana datangnya minyak? Jawaban: Air dari putih telur yang masuk ke dalam kuning telur terserap oleh gel yang terbentuk pada kuning telur. Garam yang ada di kuning telur akan masuk ke dalam granula-granula kuning telur. Garam tersebut akan merusak ikatanikatan yang terdapat di dalam granula. Sebagian penyusun granula adalah LDL (Low Dencity Lipoprotein). Kerusakan ikatan pada LDL (Low Dencity Lipoprotein) ini diikuti oleh putusnya ikatan lemak dan protein. Protein yang terpisah dari setiap granula bereaksi bersama-sama larutan garam membentuk struktur tiga dimensi yaitu gel. Gel ini akan menangkap air yang masuk ke kuning telur. 7. Gambarkan perbedaan warna kuning telur pada telur asin rebus! Jawaban:
Dina Andrasyifa 240210120125
Gambar di atas merupakan perbedaan warna telur asin setelah dilakukan perebusan. Jenis telur dan metode pada gambar dari kiri ke kanan diantaranya: telur ayam asin metode larutan garam, telur ayam asin metode adonan abu gosok dan garam, telur bebek asin metode larutan garam, telur bebek asin metode adonan abu gosok dan garam. Perbedaan warna pada telur asin dipengaruhi oleh metode pengasinan yang dilakukan. Dengan menggunakan larutan garam akan dihasilkan putih telur berwarna putih bersih dengan sedikit tekstur yang berlubang dan kuning telur berwarna pekat. Sedangkan metode adonan abu gosok akan menghasilkan warna putih telur bersih dengan tekstur padat serta kuning telur yang berwarna lebih cerah.