ASPIRASI SALURAN PERNAFASAN Nama
: Rina Syafrita
NIM
: 0907101010064 0907101010064
A. Definisi
Benda asing di saluran nafas atau dikenal dengan aspirasi benda asing merupakan keadaan emergensi yang memerlukan penanganan segera. Keterlambatan penanganan dapat meningkatkan terjadinya komplikasi bahkan kematian. Di Amerika Serikat lebih kurang 3000 orang meninggal setiap tahunnya akibat aspirasi benda asing. Aspirasi benda asing adalah masalah yang penting sebagai penyebab kesakitan dan kematian pada anak dibawah umur 6 tahun. Pada negara berkembang sekitar 300-600 anak pertahun meninggal dibawah usia 15 tahun karena aspirasi benda asing (Brkic dan Umihanic, 2007). Penderita dengan aspirasi benda asing di jalan napas merupakan kasus yang gawat darurat dan memerlukan tindakan yang segera yaitu ekstraksi benda asing dengan menggunakan forsep secara bronkoskopi dengan pembiusan umum.1 – 4 Penderita biasanya datang sudah dalam keadaan sesak napas yang berat ringannya tergantung pada besar kecilnya benda asing (Herawati, 2005). B. Etiologi
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing ke dalam saluran napas, antara lain: 1. Faktor individual; umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi sosial, tempat tinggal. 2. Kegagalan mekanisme proteksi yang normal, antara lain; keadaan tidur, kesadaran menurun, alkoholisme dan epilepsi. 3. Faktor fisik; kelainan dan penyakit neurologik. 4. Proses menelan yang belum sempurna pada anak. 5. Faktor dental, medical dan surgical , misalnya tindakan bedah, ekstraksi gigi, belum tumbuhnya gigi molar pada anak usia kurang dari 4 tahun 6. Faktor kejiwaan, antara lain; emosi, gangguan psikis 7. Ukuran, bentuk dan sifat benda asing asin g
8. Faktor kecerobohan, antara lain; meletakkan benda asing di mulut, persiapan makanan yang kurang baik, makan atau minum tergesa-gesa, makan sambil bermain, memberikan kacang atau permen pada anak yang gigi molarnya belum tumbuh (Perkasa, 2009).
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing ke dalam saluran napas, antara lain: 1. Usia yaitu pada anak-anak kurang dari 3 tahun, mereka kurangnya pengawasan orang tua dan sering memasukkan segala sesuatu ke dalam mulut, gigi geligi yang belum lengkap dan refleks menelan yang belum sempurna. 2. Jenis kelamin, lebih sering pada laki-laki. 3. Lingkungan dan kondisi sosial. 4. Kegagalan mekanisme proteksi, misalnya penurunan kesadaran, keadaan umum buruk, penyakit serebrovaskular dan kelainan neurologik. 5. Faktor kecerobohan, misalnya : kebiasaan menaruh benda di mulut, makan dan minum tergesa-gesa (Fachzi dan Prijadi, 2010). C. Epidemiologi
Aspirasi benda asing sering terjadi pada anak-anak yang berusia 1 sampai 3 tahun. Hal ini terjadi karena : a) Anak-anak umur tersebut sedang mengekplorasi lingkungan sekitarnya dengan kecenderungan meletakkan sesuatu di mulut sambil bermain dan berlari b) Pertumbuhan gigi molar yang belum lengkap sehingga proses mengunyah belum sempurna c) Belum dapat membedakan yang dapat dimakan dengan yang tidak dan d) Koordinasi menelan dan penutupan glotis yang belum sempurna (Fachzi dan Prijadi, 2010 ) Aspirasi benda asing pada dewasa biasanya berhubungan dengan retardasi mental, penggunaan alkohol dan sedatif, tindakan medik di daerah mulut dan faring, gangguan kesadaran, trauma maksilofasial, gangguan neurologis dan dimensia senilis. Aspirasi benda asing lebih sering terjadi pada lakilaki dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan. Jenis benda asing yang teraspirasi bervariasi seperti kacang, biji-bijian, bagian dari sayuran dan benda anorganik lain seperti jarum, peniti, tutup pena, mainan anak-anak dll. Perbedaan geografis, variasi makanan dan lingkungan mempengaruhi hal ini. Kekerapan aspirasi benda asing bervariasi dari berbagai laporan, Iskandar pada laporannya di bagian THT FKUI/ RS Cipto Mangunkusomo selama 4 tahun dari Januari 1990 sampai Desember 1993 mendapatkan 70 kasus aspirasi benda asing di traktus trakeobronkial. Lokasi benda asing tersering (62,86 %) di bronkus utama kanan (Fachzi dan Prijadi, 2010 ).
D. Patogenesis
Benda asing biasanya tersangkut di 3 tempat yaitu laring, trakea dan bronkus. Menurut literatur benda asing di trakea jarang terjadi hanya sekitar 10 – 20% dari seluruh benda asing di jalan napas, sedangkan lokasi yang tersering adalah pada bronkus (80 – 90%) (Friedman, 2001). Saat aspirasi terjadi benda asing masuk melalui rima glotis yang sedang terbuka, sehingga masuk ke dalam trakea dan bronkus. Pada orang dewasa benda asing cenderung tersangkut pada bronkus utama kanan karena lebih segaris lurus dengan trakea dan posisi karina yang lebih besar. Sampai umur 15 tahun sudut yang dibentuk bronkus dengan trakea antara kiri dan kanan hampir sama, sehingga pada anak, frekuensi lokasi tersangkut benda asing hampir sama kejadian antara bronkus utama kiri dan kanan. Lokasi tersangkut benda asing juga dipengaruhi posisi saat terjadi aspirasi. Setelah benda asing masuk ke dalam bronkus terjadi fase asimptomatik selama 24 jam atau lebih, diikuti gejala pulmonum, hal tersebut bergantung pada derajat sumbatan bronkus benda asing. Aspirasi benda asing tanpa obstruksi akut, akan menimbulkan reaksi tergantung jenisnya, organik atau anorganik. Benda asing organik menyebabkan reaksi inflamasi mukosa yang lebih berat, dan jaringan granulasi dapat timbul dalam beberapa jam. Benda asing organik seperti kacang-kacangan dan biji bijian bersifat menyerap air sehingga dapat mengembang, yang akan menambah sumbatan, obstruksi parsial dapat berubah menjadi total. Benda asing organik yang lebih akan bermigrasi ke arah distal dan menyebabkan inflamasi kronik, sering memerlukan reseksi paru untuk menanganinya. Benda asing di bronkus dapat menyebabkan terjadinya tiga tipe obstruksi (Fachzi dan Prijadi, 2010): 1. Obsruksi katup bebas (by pass valve obstruction). Benda asing menyebabkan sumbatan, namun udara pernafasan masih dapat keluar dan masuk, sehingga tidak menimbulkan atelektasis atau emfisema paru. 2. Katup penghambat ekspiratori atau katup satu arah (check valve obstruction). 3. Obstruksi katup tertutup (stop valve obstruction). E. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang timbul akibat aspirasi benda asing pada saluran napas berbeda pada masing-masing pasien tergantung dari ukuran, bentuk, sifat benda asing, lamanya benda asing di dalam saluran napas, dan lokasi benda asing berada (Fitri dan Pulungan, 2010). Bila seorang pasien, terutama pada anak, diketahui mengalami rasa tercekik atau manifestasi lainnya seperti rasa tersumbat di tenggorok, batuk-batuk sedang makan, maka keadaan ini
dianggap sebagai gejala aspirasi benda asing. Gejala yang paling sering ditemukan adalah adanya riwayat memasukkan benda asing ke dalam mulut kemudian tersedak (85%), batuk yang paroksismal (59%), nafas berbunyi (57%) dan sumbatan jalan nafas yang nyata (5%). Gejala lain yang muncul adalah demam, batuk berdarah, pneumotoraks. Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan tidak adanya kelainan atau asimtomatis (40%), wheezing (40%) penurunan suara nafas pada sisi terdapatnya benda asing (5%). Pada sumbatan jalan nafas yang nyata dapat ditemukan sianosis. Gejala aspirasi benda asing terbagi dalam 3 fase yaitu (Tamin et al., 2005): 1. Fase awal Saat benda asing teraspirasi, batuk secara tiba-tiba, rasa tercekik, rasa tersumbat di tenggorok, wheezing dan obstruksi nafas, dapat juga disertai adanya sianosis terutama perioral, kematian pada fase ini sangat tinggi 2. Fase asimptomatik Interval bebas gejala terjadi karena benda asing tersangkut pada satu tempat, dapat terjadi dari beberapa menit sampai berbulan-bulan setelah fase awal. Lama fase ini tergantung lokasi benda asing, derajat obstruksi yang ditimbulkannya dan jenis benda asing yang teraspirasi serta kecenderungan benda asing untuk berubah posisi 3. Fase komplikasi Telah terjadi komplikasi obstruksi dan atau infeksi. Gejala dapat berupa demam, pneumonia, atelektasis, abses paru dan hemoptisis. Obstruksi bronkus menurut Jackson & Jackson (Fitri dan Pulungan, 2010) dibagi dalam 4 tipe yaitu: 1. Sumbatan sebagian dari bronkus ( by pass valveobstruction ) 2. Sumbatan pentil dengan ekpirasi yang terhambat (expiratory check valve obstruction ) 3. Sumbatan pentil dengan inspirasi yang terhambat (inspiratory check valve obstruction ) 4. Sumbatan total (stop valve obstruction). F.
Diagnosis
Diagnosis aspirasi benda asing ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan bronkoskopi. Anamnesis yang cermat mengenai adanya riwayat tersedak atau kemungkinan tersedak sangat membantu dalam menegakkan diagnosis karena penderita yang datang kebanyakan berada dalam fase asimtomatik. Kadangkadang orang tua tidak mengetahui bahwa anaknya tersedak sesuatu ke dalam saluran nafasnya. Seorang anak yang sedang bermain tiba-tiba batuk, sesak nafas, nafas berbunyi dan sianosis,maka harus dicurigai kemungkinan tersedak benda asing. Anamnesis yang kurang
cermat dapat menimbulkan kesalahan diagnosis, sehingga tidak jarang penderita diberi pengobatan untuk panyakit lain, misalnya asma atau peumonia, dalam jangka waktu lama. Pneumonia yang berulang dapat merupakan komplikasi akibat benda asing di bronkus untuk waktu yang lama. Adanya trias batuk,mengi dan sesak nafas pada anak usia 1-3 tahun tanpa riwayat asma sebelumnya, perlu dicurigai adanya aspirasi benda asing (Fitri dan Prijadi, 2010). Kapan terjadinya aspirasi perlu ditanyakan karena erat kaitannya dengan prognosis. Benda asing yang sudah berada lama di saluran nafas, sering telah menimbulkan radang kronis dan jaringan granulasi, sehingga pada penyembuhan nya dapat membentuk jaringan parut. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda sumbatan jalan nafas dalam berbagai variasi sesuai dengan lokasi benda asing, ukuran, derajat sumbatan dan lamanya waktu aspirasi (Fitri dan Prijadi, 2010). Pemeriksaan Radiologi Pada setiap pasien tersangka aspirasi benda asing harus dibuat foto thorak untuk mengetahui bentuk dan ukuran benda asing, lokasi serta komplikasi yang timbul. Pemeriksaan radiologi yang diperlukan adalah posisi anteroposterior, lateral dan bila perlu pemeriksaan fluoroskopi. 19 Rontgen foto thorak yang diambil dalam waktu 24 jam pertama setelah kejadian aspirasi, biasanya menunjukkan gambaran normal. Benda asing radioopak dapat diidentifikasi dengan mudah, tetapi benda asing radiolusen dapat dikenal dari efek samping yang timbul pada paru seperti atelektasis, emfisema dan gambaran infiltrat (Junizaf, 2003). Benda asing kecil yang tidak menimbulkan sumbatan lumen bronkus pada saat inspirasi maupun ekspirasi tidak akan menimbulkan atelektasis atau emfisema, maka sebaiknya dibuat foto thorak antero-posterior pada waktu inspirasi dalam dan ekspirasi. Tampak mediastinum akan bergeser mendekati paru yang sakit pada waktu inspirasi dan menjauh pada saat ekspirasi. Gambaran ini disebut “swinging mediastinum”. Gambaran radiologi benda asing yang tidak menimbulkan gejala sumbatan jalan nafas dapat menunjukkan gambaran pneumoni dan tidak sembuh walaupun diberikan pengobatan antibiotik yang adekuat (Fitri dan Prijadi, 2010). G. Penatalaksanaan
Untuk dapat menanggulangi kasus aspirasi benda asing dengan cepat dan tepat, perlu diketahui dengan baik lokasi tersangkutnya benda asing tersebut. Secara prinsip benda asing di saluran napas dapat ditangani dengan pengangkatan segera secara endoskopik dengan trauma minimum. Umumnya penderita dengan aspirasi benda asing datang ke rumah sakit setelah melalui fase akut, sehingga pengangkatan secara endoskopik harus dipersiapkan seoptimal mungkin, baik dari segi alat maupun personal yang telah terlatih. Penderita dengan
benda asing di laring harus mendapat pertolongan segera, karena asfiksia dapat terjadi dalam waktu hanya beberapa menit. Cara lain untuk mengeluarkan benda asing yang menyumbat laring secara total ialah dengan cara perasat dari Heimlich (Heimlich maneuver), dapat dilakukan pada anak maupun dewasa. Menurut teori Heimlich, benda asing yang masuk ke dalam laring ialah pada saat inspirasi. Dengan demikian paru penuh dengan udara, diibaratkan sebagai botol plastik yang tertutup, dengan menekan botol itu, maka sumbatnya akan terlempar keluar. Komplikasi perasat Heimlich adalah kemungkinan terjadinya ruptur lambung atau hati dan fraktur kosta. Oleh karena itu pada anak sebaiknya cara menolongnya tidak dengan menggunakan kepalan tangan tetapi cukup dengan dua buah jari kiri dan kanan. Pada sumbatan benda asing tidak total di laring perasat Heimlich tidak dapat digunakan. Dalam hal ini penderita dapat dibawa ke rumah sakit terdekat yang memiliki fasilitas endoskopik berupa laringoskop dan bronkoskop (Perkasa, 2009). Prinsip penatalaksanaan benda asing di saluran nafas adalah mengeluarkan benda asing dengan segera dalam kondisi maksimal dan trauma yang minimal. Penentuan cara pengambilan benda asing dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu usia penderita, keadaan umum, lokasi, jenis benda asing dan lamanya benda asing berada di saluran nafas. Benda asing di bronkus dapat dikeluarkan dengan menggunakan bronkoskop kaku maupun dengan bronkoskop serat optik. Angka keberhasilan pengangkatan benda asing di saluran nafas mencapai 91,3% (Jabbardarjani et al., 2009). Pada bayi dan anak yang diameter jalan nafasnya relatif kecil dipakai bronkoskop kaku untuk dapat mempertahankan patensi nafas dan pemberian oksigen (Tamin et al., 2005; Jabbardarjani et al., 2009). Sebelum tindakan bronkoskopi dilakukan, sebaiknya diusahakan memperoleh duplikat benda asing tersebut. Kemudian dicoba dan dip elajari cara menjepit dan menarik benda asing dengan cunam yang sesuai. Pemilihan bronkoskop yang sesuai dengan diameter lumen, berpedoman pada usia penderita disertai persiapan bronkoskop dengan ukuran yang lebih kecil akan dapat meningkatkan angka keberhasilan. Sesaat menjelang dilakukan bronkoskopi dibuat foto toraks untuk menilai kembali letak benda asing. Komunikasi antara operator dengan ahli anestesi untuk menentukan rencana tindakan juga sangat penting. Pemberian steroid dan antibiotika pre operatif dapat mengurangi komplikasi seperti edema jalan nafas dan infeksi. Antibiotik dan steroid tidak rutin diberikan sebelum tindakan bronkoskopi, hanya pada kasus yang terlambat dalam diagnosisnya dan pada benda asing organik. Tindakan bronkoskopi yang dilakukan dalam penanganan aspirasi benda asing berdasarkan jenis, lokasi tersangkutnya, dan derajat obstruksi yang terjadi, dapat dibagi atas (Tamin et al., 2005):
1. Bronkoskopi darurat yaitu tindakan bronkoskopi yang segera dilakukan pada saat diagnosis ditegakkan. 2. Bronkoskopi segera yaitu tindakan bronkoskopi dilakukan sesegera mungkin setelah alat, pasien dan tim bronkoskopi siap secara optimal. 3. Bronkoskopi elektif yaitu tindakan bronkoskopi dilakukan secara terencana dengan persiapan sempurna. Bronkoskop Kaku Bronkoskop kaku berbentuk tabung logam dengan sumber cahaya di bagian proksimal. Ukuran diameter serta panjang tabung bermacam-macam disesuaikan dengan penampang bronkus yang akan diperiksa. Bronkoskop kaku dipilih pada kondisi. Kasus-kasus pediatrik dimana rima glotis dan trakea masih kecil Perdarahan paru yang masif oleh karena daya isapnya lebih besar atau mungkin diperlukan pemasangan tampon. Drainase abses paru yang pecah Sumbatan bronkus dengan sekret liat atau cukup banyak. Pengambilan benda asing jika terletak di trakea atau bronkus utama Untuk fotografi sepanjang masih bisa dilihat dengan teleskop trakea yang sempit (Fitri dan Pulungan, 2010). Keuntungan Bronkoskop kaku Pernafasan lebih terkontrol kualitas cahaya baik lumen lebih besar sehingga memudahkan untuk melihat jelas, mengatsi perdarahan masif dan pengangkatan benda asing Sebaiknya bronkoskop kaku tidak digunakan pada kasus dengan aneurisma aorta, kecenderungan perdarahan, keadaan fisik yang lemah setelah hemoptisis berat dan gangguan fungsi jantung paru yang berat (Fitri dan Pulungan, 2010). Bronkoskop Serat Optik Bronkoskopi serat optik atau flexible broncho fibroscope sesuai dengan namanya adalah bronkoskop yang lentur. Terdiri dari berbagai macam ukuran dengan diameter luar 3,4 mm sampai 5,9 mm. Sumber cahaya dari cold light dengan intensitas tinggi yang dihantarkan lewat kabel ganda dalam bentuk glass fiber ke bronkoskop yang diteruskan ke bagian distal. Pada ujung distal ±5cm sangat fleksible dan dapat bergerak dalam bentuk bidang yaitu ke atas 130 dan ke bawah
130˚ atau ke atas 180˚ dan ke bawah 60˚. Alat
ini dilengkapi dengan
lensa yang tajam, dengan jarak ketajaman 3-50 mm. Disamping itu masih ada 2 lubang untuk keluar cahaya yang cukup untuk melihat dan membuat foto. Terdapat satu channel dimana dapat digunakan untuk mengisap atau tempat masuknya alat – alat seperti, forcep biopsi, forcep untuk benda asing, atau memasukkan cairan anestesi. Bronkoskopi serat optik dipilih pada: Trakea dan bronkus dengan diameter lebih besar, paling sedikit 2 mm lebih besar dari pada diameter bronkoskopi serat optik. Keperluan diagnosis dan terapi pada batuk kronis atau
riwayat hemoptisis. Biopsi kelainan paru. Mengisap sekret terutama dari bronkus segmen. Penderita dengan trauma atau patah pada rahang, tulang leher, tengkorak, laring, dan trakea (Fitri dan Pulungan, 2010). H. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada aspirasi benda asing di trakeobronkial berhubungan dengan benda asing sendiri dan tindakan bronkoskopi. Komplikasi akibat benda asing yang paling sering adalah infeksi paru dan kelainan lain seperti edema, tracheitis, bronkitis atau timbulnya jaringan granulasi, dan atelektasis (Tamin et al., 2005). Lukomsky (Fitri dan Pulungan, 2010) komplikasi yang berhubungan dengan tindakan bronkoskopi, terdiri dari: Komplikasi mayor ; tension pneumotoraks, perdarahan hebat, hipoksia berat, gagal jantung. Komplikasi minor; perlukaan mukosa faring, laringitis akut, hifoksia, perdarahan sedang, demam. Komplikasi setelah bronkoskopi paling sering adalah pneumonia, walupun secara absolut kejadiannya rendah berkisar 2,9% I.
Prognosis
Hampir seluruh benda asing di saluran nafas dapat diangkat dengan bronkoskopi. Komplikasi akan meningkat jika diagnosis maupun penatalaksanaan dilakukan sete lah 24 jam kejadian. Tidak cukup data untuk mengatakan berapa lama benda asing di dalam saluran nafas sehingga tidak dapat diangkat dengan bronkoskopi (Fitri dan Pulungan, 2010)
Daftar Pustaka Brkic, F and Umihanic, S. 2007. Tracheobronchial Foreign Bodies in Children Experience at ORL Clinic Tuzla 1954-2004. International Journal of Pediatric Otorhinolarygology. 71 (6), 909-15. Fitri, F dan Prijadi, J. 2010. Bronkoskopi dan Ekstraksi Jarum Pentul pada Anak. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/RSUP Dr. M. Djamil Padang, [online] http://repository.unand.ac.id/18153/2/Bronkoskopi%20dan%20Ekstraksi%20Jarum%2 0Pentul.pdf [diakses pada 12 April 2013]. Fitri, F dan Pulungan, MR. 2010. Ektraksi Benda Asing (Kacang Tanah) Di Bronkus Dengan Bronkoskop Kaku. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Andalas / RSUP dr. M. Djamil Padang. [online] http://repository.unand.ac.id/18382/1/Ektraksi%20Benda%20Asing%20(Kacang%20Ta nah)%20Di%20Bronkus%20Dengan.pdf [diakses pada 12 April 2013]. Freiman, MA. 2001. Unique Presentation of a Bronchial Foreign Body in an Asymptomatic Child. Ann Otol Rhinol laryngol . 110, 495-7. Herawati JPB, Sri. 2005. Gigi Tiruan sebagian Lepasan sebagai Benda Asing dalam Trakea (Removable Partial Denture as Foreign Body in Trachea). Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.), [online], 38 (3), 112-114. http://journal.unair.ac.id/filerPDF/DENTJ-38-3-03.pdf [diakses pada 12 April 2013]. Jabbardarjani, HR; Kiani, A and Arab, A. 2009. Removal of Impacted Foreign Body by Bronchoscopic Modalities. Tanaffos. 8(4), 60-64. Junizaf MH. 2003. Benda Asing di Saluran Napas. dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan THTKepala Leher, Edisi ke-5. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. p. 246. Perkasa, Fadjar M. 2009. Ekstraksi Benda Asing Laring (Rotan) dengan Neuroleptic Anesthesia. Medecinus J . 22 (2): 58-60. Tamin, S; Hadjat, F dan Abdillah F. 2005. Penatalaksanaan Aspirasi Benda Trakeobronkial dengan berbagai Manifestasi Klinis. Med J ORLI . 35, 16-25.