21
OPEN GLOBE INJURY
PENDAHULUAN
Trauma okuli merupakan salah satu masalah kesehatan dunia. Meskipun termasuk kasus yang masih dapat dicegah, trauma okuli tetap menjadi salah satu penyebab mortilitas, morbiditas dan keterbatasan fisik. Dalam kenyataannya, trauma okuli menjadi kasus tertinggi penyebab kebutaan unilateral di seluruh dunia terutama pada anak dan dewasa muda. Dewasa muda terutama laki-laki merupakan kelompok yang kemungkinan besar mengalami trauma okuli. Kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera akibat olah raga, dan kecelakaan lalulintas merupakan keadaan keadaan yang paling sering menyebabkan trauma mata. Tetapi, lebih banyak usaha dan rujukan dilakukan secara klinis atau penanganan bedah suatu trauma okuli dibandingkan dengan usaha pencegahannya sehingga penyebab trauma okuli dianggap sebagai suatu kecelakaan diluar kawalan pasien dan bukan suatu masalah masyarakat.1
Mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam atau mengedip, mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola, namun mata dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberi penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Trauma okuli perforans terjadi ketika integritas bola mata rusak akibat trauma tumpul atau trauma penetrans. Setiap kerusakan seluruh kekebalan kornea, sklera atau keduanya adalah merupakan trauma okuli perforans dan dilakukan pendekatan dengan cara yang sama pada situasi akut. Trauma okuli perforans adalah merupakan kegawatdaruratan oftalmologis dan membutuhkan terapi definitif oleh ahli oftalmologis.2,3
Trauma okuli memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan. Secara garis besar trauma okular dibagi dalam beberapa kategori : trauma tumpul, trauma tajam/ trauma tembus bola mata, trauma kimia dan trauma radiasi.2
INSIDEN
Berdasarkan penelitian Beaver Dam, sebanyak 20% usia dewasa dilaporkan mengalami trauma okuli sebanyak lebih dari 3 kali selama hidupnya. Pada penelitian ini, lebih ditemukan lebih dari setengah kasus disebabkan oleh trauma benda tajam. Sangat mengejutkan, di rumah ternyata lebih beresiko untuk terjadi trauma okuli dibandingkan di tempat kerja dan sekitar 23% kasus trauma okuli berhubungan dengan olahraga.4
Di Amerika Serikat, frekuensi trauma superfisial mata dan adneksa (41,6%), benda asing pada mata bagian luar (25,4%), kontusio pada mata dan adneksa (16.0%), luka terbuka pada mata dan adneksa (10,1%), fraktur dasar orbita (1,3%), dan cedera saraf (0,3%).4
ANATOMI BOLA MATA
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.5
Gambar 1
Gambar anatomi bola mata.
Dikutip dari kepustakaan no.6
Gambar 2
Potongan sagital bola mata.
Dikutip dari kepustakaan no. 7
Bola mata dibungkus oleh tiga lapis jaringan:5
Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sclera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar di banding sclera.
Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan uvea dan sklera dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah jika terjadi perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang oleh tiga susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (aquos humor) yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris dibatas kornea dan sklera.
Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membrane neurosesnsoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan ke saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas dari koroid yang disebut ablasi retina.
Konjungtiva merupakan membran mukosa transparan yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang. Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Sel epitel superfisial konjungtiva mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan airmata diseluruh prekornea.1
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian yaitu :5
Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus.
Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera dibawahnya.
Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Gambar 3. Bagian dari konjungtiva
Dikutip dari kepustakaan no.8
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding dengan Kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sclera di limbus, lekuk melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54mm di tengah, sekitar 0,65mm di tepi, dan diameternya sekitar 11,5mm. Dari anterior ke posterior kornea mempunnyai lima lapisan yang berbeda-beda; lapisan epitel, lapisan Bowman, stroma, membrane Descement, dan lapisan endotel.1
Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humor aquaeus, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan oksigen sebagian besar dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapatkan dari percabangan pertama (oftalmika) dari nervus kranialis V (trigeminus). Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitasnya, dan deturgensinya. 1
Gambar 4. Lapisan-lapisan kornea
Dikutip dari kepustakaan no.9
Gambar 5
Zona Topografi kornea
Dikutip dari kepustakaan no.8
KLASIFIKASI
Klasifikasi trauma okular berdasarkan mekanisme trauma:10
Trauma Mekanikal
Trauma palpebra
Trauma pada sistem lakrimal
Laserasi konjungtiva
Erosi kornea
Benda asing pada kornea dan konjungtiva
Trauma non perforans (closed-globe injury)
Trauma pada dasar orbitalis (blow-out fracture)
Trauma perforans (open-globe injury)
Trauma Kimia
Trauma Radiasi
Klasifikasi berdasarkan Birminghamm Eye Trauma Terminology (BETT).
Trauma mata terbagi dua yaitu trauma mata tertutup bila tidak menembus melewati struktur dinding bola mata (non-full thickness) dan trauma terbuka bila melewati seluruh struktur dinding bola mata (full thickness). Berdasarkan BETT, trauma okuli dibagi atas 2 yaitu:9,11
Trauma bola mata tertutup (closed globe injury)
Kontusio
Pada kontusio tidak terdapat luka pada permukaan bola mata. Trauma terjadi karena energi yang dibawa oleh objek, misalnya energi kinetik yang dibawa oleh benturan yang menyebabkan perubahan bentuk dari bola mata.
Laserasi lamellar, terjadi apabila luka mengenai sebagian dinding bola mata namun tidak melewatinya.
Trauma bola mata terbuka (Open-globe Injury)
Ruptur
Ruptur bola mata merupakan luka pada seluruh dinding bola mata karena sebuah objek dari luar yang tumpul (blunt) namun efek trauma dari objek tersebut bukan hanya pada area lokal yang bersentuhan tetapi juga di area lain pada bola mata. Energi yang timbul dari objek tersebut menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler sesaat sehingga dinding bola mata akan bergerak ke arah titik yang paling lemah (inside-out mechanism).
Laserasi:
Penetrasi
Dikatakan trauma penetrasi bila terjadi luka masuk dan prolaps dari isi bola mata.
Intraocular foreign body (IOFB)
Dikatakan IOFB apabila terdapat satu atau lebih bagian objek penyebab trauma tertinggal di dalam mata.
Perforasi
Dikategorikan sebagai perforasi apabila terdapat luka masuk dan luka keluar pada bola mata.
Gambar 6
Klasifikasi Trauma Okuli berdasarkan BETT. Yang berkotak tebal adalah diagnosa klinis. (Dikutip dari kepustakaan 11)
Gambar 7.
Diagnosa klinis berdasarkan jenis objek penyebab trauma
(Dikutip dari kepustakaan 11)
PATOFISIOLOGI
Ruptur bola mata dapat terjadi ketika objek tumpul menekan orbita mengakibatkan tekanan pada bola mata dalam aksis anterior posterior menyebabkan peningkatan tekanan intraokular, sehingga menyebabkan robekan sklera. Ruptur akibat trauma tumpul sering kali terjadi pada daerah-daerah tertipis pada sklera, pada insersi otot-otot ekstraokular, pada limbus dan pada daerah yang telah terjadi operasi intraokular sebelumnya. Benda-benda tajam atau yang bergerak dengan kecepatan tinggi dapat menyebabkan perforasi bola mata secara langsung. Benda asing yang kecil dapat melakukan penetrasi pada bola mata dan menetap di dalam bola mata. Kemungkinan untuk terjadi bola mata harus dipikirkan dan disingkirkan selama evaluasi dari seluruh trauma orbita tumpul dan penetrasi, dan juga pada semua kasus yang melibatkan proyektil dengan kecepatan tinggi, yang berpotensi untuk menyebabkan penetrasi okular.3
Terdapat empat mekanisme yang menyebabkan terjadi trauma okuli yaitu:4
coup,
countercoup,
equatorial, dan
global reposititioning.
Coup adalah kekuatan yang disebabkan langsung oleh trauma. Countercoup merupakan gelombang getaran yang diberikan oleh cuop, dan diteruskan melalui okuler dan struktur orbita. Akibat dari trauma ini, bagian equator dari bola mata cenderung mengambang dan merubah arsitektur dari okuli normal. Pada akhirnya, bola mata akan kembali ke bentuk normalnya, akan tetapi hal ini tidak selalu seperti yang diharapkan.4
Trauma mata yang sering adalah yang mengenai kornea dan permukaan luar bola mata (konjungtiva) yang disebabkan oleh benda asing. Meskipun demikian kebanyakan trauma ini adalah kecil, seperti penetrasi pada kornea dan pembetukan infeksi yang berasal dari terputusnya atau perlengketan pada kornea yang mana hal ini dapat menjadi serius. Benda asing dan aberasi di kornea menyebabkan nyeri dan iritasi yang dapat dirasakan sewaktu mata dan kelopak mata digerakkan. Defek epitel kornea dapat menimbulkan keluhan serupa. Fluoresens akan mewarnai membran basal epitel yang terpajan dan dapat memperjelas kebocoran cairan akibat luka tembus (uji Seidel positif).1
GAMBARAN KLINIS
Pada mata dapat terjadi trauma dalam bentuk-bentuk berikut:2
Trauma tumpul, yang terdiri atas :
Konkusio, yaitu trauma tumpul pada mata yang masih reversibel, dapat sembuh dan normal kembali.
Kontusio, yaitu trauma tumpul yang biasanya menyebabkan kelainan vaskuler dan kelainan jaringan/ robekan.
Luka akibat benda tajam, yang terdiri atas :
Tanpa perforasi
Dengan perforasi, meliputi :
Perforasi tanpa benda asing intra okuler
Perforasi dengan benda asing intra okuler
Luka bakar dan etsing, terjadi oleh karena :
Sinar dan tenaga listrik
Agen fisik, misalnya : luka bakar
Agen kimia
Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola mata, maka akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus, seperti :2,6
Mata merah, nyeri, fotofobia, blepharospasme dan lakrimasi.
Tajam penglihatan yang menurun akibat tedapatnya kekeruhan media refrakta secara langsung atau tidak langsung akibat ruma tembus tersebut.
Tekanan bola mata rendah akibat keluarnya cairan bola mata.
Bilik mata dangkal akibat perforasi kornea.
Bentuk dan letak pupil berubah.
Terlihatnya rupture pada kornea atau sclera.
Adanya hifema pada bilik mata depan.
Terdapat jaringan yang prolaps seperti cairan mata, iris lensa, badan kaca atau retina.
DIAGNOSIS 3,12
Diagnosis trauma okuli ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang jika tersedia.
Pada anamnesis diperhatikan hal-hal berikut ini:
Sifat Cedera
Disertai trauma yang mengancam jiwa
Durasi dan jenis trauma
Komposisi objek asing intraokuler
Penggunaan proteksi mata
Penangganan sebelumnya
Riwayat Penyakit Mata
Riwayat penyakit refraksi
Penggunaan obat mata semasa
Operasi yang terakhir
Riwayat Penyakit Lain
Diagnosa
Penggunaan obat tertentu
Alergi obat
Faktor risiko untuk HIV/Hepatitis
Tetanus profilaksis
Anamnesis juga harus mencakup perkiraan ketajaman penglihatan sebelum dan segera setelah trauma terjadi. Harus dicatat apakah gangguan penglihatan perlangsungannya cepat atau lambat. Harus dicurigai pula kemungkinan adanya benda asing intraokular apabila terdapat riwayat memaku, mengasah, atau ledakan.
Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis dilakukan secara hati-hati dan manipulasi dilakukan seminimal mungkin. Evaluasi pada pasien trauma okuli perforans harus diikuti oleh pemeriksaan secara umum dan juga pemeriksaan oftalmologi. Pemeriksaan dilakukan dengan minimal manipulasi pada mata untuk mengurangi risiko prolaps dari isi intraokuler.8
Slit Lamp akan memungkinkan pemeriksaan yang lebih detail, yang dapat menunjukkan: 13
Bilik mata anterior yang lebih dangkal dibandingkan dengan mata kontralateral dapat mengimplikasikan trauma tembus anterior.
Hifema mikroskopik dimana terdapat sel darah merah di dalam bilik mata anterior namun tidak cukup untuk membentuk hifema.
Pemeriksaan Penunjang9,13
USG B-scan
Dengan menggunakan alat ini, dapat mendeteksi sekiranya terdapat objek asing yang masih tersisa pada bola mata. Selain itu, pemeriksaan ini juga dapat menilai kondisi posterior bola mata apa ada terjadi ablasi retina atau tidak.
CT-Scan
Dengan menggunakan CT-Scan kontur dari bola mata dapat dievaluasi dengan teliti apa ada kedangkalan pada bilik mata depan, dislokasi lensa, ablasi koroid, perdarahan vitrous, dan juga objek asing.
PENATALAKSANAAN 8
Pre-Operatif
Bagian mata diperban dengan kasa yang steril
Hindari menggunakan obat topikal ataupun intervensi-intervensi lain yang perlu membuka tutup mata
Berikan obat yang sesuai untuk sedatif, dan juga control kesakitan
Intravena antibiotik
Berikan suntikan anti tetanus
Non-Operatif
Sebagian dari trauma perforans sangat minimal sehingga ia sembuh dengan sendirinya tanpa ada kerusakan intraokuler, mahupan prolaps. Kasus-kasus sebegini hanya memerlukan terapi antibiotik sistemik ataupun topikal dengan observasi yang ketat.
Tirah baring sempurna (bed rest total)
Penderita ditidurkan dalam keadaan telentang dengan posisi kepala diangkat(beri alas bantal). Hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi perdarahannya
Bebat mata
Hal ini mengurangi pergerakan bola mata yang sakit, serta menghindari bola mata dari paparan benda asing yang dapat memperparah serta menyebabkan infeksi luka/perforasi bola mata
Pemakaian obat-obatan
Koagulansia, golongan obat ini dapat diberi peroral maupun parenteral, berguna untuk menghentikan atau menekan perdarahan
Okular hipotensif drug. Acetazolamide secara oral sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan kenaikan TIO
Kortikosteroid dan antibiotika
Obat-obatan lain. Sedativa dapat diberikan bilamana penderita gelisah. Diberikan analgerik bilamana timbul nyeri.(2)
Penanganan Operatif
Laserasi korneoskleral dengan uvea prolaps biasanya memerlukan penanganan operasi di bawah anaestesi general. Tujuan pertama dari prosedur ini adalah untuk mempertahankan keutuhan dari bola mata. Keduanya adalah untuk mengembalikan penglihatan pasien semaksimal mungkin. Langkah atau tekhnik operasi tersebut :
Anestesi umum
Insisi
Gambar 8. Laserasi corneoscleral. Mengembalikan hubungan anatomi pada laserasi korneoskleral
Dikutip dari kepustakaan no.8
KOMPLIKASI
Komplikasi setelah trauma okuli perforans:2,13
Infeksi : endoftalmitis, panoftalmitis
Katarak traumatik
Katarak akibat cedera pada mata dapat akibat trauma perforasi ataupun tumpul terlihat sesudah beberapa hari ataupun tahun. Pada trauma tumpul akan terlihat katarak subkabsular anterior ataupun posterior. Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti bintang, dan dapat pula dalam bentuk katarak tercetak (imprinting) yang disebut cincin Vossius. Trauma tembus dapat menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi kecil akan menutup dengan cepat akibat proliferasi epitel sehingga terbentuk kekeruhan terbatas kecil. Trauma tembus besar pada lensa akan mengakibatkan terbentuknya katarak dengan cepat disertai dengan terdapatnya lensa di dalam bilik mata depan.
Glaukoma sekunder
Trauma dapat mengakibatkan kelainan jaringan dan susunan jaringan di dalam mata yang dapat mengganggu pengaliran cairan mata sehingga menimbulkan glaukoma sekunder
Ablasi retina
Trauma diduga merupakan pencetus untuk terlepasnya retina dari koroid pada penderita ablasi retina. Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk terjadinya ablasi retina ini seperti retina tipis akibat retinitis semata, myopia, dan proses degenerasi retina lainnya. Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap.
PROGNOSIS
Prognosis trauma okuli perforans bergantung pada banyak faktor, seperti:2
Besarnya luka tembus, makin kecil makin baik
Tempat luka pada bola mata
Bentuk trauma apakah dengan atau tanpa benda asing
Benda asing megnetik atau non megnetik
Dalamnya luka tembus, apakah tumpul atau luka ganda
Sudah terdapat penyulit akibat luka tembus
Prognosis bervariasi, tanda-tanda prognosis yang buruk termasuk daya penglihatan yang menurun, adanya defek pupil aferen, laserasi sklera posterior, ablasio retina atau perdarahan vitreus.1
DAFTAR PUSTAKA
Augsburger J, Asbury T. Ocular & Orbital Trauma. In: Vaughan & Asbury's General Ophthalmology, 16th ed.; San Fransisco: McGraw-Hill; 2004. P.: 371-9.
Ilyas S. Trauma Mata. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata edisi 3; 2004. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal ; 259-76
Golden JD. Globe Rupture. Available from http://emedicine.medscape.com/article/798223. Accessed; 17 Februari 2014
Rapon JM. Ocular Trauma Management For The Primary Care Provider. Avilable from http://.opt.pacificu.edu//cc/catalog/10310-SD/triage.htm. Accessed; 19 Februari 2014
Webb LA. Manual of eye emergencies, diagnosis and management. Butterworth-Heinemann. Toronto.2004. p.1-2
Zorab RA, Straus H, Dondrea, et.al. The Eye. In: Fundamental and Principles of Ophtalmology. Section 2. International ophtalmology american academy of ophtalmology.;2008-2009. p.43
Sutphin EJ, Dana MR, et.al. External Disease and Kornea. Section 8. International ophtalmology american academy of ophtalmology. The Eye M.D;2008-2009. p.9, p.38-9, p.407-18
Khaw PT, Elkington AR. ABC of EYES. Fourth edition. BMJ Publishing Group. 2004. p.29-32
Khurana KA. Comprehensive Opthalmology 4th Edition. New Delhi 2007. p.52, p.401-10
Lang GK. Ophtalmology : A Short Text Book. Thieme Stuttgart. New York. 2000. P.497-513
Kuhn F, Morris R, Mester V, Witherspoon CD. Terminology of Mechanical Injuries: the Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT) in: Ferench Kuhn Ocular Traumatology. San Fransisco: Springer. 2010. P: 3-16.
Ocular penetrating and perforating injuries. Available from http://eyewiki.aao.org/Ocular_penetrating_and_perforating_injuries. Accessed; 08 Februari 2014
Kloek CE. Diagnosis and Management of open globe injuries. Available from http://www.ophthalmologyrounds.org/crus/ophthUS_0506.pdf. Accessed; 16 Februari 2014
Stein R and Stein H. Traumatic Red Eye. In: Management of ocular emergencies. Montreal: Mediconcept Inc. P. 45-58.
James B, Chew C, Brown A. Trauma. In : Oftalmologi, Lecture Notes. Edisi ke-9; 2002. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal: 177-83.