MAKALAH
RADIOLOGI PADA UROLTIHIASIS
Disusun oleh:
Pratistha Satyanegara (1102012211)
Pembimbing:
dr. H. Usep Saeful AA, Sp.Rad
Kepaniteraan Klinik Bagian Radiologi Rumah Sakit Umum dr. Slamet Garut Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Februari 2017
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan kekuatan dan kemampuan kepada penyusun sehingga penyusunan Makalah yang berjudul “PEMERIKSAAN RADIOLOGI PADA UROLITHIASIS” ini dapat diselesaikan. Referat ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan kepaniteraan klinik SMF Radiologi di RSU Dr.Slamet Garut. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
dr. Rizki Rosyidah Nur Sp.Rad selaku dokter pembimbing.
2.
Para Pegawai di Bagian Radiologi RSUD Dr.Slamet Garut.
3.
Teman-teman sejawat dokter muda di lingkungan RSUD Dr.Slamet Garut. Segala daya upaya telah di optimalkan untuk menghasilkan makalah yang baik dan
bermanfaat, dan terbatas sepenuhnya pada kemampuan dan wawasan berpikir penulis. Pada akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar dapat menghasilkan tulisan yang lebih baik di kemudian hari. Akhir kata penulis mengharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca, khususnya bagi para dokter muda yang memerlukan panduan dalam menjalani aplikasi ilmu. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Garut, Februari 2017
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan zaman Mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah ditemukan batu pada kandung kemih seorang mumi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh penduduk yang ada di dunia tidak terkecuali di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di negara – negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas sedangkan di negara berkembang lebih banyak pasien dengan batu buli – buli. Hal ini dikaitkan dengan dengan adanya pengaruh status gizi dan aktivitas psaien sehari – hari (Purnomo, 2011). Di Amerika Serikat 5 – 10% penduduknya menderita penyakit ini sedangkan seluruh dunia rata – rata terdapat 1 – 12% penduduk yang menderita batu saluran kemih. Di Indonesia, penyakit batu ginjal merupakan masalah yang cukup bermakan prevalensi penyakit batu diperkirakan sebesar 13% pada laki – laki dewasa dan 7% pada perempuan dewasa. Empat dari lima pasien adalah laki – laki, sedangkan usia puncak adalah dekade tiga sampai keempat. Pada penelitian di RS dr. Kariadi jumlah penderita urolithiasis naik 32.8% (2003) menjadi 39.1% (2005) di banding seluruh kasus urologi dan sebagian besar batu berada di saluran kemih bagian atas (batu ginjal dan ureter) (Purnomo, 2011). Gambaran radiologis pada urolithiasis bermacam – macam. Pemeriksaan radiologis yang diperlukan adalah foto polos abdomen, pielografi intravena, USG sampai dengan menggunakan CT – Scan. Untuk membantuk ahli urologi kadangkala menggunakan pielografi retrograd. Hal ini dilakukan apabila pada pemeriksaan sebelumnya posisi batu masih mergaukan. Jenis – jenis batu yang ditemukan dalam traktus urinarius umumnya adalah kalsium oksalat, fosfat, tripel fosfat, asam urat, sistin, disertai papilla yang mengapur (Budjang, 2013).
BAB II
PEMERIKSAAN RADIOLOGI PADA UROLITHIASIS Anatomi Saluran Kemih Ginjal terletak pada ruang retroperitoneum. Ginjal kanan terletak lebih inferior dibandingkan dengan ginjal kiri karena pada kuadran kanan atas terdapat hepar sehingga ginjal terdorong ke bawah. Ginjal kanan terletak dibawah vertebra thorakal ke 11 dan ginjal kiri terletak sejajar dengan vertebra thorakal ke 11. Ginjal berbentuk kacang dengan berat 150 gram. Ginjal dilapisi oleh jaringan ikat fibrosa yang menempel pada korteks ginjal. Lebih ke dalam terdapat medula ginjal. Medula ginjal mempunyai struktur yaitu piramida ginjal, kolumna renalis. Darah akan disaring dari arteri renalis ke dalam korteks ginjal menuju ke medulla, ke calix mayor dan calix minor lalu menuju ke pelvis dan akhirnya menuju ke ureter (Sobotta, 2010).
Gambar 1. Anatomi Ginjal (Sobotta, 2010) Ureter terbagi atas tiga bagian, yaitu uretra pars abdominalis, pars uretra, dan pars intramuralis. Ureter juga akan menyempit di tiga tempat yaitu pada saat keluar dari pelvis renalis, saat menyilang dengan A. Illiaca Communis atau A. Illiaca externa, dan saat menembus dinding dari Vesica Urinaria. Vesica Urinaria terdiri atas apex, fundus inferior, dan corpus. Mampu menampung sekitar 1000 – 1500 ml, namun manusia mulai merasakan keingininan untuk buang air kecil mulai pada volume 250 – 500ml (Sobotta, 2010).
Gambar 2. Vesica Urinaria Selanjutnya vesica urinaria akan menuju ke urethra. Urethra mempunyai empat bagian, yaitu pars intramuralis (1 cm) yang berdekatan dengan dinding vesica urinaria, lalu pars prostatica (3.5 cm) yang melewati kelenjar prostat, setelah itu pars membranosa (1-2 cm) yang melewati dinding pelvis, dan yang terakir adalah pars spongiosa yang menuju ostiurm uretra eksterna (Sobotta, 2010). Urolithiasis Urolithiasis adalah penyakit batu pada saluran kemih. Etiologi dari batu saluran kemih diduga adanya hubungan dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih,
dehidrasi,
dan
keadaan
–
keadaan
lain
yang
masih
belum
diketahui
penyebabnya/idiopatik (Purnomo, 2011). Secara teoritis, batu dapat terbentuk pada semua daerah di ginjal yaitu sistem kalises ginjal atau buli – buli. Batu terdiri atas kristal – kristal yang tersusun oleh bahan organik ataupun bahan organik. Kristal – kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut dalam urine) apabila tidak ada kondisi – kondisi yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal – kristal yang yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti nukleus. Inti nukleus kemuadia melakuka agregasi dan menarik bahan – bahan lain sehinggan menjadi kristal yang lebih besar tetapi kristal yang besar ini belum cukup mampu untuk melakukan obstruksi pada saluran kemih. Oleh karena itu, kristal yang besar ini menempel pada epitel saluran kemih dan dilakukan pengendapan
sehingga terbentuk batu yang cukup besar untuk melakukan obstruksi pada saluran kemih (Purnomo, 2011). Jenis – jenis batu pada saluran kemih Lebih dari 80% batu saluran kemih merupakan batu kalsium, baik nanti akan berikatan dengan batu oksalat maupun fosfat menjadi batu kalsium oksalat maupun batu kalsium fosfat. Selain itu, terdapat batu struvit yang merupakan batu yang terjadi akibat infeksi oleh bakteri pemecah urea sehingga urine menjadi basa. Hal ini mengakibatkan garam – garam seperti magnesium, ammonium, fosfat, dan karbonat membentuk batu Magnesium Amonium Fosfat (MAP) dan Karbonat Apatit. Terdapat juga batu asam urat yang terjadi karena asam urat bebas yang tidak berikatan dengan natrium sehingga tidak dapat keluar melalui urin karena asam urat tidak larut air. Batu asam urat merupakan batu yang memberi gambaran radio lusen dalam foto polos abdomen. Selain itu terdapat batu jenis lain yaitu batu sistin, xanthin, triamteren, dan batu silikat (Purnomo, 2011). Pemeriksaan Radiologi pada Urolithiasis 1. Foto Polos Abdomen Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radioopak di saluran kemih. Batu – batu berjenis kalsium oksalat atau kalsium fosfat bersifat radioopak dan paling sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu asam urat bersifat non opak / radiolusen (Purnomo, 2011). JENIS BATU
RADIO - OPASITAS
KALSIUM
OPAK
MAP
SEMI OPAK
URAT/SISTIN
NON OPAK
Tabel 1. radio – opasitas jenis batu saluran kemih (Purnomo, 2011) Pada foto polos abdomen pasien harus melepas bajunya dan tidak menggunakan alat – alat yang berbahan logam. Selain itu, pasien harus buang air kecil terlebih dahulu. Pada saat difoto harus terlihat diafragma dan ramus inferior os pubis. (Boer, 2013) (Iljas, 2013) (Hircsh, Palavecino, & Leon, 2011)
Gambar 3. Foto polos abdomen normal Pada pasien penderita batu ginjal yang dilakukan pemeriksaan foto polos abdomen dapat terlihat bentuk dari pelvis renalis yang melebar dengan gambaran radioopak.
Gambar 4. Terlihat gambaran radioopak membentuk pelvis renalis yang membesar. Menandakan batu pada kalix minor dan kalix mayor. Pada gambaran radiologis disebut dengan Batu Staghorn
Batu ureter dapat terjadi akibat komplikasi dari ESWL (Extrashockwave Litotripsy) karena batu dapat turun ke ureter dan tidak bisa keluar.
Gambar 5. Terlihat gambaran radioopak setinggi vertebra lumbal 4 menandakan adanya Straintrasse (Stone Street) yaitu batu di ureter
Gambar 6. Terlihat radio – opak di daerah vesica urinaria menandakan adanya batu di vesica urinaria
2. BNO – IVP BNO – IVP adalah pemeriksaan radiografi pada sistem urinaria (ginjal, ureter, dan kandung kemih) dengan menyuntikkan zat kontras melalui pembuluh darah vena. Pada saat media kontras di injeksikan melalui pembuluh darah vena pada tangan pasien, media kontras akan mengikuti peredaran darah dan dikumpulkan dalam ginjal dan saluran kemih sehingga tractus urinarius berwarna putih. Indikasi dari BNO – IVP yaitu nefrolithiasis, nefritis adanya keganasa, kista dll. Kontraindikasi dari penggunaan BNO – IVP adalah ureum yang meningkat, adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus dll. Sebelumnya pasien harus dilakukan skin test terlebih dahulu untuk mengetahui apakah ada alergi pada bahan kontras. Terdapat beberapa fase pada BNO – IVP: a. Fase Ekskresi (3 – 5 Menit) Melihat apakah ginjal mampu mengekskresikan kontras yang dimasukkan. b. Fase Nefrogram (5 -15 Menit) Fase dimana kontras menunjukkan nefron ginjal, pelvis renalis, ureter proximal.
Gambar 7. Fase Nefrogram normal
Gambar 8. Fase nefrogram tetapi ureter sebelah kanan tidak terisi menandakan adanya obstruksi c. Fase Uretrogram (30 Menit) Fase dimana kontras media memperlihatkan nefron, Pelvis renalis dan ureter proksimal terisi maksimal dan ureter distal mulai mengisi kandung kemih.
Gambar 9. Terlihat gambaran klingkin yang menandakan adanya batu pada ureter kanan bagian proximal. d. Fase Vesica Urinaria Full Blast (45 Menit) Fase dimana kontras media memperlihatkan nefron, pelvis renalis, ureter hingga kandung kemih.
Gambar 10. Kontras tidak memenuhi vesica urinaria menandakan kemungkin batu pada vesica urniaria.
3. Ultrasonography (USG) Ultrasonography adalah salah satu imaging diagnostic (pencitraan diagnostik) untuk pemeriksaan alat – alat tubuh, dimana kita dapat melihat bentuk tubuh, ukuran anatomis, gerakan, serta hubungan dengan jaringan sekitarnya. Pemeriksaan ini bersifat non invasif, tidak menimbulka rasa sakit, dapat dilakukan dengan cepat, aman, dan data yang diperoleh mempunyai nilai diagnostik yang tinggi. Prinsip penggunaan USG adalah gelombang suara yang dihasilkan leh transduser akan dipantulkan oleh jaringan yang ada didalam tubuh kita. Frekuensi gelombang suara dihasilkan oleh kristal – kristal yang ada di dalam transduser mencapai 1 -10 MHz (1-10 Juta Hz) sehingga manusia tidak dapat mendengarnya. Gelombang suara yang diterima oleh jaringan di tubuh tersebut akan dipantulkan kembali ke dalam transduser dan diubah menjadi energi listrik oleh suatu efek bernama piezo – electric. Energi listrik tersebut akan diperlihatkan kedalam bentuk cahaya pada layar osiloskop. Masing – masing jaringan tubuh mempunyai impendance acustic tertentu. Jaringan yang heterogen akan ditimbulkan bermacam – macam eko disebut echogenic. Sedangkan, jaringan yang homogeny
hanya sedikit sekali atau sama sekali tidak ada eko, disebut dengan anechoic atau echofree (Boer, 2013). Pada USG ginjal, sonic window yang digunakan adalah otot perut belakang dan posterolateral dan celah iga. Pada ginjal kanan, hepar juga bisa digunakan sonic window sedangkan pada ginjal kiri, lambung yang berisi air bisa digunakan sebagai sonic window. Pada pemeriksaan USG ginjal, batu ginjal tampak sebagai suatu opasitas dengan reflektif yang tinggi di daerah sinus renalis, yang disertai dengan acoustic shadow di distalnya (Iljas, 2013)
Gambar 11. Tampak hdironefrosis dengan ureter yang terdesak akibat adanya batu di ureter terminal dengan adanya acoustic shadow Acoustic shadow adalah bayangan dibelakang massa yang free echoic akibat tertutup oleh suatu massa yang mempunyai densitas yang tinggi (Iljas, 2013). Gambaran USG pada gambar 8. Menunjukan pelvis yang membesar karena hambatan aliran urin akibat adanya nefrolithiasis sehingga terjadi hidronefrosis. Pada batu ureter dapat ditemukan adanya hidroureter akibat adanya sumbatan pada ureter. Dapat juga ditemukan acoustic shadow dan adanya twinkling artefact.
Gambar 12. Tampak hiperechoic pada batu di ureter dengan adanya acoustic shadow dan adanya twingkling artefacts (Mos et al, 2010) Twninkling artefact atau color comet tail artefact adalah gambaran pada USG Doppler akibat adanya gambaran pergerakan yang palsu, biasanya karena gambaran di USG Doppler dengan opasitas yang tinggi, biasanya disebabkan oleh batu (Hircs et al, 2011).
Gambar 13. Hidroureter dengan penebalan dinding akibat inflamasi pada ureter proksimal Pada gambar 10 terdapat pembesaran dari ureter. Pembesaran ini disebabkan oleh stasis urin yang bisa menyebabkan hidroureter. Apabila kondisi ini terus berlanjut maka dapat menyebabkan gagal ginjal.
Pasien dengan batu di vesicolithiasis akan menunjukkan hasil dengan opasitas tinggi dengan acoustic shadow dan penebalan dinding dari vesica urinaria akibat dari inflamasi.
Gambar 14. Gambaran hiperechoic dengan acoustic shadow pada vesica urinaria menggambarkan batu pada vesica urinaria.
4. CT – Scan CT – Scan merupakan alat diagnostik dengan teknik radiografi yang menghasilkan gambar potongan tubuh secara melintang berdasarkan penyerapan sinar – X pada irisan tubuh yang ditampilkan pada layar monitor hitam putih. Prinsip penggunaan CT – Scan mirip dengan radiologi konvensional, perbedaannya adalah gambaran yang dihasilkan oleh CT – Scan tidak tumpang tindih berbeda dengan radiologi konvensional (Dyer et al, 2004).
CT – Scan pada bidang urology sudah lama dilakukan dan dapat dilakukan pada pasien dengan urolithiasis dengan sensitivitas mencapai 95% – 100%. Selain itu penggunaan CT – Scan ini sangat cepat dan akurat karena spesifitas mencapai 94% - 96%. Selain mendiagnosis batu pada saluran kemih dapat juga ditemukan kelainan lain pembesaran ginjal (Portis et al, 2001).
Gambar 15. Potongan gambar CT – Scan menunjukkan gambar Bear’s Paw menggambarkan batu pada ginjal
Gambar 16. Gambaran Perirenal Cobwebs
Perirenal cobweb adalah salah satu tanda adanya batu pada ginjal. Pada pasien dengan batu ginjal yang kronis akan terjadi pembentuk septa – septa dan terjadi
hidronefrosis sehingga akan memberikan gambaran seperti jarring laba – laba (Dyer et al, 2004).
Gambar 17. Gambaran Soft Tissue Rim Sign Soft tissue rim sign menunjukkan bahwa terdapat edema pada ureter akibat inflamasi yang mengelilingi batu karena memberikan gambaran radio – opak (Dyer et al, 2004). 5. CT – Urography Pada dasarnya CT – Urography merupakan CT – Scan yang menggunakan kontras yang digunakan untuk melihat ginjal, ureter, dan vesica urinaria secara optimal. Terdapat tiga fase pada CT – Urography, yaitu (O’Connor, 2010): 1. Fase Unenhanced 2. Fase Nephrographic Fase ini membutuhkan 90 – 100 detik setelah penyuntikan kontras non ionic (100 -150 ml). Fase ini melihat apakah ada massa pada ginjal. 3. Fase Pyelography Lima sampai lima belas menit setelah penyuntikan kontras. Fase ini untuk melihat apakah kontras teralirkan dari ginjal menuju vesica urinaria.
Gambar 18. Tampak kontras sudah memasuki vesica urinaria (O’Connor, 2010).
Gambar 19. Terlihat massa yang diduga sebagai batu ginjal yang menyebabkan desakan pada ureter sehingga terjadi hidroureter dan hidronefrosis pada ginjal kiri (O’Connor, 2010)
DAFTAR PUSTAKA
Boer, A. (2013). Radiologi Diagnostik. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Budjang, N. (2013). Radiologi Diagnostik. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Dyer, R. B., Chen, M. Y., & Zagoria, R. J. (2004). Classic Signs In Uroradiology. RG, S247s275. Hircsh, M., Palavecino, T., & Leon, B. (2011). Color Doppler twinkling artifact: A misunderstood and useful sign . Revista Chilena de Radiologia , 82-84. Iljas, M. (2013). Radiologi Diagnostik. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Mos, C., Holt, G., & Iuhasz, S. (2010). The sensitivity of transabdominal ultrasound in the diagnosis of ureterolithiasis. Medical Ultrasonography, 188-197. O'Connor, O. J., & Maher, M. M. (2009). CT Urography. Resident inRadiology, W320-W324. Portis, A. J., & Sundaram, C. P. (2001). Diagnosis and Initial Management of Kidney Stones. American Family Physcian, 1329-1338. Purnomo, B. (2011). Dasar - dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto. Sobotta. (2011). Atlas of Anatomy 15th Edition. Munich: Elsevier.