Edema Paru Akut 1. Definisi Edema Paru Akut Edema paru akut adalah keadaan patologi dimana cairan intravaskuler keluar ke ruang ekstravaskuler, jaringan interstisial dan alveoli yang terjadi secara akut. Pada keadaan normal cairan intravaskuler merembes ke jaringan interstisial melalui kapiler endotelium dalam jumlah yang sedikit sekali, kemudian cairan ini akan mengalir ke pembuluh limfe menuju ke vena pulmonalis untuk kembali ke dalam sirkulasi. Edem paru akut adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus paru yang terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edem paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edem paru non kardiogenik) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepaat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan hipoksia. 1 2. Epidemiologi Edema Paru Akut Menurut penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74,4 juta penderita edema paru di dunia. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh provinsi di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah. Di Indonesia insiden tersebar terjadi pada 1998 dengan incidence rate (IR)=35,19 per 100.000 penduduk Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 19,24 (tahun 2002) dan 23,87 (tahun 2003).1 3. Etiologi Edema Paru Akut Etiologi berdasarkan klasifikasi2 : Edema paru kardiogenik: Obstruksi aliran atrium kiri Obstruksi aliran ventrikel kiri Disfungsi sistolik ventrikel kiri Disfungsi diastolik ventrikel kiri Edem paru nonkardiogenik: Acute Respiratory Distress Syndrome Sindrom kongesti vena Sindrom nefrotik Neurogenic pulmonary edema 4. Patofisiologi Edema Paru Akut Edema paru timbul bila cairan yang difiltrasi oleh dinding mikrovaskuler lebih banyak dari yang bisa dikeluarkan. Akumulasi cairan ini akan berakibat serius pada fungsi paru oleh karena tidak mungkin terjadi pertukaran gas apabila alveoli penuh terisi cairan. Dalam keadaan normal di dalam paru terjadi suatu aliran keluar yang kontinyu dari cairan dan protein dalam pembuluh darah ke jaringan interstisial dan kembali ke sistem aliran darah melalui saluran limfe. Pergerakan cairan 1
tersebut memenuhi hukum Starling. Mekanisme yang menjaga agar jaringan interstisial tetap kering adalah1 :
Tekanan onkotik plasma lebih tinggi dari tekanan hidrostatik kapiler paru. Jaringan konektif dan barier seluler relatif tidak permeabel terhadap protein plasma. Adanya sistem limfatik yang secara ekstensif mengeluarkan cairan dari jaringan interstisial.
Pada individu normal tekanan kapiler pulmonal (“wedge” pressure) adalah sekitar 7 dan 12 mm Hg. Karena tekanan onkotik plasma berkisar antara 25 mm Hg, maka tekanan ini akan mendorong cairan kembali ke dalam kapiler. Tekanan hidrostatik bekerja melewati jaringan konektif dan barier seluler, yang dalam keadaan normal bersifat relatif tidak permeabel terhadap protein plasma. Paru mempunyai sistem limfatik yang secara ekstensif dapat meningkatkan aliran 5 atau 6 kali bila terjadi kelebihan air di dalam jaringan interstisial paru. Edema paru akan terjadi bila mekanisme normal untuk menjaga paru tetap kering terganggu seperti tersebut di bawah ini 1,3: Permeabilitas membran yang berubah. Tekanan hidrostatik mikrovaskuler yang meningkat. Tekanan peri mikrovaskuler yang menurun. Tekanan osmotik / onkotik mikrovaskuler yang menurun. Tekanan osmotik / onkotik peri mikrovaskuler yang meningkat. Gangguan saluran limfe. Edema Paru Kardiogenik Edem paru kardiogenik atau edema volume overload terjadi karena peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler paru yang menyebabkan peningkatan filtrasi cairan transvaskular, ketika tekanan interstisial paru lebih besar daripada tekanan pleural maka cairan bergerak menuju pleura visceral yang menyebabkan efusi pleura. Sejak permeabilitas kapiler endotel tetap normal, maka cairan edema yang meninggalkan sirkulasi memiliki kandungan protein yang rendah. Peningkatan tekanan hidrostatik di kapiler pulmonal biasanya berhubungan dengan peningkatan tekanan vena pulmonal akibat peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan atrium kiri. Peningkatan ringan tekanan atrium kiri (18-25 mmHg) menyebabkan edema di perimikrovaskuler dan ruang interstisial peribronkovaskular. Jika tekanan atrium kiri meningkat lebih tinggi (>25) maka cairan edem akan menembus epitel paru, membanjiri alveolus. Kejadian tersebut akan menimbulkan lingkaran setan yang terus memburuk oleh proses sebagai berikut:
Meningkatnya kongesti paru akan menyebabkan desaturasi, menurunnya pasokan oksigen
miokard dan akhirnya semakin memburuknya fungsi jantung. Hipoksemia dan meningkatnya cairan di paru menimbulkan vasokonstriksi pulmonal sehingga meningkatkan tekanan ventrikel kanan. Peningkatan tekanan ventrikel kanan
melalui mekanisme interdependensi ventrikel akan semakin menurunkan fungsi ventrikel kiri. Insufesiensi sirkulasi akan menyebabkan asidosis sehingga memperburuk fungsi jantung. Secara patofisiologi edem paru kardiogenik ditandai dengan transudasi cairan dengan
kandungan protein yang rendah ke paru akibat terjadinya peningkatan tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler paru. Transudasi ini terjadi tanpa perubahan pada permeabilitas atau integritas 2
dari membran alveoli-kapiler dan hasil akhir yang terjadi adalah penurunan kemampuan difusi, hipoksemia dan sesak nafas. Stadium proses edema paru: 1. Stadium 1 Distensi dan keterlibatan pembuluh darah kecil di paru akibat peningkatan tekanan di atrium kiri, dapat memperbaiki pertukaran udara di paru dan meningkatkan kemampuan difusi dari gas karbon monoksida. Pada keadaan ini akan terjadi sesak nafas saat melakukan aktivitas fisik dan disertai ronkhi inspirasi akibat terbukanya saluran nafas yang tertutup. 2. Stadium 2 Edema interstisial diakibatkan peningkatan cairan pada daerah interstisial yang longgar dengan jaringan perivaskular dari pembuluh darah besar, hal ini akan mengakibatkan hilangnya gambaran paru yang normal secara radiografik dan petanda septum interlobuler (garis kerley B). Pada derajat ini akan terjadi kompetisi untuk memperebutkan tempat antara pembuluh darah, saluran nafas dan peningkatan jumlah cairan di daerah di interstisium yang longgar tersebut, dan akan terjadi pengisian di lumen saluran nafas yang kecil yang menimbulkan refleks bronkokonstriksi. Ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi aka mengakibatkan terjadinya hipoksemia yang berhubungan dengan ventilasi yang semakin memburuk. Pada keadaan infark miokard akut misalnya, beratnya hipoksemia berhubungan dengan tingkat peningkatan tekanan baji kapiler paru. Sehingga seringkali ditemukan manifestasi klinis takipnea. 3. Stadium 3 Proses pertukaran gas sudah menjadi abnormal, dengan hipoksemia yang berat dan seringkali hiperkapnea. Alveolar yang sudah terisi cairan ini terjadi akibat sebagian besar saluran nafas yang besar terisi cairan berbusa dan mengandung darah. Edema paru kardiogenik disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik maka sebaliknya edem paru nonkardiogenik disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pembuluh darah paru yang menyebabkan meningkatnya cairan dan protein masuk ke dalam interstisial paru dan alveolus. Cairan edema paru nonkardiogenik memiliki kadar protein tinggi karena membran pembuluh darah lebih permeabel untuk dilewati oleh moleku besar seperti protein plasma. Banyaknya cairan edema tergantung pada luasnya edem interstisial, ada atau tidak adanya cidera pada epitel alveolar dan acute lung injury di mana terjadi cedera epitel alveolar yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk menghilangkan cairan alveolar1,3,4.
3
Gambar. Patofisiologi edema paru (Lorraine, 2005) 6. Manifestasi Klinis Gejala paling umum dari pulmonary edema adalah sesak nafas. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak nafas daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), nafas yang cepat (takipnea), kepeningan atau kelemahan. Manifestasi klinis edem paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium 3,4,5: 4
Stadium 1 Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak nafas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inpsirasi karena terbukanya saluran nafas yang tertutup
saat inspirasi. Stadium 2 Pada stadium ini terjadi edem paru interstisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor interstisial, akan lebih memperkecil saluran nafas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdengar takipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan interstisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya
terdapat sedikit perubahan saja. Stadium 3 Pada stadium ini terjadi edem alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapsia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata.
7. Diagnosis Anamnesis Manifestasi klinis dari edema kardiogenik dan nonkerdiogenik memiliki kesamaan. Edema intertisial menyebabkan dyspnea dan takipnea. Banyaknya cairan di alveolus mengarah pada hipoksemia arterial dan dapat berhubungan dengan batuk dan ludah berbusa. Anamnesis difokuskan pada etiologi yang mengarah pada edema paru. Penyebab tersering edema paru kardiogenik yaitu iskemia dengan atau tanpa infark miokard, disfungsi kronik sistol dan diastol, serta disfungsi katup aorta atau mitral. Keluhan khas pada edema paru kardiogenik yaitu paroxysmal nocturnal dyspnea atau orthopnea 2,3. Sebaliknya, pada edema paru nonkardiogenik berhubungan dengan pneumonia, sepsis, aspirasi gaster, dan trauma transfusi darah. Anamnesis harus difokuskan pada tanda dan gejala infeksi, adanya penurunan kesadaran yang berhubungan dengan muntah, trauma dan riwayat pengobatan2,3. Namun sangat disayangkan, dari riwayat penyakit pun tidak selalu dapat membedakan edema kardiogenik dan nonkardiogenik. Seperti contoh, infark miokard akut yang mengarah pada edema kardogenik dapat sinkop atau cardiac arrest dengan aspirasi gastric. Sebaliknya, pada pasien yang trauma berat atau terinfeksi (mengarah
5
pada edema nonkardiogenik), resusitasi cairan mengakibatan overload volume dan edema paru akibat meningkatnya tekanan hidrostatik vaskular 1,2,3. Pemeriksaan Fisik Pasien dengan edema paru kardiogenik terdapat pemeriksaan fisik jantung yang abnormal. Pada auskultasi didapatkan bunyi jantung S3 gallop yang spesifik menandakan peningkatan tekanan end-diastolic ventrikel kiri dan disfungsi ventrikel kiri. Selain itu, dapat ditemukan mumur yang menandakan stenosis atau regurgitasi valvular. Peningkatan vena jugular, pembesaran hepar dan edema perifer menandakan peningkatan tekanan vena sentral. Edema perifer tidak spesifik pada gagal jantung kiri, hal ini berhubungan dengan insufisiensi hepar atau ginjal, gagal jantung kanan atau infeksi sistemik 1,3. Pemeriksaan paru dapat ditemukan ‘crackles’dan sering terdengar ronki saat inspirasi. Pemeriksaan abdominal juga penting dilakukan, seperti perforasi viskus dapat menyebabkan acute lung injury dengan edema nonkardiogenik. Tampilan klinis pasien edema nonkardiogenik yaitu akral hangat, sedangkan pada pasien edema kardiogenik yaitu akral dingin1,3. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium Peningktan troponin mengindikasikan kerusakan miosit pada iskemia atau infark miokard. Selain terdapat pula pada pasien sepsis berat tanpa adanya acute coronary syndrome. Kadar Brain Natriuretic Peptide (BNP) pada plasma sering digunakan untuk evaluasi edema paru. Hal ini dikarenakan BNP berespon pada peningkatan tekanan intracardiac. Pada pasien congestive heart failure (CHF), kadar plasma BNP berkolerasi dengan tekanan akhir diastol ventrikel kiri dan tekanan oklusi arteri pulmonar. BNP > 500 pg/mL indikasi pada gagal jantung (postive predictive, >90%) 3. Radiografi Thorax Pada foto thorax menunjukkan jantung membesar, hilus yang melebar, pedikel vaskuler dan vena azygos yang melebar serta sebagai tambahan adanya garis kerley A, B dan C akibat edema interstisial atau alveolar. Lebar pedikel vaskuler < 60 mm pada foto thorax Postero-Anterior terlihat pada 90% foto thorax normal dan lebar pedikel vaskuler > 85 mm ditemukan 80% pada kasus edema paru. Sedangkan vena azygos dengan diameter > 7 mm dicurigai adanya kelainan dan dengan diameter > 10mm sudah pasti terdapat kelainan, namun pada posisi foto thorax terlentang dikatakan abnormal jika diameternya > 15 mm. Peningkatan diameter vena azygos > 3 mm jika dibandingkan dengan foto thorax sebelumnya terkesan menggambarkan adanya overload cairan 6,7.
6
Gambar 2. Ilustrasi Radiologi Edema Paru Akut (Cremers, 2010) Garis kerley A merupakan garis linear panjang yang membentang dari perifer menuju hilus yang disebabkan oleh distensi saluran anastomose antara limfatik perifer dengan sentral. Garis kerley B terlihat sebagai garis pendek dengan arah horizontal 1-2 cm yang terletak dekat sudut kostofrenikus yang menggambarkan adanya edema septum interlobular. Garis kerley C berupa garis pendek, bercabang pada lobus inferior namun perlu pengalaman untuk melihatnya karena terlihat hampir sama dengan pembuluh darah7.
Gambar 3. Gambaran radiologi Edema Paru Akut, beserta garis kerley (Koga, 2009).
7
Gambar 4. Garis kerley A (orange), Kerley B (biru), dan Kerley C (hijau) (Gaillard, 2016). Gambaran foto thorax dapat dipakai untuk membedakan edema paru kardiogenik dan edema paru non kardiogenik. Walaupun tetap ada keterbatasan yaitu antara lain bahwa edema tidak akan tampak secara radiologi sampai jumlah air di paru meningkat 30%. Beberapa masalah tehnik juga dapat mengurangi sensitivitas dan spesifisitas rontgent paru, seperti rotasi, inspirasi, ventilator, posisi pasien dan posisi film3.
Gambar 5 (A). Edema Paru Kardiogneki (Lorraine, 2005)
8
Gambar 5 (B). Edema Paru non kardiogenik Gambar 5 (A) menunjukan gambaran rontgen pada pasien infark miokar dan edema paru akut kardiogenik. Terdapat pelebaran dari ruang peribronchovascular dan prominen garis septal (garis Kerley’s B) tampak area asinar dengan
peningkatan opaks. Gambar 5 (B) menjukkan gambaran rontgen pada pasien terinfeksi Streptococcus Pneumonia, komplikasi menjadi syok septik dan acute respiratory distress syndrome. Gambaran infilrat alveolus difus dan bilateral.
9
Berikut adalah perbedaan gambaran radiologi pada Edema Paru Kardiogenik dan NonKardiogenik:
Tabel 1. Perbedaan radiologi edema paru kardiogenik dan non-kardiogenik (Lorraine,2005). CT-Scan Thorax
Gambar 6. Gambaran CT-Scan edema paru kardiogenik Pada CT-Scan didapatkan gambaran: Penebalan septal bilateral dan ground glass opaq. Kardiomegali dan cairan pleura Distribusi perihiler predominasi
10
Echocardiography Echocardiography efektif dalam mengidentifikasi disfungsi sistolik maupun diastolik ventrikel kiri dan disfungsi valvular. Pemeriksaan ini merupakan gold standard untuk mendeteksi disfungsi ventrikel kiri 1,8. Elektrokardiogram Pemeriksaan EKG bias ormal atau seringkali didapatkan tanda-tanda iskemik atau infark miokard akut dengan edema paru. Pasien dengan krisis hipertensi gambaran EKG biasanya menunjukan gambaran hipertrofi ventrikel kiri. Pasien dengan edem paru kardiogenik tetapi yang non iskemik biasanya menunjukan gambaran gelombang T negative yang melebar dengan QT memanjang yang khas, dimana akan membaik dalam 24 jam setelah klinis stabil dan menghilang dalam 1 minggu1,3. Kateterisasi arteri pulmonar Katetrisasi arteri pulmonar merupakan gold standar menentukan penyebab edema pulmonar akut. Hal yang dapat dimonitor dari kateterisasi arteri pulmnar yaitu tekanan pengisian jantung, cardiac output dan resistensi sistemik vaskular selama pengobatan. Jika terdapat oklusi pada arteri pulmonar tekanan meningkat >18 mmHg, indikasi pada edema kardiogenik paru1,3. Alogaritma diagnosis edema paru Gambar 7. Alogaritma diagnosis Edema Paru (Lorraine, 2005) 8.
Tat ala ksa na
o o
Pastikan jalan napas pasien bebas Posisikan setengah duduk 11
Berikan O2 sampai 8 L/menit dengan nasal kanul atau sungkup. Pertimbangkan untuk intubasi endotrakeal dan dukungan ventilator apabila kondisi semakin memburuk : Klinis sesak bertambah, takipnea, ronki meningkat PaO2 tidak bias dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O 2 konsentrasi dan aliran tinggi Retensi CO2 hipoventilasi Tidak mampu mengurangi edema secara adekuat Pasang akses vena segera dan monitor tekanan darah, monitor EKG, atau oksimetri o
Alogaritme ringkas penanganan edema paru
12
Gambar 7. Alogaritma penatalaksanaan edema paru akut kardiogenik (ESC, 2012).
DAFTAR PUSTAKA 13
1. Harun S dan Sally N. Edem Paru Akut. 2009. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S,editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 5th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p. 1651-3. 2. Sovari, A. Cardiogenic Pulmonary Edema. http://emedicine.medscape.com/article/157452overview#a6 Diakses 27 Januari 2016. 3. Lorraine et al. Acute Pulmonary Edema. N Engl J Med. 2005; 353:2788-96. 4. Alasdair et al. Noninvasive Ventilation in Acute Cardiogenic Pulmonary Edema. N Engl J Med 2008; 359: 142-51. 5. Simadibrata M, Setiati S, Alwi, Maryantono, Gani RA, Mansjoer. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2000; 208. 6. Cremers et al. 2010. Chest X-Ray Heart Failure. The Radiology Assistant. Http://www.radiologyassistant.nl/en/p4c132f36513d4/ chest-x-ray-heart-failure.html 7. Koga dan Fujimoto. Kerley’s A, B and C Lines. NEJM. 2009. 360;15 8. Maria I. 2010. Penatalaksanaan Edema Paru pada Kasus VSD dan Sepsis VAP.Anestesia & Critical Care.Vol 28 No.2 Mei 2010.52
9. ESC. Guideline for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure 2012. European Heart Journal. 2012;33:1787-47. 10.Gaillard. Acute Pulmonary Oedem. http://radiopaedia.org/cases/acute-pulmonary-oedema-1. Diakses 30 Maret 2016.
14