BAB I PENDAHULUAN 1. 1.
Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan
inti
dari
proses
pendidikan formal di sekolah yang di dalamnya terjadi interaksi
antara
berbagai
komponen
pembelajaran.
Komponen-komponen itu dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama yaitu guru, isi atau materi pembelajaran dan siswa. Interaksi antara ketiga komponen utama melibatkan sarana dan prasara, seperti metode pembelajaran, media pembelajaran dan penataan lingkungan tempat belajar, sehingga tercipta situasi pembelajaran yang memungkinkan tercapainya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Dengan demikian, guru memegang peranan sentral dalam proses pembelajaran. Pada awal proses pembelajaran peran guru bisa lebih aktif. Guru memberikan pengetahuan yang dibutuhkan siswa dengan mengemukakan pendapat, bertanya, menjelaskan, memberikan contoh yang akan dipelajari siswa. Selanjutnya, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif dan berpartisipasi secara nyata menerapkan apa yang telah dipelajarinya dari guru dengan bertanya, berpendapat, mengerjakan tugas, berlatih atau mencoba.
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
1
Di bagian lain pembelajaran bahasa Indonesia yang menekankan pada aspek berbicara, menyimak, membaca dan menulis menuntut adanya kreatifitas dan kemampuan yang baik dalam pengelolaan pembelajaran. Siswa merasa tidak cepat bosan, tetapi justru semakin tertarik dan mempunyai keinginan untuk lebih mendalami materi yang disampaikan. Berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa dan juga merupakan sasaran pembelajaran berbahasa
Indonesia.
Keterampilan
berbicara
dapat
meningkat jika ditunjang oleh keterampilan berbahasa yang lain,
seperti
menyimak,
membaca,
dan
menulis.
Keterampilan berbicara ini sangat penting posisinya dalam kegiatan belajar-mengajar. Pentingnya keterampilan berbicara bukan saja bagi guru, tetapi juga bagi siswa sebagai subjek dan objek didik. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dituntut terampil berbicara.
Hal
ini
sejalan
dengan
pernyataan
yang
dilontarkan oleh Suyoto (2003:32) bahwa seseorang yang terampil berbicara cenderung berani tampil di masyarakat. Dia juga cenderung memiliki keberanian untuk tampil menjadi pemimpin pada kelompoknya. Menceritakan Pengalaman Pribadi merupakan bagian dari aspek berbicara, yang membutuhkan ketrampilan dan latihan.
Ketrampilan
bercerita
seseorang
dipengaruhi
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
2
beberapa
faktor
antara
lain
Lingkungan
pembelajar,
referensi bacaan dan pengalaman. Unsur-unsur tersebut harus didukung dengan latihan-latihan, sehingga dapat mengasah kemampuan untuk bercerita Dilain pihak kemampuan siswa untuk bercerita sangat kurang, karena aspek berbicarapun juga masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari kondisi MTs Negeri 1 Cianjur. Pembelajaran bercerita dalam bahasa Indonesia masih banyak terbentur pada kemampuan siswa untuk menghafal isi sebuah wacana, Sekaligus untuk membuat kesimpulan dari wacana tersebut. Hal ini dapat dilihat dari hasil pembelajaran
dari
Kompetensi
Dasar
Menceritakan
Pengalaman Pribadi, untuk siswa kelas VIII dimana rata-rata kemampuan siswa masih rendah. Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin meneliti kelas 8A
terhadap
permasalahan
rendahnya
kemampuan
menceritakan Pengalaman Pribadi tersebut diatas. Untuk meningkatkan kemampuan ini, digunakan metode Cerita Berantai. Dengan demikian, judul penelitian yang diangkat adalah
PENINGKATAN
KEMAMPUAN
MENCERITAKAN
PENGALAMAN PRIBADI MELALUI METODE CERITA BERANTAI PADA SISWA KELAS VIII A SEMESTER 1 TAHUN PELAJARAN 2016/2017 DI MTS NEGERI 1 CIANJUR 1. 2.
Rumusan Masalah
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
3
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut: Bagaimanakah
cara
meningkatkan
kemampuan
menceritakan pengalaman pribadi melalui metode cerita berantai siswa Kelas
VIII A semester 1 tahun pelajaran
2016/2017 di MTs Negeri 1 Cianjur? 1. 3. Tujuan Penelian a. Tujuan Umum Meningkatkan kemampuan menceritakan pengalaman pribadi melalui metode cerita berantai siswa kelas VIII A semester 1 tahun pelajaran 2016/2017 di MTs Negeri 1 Cianjur. b. Tujuan Khusus 1) Meningkatkan kemampuan siswa dalam menceritakan pengalaman
pribadi
dengan
berpedoman
pada
pemilihan kata dan keefektifan kalimat. 2) Meningkatkan kemampuan guru dalam menggunakan metode cerita berantai dalam mengatasi kesulitan menceritakan pengalaman pribadi 1. 4. Manfaat Penelitian a. Bagi Siswa Meningkatnya kemampuan siswa dalam menceritakan pengalaman pribadi dengan berpedoman pada pemilihan kata dan keefektifan kalimat. b. Bagi Guru
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
4
Meningkatknya kemampuan guru dalam menggunakan metode
cerita
berantai
untuk
mengatasi
kesulitan
bercerita siswa.
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1.
Berbicara
2.1.1 Pengertian Berbicara Menurut Tarigan, (1987:15) berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Menurut Nuraeni (2002), “Berbicara adalah proses penyampaian pendengar
informasi dengan
dari
tujuan
pembicara terjadi
kepada
perubahan
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
5
pengetahuan, sikap, dan keterampilan pendengar sebagai akibat dari informasi yang diterimanya.” Berbicara merupakan suatu proses penyampaian informasi, ide atau gagasan dari pembicara kepada pendengar.
Si
komunikator
pembicara sedangkan
berdudukan
sebagai
pendengar
sebagai
komunikan. Informasi yang disampaikan secara lisan dapat diterima oleh pendengar apabila pembicara mampu menyampaikannya dengan baik dan benar. Dengan demikian, kemampuan berbicara merupakan faktor
yang
sangat
mempengaruhi
kemahiran
seseorang dalam penyampaian informasi secara lisan. Agar pembicaraan itu mencapai tujuan, pembicara
harus
memiliki
kemampuan
dan
keterampilan untuk menyampaikan informasi kepada orang lain. Hal ini bermakna bahwa pembicara harus memahami betul bagaimana cara berbicara yang efektif
sehingga
orang
lain
(pendengar)
dapat
menangkap informasi yang disampaikan pembicara secara efektif pula. Untuk dapat menjadi seorang pembicara efektif, tentu
dituntut
kemampuan
menangkap
informasi
secara kritis dan efektif. Karena dengan memiliki keterampilan menangkap informasi secara efektif dan kritis, pembicara akan memiliki rasa tenggang rasa
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
6
kepada
lawan
berbicara
(pendengar),
sehingga
pendengar dapat pula menangkap informasi yang disampaikan pembicara secara efektif. Berbicara mengenai kemampuan informasi
berarti
kita
berbicara
menangkap
pula
mengenai
aktivitas menyimak. Tentu hal tersebut berkenaan dengan kegiatan menyimak tepat guna dan menyimak efektif. Oleh karena itu, para siswa perlu dilatih sejak dini mengenai upaya menyimak tepat guna dan efektif agar kemampuan berbicaranya menjadi efektif pula. Menurut Nuraeni (2002), “Banyak orang beranggapan berbicara adalah suatu pekerjaan yang mudah dan tidak perlu dipelajari.” Untuk situasi yang tidak resmi barangkali anggapan ini ada benarnya, namun pada situasi resmi pernyataan tersebut tidak berlaku. Kenyataannya tidak semua siswa yang berani dan mau berbicara di depan kelas, sebab mereka umumnya
kurang
terampil
sebagai
akibat
dari
kurangnya latihan berbicara. Untuk itu, guru bahasa Indonesia merasa perlu melatih siswa untuk berbicara. Latihan pertama kali yang perlu dilakukan guru ialah menumbuhkan keberanian siswa untuk berbicara. Berdasarkan pengalaman empris di lapangan diketahui bahwa kemampuan berbicara siswa dalam proses pembelajaran masih rendah. Hal ini diketahui
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
7
pada saat siswa menyampaikan pesan/informasi yang bersumber dari media dengan bahasa yang runtut, baik, dan benar. Isi pembicaraan yang disampaikan oleh siswa tersebut kurang jelas. Siswa berbicara tersendat-sendat sehingga isi pembicaraan menjadi tidak jelas. Ada pula di antara siswa yang tidak mau berbicara di depan kelas. Selain itu, pada saat guru bertanya kepada seluruh siswa, umumnya siswa lama sekali untuk menjawab pertanyaan guru. Beberapa orang
siswa
ada
yang
tidak
mau
menjawab
pertanyaan guru karena takut jawabannya itu salah. Apalagi untuk berbicara di depan kelas, para siswa belum menunjukkan keberanian. Dari latar belakang di atas perlu dicari alternatif lain sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan berbicara pengajaran
siswa.
Hal
berbicara
ini
mengingat
sebagai
salah
pentingnya satu
usaha
meningkatkan kemampuan berbahasa lisan di tingkat sekolah menengah pertama, penulis menggunakan teknik
pengajaran
berbicara
yaitu
teknik
cerita
berantai. Dipilihnya teknik cerita berantai ini karena mampu mengajak siswa untuk berbicara. Dengan teknik ini, siswa termotivasi untuk berbicara di depan kelas.
Siswa
dirangsang
untuk
mengembangkan
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
8
kemampuan berpikir dan berimajinasi. Di samping itu, diharapkan pula agar siswa mempunyai keberanian dalam berkomunikasi. Tujuan utama berkomunikasi.
berbicara
Komunikasi
adalah
dapat
untuk
mempersatukan
individu-individu ke dalam kelompok-kelompok dengan jalan
menyampaikan
konsep-konsep
umum,
menciptakan suatu kesatuan lambang-lambang yang membedakannya dari kelompok-kelompopk lain, dan menetapkan suatu tindakan tersebut, serta tidak akan dapat
bertahan
lama
jika
tidak
masyarakat-
masyarakat bahasa. Berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak, dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari, Tarigan (1981:3). Definisi berbicara juga dikemukakan oleh Brown dan Yule dalam Puji Santosa, dkk (2006:34). Berbica adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa untuk mengekspresikan atau menyampaikan pikiran, gagasan atau perasaan secara lisan. Pengertian ini pada intinya mempunyai makna yang sama dengan pengertian
yang
disampaikan
oleh
Tarigan
yaitu
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
9
bahwa berbicara berkaitan dengan pengucapan katakata. Haryadi dan Zamzani (2000:72) mengemukakan bahwa secara umum berbicara dapat diartikan sebagai suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa
lisan
sehingga
maksud
tersebut
dapat
dipahami orang lain. Pengertian ini mempunyai makna yang sama dengan kedua pendapat yang diuraikan diatas, hanya saja diperjelas dengan tujuan yang lebih jauh lagi yaitu agar apa yang disampaikan dapat dipahami oleh orang lain. Sedangkan St. Y. Slamet dan Amir (1996: 64) mengemukakan
pengertian
berbicara
sebagai
keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan sebagai aktivitas untuk menyampaikan gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
penyimak.
Pengertian
ini
menjelaskan
bahwa berbicara tidak hanya sekedar mengucapkan kata-kata,
tetapi
menekankan
pada
penyampaian
gagasan yang disusun dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan penyimak atau penerima informasi atau gagasan.
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
10
2.1.2 Berbicara Sebagai Suatu Cara Berkomunikasi Manusia adalah mahluk sosial, dan tindakannya yang
pertama
tindakan
dan
sosial,
yang
suatu
paling
penting
adalah
tindakan
tempat
saling
mempertukarkan pengalaman, saling mengemukakan dan menerima pikiran, saling mengutarakan perasaan, atau saling mengekspresikan serta menyetujui suatu pendirian atau keyakinan. Oleh karena itu maka didalam tindakan sosial haruslah terdapat elemen-elemen yang umum, yang sama-sama di setujui dan dipahami oleh sejumlah orang yang merupakan suatu masyarakat. Untuk menghubungkan
anggota
masyarakat
maka
diperlukan komunikasi, Tarigan (1981:8). Berbicara merupakan suatu keterampilan, dan keterampilan tidak akan berkembang kalau tidak dilatih
secara
terus
menerus.
Oleh
karena
itu,
kepandaian berbicara tidak akan dikuasai dengan baik tanpa dilatih. Apabila selalu dilatih, keterampilan berbicara tentu akan semakin baik. Sebaliknya, kalau malu, ragu, atau takut salah dalam berlatih berbicara, niscaya kepandaian atau keterampilan berbicara itu
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
11
semakin
jauh
dari
penguasaan. Keterampilan
berbicara lebih mudah dikembangkan apabila muridmurid
memperoleh
kesempatan
untuk
mengkomunikasikan sesuatu secara alami kepada orang
lain,
dalam
kesempatan-kesempatan
yang
bersifat informal. Selama kegiatan belajar disekolah, guru menciptakan berbagai lapangan pengalaman yang memungkinkan murid-murid mengembangkan kemampuan berbicara. Anderson
(dalam
Tarigan,
1981:
9)
mengemukakan adanya 8 prinsip dasar, yaitu: 1) Bahasa adalah suatu sistem 2) Bahasa adalah vokal (bunyi ujaran) 3) Bahasa tersusun dari lambang-lambang mana suka (arbity symbols) 4) Setiap bahasa bersifat unik, bersifat khas 5) Bahasa dibangun dari kebiasaan-kebiasaan 6) Bahasa adalah alat berkomunikasi 7) Bahasa berhubungan dengan kebudayaan tempat berada
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
12
8) Bahasa itu berubah-ubah. Komunikasi
dapat
dipandang
perbuatan-perbuatan
atau
sebagai
suatu
tindakan-tindakan
serangkaian unsur-unsur yang mengandung maksud dan
tujuan.
Komunikasi
bukan
merupakan
suatu
kejadian, peristiwa, sesuatu yang terjadi, komunikasi adalah sesuatu yang fungsional, mengandung maksud dan dirancang untuk menghasilkan beberapa efek atau akibat pada lingkungan para penyimak dan para pembaca. Brown (Tarigan, 1981:10-11). Halliday
(dalam
Tarigan,
1981:11)
mengemukakan adanya tujuh jenis fungsi bahasa, yaitu: 1) Fungsi instrumental bertindak untuk menggerakkan serta memanipulasikan lingkungan, menyebabkan peristiwa-peristiwa tertentu terjadi. 2) Fungsi regulasi atau fungsi pengaturan dari bahasa merupakan
pengawasan
terhadap
peristiwa-
peristiwa. 3) Fungsi repersentasional adalah penggunaan bahasa untuk
membuat
pernyataan-pernyataan,
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
13
menyampaikan
fakta-fakta
dan
pengetahuan,
menjelaskan atau melaporkan dalam pengertian “menggambarkan”
realitas
yang
terlihat
oleh
seseorang. 4) Fungsi
interaksional
menjamin
bahasa
pemeliharaan
bertindak
sosial.
untuk
Malinowski
mempergunakan istilah “phatic communion” yang mengacu kepada kontak komunikatif antara sesama manusia yang semata-mata mengizinkan mereka mendirikan
kontak
saluran-saluran
sosial
serta
komunikasi
itu
menjaga tetap
agar
terbuka,
merupakan bagian dari fungsi interaksional bahasa. 5) Fungsi personal membolehkan seorang pembicara menyatakan perasaan, emosi, kepribadian, reaksireaksi yang terkandung dalam hati sanubarinya. 6) Fungsi
heuristik
dipergunakan mempelajari
melibatkan
untuk
bahasa
memperoleh
lingkungan.
yang
pengetahuan,
Fungsi-fungsi
neuristik
sering kali disampaikan dalam bentuk pertanyaanpertanyaan neuristik
yang ini
menuntut
dalam
jawaban.
Fungsi
pertanyaan-pertanyaan
“mengapa” mengenai dunia sekeliling mereka.
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
14
7) Fungsi
imajinatif
sistem-sistem
bertindak
atau
Mengisahkan
untuk
menciptakan
gagasan-gagasan
cerita-cerita
dongeng,
imajiner. membuat
lelucon-lelucon, atau menulis novel merupakan kegiatan yang mempergunakan fungsi imajinatif bahasa. Ketujuh
fungsi
bahasa
yang
ditelusuri
serta
dirangkumkan oleh Halliday itu kita sebut dengan istilah sapta guna bahasa.
2.1.3 Batasan dan Tujuan Berbicara Berbicara merupakan suatu bagian yang integral dari
keseluruhan
personalitas
atau
kepribadian,
mencerminkan lingkungan sang pembicara, kontakkontak sosial dan pendidikannya. Berbicara bunyi-bunyi
adalah artikulasi
kemampuan atau
mengucapkan
kata-kata
untuk
mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan Tarigan, (1981:15). Tujuan berkomunikasi.
utama
berbicara
Komunikasi
adalah
untuk
merupakan pengiriman
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
15
dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Oleh karena itu, agar dapat menyampaikan pesan secara efektif, pembicara harus memahami apa yang akan disampaikan atau dikomunikasikan. Tarigan juga mengemukakan bahwa berbicara mempunyai tiga maksud umum yaitu untuk memberitahukan dan melaporkan (to inform), menjamu dan menghibur (to entertain),
serta
untuk
membujuk,
mengajak,
mendesak dan meyakinkan (to persuade). Gorys Keraf dalam St. Y. Slamet dan Amir (1996: 46-47) mengemukakan tujuan berbicara diantaranya adalah untuk meyakinkan pendengar, menghendaki tindakan
atau
reaksi
fisik
pendengar,
memberitahukan, dan menyenangkan para pendengar. Pendapat ini tidak hanya menekankan bahwa tujuan berbicara hanya untuk memberitahukan, meyakinkan, menghibur, namun juga menghendaki reaksi fisik atau tindakan dari si pendengar atau penyimak. Tim LBB SSC Intersolusi (2006:84) berpendapat bahwa
tujuan
memberitahukan
berbicara sesuatu
ialah
kepada
untuk: pendengar,
(1) (2)
meyakinkan atau mempengaruhi pendengar, dan (3)
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
16
menghibur
pendengar.
Pendapat
ini
mempunyai
maksud yang sama dengan pendapat-pendapat yang telah diuraikan di atas. Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan berbicara yang
utama
ialah
untuk
berkomunikasi.
Sedangkan tujuan berbicara secara umum ialah untuk memberitahukan atau melaporkan informasi kepada penerima informasi, meyakinkan atau mempengaruhi penerima
informasi,
untuk
menghibur,
serta
menghendaki reaksi dari pendengar atau penerima informasi.
2. 2.
Pengertian Bercerita Bercerita merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat
produktif. Artinya, dalam bercerita seseorang melibatkan pikiran, kesiapan mental, keberanian, perkataan yang jelas sehingga
dapat
dipahami
oleh
orang
lain.
Menurut
Nurgiyantoro (2001: 278), ada beberapa bentuk tugas kegiatan berbicara yang dapat dilatih untuk meningkatkan dan mengembangkan keterampilan bercerita pada siswa, yaitu (1) bercerita berdasarkan gambar, (2) wawancara, (3) bercakap-cakap, (4) berpidato, (5) berdiskusi.
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
17
1)
Bercerita dapat juga diartikan sebagai: Sebuah tutur yang melukiskan
suatu
proses
terjadinya suatu peristiwa secara panjang lebar. 2) Karangan yang menyajikan jalannya kejadiankejadian atau peristiwa. 3) Suatu lakon yang diwujudkan dalam pertunjukan seperti drama, sandiwara, film dan sebagainya. Berdasarkan pada Kamus Bahasa Indonesia di atas, maka dapat dimengerti bahwa cerita itu merupakan tutur atau tuturan, yaitu uraian atau gambaran atau deskripsi dari suatu peristiwa atau kejadian. Seperti dongeng tentang Roro Mendut yang menggambarkan proses terjadinya Candi Mendut. Cerita juga dipandang sebagai suatu karangan, hal ini menunjukkan bahwa cerita itu disusun atau di buat oleh seseorang. Karangan tersebut bisa jadi disajikan secara tertulis maupun secara lesan. Karangan dalam cerita berisi tentang kejadian atau peristiwa, baik peristiwa alam maupun kejadian yang dialami manusia. Peristiwa atau kejadian yang disusun tersebut, bisa jadi disajikan dalam bentuk pertunjukan yang bisa ditonton. Sehingga cerita tidak hanya bisa dinikmati dalam bentuk tuturan yang disimak dalam bentuk tulisan maupun lesan, tetapi juga dapat dinikmati dalam bentuk sajian permainan
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
18
peran seperti sandiwara, drama, sinetron, wayang dan sebagainya. Sementara menurut Abdul Aziz Abdul Majid (2001:8) cerita merupakan salah satu bentuk dari seni sastra yang bisa dibaca atau didengar. Sebagai salah satu bentuk kesenian,
maka
dinikmati.
Pada
cerita
memiliki
umumnya
keindahan
cerita
bisa
dan
dapat
menimbulkan
kesenangan baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Berdasarkan pada pendapat Abdul Majid di atas, maka dapat dikatakan bahwa cerita merupakan karangan yang termasuk dalam kategori seni sastra. Karangan tersebut dapat disampaikan secara
tertulis
yang dapat dibaca
maupun secara lesan yang dapat didengar oleh penyimak. Sedang
menurut
Heri
Hidayat
(2003)
cerita
merupakan tuturan, yaitu upaya mendeskripsikan atau menggambarkan terjadinya suatu peristiwa. Di samping itu cerita juga dipandang sebagai karangan, yaitu upaya menuturkan perbuatan, kejadian, pengalaman dan lain-lain baik berupa kisah nyata (peristiwa yang benar-benar terjadi) maupun rekaan (bukan kisah nyata). Maka dapat dikatakan bahwa cerita itu bisa jadi peristiwa yang benar-benar terjadi ataupun peristiwa yang dikarang, bukan peristiwa yang sebenarnya Cerita yang bukan peristiwa yang sebenarnya biasa disebut dengan dongeng.
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
19
Jika cerita disebut sebagai suatu karangan, bercerita dapat dikatakan sebagai menyampaikan karangan. Menurut Heri Hidayat (2003) bercerita dikatakan sebagai aktivitas menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan, pengalaman atau suatu kejadian yang sungguh-sungguh terjadi maupun hasil rekaan. Bercerita dikatakan sebagai menuturkan, yaitu menyampaikan gambaran atau deskripsi suatu kejadian. Menurut
Abdul
Majid
(2001:9)
bercerita
berarti
menyampaikan cerita kepada pendengar atau membacakan cerita bagi mereka. Dari batasan yang dikemukakan oleh Abdul Majid ini menunjukkan paling tidak ada 3 komponen dalam
bercerita,
menuturkan
atau
yaitu:
(1)
pencerita,
menyampaikan
cerita,
orang
yang
cerita
dapat
disampaikan secara lesan maupun tertulis; (2) cerita atau karangan yang disampaikan, cerita ini bisa dikarang sendiri oleh pencerita atau cerita yang telah dikarang atau ditulis oleh pengarang lain kemudian disampaikan oleh pencerita; (3) penyimak yaitu individu atau sejumlah individu yang menyimak cerita yang disampaikan baik dengan cara mendengarkan
maupun
membaca
sendiri
cerita
yang
disampaikan secara tertulis. 2. 3.
Pengalaman Pribadi
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
20
Pengalaman Pribadi adalah Peristiwa yang pernah dialami seseorang dalam kehidupannya. Pengalaman pribadi dapat berupa peristiwa yang menyenangkan, dapat pula kejadian yang tidak menyenangkan. Setiap orang dalam fase kehidupannya dapat dipastikan mengalami kejadian yang salah satu bagiannya dapat direkam dalam memori otak. Sehingga yang dimaksud pengalaman pribadi dalam penelitian ini adalah salah satu bagian peristiwa yang dialami untuk diungkapkan dalam bentuk cerita. 2. 4.
Metode Pembelajaran Cerita Berantai Menurut Tarigan (1990), “Penerapan teknik
cerita
berantai ini dimaksudkan untuk membangkitkan keberanian siswa
dalam berbicara. Jika siswa
telah menunjukkan
keberanian, diharapkan kemampuan berbicaranya menjadi meningkat.” Teknik cerita berantai bisa dimulai dari seorang siswa yang menerima informasi dari guru, kemudian siswa tadi membisikkan informasi itu kepada teman lain, dan teman yang telah menerima bisikan meneruskannya kepada teman yang lain lagi. Begitulah seterusnya. Pada akhir kegiatan akan dievaluasi, yaitu: siswa yang mana yang menerima informasi
yang
benar
atau
salah.
Siswa
yang
salah
menerima informasi tentu akan salah pula menyampaikan informasi kepada orang lain. Sebaliknya, bisa saja terjadi informasi yang diterima oleh siswa itu benar tetapi mereka
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
21
keliru menyampaikannya kepada teman yang lain. Untuk itu, diperlukan pertimbangan yang cukup bijak dari guru untuk menilai keberhasilan teknik cerita berantai ini. Menurut Nuraeni (2002), “Berbicara adalah proses penyampaian informasi dari pembicara kepada pendengar dengan tujuan terjadi perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan pendengar sebagai akibat dari informasi yang diterimanya.” Tarigan (1990) berantai
adalah
berpendapat
salah
satu
bahwa
teknik
teknik
dalam
cerita
pengajaran
berbicara yang menceritakan suatu cerita kepada siswa pertama, kemudian siswa pertama menceritakan kepada siswa kedua, dan seterusnya kemudian cerita tersebut diceritakan kembali lagi kepada siswa yang pertama. Teknik cerita berantai adalah salah satu teknik dalam pengajaran kepada
berbicara
siswa
menceritakan
yang
pertama, kepada
menceritakan kemudian
siswa
suatu
siswa
kedua,
dan
cerita
pertama seterusnya
kemudian cerita tersebut diceritakan kembali lagi kepada siswa
yang
sebagaimana
pertama,” dilansir
demikian oleh
kata
Tarmizi
Tarigan
(1990)
Ramadhan
dalam
http://tarmizi.wordpress.com/2009/03/08/ Menurut Tarigan (1990), “Penerapan
teknik
cerita
berantai ini dimaksudkan untuk membangkitkan keberanian siswa
dalam berbicara. Jika siswa
telah menunjukkan
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
22
keberanian, diharapkan kemampuan berbicaranya menjadi meningkat.” Teknik atau metode cerita berantai bisa dimulai dari seorang siswa yang menerima informasi dari guru, kemudian siswa tadi membisikkan informasi itu kepada teman lain, dan teman yang telah menerima bisikan meneruskannya kepada teman yang lain lagi. Begitulah seterusnya. Pada akhir kegiatan akan dievaluasi, yaitu: siswa yang mana yang menerima informasi yang benar atau salah. Siswa yang salah
menerima
informasi
tentu
akan
salah
pula
menyampaikan informasi kepada orang lain. Sebaliknya, bisa saja terjadi informasi yang diterima oleh siswa itu benar tetapi mereka keliru menyampaikannya kepada teman yang lain. Untuk itu, diperlukan pertimbangan yang cukup bijak dari guru untuk menilai keberhasilan teknik cerita berantai ini. Secara lebih detail dan sistematis, metode cerita berantai yang dikembangkan oleh Tarigan (1990) tersebut dapat diterapkan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Guru menyusun suatu cerita yang dituliskan dalam sehelai kertas. 2) Cerita itu kemudian dibaca dan dihapalkan oleh siswa. 3) Siswa pertama menceritakan cerita tersebut, tanpa melihat teks, kepada siswa kedua. 4) Siswa kedua menceritakan cerita itu kepada siswa ketiga. 5) Siswa ketiga menceritakan kembali cerita itu kepada siswa pertama. 6) Sewaktu siswa ketiga bercerita suaranya direkam.
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
23
7) Guru menuliskan isi rekaman siswa ketiga di papan tulis. 8) Hasil rekaman diperbandingkan dengan teks asli cerita. Untuk menerapkannya lebih lanjut teknik cerita berantai dapat ditempuh langkah-langkah berikut: 1) Guru menyiapkan sehelai kertas yang bertuliskan cerita atau pesan (kurang lebih satu atau tiga kalimat) yang akan disampaikan kepada siswa. 2) Pesan yang hendak disampaikan
guru
menyangkut
kejadian-kejadian yang cukup menarik dan berarti bagi siswa.
Misalnya:
cara
meningkatkan
hasil
belajar,
penerapan disiplin diri, atau motivasi belajar. 3) Siswa yang duduk di depan menerima pesan dari guru dan
meneruskannya
kepada
siswa
yang
duduk
di
sebelahnya. Kegiatan ini dilakukan siswa di depan kelas sambil berdiri. 4) Siswa yang telah
menerima
pesan
meneruskannya
kembali kepada siswa lain. Kegiatan ini dilakukan sampai pada tiga orang siswa saja.
Kemudian siswa ketiga
menceritakan isi cerita kepada siswa pertama. 5) Guru dan siswa membandingkan isi cerita siswa pertama dan ketiga. Dari hasil
penelitian
yang
pernah
dilakukan,
penggunaan teknik cerita berantai sebagaimana dilansir oleh
Tarmizi
Ramadhan
(http://tarmizi.wordpress.com) beberapa
manfaat
dalam
dalam
webblognya
ternyata
memberikan
meningkatkan
keterampilan
berbicara siswa, antara lain: 1) Pembelajaran berlangsung lebih efektif. 2) Keaktifan siswa lebih meningkat.
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
24
3) Terjadi interaksi yang positif antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru. 4) Proses pembelajaran berjalan lebih terarah dan lebih menarik. Di samping manfaat di atas, penerapan teknik cerita berantai menurut hasil temuan di lapangan juga memiliki beberapa kendala dan hambatan, seperti: 1) Waktu yang tersedia masih kurang mencukupi. 2) Memerlukan kecermatan dalam memberikan penilaian. 3) Kalimat yang panjang lebih dari tiga kalimat masih sulit untuk disimak.
2. 5.
Hipotesis Tindakan Berdasarkan uraian di atas,maka penulis mengajukan
hipotesis
sebagai
menceritakan
berikut.
pengalam
“Kemampuan
pribadi
dapat
siswa
dalam
meningkat,
jika
diterapkan metode cerita berantai”.
BAB III METODE PENELITIAN 3. 1.
Rancangan Penelitian
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
25
Penelitian ini direncanakan dua siklus, dengan rincian kegiatan sebagai berikut: 3.1.1 Siklus 1 Dengan tahapan-tahapan yaitu: a. Tahap Perencanaan Pada tahap perencanaan guru menyiapkan RPP
menceritakan
pengalaman
pribadi
dengan
alokasi waktu 2x40 menit (1 pertemuan), sumber/ bahan
pembelajaran
berupa
contoh
teks
pengalaman pribadi, bacaan yang diambil dari berbagai sumber, instrumen penilaian tes dan non tes
serta
lembar
observasi
Kolaborator
untuk
kegiatan observasi pembelajaran b. Tahap pelaksanaan Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan urutan kegiatan sebagai berikut: Pertemuan Ke-1 1) Membuka pembelajaran Menggali informasi pemahaman awal siswa
tentang bercerita
dengan tanya jawab 2) Memberi penguatan jawaban atas jawaban siswa tentang pemahaman bercerita 3) Membagikan lembar bacaan kepada siswa dalam kelompok untuk melatih bercerita 4) Mengevaluasi kemampuan tiap siswa dengan menulis pengalam pribadi
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
26
5) Siswa
menentukan
gagasan
utama
setiap
bacaan yang telah dipilih 6) Evaluasi hasil kerja siswa c. Tahap pengamatan Kolaborator mengamati pembelajaran berlangsung dan
saat
kegiatan
mencatat dalam
lembar observasi. d. Tahap refleksi 1) Refleksi dilaksanakan
setelah
pembelajaran
berlangsung oleh guru dan kolaborator. 2) Guru menyampaikan kekurangan pelaksanaan kegiatan pembelajaran. 3) Kolaborator menyampaikan segala diamati saat pembelajaran. 4) Kolaborator menyampaikan
dalam
hal
yang
masukan
untuk
memperbaiki pembelajaran 5) Guru dan kolaborator menyusun rancangan untuk pembelajaran pada siklus 2
3.1.2 Siklus 2 Tahapan dan kegiatan siklus 2 dilaksanakan karena
ditemukan
beberapa
kekurangan
dalam
pelaksanaan siklus 1. Kegiatan siklus 2 direncanakan untuk memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran sesuai dengan hasil pembelajaran siklus 1. Tahapan kegiatan pada siklus 2 meliputi:
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
27
a. Pelaksanaan Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan urutan kegiatan sebagai berikut: Pertemuan Ke-1 1) Membuka pembelajaran dengan mengingatkan kembali
kegiatan
sebelumnya 2) Memberi petunjuk
atas
pada
pertemuan
kekurangan
pertemuan sebelumnya 3) Membagikan lembar bacaan
kepada
pada siswa
dalam kelompok untuk melatih bercerita 4) Mengevaluasi kemampuan tiap siswa dengan menulis pengalam pribadi 5) Siswa menentukan gagasan
utama
setiap
bacaan yang telah dipilih 6) Evaluasi hasil kerja siswa
b. Pengamatan Kolaborator mengamati saat kegiatan pembelajaran berlangsung
dan
mencatat dalam lembar
observasi. c. Refleksi 1) Refleksi
dilaksanakan
setelah
pembelajaran
berlangsung oleh guru dan kolaborator. 2) Guru menyampaikan kekurangan
dalam
pelaksanaan kegiatan pembelajaran. 3) Kolaborator menyampaikan segala hal yang diamati saat pembelajaran. 4) Kolaborator menyampaikan
masukan
untuk
memperbaiki pembelajaran
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
28
3. 2.
Subjek dan Lokasi Penelitian Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII A
semester 1 tahun pelajaran 2016/2017. Kelas VIII A berjumlah 42 orang, yang terdiri atas: 20 laki-laki dan 22 perempuan. Lokasi penelitian ini adalah MTs Negeri 1 Cianjur, Jl. Raya Sindanglaya No. 29 Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur. 3. 3.
Instrumen Penelitian Instrumen penelitian ini
pengamatan,
hasil
kerja
antara
siswa,
pembelajaran. 3. 4. Teknik Pengumpulan Data Data dikumpulan dari lembar dilakukan oleh observer,
lain:
lembar
catatan
proses
pengamatan
yang
hasil kerja siswa yang berupa
catatan cerita pengalaman pribadi. 3. 5.
Teknik Analisis Data Untuk menganalisis tingkat
persentase
keberhasilan
siswa
keberhasilan dalam
atau
menceritakan
pengalaman pribadi dilakukan dengan cara mengumpulkan hasil kerja siswa berupa teks naskah cerita pengalaman pribadi . Hasil kerja siswa dikoreksi dan diberi skor sesuai dengan kriteria yang sudah ditetapkan.
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
29
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4. 1. Hasil Penelitian 4.1.1.Kondisi Awal Kelas VIII A MTs Negeri 1 Cianjur semester I tahun pelajaran 2016/2017 yang menjadi obyek penelitian terdiri dari 20 siswa laki-laki dan 22 siswa perempuan, sehingga jumlah keseluruhan adalah 42 siswa.
Keadaan
pembelajaran
awal
sebelum
menceritakan
dilaksanakannya
pengalaman
pribadi
menggunakan metode Cerita Berantai yaitu metode konvensional
dimana
proses
menceritakan
pengalaman pribadi didahului dengan menulis teks pengalaman pribadi masing-masing siswa kemudian diungkapkan dalam bentuk cerita. Metode ini dirasa penulis banyak terdapat kelemahan antara lain : 1) Siswa membutuhkan waktu untuk menulis. 2) Untuk tampil satu per satu menimbulkan kejenuhan pada siswa. 3) Hasil penilaian menceritakan pengalaman pribadi bersifat subyektif, artinya asal siswa tampil, maka sudah mendapat nilai baik. Kelemahan-kelemahan diatas
terlihat pada
pembelajaran membaca cepat pada tahun pelajaran
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
30
2016/2017
semester
Pengalaman Pribadi artinya
siswa
I.
Hasil
Menceritakan
siswa banyak yang diragukan,
yang
penting
tampil
dan
menyampaikan pengalaman pribadinya. Hal inilah yang kemudian mendorong penulis untuk mencari metode
dalam
pembelajaran
pengalaman pribadi. 4.1.2.Siklus Pertama Pelaksanaan
menceritakan
siklus
menceritakan pengalaman pribadi
pertama yang difasilitasi
peneliti pada siswa MTs Negeri 1 Cianjur kelas VIII A dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 1 November 2013,
di
ruang
kelas
VIII
A.
Observer
dalam
pembelajaran ini adalah guru-guru Bahasa Indonesia MTs Negeri 1 Cianjur yaitu, Drs. Helpian, dan Dadah Syahidah
S.Pd.
Pelaksanan
pembelajaran
ini
berpedoman pada RPP siklus pertama (lampiran 1) yang telah disusun pada fase perencanaan. Berikut adalah hasil kerja siswa pada siklus I : PENILAIAN HASIL KERJA SISWA
SIKLUS 1 N O
1 2 3
NIS
121 3 121 3 121
733 7 718 5 703
NAMA
L/ P
Siswa 1
L
Siswa 2
P
Siswa 3
L
KEBERAN IAN TAMPIL
KESESUA IAN CERITA
65.00
70.00
67.50
70.00 70.00
70.00 70.00
70.00 70.00
RATARATA
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
31
4 5 6 7 8 9 10 11 12
3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3
9 704 1 719 0 711 3 734 2 730 0 700 7 704 6 701 1 719 4
Siswa 4
L
70.00
75.00
72.50
60.00
60.00
60.00
80.00
80.00
80.00
Siswa 5
P
Siswa 6
P
Siswa 7
L
65.00
65.00
65.00
L
65.00
65.00
65.00
70.00
70.00
70.00
60.00
70.00
65.00
50.00
70.00
60.00
60.00
70.00
65.00
Siswa 8 Siswa 9 Siswa 10
P P
Siswa 11
L
Siswa 12
P
SIKLUS 1 N O
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
NIS
121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3
711 8 701 6 705 0 719 5 705 4 701 7 709 0 716 1 719 8 731 7 723 6 720 2 732 1
NAMA
Siswa 13
L/ P
L
Siswa 14
P
Siswa 15
P
Siswa 16
L
Siswa 17
P
Siswa 18
P
Siswa 19
L
Siswa 20
L
Siswa 21
P
Siswa 22
L
Siswa 23
L
Siswa 24
L
Siswa 25
L
KEBERAN IAN TAMPIL
KESESUA IAN CERITA
60.00
65.00
62.50
60.00
65.00
62.50
65.00
65.00
65.00
60.00
60.00
60.00
70.00
75.00
72.50
60.00
75.00
67.50
60.00
75.00
67.50
60.00
60.00
60.00
50.00
70.00
60.00
60.00
60.00
60.00
55.00
70.00
62.50
65.00
75.00
70.00
60.00
75.00
67.50
RATARATA
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
32
26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3
702 Siswa 26 4 716 Siswa 27 8 728 0 Siswa 28 713 Siswa 29 1 710 Siswa 30 0 717 4 Siswa 31 721 Siswa 32 1 721 Siswa 33 4 724 5 Siswa 34 733 Siswa 35 1 728 Siswa 36 8 733 2 Siswa 37 737 Siswa 38 6 703 Siswa 39 7 707 3 Siswa 40 714 Siswa 41 6 725 Siswa 42 3 RATA-RATA
L
70.00
65.00
67.50
65.00
65.00
65.00
60.00
60.00
60.00
62.00
65.00
63.50
63.00
65.00
64.00
60.00
65.00
62.50
60.00
70.00
65.00
63.00
65.00
64.00
60.00
70.00
65.00
60.00
70.00
65.00
60.00
70.00
65.00
P
50.00
72.00
61.00
P
60.00
70.00
65.00
60.00
70.00
65.00
60.00
70.00
65.00
63.00
70.00
66.50
65.00 62.17
70.00 68.50
67.50 65.33
P P P P L P L P L P
P L L P
a. Komponen yang Perlu Diperbaiki Pelaksanaan Refleksi dilakukan dengan
kedua
observer
dengan
bersama-sama tujuan
untuk
menemukan kegiatan-kegiatan yang perlu diperbaiki serta menetapkan solusinya. Hasil refleksi terhadap kegiatan pembelajaran pada siklus pertama diperoleh dua komponen pembelajaran yang tidak sesuai dengan karakter Menceritakan Pengalaman Pribadi.
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
33
Pertama,
dalam
pembelajaran
siswa
secara
mandiri membuat naskah cerita pengalaman pribadi yang
paling
mengesankan,
kemudian
dari
masing-
masing siswa cerita tersebut dibawa kedalam kelompok. Setiap kelompok pada akhir pembelajaran melaporkan hasil kerja setiap anggota kelompok. Pada tahapan ini peneliti masih meragukan hasil kerja mandiri dari masing -masing siswa. Kedua, Dari kelompok akan dipilih satu cerita yang dianggap paling baik untuk ditampilkan dalam bentuk cerita berantai. Hal ini berpengaruh terhadap tingkat subyektifitas dalam pemilihan cerita. b. Solusi yang digunakan Masalah pertama yang harus dicarikan solusinya adalah Hasil kerja mandiri siwa masih diragukan, karena siswa masih memungkinkan
untuk membuat naskah
cerita, namun tidak orisinill. Solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah Peneliti harus menugaskan penulisan naskah cerita pengalaman pribadi tersebut dalam kelas dan bukan pekerjaan rumah. Masalah kedua yang harus dicarikan solusinya adalah
Dari
kelompok
akan
dipilih
satu
cerita
pengalaman pribadi yang dianggap paling baik untuk ditampilkan
dalam
bentuk
cerita
berantai.
Hal
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
ini
34
berpengaruh
terhadap
tingkat
subyektifitas
dalam
pemilihan cerita tersebut. Solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah peneliti dibantu observer memberikan rambu-rambu sebuah
cerita
pengalaman
pribadi
dikatakan
baik,
kepada masing-masing kelompok. c. Kesimpulan Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran menceritakan pengalaman pribadi
pada
siklus
pertama
dilakukan
perbaikan-
perbaikan sebagai berikut. Pertama, Peneliti harus menugaskan penulisan naskah cerita pengalaman pribadi di dalam kelas. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari manipulasi data. Kedua, Memberikan rambu-rambu pada masingmasing
kelompok
dalam
pemilihan
naskah
cerita
pengalaman pribadi, sehingga tidak terjadi pemilihan naskah yang subyektif. 4.1.3.Siklus Kedua Pelaksanaan pembelajaran
menceritakan
tindakan
perbaikan
pengalaman
pribadi
dengan menerapkan metode cerita berantai siswa kelas VIII A semester 1 MTs Negeri 1 Cianjur pada siklus kedua dilaksanakan pada hari Senin tanggal 6 Desember 2013 jam pelajaran ke tujuh dan ke delapan. Oserver dalam pembelajaran ini tetap guru
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
35
Bahasa Indonesia MTs Negeri 1 Cianjur yaitu: Drs. Helpian dan Dadah Syahidah S.Pd. Pelaksanaan pembelajaran ini berpedoman RPP siklus kedua (lampiran
2)
yang
telah
disusun
dalam
fase
perencanaan. a. Kegiatan Pendahuluan Dalam kegiatan pendahuluan peneliti berkata, “Anak-anak pada hari ini kalian akan mempelajari Kompetensi Dasar yang sama dengan minggu yang lalu, yaitu pembelajaran menceritakan pengalaman pribadi yang
paling
mengesankan
dengan
menggunakan
metode cerita berantai. Ibu mengulangi pembelajaran ini, karena Ibu masih belum puas terhadap hasil belajar yang kalian peroleh”. “Karena itu, Ibu minta agar kalian lebih serius dan teliti dalam mengerjakan tugas yang telah disediakan nanti. Apakah kalian sudah siap?”. Ternyata siswa sangat antuasias
untuk
memulai
pembelajaran dengan serempak menjawab “Siap”!. Kemudian peneliti memberikan penjelasan ulang tentang pelaksanaan kegiatan pada pertemua tersebut, setelah itu siswa mulai berlatih dalam kelompok. b. Kegiatan Inti Kegiatan inti dimulai dengan siswa duduk dalam kelompok
masing-masing.
Kemudian
tiap
kelompok
mulai memilih cerita yang akan ditampilkan secara
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
36
berantai ke depan kelas. Setelah memilih cerita, setiap anggota kelompok mulai berlatih membaca isi dari cerita tersebut
sekaligus
mendalami
inti
dari
cerita
pengalaman pribadi tersebut. Ternyata pada proses kegiatan ini siswa dalam kelompok sangat siap untuk mengikuti dan berlatih menggunakan metode ini. Hal ini terbukti 10 kelompok tidak
banyak
bertanya,
tetapi
langsung
berusaha
memanfaatkan waktu untuk berlatih. Setelah lima belas menit berjalan, peneliti mulai memanggil kelompok pertama untuk maju ke depan menceritakan pengalaman pribadi. “Baiklah anak-anakmarilah kita mulai melakukan tes, silakan Kelompok pertama maju ke depan untuk melaksanakan”. Tidak berapa lama kelompok satu yang beranggotakan 4 anak maju ke depan. Setelah menyatakan siap, peneliti menentukan siapa yang akan bercerita pertama kali. Siswa 3 yang pertama kali peneliti tunjuk. Dengan mengawali cerita pengalaman pribadi yang begitu lancar dan ekpresi wajah yang baik Siswa 3 dapat mengawali cerita yang dipilih kelompok satu. Setelah cerita pembuka selesai, peneliti menghentikannya, kemudian meminta anggota yang lain untuk melanjutkan cerita tersebut dengan menunjuk secara acak. Pilihan jatuh kepada Siswa 4. Dengan lancar pula dia melanjutkan cerita tersebut, hingga
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
37
akhirnya
semua
anggota
kelompok
satu
dapat
menyelesaikan dengan baik. Selesai kegiatan peneliti langsung memanggil kelompok dua. Dengan semangat kelompok ini maju kedepan. Setelah itu langsung peneliti pilih secara acak nama anak yang akan menceritakan
pengalaman
pribadi. Proses ini terus berlangsung dengan suasana yang begitu menyenangkan, karena siswa selalu penasaran dengan cerita pengalaman pribadi yang ditampilkan masing-masing kelompok. Namun demikian pada saat peneliti memanggil kelompok 5, ternyata salah satu anggotanya
yaitu Siswa 18, tidak dapat melanjutkan
untuk mengikuti kegiatan ini disebabkan mulai jam pertama kondisinya sakit. Sehingga pada akhir kegiatan hanya satu siswa yang tidak dapat mengikuti kegiatan tersebut sampai berakhir. Berdasarkan deskripsi tersebut, maka hasil belajar siswa dalam menceritakan pengalaman pribadi dengan menggunakan metode cerita berantai sebagai berikut : PENILAIAN HASIL KERJA SISWA
N O
1 2 3
NIS 121 3 121 3 121
733 7 718 5 703
NAMA
L/ P
Siswa 1
L
Siswa 2
P
Siswa 3
L
SIKLUS 2 KEBERAN KESESUA IAN IAN TAMPIL CERITA
RATARATA
75.00
75.00
75.00
70.00 70.00
70.00 70.00
70.00 70.00
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
38
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 N O
15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3
9 704 1 719 0 711 3 734 2 730 0 700 7 704 6 701 1 719 4 711 8 701 6
NIS 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121
705 0 719 5 705 4 701 7 709 0 716 1 719 8 731 7 723 6 720 2 732 1 702
Siswa 4
L
75.00
75.00
75.00
75.00
75.00
75.00
80.00
80.00
80.00
Siswa 5
P
Siswa 6
P
Siswa 7
L
75.00
80.00
77.50
L
75.00
75.00
75.00
75.00
75.00
75.00
75.00
75.00
75.00
70.00
70.00
70.00
70.00
70.00
70.00
75.00
75.00
75.00
75.00 SIKLUS 2 KEBERAN KESESUA IAN IAN TAMPIL CERITA
75.00
Siswa 8 Siswa 9 Siswa 10
P P
Siswa 11
L
Siswa 12
P
Siswa 13 Siswa 14
NAMA
Siswa 15 Siswa 16
L P L/ P P L
Siswa 17
P
Siswa 18
P
Siswa 19
L
Siswa 20
L
Siswa 21
P
Siswa 22
L
Siswa 23
L
Siswa 24
L
Siswa 25 Siswa 26
L L
75.00
RATARATA
82.00
85.00
83.50
75.00
75.00
75.00
75.00
75.00
75.00
75.00
75.00
75.00
80.00
80.00
80.00
70.00
70.00
70.00
70.00
70.00
70.00
75.00
75.00
75.00
75.00
75.00
75.00
80.00
80.00
80.00
80.00 75.00
80.00 75.00
80.00 75.00
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
39
27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3
4 716 Siswa 27 8 728 0 Siswa 28 713 Siswa 29 1 710 Siswa 30 0 717 4 Siswa 31 721 Siswa 32 1 721 Siswa 33 4 724 5 Siswa 34 733 Siswa 35 1 728 Siswa 36 8 733 2 Siswa 37 737 Siswa 38 6 703 Siswa 39 7 707 3 Siswa 40 714 Siswa 41 6 725 Siswa 42 3 RATA-RATA
P
75.00
75.00
75.00
75.00
75.00
75.00
75.00
75.00
75.00
75.00
75.00
75.00
75.00
75.00
75.00
75.00
80.00
77.50
80.00
80.00
80.00
70.00
75.00
72.50
80.00
80.00
80.00
80.00
80.00
80.00
P
75.00
80.00
77.50
P
82.00
82.00
82.00
80.00
80.00
80.00
80.00
80.00
80.00
80.00
80.00
80.00
80.00 75.81
80.00 76.36
80.00 76.08
P P P L P L P L P
P L L P
c. Kegiatan Penutup Dalam kegiatan
penutup
peneliti
meminta
masukan dari setiap siswa tentang bagaimana manfaat pembelajaran,
proses
pembelajaran,
dan
sistem
penilaian yang baru dilakukannyaa sebagai refleksi terhadap pembelajaran. “ Bu saya merasa senang belajar
dengan
cara
ini,
oleh
karena
itu
untuk
selanjutnya saya berharap setiap belajar dengan cara
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
40
seperti ini”. Ini adalah pernyataan Siswa 22 sambil mengangkat tangannya. Peneliti menjawab,
“
InsyaAllah
Ibu
akan
menggunakan cara belajar seperti ini untuk materimateri yang memungkinkan. Ada yang mau usul atau bertanya? Setelah ditunggu beberapa waktu tidak ada yang
bertanya lalu peneliti menutup pembelajaran
dengan
ucapan
terimakasih
dan
Wasalamu’alaikum
warahmatullahi wabararokatuh.” 4. 2.
Pembahasan Hasil Penelitian Data yang digunakan untuk mengukur
tingkat
kemampuan menceritakan pengalaman pribadi adalah data dari hasil tes pada siklus pertama dan siklus kedua. Karena data tersebut berupa angka, maka teknik pengolahan data yang digunakan adalah teknik kuantitatif. Teknik kuantitatif yang peneliti gunakan sebagaimana dilakukan dalam pembelajaran sehari-hari dengan cara sebagai
berikut.
Pertama,
peneliti
membandingkan
prosentase ketercapaian setiap tes dari masing-masing siswa pada siklus kesatu dengan kedua. Kedua, peneliti membandingkan prosentase ketercapaian
seluruh tes dari
setiap siswa pada siklus ke satu dan siklus ke dua. a. Perbandingan Prosentase Ketercapaian setiap tes Berikut ini peneliti mengemukakan perbandingan prosentase ketercapaian tes dari setiap siswa pada siklus kesatu dan kedua.
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
41
SIKLUS 1 N O
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
NIS 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121
733 7 718 5 703 9 704 1 719 0 711 3 734 2 730 0 700 7 704 6 701 1 719 4 711 8 701 6 705 0 719 5 705 4 701 7 709 0 716 1 719 8 731 7 723 6 720 2 732 1 702 4 716 8 728 0 713
NAMA
L/ P
Siswa 1
L
Siswa 2
P
Siswa 3
L
Siswa 4
L
SIKLUS 2
KEBERAN IAN TAMPIL
KESESUAI AN CERITA
KEBERAN IAN TAMPIL
KESESUAI AN CERITA
65.00
70.00
75.00
75.00
70.00
70.00
70.00
70.00
70.00
70.00
70.00
70.00
70.00
75.00
75.00
75.00
60.00
60.00
75.00
75.00
80.00
80.00
80.00
80.00
Siswa 5
P
Siswa 6
P
Siswa 7
L
65.00
65.00
75.00
80.00
L
65.00
65.00
75.00
75.00
70.00
70.00
75.00
75.00
60.00
70.00
75.00
75.00
50.00
70.00
70.00
70.00
60.00
70.00
70.00
70.00
60.00
65.00
75.00
75.00
60.00
65.00
75.00
75.00
65.00
65.00
82.00
85.00
60.00
60.00
75.00
75.00
70.00
75.00
75.00
75.00
60.00
75.00
75.00
75.00
60.00
75.00
80.00
80.00
60.00
60.00
70.00
70.00
50.00
70.00
70.00
70.00
60.00
60.00
75.00
75.00
55.00
70.00
75.00
75.00
65.00
75.00
80.00
80.00
60.00
75.00
80.00
80.00
70.00
65.00
75.00
75.00
65.00
65.00
75.00
75.00
60.00 62.00
60.00 65.00
75.00 75.00
75.00 75.00
Siswa 8 Siswa 9 Siswa 10
P P
Siswa 11
L
Siswa 12
P
Siswa 13
L
Siswa 14
P
Siswa 15
P
Siswa 16
L
Siswa 17
P
Siswa 18
P
Siswa 19
L
Siswa 20
L
Siswa 21
P
Siswa 22
L
Siswa 23
L
Siswa 24
L
Siswa 25
L
Siswa 26
L
Siswa 27
P
Siswa 28 Siswa 29
P P
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
42
30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 N O
41 42
3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3 121 3
1 710 0 717 4 721 1 721 4 724 5 733 1 728 8 733 2 737 6 703 7 707 3
NIS 121 3 121 3
714 6 725 3
Siswa 30 Siswa 31
P L
Siswa 32
P
Siswa 33
L
Siswa 34 Siswa 35
P L
63.00
65.00
75.00
75.00
60.00
65.00
75.00
75.00
60.00
70.00
75.00
80.00
63.00
65.00
80.00
80.00
60.00
70.00
70.00
75.00
60.00
70.00
80.00
80.00
60.00
70.00
80.00
80.00
Siswa 36
P
Siswa 37
P
50.00
72.00
75.00
80.00
P
60.00
70.00
82.00
82.00
60.00
70.00
80.00
80.00
Siswa 38 Siswa 39 Siswa 40
P L
NAMA
L/ P
Siswa 41
L
Siswa 42
P
RATA-RATA
60.00 70.00 SIKLUS 1
80.00 80.00 SIKLUS 2
KEBERAN IAN TAMPIL
KESESUAI AN CERITA
KEBERAN IAN TAMPIL
KESESUAI AN CERITA
63.00
70.00
80.00
80.00
65.00
70.00
80.00
80.00
62.17
68.50
75.81
76.36
Berdasarkan skor Tes pencapaian siswa dalam menceritakan pengalaman pribadi terdapat
selisih
peningkatan
yang
pada siklus I dan II
diasumsikan
kemampuan
sebagai
pemahaman
hasil
terhadap
kesesuaian cerita. Pada siklus I rata-rata kesesuain cerita dalam teks yang dibuat dengan yang ditampilkan adalah 68,50 sedangkan pada siklus II rata-rata adalah 76,36. Sehingga terdapat selisih 76,36 - 68,50 = 7,86. Untuk Keberanian tampil terdapat selisih yang diasumsikan terdapat peningkatan kemampuan individu dalam bercerita. Pada siklus I rata-rata jumlah nilai siswa
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
43
adalah 62,17. Sedangkan pada siklus ke II rata-rata adalah 75,81, sehingga terdapat selisih 75,81 – 62,17 = 13,64.
Rata-rata Kemampuan Menceritakan Pengalaman Pribadi Siklus I dan II
Keberanian Tampil
Siklus 1
Siklus 2
Kesesuaian Cerita
Siklus 1
Siklus 2
Berdasarkan data tersebut, telah terjadi rata-rata kemampuan menceritakan pengalam pribadi pada siklus kesatu adalah 65,33 dan siklus kedua adalah 76,08. Perbandingan
peningkatan
rata-rata
kemampuan
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
44
menceritakan pengalaman pribadi
pada siklus kesatu
dan siklus kedua adalah 65,33 : 76,08 = atau 13 : 15. Berdasarkan data tersebut, terdapat selisih ratarata
kemampuan
menceritakan
pengalaman
pribadi
pada siklus I dan II yang merupakan hasil belajar yaitu 15 -13 = 2,0. Angka tersebut merupakan kemajuan hasil belajar yang signifikan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5. 1.
Kesimpulan Hasil Observasi ditemukan beberapa peningkatan
ketrampilan siswa sebagai berikut : a. Berdasarkan skor rata-rata
pencapaian
terhadap
kesesuaian cerita masing-masing bacaaan siklus I dan siklus II diperoleh selisih yang diasumsikan sebagai hasil
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
45
peningkatan kemampuan terhadap pemahaman bacaan, yaitu 68,50 : 76,36 = 144,2 atau 47% : 53% = 100% b. Berdasarkan skor rata-rata pencapaian terhadap keberanian siswa dalam penampilan pada siklus I dan II diperoleh
selisih
yang
diasumsikan
sebagai
hasil
peningkatan kemampuan individu dalam bercerita , yaitu 62,17 : 75,81 = 137,6 atau 45% : 55% = 100% Rata-rata menceritakan pengalaman pribadi
pada
siklus kesatu adalah 65,33 dan siklus kedua adalah 76,08. Selisih keduanya merupakan hasil belajar yaitu 10,75. Perbandingan prosentase peningkatan rata-rata kemampuan menceritakan pengalaman pribadi
pada siklus kesatu dan
siklus kedua adalah 65,33 : 76,08 atau 46% : 54% = 100%. Selisih prosentase tersebut adalah 8% yang merupakan peningkatan yang signifikan. Berdasarkan uraian
tersebut,
maka
dapat
disimpulkan bahwa hipotesis terbukti yaitu kemampuan siswa
dalam
menceritakan
pengalaman
pribadi
dapat
meningkat, jika diterapkan metode Cerita Berantai.. 5. 2. Saran-saran a. Teman-teman guru
agar
terus
meningkatkan
kemampuannya dalam ber inovasi dalam pembelajaran dikelas serta dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai pedoman penelitian atau penulisan laporan yang akan memotivasi melakukan Penelitin Tindakan Kelas.
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
46
b. Sekolah hendaknya semaksimal mungkin memfasilitasi dan mendukung inovasi yang dikembangkan guru untuk meningkatakan hasil belajar siswa.
PTK Hj. Susilawati, S.Pd. / Halaman :
47