PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TIPE COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC) DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR POKOK BAHASAN HIMPUNAN PADA SISWA KELAS VII B SMP NEGERI 4 JUWANA PATI TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011
SKRIPSI Diajukan Dalam Rangka Penyelesaian Studi Strata 1 Untuk Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Disusun Oleh : Dessy Puspita Sari 07310101
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM IKIP PGRI SEMARANG 2011
LEMBAR PERSETUJUAN
Kami selaku pembimbing I dan pembimbing II dari mahasiswa IKIP PGRI Semarang: Nama
: Dessy Puspita Sari
NPM
: 07310101
Jurusan
: Pendidikan Matematika
Judul Skripsi
: “Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dengan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasail Belajar Pokok Bahasan Himpunan Pada Siswa Kelas VII B SMP Negeri 4 Juwana Pati Tahun Pelajaran 2010/2011.”
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang telah dibuat oleh mahasiswa tersebut di atas telah selesai dan siap untuk diujikan.
Semarang, Pembimbing I,
Mei 2011
Pembimbing II
Dra. Intan Indiati, M. Pd.
Drs. Sudargo, M. Si.
NIP. 19610429 198603 2 002
NIP. 19601113 199203 1 001
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi berjudul ” Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dengan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Pokok Bahasan Himpunan Pada Siswa Kelas VII B SMP Negeri 4 Juwana Pati Tahun Pelajaran 2010/2011”, yang ditulis oleh Dessy Puspita Sari telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IKIP PGRI Semarang, pada hari
: Jumat
tanggal : 17 Juni 2011 Panitia Ujian, Ketua,
Sekretaris,
Drs. Nizaruddin,M.Si
Drs. Rasiman,M.Pd
NIP. 196803251994031004
NIP. 195602181986031001
Anggota Penguji, 1. Dra. Intan Indiati, M. Pd
(
)
(
)
(
)
NIP. 196104291986032002 2. Drs. Sudargo, M. Si NIP. 196011131992031001 3. Achmad Buchori, S. Pd., M. Pd NPP. 098101246
ABSTRAK Dessy Puspita Sari, 2011. Penelitian Tindakan Kelas ini berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe CIRC dengan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Pokok Bahasan Himpunan Pada Siswa Kelas VII B SMP Negeri 4 Juwana Pati Tahun Pelajaran 2010/2011”. Latar belakang dari penelitian ini adalah persepsi sebagian besar siswa yang menganggap matematika sebagai hal yang menakutkan. Hal ini perlu dirubah untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Untuk merubah persepsi tersebut, peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran CIRC dengan pendekatan kontekstual. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah penerapan model pembelajaran CIRC dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar bagi siswa kelas VII B SMP Negeri 4 Juwana Pati pada materi pokok himpunan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa di kelas VII B SMP Negeri 4 Juwana Pati melalui penerapan model pembelajaran CIRC dengan pendekatan kontekstual saat proses belajar mengajar di kelas. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII B SMP Negeri 4 Juwana Pati dengan jumlah siswa 40 yang terdiri dari 16 siswa putri dan 24 siswa putra. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran cooperative learning tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan dari siklus I ke siklus II. Pada siklus I prestasi siswa menunjukkan ratarata kelas sebesar 65,2 dengan ketuntasan belajar 70% sedangkan pada siklus II prestasi siswa menunjukkan rata-rata kelas sebesar 80,15 dengan ketuntasan belajar 87,5%. Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe CIRC juga dapat meningkatkan kemampuan aktivitas dan kerjasama siswa: a. Meningkatnya rata-rata aktivitas siswa dari siklus I yaitu 73,82% yang menunjukkan masih di bawah indikator keberhasilan menjadi 84,75% di siklus II yang sudah memenuhi indikator keberhasilan. b. Meningkatnya rata-rata tingkat kerjasama siswa dari 74,7% yang masih di bawah indikator keberhasilan pada siklus I menjadi 83,45% yang sudah memenuhi indikator keberhasilan pada siklus II. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah bahwa model pembelajaran cooperative learning tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan pokok bahasan himpunan siswa kelas VII B SMP Negeri 4 Juwana Pati tahun pelajaran 2010/2011. Saran yang dapat penulis berikan berdasarkan kesimpulan tersebut adalah sebaiknya model pembelajaran Cooperative Learning tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual diterapkan dalam pembelajaran karena terbukti dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Kata kunci : penerapan, pembelajaran, keaktifan, hasil belajar.
MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO ¾
Apa yang kita kerjakan dengan tekun menjadi lebih mudah bukan karena sifat tersebut berubah, tetapi karena kemampuan kita untuk bekerja telah meningkat.
¾
Semangat dan ketekunan dapat membuat orang yang biasa-biasa menjadi lebih unggul, tetapi ketidakacuhan dan kelesuan dapat membuat orang yang lebih unggul menjadi biasa-biasa saja.
¾
Selalu berharap pada Tuhan tidak akan pernah mengecewakan karena Allah senantiasa turut bekerja dalam segala hal yang kita lakukan untuk mendatangkan yang terbaik dari segala yang baik.
PERSEMBAHAN Skripsi ini spesial ku persembahkan untuk : ¾
Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberi yang terbaik buatku.
¾
Bapak dan ibuku tersayang, Bari dan Rini yang telah membimbingku dan memberikan kasih sayang, dukungan moril dan materiil serta doa yang tulus untukku.
¾
Adikku tercinta, Berlina yang selalu membuatku tersenyum dengan sikap-sikapnya yang lucu.
¾
Mbak Paris yang telah memberi motivasi dan membimbingku dengan sabar dalam penyelesaian skripsi ini.
¾
My best friend yaitu Natalia, Yeni, Bekti yang menghiburku di saat aku sedang sedih dan saatku membutuhkan dukungan, semoga kita semua tetap menjadi sahabat selamanya.
¾
Teman-temanku Dewi, Endra, Nia, Sonah, Farida, Zulfiana serta semuanya yang tergabung dalam kelas C angkatan 2007 yang selalu bahagia dan kompak dalam kondisi bagaimanapun, semoga sukses selalu.
¾
Teman-teman satu angkatan IKIP PGRI SEMARANG.
¾
Teman-temanku kost Trie_D yang selalu ceria dan membuatku tersenyum.
¾
Teman-teman PPL di SMP Kristen Gergaji Semarang dan teman-teman KKN di Kecamatan Banyumanik Kelurahan Pudak Payung..
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia yang diberikan pada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dengan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Pokok Bahasan Himpunan pada Siswa Kelas VII B SMP N 4 Juwana Pati Tahun Pelajaran 2010/2011”. Penulis menyadari bahwa skripsi ini terwujud bukan semata-mata hasil kerja penulis sendiri, melainkan atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Muhdi, S.H, M.Hum. selaku Rektor IKIP PGRI Semarang yang telah berkenan memberikan kesempatan penulis dalam menyelesaikan Program Sarjana. 2. Drs. Nizaruddin, M.Si. selaku Dekan FPMIPA IKIP PGRI Semarang. 3. Drs. Rasiman, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika IKIP PGRI Semarang. 4. Dra. Intan Indiati, M.Pd. Selaku Pembimbing I pada penulisan skripsi ini dan juga sebagai seseorang yang telah memberikan ide, bimbingan dan pengarahan kepada penulis. 5. Drs. Sudargo, M.Si selaku Pembimbing II pada penulisan skripsi ini yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis. 6. Susanto, S.Pd selaku kepala sekolah SMP Negeri 4 Juwana Pati yang telah memberikan ijin melaksanakan penelitian ini. 7. Ruswanti, S.Pd selaku guru bidang studi matematika yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini.
8. Teman-teman jurusan pendidikan matematika khususnya kelas C angkatan 2007, sahabatsahabat orang tua dan keluarga penulis yang telah banyak memberikan bantuan materiil maupun spiritual sehingga penulis dapat melakukan penelitian ini. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dpaat bermanfaat dan dapat memperluas wawasan pembaca terutama dalam bidang pendidikan.
Semarang, Mei 2011
Penulis
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL……………………………………………………………….i LEMBAR PERSETUJUAN……………………………………………………… ii HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………… iii ABSTRAKSI…………………………………………………………………….. iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN………………………………………………... v KATA PENGANTAR…………………………………………………………… vi DAFTAR ISI…………………………………………………………………….viii DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………x BAB I
PENDAHULUAN……………………………………………………... 1 A. Latar Belakang……………………………………………………. 1 B. Penegasan Istilah…………………………………………………..4 C. Permasalahan……………………………………………………... 7 D. Strategi Pemecahan Masalah……………………………………….7
BAB II
E.
Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………….................... 8
F.
Sistematika Penulisan Skripsi………………………………...…..10
LANDASAN TEORI………………………………………………….12 A. Pengertian Belajar……...………………………………………... 12 B. Prinsip-Prinsip Belajar….……………………………………….. 14 C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar…... 16 D. Pembelajaran Matematika……………………………………….. 23 E.
Hasil Belajar……………………………………………………...25
F.
Keaktifan Siswa…………………………………………………. 31
G. Model Pembelajaran Kooperatif………..……………………..… 33 H. Model Cooperative Learning Tipe CIRC……………………….. 36 I.
Pembelajaran Kontekstual…………….………………………….41
J.
Uraian Materi Tentang Himpunan………………………………..45
K. Kerangka Berpikir……………………...…………………………56 L.
Hipotesis Tindakan……………………………………………….58
BAB III METODE PENELITIAN…………………………………………….. 59 A. Lokasi dan Subyek Penelitian……………………….…………... 59
B. Faktor Penelitian………………………………………………… 59 C. Rancangan Penelitian…………...……………………………….. 60 D. Data dan Cara Pengambilan Data……...…………………………68 E.
Uji Instrumen……………………………………………………..68
F.
Analisis Data…………………………………………………….. 74
G. Indikator Keberhasilan……………….………………………….. 77 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………………………. 79 A. Persiapan penelitian……………………………………………... 79 B. Uji Coba Instrumen……………………………………………… 80 C. Pelaksanaan Penelitian…………………………………………... 91 D. Pembahasan…………………….………………………………..106 BAB V
PENUTUP…………………………………………………………... 110 A. Kesimpulan…………………………………………………….. 110 B. Saran…………………………………………………………….111
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
Daftar Nama Kelas Uji Coba
Lampiran 2
Daftar Nama Kelas Penelitian
Lampiran 3
Kisi-Kisi Soal Uji Coba Siklus I
Lampiran 4
Soal Uji Coba Siklus I
Lampiran 5
Kunci Jawaban Soal Uji Coba Siklus I
Lampiran 6
Tabel Uji Instrumen Siklus I
Lampiran 7
Tabel Bantu Siklus I
Lampiran 8
Tabel Bantu 2 Siklus I
Lampiran 9
Perhitungan Validitas Siklus I
Lampiran 10 Perhitungan Reliabilitas Siklus I Lampiran 11 Perhitungan Daya Pembeda Soal Siklus I Lampiran 12 Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba Siklus I Lampiran 13 Penentuan Butir Soal Yang Digunakan Kelas Penelitian Siklus I Lampiran 14 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I Lampiran 15 Soal Tes Evaluasi Siklus I Lampiran 16 Kunci Jawaban Tes Evaluasi Siklus I Lampiran 17 Lembar Observasi Keaktifan Siswa Siklus I Lampiran 18 Hasil Tes Siklus I Lampiran 19 Soal Diskusi Kelompok Siklus I Lampiran 20 Kunci Jawaban Soal Diskusi Siklus I Lampiran 21 Daftar Nama Kelompok Siklus I Lampiran 22 Lembar Observasi Kerja Sama Siswa Siklus I Lampiran 23 Lembar Observasi Kelompok Siklus I Lampiran 24 Nilai Hasil Diskusi Siklus I
Lampiran 25 Daftar Angket Penilaian Sikap Siswa Siklus I Lampiran 26 Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus I Lampiran 27 Kisi-Kisi Soal Uji Coba Siklus II Lampiran 28 Soal Uji Coba Siklus II Lampiran 29 Kunci Jawaban Soal Uji Coba Siklus II Lampiran 30 Tabel Uji Instrumen Siklus II Lampiran 31 Tabel Bantu Siklus II Lampiran 32 Tabel Bantu 2 Siklus II Lampiran 33 Perhitungan Validitas Siklus II Lampiran 34 Perhitungan Reliabilitas Siklus II Lampiran 35 Perhitungan Daya Pembeda Soal Siklus II Lampiran 36 Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba Siklus II Lampiran 37 Penentuan Butir Soal Yang Digunakan Kelas Penelitian Siklus II Lampiran 38 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II Lampiran 39 Soal Tes Evaluasi Siklus II Lampiran 40 Kunci Jawaban Tes Evaluasi Siklus II Lampiran 41 Lembar Observasi Keaktifan Siswa Siklus II Lampiran 42 Hasil Tes Siklus II Lampiran 43 Soal Diskusi Kelompok Siklus II Lampiran 44 Kunci Jawaban Soal Diskusi Siklus II Lampiran 45 Daftar Nama Kelompok Siklus II Lampiran 46 Lembar Observasi Kerja Sama Siswa Siklus II Lampiran 47 Lembar Observasi Kelompok Siklus II Lampiran 48 Nilai Hasil Diskusi Siklus II Lampiran 49 Daftar Angket Penilaian Sikap Siswa Siklus II
Lampiran 50 Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus II Lampiran 51 Tabel r Product Moment Lampiran 52 Tabel distribusi t
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat didukung oleh arus globalisasi yang hebat memunculkan adanya persaingan dalam berbagai bidang kehidupan, salah satu diantaranya bidang pendidikan. Pendidikan sebagai suatu upaya untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdedikasi tinggi memerlukan suatu pendukung yaitu kiat dalam meningkatkan mutu pendidikan. Pendidikan sebenarnya merupakan suatu rangkaian peristiwa yang komplek. Peristiwa tersebut merupakan rangkaian kegiatan komunikasi antara manusia, sehingga manusia itu tumbuh sebagai pribadi yang utuh. Manusia tumbuh melalui belajar dan proses kegiatannya tidak terlepas dari kegiatan belajar. Dalam proses kegiatan belajar mengajar yang perlu mendapat perhatian adalah berusaha mengacu pada ketiga ranah, yaitu: ranah pengetahuan (kognitif), ranah nilai atau sikap (afektif), dan ranah keterampilan (psikomotorik). Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang mempunyai peranan penting dalam upaya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Lebih lanjut matematika dapat memberi bekal kepada siswa untuk menerapkan matematika dalam berbagai keperluan. Akan tetapi persepsi negatif siswa terhadap matematika tidak dapat diacuhkan begitu saja. Umumnya pelajaran matematika di sekolah menjadi momok bagi siswa. Sifat abstrak dari objek matematika menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep matematika. Di samping itu penyebab lainnya adalah cara mengajar guru yang tidak cocok bagi siswa, guru hanya mengajar dengan satu metode
yang kebetulan tidak cocok dan sukar dimengerti oleh siswa, dan sebagai akibatnya prestasi matematika yang dicapai siswa rendah. Keberhasilan belajar matematika, salah satunya ditentukan oleh minat siswa, dan untuk membangkitkan minat siswa tersebut ditentukan oleh kemampuan guru dalam menggunakan pendekatan mengajarnya yang dapat mengakibatkan siswa lebih tertarik, mengerti, berperan serta aktif, mencari dan menemukan sendiri. Karena itu guru harus mampu mengadakan komunikasi dengan siswa dan dapat memilih metode yang tepat. Pada saat proses belajar nampak gejala-gejala antara lain: kemampuan menganalisis dan menyelesaikan soal rendah, siswa pasif dan cenderung suka mencontoh, sehingga jika diberikan soal-soal yang berbeda dengan contoh yang diberikan, mereka tidak mampu menyelesaikan. Mungkin rendahnya hasil belajar siswa dikarenakan kurangnya pendekatan pembelajaran yang sesuai, metode kurang bervariasi, pemanfaatan lingkungan/alat peraga juga kurang dan dukungan orang tua dan masyarakat rendah. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa umumnya siswa mengerti dengan penjelasan serta contoh soal yang diberikan guru, namun ketika kembali ke rumah dan ingin menyelesaikan soal-soal yang sedikit berbeda dengan contoh sebelumnya, siswa kembali bingung bahkan lupa dengan penjelasan gurunya. Apa yang dialami siswa ini menunjukkan bahwa siswa belum mempunyai pengetahuan konseptual. Setelah diadakan studi pendahuluan melalui wawancara dengan guru matematika kelas VIIB SMPN 4 Juwana Pati tahun pelajaran 2010/2011, terdapat fakta di lapangan bahwa pembelajaran matematika yang terjadi di SMPN 4 Juwana belum mencapai hasil yang memuaskan. Hal Ini dapat dilihat dari hasil ulangan matematika yang diperoleh masih banyak yang di bawah nilai KKM. Selain itu juga, dalam berlangsungnya kegiatan pembelajaran, keaktifan siswa-siswanya juga kurang,karena hanya mencapai 60%.
Berarti hal ini menunjukkan bahwa guru hanya mentransfer pengetahuan, sehingga siswa tidak mengalami sendiri dan ini dapat mengakibatkan siswa sulit memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Semua itu memang tidak terlepas dari pandangan siswa pada umumnya terhadap pelajaran
matematika
yang
menganggap
sebagai
momok
yang
menakutkan,
mengakibatkan siswa kurang aktif pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Pembelajaran yang selama ini diterapkan hanya sekedar ceramah dan latihan soal, membuat suasana belajar di kelas sangat monoton, kurang menarik apalagi ditambah konsentrasi siswa yang kurang optimal. Oleh karena itu perlu dikembangkan dan diterapkan suatu pembelajaran matematika yang tidak hanya mentransfer pengetahuan guru kepada siswa. Pembelajaran ini hendaknya juga mengaitkan pengalaman kehidupan nyata siswa dengan materi dan konsep matematika. Model pembelajaran yang kiranya tepat adalah model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Cooperative Integrated Reading and Compoisition (CIRC) dengan kombinasi model pembelajaran kontekstual yang merupakan model pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematize of everyday experience) dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu materi matematika yang diajarkan di SMP Kelas VII adalah Himpunan. Materi ini sering muncul dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, dengan menerapkan model pembelajaran CIRC melalui pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika pada materi pokok himpunan diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian
dengan judul
“Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dengan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan
Keaktifan dan Hasil Belajar Pokok Bahasan Himpunan Pada Siswa Kelas VIIB SMPN 4 Juwana Pati Tahun Pelajaran 2010/2011”.
B. Penegasan Istilah Agar tidak terjadi perbedaan penafsiran maka dalam memahami judul penelitian ini perlu adanya penjelasan istilah-istilah dalam judul tersebut. Adapun istilah-istilah yang mendapat penegasan adalah: 1.
Penerapan Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,2005:560), penerapan berarti pemasangan, pengenaan, perihal, mempraktekkan. Yang dimaksud penerapan di sini adalah mempraktekan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.
2.
Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. (Suprijono,2009:45).
3.
Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) merupakan suatu model pembelajaran yang mempunyai konsep lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. (Suprijono,2009:54).
4. Cooperative Learning Tipe Cooperative Integrated Reading and Compoisition (CIRC) Suatu model pembelajaran dengan mengembangkan kemampuan peserta didik dalam proses pembelajarannya membangun kemampuan peserta didik untuk
membaca
dan
menyusun
rangkuman
berdasarkan
materi yang
dibacanya
(Suyitno,2007:12).
5. CTL CTL merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. (Suprijono,2009:79) 6. Meningkatkan Meningkatkan
artinya
menaikkan
(derajat,
taraf,
dan
sebagainya);
mempertinggi; memperhebat (produk, dan sebagainya); mengangkat diri. (KBBI, 2005: 574). 7. Keaktifan Keaktifan artinya kegiatan atau kesibukan, tangkas, giat bekerja, dinamis dan bertenaga (KBBI, 2005: 24). 8. Hasil Belajar Hasil adalah sesuatu yang diadakan(dibuat, dijadikan, dan sebaginya)oleh usaha. (KBBI, 2005: 166) Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. (Slameto, 2003:2). Jadi, hasil belajar adalah sesuatu yang dilakukan dengan usaha untuk memperoleh suatu perubahan. Dalam penelitian ini diharapkan agar memperoleh hasil belajar yang meningkat atau perubahan yang lebih baik.
9. Materi Pokok Himpunan Himpunan merupakan salah satu materi sub pokok bahasan pelajaran matematika siswa SMP kelas VII semester 2 tahun pelajaran 2010/2011 yang digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan penegasan istilah di atas, secara keseluruhan maksud dari judul penelitian ini adalah keberhasilan dari model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual pada sub pokok bahasan himpunan ditandai dengan peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas VII SMPN 4 Juwana tahun pelajaran 2010/2011.
C. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah: “Apakah penerapan model pembelajaran CIRC dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar bagi siswa kelas VII B SMP Negeri 4 Juwana Pati tahun pelajaran 2010/1011 pada materi pokok Himpunan?"
D. Strategi Pemecahan Masalah Agar hasil belajar, keaktifan, dan minat belajar siswa serta kemampuan mengajar guru kelas VII B SMP Negeri 4 Juwana Pati dalam pembelajaran matematika khususnya dalam pokok bahasan himpunan dapat meningkat, maka strategi pemecahan masalah dalam penelitian ini dirancang melalui penelitian tindakan kelas menggunakan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dengan pendekatan kontekstual. Penelitian tindakan kelas ini menggunakan dua siklus yaitu siklus I dan siklus II, masing-masing siklus terdiri atas 4 tahap. Siklus II dilakukan apabila pada siklus I belum terjadi peningkatan hasil belajar dan keaktifan siswa kelas
VII B SMP Negeri 4 Juwana Pati. Peningkatan hasil belajar dapat dilihat dari test siswa sedangkan peningkatkan keaktifan siswa dapat dilihat pada lembar observasi.
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh jawaban atas masalah yang telah dirumuskan di atas. Tujuan tersebut adalah untuk mengetahui peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa di kelas VII B SMP N 4 Juwana Pati melalui penerapan model pembelajaran CIRC dengan pendekatan kontekstual saat proses belajar mengajar di kelas. 2. Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan hasil yang bermanfaat bagi semua pihak diantaranya sebagai berikut: a. Bagi siswa 1)Menumbuhkan minat dan ketertarikan siswa terhadap pelajaran matematika 2)Meningkatkan keaktifan siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan 3) Menumbuhkan rasa ingin tahu dan motivasi dalam diri siswa 4) Meningkatkan hasil belajar. 5) Membangkitkan rasa percaya diri. 6) Membimbing temannya yang memerlukan bantuan b. Bagi guru 1) Diharapkan dapat membuka cakrawala berpikir guru. 2) Dapat meningkatkan kreativitas guru.
3) Meringankan beban guru dalam membimbing siswa di kelas, khususnya ketika menyelesaikan soal-soal. c. Bagi sekolah 1) Bertambahnya siswa yang berhasil pada setiap kelulusan. 2) Meningkatnya hasil belajar siswa. 3) Menciptakan sekolah sebagai pusatnya ilmu pengetahuan. 4) Meningkatkan kualitas mutu hasil pendidikan. d. Bagi Peneliti Dapat menambah pengetahuan dan disiplin ilmu pendidikan khususnya dalam mengajar matematika bagi peneliti sebagai seorang calon guru matematika. F. Sistematika Penulisan Skripsi Untuk mempermudah dalam memahami urutan-urutan serta memberikan gambaran secara keseluruhan dalam skripsi ini, maka perlu diberikan sistematika yang digunakan dalam penulisan skripsi ini. Dalam skripsi ini secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian pendahuluan, bagian isi dan bagian akhir skripsi. Bagian awal atau pendahuluan skripsi ini secara berturut-turut berupa halaman judul, halaman pengesahan, abstrak, halaman motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi dan daftar lampiran. Bagian isi dari skripsi ini di bagi menjadi lima bab, yaitu pendahuluan,landasan teori dan hipotesis, metode penelitian, hasil penelitian dan pembahasan dan penutup. Bab I Pendahuluan, dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, penegasan istilah,perumusan masalah dan strategi pemecahan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan skripsi.
Bab II Landasan teori dan hipotesis, berisi pembahasan tentang pengertian belajar, prinsip-prinsip belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar, pengertian pembelajaran matematika, hasil belajar, keaktifan siswa, model Cooperative Learning tipe CIRC, pembelajaran kontekstual, uraian materi himpunan, kerangka berfikir dan hipotesis tindakan. Bab III Metode penelitian, berisi pembahasan tentang lokasi penelitian dan subjek penelitian, faktor penelitian, rancangan penelitian, data dan cara pengambilan data, uji istrumen, analisis data dan indikator keberhasilan. Bab IV Hasil penelitian dan pembahasan, berisi pembahasan tentang pelaksanaan penelitian dan pembahasan hasil penelitian. Bab V Penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran. Bagian akhir skripsi berisi daftar pustaka yang memberikan informasi tentang sumber-sumber referensi sebagai literature yang digunakan serta lampiran-lampiran.
BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Pengertian Belajar Belajar
merupakan
kegiatan-kegiatan
bagi
setiap
orang,
pengetahuan
keterampilan, kebiasaan, kegemaran dan sikap seseorang terbentuk, dimodifikasi dan berkembang disebabkan belajar. Karena itu seseorang dikatakan belajar, bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu menjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku. (Hudoyo, 1990: 10). Pendapat itu menunjukan bahwa belajar adalah proses perubahan. Perubahanperubahan itu tidak hanya perubahan lahir tetapi juga perubahan batin, tidak hanya perubahan tingkah laku yang tampak, tetapi dapat juga perubahan-perubahan yang tidak dapat diamati. Perubahan-perubahan yang dimaksud bukan perubahan negatif tetapi perubahan yang positif, yaitu perubahan yang menuju ke arah kemajuan atau perbaikan. Belajar di sekolah mempunyai maksud dan tujuan untuk menguasai ilmu pengetahuan, pengertian belajar dari berbagai ahli berbeda-beda, perbedaan arti belajar antara lain karena adanya dasar-dasar percobaan yang berbeda. Selanjutnya akan 12
dikemukakan beberapa dari sekian banyak ahli yang mendefinisikan belajar sebagai suatu perubahan, (Darsono,2001:3-4), antara lain: 1. Marle J.Moskowitz dan Arthur R.Ogel Pada dasarnya belajar adalah perubahan prilaku sebagai hasil langsung dari pengalaman dan bukan akibat hubungan-hubungan dalam sistem saraf yang dibawa sejak lahir.
2. Morris L. Bigge Belajar adalah perubahan yang menetap dalam kehidupan seseorang yang tidak diwariskan secara genetis. 3. James O. Whittaker Belajar dapat didefinisikan sebagai proses yang menimbulkan atau merubah perilaku melalui latihan atau pengalaman. 4. Aaron Quinn Sartain dkk Belajar adalah suatu perubahan perilaku sebagai hasil pengalaman. 5. W.S Winkel Belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, ketrampilan, dan nilai-sikap. Dari beberapa pendapat para ahli tentang pengertian belajar di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah terjadinya perubahan pada diri seseorang yang belajar karena pengalaman. Perbuatan belajar adalah perbuatan yang disengaja untuk mencapai hasil. Menurut Herman Hudoyo (1990:2), terdapat tiga masalah pokok dalam belajar, yaitu: 1. Masalah mengenai bagaimana belajar itu berlangsung dan prinsip mana yang dilaksanakan 2. Masalah mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya belajar 3. Masalah mengenai hasil belajar.
B. Prinsip-prinsip Belajar Menurut Dimyati dan Mudjiono terdapat tujuh prinsip dalam belajar yaitu: 1. Perhatian dan Motivasi Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Motivasi adalah tenaga yang menggerakan dan mengarahkan aktivitas seseorang. 2. Keaktifan Siswa mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri. John dewey misalnya mengemukakan, bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari siswa sendiri. 3. Keterlibatan Langsung/Berpengalaman Keterlibatan siswa di dalam belajar jangan diartikan keterlibatan fisik semata, namun lebih dari itu terutama adalah keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai, dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan. 4. Pengulangan Dalam kegiatan belajar diperlukan pengulangan hal ini dikarenakan dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, sebagainya akan berkembang.
berpikir dan
5. Tantangan Dalam mencapai tujuan belajar, siswa mengalami hambatan yaitu mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu yaitu dengan mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila hambatan tersebut telah diatasi maka tujuan belajar telah tercapai. 6. Balikan atau Penguatan Balikan (feedback) adalah masukan yang sangat penting baik bagi siswa maupun bagi guru. Penguatan (reinforcement) adalah suatu tindakan yang menyenangkan dari guru terhadap siswa yang telah berhasil melakukan suatu perbuatan belajar. 7. Perbedaan Individual Perbedaaan individual berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Karenanya, perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam upaya pembelajaran.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. 1. Faktor internal a. Faktor Jasmaniah Faktor dalam terdiri dari: 1) Kesehatan Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Kesehatan adalah keadaan atau hal sehat. Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya.
2) Cacat tubuh Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh atau badan. b. Faktor psikologis 1) Intelegensi Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui atau menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. 2) Perhatian Perhatian menurut Gazali adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itu pun semata-mata tertuju kepada suatu obyek atau sekumpulan obyek. 3) Minat Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk mempertahankan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperlihatkan terusmenerus yang disertai dengan rasa senang. Jadi berbeda dengan perhatian, karena perhatian sifatnya sementara dan belum tentu diikuti dengan perasaan senang, sedangkan minat selalu diikuti perasaan senang dan dari situ diperoleh kepuasan. 4) Bakat Menurut Hilgard bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru akan teralisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. 5) Motif Motif erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. Di dalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau tidak, akan tetapi untuk mencapai
tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang menjadi penyebab berbuat adalah motif itu sendiri sebagai daya penggerak atau pendorongnya. 6) Kematangan Kematangan adalah suatu tingkat atau fase dalam pertumbuhan seseorang, di mana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. 7) Kesiapan Kesiapan atau readiness menurut Jamies Drever adalah: kesediaan untuk memberi response atau bereaksi. Kesediaan itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan. c. Faktor Kelelahan Kelelahan pada seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelemahan rohani. Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh. Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang. 2. Faktor eksternal a. Keluarga 1) Cara Orang Tua Mendidik Cara orang tua mendidik anaknya besar pengaruhnya terhadap belajar anak. Hal ini dipertegas oleh Sutjipto Wirodidjojo bahwa keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga yanng sehat besar artinya untuk pendidikan dalam ukuran kecil, tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan ukuran besar yaitu pendidikan bangsa, negara dan dunia.
2) Relasi Antaranggota Keluarga Relasi antaranggota keluarga yang terpenting adalah relasi orang tua dengan anaknya. Selain itu relasi anak dengan saudaranya atau dengan anggota keluarga yang lain pun turut mempengaruhi belajar anak. 3) Suasana Rumah Suasana rumah dimaksudkan sebagai situasi atau kejadian-kejasian yang sering terjadi di dalam keluarga di mana anak berada dan belajar. Suasana rumah juga merupakan faktor yang penting yang tidak merupakan faktor yang disengaja. 4) Keadaan Ekonomi Keluarga Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang
belajar
selain
harus
terpenuhi
kebutuhannya
pokoknya
juga
membutuhkan fasilitas belajar yang memadai. 5) Pengertian Orang Tua Anak belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua. Kadang-kadang anak mengalami lemah semangat, maka orang tua wajib memberi dorongan dan semangat. 6) Latar Belakang Kebudayaan Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik kepada anak. b. Sekolah 1) Metode Mengajar Metode mengajar adalah suatu cara atau jalan yang harus dilalui di dalam mengajar.
2) Kurikulum Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa. Kegiatan itu sebagian besar adalah menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu. 3) Relasi Guru dengan Siswa Proses belajar mengajar terjadi antara guru dengan siswa. Proses tersebut juga dipengaruhi oleh relasi yang ada dalam proses itu sendiri. Jadi cara belajar juga dipengaruhi oleh relasinya dengan gurunya. 4) Relasi Siswa dengan Siswa Guru yang kurang mendekati siswa dan kurang bijaksana tidak akan melihat bahwa di dalam kelas ada grup yang saling bersaing secara tidak sehat. Jiwa kelas tidak terbina, bahkan hubungan masing-masing siswa tidak tampak. 5) Disiplin Sekolah Kedisiplinan sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar. Kedisiplinan sekolah mencakup kedisiplinan guru dalm mengajar dengan melaksanankan tata tertib, kedisiplinan pegawai atau karyawan dalam pekerjaan administrasi dan kebersihan atau keteraturan kelas, gedung sekolah, halaman dan lain-lain, kedisiplinan kepala sekolah dalam mengelola seluruh staf beserta siswa-siswanya, dan kedisiplinan tim BP dalam pelayanannya kepada siswa. 6) Alat pelajaran Alat pelajaran erat hubungannya dengan cara belajar siswa, karena alat pelajaran yang dipakai oleh guru pada waktu mengajar dipakai pula oleh siswa untuk menerima bahan yang diajarkan itu.
7) Waktu Sekolah Waktu sekolah adalah waktu terjadinya proses belajar di sekolah, jika siswa bersekolah pada waktu kondisi badannya sudah lelah, akan mengalami kesulitan di dalam menerima pelajaran. Kesulitan itu disebabkan karena siswa sukar konsentrasi dan berpikir pada kondisi badannya yang lemah. 8) Standar Pelajaran di Atas ukuran Guru berpendirian untuk mempertahankan wibawanya, perlu memberi pelajaran di atas ukuran standar. Akibatnya merasa kurang mampu dan takut kepada guru. 9) Keadaan Gedung Dengan jumlah siswa yang banyak serta variasi karakteristik mereka masingmasing menuntut keadaan gedung yang memadai di dalam setiap kelas. 10) Metode Belajar Dengan cara belajar siswa yang tepat akan efektif pula hasil belajar siswa. Juga dalam pembagian waktu dalam pelajaran. 11) Tugas Rumah Waktu belajar terutama adalah di sekolah, di samping untuk belajar waktu di rumah biarlah digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain. c. Masyarakat Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaanya siswa dalam masyarakat. 1) Kegiatan Siswa dalam Masyarakat Kegiatan
siswa
dalam
masyarakat
dapat
menguntungkan
terhadap
perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa ambil bagian dalam kegiatan masyarakat yang terlalu banyak jika tidak dapat mengatur waktunya maka akan terganggu belajarnya.
2) Mass Media Mass media yang baik memberi pengaruh yang baik terhadap siswa dan juga terhadap belajarnya. Sebaliknya mass media yang jelek juga berpengaruh jelek terhaadap siswa. 3) Teman Bergaul Pengaruh dari teman-teman bergaul siswa lebih cepat masuk dalam jiwanya daripada yang kita duga. Teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik begitu juga sebaliknya. 4) Bentuk Kehidupan Masyarakat Kehidupan masyarakat di sekitar kita juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang terpelajar atau yang berjudi semuanya akan memberi pengaruh terhadap belajar siswa.
D. Pembelajaran matematika 1. Pembelajaran Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik (Darsono, 2001: 24). Tujuan pembelajaran adalah membantu para siswa agar memperoleh berbagai pengalaman sehingga tingkah laku siswa bertambah, baik kuantitas maupun kualitas. 2. Matematika Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yamg lainnya dengan jumlah banyak yang terbagi dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri. Secara
singkat dikatakan bahwa matematika berkenaan dengan ide-ide/konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif (Hudoyo,1990:4). Berdasarkan pengamatan dan pengalaman pelajaran matematika identik dengan mata pelajaran yang paling sulit dan menegangkan, sehingga kurang diminati oleh siswa. Sebenarnya matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang menyenangkan, hal ini dapat dibuktikan jika kita pandai dalam mata pelajaran matematika berarti kita telah berlatih untuk teliti, berfikir kritis dan praktis. Hal ini tidak disadari oleh sebagian siswa sehingga mereka merasa matematika sebagai ilmu yang sukar, ruwet dan membingungkan dan pada akhirnya menolak untuk belajar matematika. Belajar matematika akan terasa indah jika kita mengetahui cara mempelajarinya. Ada beberapa kiat belajar matematika,diantaranya : a. Menanamkan kepada anak bahwa matematika itu penting b. Mengajak anak untuk mempelajari hal menarik dan menggelitik rasa ingin tahu tentang matematika c. Melatih daya tahan anak menyelesaikan soal matematika d. Mengajari anak mengotak-atik soal e. Mencanangkan dua wajib yaitu wajib mempelajari yang sudah dijelaskan dan wajib mempelajari yang hendak dijelaskan f. Melibatkan anak dalam proses belajar mengajar di sekolah g. Mengarahkan anak untuk membuat cacatan lengkap dan rapi, ringkasan konsep dan rumus penting. E. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar (Catharina,2006:5).
Menurut Benyamin S.Bloom dalam Catharina (2006:7) mengusulkan tiga taksonomi yang disebut dengan ranah belajar, yaitu: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. 1. Ranah Kognitif Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan dan kemahiran intelektual. Ranah kognitif mencakup kategori berikut: a. Pengetahuan Pengetahuan ini meliputi pengingatan kembali tentang rentangan materi yang luas. Pengetahuan mencerminkan tingkat hasil belajar paling rendah pada ranah kognitif. b. Pemahaman Pemahaman didefinisikan sebagai kemampuan memperoleh makna dari materi pembelajaran. Hasil belajar ini berada pada satu tahap di atas pengingatan materi sederhana dan mencerminkan tingkat pemahaman paling rendah. c. Penerapan Penerapan mengacu pada kemampuan menggunakan materi pembelajaran yang telah dipelajari di dalam situasi baru dan kongkrit. Hal ini mencakup penerapan hal-hal seperti aturan, metode, konsep, prinsip-prinsip, dalil, dan teori. Hasil belajar di bidang ini memerlukan tingkat pemahaman yang lebih tinggi daripada tingkat pemahaman sebelumnya. d. Analisis Analisis mengacu pada kemampuan memecahkan material ke dalam bagianbagian sehingga dapat dipahami struktur organisasinya. Hal ini mencakup identifikasi bagian-bagian, analisis hubungan antar bagian dan mengenai prinsipprinsip pengorganisasian. Hasil belaja ini mencerminkan tingkat intelektual libih
tinggi daripada pemahaman dan penerapan, karena memerlukan pemahaman isi dan bentuk struktural materi pembelajaran yang telah dipelajari. e. Sintesis Sintesis mengacu pada kemampuan menggabungkan bagian-bagian dalam rangka membentuk struktur yang baru. Hasil belajar bidang ini menekankan perilaku kognitif dengan penekanan dasar pada pembentukan struktur atau polapola baru. f.
Penilaian Penilaian mengacu pada kemampuan membuat keputusan tentang nilai materi pembelajaran untuk tujuan tertentu. Hasil belajar di bidang ini adalah paling tinggi di dalam hirarkhi kognitif karena berisi unsur-unsur seluruh kategori tersebut dan ditambah dengan keputusan tentang nilai yang didasarkan pada kriteria yang telah ditetapkan secara jelas.
2. Ranah afektif Tujuan pembelajaran ini berhubungan dengan perasaan, sikap, minat, dan nilai. Kategori tujuan pembelajaran ini mencerminkan hirarkhi yang berentangan dari keinginan untuk menerima sampai dengan pembentukan pola hidup. Kategori tujuan pembelajaran afektif adalah sebagai berikut: a. Penerimaan, mengacu pada keinginan siswa untuk menghadirkan rangsangan atau fenomena tertentu. Dari sudut pandang pembelajaran, ia berkaitan dengan memperoleh, menangani, dan mengarahkan perhatian siswa. Penerimaan ini mencerminkan tingkat hasil belajar paling rendah di dalam ranah afektif. b. Penanggapan, mengacu pada partisipasi aktif pada diri siswa. Hasil belajar di bidang ini adalah penekanan pada kemahiran merespon, keinginan merespon,
atau kepuasan dalam merespon. Tingkat yang lebih tinggi dari kateori ini adalah mencakup tujuan pembelajaran yang umumnya diklasifikasikan ke dalam minat siswa, yakni: minat yang menekankan pencarian dan penikmatan kegiatan tertentu. c. Penilaian, berkaitan dengan harga atau nilai yang melekat pada objek, fenomena atau perilaku tertentu pada siswa. Penilaian didasarkan pada internalisasi seperangkat nilai tertentu, namun menunjukkan nilai-nilai yang diungkapkan di dalam perilaku yang ditampakkan oleh siswa. Hasil belajar di bidang ini dikaitkan dengan perilaku yang konsisten dan cukup stabil di dalam membuat nilai yang dapat dikenali secara jelas. Tujuan pembelajaran yang diklasifikasi ke dalam sikap dan apresiasi akan masuk ke dalam kategori ini. d. Pengorganisasian, berkaitan dengan perangkaian nilai-nilai yang berbeda, memecahkan kembali konflik-konflik antar nilai, dan mulai menciptakan sistem nilai yang konsisten secara internal. Hasil belajar ini dapat berkaitan dengan konseptualisasi nilai atau pengorganisasian sistem nilai. Tujuan pembelajaran yang berkaitan dengan pengembangan pandangan hidup dapat dimasukkan dalam kategori ini. e. Karakeristik nilai atau internalisasi nilai, yaitu keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Perilaku pada tingkat ini adalah bersifat persuasif, konsisten dan dapat diramalkan. Hasil belajar pada tingkat ini mencakup berbagai aktivitas yang luas, namun penekatan dasarnya adalah pada kekhasan perilaku siswa atau siswa memiliki karakteristik yang khas.
3. Ranah Psikomotorik Tujuan pembelajaran ranah psikomotorik menunjukkan adanya kemampuan fisik seperti ketrampilan motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan koordinasi syaraf. Penjabaran ranah psikomotorik ini sangat sukar karena seringkali tumpang tindih dengan ranah kognitif dan afektif. Menurut Elizabeth Simpson dalam Catharina (2006:10), kategori jenis perilaku untuk ranah psikomotorik yaitu: a. Persepsi, berkaitan dengan penggunaan organ penginderaan untuk memperoleh petunjuk yang memandu kegiatan motorik. b. Kesiapan, mengacu pada pengambilan tipe kegiatan tertentu. Kategori ini mencakup kesiapan mental, kesiapan jasmani, dan kesiapan mental. c. Gerakan terbimbing, berkaitan dengan tahap-tahap awal di dalam belajar keterampilan kompleks. Ia meliputi peniruan mengulangi tindakan yang didemonstrasikan oleh guru dan mencoba-coba. d. Gerakan terbiasa, hasil belajar pada tingkat ini berkaitan dengan keterampilan unjuk kerja dari berbagai tipe, namun pola-pola gerakannya kurang kompleks dibandingkan dengan tingkatan berikutnya yang lebih tinggi. e. Gerakan kompleks, berkaitan dengan kemahiran unjuk kerja dari tindakan motorik yang mencakup pola-pola gerakan yang kompleks. Kecakapan ditunjukkan melalui kecepatan, kehalusan, keakuratan, dan yang memerlukan energi minimum. f. Penyesuaian, berkaitan dengan keterampilan yang dikembangkan sangat baik sehingga individu siswa dapat memodifikasi pola-pola gerakan sesuai dengan persyaratan-persyaratan baru atau ketika menemui situasi masalah baru.
g. Kreativitas, mengacu pada penciptaan pola-pola gerakan baru untuk disesuaikan dengan situasi tertentu atau masalah-masalah tertentu. Hasil belajar pada tingkat ini menekankan aktivitas yang didasarkan pada keterampilan yang benar-benar telah dikembangkan. Beberapa fungsi hasil belajar, adalah sebagai berikut: 1. Hasil belajar sebagai indikator kuantitas dan kualitas pengetahuan yang telah dikuasai oleh siswa. 2. Hasil belajar sebagai lambang pemuas hasrat ingin tahu. 3. Hasil belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan, asumsinya bahwa hasil belajar dapat dijadikan pendorong bagi siswa dalam meningkatkan mutu pendidikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar (Herman Hudoyo,1990:8) Usaha dan keberhasilan belajar dipengaruhi oleh banyak faktor: 1. Faktor dalam diri individu atau faktor dari dalam peserta didik Faktor-faktor tersebut menyangkut aspek jasmaniah maupun rohaniah dari individu, aspek jasmaniah mencakup kondisi dan kesehatan jasmani dari individu, sedangkan aspek psikis menyangkut kondisi kesehatan psikis, kemampuankemampuan intelektual, sosial, psikomotorik serta kondisi afektif dan konatif dari individu. 2. Faktor lingkungan Keberhasilan belajar juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar diri siswa, baik faktor fisik maupun sosial psikologis yang berada pada lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Lingkungan sekolah memegang peranan penting bagi perkembangan belajar para siswanya. Lingkungan ini meliputi
sarana dan prasarana belajar yang ada, sumber-sumber belajar, media belajar, suasana, dan pelaksanaan kegunaan belajar mengajar. Adapun faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa diantaranya adalah faktor guru. Dalam hal ini guru hendaknya dapat menggunakan teknik penyajian materi pelajaran secara sistematif yang dapat menunjang proses belajar, sehingga dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Keberhasilan suatu proses pembelajaran juga dipengaruhi oleh adanya variasi model pembelajaran yang dipakai oleh guru.
F. Keaktifan Siswa Kecenderungan psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemampuan dan aspirasinya sendiri. Maka belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri. Dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar, siswa dituntut untuk selalu aktif memproses dan mengolah perolehan belajarnya. Untuk dapat memproses dan mengolah perolehan belajarnya secara efektif, pebelajar dituntut untuk aktif secara fisik, intelektual, dan emosional. Keaktifan itu beraneka ragam bentuknya. Mulai dari kegiatan fisik yang mudah kita amati sampai kegiatan psikis yang susah diamati. Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Contoh kegiatan psikis misalnya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan, dan kegiatan psikis yang lain.
Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa bisa berwujud perilaku-perilaku/aktivitasaktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat. Paul B. Diedrich membuat suatu daftar macam kegiatan siswa antara lain dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Visual activities, 2. Oral activities, 3. Listening activities, 4. Writing activities, 5. Drawing activities, 6. Motor activities, 7. Mental activities, 8. Emotional activities. (Sardiman,2010:101). Jadi dengan klasifikasi aktivitas tersebut menunjukkan bahwa aktivitas di sekolah cukup kompleks dan bervariasi, sehingga memungkinkan terjadinya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Di samping siswa yang berperan utama, peran guru juga berpengaruh penting terhadap terciptanya keaktifan dalam pembelajaran. Maka untuk dapat menimbulkan keaktifan belajar pada diri siswa, guru di antaranya dapat melaksanakan perilaku-perilaku berikut: 1. menggunakan multimetode dan multimedia, 2. memberikan tugas secara individual dan kelompok, 3. memberikan kesempatan pada siswa melaksanakan eksperimen dalam kecil,
kelompok
4. memberikan tugas untuk membaca bahan belajar, mencatat hal-hal yang kurang jelas, serta 5. mengadakan tanya jawab dan diskusi.
G. Model Pembelajaran Kooperatif(Cooperative Learning) Model pembelajaran kooperatif adalah model yang terfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Nurhadi : 2004 :112). Dalam pembelajaran ini, siswa belajar di dalam kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalahmasalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif. Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku / ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar. Selama belajar secara kooperatif siswa tetap tinggal dalam kelompoknya selama beberapa kali pertemuan. Mereka diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang aktif, memberikan penjelasan kepada teman sekelompok dengan baik, berdiskusi, dan
sebagainya. Agar terlaksana dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan guru dan saling membantu diantara teman sekelompok untuk mencapai ketuntasan materi. Belajar belum selesai jika salah satu anggota kelompok ada yang belum menguasai materi pembelajaran. Pembelajaran yang menggunakan metode kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya. 2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. 3. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda. 4. Penghargaan lebih berorientasi kelompok daripada individu. Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif yaitu : Fase 1 : Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa. Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi belajar siswa. Fase 2 : Menyampaikan informasi Guru menyampaikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan. Fase 3 : Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar. Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membentuk setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Fase 4 : Membimbing kelompok bekerja dan belajar. Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas. Fase 5 : Evaluasi Guru mengevaluasi cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok. Fase 6 : Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok. (Trianto,2007:48-49). Para ahli telah menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas–tugas akademik, unggul dalam membantu siswa memahami konsep–konsep yang sulit, dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan berfikir kritis. Pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas–tugas akademik. Ketrampilan sosial atau kooperatif berkembang secara signifikan dalam pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif sangat tepat digunakan untuk melatihkan ketrampilan – ketrampilan kerjasama dan kolaborasi, ketrampilkan – ketrampilan tanya jawab, serta belajar untuk dapat menghargai satu sama lain.
H. Model Cooperative Learning
Tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and
Composition) Model pembelajaran CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) ditempatkan dalam kelompok kecil yang heterogen, terdiri dari 4-5 tidak dibedakan atas
jenis kelamin, suku/bangsa, atau tingkat kecerdasan siswa. Jadi, dalam kelompok ini sebaiknya ada siswa yang pandai, sedang atau lemah dan masing-masing siswa merasa cocok satu sama lain. Menurut Amin Suyitno (2005 : 12) kegiatan pokok dalam CIRC untuk memecahkan soal cerita meliputi rangkaian kegiatan bersama yang spesifik, yakni : 1. Salah satu anggota kelompok membaca atau beberapa anggota saling membaca 2. Membuat prediksi atau menafsirkan atas isi soal cerita, termasuk menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan dan memisalkan yang ditanyakan dengan suatu variabel tertentu 3. Saling membuat ikhtisar atau rencana penyelesaian soal cerita 4. Menuliskan penyelesaian soal ceritanya secara urut(menuliskan urutan komposisi penyelesaiannya) 5. Saling merevisi dan mengedit pekerjaan/penyelesaian (jika ada yang perlu direvisi) Dengan mengadopsi model pembelajaran Cooperative Learning tipe CIRC untuk melatih siswa meningkatkan keterampilannya dalam menyelesaikan soal cerita, maka langkah yang ditempuh seorang guru mata pelajaran adalah sebagai berikut: 1. Guru menerangkan suatu materi pokok tertentu kepada peserta didiknya (misalnya dengan metode ceramah). 2. Guru memberikan latihan soal termasuk cara menyelesaikan soal cerita. 3. Guru siap melatih peserta didik untuk meningkatkan keterampilan peserta didiknya dalam menyelesaikan soal cerita melalui penerapan Cooperative Learning tipe CIRC. 4. Guru membentuk kelompok–kelompok belajar peserta didik (Learning Society) yang heterogen. Setiap kelompok terdiri atas 4 atau 5 orang 5. Guru mempersiapkan 1 atau 2 soal cerita dan membagikannya kepada setiap peserta didik dalam kelompok yang sudah terbentuk.
6. Guru memberitahukan agar dalam setiap kelompok terjadi serangkaian kegiatan spesifik, sebagai berikut a. Salah satu anggota kelompok membaca atau beberapa anggota saling membaca soal cerita tersebut. b. Membuat prediksi atau menafsirkan atas isi soal cerita, termasuk menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan memisalkan apa yang ditanyakan dengan suatu variabel tertentu. c. Saling membuat ikhtisar atau rencana penyelesaian soal cerita. d. Menuliskan penyelesaian soal ceritanya secara urut (menuliskan urutan komposisi penyelesaiannya). e. Saling merevisi dan mengedit pekerjaan atau penyelesaian (jika ada
yang perlu
direvisi). f. Menyerahkan hasil tugas kelompok kepada guru. 7. Setiap kelompok bekerja berdasarkan serangkaian kegiatan pola CIRC (Team Study). Guru berkeliling mengawasi kerja kelompok. 8. Ketua kelompok melaporkan kepada guru tentang keberhasilan atau hambatan yang dialami anggota kelompoknya. Jika diperlukan guru dapat memberikan bantuan kepada kelompok secara proporsional. 9. Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah memahami, dan dapat mengerjakan soal cerita yang diberikan guru. 10.Guru meminta kepada perwakilan kelompok tertentu untuk menyajikan temuannya di depan kelas. 11.Guru bertindak sebagai nara sumber atau fasilitator jika diperlukan. 12.Guru memberikan umpan balik dan evaluasi atas materi yang telah dipresentasikan oleh siswa secara singkat (Teaching Group).
13.Guru memberikan skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas (Teams Scores and Teams Recognition). 14.Guru memberikan tugas atau PR soal cerita secara individual kepada para siswa tentang materi pokok yang akan dipelajari. 15.Guru membubarkan kelompok yang dibentuk dan siswa kembali ke tempat duduk masing-masing. 16.Menjelang akhir waktu pembelajaran guru mengulang secara klasikal tentang strategi pemecahan soal cerita. 17.Siswa bersama guru merangkum pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah (Whole – Class Unit). 18.Guru memberikan tes formatif sesuai dengan kompetensi yang ditentukan (Suyitno, 2005 : 12-13). Model CIRC untuk Penerapan konsep Himpunan Mata pelajaran matematika kelas VII semester 2 terdiri dari beberapa bab dan sub bab, salah satunya adalah pokok bahasan himpunan. Pokok bahasan ini dapat diajarkan pada siswa dengan model pembelajaran CIRC. Materi pembelajaran yang diajarkan pada siswa dalam penelitian ini adalah himpunan. Tahapan pada model CIRC adalah sebagai berikut: 1. Guru menentukan suatu pokok bahasan yang akan disajikan kepada para siswanya. 2. Guru menjelaskan kepada seluruh siswa tentang model pembelajaran CIRC . 3. Guru menyiapkan materi bahan ajar yang harus dikerjakan kelompok 4. Guru menjelaskan materi yang akan diajarkan.
5. Guru membentuk kelompok-kelompok kecil dengan anggota 4-5 siswa pada setiap kelompoknya.
Kelompok
dibuat
heterogen
tingkat
kecerdasan
dengan
mempertimbangkan keharmonisan kerja kelompok. 6. Guru menugasi kelompok dengan bahan yang sudah disiapkan. 7. Ketua kelompok, melaporkan keberhasilan kelompoknya/melaporkan kepada guru tentang hambatan yang dialami anggota kelompoknya. Guru dapat memberikan bantuan secara individual. 8. Guru memberikan latihan pendalaman secara klasikal dengan menekankan strategi pemecahan masalah. Menurut penjelasan-penjelasan di atas, kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe CIRC, yaitu: 1. Sangat tepat untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal cerita. 2. Dominasi guru dalam proses pembelajaran kurang 3. Pelaksanaan program sederhana 4. Siswa termotivasi pada hasil secara teliti karena bekerja dalam kelompok 5. Para siswa dapat memahami makna soal dan saling mengecek pekerjaannya 6. Mengurangi perilaku siswa yang mengganggu 7. Membantu siswa yang lemah 8. Meningkatkan hasil belajar. Kelemahan dari model pembelajaran kooperatif tipe CIRC, yaitu pada saat presentasi hanya siswa yang aktif saja yang tampil.
I.
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) Pembelajaran kontekstual merupakan prosedur pendidikan yang bertujuan membantu peserta didik memahami makna bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran kontekstual terdapat asumsi, antara lain: 1. Belajar yang baik adalah jika peserta didik terlibat secara pribadi dalam pengalaman belajarnya. 2. Pengetahuan harus ditemukan peserta didik sendiri agar mereka memiliki arti atau dapat membuat distingsi berbagai perilaku yang mereka pelajari. 3. Peserta didik harus memiliki komitmen terhadap belajar dalam keadaan paling tinggi dan berusaha secara aktif untuk mencapainya dalam kerangka kerja tertentu. (Suprijono,2009:80). Prinsip pembelajaran kontekstual, antara lain: 1. Adanya ketergantungan Ketergantungan merupakan sistem yang mengintegrasikan berbagai komponen pembelajaran dan komponen tersebut saling mempengaruhi secara fungsional. 2. Adanya keanekaragaman Keanekaragaman mendorong berpikir kritis pesera didik untuk menemukan hubungan diantara entitas-entitas yang beraneka ragam itu. 3. Pengaturan diri Prinsip ini mendorong pentingnya peserta didik mengeluarkan seluruh potensi yang dimilikinya. (Suprijono,2009:80-81).
Berdasarkan Center for Occupational Research and Development (CORD) penerapan strategi pembelajaran kontekstual digambarkan sebagai berikut: 1. Relating, belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata. 2. Experiencing, belajar adalah kegiatan “mengalami”, peserta didik berproses secara aktif dengan hal yang dipelajari, berupaya melakukan eksplorasi, mengkaji dan berusaha menemukan dan menciptakan hal baru yang dipelajarinya. 3. Applying, belajar menekankan pada proses mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki dalam konteks dan pemanfaatannya. 4. Cooperating, belajar merupakan proses kolaboratif dan kooperatif melalui belajar kelompok, komunikasi interpersonal atau hubungan intersubjektif. 5. Transferring, belajar menekankan pada terwujudnya kemampuan memanfaatkan pengetahuan dalam situasi atau konteks baru. (Suprijono,2009:83-84). Ada tujuh komponen pembelajaran kontekstual, yaitu: 1. Kontruktivisme Pengetahuan dibangun melalui proses asimilasi dan akomodasi. Belajar berbasis kontruktivisme menekankan pemahaman pada pola dari pengetahuan. 2. Inkuiri Kata kunci pembelajaran kontekstual salah satunya adalah penemuan. Belajar penemuan menunjuk pada proses dan hasil belajar. 3. Bertanya Melalui berbagai pertanyaan peserta didik dapat melakukan probing, sehingga informasi yang diperolehnya lebih dalam.
4. Masyarakat Belajar Melalui interaksi dalam komunitas belajar proses dan hasil belajar menjadi lebih bermakna. 5. Pemodelan Melalui pemodelan peserta didik dapat meniru terhadap hal yang dimodelkan. 6. Refleksi Refleksi adalah bagian penting dalam pembelajaran kontekstual. 7. Penilaian Autentik Penilaian autentik adalah upaya pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar peserta didik. (Suprijono,2009:85-88). Alasan pendekatan kontekstual menjadi pilihan: 1. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan peserta didik menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong peserta didik mengkonstruksi pengetahuan di benak mereka sendiri. 2. Melalui landasan filosofi konstruktivisme, pendekatan ini menjadi alternative strategi belajar yang baru, dimana peserta didik diharapkan belajar melalui mengalami bukan menghafal. J. Uraian Materi Tentang Himpunan 1. Diagram Venn Himpunan dapat dinyatakan dalam bentuk gambar yang dikenal sebagai diagran Venn. Dalam membuat diagram Venn yang perlu diperhatikan, yaitu: a. Himpunan semesta (S) digambarkan sebagai persegi panjang dan huruf S diletakkan di sudut kiri atas persegi panjang.
b. Setiap himpunan yang dibicarakan (selain himpunan kosong) ditunjukkan oleh kurva tertutup. c. Setiap anggota ditunjukkan dengan noktah (titik). d. Bila anggota suatu himpunan banyak sekali, maka anggota-anggotanya tidak perlu dituliskan. S
S
B
A
Himpunan biasa
Himpunan Semesta
Contoh Soal: Kelompok PKK di Desa Mustika Jaya, mendata ibu-ibu yang pandai dalam suatu pekerjaan seperti terlihat pada diagram Venn di bawah ini: S
R Tuti Yati Sri
I Munar Jenab
Siti Misnu
Nani Ade Kokom
Ati
Tati
S = {ibu PKK Desa Mustika Jaya} R = {ibu yang pandai memasak} I = {ibu yang pandai menjahit} a. Berapa orang yang pandai memasak? b. Berapa orang yang pandai memasak dan menjahit? c. Berapa orang yang belum pandai keduanya? d. Berapa orang yang hanya pandai menjahit?
e. Berapa orang yang hanya pandai memasak? Jawab: a. ada 6 orang yang pandai memasak b. ada 2 orang yang pandai memasak dan menjahit c. ada 3 orang yang belum pandai keduanya d. ada 3 orang yang hanya pandai menjahit e. ada 4 orang yang hanya pandai memasak 2. Hubungan Antar Himpunan Berikut ini akan dipelajari macam-macam hubungan antara himpunan yang satu dengan himpunan lainnya. a. Himpunan Saling Lepas Dua buah himpunan disebut saling lepas atau saling asing bila kedua himpunan itu tidak mempunyai anggota persekutuan. Himpunan saling lepas dinotasikan dengan // atau ⊃⊂ b. Himpunan tidak saling lepas Dua himpunan tidak saling lepas dapat ditinjau dari dua keadaan, yaitu: 1) Himpunan yang satu bukan merupakan himpunan bagian yang lain S
T
R 1 9
3 5 7
2 10 12
Dari dua himpunan itu terlihat bahwa: R ⊄ T, karena 1 ∈ R tetapi 1 ∉ T T ⊄ R, karena 2 ∈ T tetapi 2 ∉ R
2) Himpunan yang satu merupakan himpunan bagian dari himpunan yang lain S
T 2 4
K 3
1
6
7
5
Dua himpunan dikatakan tidak saling lepas bila kedua himpunan itu mempunyai anggota persekutuan. c. Himpunan yang Sama (=) Dua himpunan dikatakan sama apabila keduanya mempunyai anggota yang sama. Dengan kata lain A = B, apabila A ⊆ B dan B ⊆ A. d. Himpunan yang Ekuivalen (~) Dua himpunan A dan B yang berhingga dikatakan ekuivalen apabila n(A) = n(B) dan dituliskan sebagai A ~ B. Contoh Soal: Diberikan: B = {bilangan prima antara 10 dan 15}, dan K = {bilangan ganjil antara 4 da 9}. Dari himpunan-himpunan di atas, apakah pasangan himpunan itu: a. sama,
b. ekuivalen,
c. saling lepas?
Jawab: B = {11, 13} dan K = {5, 7} Hal ini berarti n(B)= 2 dan n(K) = 2. a. B ≠ K, karena B ⊄ K dan K ⊄ B. b. Ya, B~K, karena n(B) = n(K) = 2
c. Ya, B // K, karena semua anggota B tidak ada persekutuan dengan semua anggota K. 3. Irisan ( ∩ ) a. Pengertian Irisan Dua Himpunan Perhatikan dua himpunan di bawah ini: S
Q
P b d f
a c e g
h
P ∩ Q
P = {a, b, c, d, e, f, g}, Q = {a, c, e, g, h}. Terlihat bahwa anggota persekutuan P dan Q adalah a, c, e, dan g. Hal ini berarti P dan Q beririsan dan ditulis P ∩ Q = {a, c, e, g}. Irisan P dan Q adalah himpunan yang anggotanya merupakan anggota P sekaligus anggota Q, ditulis dengan notasi pembentuk himpunan sebagai: P ∩ Q = {x | x ∈ P dan x ∈ Q}. b. Menentukan Irisan Dua Himpunan Irisan dua himpunan dapat ditinjau dari persekutuan dua himpunan itu atau dari hubungan antar himpunannya. 1) Himpunan yang satu merupakan himpunan bagian yang lain S
Q P 1
2 3
4
P ∩ Q = P
Misalkan P = {1, 2, 3} dan Q = {1, 2, 3, 4}, maka hubungan antara P dan Q adalah P ⊆ Q dan irisan kedua himpunan itu adalah P ∩ Q = {1, 2, 3} = P (lihat gambar di atas). 2) Kedua himpunan sama S
P Q r
m i
a t
P∩Q = P = Q
Misalkan P = {r, a, m, t, i} dan Q = {t, i, r, a, m}. Hubungan antara himpunan P dan Q adalah P = Q, maka P ∩ Q = {t, i, r, a, m} = {r, a, m, t, i} = P = Q (lihat gambar). Diagram Venn untuk P ∩ Q dapat dilihat pada gambar di atas. Pada gambar terlihat n(P) = n(Q) = n(P ∩ Q) = 5 3) Kedua himpunan saling lepas S
Q
P 1
3
a
b
7
5
c
d
P ∩ Q = Ø
Misalkan P = {1, 3, 5, 7} dan Q = {a, b, c, d}. Keterhubungan antara P dan Q adalah P // Q (saling lepas) dan P ~ Q (ekuivalen), maka P ∩ Q = Ø atau P ∩ Q = { }(lihat gambar di atas). Diagram Venn untuk P ∩ Q, ditunjukkan pada gambar di atas. Pada gambar terlihat bahwa: n(P) = 4, n(Q) = 4, dan n(P ∩ Q) = 0. 4) Kedua himpunan tidak saling lepas, tetapi juga bukan merupakan himpunan bagian yang lain
S
Q
P 1 4 5
2
7
3
6
Misalkan: P = {1, 2, 3, 4, 5} dan Q = {2, 3, 6, 7}. Keterhubungan antara P dan Q adalah berpotongan atau tidak saling lepas , maka P dan Q = P ∩ Q = {2, 3}. Contoh Soal: Perhatikan gambar di bawah ini: B
A
S c d a
e
g
f
h b
S = {penghuni Hotel Indonesia} A = {penghuni yang menyukai teh} B = {penghuni yang menyukai kopi} Tentukan: a. Berapa banyak penghuni yang menyukai teh? b. Berapa banyak penghuni yang tidak menyukai kopi tetapi menyukai teh? c. Berapa banyak penghuni yang menyukai teh dan kopi? d. Berapa banyak penghuni yang tidak menyukai keduanya? Jawab: a. n(A) = 4 b. tidak menyukai kopi tetapi menyukai teh = 2
c. n(A ∩ B) = 2 d. tidak menyukai keduanya = 2
4. Gabungan ( ∪ ) Operasi gabungan pada himpunan disimbolkan dengan “ ∪ ”. Misalkan, P = {2, 3, 4, 5} dan Q = {1, 2, 4, 7}, maka P ∪ Q = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7}. S
P 3 5
Q 2
1
4
7
P ∪ Q
Gabungan dua himpunan dapat ditentukan dari keterhubungan antar himpunan tersebut. Yaitu: a. Himpunan yang satu merupakan himpunan bagian yang lain b. Kedua himpunan sama c. Kedua himpunan saling lepas d. Kedua himpunan tidak saling lepas, tetapi juga bukan merupakan himpunan bagian yang lain.
5. Komplemen Perhatikan Q yang merupakan subset dari S berikut ini. S = {Mozart, Bach, Beethoven, Bizett, Strauss, Haydn, Schubert} Q = {Bach, Beethoven, Bizett} Himpunan S yang anggotanya selain anggota himpunan Q adalah:
{Mozart, Strauss, Haydn, Schubert}. Himpunan bagian dari S ini disebut komplemen Q dan ditulis Q′ (atau Qc) Q′ dibaca “komplemen Q” atau “bukan Q”. 6. Banyaknya Anggota Irisan, Gabungan, Komplemen dan Selisih Untuk menentukan banyaknya anggota dari irisan, gabungan, komplemen, dan selisih dari dua himpunan atau lebih, dapat digunakan diagram Venn atau rumusan dari operasi himpunan tersebut. Contoh: n(A ∩ B)
S
B
A p ‐ r
r
q ‐ r
n(A ∪ B)
Dari diagram venn di atas diperoleh: Banyaknya anggota himpunan A adalah n(A) = p Banyaknya anggota himpunan B adalah n(B) = q Banyaknya anggota himpunan A ∩ B adalah n(A ∩ B) = r Banyaknya anggota himpunan A ∪ B adalah n(A ∪ B) = (p – r) + r + (q – r) =p–r+r+q–r =p+q–r n(A ∪ B) = n(A) + n(B) – n(A ∩ B) Jadi, rumus banyaknya anggota himpunan A ∪ B dan A ∩ B ditentukan oleh: n(A ∪ B) = n(A) + n(B) – n(A ∩ B) n(A ∩ B) = n(A) + n(B) – n(A ∪ B) n(A ∪ B)′ = n(S) – n(A ∪ B)
Contoh Soal: Di kelas 1A terdapat 37 siswa di mana 7 orang gemar IPA, 4 orang gemar matematika tetapi tidak gemar IPA, dan 5 orang gemar keduanya. Tentukan banyaknya siswa yang: a. gemar IPA tapi tidak gemar matematka, b. gemar matematika, c. tidak gemar matematika, d. gemar matematika atau IPA, e. tidak gemar keduanya Jawab: Misalkan: S = himpunan siswa kelas 1A. P = himpunan siswa yang gemar IPA. M = himpunan siswa yang gemar matematika. n(S) = 37, n(P) = 7, n(M – P) = 4, dan n(P ∩ M) = 5 a. Banyaknya siswa yang gemar IPA tetapi
S
P
tidak gemar matematika:
2
n(P – M) = n(P) – n(P ∩ M) = 2 orang
M 5
4
7 – 5 = 2
b. Banyaknya siswa yang gemar matematika S
n(M) = n(M – P) + n(P ∩ M)
P 2
= 4 + 5 = 9 orang.
M 5
4
5 + 4 = 9
c. Banyaknya siswa yang tidak gemar matematika n(M′) = n(S) – n(M)
= 37 – 9 = 28 orang. d. Banyaknya siswa yang gemar matematika atau IPA n(P ∪ M) = n(P) + n(M) – n(P ∩ M) =7+9–5 = 11 orang. e. Banyaknya siswa yang gemar keduanya n(P ∪ M)′ = n(S) – n(P ∪ M) = 37 – 11 = 26 orang.
K. Kerangka Berfikir Berdasarkan latar belakang dan landasan teori yang telah dikemukakan, maka dapat diambil suatu kerangka pemikiran sebagai berikut. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses atau kegiatan guru mata pelajaran matematika dalam mengajarkan matematika kepada para siswanya, yang didalamnya terkandung upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa tentang matematika yang amat beragam agar tejadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa dalam mempelajari matematika tersebut (Suyitno, 2004:2). Keberhasilan sebuah proses pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama siswa, fasilitas, guru, metode, system evaluasi. Faktor-faktor itu saling berkaitan langsung dan sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pembelajaran. Efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran itu juga harus dilakukan melalui pemaduan seluruh faktor.
Salah satu faktor yang berpengaruh kuat terhadap ketercapaian keberhasilan itu adalah faktor pilihan metode. Pilihan metode yang tepat atau mampu memberikan motivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Hal ini berarti akan sangat membantu siswa dalam meningkatkan daya serap terhadap sebuah materi pokok yang disampaikan guru. Mengingat kemampuan siswa dalam menyerap informasi berbeda-beda maka pemilihan metode harus disesuaikan dengan kondisi siswa dan pokok bahasan yang menjadi materi ajar, apalagi dalam pembelajaran matematika, proses pembelajaran tidak cukup hanya melalui tranfer ilmu atau informasi saja. Proses pembelajaran matematika harus lebih diarahkan kepada latihan-latihan soal, agar siswa terbiasa menghadapi persoalan atau kasus. Semakin sering siswa berhadapan dengan persoalan, akan semakin membantu siswa dalam memecahkan persoalan dan mengintegrasikan suatu persoalan terhadap persoalan lain. Guru dapat menggunakan metode pembelajaran yang tepat, yang diharapkan dapat membantu siswa dalam mengembangkan pengetahuan secara aktif. Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk saling bekerjasama dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Selain itu, melatih siswa untuk lebih bertanggung jawab dan lebih aktif. Dalam pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual ini awalnya guru memberikan materi tentang Himpunan dan indikator pencapaian konsep yang ingin dicapai. Selanjutnya guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok. Setelah itu, guru membagi tugas berupa soal cerita yang berkaitan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata kepada setiap kelompok. Guru berkeliling mengawasi, membimbing dan membantu kelompok dalam mengerjakan
tugas. Setiap ketua kelompok melaporkan kepada guru tentang keberhasilan atau hambatan yang dialami anggota kelompoknya. Setelah selesai guru meminta kepada perwakilan setiap kelompok untuk mempresentasikannya di depan kelas. Dengan langkah-langkah tersebut diharapkan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual ini dapat: 1. Meningkatkan daya serap siswa terhadap mata pelajaran matematika. 2. Meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. 3. Memupuk keberanian siswa untuk berinisiatif dan mengembangkan rasa tanggung jawab. 4. Siswa terbiasa menghadapi kasus, sehingga membantu siswa dalam
memecahkan
kasus dan mengintegrasikan suatu kasus terhadap kasus yang lain.
L. Hipotesis Tindakan Berdasarkan uraian kerangka berpikir di atas, maka dapat diambil suatu hipotesis tindakan dari penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) dengan pendekatan kontekstual pada materi pokok himpunan dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas VIIB semester 2 SMP Negeri 4 Juwana Pati.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian dan Subjek Penelitian Lokasi penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMP N 4 Juwana Pati dengan subjek penelitian adalah siswa kelas VII B semester 2 SMP N 4 Juwana Pati tahun pelajaran 2010/2011, yang berjumlah 40 siswa.
B. Faktor Penelitian Agar mampu menyelesaikan permasalahan dalam penelitian ini, maka faktor yang akan diteliti yaitu: 1. Faktor siswa Kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah materi pokok himpunan, keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dan kerjasama antara siswa dalam suatu kelompok tersebut. 2. Faktor guru Melihat cara guru dalam mengembangkan penerapan model pembelajaran CIRC dengan pendekatan kontekstual, penguasaan materi, kemampuan membimbing dan
berkomunikasi dengan siswa, menarik kesimpulan dan kesesuaian pelaksanaan pembelajaran berdasarkan rencana pembelajaran.
C. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian berupa penelitian tindakan kelas yang terdiri dari empat 59
komponen pokok yaitu: perencanaan (Planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflektion). Hubungan antara keempat komponen tersebut menunjukkan sebuah siklus atau kegiatan berkelanjutan berulang. Siklus inilah yang sebetulnya menjadi salah satu ciri utama dari penelitian tindakan. Ada dua siklus yang dirancang dalam penelitian tindakan kelas ini, yaitu siklus I dan siklus II. Hal ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan model kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading and Composition dengan pendekatan Kontekstual dan hasil belajar siswa pada kompetensi dasar Himpunan. Setiap siklus terdiri atas empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Berikut ini akan diuraikan secara singkat untuk masing-masing siklus: 1. Siklus I a. Perencanaan 1) Mengidentifikasi dan merumuskan masalah, dalam hal ini peneliti memilih pokok bahasan himpunan. 2)
Merancang
Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran
(RPP)
menggunakan
implementasi pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual pada materi himpunan. 3) Merancang pembentukan kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4 atau 5 siswa dengan memperhatikan penyebaran kemampuan siswa.
4) Membuat soal evaluasi yang disesuaikan dengan materi yang diajarkan. 5) Menyusun lembar kerja, angket, dan lembar observasi. Lembar kerja akan diberikan kepada siswa yang digunakan untuk menyelesaikan soal yang sesuai dengan tahapan pemecahan soal dan lembar observasi yang akan digunakan oleh peneliti adalah lembar pengamatan dan lembar observasi keaktifan siswa.
b. Pelaksanaan Tindakan 1) Guru memberikan motivasi mengenai pentingnya materi himpunan untuk kehidupan sehari-hari. 2) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan apersepsi. 3) Guru menjelaskan kepada seluruh siswa tentang akan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual sebagai suatu variasi model pembelajaran. 4) Guru melakukan tanya jawab untuk menarik perhatian dan minat belajar siswa tentang materi himpunan. 5) Guru menyajikan materi himpunan secara garis besar (komponen teaching group). 6) Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang telah di dapatnya. 7) Guru memberikan contoh latihan soal dan meminta siswa untuk menemukan dan menyelesaikannya sendiri. 8) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang heterogen, setiap kelompok terdiri dari 5 orang.
9) Guru membagikan soal-soal materi himpunan yang berkaitan dengan masalah kontekstual 10) Guru memberitahukan agar dalam setiap kelompok terjadi serangkaian kegiatan spesifik sebagai berikut : a) Salah satu anggota kelompok membaca atau beberapa anggota saling membaca soal. b) Membuat prediksi atau menafsirkan atas isi soal cerita. c) Saling membuat ikhtisar atau rencana penyelesaian soal cerita. d) Menuliskan penyelesaian soal cerita secara urut (menuliskan
urutan
komposisi penyelesaiannya). e) Saling merevisi dan mengedit pekerjaan atau penyelesaian (jika ada yang perlu direvisi). 11) Guru berkeliling memberi motivasi, membimbing dengan instruksi seminimal mungkin serta mengawasi kegiatan kelompok dalam mengkonstruksi dan menyelesaikan pengetahuan baru yang didapat. 12) Setelah selesai diskusi, guru meminta perwakilan setiap kelompok untuk menyajikan temuannya di depan kelas. 13) Guru memberikan umpan balik dan evaluasi atas materi yang telah dipresentasikan oleh siswa secara singkat (Teaching Group). 14) Guru memberikan skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yang dapat menyelesaikan soal. 15) Guru memberikan latihan soal (evaluasi) secara individu. 16) Setelah siswa selesai mengerjakan, maka pekerjaan masing-masing siswa dikumpulkan. Kemudian siswa bersama guru menyimpulkan materi yang telah dipelajari.
c. Pengamatan Pengamatan dilakukan oleh peneliti sebagai observator sebagai berikut: 1) Observasi terhadap siswa a) Peneliti mengamati keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. b) Peneliti mengamati komunikasi guru dan siswa c) Peneliti mengamati kemampuan siswa dalam mengemukakan ide jawaban selama proses pengajaran selain itu juga pengamatan berdasarkan tugas yang dikerjakan kelompok. 2) Observasi terhadap guru Pengamatan kinerja guru berdasarkan atas kemampuan guru dalam mengajar seperti memotivasi siswa, menciptakan suasana aktif belajar, penguasaan materi, membimbing dan menanggapi siswa dalam tanya jawab, membimbing siswa dalam diskusi, penekanan pada materi penting, pengamatan terhadap kegiatan siswa, membimbing siswa dalam menarik kesimpulan.
d. Refleksi Mendiskusikan hasil pengamatan untuk perbaikan pada pelaksanaan siklus II. Adapun perlu yang diperbaiki pada siklus II adalah berdasarkan data hasil pengamatan dan tes pada siklus I baik keaktifan siswa dalam diskusi, bertanya dan mengemukakan pendapat, menulis pada papan tulis, kemampuan siswa dalam menyegah pendapat siswa lain ataupun kemampuan siswa dalam menarik kesimpulan.
2. Siklus II a. Perencanaan 1) Mengidentifikasi dan merumuskan masalah, dalam hal ini peneliti memilih pokok bahasan himpunan. 2)Merancang
Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran
(RPP)
menggunakan
implementasi pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual pada materi himpunan. 3) Merancang pembentukan kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4 atau 5 siswa dengan memperhatikan penyebaran kemampuan siswa. 4) Membuat soal evaluasi yang disesuaikan dengan materi yang diajarkan. 5) Menyusun lembar kerja, angket, dan lembar observasi. Lembar kerja akan diberikan kepada siswa yang digunakan untuk menyelesaikan soal yang sesuai dengan tahapan pemecahan soal dan lembar observasi yang akan digunakan oleh peneliti adalah lembar pengamatan dan lembar observasi keaktifan siswa. b. Pelaksanaan Tindakan 1) Guru memberikan motivasi mengenai pentingnya materi himpunan untuk kehidupan sehari-hari. 2) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan apersepsi. 3) Guru menjelaskan kepada seluruh siswa tentang akan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual sebagai suatu variasi model pembelajaran. 4) Guru melakukan tanya jawab untuk menarik perhatian dan minat belajar siswa tentang materi himpunan.
5) Guru menyajikan materi himpunan secara garis besar (komponen teaching group). 6) Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang telah di dapatnya. 7) Guru memberikan contoh latihan soal dan meminta siswa untuk menemukan dan menyelesaikannya sendiri. 8) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang heterogen, setiap kelompok terdiri dari 5 orang. 9) Guru membagikan soal-soal materi himpunan yang berkaitan dengan masalah kontekstual 10) Guru memberitahukan agar dalam setiap kelompok terjadi serangkaian kegiatan spesifik sebagai berikut : a) Salah satu anggota kelompok membaca atau beberapa anggota saling membaca soal. b) Membuat prediksi atau menafsirkan atas isi soal cerita. c) Saling membuat ikhtisar atau rencana penyelesaian soal cerita. d)Menuliskan penyelesaian soal cerita secara urut (menuliskan
urutan
komposisi penyelesaiannya). e) Saling merevisi dan mengedit pekerjaan atau penyelesaian (jika ada yang perlu direvisi). 11)Guru berkeliling memberi motivasi, membimbing dengan instruksi seminimal mungkin serta mengawasi kegiatan kelompok dalam mengkonstruksi dan menyelesaikan pengetahuan baru yang didapat. 12) Setelah selesai diskusi, guru meminta perwakilan setiap kelompok untuk menyajikan temuannya di depan kelas
13)Guru memberikan umpan balik dan evaluasi atas materi yang telah dipresentasikan oleh siswa secara singkat (Teaching Group). 14) Guru memberikan skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yang dapat menyelesaikan soal. 15) Guru memberikan latihan soal (evaluasi) secara individu. 16) Setelah siswa selesai mengerjakan, maka pekerjaan masing-masing siswa dikumpulkan, kemudian siswa bersama guru menyimpulkan materi yang telah dipelajari. c. Pengamatan Pengamatan dilakukan oleh peneliti sebagai observator sebagai berikut: 1) Observasi terhadap siswa a) Peneliti mengamati keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. b) Peneliti mengamati komunikasi guru dan siswa c) Peneliti mengamati kemampuan siswa dalam mengemukakan ide jawaban selama proses pengajaran selain itu juga pengamatan berdasarkan tugas yang dikerjakan kelompok. 2) Observasi terhadap guru Pengamatan kinerja guru berdasarkan atas kemampuan guru dalam mengajar seperti memotivasi siswa, menciptakan suasana aktif belajar, penguasaan materi, membimbing dan menanggapi siswa dalam tanya jawab, membimbing siswa dalam diskusi, penekanan pada materi penting, pengamatan terhadap kegiatan siswa, membimbing siswa dalam menarik kesimpulan.
d. Refleksi Pada siklus II peneliti bersama-sama dengan guru belajar mendiskusikan hasil pengamatan dan hasil evaluasi yang telah diberikan siswa setelah berakhirnya siklus II, peneliti bersama-sama guru pengajar melakukan analisis data yang diperoleh selama proses pembelajaran pada siklus I dan siklus II. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan penelitian kelas yang telah dilaksanakan.
D. Data dan Cara Pengambilan Data 1. Sumber data Sumber data penelitian ini adalah siswa dan guru kelas VII B SMP N 4 Juwana Pati tahun pelajaran 2010/2011. 2. Jenis data Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif yang terdiri dari: a. Data kualitatif Data tentang pelaksanaan pembelajaran oleh guru dan data tentang keaktifan siswa. b. Data Kuantitatif Data hasil belajar siswa atau hasil evaluasi siswa. 3. Cara pengambilan data a. Data tentang pelaksanaan pembelajaran oleh guru diambil dengan lembar observasi guru. b. Data tentang keaktifan siswa diambil dengan lembar observasi siswa. c.Data hasil belajar siswa diambil dari hasil evaluasi siswa.
E. Uji Instrumen 1. Penyusunan instrumen Untuk memperoleh data digunakan metode tertentu yang tepat dan juga diperlukan alat bantu untuk memperoleh data tersebut yaitu instrumen pengumpulan data. Prosedur yang digunakan dalam penyusunan instrumen yang baik adalah ; a. Perencanaan, meliputi perumusan tujuan, menentukan variabel, kategori variabel. b. Penulisan butir soal, atau item questioner, penyusunan skala penyusun pedoman wawancara. c. Penyuntingan, yaitu melengkapi instrumen dengan pedoman mengerjakan, surat pengantar, kunci jawaban dan lain-lain yang perlu. d. Uji coba, baik dalam skala kecil maupun besar. e. Penganalisisan hasil, analisis item-item yang dirasa kurang baik, denagan mendasarkan diri pada data yang diperoleh sewaktu uji coba. (Arikunto, 2002:142-143) 2. Pelaksanaan uji instrumen Sebelum penelitian dilakukan,instrumen berupa tes yang akan di uji cobakan pada kelas VII B, agar instrumen memiliki syarat-syarat hasil belajar yang baik maka harus memenuhi validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran yang menjadi syarat itu baik atau tidak. a. Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat validitas tinggi. Sebaliknya instrument yang kurang valid berarti mempunyai validitas rendah. Validitas berkenaan dengan ketepatan dengan alat penilai (instrumen) terhadap aspek yang dinilai sehingga benar-benar menilai apa yang seharusnya dinilai.
Validitas
empiris dari tes ini dicari validitas butir soal dengan skor total.
Rumus yang digunakan adalah korelasi produk moment sebagai berikut :
rxy =
N ⋅ ∑ XY − ∑ X ⋅ ∑ Y
[(N ⋅ ∑ X
2
) − (∑ X ) ][(N ⋅ ∑ Y ) − (∑ Y ) ] 2
2
2
Keterangan : rxy
: korelasi antara x dan y
X
: skor tiap butir soal
Y
: skor total
N
: banyaknya siswa yang mengerjakan soal
Harga rxy yang diperoleh dari tiap-tiap butir soal jika rxy > rtabel
dengan taraf
signifikan 5% maka soal tersebut dikatakan valid (Suharsimi Arikunto, 2007:72) Kriteria validitas : 0,80 ≤ r11 ≤ 1,00 : kategori sangat tinggi 0,60 ≤ r11 < 0,80 : kategori tinggi 0,40 ≤ r11 < 0,60 : kategori cukup 0,20 ≤ r11 < 0,40 : kategori rendah 0,00 ≤ r11 < 0,20 : kategori sangat rendah (Suharsimi Arikunto,2007:75) b. Reliabilitas tes Reliabilitas suatu alat ukur atau alat evaluasi dimaksudkan sebagai suatu alat yang memberikan hasil tetap sama. Suatu instrument dikatakan reabel jika hasil evaluasi tersebut relatife tetap jika digunakan untuk subjek yang sama dalam waktu yang berlainan. Atau dapat berubah tetapi tidak mengalami perubahan yang berarti signifikan.
Untuk keperluan mencari reliabilitas butir soal tes uraian, maka rumus yang digunakan adalah rumus alpa. Rumus sebagai berikut : 2 ⎛ n ⎞ ⎛ ∑ σi ⎞ r11 = ⎜ ⎟ ⎜ 1- 2 ⎟⎟ σt ⎠ ⎝ n-1 ⎠ ⎜⎝
r11
: reliabilitas yang di cari
n
: banyaknya butir soal
∑σ σ t2
2 i
: jumlah varians skor tiap-tiap item : varian total
(Suharsimi Arikunto, 2007:109) dengan mengunakan rumus varians yang digunakan adalah : ⎡ (∑ X )2 ⎤ ⎥ ∑X −⎢ N ⎥ ⎢ ⎣ ⎦ σ i2 = N
⎡ (∑ Y )2 ⎤ ⎥ ∑ Y2 − ⎢ N ⎥ ⎢ ⎦ ⎣ σ t2 = N
2
∑Χ : Jumlah skor tiap item N
: Jumlah siswa
∑Χ2 : Jumlah kuadrat skor tiap item ∑Y : Jumlah skor semua item ∑Y2 : Jumlah kuadrat skor semua item (Arikunto, 2007:97) Klasifikasi reliabilitas test 0,80 ≤ r11 < 1,00
: kategori sangat tinggi
0,60 ≤ r11 < 0,80
: kategori tinggi
0,40 ≤ r11 < 0,60
: kategori cukup
0,20 ≤ r11 < 0,40
: kategori rendah
0,00 ≤ r11 < 0,20
: kategori sangat rendah
(Arikunto, 2007:75) c. Taraf kesukaran test Suatu soal dikatakan baik apabila soal tersebut tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Para ahli tes menentukan tingkat kesukaran berdasarkan seberapa banyak peserta tes dapat menjawab benar pada soal yang diberikan. Menentukan taraf kesukaran soal dimaksudkan untuk mengetahui apakah butir soal sesuai dengan yang telah direncanakan dalam spesifikasi instrumen. Taraf kesukaran dilambangkan dengan hurur P dan dihitung dengan rumus : P=
F ×100% N
Keterangan : P = taraf kesukaran F = jumlah siswa yang gagal N = jumlah seluruh siswa Taraf kesukaran diklasifikasikan sebagai berikut : Jika diperoleh prosentase < 27%, maka dikategorikan soal mudah Jika diperoleh prosentase 27 % - 72%, maka dikategorikan soal sedang Jika diperoleh prosentase > 72, maka dikategorikan soal sukar Butir soal yang baik adalah butir soal yang mempunyai proporsi antara 27% sampai dengan 72% atau butir soal dengan kategori sedang. (Zaenal Arifin, 1991 : 135). d. Daya pembeda Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh
(berkemampuan rendah). Adapun langkah-langkah untuk menghitung daya pembeda sebagai berikut: 1) Skor hasil tes uji coba diranking yaitu dengan mengurutkan skor atas dari skor tertinggi sampai terendah. 2) Mengelompokkan skor tes uji coba menjadi dua kelompok, yaitu kelompok atas 50% dan kelompok bawah 50%, rumus yang digunakan adalah:
(M H − M L )
t=
∑x
2
1
+ ∑ x2
2
ni(ni − 1)
Keterangan: MH
= rata-rata kelompok atas
ML
= rata-rata kelompok bawah
∑x
2 1
∑x ni
2 2
= Jumlah kuadrat deviasi individu kelompok atas = Jumlah kuadrat deviasi individu kelompok bawah = 27% x N, dengan N = jumlah peserta tes
Jika thitung > ttabel, maka daya pembeda soal signifikan. Jika thitung < ttabel, maka daya pembeda soal tidak signifikan. Dengan dk = (n1 – 1) + (n2 – 1) dan α = 5% (Zainal Arifin, 1991 : 141).
F. Analisis Data
Dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini penulis memperoleh data berdasarkan :
1. Data aktivitas Siswa Untuk mengetahui seberapa besar keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar matematika, maka analisis ini dilakukan pada instrumen lembar observasi dengan menggunakan teknik deskriptif melalui prosentase. Adapun perhitungan prosentase keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar sebagai berikut : Prosentase (%) =
n x 100% N
Keterangan : n : Skor yang diperoleh tiap siswa N : Jumlah seluruh skor % : Tingkat prosentase yang ingin dicapai Kriteria penafsiran variable penelitian ini ditentukan : > 75%
: keaktifan tinggi
65% - 75%
: keaktifan sedang
< 65%
: keaktifan rendah
(Ali, 1984:184). 2. Data mengenai hasil belajar Data mengenai hasil belajar diambil dari kemampuan kognitif siswa dalam memecahkan masalah dianalisis dengan cara menghitung rata-rata nilai dan ketuntasan belajar secara klasikal. Adapun rumus yang digunakan: a. Menghitung rata-rata nilai (mean) Untuk menghitung rata-rata secara klasikal, digunakan rumus rata-rata nilai. −
x=
∑x N
Keterangan :
−
x
: rata-rata nilai
∑x
: jumlah seluruh nilai
N
: jumlah siswa (Arikunto 2007:264)
b. Menghitung ketuntasan belajar Hasil belajar berupa kemampuan kognitif siswa dalam memecahkan masalah dianalisis dengan cara menghitung ketuntasan belajar yaitu: 1) Ketuntasan belajar individu Ketuntasan belajar individu dapat dihitung dengan menggunakan analisis deskriptif prosentase yaitu: Prosentase( %) =
Jumlah nilai yang diperoleh tiap siswa x 100% Jumlah seluruh nilai
2) Ketuntasan belajar klasikal Ketuntasan belajar klasikal dapat dihitung dengan menggunakan analisis deskriptif prosentase yaitu: Prosentase (%) =
jumlah siswa yang tuntas belajar individu X 100% Jumlah seluruh siswa
(Arikunto,2006 :120) Keberhasilan kelas dilihat dari jumlah siswa yang mampu menyelesaikan atau mencapai minimal 65%, sekurang-kurangnya 85% dari jumlah peserta didik yang ada di kelas tersebut (Mulyasa, 2004:99). 3. Tingkat kinerja guru Untuk mengetahui seberapa kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran matematika, digunakan rumus: Prosentase (%) =
n × 100% N
Keterangan: n = skor yang diperoleh guru N = jumlah seluruh skor maksimal % = tingkat prosentase yang ingin dicapai Kriteria : 86% - 100% = kinerja guru sangat tinggi 76% - 85% = kinerja guru baik 66% - 75% = kinerja guru cukup < 65%
= kinerja guru kurang.
G. Indikator keberhasilan
Penelitian ini dikatakan berhasil jika : Untuk mengetahui meningkatnya penerapan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran CIRC dengan pendekatan kontekstual, maka ditetapkan indikator keberhasilan sebagai berikut: 1. Jika kelas memperoleh nilai rata-rata 65 dengan ketuntasan klasikal 80% dari seluruh siswa setelah diterapkan model pembelajaran CIRC. 2. Kerjasama siswa mencapai maksimal untuk setiap kelompok dengan presentase ratarata 80 % (skala penilaian B). 3. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran melalui model pembelajaran CIRC ratarata 80 % (skala penilaian B). 4. Guru dapat mengelola pembelajaran dengan baik dalam upaya meningkatkan kinerjanya dalam proses belajar mengajar, dengan nilai pengamatan mencapai > 75%
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian
Sebelum penelitian dilakukan, peneliti mengadakan persiapan penelitian sebagai berikut: 1. Melakukan observasi untuk mengidentifikasi masalah melalui wawancara dengan guru bidang studi matematika yang dilaksanakan pada bulan Desember 2010. 2. Peneliti meminta persetujuan Kepala Sekolah SMPN 4 Juwana Pati untuk mengadakan penelitian. 3. Menentukan kelas VII B yang dipilih sebagai subyek penelitian berdasarkan pertimbangan dari guru matematika di kelas VII SMPN 4 Juwana Pati Ibu Ruswanti, S. Pd, bahwa kelas VII B hasil belajarnya masih rendah. 4. Mengidentifikasi dan merumuskan masalah, dalam hal ini peneliti memilih pokok bahasan himpunan. 5. Merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menggunakan implementasi pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual sebagai pedoman dalam proses pembelajaran. 6. Merancang pembentukan kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 siswa dengan memperhatikan penyebaran kemampuan siswa. 7. Membuat soal diskusi siklus I dan II beserta kunci jawabannya. 8. Membuat soal tes evaluasi siklus I dan II yang disesuaikan dengan materi yang diajarkan beserta kunci jawabannya. 9. Menyusun lembar observasi keaktifan dan kerjasama siswa.
10. Menyusun lembar observasi kinerja guru dalam pembelajaran menggunakan model CIRC dengan pendekatan kontekstual.
B. Uji Coba Instrumen
Pelaksanaan uji coba instrumen ini dilakukan pada siswa kelas VII A semester II SMPN 4 Juwana pati tahun pelajaran 2010/2011 yang berjumlah 40 siswa dengan pertimbangan kelas tersebut mempunyai pengajar yang sama dengan kelas yang akan digunakan sebagai subjek penelitian yaitu kelas VII B. Uji coba instrumen dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 1 dan Rabu tanggal 2 Februari 2011 terhadap kelompok uji coba yaitu kelas VII A dengan jumlah soal sebanyak 5 soal uraian Siklus I dan 5 soal uraian siklus II dengan alokasi waktu masing-masing 40 menit. Berikut adalah hasil analisis uji coba instrumen penelitian : 1. Siklus I a. Validitas Soal Validitas item dihitung menggunakan rumus korelasi produk momen angka kasar. Nilai rxy yang dihasilkan pada perhitungan dikonsultasikan dengan tabel harga kritik r product moment. Soal dikatakan valid apabila mempunyai koefisien korelasi lebih besar atau sama dengan nilai rtabel. Jika rxy < rtabel , maka butir item tidak valid. Berikut contoh perhitungan validitas soal untuk butir soal no 1 pada siklus I dan butir soal yang lain juga dihitung dengan cara yang sama. ∑ X = 136
∑ XY = 4693
N = 40
∑ Y2 = 44662
∑ X2 = 520
( ∑ X)2 = 18496
∑ Y = 1286
( ∑ Y)2 = 1653796
Data di atas dimasukkan ke dalam rumus korelasi product moment
rxy =
=
=
=
(40)(4693) − (136)(1286)
[(40)(520) −18496][(40)(44662) −1653796] 187720 −174896 (20800 − 18496)(1786480 − 1653796)
=
12824 (2304)(132684)
12824 305703936 12824 = 0,73345 17484,3912104
Pada tabel α = 5% dengan N = 40, diperoleh rtabel = 0,312
Karena rxy > r tabel atau 0,73345 > 0,312 maka soal no.1 valid. Dari 5 soal uraian uji coba instrumen siklus I semuanya mempunyai koefisien korelasi yang memenuhi kriteria rhitung > rtabel sehingga semua soal uji coba siklus I dikatakan valid. Untuk hasil perhitungan validitas soal uji coba instrumen siklus I secara keseluruhannya dapat dilihat pada (lampiran 9). b. Reliabilitas Dari hasil perhitungan dengan rumus alpha, untuk uji coba instrumen siklus I diperoleh koefisien korelasi r11 = 0,7211. Karena rhitung = 0,7211 terletak pada interval 0,60 ≤ r11 < 0,80 maka instrumen yang digunakan reliabel dengan kategori reliabilitas tinggi. Berikut ini perhitungan reliabilitas siklus I : Rumus yang digunakan: 2 ⎛ n ⎞ ⎛⎜ ∑ σ i r11 = ⎜ ⎟ 1− σ t2 ⎝ n − 1 ⎠ ⎜⎝
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
Cara menghitung varians butir soal digunakan rumus: ⎡ (∑ X )2 ⎤ ⎥ ∑X −⎢ N ⎥ ⎢ ⎣ ⎦ σ 12 = N (136) 2 520 − 40 = 40 18496 520 − 40 = 40 = 1,44 Sehingga 2
2
2
2
2
2
∑ σ i = σ1 + σ 2 + σ 3 + σ 4 + σ 5
2
= 1,44 + 7,51938 + 2,51 + 7,77438 + 15,8475 = 35,09125 Untuk varian total: ⎡ (∑ Y )2 ⎤ ⎥ ∑Y − ⎢ N ⎥ ⎢ ⎣ ⎦ σ t2 = N (1286) 2 44662 − 40 = 40 1653796 44662 40 = 40 = 82,9275 2
Dimasukkan ke dalam rumus alpha, sehingga koefisien reliabilitasnya : r11 = =
2 n ⎡ ∑ σi ⎤ 1 − ⎢ ⎥ n − 1 ⎢⎣ σ 2t ⎥⎦
5 ⎡ 35,09125 ⎤ 1− 5 − 1 ⎢⎣ 82,9275 ⎥⎦
= 0,72106
Karena r 11 berada pada interval 0,60 ≤ r 11 < 0,80 maka termasuk dalam kategori reliabilitas tinggi. Hasil perhitungan keseluruhannya dapat dilihat pada (Lampiran 10). c. Taraf Kesukaran Dari contoh hasil perhitungan pada silus I soal nomor 1 diperoleh P = 57,5% untuk uji coba instrumen ini berarti P berada pada kisaran prosentase 27% - 72%, sehingga untuk siklus I soal nomor 1 dikategorikan sebagai soal yang mempunyai taraf kesukaran sedang. Berikut perhitungan taraf kesukaran untuk siklus I soal no.1, untuk butir soal yang lain dihitung dengan cara yang sama.
Rumus yang digunakan: P=
F ×100% N
F = 23 N = 40 F ×100% N 23 = ×100% 40 = 57,5%
P=
Dari 5 soal yang diuji coba siklus I semuanya mempunyai harga P pada kisaran prosentase 27% - 72%, sehingga semua soal termasuk kategori tingkat kesukaran soal sedang. Secara keseluruhan hasil perhitungan tingkat kesukaran uji coba instrumen siklus I dapat dilihat pada (lampiran 12). d. Daya Pembeda Daya pembeda hitung dengan uji-t. Butir soal dikatakan signifikan apabila thitung > ttabel, dengan dk = (n1 – 1)+(n2 – 1) dengan taraf signifikan 5%.
Untuik menghitung daya pembeda soal digunakan rumus sebagai berikut. t=
(M H − M L )
∑x
2
1
+ ∑ x2
2
ni(ni − 1)
Berikut ini contoh perhitungan daya pembeda siklus I soal no.1 Kelompok atas No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nilai 5 5 5 3 5 4 5 4 4 5 45 MH = 4,5
(Xi - MH) 0,25 0,25 0,25 2,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 4,5
Kelompok bawah 2
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nilai 3 3 2 2 3 2 2 1 2 2 22 ML = 2,2
(Xi – ML)2 0,64 0,64 0,04 0,04 0,64 0,04 0,04 1,44 0,04 0,04 3,6
MH = 4,5
∑ x12 = 4,5
ni = 10
ML = 2,2
∑ x 22 = 3,6
ttabel = 1,73
t=
(M H − M L )
∑x
1
2
+ ∑ x2
2
ni(ni − 1)
=
(4,5 − 2,2) 4,5 + 3,6 10 x 9
=
2,3 2,3 = 7,66 0,09 0,3
Dari tabel distribusi t, untuk α = 5% dan dk = (10 – 1) + (10 – 1) = 18, ttabel = 1,73. Dari hasil perhitungan uji coba instrumen untuk contoh item soal nomor 1 diperoleh thitung = 7,66. Karena thitung > ttabel , yaitu 7,66 > 1,73 maka daya pembeda soal nomor 1 signifikan. Secara keseluruhan hasil perhitungan daya pembeda soal uji coba instrumen dapat dilihat pada (lampiran 11). Dari semua perhitungan daya pembeda
siklus I soal nomor 1 sampai 5 didapat thitung > dari ttabel, maka daya beda soal uji coba instrumen yang digunakan signifikan. Berdasarkan hasil analisis uji instrumen (uji validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan taraf kesukaran) dari siklus I di atas, soal-soal yang diberikan semua memenuhi kriteria instrumen yang baik, dapat dilihat pada (Lampiran 13), sehingga soal yang diujicobakan dapat digunakan sebagai instrumen pada penelitian ini.
2. Siklus II
a. Validitas Soal Validitas item dihitung menggunakan rumus korelasi produk momen angka kasar. Nilai rxy yang dihasilkan pada perhitungan dikonsultasikan dengan tabel harga kritik r product moment. Soal dikatakan valid apabila mempunyai koefisien korelasi lebih besar atau sama dengan nilai rtabel. Jika rxy < rtabel , maka butir item tidak valid. Berikut contoh perhitungan validitas soal untuk butir soal no 1 pada siklus II dan butir soal yang lain juga dihitung dengan cara yang sama. ∑ X = 273
∑ XY = 9198
N = 40
∑ Y2 = 43295
∑ X2 = 2031
( ∑ X)2 = 74529
∑ Y = 1275
( ∑ Y)2 = 1625625
Data di atas dimasukkan ke dalam rumus korelasi product moment rxy =
=
=
(40)(9198) − (273)(1275)
[(40)(2031) − 74529][(40)(43295) −1625625] 367920 − 348075 (81240 − 74529)(1731800 − 1625625) 19845 712540425
=
19845 (6711)(106175)
=
19845 = 0,74344 26693,4528489
Pada tabel α = 5% dengan N = 40, diperoleh rtabel = 0,312 Karena rxy > r tabel atau 0,74344 > 0,312 maka soal no.1 valid. Dari 5 soal uraian uji coba instrumen siklus II semuanya mempunyai koefisien korelasi yang memenuhi kriteria rhitung > rtabel sehingga semua soal uji coba siklus II dikatakan valid. Untuk hasil perhitungan validitas soal uji coba instrumen siklus II secara keseluruhannya dapat dilihat pada (lampiran 33). b. Reliabilitas Dari hasil perhitungan dengan rumus alpha, untuk uji coba instrumen siklus II diperoleh koefisien korelasi r11 = 0,6903. Karena rhitung = 0,6903 terletak pada interval 0,60 ≤ r11 < 0,80 maka instrumen yang digunakan reliabel dengan kategori reliabilitas tinggi. Berikut ini perhitungan reliabilitas siklus II : Rumus yang digunakan: 2 ⎛ n ⎞ ⎛⎜ ∑ σ i − r11 = ⎜ 1 ⎟ σ t2 ⎝ n − 1 ⎠ ⎜⎝
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
Cara menghitung varians butir soal digunakan rumus: ⎡ (∑ X )2 ⎤ ⎥ ∑X −⎢ N ⎥ ⎢ ⎦ ⎣ σ 12 = N (273) 2 2031 − 40 = 40 74529 2031 − 40 = 40 = 4,19438 2
Sehingga 2
2
2
2
2
∑ σ i = σ1 + σ 2 + σ 3 + σ 4 + σ 5
2
= 4,19438 + 3,87438 + 12,9244 + 6,4375 + 2,2775 = 29,70816 Untuk varian total:
⎡ (∑ Y )2 ⎤ ⎥ ∑Y − ⎢ N ⎥ ⎢ ⎦ ⎣ σ t2 = N (1275) 2 43295 − 40 = 40 1625625 43295 40 = 40 = 66,3594 2
Dimasukkan ke dalam rumus alpha, sehingga koefisien reliabilitasnya : r11 = =
2 n ⎡ ∑ σi ⎤ 1 − ⎢ ⎥ n − 1 ⎢⎣ σ 2t ⎥⎦
5 ⎡ 29,70813 ⎤ 1− 5 − 1 ⎢⎣ 66,3594 ⎥⎦
= 0,690393 Karena r 11 berada pada interval 0,60 ≤ r 11 < 0,80 maka termasuk dalam kategori reliabilitas tinggi. Hasil perhitungan keseluruhannya dapat dilihat pada (Lampiran 34). c. Taraf Kesukaran Dari contoh hasil perhitungan pada siklus II soal nomor 1 diperoleh P = 55% untuk uji coba instrumen ini berarti P berada pada kisaran prosentase 27% - 72%, sehingga untuk siklus II soal nomor 1 dikategorikan sebagai soal yang mempunyai tingkat kesukaran sedang.
Berikut perhitungan tingkat kesukaran untuk siklus I soal no.1, untuk butir soal yang lain dihitung dengan cara yang sama. Rumus yang digunakan:
P=
F ×100% N
F
= 22
N
= 40
F ×100% N 22 = ×100% 40 = 55% Dari 5 soal yang diuji coba siklus II nomor 1, 3, 4, 5 mempunyai harga P pada P=
kisaran prosentase 27% - 72%, sehingga soal-soal tersebut termasuk kategori taraf kesukaran soal sedang. Sedangkan nomor 2 mempunyai harga P pada kisaran prosentase >72%, sehingga soal tersebut termasuk kategori taraf kesukaran soal sukar. Secara keseluruhan hasil perhitungan taraf kesukaran uji coba instrumen siklus II dapat dilihat pada (lampiran 36). d. Daya Pembeda Berikut ini contoh perhitungan daya pembeda siklus II soal no.1 Kelompok atas No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nilai 10 8 10 10 10 10 10 10 5 8
(Xi - MH) 0,81 1,21 0,81 0,81 0,81 0,81 0,81 0,81 16,81 1,21
Kelompok bawah 2
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nilai 5 6 4 6 6 5 4 5 5 5
(Xi – ML)2 0,01 0,81 1,21 0,81 0,81 0,01 1,21 0,01 0,01 0,01
91 MH = 9,1
24,9
51 ML = 5,1
MH = 9,1
∑ x12 = 24,9
ni = 10
ML = 5,1
∑ x 22 = 4,9
ttabel = 1,73
t=
4,9
(M H − M L )
∑x
1
2
+ ∑ x2
2
ni(ni − 1)
=
(9,1 − 5,1) 24,9 + 4,9 10 x 9
=
4
4 = 6,951 0,331 0,575
Dari tabel distribusi t, untuk α = 5% dan dk = (10 – 1) + (10 – 1) = 18, ttabel = 1,73. Dari hasil perhitungan uji coba instrumen untuk contoh item soal nomor 1 diperoleh thitung = 6,951. Karena thitung > ttabel , yaitu 6,951 > 1,73 maka daya pembeda soal nomor 1 signifikan. Secara keseluruhan hasil perhitungan daya pembeda siklus II soal uji coba instrumen dapat dilihat pada (lampiran 35). Dari semua perhitungan daya pembeda siklus II soal nomor 1 sampai 5 didapat thitung > dari ttabel, maka daya beda soal uji coba instrumen yang digunakan signifikan. Berdasarkan hasil analisis uji instrumen (uji validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan taraf kesukaran) dari siklus II di atas, soal-soal yang diberikan semua memenuhi kriteria instrumen yang baik, dapat dilihat pada (Lampiran 37), sehingga soal yang diujicobakan dapat digunakan sebagai instrumen pada penelitian ini.
C. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas VII B SMPN 4 Juwana Pati tahun pelajaran 2010/2011 pada tanggal 4 Februari 2011 sampai dengan 14 Februari 2011. Setelah segala persiapan dilakukan maka langkah selanjutnya adalah melaksanakan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus dan tiap siklus terdiri atas tahapan perencanaan, tindakan pengamatan dan refleksi. Adapun tahapan tiap siklus adalah sebagai berikut:
1. Siklus I a. Perencanaan Penelitian ini direncanakan pada tanggal 4 sampai 7 Februari, pada siswa kelas VII B SMPN 4 Juwana Pati. Pada perencanaan dipersiapkan hal-hal sebagai berikut : 1) Mengidentifikasi dan merumuskan masalah, dalam hal ini peneliti memilih pokok bahasan himpunan. 2) Merancang
Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran
(RPP)
menggunakan
implementasi pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual pada materi himpunan yang akan dikerjakan pada siklus I (Lampiran 14). 3) Merancang pembentukan kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 siswa dengan memperhatikan penyebaran kemampuan siswa (Lampiran 21). 4) Membuat soal diskusi siklus I (Lampiran 19) beserta kunci jawabannya (Lampiran 20). 5) Membuat soal tes evaluasi siklus I yang disesuaikan dengan materi yang diajarkan (Lampiran 15) beserta kunci jawabannya (Lampiran 16). 6) Menyusun lembar observasi keaktifan dan kerjasama siswa (Lampiran 17 dan lampiran 22). 7) Menyusun lembar observasi kinerja guru dalam pembelajaran menggunakan model CIRC dengan pendekatan kontekstual (Lampiran 26 ). b. Pelaksanaan tindakan Siklus I meliputi pembelajaran matematika pokok bahasan himpunan yaitu, menyajikan irisan dua himpunan dan komplemen suatu himpunan dengan diagram venn. Siklus I dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan (5 x 40 menit), pada hari Jumat tanggal 4 Februari 2011 diadakan pertemuan pertama (2 x 40)
menit untuk menjelaskan materi tentang penyajian irisan atau gabungan dua himpunan dengan diagram venn, dilanjutkan pada hari Sabtu tanggal 5 Februari 2011, diadakan pertemuan kedua (2 x 40) menit untuk menjelaskan materi tentang penyajian komplemen suatu himpunan dengan diagram venn disertai diskusi kelompok, pada hari Senin tanggal 7 Februari 2011 selama 40 menit diadakan pertemuan ketiga untuk mengevaluasi hasil belajar siswa dengan mengadakan tes evaluasi siklus I. Pelaksanaan tindakan meliputi langkah-langkah sebagai berikut: 1) Guru memberikan motivasi mengenai pentingnya materi himpunan untuk kehidupan sehari-hari. 2) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan apersepsi. 3) Guru menjelaskan kepada seluruh siswa tentang akan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual sebagai suatu variasi model pembelajaran. 4) Guru melakukan tanya jawab untuk menarik perhatian dan minat belajar siswa tentang materi himpunan. 5) Guru menyajikan materi himpunan secara garis besar (komponen teaching
group). 6) Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang telah di dapatnya. 7) Guru memberikan contoh latihan soal dan meminta siswa untuk menemukan dan menyelesaikannya sendiri. 8) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang heterogen, setiap kelompok terdiri dari 5 orang (Lampiran 21). 9) Guru membagikan soal diskusi siklus I yaitu materi himpunan yang berkaitan dengan masalah kontekstual (Lampiran 19).
10) Guru memberitahukan agar dalam setiap kelompok terjadi serangkaian kegiatan spesifik sebagai berikut : a) Salah satu anggota kelompok membaca atau beberapa anggota saling membaca soal. b) Membuat prediksi atau menafsirkan atas isi soal cerita. c) Saling membuat ikhtisar atau rencana penyelesaian soal cerita. d) Menuliskan penyelesaian soal cerita secara urut (menuliskan
urutan
komposisi penyelesaiannya). e) Saling merevisi dan mengedit pekerjaan atau penyelesaian (jika ada yang perlu direvisi). 11) Guru berkeliling memberi motivasi, membimbing dengan instruksi seminimal mungkin serta mengawasi kegiatan kelompok dalam mengkonstruksi dan menyelesaikan pengetahuan baru yang didapat. 12) Setelah selesai diskusi, guru meminta perwakilan setiap kelompok untuk menyajikan temuannya di depan kelas. 13) Guru memberikan umpan balik dan evaluasi atas materi yang telah dipresentasikan oleh siswa secara singkat (Teaching Group). 14) Guru memberikan skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yang dapat menyelesaikan soal. 15) Guru memberikan soal evaluasi secara individu (Lampiran 15). 16) Setelah siswa selesai mengerjakan, maka pekerjaan masing-masing siswa dikumpulkan. Siswa bersama guru menyimpulkan materi yang telah dipelajari.
c. Pengamatan
1) Hasil pengamatan tentang keaktifan dan kerjasama siswa pada siklus I adalah sebagai berikut : a) Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran matematika secara klasikal cukup baik / sedang namun prosentasenya belum menunjukan hasil yang diharapkan peneliti (Lampiran 17). b) Kerjasama siswa dalam kelompok cukup baik, namun prosentasenya belum menunjukan hasil yang maksimal (Lampiran 22). 2) Hasil penilaian uji kompetensi I Setelah siklus I selesai dilaksanakan maka diberikan tes kepada siswa sebagai tolak ukur apakah model pembelajaran yang digunakan sudah dikuasai dan dipahami. Adapun hasil tes siklus I sebagai berikut: Secara klasikal diperoleh prosentase ketuntasan belajar siswa 70% dengan nilai rata-rata 65,2. Namun hal ini belum menunjukan hasil yang diharapkan peneliti, dikarenakan mungkin siswa belum terbiasa menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual. Selain itu juga guru kurang memberikan bimbingan dan motivasi kepada siswa sehingga siswa kurang berani mengeluarkan pendapat atau bertukar pikiran, sehingga siswa terlihat kurang aktif. 3) Hasil pengamatan terhadap kinerja guru menggunakan model pembelajaran
cooperative learning tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut : Dari hasil penilaian kinerja guru, maka dapat dikatakan kinerja guru cukup baik dengan prosentase 72,5% (Lampiran 26). Hal ini belum maksimal, walaupun guru sudah baik dalam penguasaan materi, namun pelaksanaan
pembelajaran cooperative tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual masih tergolong cukup. d. Refleksi Setelah mengadakan pengamatan pada proses pembelajaran, selanjutnya diadakan refleksi terhadap segala kegiatan yang telah dilakukan. Dari pelaksanaan siklus I didapat hasil refleksi sebagai berikut: 1) Peneliti dan guru saling bertukar pikiran, agar pada siklus II dapat lebih baik dalam proses pembelajaran dan hasil belajar siswa dibandingkan dengan siklus I. 2) Guru dituntut untuk memperhatikan siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar, bimbingan yang diberikan guru pada siswa belum merata, sehingga ada kelompok yang belum dapat menyelesaikan permasalahan dengan baik. 3) Penguasaan model pembelajaran CIRC dengan pendekatan kontekstual lebih ditingkatkan dalam pembelajaran dengan menciptakan kelompok belajar untuk lebih meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang behubungan dengan kehidupan sehari-hari. 4) Guru hendaknya memberikan perhatian agar siswa yang lebih pandai tidak mendominasi kelompoknya, dan berusaha memberikan pengertian agar siswa dapat bekerjasama dan saling membantu antar temannya yang belum jelas. Dari siklus I diperoleh bahwa keaktifan siswa memperoleh rata-rata prosentase 73,82% yang dikategorikan cukup baik (Lampiran 17). Sedangkan untuk kemampuan siswa dalam bekerjasama dengan kelompoknya diperoleh rata-rata prosentase 74,7% yang dikategorikan cukup baik (Lampiran 22). Sehingga masih terdapat beberapa catatan dari peneliti bahwa guru kurang memberikan motivasi
belajar kepada siswa, yaitu buktinya masih terdapat siswa yang belum terlibat dalam diskusi. Disamping itu siswa belum terbiasa menggunakan model pembelajaran CIRC dengan pendekatan kontekstual sehingga kerjasama antara siswa satu dengan siswa yang lainnya belum maksimal. Untuk penilaian hasil diskusi tiap kelompok diperoleh rata-rata prosentase 78,54% yang dikategorikan baik. Sedangkan untuk keaktifan setiap kelompok dalam berdiskusi memperoleh rata-rata prosentase 72,65% yang dikategorikan cukup baik. Berdasarkan analisis hasil belajar siswa pada siklus I (Lampiran 18) dalam proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran CIRC dengan pendekatan kontekstual diperoleh siswa yang tidak tuntas belajar berjumlah 12 siswa dengan prosentase ketuntasan belajar klasikal 70%. Dan nilai rata-rata kelas yang dicapai adalah 65,2. Untuk penilaian kinerja guru dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual diperoleh prosentase 72,5% dan tergolong kinerja guru cukup baik. Dari semua hasil siklus I di atas dapat disimpulkan bahwa agar siswa memahami penjelasan dari guru pada waktu membahas materi ajar, maka sebaiknya guru dapat mengarahkannya dengan baik. Guru juga disarankan untuk menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh siswa , mengingat daya tangkap siswa yang beragam. Bimbingan yang diberikan guru pada siswa belum merata sehingga ada kelompok yang belum dapat menyelesaikan soal-soal dengan baik. Guru hendaknya memberikan perhatian agar tidak siswa yang lebih pandai saja yang mendominasi kelompoknya dan guru sebaiknya berusaha memberikan
pengertian agar siswa dapat bekerjasama dan membagi kemampuan yang dimiliki kepada temannya yang belum paham. Sehingga perlu dilakukan siklus II untuk memperbaikinya.
2. Siklus II a. Perencanaan Penelitian ini direncanakan pada tanggal 11 sampai 14 Februari, pada siswa kelas VII B SMP N 4 Juwana Pati. Pada perencanaan dipersiapkan hal-hal sebagai berikut : 1) Mengidentifikasi dan merumuskan masalah, dalam hal ini peneliti memilih pokok bahasan himpunan. 2) Merancang
Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran
(RPP)
menggunakan
implementasi pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual pada materi himpunan yang akan dikerjakan pada siklus II (Lampiran 38). 3) Merancang pembentukan kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 siswa dengan memperhatikan penyebaran kemampuan siswa (Lampiran 45). 4) Membuat soal diskusi siklus II (Lampiran 43) beserta kunci jawabannya (Lampiran 44). 5) Membuat soal tes evaluasi siklus II yang disesuaikan dengan materi yang diajarkan (Lampiran 39) beserta kunci jawabannya (Lampiran 29). 6) Menyusun lembar observasi keaktifan dan kerjasama siswa (Lampiran 41 dan lampiran 46). 7) Menyusun lembar observasi kinerja guru dalam pembelajaran menggunakan model CIRC dengan pendekatan kontekstual (Lampiran 50).
b. Pelaksanaan tindakan Siklus II meliputi pembelajaran matematika pokok bahasan himpunan yaitu menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan masalah sehari-hari dengan menggunakan diagram venn. Siklus II dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan (5 x 40 menit), pada hari Jumat tanggal 11 Februari 2011 diadakan pertemuan pertama (2 x 40) menit untuk menjelaskan cara menyelesaikan masalah sehari-hari dengan menggunakan diagram venn dan konsep himpunan, dilanjutkan pada hari Sabtu tanggal 12 Februari 2011, diadakan pertemuan yang kedua (2 x 40) menit untuk menjelaskan pengerjaan dengan baik soal-soal yang berkaitan dengan materi himpunan. Pada hari Senin tanggal 14 Februari 2011 selama 40 menit diadakan pertemuan ketiga untuk mengevaluasi hasil belajar siswa dengan mengadakan tes evaluasi siklus II. Pelaksanaan tindakan meliputi langkah-langkah sebagai berikut: 1) Guru memberikan motivasi mengenai pentingnya materi himpunan untuk kehidupan sehari-hari. 2) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan apersepsi. 3) Guru menjelaskan kepada seluruh siswa tentang akan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual sebagai suatu variasi model pembelajaran. 4) Guru melakukan tanya jawab untuk menarik perhatian dan minat belajar siswa tentang materi himpunan. 5) Guru menyajikan materi himpunan secara garis besar (komponen teaching
group). 6) Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang telah di dapatnya.
7) Guru memberikan contoh latihan soal dan meminta siswa untuk menemukan dan menyelesaikannya sendiri. 8) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang heterogen, setiap kelompok terdiri dari 5 orang (Lampiran 45). 9) Guru membagikan soal diskusi siklus II yaitu materi himpunan yang berkaitan dengan masalah kontekstual (Lampiran 43). 10) Guru memberitahukan agar dalam setiap kelompok terjadi serangkaian kegiatan spesifik sebagai berikut : a) Salah satu anggota kelompok membaca atau beberapa anggota saling membaca soal. b) Membuat prediksi atau menafsirkan atas isi soal cerita. c) Saling membuat ikhtisar atau rencana penyelesaian soal cerita. d) Menuliskan penyelesaian soal cerita secara urut (menuliskan
urutan
komposisi penyelesaiannya). e) Saling merevisi dan mengedit pekerjaan atau penyelesaian (jika ada yang perlu direvisi). 11) Guru berkeliling memberi motivasi, membimbing dengan instruksi seminimal mungkin serta mengawasi kegiatan kelompok dalam mengkonstruksi dan menyelesaikan pengetahuan baru yang didapat. 12) Setelah selesai diskusi, guru meminta perwakilan setiap kelompok untuk menyajikan temuannya di depan kelas. 13) Guru memberikan umpan balik dan evaluasi atas materi yang telah dipresentasikan oleh siswa secara singkat (Teaching Group). 14) Guru memberikan skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yang dapat menyelesaikan soal.
15) Guru memberikan latihan soal (evaluasi) secara individu (Lampiran 39). 16) Setelah siswa selesai mengerjakan, maka pekerjaan masing-masing siswa dikumpulkan.Siswa bersama guru menyimpulkan materi yang telah dipelajari. c. Pengamatan 1) Hasil pengamatan tentang keaktifan dan kerjasama siswa pada siklus II adalah sebagai berikut : a) Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran matematika secara klasikal sudah baik dan sudah memenuhi kriteria keberhasilan yang sudah menunjukkan terjadinya peningkatan yang diharapkan peneliti (Lampiran 41). b) Kerjasama siswa dalam kelompok juga menunjukkan hasil yang baik, dan menunjukkan adanya peningkatan seperti yang diharapkan oleh peneliti. (Lampiran 46). 2) Hasil penilaian uji kompetensi I Secara klasikal prosentase ketuntasan belajar siswa 87,5% dengan nilai rata-rata 80,15. Dari hasil tersebut tampak bahwa terjadi peningkatan ketuntasan belajar dibandingkan dengan siklus I. Pada siklus II ini ada lima siswa yang tidak tuntas sehingga telah sesuai dengan harapan. Rata-rata nilai juga sudah mengalami kenaikan. 3) Hasil pengamatan terhadap kinerja guru menggunakan model pembelajaran
cooperative learning tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut : Dari hasil penilaian kinerja guru, maka dapat dikatakan kinerja guru baik dengan prosentase 85 % (Lampiran 50). Guru sudah baik dalam pelaksanaan
pembelajaran menggunakan metode pembelajaran cooperative learning tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual. Disamping itu, guru juga lebih bisa membimbing dan memotivasi siswa serta menumbuhkan interaksi antara siswa dengan siswa maupun interaksi antara siswa dengan guru. d. Refleksi Setelah mengadakan pengamatan atas tindakan di kelas selanjutnya diadakan refleksi terhadap segala kegiatan yang telah dilakukan. Hasil refleksi siklus II yaitu: 1) Siswa memanfaatkan waktu yang diberikan guru untuk bertanya tentang materi yang belum jelas. 2) Siswa dengan cepat dapat merespon pertanyaan guru dengan jawaban yang benar, tanpa guru harus menunjuk kepada seorang siswa. 3) Siswa bertambah aktif terlibat dalam kegiatan kelompok untuk ikut menjelaskan pada teman satu kelompoknya yang belum bisa menyelesaikan soal. 4) Tiap siswa telah beradaptasi dengan teman satu kelompoknya sehingga tidak canggung lagi untuk saling bertukar pikiran dan mengeluarkan pendapat. 5) Kerjasama dalam satu kelompok telah menunjukkan pemerataan siswa yang pandai tidak lagi mendominasi dalam mengerjakan tugas kelompok. 6) Setiap siswa dalam kelompok terlibat tampak sungguh-sungguh dan percaya diri dalam kegiatan menyelesaikan soal serta siap menjelaskan pada kelompok yang lain. 7) Suasana kelas tertib dan kondusif, dengan demikian proses pembelajaran berjalan lancar.
Pada siklus II telah dilakukan perbaikan siklus I yaitu meningkatkan keaktifan siswa, kerjasama siswa dalam kelompok dan kinerja guru sehingga kekurangan proses pembelajaran dapat dikurangi seminimal mungkin yang menjadikan hasil belajar siswa dapat meningkat. Dari hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa siswa dapat memahami penjelasan dari guru pada waktu membahas materi ajar. Hal itu disebabkan guru sudah menerangkan materi dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh siswa, mengingat daya tagkap siswa yang beragam. Bimbingan yang diberikan guru pada siswa sudah merata sehingga semua kelompok dapat menyelesaikan soal-soal dengan baik. Siswa yang pandai tidak lagi mendominasi kelompoknya dan antar siswa dapat bekerjasama dengan baik serta membagi kemampuan yang dimiliki kepada temannya.
D. Pembahasan
Berdasarkan
hasil
penelitian
diperoleh
penerapan
model
pembelajaran
cooperative learning tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas VII B SMP N 4 Juwana Pati pada pokok bahasan himpunan. Hal ini dapat dilihat dari hasil tes akhir yang semula dengan rata-rata mencapai 65,2 dengan ketuntasan belajar klasikal 70% meningkat menjadi 80,15 dengan ketuntasan belajar klasikal 87,5%. Begitu pula dengan nilai hasil diskusi yang semula rata-rata 78,54 naik menjadi 83,54. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya motivasi dan minat siswa dalam proses belajar mengajar, siswa dapat menjawab pertanyaan dari guru, siswa lebih aktif dan kreatif serta lebih mudah menerima dan memahami materi yang diajarkan. Untuk keaktifan siswa selama proses belajar mengajar mengalami peningkatan dari rata-rata prosentase 73,82% menjadi 84,75% sehingga sudah memenuhi indikator
keberhasilan, demikian halnya dengan aktivitas kerjasama siswa mengalami peningkatan dari rata-rata prosentase 74,7% menjadi 83,45%. Hal ini disebabkan karena siswa lebih berani bertanya, terlibat aktif antara siswa dengan guru, menghargai pendapat orang lain, berani dan mampu menjelaskan pada teman yang belum jelas serta berani berpresentasi. Untuk sikap siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual juga mengalami peningkatan yaitu semula rata-rata prosentase mencapai 72% meningkat menjadi 81%. Hal ini karena siswa merasa lebih mudah memahami materi yang diajarkan dan bisa saling membantu dengan teman yang lainnya yang mengalami kesulitan, sehingga dapat saling melengkapi. Penampilan kinerja guru dalam pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual
memperoleh skor 58 meningkat menjadi skor 68 dengan
prosentase 72,5% menjadi 85% dan sudah memenuhi indikator keberhasilan, hal ini disebabkan karena guru dapat menguasai kelas dengan baik, membimbing siswa mengkonstruksi pengetahuan baru yang didapat siswa dalam KBM, lebih menumbuhkan interaksi kepada siswa agar lebih aktif dalam KBM dan membimbing siswa dalam kelompok. Peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan hasil belajar tersebut disebabkan siswa sudah mampu memahami dan menyesuaikan diri dengan model pembelajaran CIRC dengan pendekatan kontekstual yang diterapkan oleh guru. Selain itu proses diskusi dalam kelompok telah memunculkan keberanian bertanya baik antara siswa dengan siswa maupun antara siswa dengan guru tentang hal yang dianggap sulit, sehingga mereka dapat lebih aktif belajar dan aktif berkomunikasi dalam menyelesaikan soal-soal.
Pembelajaran CIRC ternyata mampu meningkatkan semangat bersaing untuk mendapatkan nilai baik dalam tes uji kompetensi. Hal ini terlihat dari motivasi siswa untuk bersungguh-sungguh dalam mengikuti dan mengerjakan soal dengan kondusif. Bimbingan guru dalam mengkonstruksi pengetahuan baru yang didapat siswa menambah nilai positif dari pembelajaran CIRC ini. Peran aktif siswa pada setiap kegiatan pembelajaran seperti belajar kelompok, berdiskusi, berpikir dan berinteraksi baik dengan temannya maupun dengan guru meningkat. Melalui penggunaan pembelajaran CIRC dengan pendekatan kontekstual ini dapat meningkatkan keaktifan dan sikap siswa dalam pembelajaran serta meningkatkan ketuntasan siswa dalam belajar. Karena model pembelajaran CIRC dengan pendekatan kontekstual ini menjadikan guru lebih kreatif dan siswa tidak jenuh serta lebih termotivasi untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Siswa lebih diberikan kesempatan memecahkan masalah dalam pembelajaran. Pembagian siswa menjadi beberapa kelompok kecil, memberikan kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dan mengemukakan pendapatnya sendiri. Berdasarkan dari pembahasan di atas maka penelitian tindakan kelas dengan menerapkan model pembelajaran Cooperative Learning tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan mengajar guru sehingga hasil belajar dan keaktifan siswa juga ikut meningkat. Hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Dwi Antari Wijayanti tahun 2002 dan penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Wiwik Fitri Sholikah tahun 2005 memperkuat hasil penelitian yang telah diperoleh di atas. Hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Dwi Antari Wijayanti tahun 2002 menyimpulkan bahwa model pembelajaran CIRC dapat meningkatkan hasil belajar matematika khususnya dalam materi SPLDV bagi siswa kelas II-C SLTP N 4 Semarang. Hal ini dapat dilihat pada peningkatan hasil evaluasi 60% pada siklus I dan 84% pada
siklus II, selain itu juga dapat meningkatkan aktivitas siswa dari 56% pada siklus I dan 81% pada siklus II serta dapat meningkatkan kinerja guru dari 56% pada siklus I dan 81% pada siklus II. http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH3c47.dir/doc.pdf Disamping itu hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Wiwik Fitri Sholikhah 2005 menyimpulkan bahwa pembelajaran CIRC dapat meningkatkan hasil belajar matematika khususnya dalam materi bangun segiempat bagi siswa kelas VII A SMP N II Balarejo Kab. Madiun tahun pelajaran 2004/2005 dengan 3 siklus. Pada siklus ketiga sudah mencapai keberhasilan dengan nilai rata-rata mencapai 7,25 dengan ketuntasan belajar 68,42%. http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH0193/7b9ca7cb.dir/doc.pdf
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Cooperative Learning tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa, keaktifan dan kerjasama siswa dalam kelompok pada siswa Kelas VII B SMPN 4 Juwana Pati tahun pelajaran 2010/2011 dalam pokok bahasan himpunan. Hal ini ditunjukkan oleh: 1. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Nilai rata-rata siklus I yaitu 65,2 dan pada siklus II nilai rata-ratanya meningkat menjadi 80,15. Pada siklus I siswa yang tuntas belajar 28 siswa dan yang tidak tuntas 12 siswa. Sedangkan pada siklus II siswa yang tuntas belajar sebanyak 35 siswa dan yang tidak tuntas sebanyak 5 siswa. Ketuntasan belajar klasikal pada siklus I yaitu 70% dapat disimpulkan bahwa hasil tes akhir pada siklus II lebih baik bila dibandingkan dengan siklus I yaitu mencapai ketuntasan belajar klasikal 87,5%. 2. Meningkatnya keaktifan siswa selama proses belajar mengajar mengalami peningkatan dari rata-rata prosentase yang diperoleh semula hanya 73,82% menjadi 84,75%, begitu pula dengan aktivitas kerjasama siswa mengalami peningkatan dari rata-rata prosentase 74,7% menjadi 83,45%, Untuk sikap siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual juga mengalami peningkatan yaitu semula rata-rata prosentase mencapai 72% meningkat menjadi 81%, jadi semuanya sudah memenuhi indikator keberhasilan. 3. Penampilan guru dalam mengajar juga mengalami peningkatan dari skor yang diperoleh siklus I yaitu 58 meningkat menjadi 68 dengan prosentase 72,5% menjadi 85%. Hal ini sesuai dengan indikator keberhasilan.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas VII B SMPN 4 Juwana Pati tahun pelajaran 2010/2011, maka diajukan beberapa saran sebagai berikut: 1. Model pembelajaran Cooperative Learning tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual sebaiknya diterapkan oleh guru matematika karena dapat digunakan sebagai pembelajaran alternatif untuk meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa baik dalam individu maupun berkelompok. 2. Sebaiknya guru menggunakan pembelajaran Cooperative Learning tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual ini karena dapat melatih siswa agar mampu menganalisa masalah matematika yang dihadapi, sehingga memotivasi siswa terbiasa berfikir kritis dan kreatif dalam memecahkan masalah matematika yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dalam kelompok maupun individu. 3. Dalam strategi pembelajaran Cooperative Learning tipe CIRC dengan pendekatan kontekstual, guru sebagai fasilitator hendaknya mengawasi dan membimbing siswa dengan instruksi seminimal mungkin, hal ini mendorong siswa agar lebih aktif interaktif dalam pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta. _______________. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. _______________. 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Darsono, Max. 2001. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press. Dimyati. dkk. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta. Dwi Antari Wijayanti. 2002. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas II C SLTP N 4 Semarang Tahun Pelajaran 2001/2002 Pada Pokok Bahasan SPLDV dengan Model CIRC. http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH3c47.dir/doc.pdf Hudoyo, Herman. 1990. Srategi Belajar Matematika. Malang: IKIP Malang. Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004 (Pertanyaan dan Jawaban). Malang: PT Grasindo. Sardiman. 2010. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Simangunsong, Wilson. 2006. Matematika Untuk SMP Kelas VII. Jakarta: Erlangga. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta. Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suyitno, Amin. 2005. Pemilihan Model-Model Pembelajaran dan Penerapannya di Sekolah. Semarang: FPMIPA UNNES. Tim Penyusun. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Erlangga. Wiwik Fitri Sholikhah. 2005. Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Bangun Segi Empat Siswa Kelas VII A SMP N II Balarejo Kab. Madiun Tahun Pelajaran
2004/2005 Melalui Model Pembelajaran CIRC. http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH0193/7b9ca7cb.dir/doc.p df