37
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Psikolgi kepribadian adalah ilmu yang mencakup upaya sistematis untuk mengungkapkan dan menjelaskan pola teratur dalam pkiran, perasaan, dan perilaku nyata seorang yang mempengaruhi kehidupannya sehari-hari. Dalam Psikologi kepribadian mempelajari berbagai teori, salah satunya adalah teori belajar kognitif sosial.
Teori belajar kognitif sosial dari Julian Rotter dan Walter Mischel, masing-masing berlandaskan asumsi bahwa faktor kognitif membantu membentuk bagaimana manusia akan bereaksi trhadap dorongan dan lingkungannya. Kedua pakar teori tersebut menolak penjelasan Skinner yangmenyatakan bahwa perilaku terbentuk oleh penguatan langsung, malah mereka menyebutkan bahwa ekspektasi seseorang atas kejadian yang akan datang adalah determinan utama dari suatu perilaku.
Rumusan Masalah
Siapakah tokoh Teori Belajar Kognitif Sosial?
Teori apa yang dibahas dalam Teori Belajar Kognitif Sosial?
Apa saja kekurangan yang terdapat dalam teori Belajar Kognitif Sosial?
Tujuan
Untuk mengetahui berbagai Teori Belajar Kognitif Sosial yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
Gambaran Umum Teori Belajar Kognitif Sosial
Teori belajar kognitif sosial dari Julian Rotter dan Walter Mischel, masing-masing berlandaskan asumsi bahwa faktor kognitif membantu membentuk bagaimana manusia akan bereaksi terhadap dorongan dari lingkungannnya. Kedua pakar teori tersebut menolak penjelasan Skinner yang menyatakan bahwa perilkau terbentuk oleh penguatan langsung, malah mereka menyebbutkan bahwa ekspetasi seseorang atas kejadian yang akan datang adalah determinan untama dari suatu perilaku
Rotter beragumen bahwa perilaku manusia paling dapat diprediksikan melalui pemahaman dari interaksi antara manusia dengan lingkungan yang berarti untuk mereka sebagai interaksionis. Rotter yakin bahwa tidak ada satu pun individu ataupun lingkungan itu sendiri yang sepenuhnya bertanggung jawab atas perilaku. Malah, ia beragumen bahwa kognisi manusia, sejarah masa lalu dan ekspetasi terhadap masa depan adalah kunci utama untuk memprediksi perilaku. Dalam hal ini, ia berbeda dari Skinner (Bab 15) yang meyakinin bahwa penguatan pada dasarnya berasal dari lingkungan.
Teori kognitif sosial Mischel mempunyai banyak kesamaan dengan teori kognitif sosial Bandura dan teori belajat sosial Rotter. Seperti Bandura dan Rotter, Mischel yakin bahwa faktor kognitif, seperti ekspetasi, persepdi subjektif, nilai, tujuan, dan standart peronal mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan Kepribadian. Kontribusi fantor kognitif terhadap teori kepribadian telah berkembang dari penelitian mengenai penundaan kepuasan, pada pemenelitian mengenai konstitensi dan ketidakkonsistenan kepribadian, dan baru-baru ini bekerja sama dengan Yuichi Shoda dalam pengembangan sistem kepribadian kognitif-afektif.
Biografi Julian Rotter
Julian B. Rotter, pencipta dari skala Locus of control, dilahirkan di Brooklyn pada 2 oktober 1916, sebagai anak ketiga dan anak laki-laki pertama dari pasangan orang tua imigran Yahudi. Rotter (1993) mengingat bahwa ia sangat sesuai dengan deskripsi dari Adler mengenai anak paling kecil yang sangat kompetitif dan selalu "berjuang". Walaupun orang tuanya menjalankan agama dan budaya Yahudi, mereka tidak terlalu religius. Rotter (1993) mendeskripsikan kondisi kondisi sosial ekonomi keluarganya sebagai, "kelas menengah dan cukup nyaman sampai pada Desripsi Besar, saat ayah ku kehilangan bisnis alat Tulis grosisranannya dan kami menjadi bagian dari massa pengangguran selama 2 tahun". Depresi ekonomi ini mencetuskan minat semur Rotter atas ketidakadilan sosial dan mengajarkannya tentang seberapaenting kondisi situasional memperngaruhi perilaku manusia.
Rotter adalah seorang yang sangat antusias untuk membaca, buku-buku favoritnya adalah Understanding Human Nature olhe Adler (1927), Psychopathology of Everyday life oleh Frreud (1901/1960), dan The Human Mind oleh Karl Menninger (1920). Ia sangat kagum terutama kepada Adelr dan Freud (Rotter, 1982,1993).
Ia mengambil jurusan Kimia di Brooklyn College. Dan setelah lulus pada tahun 1937 ia mempunyai lebih banyak kredit nilai dibidang kimia. Ia kemudian memasuki program pasca sarjanan psikologi di Univesity of lowa, dan memerima gelar master pada tahun 1938rotter menyelesaikan ikatan kerjanya dalam bidang psikologi klinis di Worcester State Hospital di Massachusetts, tempat ia bertemu dengan calon istrinya, Clara Barnes. Pada tahun 1941, Rotter menerima gelar Ph.D dibidang psikologi Klinis dari Indiana University. Dan pada tahun yang sama Rotter menerima ppsisi sebagai psikolog klinis di Norwich sate Hospital di Connecticut, Di awal perang dunia II, Ia ditarik masuk ke militer dan menghabiskan lebih dari 3 tahun sebagai psikolog militer.
Setelah perang, Rotter kembali sebentar ke Norwich, namun ia kemudian mengambil pekerjaan di Ohio State Universitas, tempat ia menarik sejumlah mahasiswa pascasarjana yang luar biasa, termasuk Walter Mischel. Selama lebih dari 12 tahun, Rotter dan George Kelly berjaya sebagai dua anggota paling kuat di departemen Psikologi di Ohio State. Akan tetapi, Rotter tidak begitu senang dengan dampak politik dari McCarthvism di Ohio, dan pada tahun 1963 ia mengambil posisi di University of Connecticut sebagai direktur dalam Clinical Tranining Program. Ia terus berada dalam posisi tersebut sampai tahun 1987, saat ia pensiun dan menjadi professor emeritus. Rotter dan istrinya, Clara (yang meninggal pada tahun 1986) mempunyai dua orang anak – seorang perempuan Jean dan seorang laki-laki Richard, yang meninggal pada tahun 1995.
Diantara publikasi Rptter yang paling penting adalah Social Learning and Cinical Psychology (1954); Clinical Psychologgy (1964); Application of Social Learning Theory of Personality, dengan J. E. Chance dan E. J. Phares (1972); Personality; dengan D. J. Hochreich (1975); The Development and Application pf Social Learning Theory: Selected Papers (1982); Rooter Incomplete Sentences Blank (Rotter, 1966); dan InterpersonalTrust Scale (Rotter, 1967)
Rotter bertugas sebagai ketua Eastern Psychologycal Association dan pada divisi social and Personality Psychology dan Clinical Psyuchology dari American Psychologycal Association (APA). Ia juga bertugas selama dua periode di APA Education and Training Board. Pada tahun 1988, ia menerima penghargaan bergengsi APA Distingguished Contribution Award. Pada tahun berikutnya, ia menerima Distinguished Contribution to Clinical Training Award dari Council of University Directors of Clinical Psychology.
Pengantar Teori Belajar Sosial Rotter
Teori belajar sosial berlandaskan lima hipotesis dasar. Pertama, teori belajar sosial meliputi bahwa manusia berinteraksi dengan lingkungan yang berarti untuknya (Rotter 1982) Reaksi manusia terhadap stimulus lingkungan bergantung pada arti atau kepetntingan yang mereka kaitakan dengan suatu kejadian. Penguatan tidak hanya bergantung pada hanya stimulus eksternal, tetapi pada arti yang deberikan oleh kapastitas kognitif dari manusia. Demikian pula, karakteristik personal seperti kebutuhan atau sofat, apabila hanya berdiri sendiri, tidak dapat menyababkan suatu perilaku. Malah Rotter yakin bahwa perilaku manusia berasal dari interaksi antara lingkungan dengan faktor personal.
Asumsi kedua dari teori Rotter adalah bahwa kepribadian manusia bersifat dipelajari. Dengan demikian, kepribadian tidak diatur atau ditentukan berdasarkan suatu usia perkembangan tertentu; melainakan dapat diubah atau do=imodifikasi selama manusia mampu untuk belajar. Walaupun akumulasi dar pengalaman terdahulu memberikan kepribadian kita suatu stabilitas, kita akan selalu responsif terhadap perubahan melalui pengalaman baru. Kita belajar dari pengalama masa lalu, tetapi pengalaman tersebut tidak sepenuhnya konstan-diwarnai oleh perubahan yang masuk sehingga memperngaruhi persepsi saat ini.
Asumsi ketiga dari teori belajar sosial adalah bahwa kepribadian mempunyai kesatuan mendasar, yang berarti kepribadian manusia mempunyai stabilitas yang relatif. Manusia belajar unutk mengevaluasi pengalaman baru atas dasar penguatan terdahulu. Evaluasi yang relatif konsisen ini akan membawa pada stabilitas yang lebih besar dan kesatuan dari kepribadian.
Hipotesis keempat dari Rotter adalah bahwa motivasi terarah bedasarkan tujuan. Rotter menolak pandangan bahwa manusia pada dasarnya termotivasi untuk menurunkan ketegangan atau mencari kesenganan, ia bersikeras bahwa penjelasan terbaik dari perilau manusia beradapada ekspetasi manusia bahwa perilaku mereka akan mengembangkan mereka ke arah suatu tujuan. Sebagai contoh, kebanyakan manusia mempunyai tujuan unutk lulus serta sanggup untuk bertahan melewati stres, ketegangan, prospek atas adanya beberaa tahun yang sulit menjalani kuliah menjalan knan bahwa ketegangan akan meningkat.
Dalam kondisi ketika hal-hal lainnya sama, manusia paling merasa diberikan penguatan oleh perilaku yang menggerrakan menreka kearah suatu ujuan yang telah mereka antisipasi. Penyataan ini merujuk pada hukum efekempiris, yang "mendefinisikan penguatan sebagai tindakan, kondisi, atau kejadian apa pun yang mempengaruhi pergerakan manusia menuju suatu tujuan" (Rotter & Hochreich, 1975, hlm. 95 ).
Asumsi yang kelima Rotter adalah bahwa manusia mampu untuk mengantisipasi kejadian. Disamping itu, mereka menggunakan persepsi atas pergerakan ke arah kejadian yang diantisipasi sebagai kriteria untuk mengevaluasi penguatan. Memulai degan lima asumsi unutk ini, Rooter kemudian membangun teori kepribadian yang berusaha memprediksikan perilaku manusia.
Memprediksi Perilaku Spesifik
Oleh karena perhatian utama Rotter adalah perdiksi perilaku manusia, ia mengajukan empat variabel yang harus dianalisis untuk membuat prediksi yang kaurat dalam suatu situasi yang spesifik. Variabel-variabel ini adalah potensi perilaku,ekspetasi, nilai penguatan, dan situasi psikologis. Potensi perilaku merujuk pada kemungkinan bahwa suatu perilaku akan terjadu dalam suatu situasi tertentu; ekspetasi adalah ekspetasi seseorang untuk diberikan penguatan;nilai daripenguatan adalah pilihan seseorang untuk suatu penguatan tertentu; dan situasi psikologis merujuk pada pola kompleks dari tanda-tanda yang dipersiapkam oleh eseorang selama suatu periode waktu yang spesifik.
Potensi Perilaku
Potensi Perilaku adalah kemungkinan bahwa suatu respons tertentu akan terjadi pada suatu waktu dan tempat. Beberapa potensi perilaku ddegan berbagai kekuatan berada dalam situasi psikologis apapun. Sebagai contoh, saat megan berjalan menuju sebuah restoran, ia mempunyai beberapa potensi perilaku. Ia mungkin akan melewatinya tanpa memperhatikan restoran tersebut untuk makan; berpikir unutk berhenti direstoran tersebut untuk makan, tetapi kemudian terus berjalan; memperhatikan bangunan dan isinya dengan asuatu perhitungan unutk membelinya; atau berhenti, masuk ke dalam, dan merampok kasirnya. Bagi Megan, dalam situasi ini, potensi dari beberapa perilaku ini mungkin mendekati no;, beberapa menjadi sangat memungkinkan, dan yang lainnya akan berada diantaea kedua titik ekstrem. Bagaiman seorang manusia dapat memprdiksikan perilaku apa yang paling mungkin atau paling tidak mungkin untuk terjadi ?
Potensi perilaku dalam situasi apa pun adalah suatu fungsi dari ekspektasi dan nilai penguatan. Sebagai contoh, apabila seseorang berharap untuk mengetahui kemungkinan bahwa megan akan merampok kasir daripada membeli restoran atau berhenti untuk makan, kita dapat mengasumsikan bahwa ekspetasi bersifat konstan dan nilai penguatan bervariasi. Apabila salah satu dari potensi perilaku ini membawa 70% ekspetasi unutk diberikan penguatan, maka seseorang dapat membuat prediksi mengenai kemungkinan relatif dari kejadian yang didasari hanya dari nilai penguatan masing-masing perilaku. Apabila menodong kasir membawa penguatan positif lebih besar daripada memesan makanan atau membeli restoran ersebut, maka perilaku terseut memiliki [tensi unutk terjadi paling besar.
Pendekatan kedua atas prediksi adalah untuk mengasumsikan bahwa nilai penguatan bersifat konstan dan ekspektasi bervariasi. Apabila total penguatan dari setiap perilaku yang mungkin dilakukan bernilai sama, maka satu perilaku yang memiliki ekspetasi untuk diberi penguatan paling tinggi akan menjadi yang paling mungkin untuk terjadi. Lebih spesifiknya lagi, apabila penguatan dari merampok kasir, membeli bisnis restoran, dan memesan makan malam dinilai sama, mamka respons yang paling mungkin untuk menghasilkan penguatan mempunyai potensi perilaku yang paling tinggi.
Rotters menggunakan definisi yangluas untuk perilkau, yang merujuk pada respons apa pun, implisit atau eksplisit, yang dapat diobservasi atau diukur secara langsung atau tidak langsung. Konsep konprehensif ini memberikan jalan pada Rotter unutk menganggap konstruk hipotesis, seperti menggeneralisasikan, memecahakn masalah, berpikir, menganalisis dan lain-lain sebagai perilaku.
Ekspektasi
Ekspetasi (E) merujuk pada ekspektasi seseorang bahwa suatu penguatan spesifik atau seperangkat penguatan akan terjadi dalam suatu situasi. Probabilitas tdak itentukanoleh sejarah individu dengan penguatan, seperti yang diajukanoleh Skinner, tetapi ditentukan secara subjektif oleh masing-masing orang. Sejarah, tentu saja, adalah suatu faktor yang berkontribusi, tetapi begitu pula dengan pikiran tidak realistis, ekspektasi yang berdasarkan kurangnya informasi, dan fantasi selama orang tersebut benar-benar meyakini bahwa penguatan atau seperangkat penguatan yang diberikan akan mengikuti suatu respons tertentu.
Ekspetasi dapat bersifat umum ataupun spesifik. Ekspetasi umum (generalized expectancies-GE) Dipelajari melalui pengalam terdahuu dari suatu respons tertentu atau respons yang mirip, dan didasari oleh keyakinan bahwa suatu perilaku tertentu akan diikuti oleh penguatan positif. Sebagai conto, mahasiswa yang sebelumya bekerja keras telah mendapatkan penguatan dari nilai yang tinggi, dan akan mempunyai ekspetasi umum mengenai penghargaan dimasa depan dan bekerja keras dalam berbagaisituasi akademis.
Ekspetasi spesifik ditentukan sebagai E' (E prime). Dalam situasi apapun, ekspetasi unutk menguatan tertentu ditentukan oleh kombinasi dari ekspertasi spesifit (E') dan ekspetasi Umum (GE). Sebagai contoh , seorang siswa mungkin mempunyai ekspetasi umum bahwa suatu tingkatan tugas akademis akan memberikan penghargaan berupa nilai yang baik, tetapi ia dapat meyakini bahwa jumlah kerja keras yang sama dalam kelas bahwasa Prancis tidak akan mendapatkan penghargaan sama sekali.
Ekspetasi total atas kesuksesan adalah sebuah fungsi dari ekspetasi umum seorang dengan ekspetasi spesifiknya. Ekspetasi total menentukan sebagian dari besaran usaha yang dikeluarkan oleh seorang dalam mencapai tujuannya. Seseorang dengan ekspetasi totoal yang rendah atas kesuksean dalam mendapatkan pekerjaan yang bergengsi, mungkin tidak akan elamar untuk pekerjaan tersebtu; sementara seseorang dengan ekspetasi total untuk kesuksesan yang tinggi akan mengerahkan usaha yang keras, dan bertahan menghadapi kemunduran untuk dapat mencapai tujuan yang dianggapnya mungkin untuk diraih.
Nilai Penguatan
Yaitu kecenderungan pilihan yang dijatuhkan seseorang pada suatu penguatan tertentu saat probabilitas terjadinya penguatan yang berbeda-beda setara.
Nilai penguatan dapat diilustrasikan melalui interaksi seorang wanita dengan sebuah mesin penjuak makanan yang memberikan beberapa makanan yang dapat dipilih, dengan harga yang sama untuk masing-masing makanan. Wanita tersebut mendekati mesin dengan kemampuan dan keinginan untuk membayar 75 sen untuk dapat memperoleh sebungkus makana ringan. Mesin penjual makan berada dalam konsidi kerja yang baik, sehingga probabilitas bahwa respons tersenut akan diikuti oleh sutau bentuk pengutaan berjumlah 100%. Oleh karena itu, ekspektasinya atas penguatan, dalam bentuk persen, keripik jagung, keripik kentang, berondong, keripik tortilla dan roti Danish, semuanya setara. Respons dari wantia tersebut yaitu tombiol apa yang akan ia tekan ditetntukan oleh nilai penguatan dari masing-masing makanan ringan.
Saat variabel ekspektasi dan situasional diasumsikan sebagai konstan, eprilaku dibentuk oleh prefeensi seorang terhadap penguatan yang mungkin unutk didapatkan, yaitu nilai pengutana. Dalam kebanyakan situasi, tentu saja, ekspektasi jaran gsekali setara dan prediksi menjadi sulit karena ekspektasi setara serta nilai penguatan sama-sama daoat bervariasi.
Apa yang menentukan nilai penguatan dari suatu kejadian, kondisi atau tindakan ? pertama, persepsi seseorang berkontribusi kepada nilai positif atau negatif dari suatu kejadian. Rotter menyebut persepsi ini sebagai pengutatn internal dan membedakannya dari penguatan eksternal, yang merujuk pada kejadian, kondisi atau tindakan yang diberikan nilai oleh masyarakat atau budaya seseorang. Ppeguatan internal dan eksternal dapat bersifat harmonis dan selaras, atau saling bertentangan satu sama lain.
Kontributor lainnya atas penguatan adalah kebutuhan seseorang. Secara umum, penguatan cenderung akan meningkat nilainya apabila ketuhan yang akan dipuaskannya menjadi lebih kuat.
Penguatan juga dinilai berdasarkan ekspetasi konsekuensi dari penguatan di masa depan. Rotter yakin bahwa manusia mampu menggunakan kognisinya untuk mengantisipasi suatu rangkaina peristiwa yang akan mengarah pada suatu tujuan dimasa depan, dan pada tujuan utama yang berkontribusi pada nilai penguatan dari masing-masing peristiwa dalam rangkainan tersebut. Penguatan jaran gterjadi secara mandri dari penguatan terkait di masa depan, namun mungkin akan muncul dalam rangkaina penguatan –penguatan, yang dirujuk Rotter (1982) sebagai kumpulan dari penguatan.
Manusia berorientasi pada tujuan; mereka mengantisipasu untuk dapat meraih suatu tujuan apabila bertindak dalam suatu bentuk. Dengan asumsi bahwa semua hal lain setara, tujuan dengan nilai penguatan yang paling itnggi akan menjadi yang paling diinginkan, akan tetapi, keinginan sendiri tidak cukup untuk memprediksikan perilaku. Potensi dari perilakuu tertentu adalah sebuah funsi dari ekspektasi dan nilai penguatan dan juga sutaut psikologis.
Situasi Psikologis
Sebagai bagian dari dunia internal dan eksternal yang direspons oleh manusia. Situasi psikologis tidak sama dengan stimulus eksternal walaupun peristiwa fisik biasanya penting bagi situasi psikologis.
Perilaku bukanlah hasil dari kejadian didalam lingkungan ataupun sifat pribadi, melainkan berasal dari interaksi antara manusia daengan lingkungan yang berarti untuknya . apabila stimulus fisik sendiri menentukan perilaku, maka dua individu akan beraksi dalam cara yang sama terhadap stumulus yang identik apabila sifat pribadi adalh satu-satunya yang dapat bertanggung jawab tas perilaku , maka seseorang akan selalu bereaksi dalam bentuk yang konsisten dan berkarakteristk walaupun dalam peristiwa yang berbeda. Oleh karena tidak satupun dari kondisi ini yang valid, sesuatu selain lingkungan dan sifat pribadiharus menjadi yang membentuk perilaku. Teori belajat sosial Rotter memberikan hipotesis bahwa interkasi antar manusia dan lingkungan adalah faktor penting dalam membentuk perilaku.
Situasi psikologi adalah "kumpulan yang kompleks dari tanda-tanda yang saling berinteraksi, yang beroperasi pada seseorang dalam periode waktu spesifik" (Rotter, 1982, hlm 318). Manuisa tidak berprilaku didalam suatu ruang vakum, tetapi bereaksi terhadap tanda-tanda dari lingkungan yang mereka persepsikan. Tanda-tanda ini berfungsi untuk menetukan suatu ekspetasi tertentu mengenai rangkaian perilaku-penguatan dan juga untuk rangkaian penguatan-penguatan. Periode waktu utnuk tanda-tanda tersebut dapat bervariasi dari sebentar hingga cukup lama; sehingga situasi psikologi tidak dibatasi oleh waktu. Situasi pernikahan seseorang. Sebagai contoh dapat menjadi relatif konstan untuk jangka waktu yang lama, sementara situasi psikologis saat berhadapandengan seorang pengendara yang kehilangan kendali atas kendaraaannya diatas jalanan yang beku dapat menjadi sangat pendek. Situasipsikologis harus diperhitungksn, bersama-sama dengan ekspektasi dan nilai penguatab, dalam menentukan probabilitas dari suau respons.
Rumusan Prediksi Dasar
Sebagai cara hipotesis untuk memprediksi perilaku spesifik, Rotter mengajukan suatu rumusan dasar yang memasukan kekempat variabel prediksi.rumusan ini merepresentasikan cara memprediksi yang cenderung idealus daripada realistis, dan tidak ada nilai pasti yang dapat diambil dari rumusan ini. Bayangkan kasus dari la juan, seorang mahasiswa berbakat secara akademis , yang sedang mendengarkan suatu kuliah membosankan dan dalam jangka waktu yang lama dari salah satu professornya. Terhadap tanda internal, yaitu kebosanan, dan tanda eksternal, yaitu melihat teman sekelasnya tertidur, apa kemungkinan bahwa la juanakan bereaksi dengan merebahkan kepalanya diatas meja sebagai suatu usaha untuk tidur?
Situasi psikologis sendiri tidak bertanggung jawab untuk perilakuknya, tetapi berinteraksi dengan espektasinya untuuk endapatkan penguaan, ditambah niali penguatan dari kegiatan tidur dalam situasi tersebut. Potensi perilaku La Jaua dapat diestimasikan dengan rumusan dasar unutk memprediksi perilaku yang diarahkan oleh tujuan yang digagas Rotter (2982, hlm. 302).
BP xl,sl,ra = f(E xl,ra,sl. + RV a, sl)
Rumusan tersebut dapat dibaca sebagi berikut : potensi dari perilaku X utuk terjadi dalam situasi I, dalam hubungannya dengan penguatan a adalah fungsi dari ekspetassi bahwa perilaku x akan diiki=uti oleh penguatan a dalam situasi I dan niali penguatan a dalam situasi I.
Saat diaplikasikan dengan contoh yang kita miliki, rumusan tersebut mengajukan kemungkinan (potensi perilaku atau BP) bahwa La Jaun akan merebahkan kepalanya diatas meja (perilaku x), di dalam kelas yang membosankandan tidak menarik, serta banyal mahasiswa lainnya yang tertidur (situasi psikologis atau SI) dengan tujuan utuk tidur (penguatan atau Ra) adalah fungsi dari ekspetasinya bawha perilaku tersebut (Ex) akan diikui olehkegitan tidur (ra) dalam situasi kelas tertentu (sI), ditambah dengan pengukuran setinggi apakeiinginannya untuk tidur (nilai penguatan atauRVa) dalamsituasi spesifk (s). Oleh karena pengukuran yang akurat dari masing-masing variabel mungkin berada diluar dari kajian ilmiah mengenai perilaku manusia, Rotter mengajukan uatu strategi dalam memprediksi perilaku umum.
Memprsediksi Perilaku Umum
Untuk mempredisikan perilaku umum, kita akan melihat David, yang telah bekerja di Hoffman's Hardware Store selama 18 tahun. David telah diinformasikan bahwa karena bisnis sedang lesu, Mr. Hoffman harus mengurangi jumlah pekerjanya dan David mungkin akan kehilangan pekerjaannya. Bagaiman kita dapat memprediksikan perilaku David selanjutnya?
Ekspektasi Umum
Oleh karena kebanyakan dari kemungkinan perilaku David adalah sesuatu yang baru untuknya, bagaiman kita dapat memprediksikan apa yang di lakukannya? Pada kondisi tersebut, konsep dari generalisasi dan ekspektasi umum masuk ke dalm teori Rotter. Apabila dimasa lalu, David terbiasa mendapatkan penghargaan atas perilakunya yang telah meningkatkan status sosialnya, maka kecil probabilitasnya bahwa ia akan memohon pada Mr. Hoffman untuk suatu pekerjaan, karena bertentangan dengan status sosialnya. Di sisi lain, apabila usahanya terdahulu dalam perilaku bertanggung jawab dan mandiri telah terbiasa mendapatkan penguatan, dan apabila ia mempunyai kebebasan dalam bergerak yaitu kesempatan untuk melamar pekerjaan lai, kemudian mengasumsikan bahwa ia membutuhkan pekerjaan, nmaka tinggi probabilitasnya bahwa ia akan melamar untuk pekerjaan lain atau apabila tidak, ia akan tetap berprilaku secara mandiri. Memprediksikan reaksi dari David atas kemungkinan kehilangan pekerjaan, berarti mengetahui bagaiamana ia melihat pilihan-pilihan yang tersedia untuknya dan juga status dari kebutuhannya saat ini.
Kebutuhan
Rotter (1982) mendefinisikan kebutuhan sebagai perilaku atau seperangkat perilaku yang dilihat orang dapat menggerakan mereka ke arah suatu tujuankebutuhan bukan suatu kondisi kekurangan atau ransangan, tetapi indikator dari tujuan perilaku. Perbedaan antara kebutuhan dan tujuan hanya bersifat semantik. Saat focus berada pada lingkungan, Rotter akan berbicara mengenai tujuan; saat focus berada pada manusianya, ia akan berbicara mengenai kebutuhan.
Kategori Kebutuhan
Rotter dan Hochreich (1975) membuat daftar enam kategori umum dari kebutuhan, dengan setiap kategori mempresentasikan sekelompok perilaku yang berkaitan secara fungsional; yaitu perilaku yang mengarah kepada penguatan yang sama atau serupa.
Pengakuan-Status. Kebutuhan untuk diakui orang lain dan untuk mendapatkan status dimata orang lain adalah kebutuhan yang kuat untuk kebanyakan orang. Pengakuan-status meliputi kebutuhan untuk dapat dengan baik hal-hal yang dianggap penting oleh orang tersebut, misalnya sekolah, olahraga, pekerjaan, hobi, dan penampilan fisik.
Dominasi. Kebutuhan untuk mengendalikan perilaku orang lain disebut dengan dominasi. Kebutuhan ini meliputi seperangkat perilaku yang terarah untuk mendapatkan kekuasaan atas hidup teman-teman, keluarga, kolega, atasan, dan bawahan. Memersuasi kolega untuk menerima ide kita adalah contoh spesifik dari dominasi.
Kemandirian. Kemandirian adalah kebutuhan untuk bebas dari dominasi orang lain. Kebutuhan ini meliputi perilaku-perilaku yang ditujukan untuk meraih kebebasan membuat pilihan, bergantung pada diri sendiri, dan mencapai tujuan tanpa bantuan dari orang lain. Menolak bantuan dalam memperbaiki sebuah sepeda mendemonstrasikan kebutuhan atas kemandirian.
Perlindungan-Ketergantungan. Seperangkat kebutuhan yang hampir sangat berkebalikan dengan kemandirian adalah kebutuhan untuk perlindungan dan ketergantungan. Kategori ini meliputi kebutuhan untuk diperhatikan orang lain, untuk dilindungi dari rasa frustasi dan sesuatu yang menyakitkan, serta untuk memuaskan kategori kebutuhan lainnya.
Cinta dan Afeksi. Kebanyakan orang mempunyai kebutuhan yang kuat untuk cinta dan afeksi, yaitu kebutuhan untuk diterima oleh orang lain yang lebih dari sekedar pengetahuan dan status, untuk dapat memasukan beberapa indikasi bahwa orang lain mempunyai perasaan positif yang penuh kasih saying untuk mereka. Kebutuhan untuk cinta dan afeksi meliputi perilaku-perilaku yang ditujukan untuk mendapatkan perhatian yang bershabat, minat dan kesetiaan dari orang lain.
Kenyamanan Fisik. Kenyamanan fisik mungkin adalah kebutuhan yang paling mendasar karena kebutuhan lain dipelajari atas kaitannya dengan kebutuhan ini. Kebutuhan ini meliputi perilaku-perilaku yang diarahkan untuk mendapatkan makanan, kesehatan yang baik dan keamanan fisik.
Komponen Kebutuhan
Kebutuhan kompleks mempunyai tiga komponen penting, yaitu Potensi Kebutuhan, Kebebasan Bergerak, dan Nilai Kebutuhan.
Potensi Kebutuhan (Need Potensial-NP). Merujuk pada kemungkinan terjadinya seperangkat perilaku yang berhubungan secara fungsional, yang terarah untuk memenuhi tujuan yang sama atau serupa. Potensi kebutuhan hampir serupa dengan konsep yang lebih spesifik dari potensi perilaku. Perbedaan dari keduanya terdapat pada potensi kebutuhan yang merujuk pada sekelompok perilaku yang berhubungan secara fungsional, sementara potensi perilaku adalah kemungkinan suatu perilaku tertentu untuk terjadi dalam situasi, dalam hubungannya dengan suatu penguatan yang spesifik. Potensi kebutuhan seseorang terpenuhi atau tidak, bergantung tidak hanya pada nilai atau prefensi yang dimiliki orang tersebut mengenai penguatan, tetapi juga pada kebebasan untuk bergerak dalam membuat repons-respons yang akan mendahului penguatan tersebut.
Kebebasan Bergerak (Freedom of Movement-FM). Kebebasan bergerak adalah ekspektasi keseluruhan untuk diberikan penguatan yang dimiliki seseorang untuk dapat melakukan perilaku yang diarahkan untuk memuaskan beberapa kebutuhan umum. Sebagai ilustrasi, seseorang yang mempunyai kebutuhan yang sangat kuat atas dominasi, dapat berprilaku dalam berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut. ia mungkin dapat memilihkan pakaian suaminya, atau menentukan kurikulum kuliah yang akan diambil oleh anaknya. Kebebasan bergerak dapat ditentukan dengan mengansumsikan bahwa nilai kebutuhan konstan dan mengobservasi potensi kebutuhan seseorang.
Nilai Kebutuhan (Need Values-NV). Nilai kebutuhan seseorang adalah sejauh mana ia memilih seperangkat penguatan daripada yang lainnya. Rotter, Chance, dan Phares (1972) mendefinisikan nilai kebutuhan sebagai rata-rata nilai prefensi dari seperangkat penguatan yang berhubungan secara fungsional. Dalam rumusan prediksi umum, nilai kebutuhan hampir serupa dengan nilai penguatan. Apabila seseorang mempunyai ekspektasi yang sama dalam mendapatkan penguatan yang positif untuk perilaku yang diarahkan pada pemuasan dari salah satu kebutuhan, maka nilai yang mereka letakan pada area kebutuhan tersebut akan menjadi penentu utama dari perilaku mereka.
Rumusan Prediksi Umum
Kasus mengenai La Juan, siswa berbakat yang mengalami kesulitan untuk tetap bangun di dalam kelas yang membosankan. Rumusan prediksi dasar mengajukan beberapa indikasi akan kemungkinan bahwa, dalam situasi spesifik kuliah yang membosankan, La Juan akan merebahkan kepalanya diatas meja. Akan tetapi rumusan prediksi yang lebih umum dibutuhkan untuk memprediksikan potensi kebutuhannya agar mendapatkan pengakuan-status yang datang melalui kelulusan dengan nilai tertinggi. Untuk membuat prediksi umum mengenai seperangkat perilaku yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan ini, Rotters memperkenalkan rumusan prediksi umum ini:
NP = f (FM + NV)
NP = f (FM + NV)
Persamaan ini berarti bahwa Potensi Kebutuhan (NP) adalah fungsi dari kebebasan bergerak (FM) dan Nilai Kebutuhan (NV). Rumusan prediksi umum Rotter memberikan jalan bagi sejarah seseorang dalam menggunakan pengalaman yang serupa untuk mengantisipasi penguatan di masa sekarang, yaitu bahwa mereka mempunyai ekspektasi yang digeneralisasikan atas kesuksesan.
Kontrol Internal dan Eksternal dari Penguatan
Dua skala Rotter yang paling populer untuk mengukur mengenai ekspektasi umum adalah Internal-External Control Scale dan Interpersonal Trust Scale.
Skala I-E ini meliputi 29 item yang bersifat jawaban yang dipaksakan, yaitu 23 pasang dari item-item tersebut akan di nilai dan 6 dari item-item tersebut merupakan pertanyaan pengisi untuk menyamarkan tujuan dari skala ini. Skala ini dinilai dengan mengarah pada konrol eksternal, sehingga 23 adalah nilai eksternal yang paling tinggi dan 0 adalah nilai internal yang paling tinggi.
Skala I-E berusaha mengukur sejauh mana seseorang mempresepsikan hubungan kualitas antara usahanya sendiri dengan konsekuensi dari lingkungan. Orang-orang yang mempunyai skor yang tinggi dalam kontrol internal, pada umumnya yakin bahwa sumber kontrol berada dalam diri mereka sendiri dan mereka melakukan kontrol personal yang cukup tinggi dalam kebanyakan situasi. Orang-orang yang mempunyai skor yang tinggi dalam kontrol eksternal, pada umunya yakin bahwa hidup mereka banyak dikendalikan oleh dorongan-dorongan diluar diri mereka, seperti keberuntungan, takdir, atau perilaku dari orang lain.
Walaupun populer, konsep dari kontrok internal dan eksternal tidak selalu dipahami dengan jelas. Walaupun Rotter (1975) menunjukan beberapa kesalahan dalam pemahaman yang umum mengenai kontrol internal dan eksternal dari penguatan, orang menggunakan dan mengiterpretasikan instrument ini dengan salah. Salah satu kesalahan dalam pemahaman tersebut adalah bahwa skor skala ini adalah determinan dari perilaku. Kedua adalah bahwa locus of control bersifat spesifik dan dapat memprediksikan pencapaian dalam situasi spesifik. Yang ketiga adalah bahwa skala ini membagi manusia ke dalam dua tipe yang sangat berbeda, internal dan eksternal. Dan keempat, kebanyakan orang terlihat yakin bahwa skor internal yang tinggi mengindikasikan adanya sifat yang diterima secara sosial, dan bahwa skor eksternal yang tinggi mengindikasikan karakteristik yang tidak diterima.
Interpersonal Trust Scale
Rotter melihat kepercayaan antarpribadi sebagai keyakinan dalam berkomunikasi dengan orang lain ketika tidak ada bukti untuk tidak meyakini hal tersebut, sementara sifat mudah percaya berarti meyakini kata-kata orang lain secara naïf atau bodoh. Untuk mengukur perbedaan dalam kepercayaan antarpribadi, Rotter (1967) mengembangkan Interpersonal Trust Scale (Skala Kepercayaan antarpribadi) yang menanyakan responden untuk setuju atau tidak setuju dengan 25 item yang mengkaji kepercayaan antarpribadi dan 15 item pengisi yang dirancang untuk menutupi tujuan dari instrument. Skala ini dinilai berdasarkan gradasi 5 poin dari "sangat setuju" sampai "sangat tidak setuju" sehingga respons sangat setuju dan setuju akan mengindikasikan kepercayaan 12 item, dan respons sangat tidak setuju dan tidak setuju akan mengindikasikan kepercayaan dalam 13 item lainnya. skor dari masing-masing 25 item tersebut akan dijumlah, sehingga skor yang tinggi akan mengindikasikan adanya kepercayaan antarpribadi dan skir yang rendah mengindikasikan ekspektasi umum atas ketidakpercayaan.
Rotter (1980) menyimpulkan hasil penelitian-penelitian yang mengindikasikan bahwa orang-orang yang mempunyai skor yang tinggi dalam kepercayaan antarpribadi, berkebalikan dengan skor yang rendah.
Tidak mungkin untuk berbohong
Mungkin lebih tidak akan berlaku curang atau mencuri
Lebih mungkin untuk memberikan kesempatan kedua untuk orang lain
Lebih mungkin untuk menghrgai hak orang lain
Lebih tidak mungkin untuk tidak menjadi bahagia, banyak berkonflik, ataupun tidak dapat menyesuaikan diri dengan orang lain.
Lebih disukai dan populer
Lebih dapat dipercaya
Tidak lebih ataupun kurang mudah dipercaya
Tidak lebih atau kurang cerdas.
Dengan perkataan lain, orang dengan kepercayaan yang tinggi tidak mudah percaya ataupun naïf, dan daripada disakiti dengan sikap dapat dipercaya mereka, mereka terlihat memiliki banyak karakteristik yang dianggap orang lain sebagai positif atau diinginkan.
Perilaku Maladaptif
Dalam teori belajar sosial Rotter, perilaku maladaptif adalah perilaku bertahan apapun yang gagal menggerakkan seseorang untuk menjadi lebih dekat dengan tujuan yang diinginkan. Perilaku ini sering kali, walaupun kadang dapat dihindari muncul dari kombinasi antara nilai kebutuhan yang tinggi dan kebebasan bergerak yang rendah; atau bersal dari tujuan yang ditetapkan dengan terlalu tinggi atau tidak realistis apabila tidak dikaitkan dengan kemampuan orang tersebut dalam mencapainya (Rotter, 1964). Sebagai contoh, kebutuhan akan cinta dan afeksi adalah realistis, tetapi beberapa orang mempunyai tujuan yang tidak realistis untuk dapat dicintai oleh semua orang. Oleh karena itu, nilai kebutuhan mereka tentu saja akan melebihi kebebasan bergerak mereka sehingga menghasilkan perilaku yang kemungkinan akan bersifat defensif atupun maladaptive.
Menetapkan tujuan terlalu tinggi adalah salah satu dari beberapa kontributor yang dapat menyebabkan perilaku maladaptif. Penyebab yang sering terjadi lainnya adalah kebebasan bergerak yang rendah. orang mungkin mempunyai ekspektasi yang rendah untuk berhasil karena tidak mempunyai cukup informasi atau kemampuan untuk melakukan prilaku yang akan diikuti oleh penguatan positif. Kesimpulannya, seseorang yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik biasanya dicirikan oleh tujuan-tujuan yang tidak realistis, perilaku yang tidak tepat, kemampuan yang tidak mencukupi, atau ekspektasi yang terlampau rendah untuk dapat melakukan perilaku yang dibutuhkan untuk dapat penguatan positif.
Psikoterapi
Bagi Rotter (1964), permasalahan psikoterapi adalah permasalahan bagaimana membuat perubahan pada perilaku melalui interaksi antara satu orang dengan orang lain. Dengan perkataan lain, permasalahan tersebut adalah peperkataan lain, permasalahan tersebut adalah permasalahan pembelajaran manusia dalam situasi sosial. Secara umum, tujuan dari terapi Rotter adalah untuk membawa kebebasan bergerak dan nilai kebutuhan agar selaras, sehingga akan mengurangi perilaku yang defensive atau menghindar. Terapis mengambil peranan aktif sebagai guru, dan berusaha untuk memenuhi tujuan terapi dengan dua cara dasar: (1) mengubah kepentingan dari tujuan, dan (2) mengeleminasi ekspektasi yang terlalu rendah atas kesuksesan.
Mengubah Tujuan
Kebanyakan pasien tidak mampu untuk memecahkan permasalahan hidup mereka karena berusaha meraih tujuan yang terdistorsi atau tdak tepat. Peranan terpis adalah untuk membantu pasien-pasien tersebut mengerti ketidaktepatan tujuan mereka dan mengajari mereka cara-cara yang konstruktif untuk berusaha meraih tujuan yang realistis. Rotter dan Hochreich (1975) menjabarkan tiga sumber masalah yang mengikuti tujuan yang tidak tepat.
Pertama, akan terjadi konflik antara dua atau lebih dari tujuan yang penting. Sebagai contoh, remaja sering kali menaruh nilai pada kemandirian dan juga perlindungan-ketergantungan. Pada satu sisi, mereka ingin bebas dari dominasi dan kontrol orang tua merek, tetapi pada sisi lain, mereka mempertahankan kebutuhan mereka atas orang yang mengasuh mereka untuk memberikan oerhatian dan melindungi mereka dari pengalaman yang menyakitkan. Dalam situasi tersebut, terapis dapat berusaha untuk membantu remaja melihat bagaimana perilaku spesifik mereka berkaitan dengan masing-masing kebutuhan, dan dilanjutkan untuk bekerja sama dengan mereka dengan mengubah nilai dari salah satu atau kedua kebutuhan. Dengan mengubah nilai kebutuhan, pasien akan secara bertahap mulai bertindak lebih konsisten dan merasakan kebebasan bergerak yang lebih besar untuk mencapai tujuan-tujuan mereka.
Kedua, tujuan yang bersifat destruktif. Beberapa pasien akan bertahan untuk berusaha meraih tujuan yang merusak diri sendiri, yang merupakan akibat yang tidak dapat dihindari dari kegagalan dan hukuman. Tugas terapis adalah untuk menunjukan sifat merusak dari usaha ini dan kemungkinan bahwa hal tersebut akan diikuti oleh suatu hukuman. Salah satu teknik yang dapat digunakan oleh terapis dalam kasus ini adalah untuk memberikan penguatan positif terhadap pergerakan menjauhi tujuan yang destruktif.
Ketiga, kebanyakan orang merasa dirinya dalam masalah karena menempatkan tujuan mereka terlalu tinggi, dan terus-menerus merasa frustasi karena tidak dapatraih atau melampaui tujuan-tujuan tersebut. dalam kasus ini terapi mengarahkan pasien untuk secara realistis melakukan evaluasi ulang dan menurunkan tujuan yang terlalu dibesar-besarkan dengan cara menurunkan nilai penguatan dari tujuan tersebut. oleh karena nilai penguatan yang tinggi biasanya dipelajari melalui generalisasi, terapis harus berusaha mengajarkan pasien bagaimana mendiskriminasikan antara nilai yang berlaku di masa lalu dengan nilai yang mungkin saja salah di masa sekarang.
Mengeliminasi Ekspektasi Rendah
Sebagai tambahan dari mengubah tujuan, terapis berusaha mengeliminasi ekspektasi pasien yang rendah terhadap kesuksesan dan yang hampir serupa dengannya, kebebasan bergerak yang rendah. Orang memiliki kebebasan bergerak yang rendah dapat disebabkan oleh setidaknya tiga alasan.
Pertama, mereka tidak mempunyai cukup keterampilan atau informasi yang dibutuhkan untuk dengan sukses berjuang menuju tujuan mereka (Rotter,1970). Dengan pasien seperti itu, seorang terapis berperan sebagai guru, dengan hangat dan empati menginstruksikan mereka teknik-teknik yang lebih efektif untuk memecahkan masalah dan memuaskan kebutuhan.
Sumber kedua dari kebebasan bergerak yang rendah adalah evaluasi yang salah dari situasi di masa sekarang. Tugas terapis adalah untuk membantu pasien tersebut mebuat perbedaan-perbedaan dan mengajarkannya terknik asertif untuk berbagai situasi yang tepat.
Terakhir, kebebasan bergerak yang rendah dapat muncul dari generalisasi yang tidak tepat. Pasien sering kali menggunakan kegagalan dalam suatu situasi sebagi bukti bahwa mereka tidak akan dapat berhasil dalam bidang lain. permasalahannya datang dari generalisasi yang salah, dan terapis harus memberikan penguatan untuk setiap keberhasilan sekecil apapun dalam hubungan sosial, pencapaian akademis dan situasi lainnya.
Disini, Rotter mengajukan beberapa teknik menarik yang ia rasa efektif. Pertama, mengajari pasien untuk mencari alternating bentuk tindakan. Rotter jua mengajukan suatu teknik untuk membantu pasien mengerti motif dari orang lain. teknik inovatif lainnya yang diajukan Rotter adalah untuk membuat pasien memasuki suatu situasi sosial yang sebelumnya sangat menyakitkan. Mereka diminta untuk diam dan mengobervasi.
Pada kesimpulannya, Rotter yakin bahwa seorang terapis harus menjadi partisipan yang aktif dalam interaksi sosial dengan pasien. Seorang terapis yang efektif mempunyai karakteristik yang hangat dan penerimaan, tidak hanya karena sikap ini mendukung pasien untuk dapat mengutarakan permasalahannya, tetapi juga karena penguatan yang didapatkan dari terapis yang hangat dan penuh penerimaan akan lebih efektif daripada penguatan dari terapis yang dingin dan penuh penolakan(Rotter, Chance, & Phares, 1972). Walaupun terapis adalah pemecah masalah yang aktif, (Rotter, 1978) yakin bahwa pada akhirnya pasien harus belajar untuk memecahkan masalahnya sendiri.
Biografi Walter Mischel
Walter Mischel, anak kedua dari keluarga kelas mengengah atas, dilahirkan pada 22 Februari 1930, di Vienna. Ia dan saudara laki-lakinya, Theodore, yang dikemudian hari menjadi pakar filsafat ilmiah, tumbuh di lingkungan yang nyaman dan tidak jauh dari tempat tinggal Freud. Akan tetapi, ketenangan masa kecilnya hancur saat Nazi melakukan invansi ke Austria, pada tahun 1938. Pada tahun yang sama, keluarga Mischel pergi dari Austria dan pindah ke Ameika Serikat. Setelah tinggal di berbagai negara bagian, mereka akhirnya menetap di Brooklyn – Walter pun mengikuti sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di sana. Selanjutnya ia pun berkuliah di New York University dan menjadi sangat tertarik dengan bidang seni (melukis dan memahat) serta membagi waktunya antara seni, psikologi, dan kehidupannya di Greenwich Village.
Kecenderungannya terhadap humanistik semakin diperkuat setelah membaca Freud, pemikir-pemikir eksistensial, dan penyair-penyair hebat. Setelah kelulusannya, ia kemudian memasuki program master dalam psikologi klinis di City College of New York. Perkembangan Mischel sebagai psikolog kognitif sosial semakin meningkat karena studi doktornya di Ohio State University dari tahun 1953-1956. Selanjutnya, Mischel mengajar selama 2 tahun di University of Colorado. Ia kemudian bergabung dengan Departement of Social Relations di Harvard, dan minatnya terhadap teori kepribadian dan asesmen semakin distimulasi oleh diskusi-diskusinya dengan Gordon Allport, Henry Murray, David McClelland, dan yang lainnya. Pada tahun 1962, Mischel pindah ke Stanford dan menjadi kolega Albert Bandura. Setelah menghabiskan lebih dari 20 tahun di Stanford, Mischel kembali ke New York, serta bergabung dengan fakultas psikologi di Colombia University dan menetap di sana sebagai peneliti aktif dan terus mengembangkan teori belajar kognitif sosialnya.
Selama di Harvard, Mischel bertemu dan menikahi Herriet Nerlove, yang juga seorang mahasiswa pascasarjana psikologi kognitif. Sebelum mereka bercerai, pasangan ini berkolaborasi dalam menghasilkan tiga orang anak perempuan dan beberapa proyek ilmiah (H. N. Mischel & W. Mischel, 1973; W. Mischel & H. N. Mischel 1976, 1983). Salah satu karya awal Mischel yang paling penting adalah Personality and Assesment (1968), suatu perkembangan dari usahanya dalam mengidentifikasi sukarelawan Peace Corps yang berhasil. Dalam Personality and Assesment, Mischel berargumen bahwa sifat merupakan prediktor yang lemah atas peforma dalam berbagai situasi, dan bahwa situasi lebih penting daripada sifat dalam memengaruhi perilaku.
Kebanyakan penelitian yang dilakukan oleh Mischel merupakan usaha kooperatif dengan sejumlah mahasiswa pascasarjana. Akhir-akhir ini, banyak dari publikasinya yang merupakan kolaborasi dengan Yuichi Shoda, yang menerima gelar Ph.D., dari Columbia pada tahun 1990 dan sekarang berada di University of Washington. Buku Mischel yang paling populer, Introduction to Personality, awalnya diterbitkan pada tahun 1971 dan menjalani revisi yang ke 7 pada tahun 2004, dengan Yuichi Shoda dan Ronald D. Smith sebagai rekanan penulis. Mischel telah memenangkan beberapa penghargaan, termasuk penghargaan Distinguished Scientist dari divisi klinis American Psychological Association (APA) pada tahun 1078 dan penghargaan APA Distinguished Scientific Contribution pada tahun 1982.
Teori Cognitive-Affective Personality System
Pendahuluan terhadap Teori Kepribadian Mischel
Secara umum, teori kepribadian memiliki dua tipe – mereka yang melihat kepribadian sebagai entinitas yang dinamis yang termotivasi oleh dorongan, persepsi, kebutuhan, tujuan, dan ekspektasi, serta mereka yang melihat kepribadian sebagai fungsi dari sifat atau disposisi personal yang relatif stabil. Teori kepribadian yang termasuk kategori pertama adalah teori dari Adler, Maslow, dan Bandura. Pendekatan ini menekankan pada dinamika kognitif dan afektif yang berinteraksi dengan lingkungan untuk menghasilkan perilaku.
Kategori kedua menekankan pada pentingnya disposisi personal dan sifat yang relatif stabil. Teori dari Allport, Eysenck, serta McCrae dan Costa berada dalam kategori ini. Pendekatan ini melihat manusia termotivasi oleh sejumlah dorongan dan sifat pribadi yang terbatas, yang cenderung membuat perilaku seseorang menjadi konsisten. Walter Mischel (1973) pada awalnya menolak penjelasan teori sifat atas perilaku. Malah ia mendukung gagasan bahwa aktivitas kognitif dan situasi spesifik mempunyai peranan yang penting dalam menentukan perilaku. Akan tetapi, baru-baru ini, Mischel dan koleganya (Mischel & Shoda, 1998, 1999; Mischel, Shoda, & Mendoza-Denton, 2002) telah mengajukan suatu rekonsiliasi antara pendekatan proses dinamis dengan pendekatan disposisi personal. Teori kepribadian kognitif-afektif ini berpandangan bahwa perilaku berasal dari disposisi personal yang relatif stabil dan proses kognitif-afektif yang beriteraksi dengan situasi tertentu.
Latar Belakang Sistem Kepribadian Cognitive-Affecctive
Beberapa pakar teori, seperti Hans Eysenck dan Gordon Allport yakin bahwa kebanyakan perilaku adalah produk dari sifat kepribadian yang relatif stabil. Akan tetapi, Walter Mischel menolak asumsi ini. Penelitian awalnya (Mischel, 1958, 1961a, 1961b) membuatnya percaya bahwa kebanyakan perilaku merupakan fungsi dari situasi.
Paradoks Konsistensi
Mischel melihat bahwa orang awam maupun psikolog profesional tampaknya secara intuitif meyakini bahwa perilaku manusia relatif konsisten, tetapi bukti empiris menunjukkan banyak variasi dalam perilaku – suatu situasi yang disebut Mischel sebagai paradoks konsistensi. Bagi kebanyakan orang, disposisi pesonal yang global, seperti agresivitas, kejujuran, sifat kikir, sifat tepat waktu, dan sifat yang lain, tampaknya dapat membuktikan diri sebagai hal yang dapat menjelaskan kebanyakan dari perilaku kita. Oleh karena itu, banyak orang mengasumsikan bahwa sifat kepribadian yang global akan timbul setelah suatu periode waktu dan juga dari satu situasi ke situasi lainnya. Mischel berargumen bahwa, sebaik-baiknya, orang-orang tersebut hanya separuhnya benar. Ia berpendapat bahwa beberapa sifat dasar memang bertahan seiring berjalannya waktu, tetapi hanya ada sedikit bukti yang menujukkan bahwa sifat-sifat tersebut dapat digeneralisasikan dari satu situasi ke situasi lainnya. Mischel sangat menentang usaha untuk mengatribusikan perilaku pada sifat global ini. Usaha apa pun untuk mengklasifikasikan seseorang sebagai ramah, ekstrover, pekerja keras, dan yang lainnnya, dapat menjadi salah satu cara untuk mendefinisikan kepribadian, tetapi hal tersebut merupakan suatu taksonomi yang steril, yang tidak mampu menjelaskan perilaku (Mischel, 1990, 1999, 2004; Mischel dkk., 2002; Shoda & Mischel, 1998).
Interaksi Manusia-Situasi
Pada akhirnya, Mischel (1973, 2004) kemudian dapat melihat bahwa manusia bukanlah suatu wadah kosong tanpa ada sifat kepribadian yang bertahan didalamnya. Ia mengakui bahwa kebanyakan orang memiliki suatu konsistensi dalam perilaku mereka, tetapi ia terus menekankan bahwa situasi mempunyai dampak yang kuat pada perilaku. Penolakan Mischel untuk menggunakan sifat sebagai prediktor perilaku tidak disadari oleh ketidakstabilan sementara dari sifat, namun oleh kurangnya konsistensi dari satu situasi ke situasi lainnya. Ia melihat bahwa banyak disposisi dasar dapat bersifat stabil untuk jangka waktu yang lama. Sebagai contoh, seorang siswa mungkin mempunyai sejarah sebagai orang yang rajin dalam hal akademis, tetapi gagal untuk menjadi rajin dalam membersihkan apartemen atau menjaga mobilnya dalam kondisi prima. Kurangnya kerajinan dalam membersihkan mobilnya mungkin akibat dari informasi yang tidak memadai. Oleh karena itu, situasi spesifik berinteraksi dengan kompetensi, minat, tujuan, nilai, ekspektasi dan hal lainnya dari orang tersebut untuk memprediksikan perilaku. Bagi Mischel, pandangan mengenai sifat atau disposisi personal ini, walaupun penting dalam memprediksikan perilaku manusia, melewatkan signifikansi dari situasi spesifik ketika manusia berfungsi.
Disposisi personal hanya memengaruhi perilaku di bawah kondisi dan situasi tertentu. Pandangan ini mengindikasikan bahwa perilaku tidak disebabkan oleh sifat personal yang global, namun oleh persepsi manusia atau dirinya sendiri dalam situasi tertentu. Sebagai contoh, seorang pemuda yang biasanya pemalu diantara wanita muda, dapat berperilaku dalam bentuk yang terbuka dan ekstrover saat bersama dengan pria atau wanita yang lebih tua. Mischel akan mengatakan bahwa ia adalah keduanya – bergantung pada kondisi yang memengarui pemuda tersebut dalam situasi tersebut.
Pandangan kondisional menyatakan bahwa perilaku dibentuk oleh disposisi personal ditambah proses kognitif dan afektif yang spesifik dari orang tersebut. Mischel berargumen bahwa keyakinan, nilai, tujuan, kognisi dan perasaan dari seseorang berinteraksi dengan disposisi-disposisi tersebut untuk membentuk perilaku. Sebagai contoh, teori sifat tradisional berpandangan bahwa manusia dengan sifat rajin biasanya akan berperilaku rajin. Akan tetapi, Mischel menunjukkan bahwa dalam beragam situasi, seseorang yang rajin dapat menggunakan sifatnya ini bersama dengan proses kognitif-afektif lainnya untuk mendapatkan suatu hasil yang spesifik.
Sistem Kepribadian Cognitive-Affective
Untuk memecahkan paradoks konsistensi yang klasik, Mischel dan Shoda (Mischel, 2004; Mischel & Shoda, 1995, 1998, 1999; Shoda & Mischel, 1996, 1998) menawarkan sistem kepribadian kognitif-afektif (cognitive-affective personality system atau disebut juga cognitive-affective processing system – CAPS) yang menjelaskan keberagaman dalam berbagai situasi dan juga stabilitas dari perilaku dalam diri seseorang. Kurangnya konsistensi yang terlihat dari perilaku seseorang tidak disebabkan oleh eror yang bersifat acak ataupun situasi. Akan tetapi, perilaku yang berpotensi untuk dapat diprediksi, yang merefleksikan pola variasi stabil di dalam diri seseorang. Sistem kepribadian kognitif-afektif memprediksikan bahwa perilaku seseorang akan berubah dari satu situasi ke situasi lainnya.
Mischel dan Shoda (Mischel, 1999, 2004; Mischel & Ayduk, 2002; Shoda, LeeTiernan & Mischel, 2002) percaya bahwa variasi dalam perilaku dapat dikonseptualisasikan dalam kerangka berpikir berikut: apabila A, maka X; tetapi apabila B, maka Y. Sebagai contoh, apabila Mark diprovokasi oleh istrinya, maka ia akan bereaksi agresif. Akan tetapi, saat "apabila" berubah, begitu juga dengan "maka". Apabila Mark diprovokasi oleh atasannya, maka ia akan bereaksi dengan kepatuhan. Perilaku Mark terlihat tidak konsisten karena ia bereaksi berbeda pada stimulus yang sama. Akan tetapi, Mischel dan Shoda berargumen bahwa diprovokasi oleh dua orang yang berbeda tidak menyusun stimulus yang sama.
Teori ini mengindikasikan bahwa perilaku adalah percabangan dari sifat kepribadian global yang stabil. Apabila perilaku adalah hasil dari sifat global, maka hanya ada sedikit variasi individual dalam perilaku. Dengan perkataan lain, Mark akan bereaksi dalam bentuk yang sama terhadap provokasi, tanpa memperhatikan situasi spesifik. Akan tetapi, pola variasi yang bertahan lama pada Mark menunjukkan kurang memadainya teori situasi dari teori sifat. Pola variasinya adalah ciri khas kepribadian dalam bentuk perilaku, yaitu bentuk yang konsisten dari variasi perilakunya dalam situasi tertentu (Shoda, LeeTiernan & Mischel, 2002). Kepribadiannya mempunyai ciri khas yang bersifat stabil dalam berbagai situasi walaupun saat perilakunya berubah. Mischel (1999) percaya bahwa teori kepribadian yang memadai harus "berusaha memprediksi dan menjelaskan ciri khas kepribadian tersebut daripada mengeliminasi atau tidak menghiraukannya".
Prediksi Perilaku
Kita telah mengedepankan bahwa teori yang efektif harus dapat disebutkan dalam kerangka kerja apabila-maka, tetapi Mischel (1999, 2004) adalah satu dari sedikit pakar teori kepribadian yang melakukannya. Posisi teoritis dasarnya dalam memprediksi dan menjelaskan dipaparkan sebagai berikut, "Apabila kepribadian adalah sistem yang stabil yang memproses informasi mengenai situasi internal ataupun eksternal, maka mengikuti hal tersebut, saat individu menghadapi situasi yang berbeda, perilakunya akan bervariasi dari satu situasi ke situasi lainnya". Mischel mengasumsikan bahwa kepribadian mempunyai stabilitas yang bersifat sementara dan perilaku dapat bervariasi dari satu situasi ke situasi lainnya. Ia juga mengasumsikan bahwa prediksi dari perilaku berada pada pengetahuan mengenai bagaimana dan kapan berbagai unit kognitif-afektif diaktivasi. Unit ini meliputi pengodean, ekspektasi, keyakinan, kompetensi, rancangan dan strategi regulasi diri, serta afek dan tujuan.
Variabel Situasi
Mischel yakin bahwa pengaruh relatif dari variabel situasi dan kualitas pribadi dapat ditentukan dengan mengobservasi keseragaman atau perbedaan dari reaksi manusia dalam suatu situasi tertentu. Saat orang-orang yang berbeda berperilaku dalam cara yang serupa – misalnya, saat menonton adegan emosional dalam film yang menarik – variabel situasi lebih kuat daripada karakterisktik pribadi. Pada sisi lain, kejadian yang terlihat sama, dapat menghasilkan reaksi yang sangat berbeda-beda karena kualitas pribadi mengalahkan variabel situasional. Sebagai contoh, beberapa pekerja dapat sama-sama dipecat dari pekerjaannya, tetapi perbedaan individu akan mengakibatkan perilaku yang berbeda-beda, bergantung pada kebutuhan untuk bekerja yang dipersepsikan oleh pekerja-pekerja tersebut, keyakinan mereka atas tingkat keterampilan mereka, dan persepsi atas kemampuan untuk mencari pekerjaan baru.
Di awal kariernya, Mischel mengadakan suatu studi yang menunjukkan bahwa interaksi antara situasi dan berbagai kualitas pribadi adalah determinan yang penting untuk perilaku. Sebagai contoh, dalam salah satu studi, Mischel dan Ervin Staub (1965) melihat kondisi yang memengaruhi pilihan seseorang atas suatu hadiah, dan menemukan bahwa situasi dan ekspektasi seseorang atas kesuksesan sama-sama penting. Peneliti pada awalnya meminta anak laki-laki kelas 8 untuk menilai ekspektasi mereka atas kesuksesan dalam tugas penalaran verbal dan informasi umum. Kemudian, setelah para murid mengerjakan beberapa permasalahan, beberapa murid diberitahukan bahwa mereka telah berhasil mengerjakan permasalahan tersebut; beberapa diberitahukan bahwa mereka telah gagal; dan kelompok ketiga tidak mendapatkan informasi apa pun. Aak-anak ini kemudian diminta untuk memilih antara hadiah yang langsung diberikan, tidak terlalu bernilai, dan tidak berkaitan; dengan hadiah yang ditunda pemberiannya, lebih bernilai, dan berkaitan. Konsisten dengan teori interaksi Mischel, murid-murid yang telah diberitahukan bahwa mereka berhasil dalam tugas serupa yang diberikan sebelumnya, akan lebih memilih untuk menunggu hadiah yang lebih bernilai dan berkaitan dengan peforma mereka; mereka yang diinformasikan telah gagal pada tugas sebelumnya cenderung memilih hadiah langsung yang tidak terlalu bernilai; dan mereka yang tidak menerima umpan-balik dari tugas sebelumnya akan membuat keputusan berdasarkan ekspektasi awal mereka mengenai kesuksesan; yaitu murid-murid dalam kelompok tanpa informasi yang pada awalnya mempunyai ekspektasi yang tinggi atas kesuksesan, akan membuat keputusan yang serupa dengan mereka yang percaya bahwa mereka telah berhasil; sementara mereka yang pada awalnya mempunyai ekspektasi yang rendah atas kesuksesan membuat keputusan yang serupa dengan mereka yang percaya bahwa mereka telah gagal. Hal ini menunjukkan bagaimana umpan-balik situasional berinteraksi dengan ekspektasi atas kesuksesan untuk mempengaruhi pilihan hadiah.
Mischel dan koleganya juga telah menunjukkan bahwa anak-anak dapat menggunakan proses kognitif mereka untuk mengubah situasi yang sulit menjadi lebih mudah. Sebagai contoh, Mischel dan Ebbe B. Ebbesen (1970) menemukan bahwa beberapa anak mampu menggunakan kemampuan kognitif mereka untuk mengubah kegiatan menunggu yang tidak menyenangkan untuk suatu hadiah menjadi situasi yang lebih menyenangkan. Dalam penelitian penundaan-kepuasan ini, anak-anak taman kanak-kanak diberitahukan bahwa mereka akan menerima suatu hadiah kecil setelah periode waktu yang singkat, tetapi hadiah yang lebih besar akan diberikan apabila mereka dapat menunggu lebih lama. Anak-anak yang memikirkan hadiahnya, memiliki kesulitan untuk menunggu; sementara anak-anak yang mampu menunggu paling lama, menggunakan bergbagai bentuk distraksi diri untuk menghindari memikirkan hadiahnya. Mereka tidak mau melihat ke arah hadiah, menutup mata, atau menyanyi, untuk mengubah situasi menunggu yang tidak menyenagkan menjadi situasi yang lebih menyaenangkan. Hasil penelitian ini dan yang lainnya, mengarahkan Mischel untuk menyuimpulakn bahwa, baik situsi ataupun komponen kognitif-afektif yang beragam dari perilaku mempunyai peranan dalam menentukan perilaku.
Unit Kognitif-Afektif
Pada tahun 1973, Mischel menawarkan rangkaian dari lima variabel manusia yang saling bertumpukan dan relatif stabil, yang berinteraksi dengan situasi untuk menentukan perilaku. Penelitian selama hampir lebih dari 30 tahun tersebut membuat Mischel dan rekan-rekannya memperluas konsepsi mereka atas variabel-variabel ini, yang mereka sebut dengan unit-unit kognitif-afektif (Mischel 1999, 2004; Mischel & Ayduk, 2002; Mischel & Shoda, 1995, 1998, 1999). Variabel manusia ini bergeser dari penekanan atas apa yang dimiliki oleh seseorang (misalnya, sifat global) menjadi apa yang dilakukan seseorang dalam situasi tertentu. Apa yang dilakukan seseorang meliputi kualitas kognitif dan afektif, seperti berpikir, membuat rencana, merasa, dan mengevaluasi; tidak hanya sekedar tindakan.
Unit-unit kognitif-afektif meliputi semua aspek psikologis, sosial, dan fisiologis dari manusia yang menyebabkan mereka berinteraksi dengan lingkungan mereka dengan pola variasi yang relatif stabil. Unit-unit ini meliputi (1) strategi encoding, (2) kompetensi dan strategi regulasi diri, (3) ekspektasi dan keyakinan, (4) tujuan dan nilai, serta (5) respons afektif.
Strategi Encoding
Satu unit kognitif-afektif penting yang paling memengaruhi perilaku adalah konstruk personal dari seseorang dan strategi encoding, yaitu cara manusia mengatagorisasikan informasi yang diterima dari stimulus eksternal. Manusia menggunakan proses kognitif untuk mengubah stimulus ini menjadi konstruk personal, termasuk konsep diri, pandangan mereka termasuk orang lain, dan cara mereka melihat dunia. Orang yang berbeda melakukan encoding yang berbeda terhadap peristiwa yang sama, yang menjelaskan adanya perbedaan individual dalam konstruk personal. Selain itu, orang yang sama dapat melakukan encoding yang berbeda atas peristiwa yang sama dalam situasi yang berbeda. Stimulus input akan berubah secara substansial oleh apa yang secara selektif diperhatikan orang-orang, bagaimana mereka menginterpretasikan pengalaman mereka, dan cara mereka mengatagorisasikan input-input tersebut.
Kompetensi dan Strategi Regulasi Diri
Keyakinan kita atas apa yang dapat kita lakukan berkaitan dengan kompetensi kita. Mischel (1990) menggunakan istilah kompetensi untuk merujuk pada beragam informasi yang kita dapatkan mengenai dunia dan hubungan kita dengannya. Dengan mengobservasi perilaku kita sendiri dan perilaku orang lain, kita belajar apa yang dapat dan tidak dapat kita lakukan dalam situasi tertentu. Mischel setuju dengan Bandura bahwa kita tidak memperhatikan semua stimulus yang ada dalam lingkungan kita, melainkan secara selektif mengonstruksi atau membangun dunia nyata versi kita sendiri. Oleh karena itu, kita mendapatkan seperangkat keyakinan mengenai kemampuan dan performa kita, sering kali tanpa melakukan performa tersebut secara aktual.
Serupa dengan hal tersebut, Mischel yakin bahwa manusia menggunakan strategi regulasi diri untuk mengontrol perilaku mereka melalui tujuan yang diberikan pada diri sendiri dan konsekuensi yang dibuat diri sendiri. Manusia tidak membutuhkan penghargaan dan hukuman yang bersifat eksternal untuk membentuk perilaku; mereka dapat menentukan tujuan untuk diri mereka sendiri dan kemudiam memberikan penghargaan atau kritik pada dirinya sendiri berkaitan dengan apakah perilaku tersebut menggerakan mereka kearah tujuan-tujuan tersebut. Sistem regulasi diri manusia membuat mereka mampu untuk merencanakan, memulai, dan mempertahankan perilaku, bahkan ketika dukungan lemah atau tidak ada sama sekali. Walaupun begitu, tujuan yang tidak tepat dan strategi yang tidak efektif dapat meningkatkan kecemasan dan berakibat pada kegagalan.
Ekspektasi dan Keyakinan
Situasi apa pun akan menghasilkan banyak potesni perilaku, tetapi bagaimana manusia berperilaku bergantung pada ekspektasi dan keyakinan spesifik mereka mengenai konsekuensi dari masing-masing kemungkinan perilaku yang berbeda-beda. Pengetahuan atas hipotesis atau keyakian seseorang mengenai hasil dari situasi apa pun adalah prediktor yang lebih baik atas perilaku daripada pengetahuan mengenai kemampuan mereka untuk melakukan perilaku (Mischel dkk., 2002).
Dari pengalaman sebelumnya dan dengan mengobservasi orang lain, manusia belajar untuk melakukan perilaku-perilaku yang mereka harapkan akan menghasilkan pencapaian yang paling bernilai secara subjektif. Saat seseorang tidak mempunyai informasi mengenai apa yang dapat diharapkan dari suatu perilaku, orang tersebut akan melakukan perilaku yang mendapat penguatan yang paling besar pada situasi yang mirip di masa lalu. Sebagai contoh, seorang mahasiswa yang belum pernah mengikuti GER, sebagian dipengaruhi oleh bagaimana perilaku dalam persiapan ujian yang sebelumnya menghasilan pencapaian yang paling bernilai. Seorang mahasiswa yang sebelumnya mendapatkan penguatan setelah menggunakan teknik relaksasi diri dalam mempersiapkan diri untuk ujian, akan memiliki ekspektasi bahwa teknik yang sama akan membantunya berhasil dalam GRE. Mischel (1999. 2004) merujuk tipe ekspektasi ini sebagai ekspektasi perilaku-hasil.
Mischel juga mengidentifikasi tipe kedua dari ekspektasi – ekspektasi stimulus-hasil, yang merujuk pada banyak kondisi stimulus yang memengaruhi kemungkinan konsekuensi atau pola perilaku apa pun. Ekspektasi stimulus-hasil membantu kita memprediksi apa kejadian yang mungkin terjadi, yang mengikuti suatu stimulus tertentu. Mungkin contoh yang paling jelas adalah ekspektasi atas petir yang keras dan tidak menyenangkan mengikuti penampakan dari kilat (stimulus).
Mischel (1990) yakin bahwa satu alasan untuk ketidakkonsistenan perilaku adalah pada ketidakmampuan kita untuk memprediksi perilaku orang lain. Kita hanya mempunyai sedikit keraguan salam mengatribusikan sifat kepribadian pada orang lain, namun saat kita melihat bahwa perilaku mereka tidak konsisten dengan sifat-sifat ini, kita menjadi kurang yakin mengenai bagaimana harus bereaksi pada mereka. Perilaku kita akan konsisten dari situasi satu ke situasi lainnya, sampai pada tahap ketika ekspektasi kita tidak berubah. Permasalahannya, ekspektasi kita tidak bersifat konstan; yaitu berubah karena kita dapat mendiskriminasikan dan mengevaluasi berbagai potensi penguatan dalam situasi tertentu (Mischel & Ayduk, 2002).
Tujuan dan Nilai
Manusia tidak bereaksi secara pasif pada situasi, tetapi secara aktif dan terarah pada tujuan-tujuan. Mereka merumuskan tujuan, merancang rencana untuk mencapai tujuan, dan kemudian menciptakan situasi mereka sendiri. Tujuan, nilai, dan preferensi subjektif dari orang-orang merepresentasikan unit kognitif-afektif yang keempat. Nilai, tujuan, dan minat, bersama dengan kompetensi, adalah beberapa dari unit kognitif-afektif yang bersifat stabil. Satu alsan atas konsistensi ini adalah aspek menimbulkan emosi yang dimiliki unit-unit ini.
Respons Afektif
Respons afektif meliputi emosi, perasaan, dan reaksi fisiologis. Mischel melihat respons afektif tidak dapat dipisahkan dari kognisi dan menilai unit-unit kognitif-afektif yang saling terkait lebih dasar daripada unit kognitif-afektif lainnya. Oleh karena itu, respons efektif tidak hadir sendirian. Tidak hanya dapat dipisahkan dari proses kognitif, respons afektif juga memengaruhi masing-masing dari unit kognitif-afektif lainnya.
Kesimpulannya, unit-unit kognitif-afektif yang saling berkaitan, berkontribusi pada perilaku saat berinteraksi dengan sifat kepribadian yang stabil dan lingkungan yang reseptif. Aspek-aspek yang terpenting dari variabel ini meliputi (1) strategi encoding, atau bagaimana orang memandang atau mengatagorisasikan suatu kejadian; (2) kompetensi dan strategi regulasi diri, atau apa yang dapat orang lakukan serta strategi dan rencana mereka untuk menghasilkan perilaku yang diinginkan; (3) keyakian mengenai suatu situasi serta ekspektasi perilaku-hasil dan stimulus-hasil; (4) tujuan, nilai, dan preferensi yang subjektif, yang menentukan sebagian dari perhatian selektif terhadap suatu kejadian ; serta (5) respons afektif, termasuk perasaan dan emosi, dan juga afek yang menyertai reaksi fisiologis.
Kritik terhadap Teori Belajar Kognitif Sosial
Teori belajar kognitif sosial sangat menarik untuk mereka yang menghargai kedalaman teori belajr, dan asumsi spekulatif bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki kognisi dan pandangan masa depan. Rotter dan Mischel telah sama-sama mengembangkan teori pembelajaran untuk manusia yang berpikir, memberikan nilai, dan terarah pada tujuan dibandingkan dibandingkan untuk hewan laboratorium. Seperti pakar teori lainnya, nilai dari teori belajar kognitif sosial berada pada bagaimana teori tersebut memenuhi enam kriteria dari teori yang bermanfaat.
Teori belajar kognitif sosial telah menghasilkan banyak penelitian baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Sebagai contoh konsep Rotter mengenai locus of control, akan tetapi, locus of contol bukan merupakan inti dari teori kepribadian Rotter, dan teorinya sendiri belum menghasilkan jumlah penelitian yang sama. Berkebalikan dengan konsep locus of control Rotter, teori Mischel menghasilkan jumlah penelitian yang lebih sedikit namun lebih relevan terhadap inti teori.
Sifat empiris dari kedua hasil kerja Rotter dan Mischel memaparkan teori untuk dapat dikaji ulang dan diverifikasi. Akan tetapi, rumusan prediksi dasar dan rumusan prediksi umum sepenuhnya bersifat hipotesis dan tidak dapat dikaji secara akurat. Sebagai perbandingan, teori Mischel lebih dapat dikaji ulang. Pada kenyataannya, penelitian mengenai penundaan kepuasan adalah faktor yang mendorong Mischel untuk lebih menekankan variabel situasi dan mengurangi ketidakkonsistenan dari perilaku.
Secara teoretis, rumusan prediksi umum Rotter dan komponen-komponennya dapat memberikan kerangka berpikir untuk memhami perilaku manusia. Saat ini, teori Mischel dinilai sedikit diatas rata-rata pada kriteria mengorganisasikan pengetahuan, karena terus memperluas jangkauan teorinya untuk memasukkan disposisipersonal dan unit-unit kognitif-afektif yang dapat memprediksi dan menjelaskan perilaku.
Gagasan teori Rotter atas psikoterapi cukup eksplisit dan merupakan panduan yang cukup membantu bagi terapis, tetapi teori kepribadiannya tidak sepraktis itu. Rumus matematika berfungsi sebagai kerangka berpikir yang berguna untuk mengorganisasikan pengetahuan, tetapi tidak dapat memberikan bentuk tindakan yang spesifik untuk kalangan praktisi. Seupa dengan teori tersebut, teori Mischel hanya cukup untuk terapis, guru, dan orang tua.
Teori Rotter dan Mischel secara internal konsisten, karena mereka sangat berhati-hati dalam mendefinisikan istilah, sehingga istilah yang sama tidak akan mempunyai dua arti atau lebih.
Secara umum, teori ini relatif sederhana dan tidak berusaha untuk memberika penjelasan mengenai semua kepribadian manusia.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Teori Belajar Kognitif Sosial dari Rotter dan Mischel berusaha untuk membuat teori kekuatan penguatan dengan memakai teori kognitif. Menurut Rotter, perilaku manusia dalam situasi yang spesifik adalah fungsi dari ekspektasi mereka atas penguatan dan kekuatan dari kebutuhan yang terpuaskan oleh penguatan tersebut. Unit Kognitif-Afektif meliputi strategi econding, atau cara mereka menginterpretasi dan menggolongkan informasi; kompetensi dan rencana regulasi diri, atau apa yang dapat mereka lakukan dan strategi mereka untuk melakukannya; ekspektasi dan keyakinan mereka mengenai persepsi konsekuensi dari tindakan mereka; tujuan dan nilai; serta respons afektif mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Feist, J & dkk. (2009). Teori Kepribadian Theories of Personality edisi 7. Jakarta: Salemba Humanika
http://tiffany191193.blogspot.com/2012/11/pengertian-psikologi-kepribadian-dari.html. Di akses pada tanggal 13 Maret 2014