MAKALAH PROSEDUR KEPERAWATAN FIKSASI, MOBILISASI & ROM EXERCISE D I S U S U N Oleh: Kelompok 7:
1. Flora Yanti Simanjuntak 2. Ganda Risky Sipayung 3. Marhamin Situmorang 4. Surya Hardi Wiranata 5. Yessi Venny Limbong Mata Kuliah: Sistem Muskuloskletal II D.P: Ns, Friends Khana pasaribu, S.Kep
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN & KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA MEDAN 2014
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam taraf halusinasi menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat /mobilitas masyarakat yang meningkat otomatisasi terjadi peningkatan penggunaan alat-alat transportasi /kendaraan bermotor khususnya bagi masyarakat yang tinggal diperkotaan. Sehingga menambah “kesemrawutan” arus lalu lintas. Arus lalu lintas yang tidak teratur dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor. Kecelakaan tersebut sering kali menyebabkan cidera tulang atau disebut fraktur. Menurut Smeltzer (2001 : 2357) fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Berdasarkan data dari rekam medik RS Fatmawati di ruang Orthopedi periode Januari 2005 s/d Juli 2005 berjumlah 323 yang mengalami gangguan muskuloskletel, termasuk yang mengalami fraktur Tibia Fibula berjumlah 31 orang (5,59%). Penanganan segera pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah dengan mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah satu metode mobilisasi fraktur adalah fiksasi Interna melalui operasi Orif (Smeltzer, 2001 : 2361). Penanganan tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi umumnya oleh akibat tiga fraktur utama yaitu penekanan lokal, traksi yang berlebihan dan infeksi (Rasjad, 1998 : 363). Berdasarkan masalah diatas kami mengangkat sebuah judul tentang
“Prosedur
Keperawatan Fiksasi dan Imobilisasi dan ROM exercise” agar dalam penanganan pasien fraktur dapat lebih mudah dalam penyembuhan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu : 1. Apa tujuan dari fiksasi, imobilisasi dan ROM exercise. 2. Jelaskan teknik-teknik fiksasi, imobilisasi, dan ROM exercise pada pasien fraktur
BAB II PEMBAHASAN
PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR (POS) I M M OBIL I SASI DAN FI KSASI
1.
Pembalutan
Tujuannya: a.
Untuk mengurangi atau menghentikan perdarahan
b.
Untuk meminimalkan kontaminasi
c.
Untuk stabilisasi benda yang menancap
Kapan dilakukan: a.
Pada luka terbuka yang memungkinkan terkontaminasi dengan lingkungan luar
b.
Ada perdarahan eksternal, sehingga darah mengalir melalui luka yang ada
c.
Ada luka tusuk dengan benda yang masih menancap, dengan kemungkinan benda tersebut menembur arteri atau pembuluh darah besar
Alat balut: a.
Kassa atau kain, banyak tenaga medis yang menggunakannya dalam kondisi kegawatan
b.
Elastic bandage, mudah penggunaannya dan juga elastis sehingga hasil balutan juga bagus
Bagaimana: a.
Bebat tekan untuk perdarahan eksternal
b.
Balutan donat untuk stabilisasi benda yang menancap
2. Pembidaian Tujuannya: a.
Immobilisasi sehingga membatasi pergerakan antara 2 bagian tulang yang patah saling bergesekan
b.
Mengurangi nyeri
c.
Mencegah kerusakan jaringan lunak, pembuluh darah dan syaraf di sekitarnya
Kapan dilaksanakan: a.
Pasien dengan multiple trauma
b.
Jika terdapat tanda patah tulang pada ekstremitas
Prinsip Umum Pembidaian a.
Lihat bagian yang mengalami cedera dengan jelas
b.
Periksa dan catat sensasi, motoris dan sirkulasi distal sebelum dan sesudah pembidaian
c.
Jika terdapat angulasi hebat dan denyut nadi tidak teraba, lakukan fiksasi dengan lembut. Jika terdapat tahanan, bidai ekstremitas dalam posisi angulasi.
d.
Tutup luka terbuka dengan kassa steril sebelum dibidai, pasang bidai di sisi yang jauh dari luka tersebut
e.
Gunakan bidai yang dapat mengimobilisasi satu sendi di proksimal dan distal jejas
f.
Pasang bantalan yang memadai
g.
Jangan mencoba untuk menekan masuk kembali segmen tulang yang menonjol, jaga agar ujung segmen fraktur tetap lembab
h.
Jika ragu akan adanya fraktur, lakukan pembidaian pada cedera ekstremitas
Jenis Bidai a.
Bidai Kaku/Rigid Splint (bahan apapun, kayu, logam)
b.
Bidai Lunak/Soft Splint (air splint, bantal)
c.
Bidai Traksi/Traction Splint (Thomas splint, hare traction splint)
3. Pemasangan Traksi Definisi
Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh. Traksi digunakan untuk meminimalkan spame otot, untuk mereduksi, mensjajarkan, dan mengimubilisasi fraktur; untuk mengurangi deformitas, dan untuk menambah ruangan di antara kedua permukaan patahan tulang. Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek terapeutik. Faktor-faktor yang mengganggu keefektifan tarikan traksi harus dihilangkan. Kadang, traksi harus dipasang dengan arah yang lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan yang diinginkan. Dengan cara ini, bagian garis tarikan yang pertama berkontraksi
terhadap garis tarikan lainnya. Garis-garis tarikan tersebut dikenal sebagai vektor gaya. Resultanta gaya tarikan yang sebenarnya terletak di tempat di antar kedua garis tarikan tersebut. Efek traksi yang dipasang harus dievaluasi dengan sinar-X, dan mungkin diperlukan penyesuaian. Bila otot dan jaringan lunak sudah rileks, berat yang digunakan harus diganti untuk memperoleh gaya tarikan yang diinginkan.
4. Jenis-jenis Traksi
Traksi lurus atau langsung memberikan gaya tarikan dalam satu garis luru dengan bagian tubuh berbaring di tempat tidur. Traksi ekstensi Buck dan traksi pelvis merupakan contoh traksi lurus. Traksi suspensi seimbang (gambar 2.1.1) memberi dukungan pada ekstremitas yang sakit di atas tempat tidur sehingga memungkinkan mobilisasi pasien sampai batas tertentu tanpa terputusnya garis tarikan. Traksi dapat dilakukan pada kulit (traksi kulit) atau langsung ke skelet tubuh (traksi skelet). Cara pemasangan ditentukan oleh tujuan traksi. Traksi dapat dipasang dengan tangan (traksi manual). Ini merupakan traksi yang sangat sementara yang bisa digunakan pada saat pemasnagan gips, memberikan perawatan kulit dibawa boot busa ekstensi Buck, atau saat menyesuaikan dan mengatur alat traksi.
a.
Traksi kuli t
Traksi kulit menggunakan plaster lebar yang direkatkan pada kulit dan diperkuat dengan perban elastis. Berat maksimum yang dapat diberikan adalah 5 kg yang merupakan batas toleransi kulit. Jeni s-jenis traksi k ul it.
Beberapa jenis traksi kulit, yaitu : a.
Traksi ekstensi dari Buck adalah traksi kulit dimana plaster melekat secara sederhana dengan memakai katrol.
b.
Traksi dari Dunlop, dipergunakan pada fraktur suprakondiler humeri anak-anak.
c.
Traksi dari Gallow atau traksi dari Brayant, dipergunakan pada fraktur femur anak-anak usia di bawah 2 tahun .
d.
Traksi dari Hamilton Russel, digunakan pada anak-anak usia lebih dari 2 tahun.
Indikasi
Indikasi penggunaan traksi kulit adalah: a.
Traksi kulit merupakan terapi pilihan pada fraktur femur dan beberapa fraktur suprakondiler humeri anak-anak.
b.
Pada reduksi tertutup dimana manipulasi dan imobilisasi tidak dapat dilakukan.
c.
Merupakan pengobatan sementara pada fraktur sambil menunggu terapi definitif.
d.
Fraktur-fraktur yang sangat bengkak dan tidak stabil misalnya fraktur suprakondiler humeri pada anak-anak.
e.
Untuk traksi pada spasme otot atau pada kontraktur sendi misalnya sendi lutut dari panggul.
f.
Untuk traksi pada kelainan-kelainan tulang belakang seperti hernia nukleus pulposus (HNP) atau spasme otot-otot tulang belakang.
Kompli kasi : a.
Komplikasi yang dapat terjadi pada traksi kulit.
b.
Penyakit trombo emboli.
c.
Abersi, infeksi serta alergi pada kulit.
b.
Tr aksi pada tulang
Traksi pada tulang biasanya menggunakan kawat Krischner ( K-wire) atau batang dari Steinmann lokasi-lokasi tertentu,yaitu : a.
Proksimal tibia.
b.
Kondilus femur.
c.
Olekranon.
d.
Kalkaneus (jarang dilakukan karena komplikasinya).
e.
Traksi pada tengkorak.
f.
Trokanter mayor.
g.
Bagian distal metakarpal.
Jeni s-jenis traksi tul ang
a. Traksi tulang dengan menggunakan kerangka dari Bohler Braun pada fraktur orang dewasa b. Thomas splint dengan pegangan lutut atau alat traksi dari Pearson c. Traksi tulang pada olekranon, pada fraktur humerus d. Traksi yang digunakan pada tulang tengkorak misalnya Gradner Well Skull Calipers, Crutchfield cranial tong
I ndik asi penggunaan traksi tu lang :
a. Apabila diperlukan traksi yang lebih berat dari 5 kg. b. Traksi pada anak-anak yang lebih besar. c. Pada fraktur yang bersifat tidak stabil, oblik atau komunitif. d. Fraktur-faktur tertentu pada daerah sendi. e. Fraktur terbuka dengan luka yang sangat jelek dimana fiksasi eksterna tidak dapat dilakukan. f.
Dipergunakan sebagai traksi langsung pada traksi yang sangat berat misalnya dislokasi panggul yang lama sebagai persiapan terapi definitif.
Kompli kasi tr aksi tu lang :
a. Infeksi, misalnya infekis melalui kawat/pin yang digunakan. b. Kegagalan penyambungan tulang (nonunion) akibat traksi yang berlebihan. c. Luka akibat tekanan misalnya Thomas splint pada tuberositas tibia. d. Parese saraf akibat traksi yang berlebihan (overtraksi) atau bila pin mengenai saraf.
Prinsip Traksi Efektif
a. Pada setiap pemasangan traksi, harus dipikirakan adanya kontratraksi. Kontratraksi adalah gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanan. (Hukum Newton yang ketiga mengenai gerak, menyebutkan bahwa bila ada aksi maka akan
terjadi
reaksi
dengan
besar
yang
sama
namun
arahnya
berlawanan). Umumnya berat badan pasien dan pengaturan posisi tempat tidur mampu memberikan kontratraksi. b. Kontratraksi harus dipertahankan agar traksi tetap efektif. c. Traksi harus berkesinambungan agar reduksi dan imobilisasi fraktu efektif. Traksi kulit pelvis dan serviks sering digunakan untuk mengurangi spasme otot dan biasanya diberikan sebagai traksi intermiten. d. Traksi skelet tidak boleh terputus. e. Pemberat tidak boleh diambil kecuali bila traksi dimaksudkan intermiten. f. Setiap faktor yang dapat mengurangi tarikan atau mengubah garis resultanta tarikan harus dihilangkan. g. Tubuh pasien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat tempat tidur ketika traksi dipasang. h. Tali tidak boleh macet.
i.
Pemberat harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur atau lantai.
j.
Simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol atau kaki tempat tidur.
Mekanisme Traksi
Mekanisme traksi meliputi tidak hanya dorongan traksi sebenarnya tetapi juga tahanan yang dikenal sebagai kontratraksi, dorongan pada arah yang berlawanan, diperlukan untuk keefektifan traksi, kontratraksi mencegah pasien dari jatuh dalam arah dorongan traksi. Tanpa hal itu, spasme otot tidak dapat menjadi lebih baik dan semua keuntungan traksi hanya menjadi lewat saja ada dua tipe dari mekanik untuk traksi, dimana menggunakan kontratraksi dalam dua cara yang berbeda. Yang pertama dikenal dengan traksi keseim-bangan, juga dikenal sebagai traksi luncur atau berlari. Di sini traksi diaplikasikan melalui kulit pasien atau dengan metode skeletal. Berat dan katrol digunakan untuk mengaplikasikan tahanan langsung sementara berat tubuh pasien dalam kombinasi dengan elevasi dari dorongan tempat tidur traksi untuk menyediakan kontratraksi (Taylor, 1987 Styrcula, 1994a; Dave, 1995 and Osmond, 1999). Traksi Buck akan menjadi contoh dari hal ini. Yang kedua dinamakan traksi fixed dan kontratraksi dimasukkan di antara 2 point cocok yang tidak membutuhkan berat atau elevasi tempat tidur untuk mencapai traksi dan kontratraksi. Splint Thomas merupakan contoh dari sistem traksi ini (Taylor, 1987, Styrcula 1994a; Dave, 1995 and Osmond, 1999). Komponen mekanis dari sistem traksi, katrol ( pulley), tahanan vector dan friksi, terkait dengan beberapa faktor : cara dimana kontratraksi diaplikasikan dan sudut, arah, serta jumlah tahanan traksi yang diaplikasikan (Taylor, 1987 : 3). Sudut dan arah dorongan traksi bergantung pada posisi katrol dan jumlah efek katrol sama dengan jumlah dorongan yang diaplikasikan. Etika dua katrol segaris pada berat traksi yang sama maka disebut dengan ” Block and tackle effect ” hampir menggandakan jumlah dari tahanan dorongan. Tahanan vector diciptakan dengan mengaplikasikan tahanan traksi pada dua yang berbeda tetapi tidak berlawanan terhadap sisi tubuh yang sama. Hasil ini menghasilkan tahanan ganda untuk dorongan traksi yang actual (Taylor, 1987 and Styrcula, 1994a). Friksi selalu ada dalam setiap sistem traksi. Friksi memberikan resistansi terhadap dorongan traksi malah mengurangi tahanan traksi. Hal ini diperlukan untuk meminimalisir kapanpun dan bagaimanapun kemungkinan nantinya (Taylor, 1987 and Styrcula, 1994a). Kita dapat menggunakan traksi : (1) untuk mendorong tulang fraktur ke dalam tempat memulai, atau (2) untuk menjaga mereka immobile sedang hingga mereka bersatu, atau (3)
untuk melakukan kedua hal tersebut, satunya diikuti dengan yang lain. Untuk mengaplikasikan traksi dengan sempurna, kita harus menemukan jalan untuk mendapatkan tulang pasien yang fraktur dengan anam, untuk beberapa minggu jika diperlukan. Ada dua cara untuk melakukan hal tersebut : (1) memberi pengikat ke kulit (traksi kulit; (2) dapat menggunakan Steinmann pin, a Denham pin, atau Kirschner wire melalui tulangnya (traksi tulang). Tali kemudian digunakan untuk mengikat pengikatnya, pin atau wire ditaruh melalui katrol, dan dicocokkan dengan berat. Berat tersebut dapat mendorong pasien keluar dari tempat tidurnya, sehingga kita biasanya membutuhkan traksi yang berlawanan dengan meninggikan kaki dari tempat tidurnya. Salah satu dari tujuan utama dari traksi adalah memperbolehkan pasien untuk melatih ototnya dan menggerakkan sendinya, jadi pastikan bahwa pasien melakukan hal ini. Traksi membutuhkan waktu untuk diaplikasikan dan diatur, tetapi hal ini dapat dengan mudah diatur dengan asisten.
4. GIPS Definisi
Gips merupakan suatu bahan kimia yang pada saat ini tersedia dalam lembaran dengan komposisi kimia (CaSO4)2 H2O + 3 H2O = 2 (SaSO42H2O) dan bersifat anhidrasi yang dapat mengikat air sehingga membuat kalsium sulfat hidrat menjadi solid/keras. Pada saat ini sudah tersedia gips yang sangat ringan. Pemasangan gips merupakan salah satu pengobatan konservatif pilihan (terutama pada fraktur) dan dapat dipergunakan di daerah terpencil dengan hasil yang cukup baik bila cara pemasangan, indikasi, kontraindikasi serta perawatan setelah pemasangan diketahui dengan baik.
Bentuk -bentu k Pemasangan GI PS
a. Bentuk lembaran sehingga gips menutup separuh atau dua pertiga lingkaran permukaan anggota gerak. b. Gips lembaran yang dipasang pada kedua sisi antero-posterior anggota gerak sehingga merupakan gips yang hampir melingkar. c. Gips sirkuler yang dipasang lengkap meliputi seluruh anggota gerak. d. Gips yang ditopang dengan besi atau karet dan dapat dipakai untuk menumpu atau berjalan pada patah tulang anggota gerak bawah.
Indikasi
a. Untuk pertolongan pertama pada faktur (berfungsi sebagai bidal). b. Imobilisasi sementara untuk mengistirahatkan dan mengurangi nyeri misalnya gips korset pada tuberkulosis tulang belakang atau pasca operasi seperti operasi pada skoliosis tulang belakang. c. Sebagai pengobatan definitif untuk imobilisasi fraktur terutama pada anak-anak dan fraktur tertentu pada orang dewasa. d. Mengoreksi deformitas pada kelainan bawaan misalnya pada talipes ekuinovarus kongenital atau pada deformitas sendi lutut oleh karena berbagai sebab. e. Imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis. f.
Imobilisasi untuk memberikan kesempatan bagi tulang untuk menyatu setelah suatu operasi misalnya pada artrodesis.
g. Imobilisas setelah operasi pada tendo-tendo tertentu misalnya setelah operasi tendo Achilles. h. Dapat dimanfaatkan sebagai cetakan untuk pembuatan bidai atau protesa.
H al-h al yang per lu diper hati kan dalam pemasangan gips adalah :
a. Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan. b. Gips patah tidak bisa digunakan. c. Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien. d. Jangan merusak atau menekan gips. e. Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips/ menggaruk. f. Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama.
Kelebihan a. Mudah didapatkan. b. Mura dan mudah dipergunakan oleh setiap dokter. c. Dapat diganti setiap saat. d. Dapat dipasang dan dibuat cetakan sesuai bentuk anggota gerak. e. Dapat dibuat jendela/lubang pada gips untuk membuka jahitan atau perawatan luka selama imobiliasi. f. Koreksi secara bertahap jaringan lunak dapat dilakukan membuat sudut tertentu.
g. Gips bersifat rediolusen sehingga pemeriksaan foto rontgen tetap dapat dilakukan walaupun gips terpasang. h. Merupakan terapi konservatif pilihan untuk menghindari operasi.
b. Kekurangan a. Pemasangan gips yang ketat akan memberikan gangguan atau tekanan pada pembuluh darah, saraf atau tulang itu sendiri. b. Pemasangan yang lama dapat menyebabkan kekakuan pada sendi dan mungkin dapat terjadi. c. Disus osteoporosis dan atrofi. d. Alergi dan gatal-gatal akibat gips. e. Berat dan tidak nyaman dipakai oleh penderita.
Per awatan Gips
Hal-hal yang perlu diperhatikan setelah pemasangan gips adalah : a. Gips tidak boleh basah oleh air atau bahan lain yang mengakibatkan kerusakan gips. b. Setelah pemasangan gips harus dilakukan follow u yang teratur, tergantung dari lokalisasi pemasangan. c. Gips yang mengalami kerusakan atau lembek pada beberapa tempat, harus diperbaiki.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan biasanya disertai cedera jaringan disekitarnya yaitu ligamen, otot, tendon, pembuluh darah dan persyarafan. Mobilitas merupakan suatu kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya.
B. Saran
Untuk Mahasiswa Semoga makalah dapat bermanfaat bagi mahasiswa yang ingin membuat makalah selanjutnya mengenai fraktur dan menjadikannya referensi serta bisa menjadi pedoman dalam penerapan dunia keperawatan.
Untuk masyarakat Setelah membaca makalah ini penulis berharap kepada masyarakat agar dapat memahami betapa pentingnya penangan fraktur dan dapat berubah arah pemikiran masyarakat yang masih percaya sama hal-hal yang mistis seperti kedukun.
DAFTAR PUSTAKA
http://mydocumentku.blogspot.com/2012/03/asuhan-keperawatan-pada-pasien-fraktur.html http://blog.priyanta.com/tag/cara-melakukan-mobilisasi-pada-pasien-fraktur/ http://nursecerdas.wordpress.com/2009/02/16/mobilisasi/ http://www.klikdokter.com/medisaz/read/2010/07/05/105/fraktur--patah-tulanghttp://nursingbegin.com/fraktur-patah-tulang/ http://akperlamongan.mywapblog.com/askep-fraktur.xhtml http://franlyonibala04.blogspot.com/2013/06/sop.html