MANAJEMEN KASUS PENGOBATAN DASAR HIPERTENSI
Disusun Oleh:
Eva Meltyza, dr.
Pendamping:
Hj. Tita Rostiana, dr.
PROGRAM DOKTER INTERNSIP INDONESIA PUSKESMAS CIJAGRA LAMA KOTA BANDUNG 2018
BORANG PORTOFOLIO Pengobatan Dasar: Hipertensi Nama Peserta: Eva Meltyza, dr. Nama Wahana: Puskesmas Cijagra Lama Kota Bandung Topik: Hipertensi Tanggal (kasus): 5 Oktober 2018 Nama Pendamping: dr. Hj. Tita Rostiana Obyektif Presentasi: ☐ Keterampilan ☐ Penyegaran Keilmuan Tinjauan Pustaka Diagnostik ☐ Manajemen ☐ Masalah ☐ Istimewa Dewasa ☐ Neonatus ☐ ☐ Anak ☐ ☐ Lansia ☐ Bumil Bayi Remaja Deskripsi: Pasien adalah ibu rumah tangga berusia 65 tahun datang dengan tujuan kontrol tekanan darah. Saat ini pasien merasa nyeri kepala sejak 3 hari terakhir. Namun, rasa nyeri hanya sesekali saja dan hilang timbul. Pasien menyangkal keluhan nyeri dada, jantung berdebar, mual, muntah, nyeri perut, gangguan penglihatan maupun kesemutan. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien sudah mempunyai hipertensi sejak 2 tahun terakhir. Pasien minum obat dan kontrol rutin setiap bulan. Tujuan: 1. Mengetahui diagnosis hipertensi 2. Mengetahui penatalaksanaan hipertensi 3. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya Tinjauan Kasus Bahan bahasan: ☐ Riset ☐ Audit Pustaka Presentasi dan Cara ☐ Diskusi ☐ Email ☐ Pos Diskusi Membahas: Nama: Ny. R Data Pasien: No Registrasi: 7062-01 Nama Klinik: Puskesmas Telp: Terdaftar sejak: Cijagra Lama Data utama untuk bahan diskusi: Diagnosis/Gambaran Klinis: Pasien adalah ibu rumah tangga berusia 65 tahun datang ke puskesmas dengan tujuan kontrol tekanan darah. Nyeri kepala sampai ke leher bagian belakang sejak 3 hari yang lalu yang hilang timbul Tidak ada keluhan yang lain Riwayat Pengobatan: Pasien minum obat Amlodipine 5 mg 1x / hari, malam hari. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Riwayat alergi disangkal. Pasien memilik riwayat penyakit hipertensi 2 tahun terakhir, pasien menyangkal mempunyai penyakit diabetes melitus dan penyakit jantung.
Riwayat Keluarga: Ibu pasien menderita hipertensi dan ayah pasien menderita diabetes melitus. Riwayat Pekerjaan: Pasien seorang ibu rumah tangga. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik: Pasien tinggal bersama suaminya dalam rumah berukuran ± 70m2. Pasien tidak merokok dan minum alkohol. Pasien rutin senam dan jalan pagi 3x / minggu. Pasien sudah mengurangi makan makanan yang asin. Penatalaksanaan: Farmakologis: - R/ Amlodipine tab 5 mg No. X S0-0-1 -------------------------------------------- R/ Paracetamol tab 500 mg No. X S 3dd tab I pc -------------------------------------------Non Farmakologis: - Menurunkan konsumsi garam - Makan makanan bernutrisi - Minum cukup air putih - Istirahat cukup - Olahraga rutin 3 x seminggu (jalan kaki, berenang) Lain-lain: Hasil Pembelajaran: Mengetahui manajemen penanganan pasien baik promotif, kuratif, preventif maupun rehabilitative di puskesmas.
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Hipertensi adalah keadaan di mana tekanan darah mengalami peningkatan yang memberikan gejala berlanjut pada suatu organ target di tubuh. Hal ini dapat menimbulkan kerusakan yang lebih berat, misalnya stroke (terjadi pada otak dan menyebabkan kematian yang cukup tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi kerusakan pembuluh darah jantung), dan hipertrofi ventrikel kiri (terjadi pada otot jantung). Hipertensi juga dapat menyebabkan penyakit gagal ginjal, penyakit pembuluh darah lain dan penyakit lainnya. Umumnya penyakit hipertensi terjadi pada orang yang sudah berusia lebih dari 40 tahun. Penyakit ini biasanya tidak menunjukkan gejala yang nyata dan pada stadium awal belum menimbulkan gangguan yang serius pada kesehatan penderitanya. Hipertensi tidak mempunyai gejala khusus sehingga sering tidak disadari oleh penderitanya. Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil riset kesehatan tahun 2007 diketahui bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia sangat tinggi, yaitu rata-rata 3,17% dari total penduduk dewasa. Hal ini berarti dari 3 orang dewasa, terdapat 1 orang yang menderita hipertensi (Riskesdas, 2008). Hasil penelitian yang dilakukan oleh 2 Riskesdas menemukan prevalensi hipertensi di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 25,8%. Daerah Bangka Belitung menjadi daerah dengan prevalensi hipertensi yang tertinggi yaitu sebesar 30,9%, kemudian diikuti oleh Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%) (Riskesdas, 2013). 2.
Tujuan
Tujuan dari pembuatan referat ini yaitu: 1.
Untuk mengetahui penyakit hipetensi.
2.
Untuk mengetahui gambaran klinis dari hipertensi.
3.
Untuk mengetahui pencegahan dan penatalaksanaan dari hipertensi.
BAB II LAPORAN KASUS
2.1 Data Pasien
Nama
: Ny. J
Usia
: 66 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Jl. Rajamantri
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
2.2 Anamnesis
Pasien adalah ibu rumah tangga berusia 66 tahun datang dengan tujuan kontrol tekanan darah. Saat ini pasien merasa nyeri kepala sejak 3 hari terakhir. Nyeri juga dirasakan di leher bagian belakang. Pasien menyangkal keluhan nyeri dada, jantung berdebar, sesak, mual, muntah, nyeri perut, gangguan penglihatan maupun kesemutan. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien sudah mempunyai hipertensi sejak 2 tahun terakhir. Pasien menyangkal mempunyai penyakit diabetes melitus, penyakit jantung dan stroke. Pasien minum obat dan kontrol rutin setiap bulan. Pasien minum obat Amlodipine 5 mg 1x / hari, malam hari. Riwayat alergi disangkal. Pasien rutin senam dan jalan pagi 3x / minggu. Pasien sudah mengurangi makan makanan yang asin. Riwayat penyakit keluarga: Ibu pasien menderita hipertensi dan ayah pasien menderita diabetes melitus. 2.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
: baik
Kesadaran
: compos mentis
Staus Gizi
: BB= 55 kg, TB= 160 cm; BMI= 21,4
Tanda Vital
Tekanan Darah
: 120/70 mmHg
Nadi
: 96x/ menit
Respirasi
: 20 x/menit
: 37,3o C per aksila
Suhu
Kepala
Mata
: conjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher Trakea letak sentral, KGB leher dan kelenjar tiroid tidak teraba membesar Thorax
Cor
: Bunyi Jantung Murni Reguler S1,S2, tidak ada murmur.
Paru
: VBS kanan= VBS kiri, tidak ada ronkhi, wheezing dan slem
Abdomen Datar, soepel, bising usus normal, perkusi timpani, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba membesar Ekstremitas Tidak ada edema dan sianosis, CRT < 2”
2.4 Diagnosis Kerja
Hipertensi esensial + cephalgia
2.5 Penatalaksanaan Farmakologis
-
Amlodipine tablet 1 x 5 mg malam hari
-
Paracetamol tablet 3 x 500 mg
Non Farmakologis:
-
Menurunkan konsumsi garam
-
Makan makanan bernutrisi
-
Minum cukup air putih
-
Istirahat cukup
-
Olahraga rutin 3 x seminggu (jalan kaki, berenang)
BAB III KAJIAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah diukur dengan sphygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak atau terlentang, paling sedikit selama lima menit sampai tiga puluh menit setelah merokok atau minum kopi. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi primer untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder karena sebabsebab yang diketahui. Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2.
3.2. Etiologi
Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan pasti. Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan oleh faktor primer yang diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stres akut, kerusakan vaskuler dan lainlain. Adapun penyebab paling umum pada penderita hipertensi maligna adalah hipertensi yang tidak terobati. Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi.
3.3. Epidemiologi
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak dikumpulkan dan menunjukkan di daerah pedesaan masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Baik dari segi case finding maupun penatalaksanaan pengobatannya. Jangkauan masih sangat terbatas dan sebagian besar penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan. Prevalensi terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15%, tetapi angka prevalensi yang rendah terdapat di Ungaran, Jawa Tengah sebesar 1,8% dan Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya sebesar 0,6% sedangkan angka prevalensi tertinggi di Talang Sumatera Barat 17,8%.
3.4. Klasifikasi
Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada pengukuran rata-rata dua kali atau lebih pengukuran pada dua kali atau lebih kunjungan.
3.5. Patogenesis
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan
kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat komplek. Faktorfaktor tersebut mengubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi. Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang kadang-kadang muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah periode asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat. Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun (dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun.
3.6. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Lama menderita dan derajat hipertensi sebelumnya
Tanda-tanda hipertensi sekunder (riwayat penyakit ginjal dalam keluarga, penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuria, obat-obat yang dikonsumsi pil KB, minuman beralkohol, obat tetes hidung, kokain, amfetamin, steroid, OAINS, eritropoietin, siklosporin)
Episode berkeringat, nyeri kepala, cemas, palpitasi
Episode lemah otot dan kejang tetani
Faktror risiko (riwayat hipertensi dan penyakit kardiovaskular, dislipidemia, diabetes melitus, kebiasaan merokok, pola makan, obesitas, jumlah latihan fisik, mendengkur, kepribadian)
Gejala kerusakan organ target (otak dan mata nyeri kepala, vertigo, penglihatan kabur, TIA, defisit sensorik atau motorik, Jantung berdebar, nyeri dada, sesak nafas, bengkak tungkai, Ginjal haus, poliuria,nokturia, hematuria, arteri perifer ujung kaki dingin, klaudikasio intermiten)
Obat antihipertensi sebelumnya, jenis obat keampuhan dan efek samping
Faktor-faktor lingkungan, pribadi dan keluarga.
2. Pemeriksaan fisik Tanda-tanda dugaan hipertensi sekunder dan kerusakan ogan - Ciri-ciri sindroma Cushing - Stigmata kulit berupa neurofibromatosis (feokromositoma) - Palpasi menunjukkan pembesaran ginjal (ginjal polikistik) - Auskultasi mendapatkan adanya murmur di abdomen (hipertensi renovaskular) - Auskultasi di prekordial / dada terdengar murmur (koarktasio aorta / k elainan aorta) - Palpasi di femoral melambat dan lemah dan tekanan darah femoral menurun (koarktasio aorta) Tanda-tanda kerusakan organ:
Otak: murmur di atas arteri leher, defek sensorik maupun motorik
Retina: funduskopi abnormal
Jantung: lokasi dan karakteristik apical cordis berubah, aritmia, irama Gallop, ronki paru, edema tungkai
Arteri perifer: pulsasi menghilang, menurun, atau asimetri, ekstremitas dingin, lesi kulit iskemik
Arteri karotis: murmur sistolik
3.7. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah 1. Target tekanan darah yaitu <150/90 untuk pasien ≥60 tahun, <140/90 untuk pasien <60 tahun, <140/90 untuk pasien dewasa dengan penyakit diabeter melitus atau CKD. 2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler
3. Menghambat laju penyakit ginjal Terapi dari hipertensi terdiri dari terapi non farmakologis dan farmakologis seperti penjelasan dibawah ini. 1. Terapi Non Farmakologis a. Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih b. Meningkatkan aktivitas fisik c. Mengurangi asupan natrium d. Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol
2. Terapi farmakologis Pemilihan obat anti hipertensi sesuai indikasi:
3.8 Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya penyakit jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 1020 tahun. Dengan pendekatan sistem organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi, yaitu: Sistem organ komplikasi
Gagal jantung kongestif
Jantung
Angina pectoris, infark miokard
Sistem saraf pusat
Ensefalopati hipertensif
Ginjal
Gagal ginjal kronis
Mata
Retinopati hipertensif
Pembuluh darah perifer
Penyakit pembuluh darah perifer
3.9. Pencegahan
Upaya pencegahan dan penanggulangan hipertensi dimulai dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan perubahan pola hidup ke arah lebih sehat. Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan dasar perlu melakukan pencegahan primer yaitu kegiatan menghentikan atau mengurangi faktor risiko hipertensi sebelum penyakit hipertensi terjadi, melalui promosi kesehatan seperti diet yang sehat dengan makan cukup sayur dan buah, rendah garam dan lemak, rajin melakukan aktivitas dan tidak merokok. Puskesmas juga perlu melakukan pencegahan sekunder yang ditujukan pada kegiatan deteksi dini untuk menemukan penyakit. Bila ditemukan kasus, dapat dilakukan pengobatan secara dini. Sementara pencegahan tertier difokuskan pada upaya mempertahankan kualitas hidup penderita. Pencegahan tertier dilaksanakan melalui tindak lanjut dini dan pengelolaan hipertensi yang tepat serta minum obat teratur agar tekanan darah dapat terkontrol dan tidak memberikan komplikasi seperti penyakit ginjal kronik, stroke, dan jantung. Pencegahan tertier dilaksanakan agar penderita hipertensi terhindar dari komplikasi yang lebih lanjut serta untuk meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang lama ketahanan hidup.
BAB IV PEMBAHASAN
1. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diperoleh diagnosis hipertensi. Pasien adalah seorang ibu rumah tangga berusia 66 tahun datang ke puskesmas dengan tujuan kontrol tekanan darah. Saat ini pasien merasa nyeri kepala sejak 3 hari terakhir. Nyeri juga dirasakan di leher bagian belakang. Pasien menyangkal keluhan nyeri dada, jantung berdebar, sesak, mual, muntah, nyeri perut, gangguan penglihatan maupun kesemutan (tidak ada komplikasi dari hipertensi). BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien sudah mempunyai hipertensi sejak 2 tahun
terakhir. Pasien menyangkal mempunyai penyakit diabetes melitus, penyakit
jantung dan stroke. Pasien minum obat dan kontrol rutin setiap bulan. Pasien minum obat Amlodipine 5 mg 1x / hari, malam hari. Riwayat alergi disangkal. Pasien rutin senam dan jalan pagi 3x / minggu. Pasien sudah mengurangi makan makanan yang asin. Riwayat penyakit keluarga: Ibu pasien menderita hipertensi dan ayah pasien menderita diabetes melitus. 2. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, status gizi BB= 55 kg, TB= 160 cm; BMI= 21,4kg/m2. Tanda-tanda vital: tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 96x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 37,3oC. Kepala Mata: conjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik Leher Trakea letak sentral, KGB leher dan kelenjar tiroid tidak teraba membesar Thorax Cor
: Bunyi Jantung Murni Reguler S1,S2, tidak ada murmur.
Pulmo: VBS kanan= VBS kiri, tidak ada ronkhi, wheezing dan slem Abdomen Datar, soepel, bising usus normal, perkusi timpani, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba membesar
Ekstremitas Tidak ada edema dan sianosis, CRT < 2”
3. Penatalaksanaan dari kasus ini dengan terapi medikamentosa yaitu Amlodipine tablet 5 mg 1x1 tab sehari malam hari. Medikamentosa simptomatis dengan Paracetamol 500mg 3x1 tab sehari jika nyeri kepala. Terapi non medikamentosa dengan pola hidup sehat, mengurangi konsumsi garam, serta olahraga 3x seminggu. 4. Monitoring dan evaluasi Monitoring yang dilakukan yaitu dengan pemeriksaan tekanan darah dan minum obat rutin.