DR. WIDYA | DR. YOLINA | DR. ORYZA | DR. REZA DR. RESTHIE | DR. CEMARA | DR. RYNALDO
OFFICE ADDRESS: Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan (belakang pasaraya manggarai) phone number : 021 8317064 pin BB D3506D3E / 5F35C3C2 WA 081380385694 / 081314412212
Medan : Jl. Setiabudi no. 65 G, medan Phone number : 061 8229229 Pin BB : 24BF7CD2 Www.Optimaprep.Com
I L MU P E N YA K I T DALAM
1. Thyroid Disease Wayne’s Index • Skor > 19: – hipertiroidisme. • Skor < 11: – eutiroidism. • Skor antara 11-19: – equivocal
1. Thyroid Disease Billewicz Index: • A score > 25: – hypothyroidism. • A score < - 30: – Exclude hypothyrodism
1. Penyakit Endokrin Hipertiroidisme
Kumar and Clark Clinical Medicine
20. Radioactive Iodine
1. Penyakit Endokrin
2. Hiperkalemia
2. Hiperkalemia • Kalium > 5,5 mmol/L • Penurunan eksresi kalium pada pasien CKD • Tanda dan gejala: iritabilitas otot dan saraf, takikardia, diare, perubahan EKG, aritmia jantung, paralisis
Hiperkalemia
3. Dengue Fever
• Transfusi trombosit: • Hanya diberikan pada DBD dengan perdarahan masif (4-5 ml/kgBB/jam) dengan jumlah trombosit <100.000/uL, dengan atau tanpa DIC. • Pasien DBD trombositopenia tanpa perdarahan masif tidak diberikan transfusi trombosit.
3. Infeksi Dengue
Shock Bleeding
Primary infection: • IgM: detectable by days 3–5 after the onset of illness, by about 2 weeks & undetectable after 2–3 months. • IgG: detectable at low level by the end of the first week & remain for a longer period (for many years).
Secondary infection: • IgG: detectable at high levels in the initial phase, persist from several months to a lifelong period. • IgM: significantly lower in secondary infection cases.
Infeksi Sekunder
4. Tuberkulosis • Penyakit infeksi yang di sebabkan oleh mycrobacterium tubercolosis dengan gejala yang sangat bervariasi • Kuman TB berbentuk batang, memiliki sifat tahan asam terhadap pewarnaan Ziehl Neelsen sehingga dinamakan Basil Tahan Asam (BTA).
Tanda dan Gejala 1. Gejala lokal/ gejala respiratorik batuk - batuk > 2 minggu batuk darah sesak napas nyeri dada 2. Gejala sistemik Demam Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun
Pemeriksaan fisik • Pada TB paru tergantung luas kelainan struktur paru. Umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior , serta daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah. • Pleuritis TB kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. • Pada limfadenitis TB terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah axila
Pemeriksaan Sputum BTA • Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi sewaktu (SPS). • Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau dengan cara: Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan) Pagi ( keesokan harinya ) Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
Pembagian kasus TB a. Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan. b. Kasus kambuh (relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologik dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan : Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan dahulu antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi. Infeksi jamur TB paru kambuh
c. Kasus defaulted atau drop out Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. d. Kasus gagal Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan e. Kasus kronik / persisten Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik
4. Tuberkulosis OAT kategori-1: 2(HRZE) / 4(HR)3 – Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis. – Pasien TB paru terdiagnosis klinis – Pasien TB ekstra paru
Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3) – Pasien kambuh – Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya – Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)
• Pemberian sisipan tidak diperlukan lagi pada pedoman TB terbaru.
Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.
4. Tuberkulosis
Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.
4. Tuberkulosis
Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.
Obat Anti Tuberkulosis
4. Tuberkulosis
Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. 2014.
5. IBS • Irritable Bowel Syndrome (IBS) – kelainan fungsional usus kronik berulang dengan nyeri atau rasa tidak nyaman pada abdomen yang berkaitan dengan defekasi atau perubahan kebiasaan buang air besar setidaknya selama 3 bulan.
• Rasa kembung, distensi, dan gangguan defekasi merupakan ciri-ciri umum dari IBS. • Tidak ada bukti kelainan organik. Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013
5. IBS Menurut kriteria Roma III, IBS dibagi menjadi 3 subkelas yaitu: – IBS dengan diare (IBD-D): • Feses lembek/cair ≥25% waktu dan feses padat/bergumpal <25% waktu • Ditemukan pada sepertiga kasus • Lebih umum ditemui pada laki-laki
– IBS dengan konstipasi (IBS-C): • Feses padat/bergumpal ≥25% waktu dan feses lembek/cair <25% waktu • Ditemukan pada sepertiga kasus • Lebih umum ditemui pada wanita
– IBS dengan campuran kebiasaan buang air besar atau pola siklik (IBS-M) • Feses padat/bergumpal dan lembek/cair ≥25% waktu • Ditemukan pada sepertiga kasus
– Catatan : yang dimaksud dengan 25% waktu adalah 3 minggu dalam 3 bulan. Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013
5. IBS Kriteria diagnostik • Nyeri abdomen atau rasa tidak nyaman berulang selama 3 hari dalam sebulan pada 3 bulan terakhir dengan 2 atau lebih gejala berikut – Perbaikan dengan defekasi – Onset terkait dengan perubahan frekuensi BAB – Onset terkait dengan perubahan bentuk dan tampilan feses
• Kriteria diagnostik terpenuhi selama 3 bulan terakhir dengan onset gejala setidaknya 6 bulan. Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013
Tatalaksana IBS • Non farmakologi – IBS tipe konstipasi • diet tinggi serat
– IBS tipe diare • membatasi makanan yang mencetuskan gejala
• Farmakologi – IBS-C • bulking agent, laksatif, antagonis reseptor 5HT3 (prucalopride), aktivator kanal klorida C2 selektif (lubiprostone)
– IBS-D • antidiare (loperamide), antagonis reseptor 5HT3, antidepresan
– Nyeri, kembung dan distensi • antispasmodik, antibiotik (rifaximin), probiotik, antidepresan Konsensus IBS. Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia. 2013
6. Vitamin C Deficiency • Scurvy is a state of dietary deficiency of vitamin C (ascorbic acid). • Symptoms and signs of scurvy may be remembered by the 4 Hs – hemorrhage, hyperkeratosis, hypochondriasis, and hematologic abnormalities.
• Skin changes with roughness, easy bruising and petechiae, gum disease, loosening of teeth, poor wound healing, and emotional changes
6. Vitamin C Deficiency • Vitamin C is functionally most relevant for the triple-helix formation of collagen • Vitamin C deficiency results in impaired collagen synthesis. • The typical pathologic manifestations of vitamin C deficiency, including poor wound healing, are noted in collagen-containing tissues and in organs and tissues such as skin, cartilage, dentine, osteoid, and capillary blood vessels.
7. Analisis Gas Darah Disorder
Problem
Etiology
Physical findings
Metabolic acidosis
Gain of H+ or loss of HCO3-
Diarrhea, RTA, KAD, lactic acidosis
Kussmaul respiratory, dry mucous membrane, specific physical finding to its cause
Metabolic alkalosis
Gain of HCO3or loss of H+
Loss of gastric secretion (vomiting), thiazide/loop diuretics
Tetany, Chvostek sign, specific physical finding to its cause
Respiratory acidosis
Hypoventilation COPD, asthma, CNS disease, Dyspnea, anxiety, (CO2 retention) OSA cyanosis, specific physical finding to its cause
Respiratory alkalosis
Hiperventilation Hypoxia tachypnea (CO2 loss), high pneumonia, pulm. altitude Edema, PE, restrictive lung disease
Hyperventilation, cardiac rhythm disturbance
8. Leukemia CLL
CML
ALL
AML
The bone marrow makes abnormal leukocyte dont die when they should crowd out normal leukocytes, erythrocytes, & platelets. This makes it hard for normal blood cells to do their work. Prevalence
Over 55 y.o.
Mainly adults
Symptoms & Grows slowly may Signs asymptomatic, the disease is found during a routine test.
Common in children
Adults & children
Grows quickly feel sick & go to their doctor.
Fever, swollen lymph nodes, frequent infection, weak, bleeding/bruising easily, hepatomegaly/splenomegaly, weight loss, bone pain. Lab
Mature lymphocyte, smudge cells
Mature granulocyte, dominant myelocyte & segment
Therapy
Can be delayed if asymptomatic CDC.gov
Lymphoblas Myeloblast t >20% >20%, aeur rod may (+) Treated right away
Sel blas dengan Auer rod pada leukemia mieloblastik akut
Sel blas pada leukemia limfoblastik akut
Leukemia mielositik kronik
Limfosit matur & smudge cell pada leukemia limfositik kronik
Subtipe AML • Promielositik leukemia termasuk pada subtime M3 pada AML.
9. HEPATITIS VIRUS • •
•
•
• •
HBsAg (the virus coat, s= surface) – the earliest serological marker in the serum. HBeAg – Degradation product of HBcAg. – It is a marker for replicating HBV. HBcAg (c = core) – found in the nuclei of the hepatocytes. – not present in the serum in its free form. Anti-HBs – Sufficiently high titres of antibodies ensure imunity. Anti-Hbe – suggests cessation of infectivity. Anti-HBc – the earliest immunological response to HBV – detectable even during serological gap.
Principle & practice of hepatology.
9. Hepatitis B clinical course
9. Hepatitis • Incubation periods: – – – –
Hepatitis A range from 15–45 days (mean, 4 weeks) Hepatitis B and D from 30–180 days (mean, 8–12 weeks) Hepatitis C from 15–160 days (mean, 7 weeks) Hepatitis E from 14–60 days (mean, 5–6 weeks).
• The prodromal symptoms – Constitutional symptoms of anorexia, nausea and vomiting, fatigue, malaise, arthralgias, myalgias, headache, photophobia, pharyngitis, cough, and coryza may precede the onset of jaundice by 1–2 weeks. – Dark urine and clay-colored stools may be noticed by the patient from 1–5 days before the onset of clinical jaundice.
• The clinical jaundice – The constitutional prodromal symptoms usually diminish. – The liver becomes enlarged and tender and may be associated with right upper quadrant pain and discomfort. Spleen may enlarge.
• During the recovery phase, constitutional symptoms disappear, but usually some liver enlargement and abnormalities in liver biochemical tests are still evident.
Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. 2011.
9. Hepatitis
10. Hepatologi • Sirosis hepatis adalah stadium akhir fibrosis hepatik progresif ditandai dengan distorsi arsitektur hepar dan pembentukan nodul regeneratif. • Terjadi akibat nekrosis hepatoseluler – Sirosis hati kompensatabelum ada gejala klinis – Sirosis hati dekompensata gejala klinis yang jelas
• Etiologialkohol, hepatitis, biliaris, kardiak, metabolik, keturunan, obat – Di Indonesia, 40-50% disebabkan oleh hepatitis B Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
10. Hepatologi
11. Hipoglikemia
11. Hipoglikemia • Hipoglikemia – menurunnya kadar glukosa darah < 70 mg/dL dengan atau tanpa gejala otonom
• Whipple triad – Gejala hipoglikemia – Kadar glukosa darah rendah – Gejala berkurang dengan pengobatan
• Penurunan kesadaran pada DM harus dipikirkan hipoglikemia terutama yang sedang dalam pengobatan Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2015
11. Hipoglikemia Autonomik
Tanda
Gejala
Rasa lapar, berkeringat, gelisah, paresthesia, palpitasi, Tremulousness
Pucat, takikardia, widened pulse pressure
Neuroglikopenik Lemah, lesu, dizziness, pusing, Cortical-blindness, confusion, perubahan sikap, gangguan hipotermia, kejang, koma kognitif, pandangan kabur, diplopia
• Probable hipoglikemia gejala hipoglikemia tanpa pemeriksaan GDS • Hipoglikemia relatif GDS>70 mg/dL dengan gejala hipoglikemia • Hipoglikemia asimtomatik GDS<70mg/dL tanpa gejala hipoglikemia • Hipoglikemia simtomatik GDS<70mg/dL dengan gejala hipoglikemia • Hipoglikemia berat pasien membutuhkan bantuan orang lain untuk administrasi karbohidrat, glukagon, atau resusitasi lainnya Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2015
11. Hipoglikemia Hipoglikemia ringan • Konsumsi makanan tinggi karbohidrat • Gula murni • Glukosa 15-20 g (2-3 sdm) dilarutkan dalam air • Pemeriksaan glukosa darah dengan glukometer setelah 15 menit upaya terapi • Kadar gula darah normal, pasien diminta untuk makan atau konsumsi snack untuk mencegah berulangnya hipoglikemia.
Hipoglikemia berat • Terdapat gejala neuroglikopenik dextrose 20% sebanyak 50 cc (jika tidak ada bisa diberikan dextrose 40% 25 cc), diikuti infus D5% atau D10% • Periksa GD 15 menit, jika belum mencapai target dapat diulang • Monitoring GD tiap 1-2 jam
Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2015
12. Addison Disease • Addison disease (or Addison's disease) is adrenocortical insufficiency due to the destruction or dysfunction of the entire adrenal cortex. • Sign and symptoms: – – – – –
Hyperpigmentation of the skin and mucous membranes Dizziness Myalgias and flaccid muscle paralysis Impotence and decreased libido progressive weakness, fatigue, poor appetite, and weight loss
12. Endokrin
Penyakit Endokrin • Klasifikasi klinis insufisiensi adrenal: – Insufisiensi adrenal primer (Addison’s disease): gangguan pada korteks adrenal – Insufisiensi adrenal sekunder: sekresi ACTH menurun. – Insufisiensi adrenal tersier: sekresi CRH menurun.
Hiperpigmentasi daerah friksi
Hiperpigmentasi mukosa
12. Endokrin • Addison’s disease – ketidakmampuan korteks adrenal memproduksi gukokortikoid dan/atau mineralokortikoid
• Defisiensi kortisol umpan balik pada aksis hipotalamuspituitary meningkatkan kadar ACTH plasma • Defisiensi mineralokortikoid produksi renin meningkat oleh sel juxtaglomerular di ginjal
• 90% disebabkan oleh autoimun • Penyebab lain: tuberkulosis, adrenalektomi, neoplasia, genetik, iatrogenik, obat (eg. Etomidadinhibisi sintesis kortisol)
Addison Crisis/ Krisis Adrenal
13. Angina Pektoris Stabil • • • •
Nyeri dada muncul saat aktivitas, stres emosional Nyeri dada hilang dengan istirahat atau nitrogliserin Nyeri dada muncul <20 menit. Disebabkan oleh obstruksi pada arterikoroner epikardial akibat aterosklerosis. • Diagnosis – Stress test – Angiografi dan revaskularisasi koroner • Jika angina mengganggu aktivitas pasien walaupun dengan terapi yang maksimal. • Pasien dengan risiko tinggi.
Algoritma Tatalaksana Angina Stabil
Indikasi Revaskularisasi pada Angina Stabil
14. Rheumatoid Arthritis
Current diagnosis & treatment in rheumatology. 2nd ed. McGraw-Hill; 2007.
14. Rheumatoid Arthritis Rheumatoid arthritis (RA) • Penyakit inflamasi kronik dengan penyebab yang belum diketahui, ditandai oleh poliartritis perifer yang simetrik. • Merupakan penyakit sistemk dengan gejala ekstra-artikular.
14. Rheumatoid Arthritis
Current diagnosis & treatment in rheumatology. 2nd ed. McGraw-Hill; 2007. Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.
14. Rheumatoid Arthritis • Skor 6/lebih: definite RA. • Faktor reumatoid: autoantibodi terhadap IgG
Rheumatoid Arthritis Boutonnoere deformity caused by flexion of the PIP joint with hyperextension of the DIP joint.
Rheumatoid nodules & olecranon bursitis.
Swan neck deformity caused by Hyperextension of the PIP joint with flexion of the DIP joint .
Ulnar deviation of the fingers with wasting of the small muscles of the hands and synovial swelling at the wrists, the extensor tendon sheaths, MCP & PIP.
Arthritis Ciri
OA
RA
Gout
Spondilitis Ankilosa
Female>male, >50 tahun, obesitas
Female>male 40-70 tahun
Male>female, >30 thn, hiperurisemia
Male>female, dekade 2-3
gradual
gradual
akut
Variabel
Inflamasi
-
+
+
+
Patologi
Degenerasi
Pannus
Mikrotophi
Enthesitis
Poli
Poli
Mono-poli
Oligo/poli
Tipe Sendi
Kecil/besar
Kecil
Kecil-besar
Besar
Predileksi
Pinggul, lutut, punggung, 1s t CMC, DIP, PIP
MCP, PIP, pergelangan tangan/kaki, kaki
MTP, kaki, pergelangan kaki & tangan
Sacroiliac Spine Perifer besar
Bouchard’s nodes Heberden’s nodes
Ulnar dev, Swan neck, Boutonniere
Kristal urat
En bloc spine enthesopathy
Osteofit
Osteopenia erosi
erosi
Erosi ankilosis
-
Nodul subkutan, pulmonari cardiac splenomegaly
Tophi, olecranon bursitis, batu ginjal
Uveitis, IBD, konjungtivitis, insuf aorta, psoriasis
Normal
RF +, anti CCP
Asam urat
Prevalens Awitan
Jumlah Sendi
Temuan Sendi Perubahan tulang Temuan Extraartikular
Lab
15. Colorectal Cancer • Colorectal cancers occur at a mean age of 69. • Risk factor: – high animal fat diet, hereditary polyposis, IBD.
• Symptoms vary with anatomic locations: – Stool is relatively liquid as it passes through the right colon no obvious obstructive symptoms or noticeable alterations in bowel habits. – Lesions of the right colon commonly ulcerate, leading to chronic, insidious blood loss without a change in the appearance of the stool anemia of iron deficiency fatigue, palpitations, & even angina pectoris. Harrison’s principles of internal medicine. Current diagnosis & treatment in gastroenterology
Colon Carcinoma Awal sering asimtomatik
Sign
Symtoms Anemia defisiensi besi
Letak kiri obstruksi >>, kanan <
•Koilonychias •Glossitis •Cheilitis
konstipasi, mual, nyeri abdomen dan distensi abdomen, kadang disertain diare intermitten
Hipoalbumin
Letak distal pendarahan lebih nyata dibanding letak prox
BU melemah/meningkat
kelemahan seluruh badan, cepat lelah, sesak atau palpitasi
Cappel MS. 2005 Riwanto I. Hamami AH. Pieter J. Tjambolang T. Ahmadsyah I. 2010
78
15. Colorectal Cancer • Symptoms: – Since stool becomes more formed as it passes into the transverse & descending colon, tumors arising there tend to impede the passage of stool, resulting in the development of abdominal cramping, occasional obstruction, & even perforation. Radiographs of the abdomen often reveal characteristic annular, constricting lesions ("applecore" or "napkin-ring") Harrison’s principles of internal medicine. Current diagnosis & treatment in gastroenterology
15. Colorectal Cancer • Symptoms: – Cancers arising in the rectosigmoid are often associated with hematochezia, tenesmus, & narrowing of the caliber of stool; anemia is an infrequent finding
• Prompt diagnostic evaluation should be undertaken endoscopically or radiographically. • The U.S. Preventive Services Task Force recommends colorectal cancer screening for men and women aged 50–75 using – High-sensitivity fecal occult blood testing – Sigmoidoscopy or colonoscopy Harrison’s principles of internal medicine. Current diagnosis & treatment in gastroenterology
• Perbedaan gejala dan karsinoma kolorektal berdasarkan letaknya Aspek klinis
Kolon kanan
Kolon kiri
Rektum
Kolitis
Obstruksi
Proktitis
Karena obstruksi
Tenesmus
Karena Nyeri
penyusupan
Tenesmi terusDefekasi
Diare
Konstipasi progresif
Obstruksi
Jarang
Hampir selalu
Darah pada feses
Samar
Feses
Normal
Normal
Perubahan bentuk
Dispepsia
Sering
Jarang
Jarang
Hampir selalu
Lambat
Lambat
Hampir selalu
Lambat
Lambat
menerus Tidak jarang
Samar atau makroskopis
Makroskopis
Memburuknya KU Anemia
• Modalities for detecting colorectal cancer: • A: Colonoscopic view of cancer of the ascending colon. Cancer is seen infiltrating a colonic fold and growing semicircumferentially and into the lumen. • B: Air contrast barium enema demonstrating cancer similar to that seen in A. • C: Constricting “apple core┕lesion of the left colon seen on full column barium enema. Harrison’s principles of internal medicine. Current diagnosis & treatment in gastroenterology
15. Colorectal Cancer
16. DIAGNOSIS DIABETES MELITUS TIPE 2 (PERKENI 2015)
DIAGNOSIS TGT DAN GDPT (PERKENI 2015)
17. CUSHING SYNDROME Sindrom Cushing (hiperadrenokortikalism/hiperkortisolism) – Kondisi klinis yang disebabkan oleh pajanan kronik glukokortikoid berlebih karena sebab apapun.
• Penyebab: – Sekresi ACTH berlebih dari hipofisis anterior (penyakit Cushing). – ACTH ektopik (C/: ca paru) – Tumor adrenokortikal – Glukokorticod eksogen (obat)
Silbernagl S, et al. Color atlas of pathophysiology. Thieme; 2000. McPhee SJ, et al. Pathophysiology of disease: an introduction to clinical medicine. 5th ed.
Diagnosis Cushing Syndrome
DST: Dexamethasone Suppression Test http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/205/diagnosis/step-by-step.html
Diagnosis Banding Cushing Syndrome
http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S0004-27302007000800005
Dexamethasone Suppresion Test 1 mg DST diberikan pada malam hari kemudian serum kortisol diperiksa pada pagi hari Hasil kortisol yang tinggi (nilai normal <5 μg per dL) kemungkinan mengalami sindroma Cushing Namun harus dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan LDDST, CRH/DEX, HDDST, dan lainnya UFH: urnary free cortisol CRH/DEX: combiner corticotropin releasing hormone/dexamethasone DST: dexamethasone suppression test; HDDST: high-dose dexamethasone suppression test; LDDST: low-dose dexamethasone suppression test;
18. LEPTOSPIROSIS Infection through the mucosa or wounded skin
Proliferate in the bloodstream or extracellularly within organ
Disseminate hematogenously to all organs Multiplication can cause: • Hepatitis, jaundice, & hemorrhage in the liver • Uremia & bacteriuria in the kidney • Aseptic meningitis in CSF & conjunctival or scleral hemorrhage in the aqueous humor • Muscle tenderness in the muscles Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed.
Leptospirosis • Anicteric leptospirosis (90%), follows a biphasic course: – Initial phase (4–7 days): • sudden onset of fever, • severe general malaise, • muscular pain (esp calves), conjunctival congestion, • leptospires can be isolated from most tissues.
– Two days without fever follow. – Second phase (up to 30 days): • leptospires are still detectable in the urine. • Circulating antibodies emerge, meningeal inflammation, uveitis & rash develop.
– Therapy for seven days: • Doxycycline (100 mg PO bid) or • Amoxicillin (500 mg PO tid) or • Ampicillin (500 mg PO tid)
• Icteric leptospirosis or Weil's disease (10%), monophasic course: – Prominent features are renal and liver malfunction, hemorrhage and impaired consciousness, – The combination of a direct bilirubin < 20 mg/dL, a marked in CK, & ALT & AST <200 units is suggestive of the diagnosis. – Hepatomegaly is found in 25% of cases.
– Therapy for seven days: • Penicillin (1.5 million units IV or IM q6h) or • Ceftriaxone (1 g/d IV) or • Cefotaxime (1 g IV q6h)
19. KANKER PARU EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO • Berdasarkan data WHO, kanker paru merupakan jenis kanker terbanyak pada laki-laki di Indonesia, dan terbanyak kelima untuk semua jenis kanker pada perempuan Kanker paru juga merupakan penyebab kematian akibat kanker terbanyak pada laki-laki dan kedua pada perempuan. • Faktor risiko utama kanker paru adalah merokok. Secara umum, rokok merupakan 80% penyebab kanker paru pada laki-laki, dan 50% pada perempuan. Faktor lain adalah kerentanan genetik (genetic susceptibility), polusi udara, pajanan radon dan pajanan industri (asbestos, silika, dan lain-lain).
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Kanker Paru, Kementerian Kesehatan, 2014
Gejala Klinis Kanker Paru • Gejala klinis kanker paru tidak khas tetapi batuk, sesak napas, atau nyeri dada (gejala respirasi) yang muncul lama atau tidak kunjung sembuh dengan pengobatan biasa pada “kelompok risiko” harus ditindak lanjuti untuk prosedur diagnosis kanker paru.
• Gejala yang berkaitan dengan pertumbuhan tumor langsung, seperti batuk, hemoptisis, nyeri dada dan sesak napas/stridor. Batuk merupakan gejala tersering (60-70%) pada kanker paru. • Gejala lain berkaitan dengan pertumbuhan regional, seperti efusi pleura, efusi perikard, sindorm vena kava superior, disfagia, Pancoast syndrome, paralisis diafragma. Pancoast syndrome merupakan kumpulan gejala dari kanker paru yang tumbuh di sulkus superior, yang menyebabkan invasi pleksus brakial sehingga menyebabkan nyeri pada lengan, sindrom Horner (ptosis, miosis, hemifacial anhidrosis). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Kanker Paru, Kementerian Kesehatan, 2014
Rekomendasi Pemeriksaan Pada Dugaan Kanker Paru (1) • Foto toraks AP/lateral merupakan pemeriksaan awal untuk menilai pasien dengan kecurigaan terkena kanker paru [rekomendasi A]. • CT scan toraks dilakukan sebagai evaluasi lanjut pada pasien dengan kecurigaan kanker paru, dan diperluas hingga kelenjar adrenal untuk menilai kemungkinan metastasis hingga regio tersebut [rekomendasi A]. • Bronkoskopi adalah prosedur utama yang dapat menetapkan diagnosis kanker paru [rekomendasi A]. • Spesimen untuk menghasilkan pemeriksaan sitologi dan histologi didapat terutama melalui biopsi bronkus [rekomendasi A]. • Biopsi jarum halus (fine needle aspiration biopsy, FNAB) adalah metode utama mendapatkan spesimen untuk pemeriksaan sitologi [rekomendasi A]. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Kanker Paru, Kementerian Kesehatan, 2014
Rekomendasi Pemeriksaan Pada Dugaan Kanker Paru (2) • Pemeriksaan transthoracal biopsy (TTB) dapat dilakukan untuk mendapatkan spesimen untuk pemeriksaan sitologi maupun histopatologi [rekomendasi A] • Bila tersedia, tuntunan endobrachial ultrasound (EBUS) juga dapat dilakukan sebagai pemeriksaan tambahan, terutama untuk evaluasi kelenjar mediastinal, dan mendapatkan spesimen histopatologi. [rekomendasi A]. • Tindakan biopsi pleura, pleuroscopy dapat dilakukan untuk mendapatkan spesimen pada pleura.[rekomendasi A]. • Jika hasil sitologi negatif, tetapi masih ada kecurigaan keganasan, maka penilaian ulang atau CT scan toraks dianjurkan [rekomendasi A]. • Pemeriksaan molekul marker (gen EGFR, gen KRAS, fusigen EML-ALK), digunakan untuk pemilihan obat sistemik berupa terapi target (targeted therapy) pada jenis adenokarsinoma, jika fasilitas dan bahan pemeriksaan memenuhi syarat [rekomendasi A]. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Kanker Paru, Kementerian Kesehatan, 2014
Pemeriksaan Radiologis Ca Paru Foto Toraks • Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat bila masa tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. • Tanda yang mendukung keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai identasi pleura, tumor satelit tumor, dll. • Pada foto tumor juga dapat ditemukan telah invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikar dan metastasis intrapulmoner.
CT-scan • dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm • Bila terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor intra bronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada dapat tervisualisasi. • Keterlibatan KGB dapat dideteksi.
Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Kanker Paru di Indonesia, PDPI, 2003
• Coin lesion or solitary pulmonary nodule (SPN) is a round oval, wellcircumscribed solitary pulmonary lesion. • Lung cancer is the most common cause of malignant coin lesion. • These lesions are the first indicator of lung cancer in about 20-30% patients. • 10-30% of cancerous coin lesion occur when cancer spread to the lungs from another part of the body.
20. DEFISIENSI VITAMIN B12 • Anemia makrositik megaloblastik disebabkan oleh defisiensi vit B12 dan asam folat. Keduanya memberi gambaran makro-ovalosit dan neutrofil hipersegmentasi. • Gangguan pembentukan DNA akibat defisiensi vitamin tersebut mengakibatkan kematian sel darah di sumsum tulang, yang dapat memberi gambaran pansitopenia serta ikterus (hiperbilirubinemia indirek) • Gejala anemia yang timbul, antara lain cepah lelah dan pucat, kekuningan. • Gangguan neurologi hanya terjadi pada defisiensi vitamin B12, tidak pada defisiensi folat. Gejala neurologi yang ditemukan: – – – –
Neuropati perifer: kesemutan, kebas, lemas Kehilangan sensasi proprioseptif (posisi) dan getaran Gangguan memori, depresi, iritabilitas Neuropati optik: penglihatan kabur, gangguan lapang pandang
ABSORPSI DAN METABOLISME VITAMIN B12 Vitamin B12, bound to protein in food, is released by the activity of hydrochloric acid and gastric protease in the stomach. When synthetic vitamin B12 is added to fortified foods and dietary supplements, it is already in free form and, thus, does not require this separation step. Free vitamin B12 then combines with intrinsic factor, a glycoprotein secreted by the stomach’s parietal cells, and the resulting complex undergoes absorption within the distal ileum by receptor-mediated endocytosis .
Defisiensi vitamin B12
Wintrobe Clinical Hematology. 13 ed.
Hipersegmentasi (segmen 5/lebih)
Makro-ovalosit pada anemia makrositik megaloblastik
20. Defisiensi vitamin B12
• Antasida menurunkan asam lambung • Penurunan asam lambung dapat menghambat absorbsi vitamin B12 Clinical laboratory hematology. 3rd ed.
21. Fraktur Antebrachii • Fraktur Galeazzi: adalah fraktur radius distal disertai dislokasi atau subluksasi sendi radioulnar distal. • Fraktur Monteggia: adalah fraktur ulna sepertiga proksimal disertai dislokasi ke anterior dari kapitulum radius. • Fraktur Colles: fraktur melintang pada radius tepat diatas pergelangan tangan dengan pergeseran dorsal fragmen distal. • Fraktur Smith: Fraktur smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu sering disebut reverse Colles fracture.
Montegia Fracture Dislocation • Fraktur 1/3 proksimal Ulna disertai dengan dislokasi kepala radius ke arah anterior, posterior, atau lateral • Head of Radius dislocates same direction as fracture • Memerlukan ORIF
http://www.learningradiology.com
Lateral displacement
Galleazzi Fracture • Fraktur distal radius dan dislokasi sendi radio-ulna ke arah inferior • Like Monteggia fracture if treated conservatively it will redisplace • This fracture appeared in acceptable position after reduction and POP http://www.learningradiology.com
Colles’ Fracture • Fraktur tersering pada tulang yang mengalami osteoporosis • Extra-Articular : 1 inch of distal Radius • Mekanisme trauma: Jatuh pada pergelangan tangan pada posisi dorsofleksi • Typical deformity : Dinner Fork • Deformity is : Impaction, dorsal displacement and angulation, radial displacement and angulation and avulsion of ulnar styloid process http://www.learningradiology.com
Colles’ Fracture
optimized by optima
PA http://www.learningradiology.com
Smith Fracture • Hampir berlawanan dengan Colles’ fracture • Lebih jarang terjadi dibandingkan dengan colles’ • Mekanisme trauma: Jatuh pada pergelangan tangan pada posisi palmar fleksi • Typical deformity : Garden Spade • Management is conservative : MUA and Above Elbow POP http://www.learningradiology.com
Smith Fracture
PA
http://www.learningradiology.com
Prinsip diagnostik • Secara umum, pada kasus fraktur dilakukan foto polos AP dan lateral • Khusus untuk fraktur pada lengan bawah dan pergelangan, urutan foto polos: - PA Bila hanya pergelangan tangan saja yang difoto - APBila meliputi sendi siku dan pergelangan tangan - Lateral - Oblique Ekayuda I. Radiologi diagnostik. 2nd ed
PA
Akan menentukan tangan sebelah mana yang patah dan arah pergeserannya pada foto lateral
PA
Fraktur Monteggia Fraktur Galeazzi
Fraktur Smith
Fraktur Colles
22. Dis.Bahu (D.Glenohumeralis)
Keluarnya caput humerus dari cavum gleinodalis
Etio : 99% trauma
Pembahagian 1. Dis. Anterior (98 %) 2. Dis.Posterior (2 %) 3. Dis. Inferior
Mekanisme Trauma 1. Puntiran sendi bahu tiba-tiba 2. Tarikan sendi bahu tiba-tiba 3. Tarikan & puntiran tiba-tiba
Dislokasi Anterior Lengkung (contour) bahu berobah, Posisi bahu abduksi & rotasi ekterna Teraba caput humeri di bag anterior Prominent acromion, sulcus sign Back anestesi ggn n axilaris Radiologis memperjelas Diagnosis Rontgen Foto CT Scan
Dislokasi Posterior: Klinis • Lengan dipegang di depan dada • Adduksi • Rotasi interna • Bahu tampak lebih datar (flat and squared off)
23. Appendisitis
Alvarado Score
24. Hemoroid
25. Malformasi Kongenital
26. Sumbatan Jalan Napas akibat Benda Asing
Airway Foreign Body • Tracheal foreign body • Additional history/physical: – Complete airway obstruction – Audible slap – Palpable thud – Asthmatoid wheeze
Laryngeal Foreign Body • 8-10% of airway foreign bodies • Highest risk of death before arrival to the hospital • Additional history/physical: – Complete airway obstruction – Hoarseness – Stridor – dyspnea
Bronchial Foreign Body • 80-90% of airway foreign bodies • Right main stem most common (controversial) • Additional history/physical: – Diagnostic triad (<50% of cases): • unilateral wheezing • decreased breath sounds • cough
– Chronic cough or asthma, recurrent pneumonia, lung abscess
Esophageal Foreign Bodies • Complete esophageal obstruction with overflow of secretions leading to drooling • Odynophagia • Dysphagia • In young infants respiratory symptoms including stridor, croup, pneumonia– caused by compression of the tracheal wall • Typically at level of cricopharyngeus muscle
Tatalaksana
27. BPH BPH adalah pertumbuhan berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak ganas. Pembesaran prostat jinak diakibatkan sel-sel prostat memperbanyak diri melebihi kondisi normal, biasanya dialami laki-laki berusia di atas 50 tahun yang menyumbat saluran kemih.
NORMAL
TIDAK NORMAL
PREVALENSI Angka kejadian BPH di Indonesia yang pasti belum pernah diteliti. Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin meningkat, diperkirakan sekitar 5% atau kira-kira 5 juta pria di Indonesia berusia 60 tahun atau lebih dan 2,5 juta pria diantaranya menderita gejala saluran kemih bagian bawah (Lower Urinary Tract Symptoms/LUTS) akibat BPH. Prevalensi BPH yang bergejala pada pria berusia 40-49 tahun mencapai hampir 15%, usia 50-59 tahun prevalensinya mencapai hampir 25%, dan pada usia 60 tahun mencapai angka sekitar 43%.
ETIOLOGI Umur Pria berumur lebih dari 50 tahun, kemungkinannya memiliki BPH adalah 50%. Ketika berusia 80–85 tahun, kemungkinan itu meningkat menjadi 90%.
Faktor Hormonal Testosteron –> hormon pada pria. Beberapa penelitian menyebutkan karena adanya peningkatan kadar testosteron pada pria (namun belum dibuktikan secara ilmiah) .
Hipotesis penyebab timbulnya hiperplasia prostat
Teori dihidrotest osteron
Ketidaksei mbangan antara estrogentestosteron
Interaksi stromaepitel
Berkurangnya kematian sel prostat
Teori sel stem
PATOFISIOLOGI
Kelenjar Prostat terdiri dari atas 3 jaringan : • Epitel atau glandular, stromal atau otot polos, dan kapsul. • Jaringan stromal dan kapsul ditempeli dengan reseptor adrenergik α1.
Mekanisme patofisiologi penyebab BPH secara jelas belum diketahui dengan pasti. Namun diduga intaprostatik dihidrosteron (DHT) dan 5α- reduktase tipe II ikut terlibat.
BPH secara umum hasil dari faktor statik (pelebaran prostat secara berangsurangsur) dan faktor dinamik (pemaparan terhadap agen atau kondisi yang menyebabkan konstriksi otot polos kelenjar.)
TANDA DAN GEJALA
Sering kencing Sulit kencing Nyeri saat berkemih Urin berdarah Nyeri saat ejakulasi Cairan ejakulasi berdarah Gangguan ereksi Nyeri pinggul atau punggung
Tanda klinis terpenting BPH adalah ditemukannya pembesaran konsistensi kenyal, pool atas tidak teraba pada pemeriksaan colok dubur/ digital rectal examination (DRE). Apabila teraba indurasi atau terdapat bagian yang teraba keras, perlu dipikirkan kemungkinan prostat stadium 1 dan 2.
Manifestasi Klinis Dapat dibagi ke dalam dua kategori : Obstruktif : terjadi ketika faktor dinamik dan atau faktor statik mengurangi pengosongan kandung kemih.
Iritatif : hasil dari obstruksi yang sudah berjalan lama pada leher kandung kemih.
Diagnosis of BPH • Symptom assessment – –
the International Prostate Symptom Score (IPSS) is recommended as it is used worldwide IPSS is based on a survey and questionnaire developed by the American Urological Association (AUA). It contains: • seven questions about the severity of symptoms; total score 0–7 (mild), 8–19 (moderate), 20–35 (severe) • eighth standalone question on QoL
• Digital rectal examination(DRE) –
inaccurate for size but can detect shape and consistency
• Prostat Volume determination- ultrasonography • Urodynamic analysis –
Qmax >15mL/second is usual in asymptomatic men from 25 to more than 60 years of age
• Measurement of prostate-specific antigen (PSA) – – – –
high correlation between PSA and Prostat Volume, specifically Trantitional Zone Volume men with larger prostates have higher PSA levels PSA is a predictor of disease progression and screening tool for CaP as PSA values tend to increase with increasing PV and increasing age, PSA may be used as a prognostic marker for BPH 1
Gambaran BNO IVP Pada BNO IVP dapat ditemukan: • Indentasi caudal buli-buli • Elevasi pada intraureter menghasilkan bentuk J-ureter (fish-hook appearance) • Divertikulasi dan trabekulasi vesika urinaria
“Fish Hook appearance”(di tandai dengan anak panah) Indentasi caudal buli-buli
Pada USG (TRUS, Transrectal Ultrasound) • Pembesaran kelenjar pada zona sentral • Nodul hipoechoid atau campuran echogenic • Kalsifikasi antara zona sentral • Volume prostat > 30 ml 8
CT Scan: • Tampak ukuran prostat membesar di atas ramus superior simfisis pubis.
Derajat BPH, Dibedakan menjadi 4 Stadium : Stadium 1 : Obstruktif tetapi kandung mengeluarkan urin sampai habis.
kemih
masih
Stadium 2 : masih tersisa urin 60-150 cc. Stadium 3 : setiap BAK urin tersisa kira-kira 150 cc.
Stadium 4 : retensi urin total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan urin menetes secara periodik.
Grade Pembesaran Prostat Rectal Grading Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong : • Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam rectum. • Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum. • Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum. • Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum. • Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam rectum.
Kategori Keparahan Penyakit BPH Berdasarkan Gejala dan Tanda (WHO) Keparahan penyakit
Skor gejala AUA (Asosiasi Urologis Amerika)
Ringan
≤7
• Asimtomatik (tanpa gejala) • Kecepatan urinari puncak < 10 mL/s • Volume urine residual setelah pengosongan 25-50 mL • Peningkatan BUN dan kreatinin serum
Sedang
8-19
Semua tanda di atas ditambah obstruktif penghilangan gejala dan iritatif penghilangan gejala (tanda dari detrusor yang tidak stabil)
Parah
≥ 20
Semua hal di atas ditambah satu atau lebih komplikasi BPH
Gejala khas dan tanda-tanda
Terapi Farmakologi Jika gejala ringan maka pasien cukup dilakukan watchful waiting (perubahan gaya hidup). Jika gejala sedang maka pasien diberikan obat tunggal antagonis α adrenergik atau inhibitor 5αreductase. Jika keparahan berlanjut maka obat yang diberikan bisa dalam bentuk kombinasi keduanya. Jika gejala parah dan komplikasi BPH, dilakukan pembedahan.
Algoritma manajemen terapi BPH BPH
Menghilangkan gejala ringan
Menghilangkan gejala sedang
Menghilangkan gejala parah dan komplikasi BPH Operasi
Watchful waiting α-adrenergik antagonis atau 5-α Reductace inhibitor
Jika respon berlanjut
Jika respon tidak berlanjut, operasi
α-adrenergik antagonis dan 5-α Reductace inhibitor
Jika respon berlanjut
Jika respon tidak berlanjut, operasi
antagonis α adrenergik • Mekanisme kerja : memblok reseptor adrenergik α 1 sehingga mengurangi faktor dinamis pada BPH dan akhirnya berefek relaksasi pada otot polos prostat.
inhibitor 5α- reductase • Mekanisme kerja dari obat ini adalah mengurangi volume prostat dengan menurunkan kadar hormon testosteron. • 5α-reduktase inhibitor digunakan jika pasien tidak dapat mentolerir efek samping dari alfa blocker.
Terapi Non Farmakologi Pembatasan Minuman Berkafein Tidak mengkonsumsi alkohol Pemantauan beberapa obat seperti diuretik, dekongestan, antihistamin, antidepresan Diet rendah lemak Meningkatkan asupan buah-buahan dan sayuran Latihan fisik secara teratur Tidak merokok
23. Urolithiasis
Nyeri Alih
29. Inkontinensia Urin • Kondisi kesehatan dimana pasien tidak dapat mengendalikan kandung kemihnya dan seringkali buang air kecil tanpa disengaja atau urin yang terus keluar. • Faktor risiko: – Kelebihan berat badan terutama orang dengan BMI 30 kg/m2 atau lebih berat akan menyebabkan regangan konstan pada kandung kemih dan otot-otot sekitarnya. Pada gilirannya akan menyebabkan kebocoran urin, misalnya ketika batuk atau bersin. – Merokok akan meningkatkan risiko terkena inkontinensia urin karena merokok dapat menyebabkan kandung kemih terlalu aktif karena efek nikotin pada dinding kandung kemih. – Konsumsi kafein dan alkohol akan meningkatkan risiko inkontinensia urin karena keduanya bersifat diuretik, yang menyebabkan kandung kemih terisi dengan cepat dan memicu keinginan untuk sering buang air kecil.
PROSES BERKEMIH
174
Urodynamics Made Easy – third edition
Persarafan Saluran Kemih Bagian Bawah
Otak
T10–L2
Otot Polos Detrusor
Internal sphincter smooth muscle
S2–S4
Intramural skeletal muscle
Extramural skeletal muscle Urethral smooth muscle Adapted from Wein AJ. Exp Opin Invest Drugs. 2001:10:65-83.
Persarafan Parasimpatik dan Reseptor Transmiter: acetylcholine Reseptor Muskarinik - kontraksi
Saraf Pelvis
Kontraksi
Urinary Incontinence
Acute
chronic
• Stress UI • Overflow UI • Urgency UI --- OAB • Functional UI • Mixed UI
BASICS MECHANISMS Three basic mechanisms serves as “final common pathways” in nearly all causes of incontinence : • Urge incontinence Hyperactive / irritable bladdder • Stress incontinence Urethral incompetence • Overflow bladder
INKONTINENSIA URGENSI
Urodynamics Made Easy – third
OVERACTIVE BLADDER • Overactive baldder (OAB) adalah gejala Syndrom : • Urgency, dengan atau tanpa urge inkontinensia biasanya dengan frekuensi dan nocturia. Gejala ini merupakan akibat dari otot detrusor yang overaktif (secara urodinamik terdapat kontraksi yang tidak terkendali dari otot detrusor). Istilah OAB dipakai apabila tidak terbukti ada infeksi atau patologi yang lain. Diagnosis OAB sekarang dapat dibuat atas dasar symptom tidak diperlukan pembuktian dengan urodinamik. Abrams P et al. Neurourol Urodyn. 2002;21:167-178
OVERACTIVE BLADDER • Urgency adalah keluhan keinginan berkemih yang kuat yang datang secara mendadak, dan sulit ditahan. • Frekwensi berkemih meningkat yang dikeluhan oleh pasien pada siang hari ( setara dengan polyuria) • Nocturia adalah keluhan dimana terbangun dari tidur malam untuk berkemih lebih dari 1 x. Abrams P et al. Neurourol Urodyn 2002;21:167-178
INKONTINENSIA STRESS
Urodynamics Made Easy – third
INKONTINENSIA STRESS
Urodynamics Made Easy – third edition
Inkontinensia Fungsional • Tidak terkendalinya pengeluaran urin akibat faktor-faktor di luar saluran kemih. • Penyebab tersering adalah demensia berat, masalah muskuloskeletal berat, faktor lingkungan yang menyebabkan kesulitan untuk pergi ke kamar mandi, dan faktor psikologis.
Inkontinensia
Keterangan
Stress
Akibat meningkatnya tekanan intraabdominal, seperti pada saat batuk, bersin atau berolah raga. Umumnya disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul.
Urgensi
Dikaitkan dengan sensasi keinginan berkemih akibat dengan kontraksi detrusor tak terkendali (detrusor overactivity). Masalah-masalah neurologis sering dikaitkan dengan inkontinensia urin urgensi ini, meliputi stroke, penyakit Parkinson, demensia dan cedera medula spinalis. Pasien mengeluh tak cukup waktu untuk sampai di toilet setelah timbul keinginan untuk berkemih sehingga timbul peristiwa inkontinensia urin. Inkontinensia tipe urgensi ini merupakan penyebab tersering inkontinensia pada lansia di atas 75 tahun.
Overflow
Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi kandung kemih yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi anatomis, seperti pembesaran prostat, faktor neurogenik pada diabetes melitus atau sclerosis multiple, yang menyebabkan berkurang atau tidak berkontraksinya kandung kemih, dan faktor-faktor obat-obatan. Pasien umumnya mengeluh keluarnya sedikit urin tanpa adanya sensasi bahwa kandung kemih sudah penuh.
Fungsional
Memerlukan identifikasi semua komponen tidak terkendalinya pengeluaran urin akibat faktor-faktor di luar saluran kemih. Penyebab tersering adalah demensia berat, masalah muskuloskeletal berat, faktor lingkungan yang menyebabkan kesulitan untuk pergi ke kamar mandi, dan faktor psikologis.
30. Hernia
Tipe Hernia
Definisi
Reponible
Kantong hernia dapat dimasukan kembali ke dalam rongga peritoneum secara manual atau spontan
Irreponible
Kantong hernia tidak adapat masuk kembali ke rongga peritoneum
Inkarserata
Obstruksi dari pasase usus halus yang terdapat di dalam kantong hernia
Strangulata
Obstruksi dari pasase usus dan obstruksi vaskular dari kantong hernia tanda-tanda iskemik usus: bengkak, nyeri, merah, demam
Hernia Inkarserata dengan Ileus
Test
Keterangan
Finger test
Untuk palpasi menggunakan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak dapat teraba isi dari kantong hernia, misalnya usus atau omentum (seperti karet). Dari skrotum maka jari telunjuk ke arah lateral dari tuberkulum pubicum, mengikuti fasikulus spermatikus sampai ke anulus inguinalis internus. Dapat dicoba mendorong isi hernia dengan menonjolkan kulit skrotum melalui anulus eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau tidak. Pada keadaan normal jari tidak bisa masuk. Dalam hal hernia dapat direposisi, pada waktu jari masih berada dalam anulus eksternus, pasien diminta mengedan. Bila hernia menyentuh ujung jari berarti hernia inguinalis lateralis, dan bila hernia menyentuh samping ujung jari berarti hernia inguinalis medialis.
Siemen test
Dilakukan dengan meletakkan 3 jari di tengah-tengah SIAS dengan tuberculum pubicum dan palpasi dilakukan di garis tengah, sedang untuk bagian medialis dilakukan dengan jari telunjuk melalui skrotum. Kemudian pasien diminta mengejan dan dilihat benjolan timbal di annulus inguinalis lateralis atau annulus inguinalis medialis dan annulus inguinalis femoralis.
Thumb test
Sama seperti siemen test, hanya saja yang diletakkan di annulus inguinalis lateralis, annulus inguinalis medialis, dan annulus inguinalis femoralis adalah ibu jari.
Valsava test
Pasien dapat diperiksa dalam posisi berdiri. Pada saat itu benjolan bisa saja sudah ada, atau dapat dicetuskan dengan meminta pasien batuk atau melakukan manuver valsava.
31. Trauma Dada Diagnosis
Etiologi
Tanda dan Gejala
Hemotoraks
Laserasi pembuluh darah di kavum toraks
• Ansietas/ gelisah, takipneu, tanda-tanda syok, takikardia, Frothy/ bloody sputum. • Suara napas menghilang pada tempat yang terkena, vena leher mendatar, perkusi dada pekak.
Simple pneumotoraks
Trauma tumpul spontan
• Jejas di jaringan paru sehingga menyebabkan udara bocor ke dalam rongga dada. • Nyeri dada, dispneu, takipneu. • Suara napas menurun/ menghilang, perkusi dada hipersonor
Open pneumotoraks
Luka penetrasi di • Luka penetrasi menyebabkan udara dari luar area toraks masuk ke rongga pleura. • Dispneu, nyeri tajam, empisema subkutis. • Suara napas menurun/menghilang • Red bubbles saat exhalasi dari luka penetrasi • Sucking chest wound
Diagnosis
Etiologi
Tanda dan Gejala
Tension pneumotoraks
Udara yg terkumpul • Tampak sakit berat, ansietas/gelisah, di rongga pleura tidak • Dispneu, takipneu, takikardia, distensi dapat keluar lagi vena jugular, hipotensi, deviasi trakea. (mekanisme pentil) • Penggunaan otot-otot bantu napas, suara napas menghilang, perkusi hipersonor.
Flail chest
Fraktur segmental • Nyeri saat bernapas tulang iga, • Pernapasan paradoksal melibatkan minimal 3 tulang iga.
Efusi pleura
CHF, pneumonia, keganasan, TB paru, emboli paru
• Sesak, batuk, nyeri dada, yang disebabkan oleh iritasi pleura. • Perkusi pekak, fremitus taktil menurun, pergerakan dinding dada tertinggal pada area yang terkena.
Pneumonia
Infeksi, inflamasi
• Demam, dispneu, batuk, ronki
http://emedicine.medscape.com/article/433779
FLAIL CHEST
Fraktur segmental dari tulang-tulang iga yang berdekatan, sehingga ada bagian dari dinding dada yang bergerak secara independen
Flail chest: • Beberapa tulang iga • Beberapa garis fraktur pada satu tulang iga
The first rib is often fractured posteriorly (black arrows). If multiple rib fractures occur along the midlateral (red arrows) or anterior chest wall (blue arrows), a flail chest (dotted black lines) may result.
http://emedicine.medscape.com/
Treatment ABC’s dengan c-spine control sesuai indikasi Analgesik kuat intercostal blocks Hindari analgesik narkotik Ventilation membaik tidal volume meningkat, oksigen darah meningkat Ventilasi tekanan positif Hindari barotrauma Chest tubes bila dibutuhkan Perbaiki posisi pasien Posisikan pasien pada posisi yang paling nyaman dan membantu mengurangi nyeriPasien miring pada sisi yang terkena Aggressive pulmonary toilet Surgical fixation rarely needed Rawat inap24 hours observasion
http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
Cardiac Tamponade Gejala • Takipnea dan DOE, rest air hunger • Weakness • Presyncope • Dysphagia • Batu • Anorexia • (Chest pain)
Pemeriksaan Fisik • Takikardi • Hypotension shock • Elevated JVP with blunted y descent • Muffled heart sounds • Pulsus paradoxus – Bunyi jantung masih terdengar namun nadi radialis tidak teraba saat inspirasi
• (Pericardial friction rub)
http://www.learningradiology.com/archives2007/COW%20274-Pericardial%20effusion/perieffusioncorrect.html
“Water bottle configuration" bayangan pembesaran jantung yang simetris
• Dicurigai Tamponade jantung: – Echocardiography – Pericardiocentesis • Dilakukan segera untuk diagnosis dan terapi
• Needle pericardiocentesis – Sering kali merupakan pilihan terbaik saat terdapat kecurigaan adanya tamponade jantung atau terdapat penyebab yang diketahui untuk timbulnya tamponade jantung
http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
32. The Breast Lump
33. Luka Bakar
Indikasi Resusitasi Cairan
Indikasi Rawat Inap Luka Bakar
34. Initial Assessment Penderita trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu berperan sangat penting, oleh karena itu diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat. Proses awal ini dikenal dengan Initial assessment ( penilaian awal ). Penilaian awal meliputi: 1. Persiapan 2. Triase 3. Primary survey (ABCDE) 4. Resusitasi 5. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi 6. Secondary survey 7. Tambahan terhadap secondary survey 8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan 9. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik ATLS Coursed 9th Edition
Primary Survey A. Airway dengan kontrol servikal 1. Penilaian a) Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi) b) Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
2. Pengelolaan airway a) Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasi b) Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang rigid c) Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal d) Pasang airway definitif sesuai indikasi ( lihat tabell )
3. Fiksasi leher 4. Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap penderita multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan diatas klavikula. 5. Evaluasi
ATLS Coursed 9th Edition
ATLS Coursed 9th Edition
Cervical in-lin immobilization
Indikasi Airway definitif
B. Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi 1. Penilaian a) Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal in-line immobilisasi b) Tentukan laju dan dalamnya pernapasan c) Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya. d) Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor e) Auskultasi thoraks bilateral
2. Pengelolaan a) Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12 liter/menit) b) Ventilasi dengan Bag Valve Mask c) Menghilangkan tension pneumothorax d) Menutup open pneumothorax e) Memasang pulse oxymeter
3. Evaluasi ATLS Coursed 9th Edition
ATLS Coursed 9th Edition
C. Circulation dengan kontrol perdarahan 1. Penilaian 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal Mengetahui sumber perdarahan internal Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi masif segera. Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis. Periksa tekanan darah
2. Pengelolaan 1. 2. 3.
4. 5. 6.
Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi pada ahli bedah. Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA). Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat. Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasienpasien fraktur pelvis yang mengancam nyawa. Cegah hipotermia
3. Evaluasi
Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah
D. Disability 1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS 2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi 3. Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.
E. Exposure/Environment 1.Buka pakaian penderita, periksa jejas 2.Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup hangat. ATLS Coursed 9th Edition
35. DVT
Virchow Triads: (1) venous stasis (2) activation of blood coagulation (3) vein damage
Crurales Vein is a common and incorrect terminology
Superficial vein systems
• Signs and symptoms of DVT include : – Pain in the leg – Tenderness in the calf (this is one of the most improtant signs ) – Leg tenderness – Swelling of the leg – Increased warmth of the leg – Redness in the leg – Bluish skin discoloration – Discomfort when the foot is pulled upward (Homan’s) http://www.medical-explorer.com/blood.php?022
American College of Emergency Physicians (ACEP)
Trombosis Vena Dalam •
•
Skoring Wells – Kanker aktif (sedang terapi dalam 1-6 bulan atau paliatif) (skor 1) – Paralisis, paresis, imobilisasi (skor 1) – Terbaring selama > 3 hari (skor 1) – Nyeri tekan terlokalisir sepanjang vena dalam (skor 1) – Seluruh kaki bengkak (skor 1) – Bengkak betis unilateral 3 cm lebih dari sisi asimtomatik (skor 1) – Pitting edema unilateral (skor 1) – Vena superfisial kolateral (skor 1) – Diagnosis alternatif yang lebih mungkin dari DVT (skor -2) Interpretasi: – >3: risiko tinggi (75%) – 1-2: risiko sedang (17%) – < 0: risiko rendah (3%) Sudoyo A dkk. Panduan Diagnosis dan Tatalaksana Trombosis Vena Dalam dan Emboli Paru. 2015
Patient with suspect symptomatic Acute lower extremity DVT
Venous duplex scan
negative
Low clinical probability
observe
High clinical probability
positive
negative
Evaluate coagulogram /thrombophilia/ malignancy
Repeat scan / Venography Anticoagulant therapy contraindication
IVC filter
yes
No
pregnancy OPD hospitalisation
LMWH LMWH UFH
+
warfarin
Compression treatment
Color duplex scan of DVT
Venogram shows DVT
Diagnosis
Etiologi
Tanda & Gejala
Deep vein thrombosis
Multipel
Nyeri dan edema tungkai, nyeri paha saat dorsofleksi kaki (Homans sign), phlegmasia cerule dolens, phlegmasia alba dolens
Penyakit berger
Merokok
Nyeri iskemik/ ulserasi tungkai distal, tromboplebitis superfisial, parestesia
Acute limb ischemia
Emboli/ aterosklerosis
Klaudikasio intermiten, pulsus defisit, bruit arteri femoral, CRT melambat, akral dingin, dan warna kulit abnormal
Chronic limb ischemia
Aterosklerosis
Nyeri saat istirahat, luka yang tidak kunjung sembuh, gangrene
Compartment syndrome
Luka bakar, fraktur
Pain, palor, pulselessness, paresthesia, dan paralisis. Nyeri merupakan gejala awal.
Chronic exertional compartment syndrome
Repetitive loading/ exertional activities
Terjadi pada atlet. Lebih sering mengenai tungkai bawah. Karakteristik: nyeri saat melakukan gerakan/ aktivitas, berkurang saat istirahat. Dapat disertai kelemahan dan paresthesia dari tungkai yang terlibat.
31. Glaukoma • Glaukoma adalah penyakit saraf mata yang berhubungan dengan peningkatan tekanan bola mata (TIO Normal : 1024mmHg) • Ditandai : meningkatnya tekanan intraokuler yang disertai oleh pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang • TIO tidak harus selalu tinggi, Tetapi TIO relatif tinggi untuk individu tersebut. Vaughn DG, Oftalmologi Umum, ed.14
Glaukoma
glaucoma that develops after the 3rd year of life
239
Jenis Glaukoma Causes
Etiology
Clinical
Acute Glaucoma
Pupilllary block
Acute onset of ocular pain, nausea, headache, vomitting, blurred vision, haloes (+), palpable increased of IOP(>21 mm Hg), conjunctival injection, corneal epithelial edema, mid-dilated nonreactive pupil, elderly, suffer from hyperopia, and have no history of glaucoma
Open-angle (chronic) glaucoma
Unknown
History of eye pain or redness, Multicolored halos, Headache, IOP steadily increase, Gonioscopy Open anterior chamber angles, Progressive visual field loss
Congenital glaucoma
abnormal eye development, congenital infection
present at birth, epiphora, photophobia, and blepharospasm, buphtalmus (>12 mm)
Secondary glaucoma
Drugs (corticosteroids) Eye diseases (uveitis, cataract) Systemic diseases Trauma
Sign and symptoms like the primary one. Loss of vision
Absolute glaucoma
end stage of all types of glaucoma, no vision, absence of pupillary light reflex and pupillary response, stony appearance. Severe eye pain. The treatment destructive procedure like cyclocryoapplication, cyclophotocoagulation,injection of 100% alcohol
http://emedicine.medscape.com/articl e/1206147
Glaukoma Akut
http://emedicine.medscape.com/article/798811
Angle-closure (acute) glaucoma • The exit of the aqueous humor fluid is sud • At least 2 symptoms: – ocular pain – nausea/vomiting – history of intermittent blurring of vision with halos
• AND at least 3 signs: – – – – –
IOP greater than 21 mm Hg conjunctival injection corneal epithelial edema mid-dilated nonreactive pupil shallower chamber in the presence of occlusiondenly blocked
Tatalaksana Glaukoma Akut • •
Tujuan : merendahkan tekanan bola mata secepatnya kemudian bila tekanan normal dan mata tenang → operasi Supresi produksi aqueous humor – Beta bloker topikal: Timolol maleate 0.25% dan 0.5%, betaxolol 0.25% dan 0.5%, levobunolol 0.25% dan 0.5%, metipranolol 0.3%, dan carteolol 1% dua kali sehari dan timolol maleate 0.1%, 0.25%, dan 0.5% gel satu kali sehari (bekerja dalam 20 menit, reduksi maksimum TIO 1-2 jam stlh diteteskan) – Pemberian timolol topikal tidak cukup efektif dalam menurunkan TIO glaukoma akut sudut tertutup. – Apraclonidine: 0.5% tiga kali sehari – Brimonidine: 0.2% dua kali sehari – Inhibitor karbonat anhidrase: • Topikal: Dorzolamide hydrochloride 2% dan brinzolamide 1% (2-3 x/hari) • Sistemik: Acetazolamide 500 mg iv dan 4x125-250 mg oral (pada glaukoma akut sudut tertutup harus segera diberikan, efek mulai bekerja 1 jam, puncak pada 4 jam) Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006
Tatalaksana Glaukoma Akut •
•
•
•
•
Fasilitasi aliran keluar aqueous humor – Analog prostaglandin: bimatoprost 0.003%, latanoprost 0.005%, dan travoprost 0.004% (1x/hari), dan unoprostone 0.15% 2x/hari – Agen parasimpatomimetik: Pilocarpine – Epinefrin 0,25-2% 1-2x/hari Pilokarpin 2% setiap menit selama 5 menit,lalu 1 jam selama 24 jam – Biasanya diberikan satu setengah jam pasca tatalaksana awal – Mata yang tidak dalam serangan juga diberikan miotik untuk mencegah serangan Pengurangan volume vitreus – Agen hiperosmotik: Dapat juga diberikan Manitol 1.5-2MK/kgBB dalam larutan 20% atau urea IV; Gliserol 1g/kgBB badan dalam larutan 50% – isosorbide oral, urea iv Extraocular symptoms: – analgesics – antiemetics – Placing the patient in the supine position → lens falls away from the iris decreasing pupillary block Pemakaian simpatomimetik yang melebarkan pupil berbahaya Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
32. Optic neuropathy • Optic neuropathy refers to damage to the optic nerve due to any cause. • The principal cause of optic neuropathy is glaucoma and the other is nonglaucomatous optic neuropathy (NGON). • The etiology of a NGON: – Inflammatory- optic neuritis (ON) the most common cause of optic nerve disease in younger adults – Ischemic the most common etiology in elderly patients – compressive- infiltrative, – hereditary, – toxic, – nutritional deficiency, – post- traumatic, – post- radiotherapy, or – associated with intracraneal hypertension (ICH) ON is while
Etiology of optic neuropathy
Optic neuritis • Optic neuritis is an inflammation of the eye’s optic nerve • Optic neuritis may occur in one or both eyes. • The symptoms may get worse with heat or exhaustion, particularly when exercising or taking a bath. • Classic classification of optic neuritis: – Anterior (or papilitis) inflammation of the optic disc and can be seen in the fundus examination as a peripapillary edema – Posterior (retrobulbar) inflammation in any portion between the eye and the optic chiasm and can be only seen in neuroimaging test
• Optic neuritis is associated with various diseases and conditions, such as: – – – – –
mumps; measles; influenza; multiple sclerosis; Leber’s optic neuropathy (a rare eye condition that runs in families); – vascular occlusions of the optic nerve.
• In most cases, however, optic neuritis occurs with no known cause.
• Symptoms may appear suddenly or slowly (over a few days) and may include: – blurred vision; – dim vision (as if someone turned down the lights); – abnormal color vision (colors appear dull and faded); – pain in the back of the eye socket; – pain when moving the eyes.
Examination • • • • •
Pupillary reflex Funduscopy Perimetri Color visual test CT scan, MRI, or visual brain wave recording
Diseases Neuritis optik (1)
Definition/characteristics
Ophthalmoscopic findings
Peradangan optic disc ditandai dgn disc swelling, unilateral
Nyeri bola mata dgn gerakan tertentu, afferent pupil reflex (-), hiperemia optic disc
Neuritis retrobulbar Bagian dari neuritis optik, peradangan terjadi jauh dibelakang optic disc, unilateral
Nyeri bola mata dgn gerakan tertentu, afferent pupil reflex (-), funduskopi normal
Neuropati optik iskemik (2)
Iskemia optic disc akibat aterosklerosis, hipertensi, diabetes
Optic disc swelling dan pucat, splinter hemorrhage pd daerah peripapila
Atrofi papil (3)
Etiologi bisa vaskuler, degeneratif, metabolik, glaukomatosa
Penurunan visus perlahan, gangguan penglihatan warna, defek lapang pandang
(1)
(2)
(3)
Papilledema
Papillitis (optic neuritis)
Retrobulbar neuritis
Unilateral/bilateral Vision impairment
Swelling of optic nerve head due to increased ICP Bilateral Enlarged blind spot
Inflammation of orbital portion of optic nerve Unilateral Central/paracentral scotoma to complete blindness
Fundus appearance
Hyperemic disk
Inflammation or infarction of optic nerve head Unilateral Central/paracentral scotoma to complete blindness Hyperemic disk
Vessel appearance
Engorged, tortuous veins
Engorged vessels
Normal
Hemorrhages?
Around disk, not periphery
Normal
Pupillary light reflex
Not affected
Hemorrhages near or on optic head Depressed
Treatment
Normalize ICP
Corticosteroids if cause known
Corticosteroids with caution
Definition
Normal
Depressed
33. ANATOMI DUKTUS LAKRIMALIS
DAKRIOSISTITIS • Partial or complete obstruction of the nasolacrimal duct with inflammation due to infection (Staphylococcus aureus or Streptococcus B-hemolyticus), tumor, foreign bodies, after trauma or due to granulomatous diseases. • Clinical features : epiphora, acute, unilateral, painful inflammation of lacrimal sac, pus from lacrimal punctum, fever, general malaise, pain radiates to forehead and teeth • Diagnosis : Anel test(+) :not dacryocystitis, probably skin abcess; (-) or regurgitation (+) : dacryocystitis. Swab and culture • Treatment : Systemic and topical antibiotic, irrigation of lacrimal sac, Dacryocystorhinotomy
Uji Anel • Evaluasi Sistem Lakrimal-Drainase Lakrimal : • Uji Anel : Dengan melakukan uji anel, dapat diketahui apakah fungsi dari bagian eksresi baik atau tidak. • Cara melakukan uji anel : – Lebarkan pungtum lakrimal dengan dilator pungtum – Isi spuit dengan larutan garam fisiologis. Gunakan jarum lurus atau bengkok tetapi tidak tajam – Masukkan jarum ke dalam pungtum lakrimal dan suntikkan cairan melalui pungtum lakrimal ke dalam saluran eksresi , ke rongga hidung
• Uji anel (+): terasa asin di tenggorok atau ada cairan yang masuk hidung. Uji anel (-) jika tidak terasa asinberarti ada kelainan di dalam saluran eksresi. • Jika cairan keluar dari pungtum lakrimal superior, berarti ada obstruksi di duktus nasolakrimalis. Jika cairan keluar lagi melalui pungtum lakrimal inferior berarti obstruksi terdapat di ujung nasal kanalikuli lakrimal inferior, maka coba lakukan uji anel pungtum lakrimal superior.
Dakrioadenitis • Peradangan dari kelenjar lakrimalis • Kelenjar lakrimalis berada di supratemporal orbita + lobus palpebral • Patofisiologi masih belum dimengerti, diperkirakan akibat ascending infection kuman dari duktus lakrimalis ke dalam kelenjar • Lobus palpebral biasanya juga ikut terkena • Penyebab: mumps, EBV, stafilokokus, GO
• Gejala: nyeri, kemerahan, dan gejala penekanan pada unilateral supratemporal orbita • Tanda: Khemosis – – – – – – – – – – –
Injeksi konjungtiva Sekret mukopurulent Kelopak merah Limfadenopati submandibular Bengkak pada 1/3 lateral kelopak mata (S-shaped lid) Proptosis Gangguan gerak bola mata Pembesaran kelenjar parotis Demam ISPA Malaise
Tatalaksana • Viral (paling sering) - Selflimiting, tx suportif (kompres hangat, NSAID oral) • Bacterial – 1st generation cephalosporins • Protozoa / fungal – antiamoebic/ antifungal • Inflammatory (noninfectious) – cek penyebab sistemik, tatalaksana berdasarkan penyebabnya.
Komplikasi dakriosistitis • Resiko penyebaran infeksi ke superficial (selulitis), atau organ yang lebih dalam (selulitis orbita, abses orbita) • Terbentuknya jaringan parut • Epistaxis • Meningitis dan Rhinorea CSF
34. KELAINAN REFRAKSI ANAMNESIS MATA MERAH VISUS NORMAL
MATA MERAH VISUS TURUN
• struktur yang bervaskuler sklera konjungtiva • tidak menghalangi media refraksi • Konjungtivitis murni • Trakoma • mata kering, xeroftalmia • Pterigium • Pinguekula • Episkleritis • skleritis
mengenai media refraksi (kornea, uvea, atau seluruh mata) • • • • • • •
Keratitis Keratokonjungtivitis Ulkus Kornea Uveitis glaukoma akut Endoftalmitis panoftalmitis
MATA TENANG VISUS TURUN MENDADAK • • • • • •
uveitis posterior perdarahan vitreous Ablasio retina oklusi arteri atau vena retinal neuritis optik neuropati optik akut karena obat (misalnya etambutol), migrain, tumor otak
MATA TENANG VISUS TURUN PERLAHAN • Katarak • Glaukoma • retinopati penyakit sistemik • retinitis pigmentosa • kelainan refraksi
KELAINAN REFRAKSI -MIOPIA • MIOPIA bayangan difokuskan di depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi (dalam kondisi cahaya atau benda yang jauh) • Etiologi: – Aksis bola mata terlalu panjang miopia aksial – Miopia refraktif media refraksi yang lebih refraktif dari rata-rata: kelengkungan kornea terlalu besar
• Dapat ditolong dengan menggunakan kacamata negatif (cekung)
• Normal aksis mata 23 mm (untuk setiap milimeter tambahan panjang sumbu, mata kira-kira lebih miopik 3 dioptri) • Normal kekuatan refraksi kornea (+43 D) (setiap 1 mm penambahan diameter kurvatura kornea, mata lebih miopik 6D) • Normal kekuatan refraksi lensa (+18D) • People with high myopia – more likely to have retinal detachments and primary open angle glaucoma – more likely to experience floaters
KELAINAN REFRAKSI -MIOPIA • Miopia secara klinis : – Simpleks: kelainan fundus ringan, < -6D – Patologis: Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau miopia progresif, adanya progresifitas kelainan fundus yang khas pada pemeriksaan oftalmoskopik, > -6D
• Miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa : – Ringan (Lavior) : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri – Sedang (Moderate) : lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri. – Berat (Grandior) : lensa koreksinya > 6,00 Dioptri.
• Miopia berdasarkan umur : – – – –
Kongenital : sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak. Miopia onset anak-anak : di bawah umur 20 tahun. Miopia onset awal dewasa : di antara umur 20 sampai 40 thn. Miopia onset dewasa : di atas umur 40 tahun (> 40 tahun).
KELAINAN REFRAKSI – KOREKSI MIOPIA •
•
•
Pada miopia, pemilihan kekuatan lensa untuk koreksi prinsipnya adalah dengan dioptri yang terkecil dengan visual acuity terbaik. Pemberian lensa dgn kekuatan yg lebih besar akan memecah berkas cahaya terlalu kuat sehingga bayangan jatuh di belakang retina, akibatnya lensa mata harus berakomodasi agar bayangan jatuh di retina. Sedangkan lensa dgn kekuatan yg lebih kecil akan memecah berkas cahaya dan jatuh tepat di retina tanpa lensa mata perlu berakomodasi lagi.
35. Keratokonjungtivitis Konjungtivitis
Keratitis
Ulkus kornea
Uveitis
Visus
N
N/
Sakit
-
++
++
+/++
Fotofobia
-
+++
-
+++
Eksudat
+/+++
-/+++
++
-
Sekresi
+
-
+
+
Etiologi
Bakteri/jamur/virus/a lergi
Bakteri/jamur/virus /alergi
Infeksi, bahan kimia, trauma, pajanan, radiasi, sindrom sjorgen, defisiensi vit.A, obat-obatan, reaksi hipersensitivitas, neurotropik
Reaksi imunologik lambat/dini
Tatalaksana
Obat sistemik/topikal sesuai etiologi
Obat sistemik/topikal sesuai etiologi
Obat sesuai etiologi
Steroid
Ilmu Penyakit Mata, Sidarta Ilyas, 2005
Typical clinical Feature Fungal Ulcer
Bacterial Ulcer • • •
•
•
•
•
1. History of trauma to the cornea, contact lens wear 2. Pain, redness, watering,decrease in vision 3. Lid oedema (marked in gonococcal ulcer), purulent discharge in gonococcal ulcer and bluish green discharge in pseudomonas corneal ulcer 4. Round or oval in shape involving central or para central part of the cornea. Rest of the cornea is clear. Hypopyon may or may not be present. 5. In pneumococcal ulcer the advancing border will have active infiltrate with undermined edges and the trailing edge may show signs of healing. Most of the pneumococcal ulcers will show leveled hypopyon associated with Dacryocystitis. 6. Pseudomonas ulcer will have short duration, marked stromal oedema adjacent to the ulcer with rapid progression. If untreated, will perforate within 2-3 days. Advanced ulcer may involve the sclera also. 7. Ulcers caused by Moraxella and Nocardia are slowly progressive in immunocompromised hosts
• • •
•
•
•
1. History of trauma with vegetable matter 2. Suspect fungal ulcer if patient reports agriculture as main occupation. 3. Pain and redness are similar to bacterial ulcer. But lid oedema is minimal even in severe cases unless patients have received native medicines or peri ocular injections. 4. Early fungal ulcer may appear like a dendritic ulcer of herpes simplex virus. The feathery borders are pathognomonic clinical features. Satellite lesions, immune ring, and unlevelled hypopyon may aid in diagnosis. 5. The surface is raised with greyish white creamy infiltrates, which may or may not appear dry. 6. Ulcer due to pigmented fungi will appear as brown or dark; raised, dry, rough, leathery plaque on the surface of the cornea
WHO. Guidelines for the Management of Corneal Ulcer at Primary, Secondary & Tertiary Care health facilities in the South-East Asia Region. 2004
Management of Supurative Keratitis at the secondary level of eye care
N EU R OLOGI
41. SUBDURAL HEMATOM Perdrhan yg mengumpul diantra korteks serebri dan duramater regangan dan robekan vena-vena drainase yg tdpt di rongga subdural ant. Permk. Otak dg sinus duramater. • Gjl klinik biasany tdk terlalu hebat kecuali bila terdapat efek massa. • Berdsrkan kronologis SDH dibagi mjd : 1. SDH akut : 1- 3 hr pasca trauma. 2. SDH subakut : 4-21 hr pasca trauma. 3. SDH khronis : > 21 hari. gamb. CT scan kepala tdp lesi hiperdens bbtk bulan sabit yg srg tjd pada daerah yg berseberangan dg trauma (Counter Coup) •
PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006
Tindakan op. dilakukan bila pdrh > 40 cc. Bila komplikasi akut : gangg. Parenkim otak, gangg. Pemb. Drh arteri. • Bila tidak ada komplikasi disebabkan : atrofi otak mybbkan perdrhan dan putusnya vena jembatam, gangg. Pembekuan. • Tindakan operasi dilakukan bila : 1. Perdarahan berulang. 2. Kapsulisasi. 3. Lobulat (multilobulat) 4. Kalsifikasi. • •
PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006
Subdural hematom
Hematom Epidural
Hematom subdural
• Lucid interval • Kesadaran makin menurun • Late hemiparesis kontralateral lesi • Pupil anisokor • Babinsky (+) kontralateral lesi • Fraktur daerah temporal *akibat pecah a. meningea media
• akut: kurang dari 72 jam • Subakut: 3-7 hari setelah trauma • Kronik : lebih dari 21 hari atau 3 minggu • Gejala: sakit kepala disertai /tidak disertai penurunan kesadaran *akibat robekan bridging vein
Hematom subarakhnoid • Kaku kuduk • Nyeri kepala • Bisa didapati gangguan kesadaran • Akibat pecah aneurisme berry
Sidharta, P. dan Mardjono, M. 2006. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.
42. Spondylolisthesis • Spondylolisthesis • pergeseran vertebra kedepan terhadap segment yang lebih rendah, yang biasa terjadi pada lumbal vertebra ke 4 atau ke 5 akibat kelainan pada pars interartikularis.
• Spondylolisis • interupsi yang terjadi dibagian pars interarticularis, namun dapat terjadi juga dibagian lateral.
• Spondilitis • Inflamasi pada tulang vertebrae yang bisa disebabkan oleh beberapa hal, misalnya proses infeksi, imunitas. Vookshoor A, Spondilolisthesis, spondilosis and spondilysis
Spondylolisthesis • Diagnosis – Plain radiographs – CT, in some cases with leg symptoms
• Nonoperative Care – – – –
Istirahat NSAID Fisioterapi Injeksi Steroid
• Surgical care – Dilakukan bila terapi non operatif gagal – Dekompresi dan fusi • Instrumented • Posterior approach • With interbody fusion
• Nyeri radikuler, seperti tersengat listrik yang menjalar dari punggung ke tungkai. • Baal, kesemutan • Kelemahan otot tungkai bawah • Inkontinensia urin/ alvi, dapat merupakan gejala cauda equina syndrome • Lower back pain • Muscle tightness (tight hamstring muscle) • Stiffness • Tenderness in the area of the slipped disc
Gejala
Spondylolisthesis
Klasifikasi Dysplastic spondylolisthesis kelainan kongenitalSangat jarang terjadi.
Isthmic spondylolisthesis • Sub tipe A, paling sering ditemukan usai <50thn. Aktivitas repetitive saat melakukan pekerjaan berat atau olahraga menyebabkan fatigue fracture pars interarticularis. • Sub tipe B, karakteristikelongasi pars interarticularis, sub akut stress fracture, • Sub tipe C, sangat jarang. Akibat fraktur akut pars vertebrae. Traumatic lumbar hyperextenion injury. DEGENERATIVE SPONDYLOLISTHESIS sering terjadi usia>50thn.
TRAUMATIC SPONDYLOLISTHESIS sangat jarang Terjadi akibat fraktur arkus neural, misal pada hangman’s fracture.
PATHOLOGICAL SPONDYLOLISTHESIS akibat adanya penyakit sistemik yang mendasari Osteoperosis, Paget's
carcinoma IATROGENIC SPONDYLOLISTHESIS merupakan komplikasi dari lumbar anterior interbody fusion (LAIF).
disease , Metastatic
Modalitas • X-ray lumbal • tidak dapat mendeteksi reaksi stress yg diterima pars interarcularis yg tidak menunjukan prograsifitas fraktur komplit.
• CT scan lumbal • tidak sensitif untuk mendeteksi reaksi stress akut.
• MRI lumbal • sensitif untuk mendeteksi reaksi stress akut • untuk Old stress bisa lebih sulit dibandingkan CT scan.
• Bone scan • sensitif untuk mendeteksi reaksi stress akut, tidak dapat mendeteksi Old stress.
Tatalaksana • Jika pergeseran yang terjadi minimal dan gejala dapat diatasi • observasi dengan pembatasan aktivitas gerak.
• Jika tulang bergeser secara signifikan dan tampak progresifitas gejala • tindakan operasi mungkin disarankan • Gejala kompresi saraf direkomendasikan menjalankan operasi.
Spondylolysis • Spondylolysis – Also known as pars defect – Also known as pars fracture – Dengan atau tanpa spondylolisthesis – Fraktur atau defek pada vertebra, biasanya pada bag.posterior, paling sering pada pars interarticularis
• Symptoms
Spondylolysis
– – – –
Low back pain/stiffness Membungkuk ke depan, makin nyeri Makin memberat dengan aktivitas May include a stenotic component resulting in leg symptoms – Sering terlihat pada atlet • SenamCaused by repeated strain
• Diagnosis – Plain oblique radiographs – CT, in some cases
• Nonoperative care – Membatasi aktivitas – Fisioterapi • Sebagian besar fraktur akan sembuh tanpa intervensi medis
• Surgical care – Dilakukan bila terapi non operatif gagal – Posterior fusion • Instrumented • May require decompression
43. Cluster Type Headache
44. Guillane Barre Syndrome
45. Kejang • Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan. (Betz & Sowden,2002)
Manifestasi Klinik 1. Kejang parsial ( fokal, lokal ) a) Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini : – Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi . Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil. – Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan jtuh dari udara, parestesia. – Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik. – Kejang tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama.
b) Parsial kompleks – Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks – Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap – ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang – ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya. – Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi ) a) Kejang absens – Gangguan kewaspadaan dan responsivitas – Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik – Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh b) Kejang mioklonik – Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak. – Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki. – Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok – Kehilangan kesadaran hanya sesaat. c) Kejang tonik klonik – Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit – Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih – Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah. – Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal d) Kejang atonik – Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah. – Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
EEG • Elektro Enselo Grafi (EEG) adalah suatu alat yang mempelajari gambar dari rekaman aktifitas listrik di otak, termasuk teknik perekaman EEG dan interpretasinya. • Pembacaan EEG oleh dokter dijadikan acuan untuk tindakan dan penanganan selanjutnya kepada pasien. • Elektroensefalogram (EEG) dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan focus dan kejang.
Epilepsi • Definisi: suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara paroksismal, dan disebabkan oleh berbagai etiologi. Perdossi. Diagnosis Epilepsi. 2010
Epilepsy - Classification • Focal seizures – account -
for 80% of adult epilepsies Simple partial seizures Complex partial seizures Partial seizures secondarilly generalised
• Generalised seizures (include absance type) • Unclassified seizures
Pemilihan OAE pada Remaja dan Dewasa Tipe Bangkitan
Lini 1
Lini 2
Lini 3
Lena
VPA LTG
ESM
LEV ZNS
Mioklonik
VPA
TPM LEV ZNS
LTG CLB CZP PB
Tonik Klonik
VPA CBZ PHT PB
LTG OXC
TPM LEV ZMS PRM
Atonik
VPA
LTG TPM
FBM
Parsial
CBZ PHT PB OXC LTG TPM GBP
VPA LEV ZNS PGB
TGB VGB FBM PRM
Unclassified
VPA
LTG
TPM LEV ZNS
• • • • • • • • • • • • • • • • •
CBZ: carbamazepine, CLB: clobazam CZP: clonazepam ESM: ethosuximide FBM: falbamate GBP: gabapentine LEV: Levetiracetam LTG: lamotrigine OXC: oxcarbamazepine PB: phenobarbital PGB: pregabalin PHT: phenytoin PRM: pirimidon TGB: tiagabine VGB: vigabatrine VPA: sodium valproate ZNS: zonisamide
Pemilihan OAE pada Anak Tipe Bangkitan
Lini 1
Lini 2
Lini 3
Lena
VPA LTG
ESM
LEV ZNS
Mioklonik
VPA
TPM ZNS
LTG CLB PB
Tonik Klonik
VPA CBZ PB
LTG TPM PHT
ZMS OXC LEV
Parsial
CBZ VPA PB
LTG TPM OXC ZNS
CLB PHT GBP LEV
Spasme Infantil
VGB ACTH
VPA NTZ
LTG ZNS TPM
Lennox-gastaut
VPA
LTG TPM
CLB FBM
Unclassified
VPA
LTG
TPM LEV ZNS
• • • • • • • • • • • • • • • • • • •
ACTH: adrenocorticotropic hormone CBZ: carbamazepine, CLB: clobazam CZP: clonazepam ESM: ethosuximide FBM: falbamate GBP: gabapentine LEV: Levetiracetam LTG: lamotrigine NTZ: nitrazepam OXC: oxcarbamazepine PB: phenobarbital PGB: pregabalin PHT: phenytoin PRM: pirimidon TGB: tiagabine VGB: vigabatrine VPA: sodium valproate ZNS: zonisamide
Penghentian OAE Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat dihentikan tanpa kekambuhan. Pada anak-anak dengan epilepsi, pengehntian sebaiknya dilakukan secara bertahap setelah 2 tahun bebas dari bangkitan kejang. Sedangkan pada orang dewasa penghentian membutuhkan waktu lebih lama yakni sekitar 5 tahun. Ada 2 syarat yang penting diperhatika ketika hendak menghentikan OAE yakni, 1. Syarat umum yang meliputi : – Penghentian OAE telah diduskusikan terlebih dahulu dengan pasien/keluarga dimana penderita sekurang-kurangnya 2 tahun bebas bangkitan. – Gambaran EEG normal – Harus dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dari dosis semula setiap bulan dalam jangka waktu 3-6bulan. – Bila penderita menggunakan 1 lebih OAE maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang bukan utama.
Perdossi. Diagnosis Epilepsi. 2010
2. Kemungkinkan kekambuhan setelah penghentian OAE – Usia semakin tua, semakin tinggi kemungkinan kekambuhannya. – Epilepsi simtomatik – Gambaran EEG abnormal – Semakin lamanya bangkitan belum dapat dikendalikan. – Penggunaan OAE lebih dari 1 – Masih mendaptkan satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi – Mendapat terapi 10 tahun atau lebih. – Kekambuhan akan semaikn kecil kemungkinanya bila penderita telah bebas bangkitan selama 3-5 tahun atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul kembali maka pengobatan menggunakan dosis efektif terakhir, kemudian evaluasi. Perdossi. Diagnosis Epilepsi. 2010
ILM U PSIK IATR I
46. GANGGUAN WAHAM MENETAP (DSM-IV)
Jenis Gangguan Waham Menetap (DSM-IV)
47. GANGGUAN CEMAS (ANSIETAS) Diagnosis
Characteristic
Gangguan panik
Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan perasaan akan datangnya kejadian menakutkan. Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa adanya provokasi dari stimulus apapun & ada keadaan yang relatif bebas dari gejala di antara serangan panik.
Gangguan fobik
Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau situasi, antara lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera, dan kematian.
Gangguan penyesuaian
Gejala emosional (ansietas/afek depresif ) atau perilaku dalam waktu <3 bulan dari awitan stresor. Tidak berhubungan dengan duka cita akibat kematian orang lain.
Gangguan cemas menyeluruh
Ansietas berlebih terus menerus disertai ketegangan motorik (gemetar, sulit berdiam diri, dan sakit kepala), hiperaktivitas otonomik (sesak napas, berkeringat, palpitasi, & gangguan gastrointestinal), kewaspadaan mental (iritabilita). Terjadj selama min.6 bulan.
FOBIA KHAS/ SPESIFIK DEFINISI • Ketakutan irasional dan menetap pada obyek yang khusus, aktivitas atau situasi yang menyebabkan respon kecemasan yang tibatiba, yang menyebabkan gangguan yang signifikan dalam performa, dan menghasilkan prilaku menghindar
Beberapa Jenis Fobia Spesifik yang Sering Ditemui Fobia
Fobia terhadap:
Arachnofobia
Laba-laba
Aviatofobia
Terbang
Klaustrofobia
Ruang tertutup
Akrofobia
Ketinggian
Astrafobia/ brontofobia
Badai-Petir
Nekrofobia
Kematian
Aichmofobia
Jarum suntik atau benda tajam lainnya
Androfobia
Laki-laki
Ginofobia
Perempuan
48. GANGGUAN KEPRIBADIAN
Pedoman Diagnosis Gangguan Kepribadian Skizoid (DSM-IV)
49. DEMENSIA Pedoman diagnostik demensia (PPDGJ III): • Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir, yang sampai mengganggu kegiatan harian seseorang (personal activities of daily living) seperti : mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air besar dan kecil. • Tidak ada gangguan kesadaran (clear consciousness) • Gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan
Klasifikasi Demensia Berdasarkan Etiologinya • Demensia pada penyakit Alzheimer • Demensia vaskular • Demensia pada penyakit Pick • Demensia pada penyakit Creutfeld-Jacob • Demensia pada penyakit Huntington • Demensia pada Penyakit Parkinson • Demensia pada Penyakit HIV/AIDS Demensia tipe Alzheimer prevalensinya paling besar (5060%), disusul demensia vaskular (20-30%).
Deteksi Dini Demensia • Dengan menggunakan mini mental state examination (MMSE)/ Folstein test. • Interpretasi skor MMSE: – 24-30: kognitif normal – 19-23: mild cognitive impairment – 10-18: moderate cognitive impairment – <=9: severe cognitive impairment
Demensia
Practical Guidelines for the Recognition and Diagnosis of Dementia, J Am Board Fam Med May-June 2012 vol. 25 no. 3 367-382
Demensia Alzheimer vs Demensia Vaskuler • Pasien demensia vaskuler relatif memiliki memori verbal jangka panjang yang lebih baik tetapi fungsi eksekutif lobus frontal lebih buruk dibandingkan pasien dengan demensia Alzheimer.
Skor demensia oleh Loeb dan Gondolfo Mulanya mendadak
2
Mulanya riwayat stroke
1
Gejala fokal neurologi
2
Keluhan fokal
2
CT scan: daerah hipodens tunggal 2 CT scan: daerah hipodens multipel 3 Interpretasi: Skor 0-2 demensia Alzheimer Skor 5-10 demensia vaskuler
Tanda dan Gejala Awal Demensia Alzheimer
American Academy of Neurology, 2012
Demensia vs Pseudodemensia • Pseudodemensia merupakan penurunan fungsi kognitif yang terjadi sementara akibat adanya gangguan psikiatri yang mendasari (biasanya depresi)
http://www.encephalos.gr/48-3-07e.htm
50. GANGGUAN PSIKIATRI POST PARTUM • Post partum blues – Sering dikenal sebagai baby blues – Mempengaruhi 50-75% ibu setelah proses melahirkan – Sering menangis secara terus-menerus tanpa sebab yang pasti dan mengalami kecemasan – Berlangsung pada minggu pertama setelah melahirkanbiasanya kembali normal setalah 2 minggu tanpa penanganan khusus – Tindakan yang diperlukanmenentramkan dan membantu ibu
• Post partum Depression – Kondisi yang lebih serius dari baby blues – Mempengaruhi 1 dari 10 ibu baru – Mengalami perasaan sedih, emosi yang meningkat, tertekan, lebih sensitif, lelah, merasa bersalah, cemas dan tidak mampu merawat diri dan bayi – Timbul beberapa hari setelah melahirkan sampai setahun sejak melahirkan – Tatalaksanapsikoterapi dan antidepresan
• Postpartum Psychosis – Kondisi ini jarang terjadi – 1 dari 1000 ibu yang melahirkan – Gejala timbul beberapa hari dan berlangsung beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah melahirkan – Agitasi, kebingungan, hiperaktif, perasaan hilang harapan dan malu, insomnia, paranoia, delusi, halusinasi, bicara cepat, mania – Tatalaksanaharus segera dilakukan, dapat membahayakan diri dan bayi
Baby Blues vs Postpartum Depression CHARACTERISTIC
BABY BLUES
POSTPARTUM MAJOR DEPRESSION
Duration
Less than 10 days
More than two weeks
Onset
Within two to three days postpartum
Often within first month; may be up to one year
Prevalence
80 percent
5 to 7 percent
Severity
Mild dysfunction
Moderate to severe dysfunction
Suicidal ideation
Not present
May be present
Postpartum Depression, Am Fam Physician. 2010 Oct 15;82(8):926-933
Tatalaksana Postpartum Depression • Tatalaksana utama: PSIKOTERAPI • Tatalaksana farmakologis terutama digunakan untuk depresi sedang dan berat. – Drug of choice: antidepresan golongan SSRI – Pada ibu menyusui, secara umum antidepresan dapat ditemukan dalam ASI. Namun pada penggunaan Sertraline, Paroxetine, dan Nortryptiline, kadar obat tidak terdeteksi dalam serum bayi. Sedangkan penggunaan Fluoxetine dan Citalopram terdeteksi dalam serum bayi namun dalam kadar yang sangat rendah dan secara umum tidak menimbulkan bahaya bagi bayi.
Postpartum Depression, Am Fam Physician. 2010 Oct 15;82(8):926-933
Dosis Obat Golongan SSRI pada Postpartum Depression STARTING DOSAGE
DRUG
USUAL TREATMENT DOSAGE
Selective serotonin reuptake inhibitors Citalopram 10 mg 20 to 40 mg (Celexa)
MAXIMAL DOSAGE
ADVERSE EFFECTS
60 mg
Headache, nausea, diarrhea, sedation, insomnia, tremor, nervousness, loss of libido, delayed orgasm
Escitalopram (Lexapro)
5 mg
10 to 20 mg
20 mg
Fluoxetine (Prozac)
10 mg
20 to 40 mg
80 mg
Paroxetine (Paxil) Sertraline (Zoloft)
10 mg
20 to 40 mg
50 mg
25 mg
50 to 100 mg
20
Postpartum Depression, Am Fam Physician. 2010 Oct 15;82(8):926-933
KULIT & KELAMIN, MIKROBIOLOGI, PARASITOLOGI
51. Tinea kapitis • Kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh dermatofita
• Bentuk klinis: – Grey patch ringworm (biasanya disebabkan Microsporum) • Papul merah yang melebar, membentuk bercak, pucat, bersisik. Rambut menjadi abu-abu, tidak berkilat, mudah patah dan tercabut. Lampu Wood: hijau kekuningan.
– Kerion (Microsporum atau Tricophyton) • Reaksi peradangan berat pada tinea kapitis, pembengkakan menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang. Dapat menimbulkan jaringan parut dan alopesia menetap. Fluoresensi (+/-)
– Black dot ringworm (biasanya disebabkan Tricophyton tonsurans dan Trycophyton violaceum) • Rambut yang terkena infeksi patah pada muara folikel, dan yang tertinggal adalah ujung rambut yang penuh spora (black dot). Fluoresensi (-) Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
3 Pola Invasi Rambut pada Tinea Kapitis E C TO T H R I X •
Fluoresen kuning • kehijauan terang – Microsporum audouinii – M. canis – M. Ferrugineum
Tanpa fluoresen – – – – –
M. fulvum M. Gypseum T. Megninii T. Mentagrophytes T. Rubrum
–
T. verrucosum
E NDOTHRI X •
Fluoresen abu kehijauan kusam – Trichophyton schoenleinii
•
Tanpa fluoresen – T. gourvillii – T. Soudanense – T. tonsurans – T. Violaceum – T. Yaoundei
Drug of Choice Dermatofita D E R M ATO F I TA
DOC
Tinea Kapitis
• Griseofulvin: DOC untuk spesies Microsporum • Terbinafin: DOC untuk spesies Trichophyton • Alternatif: Itrakonazol, flukonazol
Tinea barbae, tinea manum, Tinea korporis luas
• Mengenai struktur kulit bagian dalam butuh terapi sistemik • DOC: Terbinafin, itrakonazol, flukonazol
Tinea facialis, Tinea korporis, tinea kruris, tinea pedis
• Mengenai struktur kulit superfisial terapi topikal • DOC: grup alilamin (terbinafin, naftifin)
Tinea Unguium
• Oral lebih baik dibanding topikal • DOC: Terbinafin
Tinea (Umum): Terapi • Pengobatan topikal (Tabel Terlampir) Terutama untuk tinea selain tinea kapitis – Kombinasi asam salisilat (3-6%) dan asam benzoat (6-12%) dalam bentuk salep ( Salep Whitfield) – Kombinasi asam salisilat dan sulfur presipitatum dalam bentuk salep (salep 2-4, salep 3-10) – Derivat azol : mikonazol 2%, klotrimasol 1%, ketokonazol 2% dll • Pengobatan sistemik – Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak 10-25 mg/kgBB sehari – Lama pemberian griseofulvin pada tinea korporis adalah 3-4 minggu, diberikan bila lesi luas atau bila dengan pengobatan topikal tidak ada perbaikan – Ketokonazol 200 mg per hari selama 10 hari – 2 minggu pada pagi hari setelah makan Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2015.
Pengobatan Topikal terutama untuk jenis • Tinea korporis • Tinea cruris • Tinea pedis • Tinea unguium
Medications Used to Treat Tinea Kapitis
52. Pioderma • Folikulitis (Staph. Aureus): peradangan folikel rambut yang ditandai dengan papul eritema perifolikuler dan rasa gatal atau perih.
• Furunkel (Staph. Aureus): peradangan folikel rambut dan jaringan sekitarnya berupa papul, vesikel atau pustul perifolikuler dengan eritema di sekitarnya dan disertai rasa nyeri.
• Furunkulosis: beberapa furunkel yang tersebar.
• Karbunkel (Staph. Aureus): kumpulan dari beberapa furunkel, ditandai dengan beberapa furunkel yang berkonfluensi membentuk nodus bersupurasi di beberapa puncak. Menaldi, Sri Linuwih. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh, 2015. Badan Penerbit FKUI.
• Impetigo krustosa/vulgaris/ kontagiosa/ Tillbury Fox (Strep. Beta hemolyticus) : peradangan vesikel yang dengan cepat berubah menjadi pustul pecah krusta kering kekuningan seperti madu. Predileksi spesifik lesi terdapat di sekitar lubang hidung, mulut, telinga atau anus. • Impetigo bulosa/ cacar monyet (Staph. Aureus): peradangan yang memberikan gambaran vesikobulosa dengan lesi bula hipopion (bula berisi pus) • Ektima (Strep. Beta hemolyticus): peradangan yang menimbulkan kehilangan jaringan dermis bagian atas (ulkus dangkal) Menaldi, Sri Linuwih. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh, 2015. Badan Penerbit FKUI.
Histopatologi Impetigo Krustosa dan Bulosa • Patogen memiliki toksin A dan B yang bisa mengeksfoliasi target: desmoglein 1 pemisahan dan pembentukan bula tepat dibawah stratum granulosum
Pioderma: Impetigo • Pemeriksaan Penunjang – Pemeriksaan dari apusan cairan sekret dari dasar lesi dengan pewarnaan Gram – Pemeriksaan darah rutin kadang kadang ditemukan leukositosis • Komplikasi: Erisipelas, selulitis, ulkus, limfangitis, bakteremia • Terapi: • Antibiotika topikal: • DOC: mupirocin (Bactroban), basitrasin, asam fusidat (Fucidin) dan retapamulin (Altargo) 2x/hari selama 7 hari • Alternatif: salep/krim klindamisin, gentamisin • Antibiotika oral: • Sefalosforin, amoxiclav, cloxacillin, dicloxaxillin, alternatif: eritromisin, klindamisin • DOC anak: Cephalexin
http://emedicine.medscape.com/article/965254-overview
54. Cutaneus Larva Migrans • Bentuk linear atau berkelok-kelok • Menimbul dan progresif • Disebabkan oleh invasi larva cacing tambang • Larva beredar di bawah kulit manusia, • Erupsi kulit berupa garis papula kemerahan • Disebabkan cacing tambang hewan terutama Ancylostoma • caninum dan Ancylostoma braziliense. • Disebut juga Hookworm-related cutaneous larva migrans (HrCLM). Narewari S. Cutaneus Larva Migrans yang Disebabkan Cacing Tambang. Juke Unila. 2015.Volume 5. No.9
Perjalanan Penyakit Migrasi larva cacing tambang pada epidermis
Tidak mampu penetrasi ke membrana basalis
Menetap selama berbulanbulan
Tidak mampu berkembang dan melanjutkan siklus hidupnya
Timbul rasa gatal
Infeksi sekunder akibat garukan
Narewari S. Cutaneus Larva Migrans yang Disebabkan Cacing Tambang. Juke Unila. 2015.Volume 5. No.9
Diagnosis •
Gejala klinis,
•
Riwayat berjemur, berjalan tanpa alas kaki di pantai atau aktivitas lainnya di daerah tropis, Pemeriksaan darah tidak diperlukan.
•
Pengobatan •
• •
•
Lini 1 : Tiabendazol oral toleransi buruk,tidak lagi dipasarkan sediaan krim atau lotion 15% 23x/hari selama 5 hari Ivermektin 200 µg/kgbb atau albendazol oral 400-800 mg 3 hari anak-anak BB < 15 kg atau < 5 tahun, Ibu hamil, wanita menyusui HARUS TOPIKAL
54. Trikuriasis (Cacing Cambuk) Gejala • nyeri ulu hati, kehilangan nafsu makan, diare, anemia, prolaps rektum
Telur • Seperti tempayan/ lemon, memiliki dua kutub • Ukuran 20-25 mcm dan 5055 mcm
Oksiuriasis (Cacing Kremi) • Nama lain • Enterobius vermicularis
• Gejala – Gatal di sekitar dubur (terutama pada malam hari pada saat cacing betina meletakkan telurnya), gelisah dan sukar tidur – Pemeriksaan: perianal swab dengan Scotch adhesive tape – Telur lonjong dan datar pada satu sisi, bening
Askariasis (Cacing Gelang) Gejala •
Rasa tidak enak pada perut (gangguan lambung); kejang perut, diselingi diare; kehilangan berat badan; dan demam
• Telur – Fertilized: bulat, bile stained (coklat), dilapisi vitelin dan unstructured albuminoid (tidak teratur), ukuran diameter 50 dan 75 mcm – Unfertilized: lonjong, permukaan bisa tidak teratur atau teratur (dekortikated), dinding lebih tipis, ukuran diameter 43 dan 95 mcm
Nekatoriasis (Cacing Tambang) Gejala • Mual, muntah, diare & nyeri ulu hati; pusing, nyeri kepala; lemas dan lelah; anemia Telur • Dinding tipis & transparan, berisi 4-8 sel embrio atau embrio cacing • Diameter 40 dan 55 mcm
Taeniasis (Cacing Pita) Gejala •
mual, konstipasi, diare; sakit perut; lemah; kehilangan nafsu makan; sakit kepala; berat badan turun, benjolan pada jaringan tubuh (sistiserkosis) Telur • Bulat dengan embrio berstria radier tebal • Berisi onkosfer dengan 6 kait • Ukuran 31-34 mcm
Proglotid Gravid T. Solium vs T. Saginata Taenia Saginata
Taenia Solium
•
Folikel testis yang berjumlah 300-400 buah, tersebar di bidang dorsal
•
Serupa dengan proglotid T. Saginata namun jumlah folikel testisnya lebih sedikit, yaitu 150-200 buah
•
Uterus tumbuh dari bagian anterior ootip dan menjulur kebagian anterior proglotid
•
Proglotid gravid mempunyai ukuran panjang hampir sama dengan lebarnya
•
Jumlah cabang uterus: 7-12 buah pada satu sisi
•
Lubang kelamin letaknya bergantian selang-seling pada sisi kanan atau kiri strobila secara tidak beraturan
•
Berisi kira-kira 30.000-50.000 buah telur.
•
•
Jumlah cabang uterus: 15-30 buah pada satu sisinya dan tidak memiliki lubang uterus (porus uterinus) Proglotid yang sudah gravid letaknya terminal dan sering terlepas dari strobila
Albendazole • Terapi cacing gelang, cacing cambuk, cacing kremi, cacing tambang
• Cara kerja : membunuh cacing, menghancurkan telur & larva cacing dengan jalan menghambat pengambilan glukosa oleh cacing produksi ATP sebagai sumber energi << kematian cacing • Kontra Indikasi: – Ibu hamil (teratogenik), menyusui – Gangguan fungsi hati & ginjal, anak < 2 tahun • Dosis sediaan : 400 mg per tablet. – Tablet dapat dikunyah, ditelan atau digerus lalu dicampur dengan makanan • Efek samping : perasaan kurang nyaman pada saluran cerna dan sakit kepala, mulut terasa kering
Mebendazole • Terapi cacing gelang, cacing cambuk, cacing kremi, cacing tambang
• Cara kerja : membunuh cacing, menghancurkan telur & larva cacing dengan jalan menghambat pengambilan glukosa oleh cacing produksi ATP sebagai sumber energi << kematian cacing • Kontra Indikasi: – Ibu hamil (teratogenik), menyusui – Gangguan fungsi hati & ginjal, anak < 2 tahun • Dosis sediaan : 100 mg atau 500 mg per tablet – Tablet dapat dikunyah, ditelan atau digerus lalu dicampur dengan makanan • Efek samping : perasaan kurang nyaman pada saluran cerna dan sakit kepala, mulut terasa kering
Pirantel Pamoat • Indikasi: cacing tambang, cacing gelang, dan cacing kremi • Cara kerja: Melumpuhkan cacing mudah keluar bersama tinja • Dapat diminum dalam keadaan perut kosong, atau diminum bersama makanan, susu, atau jus
• Dosis: Tunggal, sekali minum 11 mg/kg BB, tidak boleh melebihi 1 gram – Jika berat badan 50 kg, dosisnya menjadi 500 mg. – Bentuk sediaannya adalah 125 mg per tablet, 250 mg per tablet, dan 250 mg per ml sirup
Prazikuantel • Indikasi: Cacing pita, kista hidatid • Cara Kerja: Meningkatkan permeabilitas membrane sel trematoda dan cestoda terhadap kalsium, yang menyebabkan paralisis, pelepasan, dan kematian (Katzung, 2010). • Dosis: Dosis tunggal prazikuantel sebesar 5 – 10 mg/ kg • Efek samping: Nyeri kepala, pusing, mengantuk dan kelelahan, efek lainnya meliputi mual, muntah, nyeri abdomen, feses yang lembek, pruritus, urtikaria, artalgia, myalgia, dan demam berderajat rendah
Nama cacing
Cacing dewasa
Telur
Obat
Dinding tebal 2-3 lapis, bergerigi, berisi unsegmented ovum
Mebendazole, pirantel pamoat
Taenia solium
kulit radial dan mempunyai 6 kait didalamnya, berisi onkosfer dan embriofor
Albendazole, prazikuantel, bedah
Enterobius vermicularis
ovale biconcave dengan dinding asimetris berisi larva cacing
Pirantel pamoat, mebendazole, albendazole
Ancylostoma duodenale Necator americanus
ovale dengan sitoplasma jernih Mebendazole, berisi segmented ovum/ lobus 4- pirantel pamoat, 8 mengandung larva albendazole
Schistosoma haematobium
coklat kekuningan, duri terminal, Prazikuantel transparan, ukuran 112-170 x 40-70 µm
Ascaris lumbricoides
Trichuris trichiura
Tempayan dengan 2 operkulum atas-bawah Brooks GF. Jawetz, Melnick & Adelberg’s medical microbiology, 23rd ed. McGraw-Hill; 2004.
Mebendazole, albendazole
DOC Antihelmintik JENIS CACING
DOC ANTIHELMINTIK
Keterangan
Ascaris lumbricoides
1. Mebendazol 2x100 mg selama 3 hari atau 500 mg PO SD 2. Albendazol 400 mg PO SD
Pada infeksi gabungan askaris dan cacing tambang DOC: Albendazol
Cacing Tambang (ancylostoma Duodenale & Necator Americanus)
• •
Mebendazole 2x 100 mg selama 3 hari atau 500 mg SD PO Albendazol 400 mg PO SD
Trichuris Trichiura
• •
Mebendazol 500 mg PO SD atau 2x100 selama 3 hari Albendazole 400 mg PO qDay x 3 days
• •
Prazikuantel 60 mg/kg PO dibagi 3 dosis selama satu hari Prazikuantel 40 mg/kg PO dibagi 2 dosis selama satu hari
Schistosoma japonicum, S. mekongi Schistosoma mansoni, S. hematobium, S intercalatum
Enterobius vermicularis
Semua rejimen diulang dalam waktu 2 minggu • Mebendazol 100 mg PO SD • Albendazol 400 mg PO SD • Pyrantel Pamoat 11 mg/kg PO
Taeniasis (T. Solium & Saginata)
Prazikuantel 5-10 mg/kg SD Niclosamide 2 g PO SD (adults) and 50 mg/kg orally PO SD (children).
Cysticercosis (T. Solium)
Prazikuantel 50-100 mg/kg/d divided q8hr PO for 14 days
55. Urethritis GO • Etiologi – Neisseria gonnorrhoeae
• Jenis Infeksi – Pada Pria • Urethritis, tysonitis, paraurethritis, littritis, cowperitis, prostatitis, veikulitis, funikulitis, epididimitis, trigonitis
– Pada Wanita • Urethritis, paraurethritis, servisitis, bartholinitis, salpingitis, proktitis, orofaringitis, konjungtivitis infant, gonorea diseminata
– Gambaran urethritis • Gatal, panas di uretra distal, disusul disuria, polakisuria, keluar duh kadang disertai darah, nyeri saat ereksi Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5 th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Urethritis GO • Pemeriksaan – Sediaan langsung: diplokokus gram negatif – Kultur: Agar Thayer Martin DIAGNOSIS
P I L I H A N P E N G O B A TA N
Infeksi GO tanpa komplikasi pada serviks, urethra, faring, atau rektum
Lini pertama: Ceftriaxone (250 IM, SD) atau Cefixim (400 mg PO, SD) Ditambah Terapi untuk Klamidia bila infeksi klamidia tidak dapat disingkirkan: Azitromisin (1 g, PO, SD) atau Soksisiklin (100 mg PO bid selama 7 hari) Alternatif: Ceftizoxime (500 mg IM, SD) atau Cefotaxime (500 mg IM, SD) atau Spectinomycin (2 g IM, SD) Atau Cefotetan (1 g IM, SD) + probenecid (1 g PO, SD) atau Cefoxitin (2 g IM, SD) + probenecid (1 g PO, SD)
Longo DL. Harrison’s principles of internal medicine, 18 th ed. McGraw-Hill;2012.
ILMU K E S E H ATAN ANAK
Tekanan di dalam Jantung
56. Congenital Heart Disease Congenital HD
Acyanotic
With ↑ volume load:
- ASD - VSD - PDA - Valve regurgitation
With ↑ pressure load: - Valve stenosis - Coarctation of aorta
Cyanotic
With ↓ pulmonary blood flow: - ToF - Atresia pulmonal - Atresia tricuspid
1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed. 2. Pathophysiology of heart disease. 5t ed.
With ↑ pulmonary blood flow: - Transposition of the great vessels - Truncus arteriosus
Penyakit jantung kongenital • Asianotik: L-R shunt – ASD: fixed splitting S2, murmur ejeksi sistolik – VSD: murmur pansistolik – PDA: continuous murmur
• Sianotik: R-L shunt – TOF: AS, VSD, overriding aorta, RVH. Boot like heart pada radiografi – TGA http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002103/
Park MK. Pediatric cardiology for practitioners. Mosby; 2008.
Acyanotic Congenital HD: General Pathophysiology
With ↑ volume load
Clinical Findings
The most common: left to right shunting
e.g. ASD, VSD, PDA
Blood back into the lungs
↓ compliance & ↑ work of breathing
Fluid leaks into the interstitial space & alveoly
Pulmonary edema, tachypnea, chest retraction, wheezing ↑ Heart rate & stroke volume
High level of ventricular output -> ↑sympathetic nervous system
↑Oxygen consumption -> sweating, irritability, FTT Remodelling: dilatation & hypertrophy
If left untreated, ↑ volume load will increase pulmonary vascular resistance
Eventually leads to Eisenmenger Syndrome
1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.
Acyanotic Congenital HD: General Pathophysiology With ↑ pressure load
Clinical Findings
Obstruction to normal blood flow: pulmonic stenosis, aortic
Murmur PS & PS: systolic murmur;
stenosis, coarctation of aorta.
Hypertrophy & dilatation of ventricular wall
Defect location determine the symptoms
1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.
Dilatation happened in the later stage Severe pulmonic stenosis in newborn right-sided HF (hepatomegaly, peripheral edema) Severe aortic stenosis leftsided (pumonary edema, poor perfusion) & right-sided HF
Cyanotic Congenital HD Cyanotic lesions with ↓ pulmonary blood flow must include both: an obstruction to pulmonary blood flow & a shunt from R to L Common lesions: Tricuspid atresia, ToF, single ventricle with pulmonary stenosis The degree of cyanosis depends on: the degree of obstruction to pulmonary blood flow If the obstruction is mild: Cyanosis may be absent at rest These patient may have hypercyanotic spells during condition of stress If the obstruction is severe: Pulmonary blood flow may be dependent on patency of the ductus arteriosus. When the ductus closes hypoxemia & shock
Cyanotic Congenital HD Cyanotic lesions with ↑ pulmonary blood flow is not associated with obstruction to pulmonary blood flow
Cyanosis is caused by: Abnormal ventricular-arterial connections: - TGA
Total mixing of systemic venous & pulmonary venous within the heart: - Common atrium or ventricle - Total anomolous pulmonary venous return - Truncus arteriosus
1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.
Tetralogi Fallot
Tet Spell/ Hypercyanotic Spell • serangan biru yang terjadi secara mendadak • Anak tampak lebih biru, pernapasan cepat, gelisah, kesadaran menurun, kadang-kadang disertai kejang. • Serangan berlangsung 15-30 menit, biasanya teratasi secara spontan, tetapi serangan yang hebat dapat berakhir dengan koma, bahkan kematian • Biasanya muncul usia 6-12 bulan, tapi bisa muncul usia 2-4 bulan • ToF yang tipikal biasanya memiliki tekanan pada ventrikel kiri dan kanan yang sama besar, sehinggan tingkat sianosis dan terjadinya tet spell ditentukan dari systemic vascular resistance dan derajat keparahan komponen stenosis pulmonal. PPM IDAI Jilid I
Pelepasan katekolamine
takikardia
increased myocardial contractility + infundibular stenosis.
VICIOUS CYCLE
menangis, BAB, demam, aktivitas yg meningkat
aliran balik vena sistemik meningkat shg resistensi vaskular pulmonal meningkat (afterload pulmonal meningkat) + resistensi vaskular sistemik rendah
KEMATIAN Right-to-left shunt meningkat
aliran darah ke paru berkurang secara tiba-tiba
TET SPELL HYPERCYANOTIC SPELL
sianosis progresif penurunan PO2 dan peningkatan PCO2 arteri penurunan pH darah
Stimulasi pusat pernapasan di reseptor karotis + nucleus batang otak
hiperpnoea
Tatalaksana Tet Spell • Knee chest position/ squatting – Diharapkan aliran darah paru bertambah karena peningkatan resistensi vaskular sistemik dan afterload aorta akibat penekukan arteri femoralis
• Morfin sulfat 0,1-0,2 mg/kgBB SC, IM, atau IV untuk menekan pusat pernapasan dan mengatasi takipnea • Natrium bikarbonat 1 mEq/kgBB IV untuk mengatasi asidosis. Dosis yang sama dapat diulang dalam 10-15 menit. PPM IDAI Jilid I
ToF
57. Demam Dengue (DF) • Disebabkan oleh virus flavivirus dengan 4 serotipe DE-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 melalui nyamuk aedes aegypti atau aedes albopictus • DEN-3 merupakan serotipe yang banyak berhubungan dengan kasus berat, diikuti dengan serotipe DEN-2 • Demam akut 2-7 hari dengan 2 atau lebih gejala berikut: – – – – – –
Nyeri kepala Nyeri retroorbita Myalgia/arthralgia Ruam Manifestasi perdarahan Leukopenia
WHO. SEARO. Guidelines for treatment of dengue fever/dengue hemorrhagic fever in small hospitals. 1999.
Dengue Fever – Immune Response
Fig. 1. DV-induced cytokine cascade. DV replicates in macrophage and is presented to recruit CD4 cells which produce hCF. hCF induces a cytokine cascade that may lead to Th1-type response causing a mild illness, the DF or to a Th2-type response resulting in various grades of severe illness, the
DHF. Thin
line, positive induction; Interrupted line, inhibition; Thick line, damaging effect.
molecular mechanisms that contribute to dengue-induced thrombocytopenia
Pemeriksaan Penunjang
Rumple leede test • A tourniquet test used to determine the presence of vitamin C deficiency or thrombocytopenia • A circle 2.5 cm in diameter, the upper edge of which is 4 cm below the crease of the elbow, is drawn on the inner aspect of the forearm, pressure midway between the systolic and diastolic blood pressure is applied above the elbow for 15 minutes • Count petechiae within the circle is made: – 10 normal – 10-20 marginal – more than 20 abnormal.
Pemantauan Rawat
Alur Perawatan
Pediatric Vital Signs Age
Heart Rate (beats/min )
Premature
120-170 *
0-3 mo
100-150 *
3-6 mo
90-120
6-12 mo
80-120
1-3 yr
70-110
3-6 yr
65-110
6-12 yr
60-95
12 > yr
55-85
http://web.missouri.edu/~proste/lab/vitals-peds.pdf
Kleigman, R.M., et al. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Saunders, 2011. * From Dieckmann R, Brownstein D, Gausche-Hill M (eds): Pediatric Education for Prehospital Professionals. Sudbury, Mass, Jones & Bartlett, American Academy of Pediatrics, 2000, pp 43-45. † From American Heart Association ECC Guidelines, 2000.
1Soldin, S.J., Brugnara, C., & Hicks, J.M. (1999). Pediatric reference ranges (3rd ed.). Washington, DC: AACC Press. http://wps.prenhall.com/wps/media/obje cts/354/362846/London%20App.%20B.pdf
58. EDEMA DAN SINDROM NEFROTIK
Starling’s Law of the Capillary Pc = hydrostatic pressure of capillary πc = protein (oncotic) pressure of capillary Pi = hydrostatic pressure of interstitial fluid πi = protein osmotic (oncotic) pressure of the interstitial fluid Net movement out of capillary into interstitium (ml/min)
FLOWnet = (Pc – Pi) – (πc – πi) Basically, movement is governed by (hydrostatic pressure – protein (oncotic) pressure) • • • •
• •
Capillary endothelium is permeable to water Water, ions, small molecules diffuse across Capillaries are relatively impermeable to proteins Plasma protein remains in vascular system to exert oncotic pressure The oncotic pressure tends to cause fluid to move from interstitial fluid to plasma Capillary pressure tends to cause fluid to move from plasma to interstitial fluid
A
Filtration
Pc
πc
Pi
V
πi
Absorption
• Edema : Accumulation of fluid in interstitial space (due to filtration out of the capillaries) • Usually caused by a disruption in Starling forces, that exceeds the ability of lymphatic system to return it to the circulation • Mechanism: • Increased capillary pressure (failure of venous pumps, heart failure) • Decreased plasma protein osmotic pressure (severe liver failure, nephrotic syndrome) • Increased capillary protein permeability (due to release of vasoactive substances) (e.g. burns, trauma, infection) • parasitic infection of lymph nodes (filariasis)
Nefrotik vs Nefritik
Sindrom Nefrotik •
•
• •
Spektrum gejala yang ditandai dengan protein loss yang masif dari ginjal Pada anak sindrom nefrotik mayoritas bersifat idiopatik, yang belum diketahui patofisiologinya secara jelas, namun diperkirakan terdapat keterlibatan sistem imunitas tubuh, terutama sel limfosit-T Gejala klasik: proteinuria, edema, hiperlipidemia, hipoalbuminemia Gejala lain : hipertensi, hematuria, dan penurunan fungsi ginjal
•
•
Di bawah mikroskop: Minimal change nephrotic syndrome (MCNS)/Nil Lesions/Nil Disease (lipoid nephrosis) merupakan penyebab tersering dari sindrom nefrotik pada anak, mencakup 90% kasus di bawah 10 tahun dan >50% pd anak yg lbh tua. Faktor risiko kekambuhan: riwayat atopi, usia saat serangan pertama, jenis kelamin dan infeksi saluran pernapasan akut akut (ISPA) bagian atas yang menyertai atau mendahului terjadinya kekambuhan, ISK
Lane JC. Pediatric nephrotic syndrome. http://emedicine.medscape.com/article/982920-overview
Sindrom Nefrotik • Sindrom nefrotik (SN) adalah suatu sindrom klinik dengan gejala: – Proteinuria massif (≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+) – Hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dL – Edema – Dapat disertai hiperkolesterolemia
• Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder (mengikuti penyakit sistemik antara lain lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch Schonlein) KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia
Diagnosis • Anamnesis : Bengkak di kedua kelopak mata, perut, tungkai atau seluruh tubuh. Penurunan jumlah urin. Urin dapat keruh/kemerahan • Pemeriksaan Fisik : Edema palpebra, tungkai, ascites, edema skrotum/labia. Terkadang ditemukan hipertensi • Pemeriksaan Penunjang : Proteinuria masif ≥ 2+, rasio albumin kreatinin urin > 2, dapat disertai hematuria. Hipoalbumin (<2.5g/dl), hiperkolesterolemia (>200 mg/dl). Penurunan fungsi ginjal dapat ditemukan.
Definisi pada Sindrom Nefrotik • Remisi : proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu • Relaps : proteinuria ≥ 2+ (proteinuria ≥ 40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu • Relaps jarang : relaps terjadi kurang dari 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau kurang dari 4 kali per tahun pengamatan • Relaps sering (frequent relaps) : relaps terjadi ≥ 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau ≥ 4 kali dalam periode 1 tahun • Dependen steroid : relaps terjadi pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan, dan hal ini terjadi 2 kali berturut-turut • Resisten steroid : tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis penuh (full dose) 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu.
Tatalaksana
KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia
Tatalaksana Diet pada SN Anak • Pemberian diit tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein (hiper ltrasi) dan menyebabkan sklerosis glomerulus. • Bila diberi diit rendah protein akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan menyebabkan hambatan pertumbuhan anak. • Jadi cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. • Diit rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema.
Diuretik pada SN Anak • Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. • Biasanya diberikan loop diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari. • Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah. • Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi karena hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/dL), dapat diberikan infus albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb. • Bila diperlukan, suspensi albumin dapat diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan pergeseran cairan dan mencegah overload cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu pernapasan, dapat dilakukan punksi asites berulang
59. Lupus Eritematosus sistemik • merupakan penyakit sistemik evolutif yang ditandai oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat dan mengenai satu atau beberapa organ tubuh, seperti ginjal, kulit, sel darah dan sistem saraf, serta bersifat episodik dengan diselingi oleh periode remisi • Kelainan ini merupakan sindrom klinis disertai kelainan imunologis, diantaranya yang terpenting adalah adanya antibodi antinuklear, dan belum diketahui penyebabnya
Manifestasi Klinis • Gejala konstitusional (intermiten/persisten): demam, ruam, mukositis, artritis, malaise, fatigue, alopesia, anoreksia dan penurunan berat badan. • Kelainan kulit dan mukosa, (30-60% anak pada saat didiagnosis). • Keluhan sendi yang dapat berupa nyeri, bengkak dan morning stiffness (90% anak penderita LES). • Alopesia (25% anak), dapat bersifat difus atau berkelompok. • Gejala akibat kelainan organ lain yang dapat terjadi pada suatu saat/tahap evolusi penyakit yang berbeda
• Secara klinis terdapat 2 unsur penting LES yaitu: – Bersifat episodik, biasanya terjadi pada anak yang lebih besar, dengan gejala intermitten artritis, pleuritis, dermatitis atau nefritis. – Multisistemik, pasien memperlihatkan kelainan pada lebih dari satu organ akibat vaskulitis, misalnya pada kulit, ginjal dan susunan saraf pusat.
• Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 4 dari 11 kriteria menurut American College of Rheumatology 1997
Penatalaksanaan
60. Asma • Batuk dan atau mengi berulang dengan karakteristik episodik, nokturnal (variabilitas), reversibel (dapat sembuh sendiri dengan atau tanpa pengobatan) ditambah atopi • Gejala utama pada anak: batuk dan/atau wheezing
Supriyatno B. Diagnosis dan tata laksana asma anak.
PATHOGENESIS OF ASTHMA • Definition o Chronic inflammatory condition of the airwayshyperreactivity o Episodic airflow obstruction
• Main processes o Inflammatory reaction o Remodeling http://www.clivir.com/pictures/asthma/asthma_symptoms.jpg
Andrew H. Liu, Joseph D. Spahn, Donald Y. M. Leung. Childhood Asthma. Nelson Textbook of Pediatrics
The Inflammatory Reaction • Involved: – Dendritic cells and macrophages • present antigens to T-helper cells induce the switching of B lymphocytes to produce IgE
– T-helper lymphocytes – Mast cells – Eosinophils
• Leads to – – – – –
episodes of wheezing Coughing tightness in the chest Breathlessness shortage of breath specially at night and in the morning
Andrew H. Liu, Joseph D. Spahn, Donald Y. M. Leung. Childhood Asthma. Nelson Textbook of Pediatrics
• Inflammation causes obstruction of airways by: – Acute bronchoconstriction – Swelling of bronchial wall – Chronic production of mucous – Remodeling of airways walls
Remodelling Proscess • The inflammatory reaction goes on for a long period • Changes – Epithelial cells • damaged and the cilia are lostsusceptible for infection • goblet cells increasedincrease in the secretions • function of the muco-ciliary escalator lostsecretions accumulate in the lungs
– The basement membrane – Smooth muscle cells • Hyperplasiaability to secrete • contractility increased airway hyper-responsiveness.
– The neurons • developed local reflexes Andrew H. Liu, Joseph D. Spahn, Donald Y. M. Leung. Childhood Asthma. Nelson Textbook of Pediatrics
• The cardinal features – airway hyperresponsiveness – excessive airway mucus production – airway inflammation – elevated serum immunoglobulin E (IgE) levels http://img.wikinut.com/img/r1xehlcoy_vpannf/jpeg/700x1000/Pathophysiology-of-Asthma.jpeg
PENATALAKSANAAN JANGKA PANJANG ASMA PADA ANAK
Factors influencing the development & expression of asthma • Host factors – Genetic – Obesity – Sex
• Environmental factors – Alergen – Infections : virus, bacteria, fungi, parasite – Tobacco smoke – Pollution (indoor & outdoor) – Diet : in utero, lactation, etc
Penatalaksanaan jangka panjang asma pada anak • Klasifikasi berdasarkan kekerapan gejala dibuat setelah diagnosis asma ditegakkan dan dilakukan tata laksana umum selama 6 minggu (pengendalian lingkungan, penghindaran pencetus) • Jika sudah yakin diagnosis asma dan klasifikasi sejak kunjungan awal, tatalaksana langsung dilakukan sesuai klasifikasi • Klasifikasi kekerapan ditujukan sebagai acuan awal penetapan jenjang tata laksana jangka panjang • Jika ada keraguan dalam menentukan klasifikasi kekerapan, masukan ke dalam klasifikasi lebih berat
Klasifikasi kekerapan Asma PNAA 2004
PNAA 2015
Keterangan
Episodik jarang
Intermiten
Episode gejala asma <6x/tahun atau jarak antar gejala ≥6 minggu
Episodik sering
Persisten ringan
Episode gejala asma >1x/bulan, <1x/minggu
Persisten
Persisten sedang
Episode gejala asma >1x/minggu, namun tidak setiap hari
Persisten berat
Episode gejala asma terjadi hampir tiap hari
Penatalaksanaan Asma pada Anak • Setelah dilakukan penghindaran pencetus, derajat kekerapan gejala dan kendali asma dapat dilakukan dalam waktu 6 minggu. • Pada Asma intermiten tidak diperlukan tatalaksana asma jangka panjang, sesuai dengan jenjang 1 • Asma persisten tatalaksana jenjang 2-4 evaluasi secara berkala untuk menaikan atau menurunkan jenjang dalam pemakaian obat asma • Diagnosis derajat kendali dibuat setelah 6 minggu menjalani tatalaksana jangka panjang awal sesuai klasifikasi kekerapan • Pemberian steroid inhalasi untuk tatalaksana jangka panjang harus dipertimbangkan pada pasien asma dengan salah satu kriteria berikut : – Mengalami serangan asma pada 2 tahun terakhir – Penggunaan obat pereda asma ≥3 kali dalam satu minggu – Terbangun karena serangan asma 1 kali dalam satu minggu
Jenjang dalam tatalaksana Asma Jangka panjang ada anak usia >5 tahun
Persisten berat
Persisten sedang
Jenjang 4
1st line : ICS dosis menengah + LABA Pilihan lain : ICS dosis menengah ; ICS dosis rendah +LTRA,; ICS dosis rendah + teofilin lepas lambat
Jenjang 3
1st line : Low dose ICS + LABA Pilihan lain : KS dosis tinggi + LABA; KS dosis tinggi +LTRA ; KS dosis tinggi + teofilin lepas lambat
Persisten ringan
Jenjang 2
1st line : low dose ICS Pilihan lain LTRA
Intermiten
Jenjang 1
Tidak perlu obat pengendali
S A B A P E R E D A
Keterangan : 1. Acuan awal penetapan jenjang tatalaksana jangka panjang menggunakan klasifikasi kekerapan 2. Bila satu jenjang telah berlangsung 6-8 minggu dan asma belum terkendali naik ke jenjang berikutnya (step up) 3. Bila satu jenjang telah berlangsung 8-12 minggu dan asma sudah terkendali turun ke jenjang bawahnya (step down) 4. Perubahan jenjang tatalaksana harus memperhatikan aspek penghindaran, penyakit penyerta 5. Pada jenjang 4, jika belum terkendali ditambah omalizumab
61. Poliomyelitis • Poliomyelitis is an enteroviral infection • Poliovirus is an RNA virus that is transmitted through the oralfecal route or by ingestion of contaminated water • The viral replicate in the nasopharynx and GI tract → invade lymphoid tissues → hematologic spread → viremia → neurotropic and produces destruction of the motor neurons in the anterior horn
•
Poliomyelitis: – 90-95% of all infection remain asymptomatic – 5-10% abortive type: • Fever • Headache, sore throat • Limb pain, lethargy • GI disturbance – 1-2% major poliomyelitis: • Meningitis syndrome • Flaccid paresis with asymmetrical proximal weakness & areflexia, mainly in lower limbs • Paresthesia without sensory loss or autonomic dysfunction • Muscle atrophy
Paralytic polio • Paralytic polio is classified into three types, depending on the level of involvement. – Spinal polio is most common, and during 1969–1979, accounted for 79% of paralytic cases. It is characterized by asymmetric paralysis that most often involves the legs. – Bulbar polio leads to weakness of muscles innervated by cranial nerves and accounted for 2% of cases during this period. – Bulbospinal polio, a combination of bulbar and spinal paralysis, accounted for 19% of cases http://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/downloads/polio.pdf
Diagnosis Poliomielitis
Panduan Praktis Diagnosis dan tata Laksana Penyakit Saraf By dr. George Dewanto, SpS, dr. Wita J. Suwono, SpS, dr. Budi Riyanto, SpS, & dr. Yuda Turana, SpS
PENATALAKSANAAN PARALYTIC POLIOMYELITIS • • • • • • •
No antivirals are effective against polioviruses. The treatment of poliomyelitis is mainly supportive. Analgesia Mechanical ventilation Tracheostomy care Physical therapy: active and passive motion exercises Frequent mobilization to avoid development of chronic decubitus ulcerations • PENCEGAHAN: VAKSINASI (penting!)
Imunisasi Polio • Vaksin polio 0 : polio oral (saat lahir atau saat bayi dipulangkan) • Untuk vaksin polio 1, 2, 3 dan booster : polio oral (OPV) atau polio inaktivasi (IPV) • Rekomendasi: paling sedikit 1 dosis IPV yang penting dalam masa transisi dalam menuju eradikasi polio
Hartono Gunardi. Jadwal Imunisasi rekomendasi IDAI tahun 2014. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM
62. Pendekatan Anemia pada anak • Anemia (WHO): – A hemoglobin (Hb) concentration 2 SDs below the mean Hb concentration for a normal population of the same gender and age range
• US National Health and Nutrition Examination Survey (1999 – 2002)→ anemia: – Hb concentration of less than 11.0 g/dL for both male and female children aged 12 through 35 months
Robert D. Barker, Frank R. Greer, and The Committee of Nutrition. Diagnosis and Prevention of Iron Defiency and Iron Anemia i n Infants and Young Children (0-3 years of Age. Pediatrics 2010; 126; 1040.
• idai
Indeks Eritrosit • •
Indeks eritrosit/ indeks kospouskuleradalah batasan untuk ukuran dan isi hemoglobin eritrosit. terdiri atas : – – – –
•
(MCV : mean corpuscular volume) (MCH : mean corpuscular hemoglobin) (MCHC : mean corpuscular hemoglobin) (RDW : RBC distribution width atau luas distribusi eritrosit) perbedaan ukuran
Indeks eritrosit dipergunakan secara luas dalam mengklasifikasi anemia atau sebagai penunjang dalam membedakan berbagai macam anemia.
•
•
•
mean corpuscular volume (MCV) – Volume/ ukuran eritrosit : mikrositik (ukuran kecil), normositik (ukuran normal), dan makrositik (ukuran besar). mean corpuscular hemoglobin (MCH) – bobot hemoglobin di dalam eritrosit tanpa memperhatikan ukurannya. mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC) – konsentrasi hemoglobin per unit volume eritrosit.
Retikulosit • Retikulosit : eritrosit muda yang sitoplasmanya masih mengandung sejumlah besar sisa-sisa ribosome dan RNA yang berasal dari sisa inti dari prekursornya (sel darah muda). • Jumlah retikulosit yg meningkat menunjukkan kemampuan respon sumsum tulang ketika anemia (misal perdarahan) • Indikator aktivitas sumsum tulang, banyaknya retikulosit dalam darah tepi menggambarkan eritropoesis yang hampir akurat. – Peningkatan jumlah retikulosit di darah tepi menggambarkan akselerasi produksi eritrosit dalam sumsum tulang. – hitung retikulosit yang rendah dapat mengindikasikan keadan hipofungsi sumsum tulang atau anemia aplastik.
Hipokrom: MCH ˂ normal Mikrositik: MCV ˂ normal
Hiperkrom: MCH ˃ normal Makrositik: MCV ˃ normal
Anemia Defisiensi Besi
Etiologi • Bayi di bawah 1 tahun – Persediaan besi yang kurang karena BBLR, lahir kembarm ASI eksklusif tanpa suplementasi, susu formula rendah besi, pertumbuhan cepat, anemia selama kehamilan
• Anak umur 1-2 tahun – Tidak mendapat MPASI – Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang – Malabsorbsi
• Anak umur 2-5 tahun – Diet rendah heme – Infeksi berulang/menahun – Perdarahan berlebihan karena divertikulum meckel
• Umur 5 tahun – remaja – Poliposis – Kehilangan besi karena perdarahan e.c parasit/infeksi
• Remaja dewasa – Menstruasi berlebihan
Manifestasi Klinis • Anamnesis – Pucat yang berlangsung lama (kronik) – Gejala komplikasi : lemas, sariawan, fagofagia, penurunan prestasi belajar, menurunnya daya dahan tubuh terhadap infeksi dan gangguan perilaku – Terdapat faktor predisposis dan faktor penyebab
• Pemeriksaan fisik – Pucat tanpa tanda – tanda perdarahan – Limpa dapat membesar namun umumnya tidak teraba – Koilonikia, glositis. Dan stomatitis angularis
Pemeriksaan Penunjang
Profil Zat Besi • Ferritin ferritin : intracellular protein which safely stores excess iron. – Tiny amounts of ferritin can be detected in serum measured surrogate for body iron stores – Serum ferritin shows an acute phase response and can be elevated in a variety of inflammatory, metabolic, hepatic and neoplastic disorders difficult to recognise iron deficiency in patients with inflammatory disorders – normal range for serum ferritin is generally regarded as 15300μg/l.
•
Total iron binding capacity – is a measurement of the maximum amount of iron that can be carried. – Indirect measurement of transferrin.
•
Transferrin saturation – The most useful test in assessing iron supply to the tissues – Transferrin is a glycoprotein synthesised in the liver and is responsible for the transportation of iron (Fe3+) in serum – In iron deficiency anaemia the serum iron level falls. As a result the liver is stimulated to synthesise more transferrin and the transferrin saturation falls (usually <15%). – Transferrin saturation is obtained by the following formula: serum iron x 100 ÷ TIBC Normal range 25–50%,
–
• Serum iron concentration – is a measurement of circulating iron (Fe³+) bound to transferrin – Only 0.1% of total body iron is bound to transferrin at any one time
Diagnosis
Penatalaksanaan • Pengobatan harus dimulai pada stadium dini (pada stadium deplesi besi atau kekurangan besi) untuk mencegah terjadinya ADB • Tatalaksana etiologi dan terapi preparat zat besi atau bila perlu diberikan transfusi PRC • Pemberian Zat Besi : – Preparat besi diberikan sampai kadar Hb normal dilanjutkan sampai terpenuhi bentuk fero lebih mudah diserap
• Pemberian parenteral diberikan bila pemberian oral gagal, misalnya akibat malabsorbsi, atau efek samping berat pada saluran cerna • Evaluasi hasil pengobatan periksa Hb, retikulosit seminggu sekali, SI dan feritin seminggu sekali • Terapi diteruskan hingga 2 bulan Hb normal tanpa pemeriksaan SI dan feritin • Transfusi hanya diberikan bila Hb<6 g/dL atau kadar Hb ≥6 g/dl disertai lemah, gagal jantung, infeksi berat atau akan menjalani operasi transfusi PRC
Tatalaksana • Fe oral – Aman, murah, dan efektif – Enteric coated iron tablets tidak dianjurkan karena penyerapan di duodenum dan jejunum – Beberapa makanan dan obat menghambat penyerapan • Jangan bersamaan dengan makanan, beberapa antibiotik, teh, kopi, suplemen kalsium, susu. (besi diminum 1 jam sebelum atau 2 jam setelahnya) • Konsumsi suplemen besi 2 jam sebelum atau 4 jam setelah antasida • Tablet besi paling baik diserap di kondisi asam konsumsi bersama 250 mg tablet vit C atau jus jeruk meningkatkan penyerapan
Tatalaksana – Absorbsi besi yang terbaik adalah pada saat lambung kosong, – Jika terjadi efek samping GI, pemberian besi dapat dilakukan pada saat makan atau segera setelah makan meskipun akan mengurangi absorbsi obat sekitar 40%-50% – Efek samping: • Mual, muntah, konstipasi, nyeri lambung • Warna feses menjadi hitam, gigi menghitam (reversibel)
Skrining • The American Academy of Pediatrics (AAP) dan CDC di Amerika menganjurkan melakukan pemeriksaan (Hb) dan (Ht) setidaknya satu kali pada usia 9-12 bulan dan diulang 6 bulan kemudian pada usia 15-18 bulan atau pemeriksaan tambahan setiap 1 tahun sekali pada usia 25 tahun. • Pada bayi prematur atau dengan berat lahir rendah yang tidak mendapat formula yang difortifikasi besi perlu dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan Hb sebelum usia 6 bulan
• Pemeriksaan tersebut dilakukan pada populasi dengan risiko tinggi: – kondisi prematur – berat lahir rendah – riwayat mendapat perawatan lama di unit neonatologi – anak dengan riwayat perdarahan – infeksi kronis – etnik tertentu dengan prevalens anemia yang tinggi – mendapat asi ekslusif tanpa suplementasi – mendapat susu sapi segar pada usia dini – dan faktor risiko sosial lain.
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia
Suplemen Besi
Rekomendasi Ikatan Dokter Indonesia
63. Kolera • Infeksi usus oleh Vibrio cholerae – Bakteri anaerobik fakultatif, – batang gram negatif yang melengkung berbentuk koma, – tidak membentuk spora – Memiliki single, sheathed, polar flagellum
• Gejala klinis (sangat cepat (24-48 jam)): – Diare sekretorik profuse, tidak berbau, bersifat tidak nyeri, seperti warna air cucian beras – Muntah tidak selalu ada – Dehidrasi berlangsung sangat cepat, dengan komplikasi gagal ginjal akut, syok, dan kematian – Abdominal cramps Thaker VV. Cholera. http://emedicine.medscape.com/article/962643-overview
Vibrio Cholerae
PATHOPHYSIOLOGY OF CHOLERA V. cholerae accumulates in stomach
increase cAMP
activation of ion channels
Produces exotoxins
G- protein stuck in "on" position
NaCl influx into intestinal lumen to drag water into lumen
Toxins will bind to Gprotein coupled receptor (ganglioside receptor)
Inactivation of GTPase
lead to watery diarrhea
TERAPI • Rehidrasi sesuai dengan status dehidrasi pasien • Antibiotik, diindikasikan pada pasien dengan dehidrasi berat di atas 2 tahun. • Antibiotik yang sensitif untuk strain vibrio cholerae : Tetrasiklin, doksisiklin, kotrimoksazol, eritromisin, dan kloramfenikol • Erythromycin 12.5 mg/kg/ 6 hours for 3 days. • azithromycin, 20 mg/kg, in a single dose, without exceeding 1 g • Tetrasiklin: – <8 years: Not recommended – Single dose: 25 mg/kg PO; not to exceed 1 g/dose – Multiple dose: 40 mg/kg/day PO divided q6hr for 3 days; not to exceed 2 g/day
Sumber: WHO Cholera. 2011. | emedicine | PAHO
Guidelines for Cholera Treatment with Antibiotics RECOMMENDATION
WHO
Ab for cholera patients with severe dehydration only
DOC
ALTERNATE
Doxycycline Tetracycline
PAHO
Ab for cholera patients with moderate or severe dehydration
Doxycycline
MSF
Ab for severely dehydrated patients only
Erythromycin Doxycycline Cotrimoxazole Chloramphenicol
Ciprofloxacin Azithromycin
DOC FOR SPECIAL POPULATIONS Erythromycin is recommended drug for children Erythromycin or azithromycin DOC for pregnant women and children Ciprofloxacin & doxycycline as second-line for children
64. DIABETES MELLITUS TYPE I • Autoimmune destruction of pancreatic islet β cells • Factors contribute to the pathogenesis DM Type I: – Genetic provide both susceptibility to, and protection from dm Type I – Environmental • • • •
Infections Chemicals Seasonality geographic locations
Ramin Alemzadeh, David T. Wyat. Diabetes Mellitus in Children. Nelson Textbook of Pediatrics
Diabetes Melitus Tipe 1 (Insulin-dependent diabetes mellitus) • Merupakan kelainan sistemik akibat gangguan metabolisme glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. • Etiologi: Suatu proses autoimun yang merusak sel β pankreas sehingga produksi insulin berkurang, bahkan terhenti. Dipengaruhi faktor genetik dan lingkungan. • Insidensi tertinggi pada usia 5-6 tahun dan 11 tahun • Komplikasi : Hipoglikemia, ketoasidosis diabetikum , retinopathy , nephropathy and hypertension, peripheral and autonomic neuropathy, macrovascular disease • Manifestasi Klinik: – Poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan – Pada keadaan akut yang berat: muntah, nyeri perut, napas cepat dan dalam, dehidrasi, gangguan kesadaran
Diabetes Melitus Tipe 1
1.
Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 1. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI World Diabetes Foundation. 2009
Patogensis
http://emedicine.medscape.com/article/919999-overview
http://www.noahhealth.org/five-most-common-food-myths-associated-with-diabetes/#pid
• Pemeriksaan Penunjang : – Penderita baru : gula darah, urin reduksi dan keton urin, HbA1C, CPeptide (untuk membedakan diabetes tipe 1 dan tipe 2), pemeriksaan autoantibodi yaitu: cytoplasmic antibodies (ICA), insulin autoantibodies (IAA), dan glutamic acid decarboxylase (GAD). – Penderita lama : HbA1c Setiap 3 bulan sebagai parameter kontrol metabolik
• Tatalaksana:
1.
2.
Pemberian Insulin Dosis Insulin
Umur Dosis (th) setiap kenaikan GD 50 mg
<5U
<5
0.25 U
5-10 U
6-9
0.5 U
10-20 U
10-12
1U
> 20 U
> 12
1.5-2 U
Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 1. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI World Diabetes Foundation. 2009 Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan AnaK. Diabetes Melitus pada Anak(DM tipe-1). RSCM. 2007
HbA1c • Parameter kontrol metabolik standar: -
2.
Hba1c
GD sebelum makan
GD sesudah makan
< 7.58.5
100-180
< 200
Usia <8 Sekolah
70/80-150
< 200
Remaja
70-140/150 < 180
HbA1c < 7% baik HbA1c < 8% cukup HbA1c > 8% buruk
• Untuk modifikasi tatalaksana. • Wajib setiap 3 bulan. • Perbedaan HbA1c 1% risiko komplikasi ↓25-50%. • Penyimpangan kurva pertumbuhan ideal periode 6 bulan evaluasi HbA1c.
1.
• Kontrol metabolik yang diharapkan:
Bayi
< 7.5
Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 1. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI World Diabetes Foundation. 2009 Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan AnaK. Diabetes Melitus pada Anak(DM tipe-1). RSCM. 2007
Insulin
1.
Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 1. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI World Diabetes Foundation. 2009
http://www.distrodoc.com/203580-cara-penggunaan-insulin
Pilihan Insulin Insulin kerja cepat : • Setelah makan • Snack sore • Saat hiperglikemi dan ketosis • Pada CSII (continuous subcutaneous insulin infusion) Insulin kerja pendek: • Sebelum makan • Pilihan pada balita
1.
Insulin kerja menengah: • Pilihan pada penderita yang memiliki pola hidup teratur Insulin kerja panjang: • Masa kerja lebih dari 24 jam • Digunakan dalam regimen basal-bolus Insulin kerja campuran: • Dianjurkan bagi penderita yang memiliki kontrol metabolik baik.
Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 1. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja, IDAI World Diabetes Foundation. 2009
DM Tipe 1 vs Tipe 2
http://s3.amazonaws.com/stopdiabete/symptoms-between-type-1-and-type-2-diabetes.html
65. HYPOTHALAMICPITUITARY-THYROID AXIS
Thyroid Hormones • There are two biologically active thyroid hormones: - tetraiodothyronine (T4; usually called thyroxine) - triiodothyronine (T3) • Derived from modification of tyrosine.
Differences between T4 and T3 • The thyroid secretes about 80 microg of T4, but only 5 microg of T3 per day. • However, T3 has a much greater biological activity (about 10 X) than T4. • An additional 25 microg/day of T3 is produced by peripheral monodeiodination of T4 (stay tuned….).
thyroid
T3
T4 I-
Thyroid Follicles
Thyroid Follicles
Thyroid Hormone Synthesis
Hipertiroid pada anak ETIOLOGI HIPERTIROID • GRAVES DISEASE : clasic triad of of hyperthyroidism, ophthalmopathy, and dermopathy • • • • • • • • •
Toxic adenoma, toxic nodular goiter McCune-Albright syndrome Subacute (viral) thyroiditis Chronic lymphocytic thyroiditis (ie, hashitoxicosis in its early stage) Bacterial thyroiditis Pituitary adenoma Exogenous thyroid hormone Iodine-induced hyperthyroidism (ie, Jod-Basedow phenomenon) Human chorionic gonadotropin (hCG)–secreting tumors
PENYAKIT GRAVE’S: caused by thyroid-stimulating immunoglobulins (TSIs) of the immunoglobulin G1 (IgG1) subclass antibodies ((a.k.a thyroid receptor antibodies (TRAbs))
bind to the extracellular domain of the thyroidstimulating hormone (TSH) receptor and activate it
causing follicular growth and activation and release of thyroid hormones
Hyperthyroidism Clinical symptoms & Presentation
Hipertiroidisme akibat Penyakit Graves • Hampir 95% kasus hipertiroidisme pada anak dan remaja disebabkan oleh penyakit Graves • Penyakit Graves – Autoimun, lebih sering pada perempuan dibanding laki – laki rasio 6-8:1 – Insiden puncak pada remaja, namun dapat muncul kapan saja – Prapubertal (terutama <5 tahun) manifestasi klinis lebih berat, butuh terapi lebih lama dan angka kesembuhan lebih rendah – Patogenesis : • Adanya antibodi terhadap reseptor TSH yang menyerupai THS hormogenesis dan hiperplasia tiroid
• Manifestasi klinis – Struma • Struma difusia dan kadang dapat ditemukan bruit
– hipertioridisme • Tremor • Sulit tidur atau gangguan tidur • BB turun walau nafsu makan meningkat • Kelemahan otot proksimal • Intoleransi panas • Sakit kepala • Takikardi dengan tekanan nadi lebaqr dan prekordium yang lebar • Fatigue, kulit yang lembab
– Proptosis ringan dengan lid lag dan stare sering ditemukan. Oftalmopathy lebih jarang dibanding dewasa – Poliuri dan nokturia akibat peningkatan LFG – Pubertas terlambat dan kadang disertai amenorea sekunder
• Pemeriksaan Penunjang – Fungsi tiroid : kadar TSH dan fT4 – Antibodi reseptor TSH (throtropin receptor antibody/TRAb) – Kadar antribodi terhadap antitiroid peroksidase (anti TPO)dan anti tiroglobulin (ATA) – USG tiroid – Scintigrafi tiroid
• Penatalaksanaan – Terapi meliputi medikamentosa, ablasi radioiodine, atau operasi – Medikamenosa masih merupakan terapi utama di Indonesia : 1. 2. 3. 4.
Methimazole (MMI) Carbimazole PTU (preparat thionamide) Beta bloker propanolol mengontrol overaktivitas CV sampai kondisi eutiroid –
Dosis 0,5 -2 mg/kgBB/hari
Terapi Medikamentosa 1. Methimazole (MMI) – –
Medikamentosa terbaik untuk hipertiroid akibat penyakit Graves Dosis : 0,5-1 mg/kgBB/hari diberikan 1-2x/hari
2. Carbimazole – –
Jika MMI tidak tersedia, obat ini dapat menjadi pilihan selanjutnya Carbimazole pada akhirnya akan diubah menjadi MMI. Dosis : 10-20 mg, 2-3x/hari
3. PTU – – –
Banyak ditinggalkan karena efek samping yang ditimbulkannya Jika MMI tidak ada, PTU masih dapat digunakan untuk terapi dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis Harus dilakukan pemantauan ketat fungsi hati
66. Difteri • Penyebab : toksin Corynebacterium diphteriae • Organisme: – Basil batang gram positif – Pembesaran ireguler pada salah satu ujung (club shaped) – Setelah pembelahan sel, membentuk formasi seperti huruf cina atau palisade
• Gejala: – Gejala awal nyeri tenggorok – Bull-neck (bengkak pada leher) – Pseudomembran purulen berwarna putih keabuan di faring, tonsil, uvula, palatum. Pseudomembran sulit dilepaskan. Jaringan sekitarnya edema. – Edema dapat menyebabkan stridor dan penyumbatan sal.napas Todar K. Diphtheria. http://textbookofbacteriology.net/diphtheria.html Demirci CS. Pediatric diphtheria. http://emedicine.medscape.com/article/963334-overview
http://4.bp.blogspot.com/
Difteri • Pemeriksaan : – Pemeriksaan Gram & Kultur; sediaan berasal dari swab tenggorok, jika bisa diambil dibawah selaput pseudomembran – Kultur bisa menggunakan medium cystine tellurite blood agar (CTBA), medium hoyle dan medium tinsdale medium selektif untuk kultur Corynebacterium diphtheriae – Untuk megisolasi Corynebacterium digunakan agar darah telurit (Mc Leod), sebagai media selektif, setelah inkubasi selama 24 jam koloni bakteri terlihat berwarna abu-abu tua-hitam. – Selanjutnya untuk biakan murni Corynebacterium digunakan media perbenihan Loeffler dalam tabung – Pemeriksaan : Pemeriksaan Gram & Kultur; sediaan berasal dari swab tenggorok, jika bisa diambil dibawah selaput pseudomembran Todar K. Diphtheria. http://textbookofbacteriology.net/diphtheria.html Demirci CS. Pediatric diphtheria. http://emedicine.medscape.com/article/963334-overview
Tatalaksana Umum • Pasien harus diisolasi sampai masa akut selesai dan biakan hapusan tenggorok negatif 2 kali berturut turut • Pasien tetap diisolasi dan tirah baring selama 2-3 minggu • Bila pasien gelisah, iritabel, atau terdapat gangguan pernafasan yang progresif dilakukan trakeostomi • Pasien dengan difteria laring dijaga agar nafas tetap bebas dan dijaga kelembaban udara dengan nebulizer spesifik
Krikotirotomi VS Trakeostomi • Cricotirotomi: – biasa dilakukan pada kasus emergensi/ darurat krn lbh mudah utk dilakukan – Insisi pada membran krikoid
• Trakeostomi: – untuk jangka waktu lama – Insisi di antara cincin trakea
POSISI TRAKEOSTOMI
• Tatalaksana – Antitoksin: difteri hidung 20.000 U ADS IM; difteri tonsil/ laring/ faring 40.000 Unit ADS IM/IV, kombinasi tempat-tempat tsb 80.000 U ADS IV; dengan penyulit, bullneck 80-100 ribu IV; terlambat berobat (>72 jam, lokasi di mana saja) 80-120 ribu IV; (skin test) – Anbiotik: Penisillin prokain 50.000 Unit/kgBB IM per hari selama 7 hari atau eritromisin 25-50 kgBB dibagi 3 dosis selama 14 hari – Hindari oksigen kecuali jika terjadi obstruksi saluran repirasi (Pemberian oksigen dengan nasal prongs dapat membuat anak tidak nyaman dan mencetuskan obstruksi) – Bila pasien gelisah, iritabel atau terdapat gangguan pernapasan yang progresif dilakukan trakeostomi
PPK RSCM & Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO.
Difteri • Tatalaksana (cont…) – Jika anak demam (≥ 39o C) beri parasetamol. – Jika sulit menelan, beri makanan melalui pipa nasogastrik. – Tirah baring 2-3 minggu – Kortikosterod dianjurkan pada kasus difteria dengan gejala penyerta obstruksi saluran nafas bagian atas ( dengan atau tanpa bullneck ) dan bila terdapat penyulit miokarditis. • Prednison dengan dosis 2mg/kgBB/hari yang diturunkan secara bertahap.
Tindakan Kesehatan Masayarakat • Rawat anak di ruangan isolasi • Lakukan imunisasi pada anak serumah sesuai dengan riwayat imunisasi • Berikan eritromisin pada kontak serumah sebagai tindakan pencegahan (12.5 mg/kgBB, 4xsehari, selama 3 hari) • Lakukan biakan usap tenggorok pada keluarga serumah Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO.
Jadwal Imunisasi Anak Umur 0 – 18 tahun Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Tahun 2014 Umur pemberian vaksin Jenis vaksin Hepatit i s B Polio BCG DTP Hib PCV Rotavirus e Influ nza Campak MMR Tifoid Hepatit i s A Varisela HPV
Lahir
1
1
2
0
2
3
4
Bulan 5 6
9
12
15
18
24
3
5
6
Tahun 7 8
10
12
18
3 1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
4
5
4
5
1 kali 6 (Td)
7(Td)
4 4 Ulangan 1 kaliptia tpahun 1
Keterangan Cara membaca kolom umur: misal 2 u berarti mu r 2 bul an (60 har i) sd 2 bul an 29 har i (89 har i) Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januaril 2014 dan dapat diakses pada website IDAI (http : // idai.or.id/public-artices/kl ini k/i mu ni sasi /j adw al-imunisasi-anak-idai.html) Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca keterangan tabel 1. Vaksin hepatit i s B. Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului pemberian suntikan vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin hepatit i s B dan imunoglobulin hepatit i s B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Vaksinasi hepatit i s B selanjutnya dapat menggunakan vaksinihepatit Bs mon o valen atau vaksin kombinasi. 2. Vaksin polio. Pada saat lahir atau pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral (OPV-0). Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster dapat diberikan vaksin OPV atau IPV, namun sebaiknya paling sedikit mendapat satu dosis vaksin IPV. 3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan, a optiml umur 2 bulan. Apabila diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin. 4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada umur 6 minggu. Dapat diberikan vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan vaksin lain. Untuk anak umur lebih dari 7 tahun diberikan vaksin Td, dibooster setia p 10 t ahun. 5. Vaksin campak. Vaksin campak keduaa tidk perlu diberikan pada umur 24 bulan, apabila MMR sudah diberikan pada 15 bulan.
2 1
3 2 Ulangan tia 3 t ahun 2 kali, interval 6-12 bulan 1 kali 3 kali
6. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali, namun keduanya perlu booster 1 kali pada umur lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali. 7. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14 minggu, dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin rotavirus monovalen selesai diberikan sebelum umur 16 minggu danatidk melampaui umur 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen : dosis ke-1 diberikan umur 6-14 minggu, interval dosis ke-2 dan ke-3, 4-10 minggu; dosis ke-3 diberikan pada umur kurang dari 32 minggu (interval minimal 4 minggu). 8. Vaksin varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik pada umur sebelum masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada umur lebih dari 12 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu. 9. Vaksineinflunz a. Vaksineinflunz a diberikan pada umur minimal 6 bulan, diulang p setia tahun. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunizatio n ) pada anak umur kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6 - < 36 bulan, dosis 0,25 mL. 10. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10 tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga kali dengan interval 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan interval 0,2,6 bulan.
Imunisasi Difteria • Imunisasi DPT dasar diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan dengan interval 4-6 minggu, DPT 1 diberikan pada umur 2-4 bulan, DPT 2 pada umur 3-5 bulan dan DPT 3 pada umur 46 bulan. • Ulangan selanjutnya (DPT 4) diberikan satu tahun setelah DPT 3 yaitu pada umur 18-24 bulan dan DPT 5 pada saat masuk sekolah umur 5-7 tahun. • Sejak tahun 1998, DT 5 dapat diberikan pada kegiatan imunisasi di sekolah dasar (BIAS). • Ulangan DT 6 diberikan pada 12 tahun, mengingat masih dijumpai kasus difteria pada umur >10 tahun. • • Dosis DPT/ DT adalah 0,5 ml, intramuskular, baik untuk imunisasi dasar maupun ulangan.
67. THALASSEMIA • Penyakit genetik dgn supresi produksi hemoglobin karena defek pada sintesis rantai globin (pada orang dewasa rantai globin terdiri dari komponen alfa dan beta) • Diturunkan secara autosomal resesif • Secara fenotip: mayor (transfusion dependent), intermedia (gejala klinis ringan, jarang butuh transfusi), minor/trait (asimtomatik) • Secara genotip: – Thalassemia beta yang mayoritas ditemukan di Indonesia
• Tergantung tipe mutasi, bervariasi antara ringan (++, +) ke berat (0)
– Thalassemia alfa • • • •
-thal 2 /silent carrier state: delesi 1 gen -thal 1 / -thal carrier: delesi 2 gen: anemia ringan Penyakit HbH: delesi 3 gen: anemia hemolitik sedang, splenomegali Hydrops foetalis / Hb Barts: delesi 4 gen, mati dalam kandungan
Wahidiyat PA. Thalassemia and hemoglobinopathy.
Orang tua Pembawa sifat
Orang tua Pembawa sifat
Pembawa sifat
Thalassemia Major
Normal
Pembawa sifat Seminar Awam, 21-06-2007
Orang tua Pembawa sifat
Normal
Orang tua normal
Pembawa sifat
Seminar Awam, 21-06-2007
4
22 4
g
2 2 4 (HbH)
22 = 97% (HbA)
22 4 (HbBart’s)
22 (HbF) < 1% 22 (HbA2) = 2,5%
Normal
-Thalassemia
2 2 - 4 ?
-Thalassemia
22 (HbF) 2 2 (HbA2)
2 2 4 2 2 = 97 % (Hb A)
2 2 4 (Hb H)
Normal
2 2 (Hb F)< 1 % 2 2 (Hb A2) 2-3 %
- Thal
2 2 4 (Hb Bart`s) 2 2 4 ?
- Thal
2 2 (Hb F)
2 2 (Hb A2)
Excess
2 2
Precipitation
Fe
free radicals
HbF Selective survival of HbF-containing cells
High oxygen affinity of red cells
Haemolysis
Destruction of RBC precursors
Splenomegaly (pooling, plasma volume expansion)
Ineffective Erythropoiesis
Tissue hypoxia
Anaemia
Erythopoietin Marrow expansion
Bone deformity Increased metabolic rate Wasting Gout Folate deficiency
Transfusion Increased iron absorption
Iron loading Endocrine deficiencies Cirrhosis Cardiac failure Death
The pathophysiology of thalassaemia
Modi fied from Weatherall, DJ Pos t Gra duate Haematology, 1999
ANAMNESIS + TEMUAN KLINIS • • • • •
• • • • • •
Pucat kronik Hepatosplenomegali Ikterik Perubahan penulangan Perubahan bentuk wajah facies cooley Hiperpigmentasi kulit akibat penimbunan besi Riwayat keluarga + Riwayat transfusi Ruang traube terisi Osteoporosis “Hair on end” pd foto kepala
Diagnosis thalassemia (cont’d) • Pemeriksaan darah
– CBC: Hb , MCV , MCH , MCHC , Rt , RDW – Apusan darah: mikrositik, hipokrom, anisositosis, poikilositosis, sel target, fragmented cell, normoblas +, nucleated RBC, howell-Jelly body, basophilic stippling – Hiperbilirubinemia – Tes Fungsi hati abnormal (late findings krn overload Fe) – Tes fungsi tiroid abnormal (late findings krn overload Fe) – Hiperglikemia (late findings krn overload Fe)
• Analisis Hb
– HbF , HbA2 n/, Tidak ditemukan HbA, Hb abnormal (HbE, HbO, dll), Jenis Hb kualitatif
peripheral blood smear of patient with homozygous beta thalassemia with target cells, hypochromia, Howell -Jolly bodies, thrombocytosis, and nucleated RBCs.Image from Stanley Schrier@ 2001 in ASH Image Bank 2001; doi:10.1182/ashimagebank-2001100208)
Hepatosplenomegali & Ikterik
Pucat
Hair on End
Hair on End & Facies Skully
Excessive iron in a bone marrow preparation
Tata laksana thalassemia •
Transfusi darah, indikasi pertama kali jika: – Hb<7 g/dL yg diperiksa 2x berurutan dengan jarak 2 minggu – Hb>7 disertai gejala klinis spt facies cooley, gangguan tumbuh kembang
• •
Transfusi darah selanjutnya jika hb<8 g/dL SAMPAI kadar Hb 10-11 g/dL (dlm bentuk PRC rendah Leukosit) Medikamentosa – Asam folat (penting dalam pembentukan sel) 2x 1mg/hari – Kelasi besi menurunkan kadar Fe bebas dan me<<< deposit hemosiderin). Dilakukan Jika Ferritin level > 1000 ng/ul, atau 10-20xtransfusi, atau menerima 5 L darah. – Vitamin E (antioksidan karena banyak pemecahan eritrosit stress oksidatif >>) – Vitamin C (dosis rendah, pada terapi denga n deferoxamin)
• •
Nutrisi: kurangi asupan besi Support psikososial
• Splenektomi jika memenuhi kriteria • Splenomegali masif • Kebutuhan transfusi PRC > 200-220 ml/kg/tahun
• Transplantasi (sumsum tulang, darah umbilikal) • Fetal hemoglobin inducer (meningkatkan Hgb F yg membawa O2 lebih baik dari Hgb A2) • Terapi gen
KOMPLIKASI THALASSEMIA • Infection • chronic anemia iron overload deposisi iron pada miokardium Kardiomiopati bermanifestasi sebagai CHF • Endokrinopati – Impaired carbohydrate metabolism – Pertumbuhan : short stature, slow growth rates – Delayed puberty & hypogonadism infertility – Hypothyroidism & hypoparathyroidism – osteoporosis • Liver: – cirrhosis due to infection and iron load – Bleeding: disturbances of coagulation factors
68. Asfiksia Neonatal
Mathai SS. Management of respiratory distress in the newborn. MJAFI 2007; 63: 269-72.
HMD • gangguan pernapasan yang disebabkan imaturitas paru dan defisiensi surfaktan, terutama terjadi pada neonatus usia gestasi<34 minggu atau berat lahir <1500 gram • Gejala Klinis – Sesak, merintih, takipnea, retraksi interkostal dan subkostal, napas cuping hidung, dan sianosis yang terjadi dalam beberapa jam pertama kehidupan. – Bila gejala tidak timbul dalam 8 jam pertama kehidupan, adanya PMH dapat disingkirkan. • Lung immaturity salah satu penyebab Chronic Lung Disease (bronchopulmonary dysplasia)
• Penyakit membran hialin (PMH) merupakan gangguan pernapasan yang disebabkan imaturitas paru dan defisiensi surfaktan, terutama terjadi pada neonatus usia gestasi <34 minggu atau berat lahir <1500 gram • Etiology:
RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (Hyaline membrane disease)
– Defisiensi surfaktan (produksi dan sekresi menurun)
• Surfactant – Berperan untuk pengembangan alveolus – Komposis utama surfaktan : • dipalmitoyl phosphatidylcholine (lecithin) • Phosphatidylglycerol • apoproteins (surfactant proteins SP-A, -B, -C, -D) • Cholesterol Hyaline Membrane Disease (Respiratory Distress Syndrome). Nelson Textbook of Pediatrics
http://www.netterimages.com/images/vpv/000/000/010/102 91-0550x0475.jpg
Patomekanisme HMD
Pathogenesis of hyaline membrane disease (HMD). Vascular disruption causes leakage of plasma into the alveolar spaces and layering of fibrin and necrotic cells arise from type II pneumocytes (“hyaline membranes”) along the surface of alveolar ducts and respiratory bronchioles partially denuded of their normal cell lining.
Pneumosit sebagai Penghasil Surfaktan • Pada dinding alveolus dibedakan atas 2 macam sel: – sel epitel gepeng ( squamous pulmonary epitheal atau sel alveolar kecil atau pneumosit tipeI). – sel kuboid yang disebut sel septal atau alveolar besar atau pneumosit tipe II. • Menghasilkan surfaktan untuk menurunkan tegangan permukaan dan mempertahankan bentuk dan besar alveolus
Komplikasi – – – – – – – – – –
Septicemia Bronchopulmonary dysplasia (BPD) Patent ductus arteriosus (PDA) Pulmonary hemorrhage Apnea/bradycardia Necrotizing enterocolitis (NEC) Retinopathy of prematurity (ROP) Hypertension Failure to thrive Intraventricular hemorrhage (IVH)
Tatalaksana HMD • • • •
Endotracheal (ET) tube Continuous positive airway pressure (CPAP) Surfactant replacement Broad spectrum antibiotic (Ampicillin) stop if there is no proof of infection
• Corticosteroid reduced overall incidence of death or chronic lung disease – Early Postnatal Corticosteroids (<96 hours) not suggested because risk> benefit (CP, development delay, Hyperglicemia, hypertension, GI bleeding) – Moderately Early Postnatal Corticosteroids (7-14 days) not suggested because risk> benefit – Delayed Postnatal Corticosteroids (> 3 weeks) can be used for ventilator dependant infants in whom it is felt that steroids are essential to facilitate extubation.
Distres Pernapasan pada Neonatus Kelainan
Gejala
Sindrom aspirasi mekonium
Biasanya pada bayi matur, pertumbuhan janin terhambat, terdapat staining mekonium di cairan amnion dan kulit, kuku, atau tali pusar. Pada radiologi tampak air trapping dan hiperinflasi paru, patchy opacity, terkadang atelektasis.
Respiratory distress syndrome (penyakit membran hyalin)
Pada bayi prematur, pada bayi dengan ibu DM atau kelahiran SC, gejala muncul progresif segera setelah lahir. Pada radiologi tampak gambaran diffuse “ground-glass” or finely granular appearance, air bronkogram, ekspansi paru jelek.
Transient tachypnea of newboorn
Biasanya pada bayi matur dengan riwayat SC. Gejala muncul setelah lahir, kemudian membaik dalam 72 jam pasca lahir. Pada radiologi tampak peningkatan corakan perihilar, hiperinflasi, lapangan paru perifer bersih.
Pneumonia neonatal
Terdapat risiko pneumonia (KPD, demam pada ibu, cairan amnion berbau, dsb). Gejala meliputi gejala distress dan gejala sepsis. Gambaran radiologis : Diffuse, relatively homogeneous infiltrates
Asfiksia perinatal (hypoxic Asidemia pada arteri umbilikal, Apgar score sangat rendah, ischemic encephalopathy) terdapat kelainan neurologis, keterlibatan multiorgan
KLASIFIKASI HMD
Derajat I, Bercak retikulogranuler dengan air bronchogram
Derajat II, Bercak retikulogranular menyeluruh dengan air bronchogram
Derajat III, Opasitas lebih jelas, dengan airbronchogram lebih jelas meluas kecabang di perifer. Gambaran jantung menjadi kabur.
Derajat IV, Seluruh lapangan paru terlihat putih (opak), Tidak tampak airbronchogram, jantung tak terlihat, disebut juga “White lung”
Meconium Aspiration Syndrome
Densitas ropey, kasar, patchy luas menyeluruh pada kedua lapangan paru. Selain itu pada MAS juga bisa ditemukan • Hiperaerasi paru pada daerah yang mengalami air-trapping • Efusi pleura minimal (20%). • pneumotoraks atau pneumomediastinum spontan. • atelektasis paru emfisema obstruktif.
Transient Tachypnea of Newborn
(a) Fuzzy vessel, fisura interlobaris terisi cairan; (b) densitas bergaris divergen di medial dengan sedikit efusi kanan. Gambaran paru membaik dalam waktu yang cepat sejalan dengan perbaikan klinis.
Pneumonia neonatal
Infiltrat inhomogen pada lapang paru kanan atas. Bila terjadi dalam 72 jam pertama kehidupan, pneumonia neonatal perlu dipikirkan.
69. HEMOSTASIS Hemostasis („hemo”=blood;; ta=„remain”) is the stoppage of bleeding, which is vitally important when blood vessels are damaged. Following an injury to blood vessels several actions may help prevent blood loss, including:
Formation of a clot
Hemostasis 1. Fase vaskular: vasokonstriksi 2. Fase platelet: agregasi dan adhesi trombosit 3. Fase koagulasi: ada jalur ekstrinsik, jalur intrinsik dan bersatu di common pathway 4. Fase retraksi 5. Fase destruksi / fibrinolisis
http://www.bangkokhealth.com/index.php/health/healthgeneral/first-aid/451-ขบวนการห้ามเลือด-hemostasis.html
Coagulation factors Components of coagulation factor: ~ fibrinogen ~ prothrombin ~ tissue factor (thromboplastin) ~ Ca-ion (Ca++) ~ pro-accelerin (labile factor) ~ pro-convertin (stable factor) ~ anti-hemophilic factor ~ Christmas-factor ~ Stuart-Prower factor ~ plasma tromboplastin antecedent ~ Hageman factor ~ fibrin stabilizing factor(Laki-Roland)
factor I factor II factor III factor IV factor V factor VII factor VIII factor IX factor X factor XI
factor XII factor XIII
Kuliah Hemostasis FKUI.
Bleeding Time • It indicates how well platelets interact with blood vessel walls to form blood clots. • BT is the interval between the moment when bleeding starts and the moment when bleeding stops. • Used most often to detect qualitative defects of platelets. • BT is prolonged in purpuras, but normal in coagulation disorders like haemophilia. • Purpuras can be due to – Platelet defects - Thrombocytopenic purpura (ITP & TTP) – Vascular defects - Senile purpura, Henoch Schonlein purpura
• Platelets are important in preventing small vessel bleeding by causing vasoconstriction and platelet plug formation.
http://www.indianmedicinalplants.info/articles/BLEEDING-TIME.html
Clotting Time • CT the interval between the moment when bleeding starts and the moment when the fibrin thread is first seen. • BT depends on the integrity of platelets and vessel walls, whereas CT depends on the availability of coagulation factors. • In coagulation disorders like haemophilia, CT is prolonged but BT remains normal. • CT is also prolonged in conditions like vitamin K deficiency, liver diseases, disseminated intravascular coagulation, overdosage of anticoagulants etc. http://www.indianmedicinalplants.info/articles/BLEEDING-TIME.html
PT & APTT • activated partial thromboplastin time (aPTT) untuk mengevaluasi jalur intrinsik kaskade koagulasi • prothrombin time (PT) untuk mengevaluasi jalur ekstrinsik kaskade koagulasi
http://practical-haemostasis.com/Screening%20Tests/aptt.html
Bleeding
Severe
Mild
intervention
stopped continues prolonged Platelet disorder
delayed Coagulation disorder Kuliah Hemostasis FKUI.
Spontaneous bleeding (without injury)
deep, solitary
superficial, multiple petechiae, purpura, ecchymoses
platelet disorder
hematoma, hemarthrosis
coagulation disorder Kuliah Hemostasis FKUI.
Simple schematic diagram to diagnose hemostasic disorders
Kuliah Hemostasis FKUI.
Kelainan Pembekuan Darah
http://periobasics.com/wp-content/uploads/2013/01/Evaluation-of-bleeding-disorders.jpg
Bleeding Disorder
70. Tetanus Neonatorum • Tetanus : Penyakit spastik paralitik akut akibat toksin tetanus (tetanospasmin) yang dihasilkan Clostridium tetani. Tanda utama : spasme tanpa gangguan kesadaran • Kejadian tetanus neonatorum sangat berhubungan dengan aspek pelayanan kesehatan neonatal, terutama pelayanan persalinan (persalinan yang bersih dan aman), khususnya perawatan tali pusat • Komplikasi yang ditakutkan adalah spasme otot diafragma
TETANUS
Diagnosis • Tanda dan Gejala – Riwayat persalinan yang kurang higienis, ditolong oleh tenaga nonmedis dan perawatan tali pusat yang tidak higienis – Bayi sadar, mengalami kekakuan (spasme) berulang bila terangsang atau tersentuh – Bayi malas minum – Mulut mencucu (carper mouth) – Trismus (mulut sulit dibuka) – Perut teraba keras seperti papan – Opistotonus – Anggota gerak spastik (boxing position) – Tali pusat kotor/berbau
• Pemeriksaan Penunjang – Hanya dilakukan untuk membedakan dengan sepsis atau meningitis – Pungsi lumbal – Darah rutin, kultur, dan sensitivitas
Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari klasifikasi Ablett’s : • I
• III
Mild: – – – – –
• II
mild to moderate trismus; general spasticity; no respiratory embarrassment; no spasms; little or no dysphagia.
Moderate:
– moderate trismus; – well‐marked rigidity; – mild to moderate but short spasms; – moderate respiratory embarrassment with an increased respiratory rate greater than 30; – mild dysphagia.
Severe:
– – – –
severe trismus; generalized spasticity; reflex prolonged spasms; increased respiratory rate greater than 40; – apnoeic spells; – severe dysphagia; – tachycardia greater than 120.
• IV
Very severe:
– grade III and violent autonomic disturbances involving the cardiovascular system. – Severe hypertension and tachycardia alternating with relative hypotension and bradycardia, either of which may be persistent
http://bja.oxfordjournals.org /content/87/3/477/T1.expansion.html
Tatalaksana • Diazepam 10 mg/kg/hari secara IV dalam 24 jam atau bolus IV setiap 3-6 jam (0,1-0,2 mg/kg per kali), maksimum 40 mg/kg/hari • Human tetanus imunoglobulin 500 U IM atau Antitoksin Tetanus Serum 5000 U IM • Metronidazol 30 mg/kg/hari dengan interval setiap 6 jam selama 7-10 hari • Berikan pengobatan untuk infeksi lokal tali pusat • Bila terjadi spasme berulang atau gagal napas, rujuk ke RS dengan NICU • Langkah promotif/preventif : – Pelaksanaan Pelayanan Neonatal Esensial, lakukan pemotongan tali pusat secara steril – Tidak mengoles atau menabur sesuatu yang tidak higienis pada tali pusat – Bila sudah terjadi infeksi tali pusat, berikan pengobatan yang tepat dengan antibiotik lokal dan sistemik jika diperlukan
OBSTETRI & GINEKOLOGI
71. Anemia gravidarum • Diagnosis anemia gravidarum ditegakkan, apabila: - Hb <11 g/dl pada trimester I dan III - Hb <10,5 g/dl pada trimester II • Etiologi: - Intake besi, B12, dan asam folat yang rendah (kurang mengkonsumsi makanan tinggi besi) - Gangguan gastrointestinal - Penggunaan antasida - Penyakit kronik - Riwayat keluarga Sumber: Kemenkes. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan.
Prinsip tatalaksana Tatalaksana Umum • Jika diagnosis anemia tegakpemeriksaan apusan darah • Jika apusan darah tidak ada, beri suplementasi besi dan asam folat: Fe 3x60 mg besi elemental selama 90 hariada perbaikandilanjutkan sampai 42 hari pasca persalinan • Jika tidak meningkat setelah 90 harirujuk ke pusat pelayanan lebih tinggi Sediaan tablet besi
Sumber: Kemenkes. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan.
Tatalaksana khusus • Jika ada hasil hapusan darah tepi: Anemia mikrositik hipokrom - Defisiensi besi: cek ferritin, jika <15 ng/mlberikan terapi besi elemental 180 mg per hari. Jika ferritin normal, cek SI dan TIBC - Thalassemiarawat bersama spesialis penyakit dalam Anemia normositik normokrom Cari riwayat perdarahan, tanda gejala aborsi, mola, kehamilan ektopik, perdarahan pasca persalinan, dan infeksi kronik
Anemia makrositik hiperkrom • Defisiensi asam folat dan B12: berikan asam folat 1x2 mg dan vitamin B12 1x250-1000 μg Indikasi transfusi: - Hb <7 g/dl atau kadar hematokrit <20% - Hb >7 g/dl dengan gejala klinis: pusing, pandangan berkunangkunang, atau takikardia (>100x/menit) Sumber: Kemenkes. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan.
72. Kehamilan Ektopik • Kehamilan yang terjadi di luar cavum uteri
• -
Manifestasi klinis Perdarahan pervaginam Nyeri abdomen dan pelvis Nyeri goyang porsio Serviks tertutup Pucat Hipotensi dan hipovolemia Bisa sampai penurunan kesadaran
• Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan USG
Implantasi embrio Memicu inflamasi Pendesakan jaringan sekitar Nyeri
Edema
Iritasi peritoneum
Nyeri
Predileksi
Sumber: Sivalingam VN, Duncan WC, Kirk E, Shephard LA, Horne AW. Diagnosis and management of ectopic pregnancy. J Fam Plann Reprod Health Care, 2011;: 1-10
Sumber: Sivalingam VN, Duncan WC, Kirk E, Shephard LA, Horne AW. Diagnosis and management of ectopic pregnancy. J Fam Plann Reprod Health Care, 2011;: 1-10
Sumber: Sivalingam VN, Duncan WC, Kirk E, Shephard LA, Horne AW. Diagnosis and management of ectopic pregnancy. J Fam Plann Reprod Health Care, 2011;: 1-10
Tatalaksana Umum • Restorasi cairan tubuh: NaCl 0,9% atau RL (500 ml dalam 15 menit pertama) atau 2 liter dalam 2 jam pertama
Tatalaksana Khusus • Laparotomi: - Persiapan: uji silang darah untuk persiapan transfusi - Kerusakan berat pada tuba: salpingektomi - Kerusakan ringan pada tuba: salpingostomi (salpingektomi: eksisi bagian tuba yang mengandung hasil konsepsi. Salpingostomi: tuba dipertahankan, hanya membuang hasil konsepsi) • Post op: edukasi kontrol setelah 4 minggu + sulfas ferosus 60 mg/hari selama 6 bulan Sumber: Sivalingam VN, Duncan WC, Kirk E, Shephard LA, Horne AW. Diagnosis and management of ectopic pregnancy. J Fam Plann Reprod Health Care, 2011;: 1-10
73. Asuhan Persalinan Kala I Dimulainya proses persalinan yang ditandai dengan adanya kontraksi yang teratur, adekuat, dan menyebabkan perubahan pada serviks hingga pembukaan lengkap
Asuhan Sayang Ibu • • • • •
Dukungan emosional Posisi yang nyaman bagi ibu Asupan cairan dan nutrisi Keleluasaan mobilisasi Prinsip pencegahan infeksi
Tidak Dianjurkan • Kateterisasi rutin • Periksa dalam berulang tanpa indikasi • Membatasi mobilisasi • Memberikan informasi tidak akurat
Asuhan Persalinan Kala I Kosongkan Kandung Kemih • Memfasilitasi kemajuan persalinan • Memberi rasa nyaman • Mengurangi gangguan kontraksi • Mengurangi penyulit pada distosia bahu
Periksa Abdomen • TFU, presentasi, letak janin • Penurunan bagian bawah janin • Memantau DJJ • Menilai kontraksi uterus
Kosongkan Kandung Kemih Kandung Kemih Penuh • Memperlambat turunnya bagian terendah janin • Rasa tidak nyaman • Meningkatkan risiko perdarahan postpartum • Mengganggu tatalaksan distosia bahu • Meningkatkan risiko ISK postpartum
Periksa Dalam • Tentukan konsistensi & pendataran serviks • Mengukur pembukaan • Menilai selaput ketuban • Menentukan presentasi • Menentukan denominator
74. Ketuban Pecah Dini • Robeknya selaput korioamnion dalam kehamilan (sebelum onset persalinan berlangsung) • PPROM (Preterm Premature Rupture of Membranes): ketuban pecah saat usia kehamilan < 37 minggu • PROM (Premature Rupture of Membranes): usia kehamilan > 37 minggu
• Kriteria diagnosis : – – – – –
Usia kehamilan > 20 minggu Keluar cairan ketuban dari vagina Inspekulo : terlihat cairan keluar dari OUE Kertas nitrazin menjadi biru Mikroskopis : terlihat lanugo dan verniks kaseosa
• Pemeriksaan penunjang: USG (menilai jumlah cairan ketuban, menentukan usia kehamilan, berat janin, letak janin, kesejahteraan janin dan letak plasenta)
KPD: Diagnosis • Inspeksi • pengumpulan cairan di vagina atau mengalir keluar dari lubang serviks saat pasien batuk atau saat fundus ditekan
• Kertas nitrazin (lakmus) • Berubah menjadi biru (cairan amnion lebih basa)
• Mikroskopik • Ferning sign (arborization, gambaran daun pakis)
• Amniosentesis • Injeksi 1 ml indigo carmine + 9 ml NS tampak pada tampon vagina setelah 30 menit
http://www.aafp.org/afp/2006/0215/p659.html
KPD: Tatalaksana KETUBAN PECAH DINI MASUK RS • • •
•
•
PPROM Observasi: • Temperatur • Fetal distress Kortikosteroid
Sectio Caesarea
Antibiotik Batasi pemeriksaan dalam Observasi tanda infeksi & fetal distress
PROM
• • • • • • • •
• • • • • •
Kelainan Obstetri Fetal distress Letak sungsang CPD Riwayat obstetri buruk Grandemultipara Elderly primigravida Riwayat Infertilitas Persalinan obstruktif
Gagal Reaksi uterus tidak ada Kelainan letak kepala Fase laten & aktif memanjang Fetal distress Ruptur uteri imminens CPD
Letak Kepala
• •
Indikasi Induksi Infeksi Waktu
•
Berhasil Persalinan pervaginam
Ketuban Pecah Dini: Tatalaksana • Antibiotik yang dapat digunakan • DOC: Penisilin dan makrolida • Ampicillin 2 g IV/6 jam dan erythromycin 250 mg IV/6 jam selama 2 hari diikuti amoxicillin 250 mg PO/ 8 jam dan erythromycin 333 mg PO/8 jam selama 5 hari
• Atau eritromisin 250 mg PO/6 jam selama 10 hari • Kombinasi amoksilin dengan asam klavulanat tidak digunakan karena dapat memicu terjadinya enterokolitis nekrotikans
• Konservatif : – Dilakukan bila tidak ada penyulit, pada usia kehamilan 28-36 minggu, dirawat selama 2 hari – Selama perawatan dilakukan: • Observasi adanya amnionitis/tanda infeksi (demam, takikardia, lekositosis, nyeri pada rahim, sekret vagina purulen, takikardi janin) • Pengawasan timbulnya tanda persalinan • Pemberian antibiotika • USG menilai kesejahteraan janin • Bila ada indikasi melahirkan janin → pematangan paru
• Aktif : – – – –
Dengan umur kehamilan 20-28 minggu dan > 37 minggu Ada tanda-tanda infeksi Timbulnya tanda persalinan Gawat janin
Alur Antibiotik untuk KPD
75. Fisiologi Kehamilan Tanda Awal Kehamilan
Pemeriksaan Penunjang
• Serivks dan vagina kebiruan (Chadwick's sign) • Perlunakan serviks (Goodell'ssign) • Perlunakan uterus (Ladin's sign dan Hegar's sign) • Puting berwarna lebih gelap • Massa di pelvis atau abdomen • Rasa tegang pada putting dan payudara • Mual terutama pagi hari • Sering berkemih
• HCG terdeteksipada test pack (kualitatif) atau Plano Test (kuantitatif) USG • Adanya kantong janin
Diagnosis Kehamilan Presumptive sign
Probable sign
Positive Diagnostic test
• Amenorrhea • Breast fullness, nause & vomiting
• Uterine enlargement • Hegar sign: softening of uterine isthmus, occurs by 6-8 weeks. • Chadwick sign: vaginal & servical cyanosis • Beta HCG: 1 week after embryio implantation orwithin days of the 1st missed menstrual period
• Fetal heart tones: can be detected 9-10 weeks by Doppler • Fetal movement are first felt at 16-18 weeks • USG: gestational sac at 5-6 weeks
Evans AT, Le Hew HW. Prenatal care. Manual of obstetrics. 7th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2007. Further reading: DeCHerney AH, et a l . Normal pregnancy & prenatal care. Current diagnosis & treatment i n obstetrics & gynecol ogy. McGraw-Hill; 2007.
Fisiologi Kehamilan • • •
Tanda Awal Kehamilan
Pemeriksaan Penunjang
Serviks & vagina kebiruan (Chadwick's sign) Perlunakan serviks (konsistensi yang seharusnya seperti hidung berubah menjadi lunak seperti bibir) (Goodell’s sign) Perlunakan uterus (Ladin's sign dan Hegar's sign)
• HCG terdeteksi pada test pack (kualitatif) atau Plano Test (kuantitatif)
• • •
• • • • • •
Ladin: perlunakan teraba di 1/3 midline anterior uterus Hegar: isthmus menjadi lunak dan tipis seperti kertas jika dijepit dengan jari, korpus uteri seakan-akan terpisah dari serviks McDonald: karena perlunakan isthmus, uterus dan serviks bisa ditekuk
Pembesaran uterus yang asimetris/ iregular (Piskacek’s sign/ vonFernwald’s sign) Puting berwarna lebih gelap, kolostrum (16 minggu) Massa di pelvis atau abdomen Rasa tegang pada putting dan payudara Mual terutama pagi hari Sering berkemih
USG • Adanya kantong janin
Diagnosis Kehamilan: Fisiologi -hCG hCG produced by syncytiotrophoblast Binds to LH/CG receptors in corpus luteum Stimulate progesteron & estradiol synthesis
Prevent endometrial shedding
•
Detectable in serum within 24 hours after implantation.
•
Peak level at 10–12 weeks of gestation
• •
Nonpregnantvalue: <5 mIU/mL Above 25 mIU/mL is considered positive
1. http://www.glowm.com/?p=glowm.cml/section_vi ew&articleid=310 2. DeCHerney AH, et a l . Normal pregnancy & prenatal care. Current di agnosis & treatment i n obstetrics & gynecology. Mc Graw-Hill; 2007.
Fungsi Hormon selama Kehamilan Hormon Estrogen
Fungsi Hormon Fungsi estrogen dalam kehamilan : 1.Pembesaran uterus 2.Pembesaran payudara dan pertumbuhan struktur duktus payudara 3.Pembesaran genitalia eksterna wanita
Progresteron
Progesteron yang disekresi selama kehamilan juga membantu estrogen mempersiapkan payudara ibu untuk laktasi
Prolaktin
Pembesaran alveoli dalam kehamilan, Mempengaruhi inisiasi kelenjar susu dan mempertahankan laktasi, Menstimulasi sel di dalam alveoli untuk memproduksi ASI
LH
Merangsang pertumbuhan korpus luteum, ovulasi, produksi estrogen dan progresteron
HCG
Hormon ini berfungsi menyebabkan penurunan sensivitas insulin dan menurunkan penggunaan glukosa pada ibu. Peningkatan Hormon HCG pada trimester awal menyebabkan morning sickness
Diagnosis Kehamilan: Fisiologi -hCG –
Test sensitivity for hCG ranging from 10100 mIU/mL. hCG values are extremely variable at 4-5 weeks & have a percentage of urine hCG values that is below the sensitivities of detection for common home pregnancy tests
• Reasons for a (-) test result: – hCG concentration below the sensitivity threshold – a miscalculation in the onset of the -HCG in early pregnancy missed menses, or 3 weeks LMP: 5 - 50 mIU/ml 4 weeks LMP: 5 - 426 mIU/ml – delayed ovulation or delayed 5 weeks LMP: 18 - 7,340 mIU/ml implantation. 1. http://emedicine.medscape.com/article/262591-overview#aw2aab6b4 2. http://www.americanpregnancy.org/duringpregnancy/hcglevels.html
6 weeks LMP: 1,080 - 56,500 mIU/ml
Diagnosis Kehamilan: Fisiologi -hCG • Human chorionic gonadotropin (hCG): diproduksi oleh plasenta selama masa kehamilan • Konsentrasi yang terdeteksi pada uji Test Pack berkisar antara 10-100 mIU/ml, muncul paling cepat 7-10 hari setelah konsepsi • Konsentrasi meningkat cepat, menjadi 2x lipat setiap 3 hari dan mencapai kadar maksimal pada minggu ke 8-11 kehamilan • Urin pagi hari biasanya mengandung kadar hCG paling tinggi namun urin sewaktu juga dapat digunakan
Diagnosis Kehamilan: Fisiologi -hCG T E ST PAC K • Di rumah • Bentuk: Strip & compact • Sampel: Urin • Metode: antibodi HCG akan berubah warna bila terkena HCG (min. kadar 10-25 IU/ml) menjadi 2 strip • Apabila masih negatif dan belum haid diulang 1 minggu lagi
PL ANO T E ST • Di laboratorium • Bentuk: Kit neo planotest duoclon • Sampel: urin • Metode: melihat adanya aglutinasi saat pencampuran (positif)
Deteksi -hCG: Cara Kerja Testpack
• Alat tes kehamilan terdiri dari membran yang dilapisi oleh antibodi anti HCG pada daerah tesnya • Adanya hormon HCG pada urin akan terikat pada antibodi anti HCG dan menimbulkan perubahan warna
Deteksi -hCG: Interpretasi • 2 garis warna muncul: positif hamil • Hanya garis kontrol yang muncul: hasil tes negatif • Tidak ada garis yang muncul/hanya muncul pada area tes: tes tidak valid
Testpack: Keterbatasan • Peningkatan kadar hCG dapat muncul selain pada kehamilan (mis. Penyakit trofoblastik) • Positif palsu dapat muncul, terutama bila tidak mengikuti petunjuk penggunaan • Tidak bisa membedakan kehamilan biasa dnegan kehamilan ektopik • Abortus spontan dapat menunjukkan hasil yang tidak pasti pada testpack • Diagnosis pasti tidak boleh ditegakkan hanya dari satu kali tes, namun harus ditegakkan oleh dokter setelah pemeriksaan fisik dan laboratorium yang menyeluruh • Hasil negatif dari sampel wanita diawal masa kehamilan dapat terjadi akibat konsentrasi hCG yag masihrendah. Pada kasus ini, tes harus diulang dengan sampel urin segar sekitar min. 2 hari setelah tes pertama • Sampel urin mungkin terlalu encer sehingga mengurangi konsentrasi hCG. Apabila tes urin negatif dan kehamilan masih dipikirkan lakukan tes urin pada pagi hari
Bengkak Pada Wanita Hamil
• Hamil tubuh memproduksi cairan ekstra 25% dari BB perut membesar menekan vena pembengkakan terutama pada kaki • Bila tiba-tiba + TD meningkat hati-hati preeklampsia
Fisiologi Kehamilan: Payudara • Pembesaran dan >> pigmentasi puting & areola • Pembentukan areola sekunder • Areola Montgomery (tuberkel) – 12-20 Tuberkel kecil disekitar areola primer, mulai muncul pada minggu ke-8 akibat aktivasi kelenjar sebasea
• Penonjolan vena dipermukaan • Munculnya kolostrum pada minggu ke-16 terutama pada primigravida
76-77. Hipertensi dalam kehamilan Definisi - Tekanan darah ≥140/90 mmHg - Pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak 4-6 jam Faktor predisposisi - Gemelli - Penyakit trofoblas - Hidroamnion - DM - Gangguan vaskuler
plasenta - Faktor herediter - Riwayat preeklampsia sebelumnya - Obesitas sebelum hamil
Sumber: Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan WHO, 2013
Hipertensi Kronik - Hipertensi tanpa proteinuria - TD ≥140/90 mmHg - Sebelum hamil pasien sudah memiliki hipertensi, atau - Pasien sudah memiliki hipertensi saat usia kehamilan masih <20 minggu Tatalaksana: - Jika TD sistolik ≥ 160 mmHg atau TD diastolik ≥ 110 mmHg terapi antihipertensi - Kontraindikasi: ACE-I, ARB, dan thiazide - Suplementasi kalsium 1.5-2 gram per hari + aspirin 75 mg/hari mulai dari usia kehamilan 20 minggu - Jika HR janin <100 x/menit atau > 180x/menit tatalaksana sebagai gawat janin - Jika tidak ada komplikasi tunggu sampai aterm Sumber: Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan WHO, 2013
Hipertensi Gestasional - Hipertensi tanpa proteinuria - TD ≥140/90 mmHg - Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil - Dapat disertai gejala preeklampsia seperti nyeri ulu hati dan trombositopenia - Diagnosis pasti ditegakkan pasca persalinan TD normal setelah melahirkan Tatalaksana - Pantau tekanan darah, urin untuk proteinuria, dan kondisi janin setiap minggu - Jika tekanan darah meningkat tatalaksana sebagai preeklampsia - Kondisi janin memburuk atau pertumbuhan janin terhambatrawat untuk pemantauan kesehatan janin - Jika TD stabil bisa persalinan normal Sumber: Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan WHO, 2013
Preeklampsia Ringan - TD ≥140/90 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu - Proteinuria 1+ atau protein kuantitatif >300 mg/24 jam Preeklampsia Berat - TD >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu - Proteinuria 2+ atau protein kuantitatif >5 g/24 jam - Atau disertai kelainan organ lain: trombositopenia (<100.000), hemolisis mikroangiopati, peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran atas, sakit kepala, skotoma penglihatan, pertumbuhan janin terhambat, oligohidroamnion - Peningkatan SGOT/SGPT+trombositopenia HELLP Syndrome Superimposed preeklampsia - Sudah ada hipertensi kronik sebelum hamil atau saat usia kandungan <20 minggu - Proteinuria 1+ atau trombosit <100.000 pada usia kehamilan <20 minggu Eklampsia - Kejang umum dan/atau koma - Ada tanda preeklampsia - Tidak ada kemungkinan penyebab lain seperti epilepsi, perdarahan subarachnoid, atau meningitis
Sumber: Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan WHO, 2013
Pre Eklampsia & Eklampsia: Kejang • Pencegahan dan Tatalaksana Kejang – Bila terjadi kejang perhatikan prinsip ABCD • MgSO4 – Eklampsia untuk tatalaksana kejang – PEB pencegahan kejang
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
• Syarat pemberian MgSO4: Terdapat refleks patella, tersedia kalsium glukonas, napas> 16x/menit, dan jumlah urin minimal 0,5 ml/kgBB/jam
• Antihipertensi
• Pertimbangan terminasi kehamilanharus dilahirkan dalam 12 jam setelah kejang Sumber: Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan WHO, 2013
78. Kehamilan Gemelli • Kehamilan dengan dua janin atau lebih • Faktor yang mempengaruhi: – Faktor obat-obat konduksi ovulasi, faktor keturunan, faktor yang lain belum diketahui.
Kehamilan Gemelli: Diagnosis Anamnesis • Ibu mengatakan perut tampak lebih buncit dari seharusnya umur kehamilan • Gerakan janin lebih banyak dirasakan ibu hamil • Uterus terasa lebih cepat membesar • Pernah hamil kembar atau terdapat riwayat keturunan Pemeriksaan Inspeksi dan Palpasi • Kesan uterus lebih besar dan cepat tumbuhnya dari biasa • Teraba gerakan-gerakan janin lebih banyak • Banyak bagian-bagian kecil teraba • Teraba 3 bagian besar janin • Teraba 2 balotemen
Kehamilan Gemelli: Diagnosis Pemeriksaan Auskultasi • Terdengar dua denyut jantung janin pada 2 tempat yang agak berjauhan dengan perbedaan kecepatan sedikitnya 10 denyut per menit Ultrasonografi • Terlihat 2 janin pada triwulan II, 2 jantung yang berdenyut telah dapat ditentukan pada triwulan I
Kehamilan Gemelli: Komplikasi M ATERNAL • • • • • •
Anemia Hydramnion Preeklampsia Kelahiran prematur Perdarahan postpartum SC
FETAL • • • • • • • •
Malpresensi Plasenta previa Solusio Plasenta KPD Prematuritas Prolaps plasenta IUGR Malformasi kongenital
79. Gangguan Menstruasi Disorder
Definition
Amenorrhea Primer
Tidak pernah menstruasi setelah berusia 16 tahun, atau berusia 14 tahun tanpa menstruasi sebelumnya dan tidak terdapat tanda-tanda perkembangan seksual sekunder
Amenorrhea Sekunder
Tidak terdapatmenstruasi selama 3 bulan apda wanita dengan sklus haid teratur, atau 9 bulan pada wanita dengan siklus menstruasi tidak teratur
Oligomenorea
Menstruasi yang jarang atau dengan perdarahan yang sangat sedikit
Menorrhagia
Perdarahan yang banyak dan memanjang pada interval menstruasi yang teratur
Metrorrhagia
Perdarahan pada interval yang tidak teratur, biasanya diantara siklus
Menometrorrhagia
Perdarahan yang banyak dan memanjang, lebih sering dibandingkan dengan siklus normal
Gangguan Menstruasi: Diagnosis
Amenore Primer: Etiologi • Tertundanya menarke (menstruasi pertama) • Kelainan bawaan pada sistem kelamin (misalnya tidak memiliki rahim atau vagina, adanya sekat pada vagina, serviks yang sempit, lubang pada selaput yang menutupi vagina terlalu sempit/himen imperforata) • Penurunan BB yang drastis (kemiskinan, diet berlebihan, anoreksia nervosa, bulimia, dll) • Kelainan kromosom (misalnya sindroma Turner atau sindroma Swyer) dimana sel hanya mengandung 1 kromosom X) • Obesitas yang ekstrim • Hipoglikemia
Gangguan Menstruasi: Etiologi Penyebab amenore sekunder: 1. Kehamilan 2. Kecemasan akan kehamilan 3. Penurunan berat badan yang drastis 4. Olah raga yang berlebihan 5. Lemak tubuh kurang dari 15-17% 6. Mengkonsumsi hormon tambahan 7. Obesitas 8. Stres emosional
Algoritma Amenore Primer
Algoritma Amenore Sekunder
80-81. Kontrasepsi: Jenis • Metode Kontrasepsi Sederhana – Cara mencegah kehamilan dengan alat dan juga bisa tanpa alat • Tanpa alat: Senggama terputus dan sistem kalender • Menggunakan alat: Kondom, cream atau jelly
• Metode Modern/Metode Efektif – Permanen: Operasi steril baik pada laki-laki atau wanita (vasektomi dan tubektomi/ KB steril) – Non permanen (reversibel): pil, AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim), suntikan, dan norplant
KB: Metode Barrier • Menghalangi bertemunya sperma dan sel telur • Efektivitas: 98 % • Mencegah penularan PMS • Efek samping – Dapat memicu reaksi alergi lateks, ISK dan keputihan (diafragma)
• Harus sedia sebelum berhubungan
Kontrasepsi Barrier: Kondom • Terbuat dari karet sintetis yang tipis, berbentuk silinder, dengan muaranya berpinggir tebal, yang digulung rata • Standar kondom: ketebalan 0,02 mm • Cara Kerja – Mencegah sperma masuk ke saluran reproduksi wanita – Sebagai alat kontrasepsi – Pelindung terhadap infeksi atau transmisi mikroorganisme penyebab PMS
• Manfaat – – – – –
Angka kegagalan rendah (2-12 kehamilan/100/tahun) Tidak mengganggu ASI dan hormon lainnya Mencegah penularan PMS Mengurangi insiden kanker serviks Mencegah ejakulasi dini dan imunoinfertiitas
• Efek samping – Dapat memicu reaksi alergi lateks, ISK dan keputihan (diafragma)
• Harus sedia sebelum berhubungan
KB: Metode Hormonal Kombinasi
Progestin
• Cara kerja
• Cara Kerja
– ovulasi, mengentalkan lendir serviks penetrasi sperma <<, atrofi endometrium implantasi terganggu, dan menghambat transportasi gamet oleh tuba
• Efek samping •
Perubahan pola haid, sakit kepala, pusing, BB>>, perut kembung, perubahan suasana perasaan, dan penurunan hasrat seksual
• Kontra Indikasi •
Gangguan KV, menyusui eksklusif, perdarahan pervaginam idiopatik, hepatitis, perokok, riwayat diabetes > 20 tahun, kanker payudara atau dicurigai, migraine dan gejala neurologic fokal (epilepsi/riwayat epilepsi), tidak dapat menggunakan pil secara teratur setiap hari.
– Mencegah ovulasi, mengentalkan lendir serviks penetrasi sperma terganggu, menjadikan selaput rahim tipis & atrofi, menghambat transportasi gamet oleh tuba
• Efek Samping – Perubahan pola haid, sakit kepala, pusing, perubahan suasana perasaan, nyeri payudara, nyeri perut, dan mual
• Kontra Indikasi – Serupa dengan kombinasi – Pil progestin dapat diminum saat menyusui
Metode Hormonal: Pil & Suntikan Kombinasi • Jenis Pil Kombinasi – Monofasik (21 tab): E/P dalam dosis yang sama, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif (placebo). – Bifasik (21 tab): E/P dengan dua dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif. – Trifasik (21 tab) : E/P dengan tiga dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif
• Jenis Suntikan Kombinasi – 25mg Depo Medroksiprogesteron Asetat + 5 mg Estradiol Sipionat, IM sebulan sekali – 50mg Noretindron Enantat + 5 mg Estradiol Valerat, IM sebulan sekali
Metode Hormonal: Pil dan Suntikan Progestin Pil & Suntikan Progesteron • Pil Progestin – Isi 35 pil: 300 µg levonorgestrel atau 350 µg noretindron – Isi 28 pil: 75 µg norgestrel – Contoh • Micrinor, NOR-QD, noriday, norod (0,35 mg noretindron) • Microval, noregeston, microlut (0,03 mg levonogestrol) • Ourette, noegest (0,5 mg norgestrel) • Exluton (0,5 mg linestrenol) • Femulen (0,5 mg etinodial diassetat)
• Suntikan Progestin – Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depo Provera) 150mg DMPA, IM di bokong/ 3 bulan – Depo Norestisteron Enantat (Depo Norissterat) 200mg Noretdron Enantat,IM di bokong/ 2 bulan
Efek Samping KB Suntik Depo provera (progesteron) • Medroxyprogesterone – Menghambat ovulasi, pengentalan mukus dan lapisan uterus, dapat meringankan nyeri endometriosis
• Efektivitas: 99% • Sebaiknya penggunaan tidak > 2 tahun pengeroposan tulang • Diberikan IM/3 bulan • Efek samping – Siklus menstruasi iregular atau tidak haid (paling sering) – Sakit kepala, depresi, pusing, jerawat, perubahan napsu makan, kenaikan BB https://www.drugs.com/depo-provera.html
KB: Penanganan Efek Samping KB Suntik • Pusing dan sakit kepala – Anti prostaglandin untuk mengurangi keluhan, acetosal 500 mg 3 x 1 tablet/hari.
• Hematoma – Kompres dingin pada daerah yang membiru selama 2 hari lalu kompres hangat sehingga warna biru/kuning hilang. • Keputihan – Pengobatan medis biasanya tidak diperlukan. Bila cairan berlebihan dapat diberikan preparat anti cholinergic seperti extrabelladona 10 mg 2 x 1 tablet untuk mengurangi cairan yang berlebihan. Perubahan warna dan bau biasanya disebabkan oleh adanya infeksi.
Metode Hormonal: Implan • Implan (Saifuddin, 2006)
• Cara Kerja • menekan ovulasi, – Norplant: 36 mg levonorgestrel dan lama mengentalkan lendir kerjanya 5 tahun. serviks, menjadikan selaput rahim tipis dan atrofi, dan mengurangi transportasi sperma – Implanon: 68 mg ketodesogestrel dan lama kerjanya 3 tahun.
– Jadena dan Indoplant: 75 mg levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun
• Efek Samping • Serupa dengan hormonal pil dan suntikan • Kontra Indikasi • Serupa dengan hormonal pil dan suntikan
KB: Metode IUD • Cara Kerja – Menghambatkemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii – Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri – Mencegah implantasi hasil konsepsi kedalam rahim
• Efek Samping – Nyeri perut, spotting, infeksi, gangguan haid
•
Kontra Indikasi •
Hamil, kelainan alat kandungan bagian dalam, perdarahan vagina yang tidak diketahui, sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis), tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita PRP atau abortus septik, penyakittrofoblas yang ganas, diketahui menderita TBC pelvik, kanker alat genital, ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm
EPO. (2008). Alat Kontrasepsi Dalam Rahim atau Intra Uterine Device (IUD). Diambil pada tanggal 20 Mei 2008 dari http://pikas.bkkbn.go.id/jabar/program_detail.php?prgid=2
KB: Metode IUD/AKDR Definisi • Menutup tuba falopii (mengikat dan memotong atau memasang cincin), sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum • oklusi vasa deferens sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi tidak terjadi
Efek Samping • Nyeri pasca operasi
Kerugian • Infertilitas bersifat permanen
Kontraindikasi AKDR Kontraindikasi Absolut AKDR • Kehamilan • Perdarahan pervaginam undiagnosed • PID akut & kronik • Gaya hidup berisiko PID • Alergi terhadap komponen • Imunosupresi
Kontraindikasi Relatif AKDR • Penyakit jantung valvular • Riwayat PID • Riwayat KET • Abnormalitas uterus, fibroid • Dismenorea berat atau menoragia • Stenosis servikal
KB: Metode Alami • Menghitung masa subur – Periode: (siklus menstruasi terpendek – 18) dan (siklus menstruasi terpanjang - 11) – Menggunakan 3 – 6 bulan siklus menstruasi
• Mengukur suhu basal tubuh (pagi hari) • Saat ovulasi: suhu tubuh akan meningkat 1-2° C
KB: Kontrasepsi Darurat Fungsi • Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan • Bukan sebagai pil penggugur kandungan • Cara kerja Kondar adalah “fisiologis”, sehingga tidak mempengaruhi kesuburan dan siklus haid yang akan datang • Efek samping ringan dan berlangsung singkat • Tidak ada pengaruh buruk di kemudian hari pada organ sistem reproduksi dan organ tubuh lainnya. (Hanafi, 2004)
Indikasi • Kesalahan penggunaan kontrasepsi • Wanita korban perkosaan kurang dari 72 jam
Metode Menggunakan Mini Pill • Dosis pertama diminum dalam kurang dari 72 jam minum 1 pil • Dilanjutkan dengan dosis kedua diminum 1 pil dari 12 jam setelah dosis awal
KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan • Pada klien yang tidak menyusui, masa infertilitas rata-rata sekitar 6 minggu • Pada klien yang menyusui, masa infertilitas lebih lama, namun, kembalinya kesuburan tidak dapat diperkirakan • Metode yang langsung dapat digunakan adalah : Spermisida Kondom Koitus Interuptus
KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan Metode
MAL
Waktu Pascapersalinan
Mulai segera
Ciri Khusus •
Catatan •
Manfaat kesehatan bagi ibu dan bayi • •
• Kontrasep si Kombinasi
•
•
Kontrasep si Progestin
•
Jangan sebelum 68mg pascapersalinan Jika tidak menyusui dapat dimulai 3mg pascapersalinan
• •
Bila menyusui, jangan mulai sebelum 6mg pascapersalinan Bila tidak menyusui dapat segera dimulai
•
•
Akan mengurangi ASI Selama 6-8mg pascapersalinan mengganggu tumbuh kembang bayi
Selama 6mg pertama pascapersalinan, progestin mempengaruhi tumbuh kembang bayi Tidak ada pengaruh pada ASI
•
•
•
Harus benar-benar ASI eksklusif Efektivitas berkurang jika sudah mulai suplementasi Merupakan pilihan terakhir bagi klien yang menyusui Dapat diberikan pada klien dgn riw.preeklamsia Sesudah 3mg pascapersalinan akan meningkatkan resiko pembekuan darah
Perdarahan ireguler dapat terjadi
KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan Metode
AKDR
Waktu Pascapersalinan • Dapat dipasang langsung pascapersali nan
Ciri Khusus
Catatan
• Tidak ada pengaruh terhadap ASI • Efek samping lebih sedikitpada klien yang menyusui
• Insersi postplasental memerlukan petugas terlatih khusus
Kondom/Spe r misida
• Dapat digunakan setiap saat pascapersalinan
• Tidak pengaruh terhadap laktasi
• Sebaiknya dengan kondom dengan pelicin
Diafragma
• Tunggu sampai 6mg pascapersalinan
• Tidak ada pengaruh terhadap laktasi
• Perlu pemeriksaan dalam oleh petugas
• Tidak ada pengaruh terhadap laktasi
• Suhu basal tubuh kurang akurat jika klien sering terbangun malam untuk menyusui
KB Alamiah
• Tidak dianjurkan sampai siklus haid kembali teratur
KB: Usia > 35 Tahun Metode
Catatan
Pil/suntik Kombinasi
• Tidak untuk perokok • Dapat digunakan sebagai terapi sulih hormon pada masa perimenopause
Kontrasepsi Progestin (implan, pil, suntikan)
• Dapat digunakan pada masa perimenopause (40-50 tahun) • Dapat untuk perokok • Implan cocok untuk kontrasepsi jangka panjang yang belum siap dengan kontap
AKDR
• Tidak terpapar pada infeksi saluran reproduksi dan IMS • Sangat efektif, tidak perlu tindak lanjut, efek jangka panjang
Kondom
• Satu-satunya metode kontrasepsi yang dapat mencegah infeksi saluran reproduksi dan IMS • Perlu motivasi tinggi bagi pasangan untuk mencegah kehamilan
Kontrasepsi Mantap
Benar-benar tidak ingin tambahan anak lagi
82. Abortus • Definisi: Ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan pada kehamilan < 20 minggu atau berat janin < 500 gram • Klasifikasi: • Diagnosis dengan bantuan USG – – – – –
Perdarahan pervaginam (bercak hingga berjumlah banyak) Perut nyeri & kaku Pengeluaran sebagian produk konsepsi Serviks dapat tertutup/ terbuka Ukuran uterus lebih kecil dari yang seharusnya
• Faktor Predisposisi Abortus Spontan – Faktor dari janin: kelainan genetik (kromosom) – Faktor dari ibu: infeksi, kelainan hormonal (hipotiroidisme, DM), malnutrisi, obatobatan, merokok, konsumsi alkohol, faktor immunologis & defek anatomisseperti uterus didelfis, inkompetensia serviks, dan sinekhiae uteri karena sindrom Asherman – Faktor dari ayah: Kelainan sperma
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Jenis Abortus • Dua jenis abortus – Abortus spontan dan abortus provokatus
• Abortus spontan – terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis, disebut juga keguguran (miscarriage)
• Abortus provokatus – Sengaja sengaja dilakukan tindakan (Cunningham dkk.,2010)
Abortus Provokatus: Bentuk • Abortus provokatus medisinalis – Dilakukan atas dasar indikasi vital – Tindakan harus disetujui oleh tiga orang dokter yang merawat ibu hamil (Dokter yang sesuai dengan indikasi penyakitnya, Dokter anestesi, Dokter ahli Obstetri dan Ginekologi) – Indikasi vital • Penyakit ginjal, jantung, penyakit paru berat, DM berat, karsinoma
• Abortus provokatus kriminalis – Tenaga yang tidak terlatih sering menimbulkan ‘trias’ komplikasi: perdarahan, trauma alat genitalia/jalan lahir, infeksi hingga syok sepsis
DI AGNOSIS
Abortus imminens
Abortus insipiens
Abortus inkomplit
P ER D A R AH A N
Sedikit-sedang
Sedang-banyak
Sedikit-banyak
S ER V IKS
GEJALALAIN
BESAR U TE R US
Tertutup lunak
Sesuai usia kehamilan
• • •
Tes kehamilan + Nyeri perut Uterus lunak
Terbuka lunak
Sesuai atau lebih kecil
• •
Nyeri perut >> Uterus lunak
• Lebih kecil dari usia • kehamilan •
Nyeri perut >> Jaringan + Uterus lunak
Terbuka lunak
• Abortus komplit
Sedikit-tidak ada
Abortus septik
Perdarahan berbau
Missed abortion
Tidak ada
Tertutup atau terbuka lunak
Lebih kecil dari usia kehamilan
Lunak
Membesar, nyeri tekan
Tertutup
Lebih kecil dari usia kehamilan
• •
Sedikit atau tanpa nyeri perut Jaringan keluar ± Uterus kenyal
• •
Demam leukositosis
•
Tidak terdapat gejala nyeri perut Tidak disertai ekspulsi jaringan konsepsi
•
Abortus Imminens
Abortus Komplit
Abortus Insipiens
Abortus Inkomplit
Missed Abortion
Abortus: Tatalaksana Umum • Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi, berikan kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48 jam: – – – – –
Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam Segera rujuk ibu ke rumah sakit Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional dan konseling kontrasepsi pasca keguguran
– Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus
Tatalaksana Abortus Imminens
Abortus Insipiens
• Pertahankan kehamilan. • Tidak perlu pengobatan khusus. • Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau hubungan seksual • Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu selanjutnya pada pemeriksaan antenatal (kadar Hb dan USG panggul serial setiap 4 minggu) • Jika perdarahan tidak berhenti, nilai kondisi janin dengan USG. Nilai kemungkinan adanya penyebab lain.
• Evakuasi isi uterus • Lakukan pemantauan pasca tindakan/30 menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat. • Pemeriksaan PA jaringan • Evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. • Periksa kadar Hb setelah 24 jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang.
Tatalaksana Abortus Inkomplit • •
•
• •
Evakuasi isi uterus (dengan jari atau AVM/ kuret) Kehamilan > 16 minggu infus 40 IU oksitosin dalam 1 liter NaCl 0,9% atau RL dengan kecepatan 40 tpm untuk membantu pengeluaran hasil konsepsi. Evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat. Pemeriksaan PA jaringan Evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan produksi urin/6 jam selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24 jam. BIla hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang.
Abortus Komplit • Tidak diperlukan evakuasi lagi. • Konseling untuk memberikan dukungan emosional dan menawarkan KB pasca keguguran. • Observasi keadaan ibu. • Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferosus 600 mg/hari selama 2 minggu, jika anemia berat berikan transfusi darah. • Evaluasi keadaan ibu setelah 2 minggu.
Missed Abortion: Tatalaksana • Usia Kehamilan: – <12 minggu: evakuasi dengan AVM atau sendok kuret. – Antara 12-16 minggu: pastikan serviks terbuka, bila perlu lakukan pematangan serviks sebelum dilakukan dilatasi dan kuretase. Lakukan evakuasi dengan tang abortus dan sendok kuret. – 16-22 minggu: Lakukan pematangan serviks. Lakukan evakuasi dengan infus oksitosin 20 U dalam 500 ml NaCl 0,9%/RL dengan kecepatan 40 tpm hingga terjadi ekspulsi hasil konsepsi
• Evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat • Pemeriksaan PA jaringan • Evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar Hb setelah 24 jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang. Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
83. Hemorrhagia Post Partum Etiologi (4T dan I)
Pemeriksaan
• Tone (tonus) – atonia uteri
• Palpasi uterus
• Trauma – trauma traktus genital
• Memeriksa plasenta dan ketuban:
• Tissue (jaringan)- retensi plasenta
– Bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uterus. – lengkap atau tidak.
• Melakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari : – Sisa plasenta dan ketuban. – Robekan rahim. – Plasenta suksenturiata.
• Inspekulo :
• Thrombin – koagulopati
• Inversio Uteri
– untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang pecah.
• Pemeriksaan laboratorium : – periksa darah, hemoglobin, clot observation test (COT), dan lain-lain.
Hemorrhagia Post Partum: Definisi • Definisi Lama – Kehilangan darah > 500 mL setelah persalinan pervaginam – Kehilangan darah > 1000 mL setelah persalinan sesar (SC)
• Definisi Fungsional – Setiap kehilangan darah yang memiliki potensial untuk menyebabkan gangguan hemodinamik
• Insidens
– 5% dari semua persalinan
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis G E J A L A D A N TA N D A YA N G S E L A L U A D A
G E J A L A & TA N D A Y A N G KADANG-KADANG ADA
• •
Uterus tidak berkontraksi dan lembek Perdarahan setelah anak lahir (perdarahan pascapersalinan primer)
• • • •
Perdarahan segera • Darah segar yang mengalir segera setelah bayi • lahir • Uterus kontraksi baik Plasenta lengkap
• • •
Plasenta belum lahir setelah 30 menit Perdarahan segera (P3) Uterus kontraksi baik
•
•
Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap Perdarahan segera
•
•
DIAGNOSIS
Syok
Atonia uteri
Pucat Lemah Menggigil
Robekan jalan lahir
Retensio plasenta
• •
Tali pusat putus akibat traksi berlebihan Inversio uteri akibat tarikan Perdarahan lanjutan
• • •
Uterus berkontaksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang (kontraksi hilang-timbul)
Tertinggalnya sebagian plasenta
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis G E J A L A D A N TA N D A YA N G S E L A L U A D A
GEJALA DAN TA N D A YA N G KADANG-KADANG ADA
DIAGNOSIS
• • • • •
Uterus tidak teraba Lumen vagina terisi massa Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir) Perdarahan segera Nyeri sedikit atau berat
• •
Syok neurogenik Pucat dan limbung
Inversio uteri
• • •
Sub-involusi uterus Nyeri tekan perut bawah Perdarahan > 24 jam setelah persalinan. Perdarahan sekunder atau P2S. Perdarahan bervariasi (ringan atau berat, terus menerus atau tidak teratur) dan berbau (jika disertai infeksi)
• •
Anemia Demam
Perdarahan terlambat Endometritis atau sisa plasenta (terinfeksi atau tidak)
•
Perdarahan segera (Perdarahan intraabdominal dan / atau pervaginam Nyeri perut berat atau akut abdomen
• • •
Syok Nyeri tekan perut Denyut nadi ibu cepat
Robekan dinding uterus (Ruptura uteri
•
Atonia Uteri: Faktor Risiko • Uterus overdistensi (makrosomia, kehamilan kembar, hidramnion atau bekuan darah) • Induksi persalinan • Penggunaan agen anestetik (agen halogen atau anastesia dengan hipotensi) • Persalinan lama • Korioamnionitis • Persalinan terlalu cepat • Riwayat atonia uteri sebelumnya
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
HPP: Tatalaksana 2 komponen utama: 1. Tatalaksana perdarahan obstetrik dan kemungkinan syok hipovolemik 2. Identifikasi dan tatalaksana penyebab utama
Masase uterus segera setelah plasenta lahir (15 detik)
kompresi bimanual interna maks 5 menit
Jika terus berdarah, Kompresi bimanual eksterna + infus 20 IU oksitosin dalam 500 ml NS/RL 40 tpm Infus untuk restorasi cairan & jalur obat esensial, kemudian lanjutkan KBI
Tidak berhasil
Berhasil
Terkontrol Transfusi
Rujuk; Selama perjalanan Kompresi bimanual eksterna Kompresi aorta abdominalis Tekan segmen bawah atau aorta abdominalis; lanjutkan infus infus 20 IU oksitosin dalam 500 ml NS/RL/ jam
Ligasi a. uterina & ovarika
Rawat & Observasi
HISTEREKTOMI
ATONIA UTERI: TATALAKSANA Identifikasi sumber perdarahan lain • Laserasi jalan lahir • Hematoma parametrial • Ruptur uteri • Inversio uteri • Sisa fragmen plasenta
Perdarahan masih
Transfusi
Atonia Uteri: Terapi • Atonia Uteri - Bimanual Massage
Hemorrhagia Post Partum: Medikamentosa
84. Ruptur perineum I
Luasnya robekan hanya sampai mukosa vagina, komisura posterior tanpa mengenai kulit perineum. Tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan posisi luka baik
II
Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu mengenai mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum dan otot perineum. Jahit menggunakan teknik penjahitan laserasi perineum.
III
Robekan yang terjadi mengenai mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum hingga otot sfingter ani.
IV
Mengenai mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot sfingter ani sampai ke dinding depan rektum. Penolong asuhan persalinan normal tidak dibekali keterampilan untuk reparasi laserasi perineum derajat tiga atau empat. Segera rujuk ke fasilitas rujukan
85. Penyakit Trofoblastik Gestasional WHO Classification
Malignant neoplasms of various types of trophoblats
Choriocarcinoma Placental site trophoblastic tumor Epithilioid trophoblastic tumors
Malformations of the chorionic villi that are predisposed to develop trophoblastic malignacies Hydatidiform moles
Complete
Partial
Invasive
Benign entities that can be confused with with these other lesions Exaggerated placental site Placental site nodule
Mola Hidatidosa • Definisi – Latin: Hidatid tetesan air, Mola Bintik – Mola Hidatidosa menunjukkan plasenta dengan pertumbuhan abnormal dari vili korionik (membesar, edem, dan vili vesikular dengan banyak trofoblas proliferatif)
Mola Hidatidosa: Faktor Risiko • Usia ibu < 20 tahun atau > 35 tahun • Pernah mengalami kehamilan mola sebelumnya • Risiko meningkat sesuai dengan jumlah abortus spontan • Wanita dengan golongan darah A lebih berpotensi menderita koriokarsinoma, tapi bukan mola hidatidosa
Mola Hidatidosa: Faktor Risiko • Usia ibu < 20 tahun atau > 35 tahun • Pernah mengalami kehamilan mola sebelumnya • Risiko meningkat sesuai dengan jumlah abortus spontan • Wanita dengan golongan darah A lebih berpotensi menderita koriokarsinoma, tapi bukan mola hidatidosa
Mola Hidatidosa: Manifestasi Klinis T I PE KO M PL I T • Perdarahan pervaginam setelah amenorea • Uterus membesar secara abnormal dan menjadi lunak • Hipertiroidism • Kista ovarium lutein • Hiperemesis dan pregnancy induced hypertension •
Peningkatan hCG 100,000 mIU/mL
T I PE PARSI AL • Seperti tipe komplit hanya lebih ringan • Biasanya didiagnosis sebagai aborsi inkomplit/ missed abortion • Uterus kecil atau sesuai usia kehamilan • Tanpa kista lutein
Mola Hidatidosa: Hubungan dengan Hipertiroid
Hydatidiform Mole
Extremely high hCG level mimic TSH
Hyperthyroidism
Mola Hidatidosa: Diagnosis • Pemeriksaan kadar hCG sangat tinggi, tidak sesuai usia kehamilan • Pemeriksaan USG ditemukan adanya gambaran vesikuler atau badai salju – Komplit: badai salju – Partial: terdapat bakal janin dan plasenta
• Pemeriksaan Doppler tidak ditemukan adanya denyut jantung janin
Tatalaksana Mola Hidatidosa
86. SISTEM RUJUKAN BERJENJANG BPJS KESEHATAN • Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis, yaitu: – Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama – Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan (Faskes) tingkat kedua – Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes primer. – Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskestersier hanya dapat diberikan atas rujukan darifaskes sekunder dan faskes primer. • Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.
Pengecualian Rujukan Berjenjang • Terjadi keadaan gawat darurat (kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan BPJS yang berlaku) • Bencana • Kekhususan permasalahan kesehatan pasien (untuk kasus yang sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan) • Pertimbangan geografis; dan • Pertimbangan ketersediaan fasilitas
87. Tabel Uji Hipotesis
TABEL UJI HIPOTESIS VARIABEL INDEPENDEN
DEPENDEN
Kategorik
Kategorik
Kategorik (2 kategori)
Numerik
Kategorik (>2 kategori)
Numerik
Numerik
Numerik
U J I S TAT I S T I K
Chi square
U J I A LT E R N AT I F Fisher (digunakan untuk tabel 2x2)* Kolmogorov-Smirnov (digunakan untuk tabel bxk)*
T-test independen
Mann-Whitney**
T-test berpasangan
Wilcoxon**
One Way Anova (tdk berpasangan)
Kruskal Wallis**
Repeated Anova (berpasangan) Korelasi Pearson Regresi Linier
Keterangan: * : Digunakan bila persyaratan untuk uji chi square tidak terpenuhi **: Digunakan bila distribusi data numerik tidak normal
Friedman** Korelasi Spearman**
Langkah Menentukan Uji Statistik • Tentukan sifat variabel yang diuji (numerik atau kategorik) • Bila ada variabel yang bersifat numerik, tentukan apakah variabel tersebut terdistribusi normal atau tidak. Atau bila kedua variabel bersifat kategorik, tentukan apakah memenuhi persyaratan uji chi square. Untuk mengerjakan soal UKDI, bila tidak disebutkan, maka diasumsikan bahwa variabel tersebut terdistribusi normal atau memenuhi persyaratan chi square. • Lihat tabel untuk menentukan uji hipotesis apa yang sesuai.
Korelasi Pearson vs Regresi Linier • Penelitian yang meneliti hubungan antara dua variabel, di mana kedua variabel bersifat numerik, dapat menggunakan korelasi Pearson dan regresi linier. • Korelasi pearson digunakan untuk mengetahui arah dan kekuatan hubungan antara kedua variabel. Sedangkan regresi linier digunakan untuk memprediksi nilai variabel dependen melalui variabel independen (dinyatakan dalam persamaan Y = a + bX).
Korelasi Pearson vs Regresi Linier • Contohnya penelitian ingin mengetahui hubungan berat badan dan tekanan darah. – Hasil uji korelasi Pearson didapatkan r =+0,8, artinya terdapat hubungan kuat bahwa semakin tinggi berat badan, semakin tinggi pula tekanan darah. Sebaliknya, bila didapatkan nilai r=-(0,8), artinya terdapat hubungan kuat bahwa semakin tinggi berat badan, semakin rendah tekanan darah. – Bila menggunakan regresi linier, akan didapatkan persamaan untuk memprediksi nilai tekanan darah melalui berat badan. Misalnya tekanan darah sistolik = 20 + (2 x berat badan).
88. MONITORING & EVALUASI PROGRAM KESMAS (LOGIC MODEL)
INPUTS
ACTIVITIES
OUTPUTS
O U TC O M E S / I M PA C T S
what resources go into a program
what activities the program undertakes
what is produced through those activities
the changes or benefits that result from the program
e.g. number of booklets produced, workshops held, people trained
e.g. increased skills/ knowledge/ confidence, leading in longer-term to promotion, new job, etc.
e.g. money, staff, equipment
e.g. development of materials, training programs
O U TC O M E V S I M PA C T Indikator outcome dan impact sering kali disamakan atau dijadikan sebagai satu kesatuan. Namun pada umumnya indikator outcome lebih menilai luaran jangka pendek dan untuk wilayah setempat, sedangkan indikator impact lebih menilai luaran jangka panjang dan dampak untuk wilayah yang lebih luas. Outcome bersifat dinamis (lebih mudah berubah dibandingkan impact).
89. LANGKAH MEMBANGUN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN • • • •
•
• • • •
Seluruh personel RS memiliki kesadaran yang konstan dan aktif tentang hal yang potensial menimbulkan kesalahan. Baik staf maupun organisasi RS mampu membicarakan kesalahan, belajar dari kesalahan tersebut dan mengambil tindakan perbaikan. Bersikap terbuka dan adil / jujur dalam membagi informasi secara terbuka dan bebas, dan penanganan adil bagi staf bila insiden terjadi. Perubahan nilai, keyakinan dan perilaku menuju keselamatan pasien penting bukan hanya bagi staf, melainkan juga semua orang yang bekerja di RS serta pasien dan keluarganya. Tanyakan apa yang bisa mereka bantu untuk meningkatkan keselamatan pasien RS. Pimpinan wajib berkomitmen mendukung dan memberikan penghargaan kepada staf yang melaporkan insiden keselamatan pasien, bahkan meskipun kemudian dinyatakan salah. Komunikasi antar staf dan tingkatan harus sering terjadi dan tulus. Terdapat keterbukaan tentang kesalahan dan masalah bila terjadi pelaporan. Pembelajaran organisasi. Tanggapan atas suatu masalah lebih difokuskan untuk meningkatkan kinerja sistem daripada untuk menyalahkan seseorang. Seluruh staf harus tahu apa yang harus dilakukan bila menemui insiden: mencatat, melapor, dianalisis, memperoleh feed back, belajar dan mencegah pengulangan.
90. PENGENDALIAN VARIABEL PERANCU • Dapat dilakukan pada tahap desain/rancangan penelitian atau pada tahap analisis data. • Pada tahap desain/rancangan penelitian: – Restriksi/ pembatasan*: subyek dibatasi pada karakteristik tertentu saja. Misalnya: hanya mengambil subyek usia produktif 20-50 tahun. – Matching*: tiap subyek di kelompok terpapar dicocokkan dengan di kelompok tidak terpapar sehingga subyek di kedua kelompok mempunyai karakteristik yang serupa. – Randomisasi**: subyek ditempatkan dalam kelompok terpapar intervensi dan tidak terpapar berdasarkan hasil randomisasi.
• Pada tahap analisis data: – Data dianalisis dengan analisis mutivariat untuk dapat mengontrol variabel perancu. *: dapat dilakukan pada penelitian observasional dan eksperimental **: hanya dapat diakukan pada penelitian eksperimental
91. ASFIKSIA • Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar oksigen (O2) dan berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2) secara bersamaan dalam darah dan jaringan tubuh akibat gangguan pertukaran antara oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru dengan karbon dioksida dalam darah kapiler paru-paru.
Pemeriksaan Luar Post Mortem • Luka dan ujung-ujung ekstremitas sianotik (warna biru keunguan) yang disebabkan tubuh mayat lebih membutuhkan HbCO2 daripada HbO2. • Tardieu’s spot pada konjungtiva bulbi dan palpebra. Tardieu’s spot merupakan bintik-bintik perdarahan (petekie) akibat pelebaran kapiler darah setempat.
• Lebam mayat cepat timbul, luas, dan lebih gelap karena terhambatnya pembekuan darah dan meningkatnya fragilitas/permeabilitas kapiler. Hal ini akibat meningkatnya kadar CO2 sehingga darah dalam keadaan lebih cair. Lebam mayat lebih gelap karena meningkatnya kadar HbCO2.. • Busa halus keluar dari hidung dan mulut. Busa halus ini disebabkan adanya fenomena kocokan pada pernapasan kuat.
Pemeriksaan Dalam Post Mortem • Organ dalam tubuh lebih gelap & lebih berat dan ejakulasi pada mayat laki-laki akibat kongesti / bendungan alat tubuh & sianotik. • Darah termasuk dalam jantung berwarna gelap dan lebih cair. • Tardieu’s spot pada pielum ginjal, pleura, perikard, galea apponeurotika, laring, kelenjar timus dan kelenjar tiroid. • Busa halus di saluran pernapasan. • Edema paru. • Kelainan lain yang berhubungan dengan kekerasan seperti fraktur laring, fraktur tulang lidah dan resapan darah pada luka.
Asfiksia Mekanik • Penutupan lubang saluran pernafasan bagian atas: – Pembekapan (smothering) – Penyumbatan (gagging dan choking)
• Penekanan dinding saluran pernafasan: – Penjeratan (strangulation) – Pencekikan (manual strangulation) – Gantung (hanging)
• External pressure of the chest yaitu penekanan dinding dada dari luar. • Drawning (tenggelam) yaitu saluran napas terisi air. • Inhalation of suffocating gases.
INHALATION OF SUFFOCATING GASSES •
Inhalation of suffocating gasses adalah suatu keadaan dimana korban menghisap gas tertentu dalam jumlah berlebihan sehingga kebutuhan O 2 tidak terpenuhi. – kekurangan O2 di suatu tempat/daerah sekitarnya (daerah tambang) – tanda asfiksia – tanda intoksikasi CO2 – tanda trauma seperti kejatuhan batu
•
Ada 3 cara kematian yang sering pada korban kasus inhalation of suffocating gasses, yaitu menghisap gas: – CO – CO2 – H2S
•
Gas CO banyak pada kebakaran hebat. Gas CO2 banyak pada sumur tua dan gudang bawah tanah. Gas H2S pada tempat penyamakan kulit.
92. KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) • KDRT: tiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis, dan/ atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. • Yang termasuk rumah tangga: – Suami, istri, anak (termasuk anak angkat dan anak tiri) – Orang yang mempunyai hubungan keluarga ddengan poin 1 – Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011
UU Tentang KDRT: UU No. 23 Tahun 2004 • Kekerasan fisik Adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. (Pasal 6) • Kekerasan psikis Adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. (Pasal 7) • Kekerasan seksual : Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam rumah tangga tersebut; Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersil dan/atau tujuan tertentu. (Pasal 8)
Karakteristik Luka Kasus KDRT • Biasanya datang dengan luka ringan seperti luka memar atau luka lecet. Dapat pula datang dengan keluhan sakit kepala, sakit perut, atau diare, dan keluhan nonspesifik lainnya. • Datang terlambat, dalam arti kejadian sudah satu atau dua hari sebelum mereka ke dokter. • Dapat terjadi ketidaksinkronan cerita dengan luka yang ditemukan. • Luka multipel yang berbeda umurnya. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011
Ketentuan Pidana pada Kasus KDRT • UU No.23 tahun 2004 Pasal 44: kekerasan fisik dalam rumah tangga • UU No.23 tahun 2004 Pasal 45: kekerasan psikis dalam rumah tangga • UU No.23 tahun 2004 Pasal 46: kekerasan seksual dalam rumah tangga
Apakah Dokter Wajib Lapor pada Kasus KDRT? • Umumnya korban KDRT belum tentu bersedia melaporkan pada pihak yang berwajib (dengan alasan takut, cinta, dsb). • UU PKDRT (UU No.23 Tahun 1992 Pasal 15) tidak menyebutkan dengan jelas bahwa tenaga kesehatan yang menemukan kasus tersebut wajib melaporkannya. Namun dalam UU tersebut berbunyi: “setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya KDRT wajib melakukan upaya-upaya sesuai batas kemampuannya untuk mencegah berlangsungnya tindak pidana, memberikan perlindungan pada korban memberikan pertolongan darurat, dan membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan”
93-94. KAIDAH DASAR MORAL
Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Tidak berbuat yang merugikan (nonmaleficence)
Berbuat baik (beneficence) • Selain menghormati martabat manusia, dokter juga harus mengusahakan agar • pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya (patient welfare). • Pengertian ”berbuat baik” diartikan bersikap ramah atau menolong, lebih dari sekedar memenuhi kewajiban.
Praktik Kedokteran haruslah memilih pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno: first, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti. Keadilan (justice)
Menghormati martabat manusia (respect for person) / Autonomy
•
• Setiap individu (pasien) harus diperlakukan sebagai manusia yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasib diri sendiri), • • Setiap manusia yang otonominya berkurang atau hilang perlu mendapatkan • perlindungan.
Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, agama dan faham kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status perkawinan, serta perbedaan jender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya. Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang menjadi perhatian utama dokter. Prinsip dasar ini juga mengakui adanya kepentingan masyarakat sekitar pasien yang harus dipertimbangkan
Beneficence Kriteria 1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan orang lain) 2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter 4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya 5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang 6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia 7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien) 8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien 9. Minimalisasi akibat buruk 10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat 11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran 13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan 14. Mengembangkan profesi secara terus menerus 15. Memberikan obat berkhasiat namun murah 16. Menerapkan golden rule principle
Non-maleficence Kriteria 1. Menolong pasien emergensi : Dengan gambaran sbb : - pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko kehilangan sesuatu yang penting (gawat) - dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut - tindakan kedokteran tadi terbukti efektif - manfaat bagi pasien > kerugian dokter 2. Mengobati pasien yang luka 3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia ) 4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien 5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek 6. Mengobati secara proporsional 7. Mencegah pasien dari bahaya 8. Menghindari misrepresentasi dari pasien 9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian 10. Memberikan semangat hidup 11. Melindungi pasien dari serangan 12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Autonomy Kriteria 1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien 2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif) 3. Berterus terang 4. Menghargai privasi 5. Menjaga rahasia pasien 6. Menghargai rasionalitas pasien 7. Melaksanakan informed consent 8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri 9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan termasuk keluarga pasien sendiri 11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non emergensi 12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien 13. Menjaga hubungan (kontrak)
Justice Kriteria 1. Memberlakukan sesuatu secara universal 2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan 3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama 4. Menghargai hak sehat pasien 5. Menghargai hak hukum pasien 6. Menghargai hak orang lain 7. Menjaga kelompok yang rentan 8. Tidak melakukan penyalahgunaan 9. Bijak dalam makro alokasi 10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien 11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya 12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi) secara adil 13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten 14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah 15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan kesehatan 16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
95. LUKA LISTRIK Ada 2 jenis tenaga listrik yang dapat menimbulkan luka listrik yaitu : • Tenaga listrik alam seperti petir dan kilat. • Tenaga listrik buatan meliputi arus listrik searah (DC) seperti telepon (30-50 volt) dan tram listrik (600-1000 volt) dan arus listrik bolak-balik (AC) seperti listrik rumah, pabrik, dll
Akibat Luka Listrik KOEPPEN menggolongkan akibat kecelakaan listrik dalam 4 kelompok yaitu : • Kelompok I : kuat arus < 25 mA AC (DC antara 25-80 mA) dengan transitional R yang tinggi efek yang berbahaya (-). • Kelompok II : kuat arus 25-80 mA AC (DC 80-300 mA) dg transitional R < dari kel.I hilangnya kesadaran, aritmia dan spasme pernafasan. • Kelompok III : Kuat arus 80-100 mA AC (DC 300 mA - 3A), transitional R < dari kel. II. Jk t = 0,1-0,3s , efek biologisnya sama dg kel. II. Jk > 0,3s vibrilasi ventrikel irreversibel. • Kelompok IV : kuat arus > 3A cardiac arrest
Pemeriksaan Luar Luka Listrik • Current mark berbentuk oval, kuning atau coklat keputihan atau coklat kehitaman atau abu-abu kekuningan dikelilingi daerah kemerahan dan edema sehingga menonjol dari jaringan sekitarnya (daerah halo). • Sepatu korban dan pakaian dapat terkoyak. • Tanda yang lebih berat yaitu kulit menjadi hangus arang, rambut ikut terbakar, tulang dapat meleleh dengan pembentukan butir kapur/kalk parels terdiri dari kalsium fosfat. • Endogenous burn/Joule burn terjadi jika kontak dengan tubuh lama sehingga bagian tengah yang dangkal dan pucat pada electric mark dapat menjadi hitam dan hangus terbakar • Exogenous burn dapat terjadi bila tubuh terkena arus listrik tegangan tinggi yang sudah mengandung panas, sehingga tubuh akan hangus terbakar dengan kerusakan yang sangat berat dan tidak jarang disertai dengan patahnya tulang-tulang .
LUKA PETIR • Lightning / eliksem adalah kecelakaan akibat sambaran petir. Petir termasuk arus searah (DC) dengan tegangan 20 juta volt dan kuat arus 20 ribu ampere. Ada 3 keadaan yang berpotensi besar terkena petir : 1. Berada di tanah lapang. 2. Berada dibawah pohon yang tinggi. 3. Kehujanan dan memakai perhiasan yang terbuat dari logam. Ada 3 kelainan akibat sambaran petir : 1. Efek listrik. 2. Efek panas. 3. Efek ledakan.
Luka Petir Ada 3 efek listrik akibat sambaran petir : • Current mark / electrik mark / electrik burn. Efek ini termasuk salah satu tanda utama luka listrik (electrical burn). • Aborescent markings. Tanda ini berupa gambaran seperti pohon gundul tanpa daun akibat terjadinya vasodilatasi vena pada kulit korban sebagai reaksi dari persentuhan antara kulit dengan petir (lightning / eliksem). Tanda ini akan hilang sendiri setelah beberapa jam. • Magnetisasi. Logam yang terkena sambaran petir (lightning / eliksem) akan berubah menjadi magnet. Efek ini termasuk salah satu tanda luka listrik (electrical burn).
Arborescent mark
Luka Petir Ada 2 efek panas akibat sambaran petir : • Luka bakar sampai hangus. Rambut, pakaian, sepatu bahkan seluruh tubuh korban dapat terbakar atau hangus. • Metalisasi. Logam yang dikenakan korban akan meleleh seperti perhiasan dan komponen arloji. Arloji korban akan berhenti dimana tanda ini dapat kita gunakan untuk menentukan saat kematian korban. Efek ini juga termasuk salah satu tanda luka listrik (electrical burn).
THT-KL
96. Tonsillitis • Acute tonsillitis: – Viral: similar with acute rhinits + sore throat – Bacterial: • Group A-β hemolytic Streptococcus pyogenes (GABHS) is the pathogenic organism responsible for most cases of bacterial pharyngitis in adults • Others: pneumococcus, S. viridan, S. pyogenes. • Detritus → follicular tonsillitits • Detritus coalesce → lacunar tonsillitis. • Sore throat, odinophagia, fever, malaise, otalgia. • Th: penicillin or erythromicin
• Chronic tonsillitis – Persistent sore throat, anorexia, dysphagia, & pharyngotonsillar erythema – Lymphoid tissue is replaced by scar → widened crypt, filled by detritus. – Foul breath, throat felt dry. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. | Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Tonsilopharyngitis •
Modified Centor score and management options using clinical decision rule.
•
Other factors should be considered (e.g., a score of 1, but recent family contact with documented streptococcal infection).
•
GABHS = group A beta-hemolytic streptococcus; RADT = rapid antigen detection testing.
• •
Adapted with permission from McIsaac WJ, White D, Tannenbaum D, Low DE. A clinical score to reduce unnecessary antibiotic use in patients with sore throat. CMAJ. 1998;158(1):79.
Terapi tonsilofaringitis bakterial • Antibiotik – Penisilin G benzatin 50.000 U/kgBB IM dosis tunggal atau amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali sehari selama 10 hari (anak) atau pada dewasa 3 x 500 mg selama 6-10 hari – Eritromisin 4 x 500 mg
• Kortikosteroid – Dexamethasone 8-16 mg, IM 1 kali; pada anak 0,08-0,3 mg/kgBB IM 1 kali
• Analgetik • Kumur dengan air hangat atau antiseptik • Recurrent tonsillitis may be managed with the same antibiotics as acute GABHS pharyngitis. Buku Ajar THT | Emedicine
DRUG
CLASS
ROUTE
DOSAGE
DURATION
PRIMARY TREATMENT (RECOMMENDED BY CURRENT GUIDELINES) (AAFP)
Penicillin V
Penicillin
Oral
Children: 250 mg two to three times per day Adolescents and adults: 250 mg three to four times per day or 500 mg two times per day
10 days
Children (mild to moderate GABHS pharyngitis): 12.25 mg per kg two times per day or 10 mg per kg three times per day Children (severe GABHS pharyngitis): 22.5 mg per kg two times / day or 13.3 mg per kg three times per day Adults (mild to moderate GABHS pharyngitis): 250 mg three times per day or 500 mg two times per day Adults (severe GABHS pharyngitis): 875 mg two times per day
10 days
Amoxicillin
Penicillin (broad spectrum)
Oral
Penicillin G benzathine
Penicillin
Intramuscular
Children: < 60 lb (27 kg): 6.0 × 105 units Adults: 1.2 × 106 units
One dose
TREATMENT FOR PATIENTS WITH PENICILLIN ALLERGY (RECOMMENDED BY CURRENT GUIDELINES) Erythromycin ethylsuccinate
Macrolide
Oral
Children: 30 to 50 mg per kg per day in two to four divided doses Adults: 400 mg four times per day or 800 mg two times per day
10 days
Erythromycin estolate
Macrolide
Oral
Children: 20 to 40 mg per kg per day in two to four divided doses Adults: not recommended‡
10 days
Cefadroxil
Cephalosporin (first generation)
Oral
Children: 30 mg per kg per day in two divided doses Adults: 1 g one to two times per day
10 days
Cephalexin
Cephalosporin (first generation)
Oral
Children: 25 to 50 mg per kg per day in two to four divided doses Adults: 500 mg two times per day
10 days
97. ADENOID o Jaringan limfoid di dinding nasofaring
o Letak di dinding posterior, tidak berkapsul o Bagian dari cincin Waldeyer o Pada anak sampai pubertas o Umur 12 tahun mengecil
o Umur 17 – 18 tahun menghilang Fungsi: • Sistem pertahanan tubuh pertama (lokal) sal. nafas • Memproduksi limfosit • Membentuk antibodi spesifik (Ig)
ADENOIDITIS KRONIS Etiologi : – Post nasal drip sekret kavum nasi jatuh ke belakang – Sekret berasal dari : sinus maksilaris & ethmoid
Akibatnya: – rinolalia oklusa ( bindeng ) krn koane tertutup – mulut terbuka utk bernapas muka terkesan bodoh ( adenoid face ) – aproseksia nasalisSulit berkonsentrasi – Sefalgi
Gejala klinis : – Disebabkan oleh hipertrofi adenoid buntu hidung
– pilek dan batuk – nafsu makan menurun – oklusio tuba pendengaran menurun – tidur ngorok 671
Pemeriksaan • Rinoskopi anterior : Adenoid membesar • Phenomena palatum mole (-) – Pergerakan palatum molle pada saat pasien diminta untuk mengucapkan huruf “ i “
– Akan negatif bila • terdapat massa di dalam rongga nasofaring yang menghalangi pergerakan palatum molle • kelumpuhan otot-otot levator dan tensor velli palatini
• Rinoskopi posterior : Adenoid membesar dan tidak hiperemi
Pemeriksaan tambahan: – Endoskopi, foto skull lateral soft tissue (adenoid), CTScan 673
98. Otitis Media Otitis media supuratif kronik • Infeksi kronik dengan sekresi persisten/ hilang timbul (> 2 bulan) melalui membran timpani yang tidak intak. • Mekanisme perforasi kronik mengakibatkan infeksi persisten: – Kontaminasi bakteri ke telinga tengah secara langsung melalui celah – Tidak adanya membran timpani yang intak menghilangkan efek "gas cushion" yang normalnya mencegah refluks sekresi nasofaring.
• Petunjuk diagnostik: – Otorea rekuren/kronik – Penurunan pendengaran – Perforasi membran timpani 1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, & throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Media Supuratif Kronik Klasifikasi OMSK:
• Tipe benign/mucosal: – Tidak melibatkan tulang. – Tipe perforasi: sentral. – Th/: ear wash with H2O2 3% for 3-5 days, ear drops AB & steroid, systemic AB
Large central perforation
• Tipe malignant/tulang: – Melibatkan tulang atau kolesteatoma. – Tipe perforasi: marginal atau attic. – Th/: mastoidektomi. 1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Cholesteatoma at attic type perforation
Terapi Otitis Media • Tujuan operasi otitis media kronik: – Eradikasi infeksi dan sekret, memperbaiki membran timpani, memperbaiki pendengaran, membuang kolesteatoma.
• Jenis-jenis operasi pada OMSK: – Timpanoplasti tanpa mastoidektomi – Attikotomi – Timpanomastoidektomi Handbook of otolaryngology–head and neck surgery. Thieme Medical Publishers, Inc. 2011.
Terapi OMSK • OMSK tipe benigna: – Secara umum terapi OMSK jinak adalah konservatif. Obat yang dapat digunakan berupa obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari, antibiotik (penggunaan antara 1-2 minggu) dan antibiotik oral. – Miringoplasti atau timpanoplasti dapat dilakukan setelah dua bulan ketika keadaan sekret sudah kering.
• OMSK tipe bahaya: – Secara umum pembedahan, mastoidektomi dengan atau timpanoplasti.
Pembagian Komplikasi Otitis Media (Souza dkk, 1999) Komplikasi Otitis Media dibagi menjadi: • Komplikasi Intratemporal telinga tengah, rongga mastoid, telinga dalam (Mastoiditis, Facial palsy, Labrynthitis, Labrynthine fistula Petrositis, Postauricular fistula Subperiosteal abscess) • Komplikasi Ekstratemporal : – Komplikasi intrakranial abses ekstradura, abses subdura, abses otak, meningitis, tromboflebitis sinus lateralis, hidrosefalus otikus – Komplikasi ekstrakranial abses retroaurikuler, abses Bezold’s, abses Luc’s, abses Citelli, abses zigomatikus
99. Benda asing saluran nafas Lokasi sumbatan Tanda dan Gejala Laring
Total: asfiksia karena spasme laring Parsial: suara parau, disfonia, batuk yang disertai sesak (croupy cough), odinofagia, mengi, sianosis, hemoptisis, rasa subjektif (pasien menunjuk leher)
Trakea
Batuk tiba-tiba dengan rasa tercekik (choking), tersumbat di tenggorokan (gagging), sentuhan benda asing pada pita suara terasa getaran di daerah tiroid (palpatory thud), atau didengar di stetoskop (audible slap), mengi saat membuka mulut (asthmatoid wheeze)
Bronkus
Lebih banyak bronkus kanan Fase asimtomatik Fase pulmonum: emfisema, atelektasis, drowned lung, abses paru
Hidung
Hidung tersumbat, rinore unilateral dengan cairan kental, berbau, nyeri, demam, bersin, epistaksis
Orofaring dan hipofaring
Nyeri menelan (odinofagia), Jackson’s sign akumulasi ludah pada sinus piriformis tempat benda asing tersangkut,
Benda Asing di Hidung • Benda asing yang sering: – Penghapus, pil, baterai, cincin, ssedotan, kelereng
• Gejala: – Nyeri – Perdarahan – Efek iritasirinitis, sinusitis, otitis media akut, tetanus, perforasi septum nasii
• Tata laksana: – Bila benda dapat terlihat dan terjaangkau dengan mudah • Instrumen Pinset bayonet, alligator forsep, hooked probe
– Benda yang kecil dan bulat • Balloon catheters memakai folley catheters no. 5-8F
– Benda yang besar dan menyumbat total • Tekanan positifekspiratory paksa pada hidung yang terkena
– Benda yang berbentuk sferis, licin dan mudah terlihat • Suction Current diagnosis & treatment in otolaryngology. 2nd ed. | http://emedicine.medscape.com/article/763767-overview#a8
Pinset bayonet Balloon catheters
Pinset telinga
Cerumen hook
Alligator forcep
100. Kelainan Telinga Luar • Hematoma of the auricle – – – –
Severe blunt trauma to the auricle may cause hematoma. Edematous, fluctuant, & ecchymotic pinna. If left untreated may cause infection perichondritis. Th/: incision & drainage/needle aspiration pressure bandage
• Perichondritis of the Auricle – Most often as a result of trauma, with penetration of the skin & a contaminated wound. – The auricle becomes hot, red, swollen, & tender after the contaminating injury – infection under the perichondrium necrosis of the cartilage fibrosis severe auricular deformity (cauliflower ear) – Th/: antibiotics. If there is fluctuance from pus drainage.
• Keloid – May develop at the same piercing site on the lobe.
Kelainan Telinga Luar • Pseudokista – Benjolan di daun teling yang disebabkan oleh kumpulan cairan kekuningan di antara lapisan perikondrium & tulang rawan telinga. – Biasanya pasien datang karena benjolan di daun telinga yang tidak nyeri & tidak diketahui penyebabnya. – Terapi: cairan dikeluarkan secara steril, lalu dibalut tekan sengan semen gips selama 1 minggu supaya perikondrium melekat pada tulang rawan kembali.
Kelainan telinga luar