PEMBAHASAN TO 2 OPTIMAPREP BATCH II UKMPPD 2015 dr. Widya, dr. Cemara, dr. Yolina, dr. Retno, dr. Yusuf, dr. Reza
OFFICE ADDRESS: Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan (belakang pasaraya manggarai) phone number : 021 8317064 pin BB 2A8E2925 WA 081380385694
Medan : Jl. Setiabudi no. 65 G, medan Phone number : 061 8229229 Pin BB : 24BF7CD2 www.Optimaprep.Com
ILMU PENYAKIT DALAM
Suspek TB paru Pemeriksaan dahak sewaktu-pagi-sewaktu BTA: + + + / + + -
BTA: + - -
BTA: - - -
Antibiotik spektrum luas, nonOAT, nonkuinolon Tidak ada perbaikan Foto toraks & pertimbangan dokter
ada perbaikan
Pemeriksaan dahak mikroskopis BTA: ≥ 1+
BTA: - - -
Foto toraks & pertimbangan dokter
TB
Bukan TB Pelatihan DOTS. Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI; 2008.
1-3. Tuberkulosis Tipe Pasien
Definisi
Baru
Belum pernah/sudah pernah OAT <1 bulan
Kambuh/relaps
Pernah sembuh atau OAT lengkap, kembali BTA +
Defaulted/drop out
OAT >1 bulan, tidak mengambil obat ≥2 bulan
Gagal
Telah berobat tapi BTA tetap + pada akhir bulan ke-5
Kronik
BTA + dengan OAT kategori 2
Bekas TB
BTA -, Ro: tidak aktif
Paduan Obat
Tipe Pasien
Kategori 1: 2RHZE/4(RH)3
Pasien baru, TB paru BTA (-), TB ekstra paru.
Kategori 2 2RHZES/RHZE/5(RHE)3
Kambuh, gagal, default/drop out
Kategori anak 2RHZ/4RH
Anak dengan skor TB ≥6
Profilaksis anak 6INH 5-10 mg/kgBB
Anak dengan kontak penderita TB BTA (+)
1-3. Tuberkulosis • Menurut PDPI: – pengobatan pasien kasus kambuh adalah dengan memberikan OAT kategori 2 (2RHZES/1RHZE) sebelum ada hasil uji resistensi. – Kemudian, fase lanjutan diberikan sesuai hasil uji resistensi. Bila tidak tersedia hasil uji resistensi, maka dapat diberikan RHE selama 5 bulan
• Untuk pemantauan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak 2 kali (sewaktu, pagi). Bila salah satu/keduanya (+), maka hasil dinyatakan BTA (+) Tipe pasien TB Pasien baru BTA (+), OAT kategori 1
Waktu Periksa Akhir tahap intensif Sebulan sebelum akhir atau di akhir pengobatan
Pasien baru BTA (-) & Roentgen (+) dengan OAT kategori 1 Penderita baru BTA (+), dengan pengobatan ulang OAT kategori 2
Akhir intensif
Akhir intensif
Sebulan sebelum akhir atau di akhir pengobatan
Hasil BTA
Tindak Lanjut
(-)
Tahap lanjutan dimulai
(+)
OAT sisipan 1 bulan, jika masih (+) tahap lanjutan tetap diberikan
(-)
Sembuh
(+)
Gagal, mulai OAT kategori 2
(-)
Berikan pengobatan tahap lanjutan s.d. selesai, kemudian pasien dinyatakan pengobatan lengkap
(+)
Ganti dengan kategori 2 mulai dari awal
(-)
Teruskan pengobatan dgn tahap lanjutan
(+)
OAT sisipan 1 bulan, jika masih (+) tahap lanjutan tetap diberikan. Uji resistensi.
(-)
Sembuh
(+)
Belum ada obat, disebut kasus kronk. Rujuk.
Pelatihan DOTS. Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI; 2008.
Tindakan pada pasien yang putus berobat kurang dari 1 bulan Lacak pasien, diskusikan apa penyebab berobat tidak teratur, lanjutkan dosis sampai selesai
Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan Tindakan 1 • Lacak pasien, diskusikan & temukan apa masalahnya • Periksa SPS
Tindakan 2
Bila hasil BTA (-) atau TB ekstra paru
Lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis selesai
Bila 1 atau lebih hasil BTA (+)
Lama pengobatan Lanjutkan pengobatan sebelumnya < 5 sampai seluruh dosis bulan selesai & periksa dahak 1 bulan sebelum selesai. Lama pengobatan Kategori 1: mulai kategori 2 sebelumnya > 5 Kategori 2: rujuk, mungkin bulan kasus kronik
Tindakan pada pasien yang putus berobat lebih dari 2 bulan (default) • Lacak pasien, diskusikan & temukan apa masalahnya • Periksa SPS
Bila hasil BTA (-) atau TB ekstra paru
Pengobatannya dihentikan, pasien diobservasi bila gejala semakin parah perlu dilakukan pemeriksaan kembali (SPS atau biakan)
Bila 1 atau lebih hasil BTA (+)
Sebelumnya kategori 1: mulai kategori 2 Sebelumnya kategori 2: rujuk, mungkin kasus kronik
Jika memungkinkan seharusnya diperiksa uji resistensi terhadap OAT Pelatihan DOTS. Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI; 2008.
4. Anemia Hemolitik
•
Sebagian besar anemia hemolitik berhubungan dengan sedikit gejala/tanda yang spesifik. Pada kasus hemolisis intravaskular akut dapat timbul gejala demam, menggigil, dan low back pain. Pada hemolisis kronik dapat ditemukan splenomegali karena hiperfungsi dalam mendestruksi eritrosit di limpa.
4. Anemia Hemolitik
Pada hemolisis intravaskular terdapat hemoglobinemia, hemoglobinuria, dan hemosiderinuria, sedangkan pada hemolisis ekstravaskular tidak ada.
4. Anemia Hemolitik
IgM berbentuk pentamer besar sehingga mengikat eritrosit lebih banyak dan mengakibatkan aglutinasi (Gambar kiri), sedangkan IgG tidak menimbulkan aglutinasi (Gambar kanan).
4. Anemia Hemolitik
5. Infeksi Infection through the mucosa or wounded skin
Proliferate in the bloodstream or extracellularly within organ
Disseminate hematogenously to all organs
Multiplication can cause: • Hepatitis, jaundice, & hemorrhage in the liver • Uremia & bacteriuria in the kidney • Aseptic meningitis in CSF & conjunctival or scleral hemorrhage in the aqueous humor • Muscle tenderness in the muscles Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed.
5. Infeksi • Anicteric leptospirosis (90%), follows a biphasic course: – Initial phase (4–7 days): • sudden onset of fever, • severe general malaise, • muscular pain (esp calves), conjunctival congestion, • leptospires can be isolated from most tissues.
– Two days without fever follow. – Second phase (up to 30 days): • leptospires are still detectable in the urine. • Circulating antibodies emerge, meningeal inflammation, uveitis & rash develop.
– Therapy: • Doxycycline (100 mg PO bid) or • Amoxicillin (500 mg PO tid) or • Ampicillin (500 mg PO tid)
• Icteric leptospirosis or Weil's disease (10%), monophasic course: – Prominent features are renal and liver malfunction, hemorrhage and impaired consciousness, – The combination of a direct bilirubin < 20 mg/dL, a marked in CK, & ALT & AST <200 units is suggestive of the diagnosis. – Hepatomegaly is found in 25% of cases.
– Therapy: • Penicillin (1.5 million units IV or IM q6h) or • Ceftriaxone (1 g/d IV) or • Cefotaxime (1 g IV q6h)
5. Infeksi Diagnosis
Characteristic
Malaria
Demam periodik naik turun, disertai menggigil, dan berkeringat, riwayat bepergian ke daerah endemik malaria.
Shigellosis
Disentri: diare berdarah, tenesmus, abdominal cramps.
Demam tifoid
Step ladder fever, diare/konstipasi, bradikardia relatif, coated tongue, demam persisten setelah 7 hari.
Demam dengue
Demam tinggi mendadak >2 hari disertai sakit kepala, mialgia, arthralgia, manifetasi perdarahan, trombositopenia
6. Hipertensi • Beta bloker tidak boleh diberikan untuk pasien asma karena menurunkan volume ekspirasi paksa & respons obat bronkodilator. • ACE inhibitor sebaiknya dihindari karena memiliki efek samping menginduksi batuk dan bronkospasme yang diakibatkan oleh penumpukan kinin di jaringan paru. • Calcium antagonist tidak memiliki efek samping yang mengganggu saluran napas & memiliki sedikit efek menurunkan reaktivitas bronkus boleh untuk asma.
7. Aritmia
7. Aritmia •
Mobitz tipe II – Biasanya disebabkan oleh kegagalan konduksi di level sistem His-Purkinje (di bawah AV node). – Mobitz II cenderung disebabkan oleh kerusakan struktur sistem konduksi (infark, fibrosis, nekrosis).
•
Penyebab: – – – – – – – –
Infark miokard anterior (infarks septal dengan nekrosis bundle branches). Fibrosis idiopatik sistem konduksi (penyakit Lenegre Lev). Operasi jantung (terutama operasi yang dekat septum: mitral valve repair) Inflamasi (demam reumatik, miokarditis, penyakit Lyme). Autoimun (SLE, sklerosis sistemik). Penyakit infiltrasi miokard (amiloidosis, hemokromatosis, sarkoidosis). Hiperkalemia. Obat: beta-bloker, calcium channel bloker, digoksin, amiodarone.
7. Aritmia • Mobitz tipe I (fenomena Wenkebach) – Biasanya disebabkan oleh blokade konduksi yang reversibel di level AV node. – Sel AV node yang malfungsi cenderung mengalami lelah yang progresif hingga tidak mampu melanjutkan impuls. Beda dengan sel his-sistem Purkinje yang gagal tiba-tiba (Mobitz tipe II).
• Penyebab – – – – –
Obat: beta-blockers, calcium channel blockers, digoxin, amiodarone Increased vagal tone (c/: atlet) Infark miokard inferior Miokarditis Operasi jantung (mitral valve repair, Tetralogy of Fallot repair)
7. Aritmia Localization of Myocard Infarction Anatomic Area
ECG Leads with ST elevation
Coronary Artery
Septal
V1-V2
Proximal LAD
Anterior
V3-V4
LAD
Apical
V5-V6
Distal LAD, LCx, or RCA
Lateral
I, aVL
LCx
Inferior
II, III, aVF
(RCA (85%), LCx (15%)
Right ventricle
V1-V2 & V4R
Proximal RCA
Posterior
ST depression V1-V2
RCA or LCx
7. Aritmia
• ST segment depression seen in subendocardial ischemia or infarction can take on different patterns: – The most typical being horizontal or down-sloping depression. – Up-sloping ST depression is less specific. – In exercise stress tests, horizontal or down-sloping depression of 1 mm or more (A, B, & C) or up-sloping depression of the same magnitude 80 ms beyond the J point (D) is considered positive signs of ischemia. – Up-sloping depression of less than 1 mm at 80 ms beyond the J point (E) is simply J point depression and not ST segment depression.
8. Penyakit Endokrin • Klasifikasi klinis insufisiensi adrenal: – Insufisiensi adrenal primer (Addison’s disease): gangguan pada korteks adrenal – Insufisiensi adrenal sekunder: sekresi ACTH menurun. – Insufisiensi adrenal tersier: sekresi CRH menurun.
Hiperpigmentasi daerah friksi
Hiperpigmentasi mukosa
8. Penyakit Endokrin • Krisis Adrenal = krisis Addison = krisis adrenal akut = insufisiensi adrenal akut – Definisi: kegagalan akut/mendadak korteks adrenal untuk menghasilkan kortisol yang mencukupi kebutuhan fisiologis. Dapat dipresipitasi oleh stres fisiologi pada pasien yang rentan. – Gejala/tanda: lemah, apati, anoreksia, mual/muntah, hipotensi & syok, demam, hipoglikemia – Perlu dipikirkan pada pasien dengan: • Riwayat insufisiensi adrenal • Hipopituitarism (defisiensi hormon hipofisis apapun) • Sebelumnya menggunakan steroid jangka panjang
8. Penyakit Endokrin
8. Penyakit Endokrin • Hipertiroid: mudah marah, tremor, palpitasi, diare, massa di leher. • Cushing: moon face, buffalo hump, stria, resistensi insulin, osteoporosis, imunokompromais, hipertensi. • Addison: lemah, hipotensi, ↓BB, hiperpigmentasi. • Sindrom Conn (hyperaldosteronism): hipertensi, hipernatremia, hipokalemia, ↓ akt. Renin. • Feokromositoma: sakit kepala, hipertensi, palpitasi, sudoris.
• Krisis miastenik: perburukan kelemahan otot yang berlangsung cepat pada miatenia gravis, dapat sampai gagal napas.
9. Dengue Hemorrhagic Fever
9. Dengue Hemorrhagic Fever
• Transfusi trombosit: • Hanya diberikan pada DBD dengan perdarahan masif (4-5 ml/kgBB/jam) dengan jumlah trombosit <100.000/uL, dengan atau tanpa DIC. • Pasien DBD trombositopenia tanpa perdarahan masif tidak diberikan transfusi trombosit.
10. Gagal Jantung Kronik •
•
•
Device therapy should be considered in addition to pharmacologic therapy in appropriate patients. CRT, cardiac resynchronization therapy; ICD, implantable cardiac defibrillator.
It is important to treat the patient's fluid retention before starting an ACE inhibitor. Beta blockers should be started after the fluid retention has been treated and/or the ACE inhibitor has been uptitrated. If the patient remains symptomatic, an ARB, an aldosterone antagonist, or digoxin can be added as "triple therapy."
Acute pulmonary edema: • The "loop diuretics" furosemide, bumetanide, and torsemide are effective in most forms of pulmonary edema, even in the presence of hypoalbuminemia, hyponatremia, or hypochloremia.
10. Gagal Jantung Kronik • Acute on chronic heart failure: • Profiles B & C are typical of patients with acute pulmonary edema. • Physical examination of pulmonary edema: – Tachycardic – Tachypnea and coughing of “frothy” sputum – Rales are present initially at the bases & later throughout the lung fields.
Braunwald’s Heart Disease.
10. Acute Pulmonary Edema
Harrison’s principles of internal medicine.
11-12. Cardiac Arrest (ACLS)
2. Arrhytmia
13. Nyeri Abdomen •
Batu empedu asimtomatik bukan indikasi operasi.
•
Pada pasien simtomatik: – Mual/rasa tidak nyaman/nyeri di abdomen kanan atas setelah makan makanan berlemak. – Faktor risiko: female, fertile, fat, fourty.
– Indikasi operasi.
Pathophysiology of disease. 2nd ed. Springer; 2006.
13. Nyeri Abdomen • Kolesistitis: – Nyeri kanan atas bahu/punggung, mual, muntah, demam – Nyeri tekan kanan atas (murphy sign)
• Koledokolitiasis: – Nyeri kanan atas, ikterik, pruritis, mual.
• Kolangitis: – Triad Charcot: nyeri kanan atas, ikterik, demam/menggigil – Reynold pentad: charcot + syok & mitral stenosis Pathophysiology of disease. 2nd ed. Springer; 2006.
Lokasi Nyeri
Anamnesis
Pemeriksaan Fisis
Nyeri epigastrik Kembung
Membaik dgn makan (ulkus duodenum), Memburuk dgn makan (ulkus gastrikum)
Tidak spesifik
Nyeri epigastrik menjalar ke punggung
Gejala: mual & muntah, Demam Penyebab: alkohol (30%), batu empedu (35%)
Nyeri tekan & defans, perdarahan retroperitoneal (Cullen: periumbilikal, Gray Turner: pinggang), Hipotensi Ikterus, Hepatomegali
Nyeri kanan atas/ Prodromal epigastrium (demam, malaise, mual) kuning. Nyeri kanan atas/ Risk: Female, Fat, epigastrium Fourty, Hamil Prepitasi makanan berlemak, Mual, TIDAK Demam Nyeri epigastrik/ Mual/muntah, kanan atas Demam menjalar ke bahu/ punggung
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis
Terapi
Urea breath test (+): H. pylori Endoskopi: eritema (gastritis akut) atropi (gastritis kronik) luka sd submukosa (ulkus) Peningkatan enzim amylase & lipase di darah
Dispepsia
PPI: ome/lansoprazol H. pylori: klaritromisin+amok silin+PPI
Transaminase, Serologi HAV, HBSAg, Anti HBS Nyeri tekan USG: hiperekoik abdomen dgn acoustic Berlangsung 30-180 window menit
Murphy Sign
USG: penebalan dinding kandung empedu (double rims)
Pankreatitis
Hepatitis Akut
Resusitasi cairan Nutrisi enteral Analgesik
Suportif
Kolelitiasis
Kolesistektomi Asam ursodeoksikolat
Kolesistitis
Resusitasi cairan AB: sefalosporin gen. 3 + metronidazol Kolesistektomi
14. GI Tract Disorder • Irritable bowel syndrome (IBS) is a functional bowel disorder characterized by: – abdominal pain or discomfort – altered bowel habits – absence of detectable structural abnormalities.
• Most studies show a female predominance. • No clear diagnostic markers exist for IBS, thus the diagnosis of the disorder is based on clinical presentation.
22. GI Tract Disease aCriteria
fulfilled for the last 3 months with symptom onset at least 6 months prior to diagnosis. bDiscomfort means an uncomfortable sensation not described as pain.
Diagnosis
Characteristic
Crohn disease
diarrhea; abdominal pain that is usually insidious in the right lower quadrant, triggered or aggravated frequently after meals; weight loss; & an association with a tender, inflammatory mass in the right lower quadrant. The diarrhea is usually nonbloody.
Colitis ulcerative
diarrhea, with or without blood in the stool. If inflammation is confined to the rectum (proctitis), blood may be seen on the surface of the stool; other symptoms include tenesmus, urgency, rectal pain, and passage of mucus, without diarrhea.
Colon carcinoma
Lesions of the right colon commonly ulcerate, leading to chronic, insidious blood loss without a change in the appearance of the stool anemia of iron deficiency fatigue, palpitations, & even angina pectoris.
Diverticulosis
Polyp
Since stool becomes more formed as it passes into the transverse & descending colon, tumors of the left colon tend to impede the passage of stool, resulting in the development of abdominal cramping, occasional obstruction, & even perforation. Uncomplicated Diverticular Disease—75% : abdominal pain, fever, leukocytosis, anorexia, obstipation. Complicated Diverticular Disease—25%: abscess, perforation, stricture, fistula. Mostly asymptomatic, some can cause bleeding.
15. Anemia Defisiensi Besi • Terapi besi sebaiknya dievalusi pada minggu ke-3 atau 4 untuk menilai adanya respons terapi. • Jika tidak ada respons (peningkatan Hb kurang dari 1 g/dL), evaluasi lebih lanjut sebelum memutuskan untuk meneruskan terapi. Secara umum, respons tubuh terhadap terapi besi adalah perbaikan gejala klinis, peningkatan retikulosit, peningkatan kadar Hb, lalu peningkatan kadar serum besi, dan terakhir pengisian cadangan besi (ferritin): • Gejala klinis: sakit kepala, lelah, pika, parestesia, berkurang dalam beberapa hari. • Retikulosit: mulai meningkat pada hari ke-3, puncaknya pada hari ke-9 dan 10 (retikulosit 4-10%). • Kadar Hb : sedikit meningkat pada 2 minggu pertama, setelah itu laju peningkatan Hb menjadi lebih cepat. • Tujuan terapi tidak hanya mengoreksi anemia, tetapi juga mengisi cadangan besi 0,5-1 g yang dicapai dengan pemberian besi hingga 6 bulan kemudian setelah kadar Hb normal.
16. Dengue Hemorrhagic Fever
17. Dengue WHO 2009
18-19. Hipoglikemia pada DM • Insulin excess—due either to endogenous secretion or to exogenous doses—appears to be the most consistent cause of hypoglycemia, and iatrogenic hypoglycemia is the most common scenario. • Hypoglycemic events are common in type 1 DM. And when patients with type 2 DM receive insulin, they may become more prone to hypoglycemic episodes. • Incidence rates of severe hypoglycemia (episodes per 100 patientyears): • In patients with type 1 diabetes—11.5 • In patients with type 2 diabetes treated with insulin—11.8 • In patients with type 2 diabetes treated with oral hypoglycemic drugs—0.05.
Hypoglycemia in diabetes: Common, often unrecognized. Cleveland clinical journal of medicine. Vol 71. 4 April 2004.
18-19. Hipoglikemia pada DM • Gejala/tanda hipoglikemia Whipple's triad: – Gejala yang konsisten dengan hipoglikemia, – Kadar glukosa plasma rendah, dan – Perbaikan gejala ketika kadar glukosa darah membaik.
• Terapi oral: minuman gula, permen, atau makan. • Jika tidak bisa per oral, maka dengan terapi parenteral bolus dekstrosa 40%. Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed.
20. Penyakit Endokrin Hipertiroidisme
Kumar and Clark Clinical Medicine
20. Radioactive Iodine
20. Penyakit Endokrin
21. Thyrotoxic Crisis Thyroid crisis/storm • Untreated hyperthyroidism may decompensate into a state called thyroid storm. • The condition is usually precipitated by an intercurrent illness or by a surgical emergency. • Clinical picture: – acute onset of hyperpyrexia (with temperature > 40 °C), – sweating, – marked tachycardia often with atrial fibrillation, – nausea, vomiting, – diarrhea, – agitation, – tremulousness, & – delirium
21. Thyrotoxic Crisis • Burch & Wartofsky’s scoring system: – 45 or more is highly suggestive – 25-44 is suggestive of “impending” storm – below 25 is unlikely.
• Management: – lower circulating TH’s levels (PTU/metimazol, iodine) – block peripheral effects of circulating TH (beta-blocker, glucocorticoid) – supportive care, in order to reverse systemic – treatment of the underlying precipitating event. Thyrotoxicosis and Thyroid Storm. Endocrinol Metab Clin N Am 35 (2006) 663–686
22. Hypersensitivity Reaction
22. Hypersensitivity Reaction
22. Hypersensitivity Reaction
23. Anaphylactic Shock
World Allergy Organization anaphylaxis guidelines: Summary
23. Anaphylactic Shock
World Allergy Organization anaphylaxis guidelines: Summary
24. Hematemesis • Cirrhosis – the development of fibrosis to the point that there is architectural distortion with the formation of regenerative nodules. – This results in a decrease in hepatocellular mass, and thus function, & an alteration of blood flow.
24. Hematemesis •
Portal hypertension caused by:
•
Portal hypertension cause varices around the sites of portosystemic anastomoses:
– intrahepatic resistance to the passage of blood flow through the liver due to cirrhosis & regenerative nodules – splanchnic blood flow secondary to vasodilation within the splanchnic vascular bed.
– hemorrhoids at the anorectal junction; – esophageal varices at the gastroesophageal junction; – caput medusae at the umbilicus.
24. Hematemesis Management ABC
NGT
Bleeding evaluation. Gastric wash is still controversial, but useful in cirrhosis case to prevent encephalopathy.
Fluid rescucitation
NaCl 0,9% before PRC available Active & massive bleeding: whole blood (contain coagulation factor)
Drugs
Acid supressor: ranitidin, omeprazol IV Gastric acid may disturb coagulation process or fibrin formation.
Nutrition
Active bleeding: parenteral
Endoscopy
Diagnostic & therapeutic. Penatalaksanaan kedaruratan di bidang ilmu penyakit dalam. SIGN: Management of acute upper andlower gastrointestinal bleeding.
24. Hematemesis
25. Pseudomembranous Colitis • Clostridium difficile infection (CDI) – unique colonic disease that is acquired almost exclusively in association with antimicrobial use and the consequent disruption of the normal colonic flora.
Normal ileum
• AB associated with CDI – Clindamycin, ampicillin, & cephalosporins – The 2nd & 3rd cephalosporins, (cefotaxime, ceftriaxone, cefuroxime, and ceftazidime) – ciprofloxacin, levofloxacin, and moxifloxacin (hospital outbreak) Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.
25. Pseudomembranous Colitis Ingestion of spores vegetate secrete toxins diarrhea & pseudomembranous colitis Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.
25. Pseudomembranous Colitis • Diagnostic criteria of CDI: – Diarrhea (3 unformed stools per 24 h for 2 days) with no other recognized cause plus – toxin A or B detected in the stool, toxin-producing C. difficile detected in the stool by PCR or culture, or pseudomembranes seen in the colon
Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.
25. Pseudomembranous Colitis • Jika bisa, penggunaan antibiotik spektrum luas dihentikan. • Berikan terapi antibiotik untuk kolitis pseudomembran. • Tatalaksana umum: hidrasi & hindari antiperistaltik dan opiat. • Agen antiperistaltik dapat diberikan bersamaan dengan vankomisin atau metronidazol untuk kasus ringan-moderat. Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.
26. Sindrom Metabolik
27. Hepatitis B Prophylaxis • Three IM injections of hepatitis B vaccine are recommended at 0, 1, and 6 months for pre-exposure prophylaxis against hepatitis B in settings of frequent exposure: – health workers exposed to blood; – hemodialysis patients and staff; – residents and staff of custodial institutions for the developmentally handicapped; – injection drug users; – inmates of long-term correctional facilities; – persons with multiple sexual partners; – persons such as hemophiliacs who require long-term, high-volume therapy with blood derivatives; – household and sexual contacts of HBsAg carriers; – persons living in or traveling extensively in endemic areas; – unvaccinated children under the age of 18; Harrison’s principles of internal medicine. 18th eds.
28. Penyakit Ginjal
• In nephrotic syndrome, the glomerular injury is manifested primarily as an increase in permeability of the capillary wall to protein. • By contrast, in the nephritic syndrome, there is evidence of glomerular inflammation resulting in a reduction in GFR, nonnephrotic proteinuria, edema and hypertension (secondary to sodium retention), and hematuria with RBC casts.
28. Penyakit Ginjal • Tatalaksana sindrom nefrotik: – Umum: • • • •
Suplementasi protein Diuretik untuk edema: loop diuretic (furosemid) Terapi hiperlipidemia Restriksi Na < 2 g/hari
– ACE/ARB: menurunkan proteinuria – Penyakit glomerular primer: steroid ± terapi sitotoksik – Penyakit glomerular sekunder: tatalaksana penyakit yang mendasari
Diagnosis
Characteristic
Acute glomerulonephritis
an abrupt onset of hematuria & proteinuria with reduced GFR & renal salt and water retention, followed by full recovery of renal function.
Rapidly progressive glomerulonephritis
recovery from the acute disorder does not occur. Worsening renal function results in irreversible and complete renal failure over weeks to months.
Chronic glomerulonephritis
renal impairment after acute glomerulonephritis progresses slowly over a period of years & eventually results in chronic renal failure.
Nephrotic syndrome
manifested as marked proteinuria, particularly albuminuria (defined as 24-h urine protein excretion > 3.5 g), hypoalbuminemia, edema, hyperlipidemia, and fat bodies in the urine.
Acute kidney injury
Increase in Cr by ≥0,3 mg/dL within 48 hours OR increase in Cr to ≥1,5 times baseline which is known or presume to have occured within the prior 7 days OR urine volume <05 mL/kg/h for 6 hours.
Pathophysiology of disease: an introduction to clinical medicine. 5th ed.
29. Infeksi Saluran Kemih • Mild pyelonephritis: – low-grade fever with or without lower-back/CVA pain,
• Severe pyelonephritis: – – – –
high fever, rigors, nausea, vomiting, & flank and/or loin pain.
• Symptoms are generally acute in onset, & symptoms of cystitis may not be present. • Fever is the main feature distinguishing cystitis & pyelonephritis. • Therapy: – DOC: 7-day course of ciprofloxacin – TMP-SMX (one double-strength tablet twice daily for 14 days) is also effective if the uropathogen is known to be susceptible Harrison’s principles of internal medicine. McGraw-Hill; 2011.
29. Infeksi Saluran Kemih
Pyelonefritis: – Inflammation of the kidney & renal pelvis – fever, chilling, nausea, vomit, flank pain, diarrhe, leukocyte silinder.
Cystitis:
Complicated UTI
Inflammation of the bladder Dysuria, frequency, urgency, suprapubic discomfort, foul odor & changes of urine culture. Cystitis or pyelonephritis in a man or woman with an anatomic predisposition to infection, with a foreign body in the urinary tract, or with factors predisposing to a delayed response to therapy.
Urethritis:
Inflammation of the urethra Dysuria, frequency, pyuria, discharge. Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.
30. Jeram Koagulasi
Kalsium berperan menjadi jembatan yang menghubungkan faktor koagulasi dengan fosfolipid trombosit.
BEDAH, ANASTESIOLOGI DAN RADIOLOGI
31. FOREHAND FRACTURE Montegia Fracture Dislocation • Fraktur 1/3 proksimal Ulna disertai dengan dislokasi kepala radius ke arah anterior, posterior, atau lateral • Head of Radius dislocates same direction as fracture • Memerlukan ORIF
http://www.learningradiology.com
Lateral displacement
Galleazzi Fracture • Fraktur distal radius dan dislokasi sendi radio-ulna ke arah inferior • Like Monteggia fracture if treated conservatively it will redisplace • This fracture appeared in acceptable position after reduction and POP http://www.learningradiology.com
32. Hemangioma
• A benign skin lesion consisting of dense, usually elevated masses of dilated blood vessels.
Classification • Strawberry (capillary)Hemangioma • Cavernous (Deep) Hemangioma • Compound Hemangioma
Histologi • True neoplasms – Proliferasi endothelial
• Consistency in histology despite depth – Proliferating lobules of endothelial cells
• Mast cells abundant (40x normal) – Mensekresi heparin – Menginduksi migrasi dari sel endotelial
• Multilaminated basement membrane
Penampakan Klinis Berbeda berdasarkan: • Stage • Ukuran • Lokasi • Kedalaman
• Strawberry (capillary) Hemangioma – Bintik merah yang terus bertambah ukuran dan ketebalannya – Biasanya terdapat unilateral, kelopak mata atau alis bagian superonasal – Memucat bila ditekan – Terkadang mengalami ulserasi
• Cavernous (Deep) Hemangioma – deeply situated red-blue spongy mass of tissue filled with blood found – Pertumbuhan cepat pada 6 bulan pertama – Terdiri dari elemen vaskular yang lebih besar dan lebih matur
• Compound Hemangioma – contains both superficial and deep parts – these are often the largest and the most spreading – Characteristics combine capillary and deep hemangioma
Natural Progression • Tanda awal – “Herald” macular patch with surrounding pale halo – Seen shortly after birth
• Initial growth – Pertumbuhan cepat selama 4-8 bulan – May become deeper – New feeding and draining vessels form
• Growth plateau – 6-12 months – Well circumscribed, bright red and tense
• Involution – Can begin as early as 6 months – Color fades, gray-white areas appear – Gradual decrease in thickness and volume – Atrophic wrinkled pale skin results
• Typical involution breakdown – By 5 years, 50% involuted – By 7 years, 75% involuted – By 9 years, 90% involuted
• Oral tumors regress less than elsewhere • Size unrelated to regression • Best results when involuted by age 4
33. Dis.Bahu (D.Glenohumeralis) Keluarnya caput humerus dari cavum gleinodalis Etio : 99% trauma Pembahagian
1. Dis. Anterior (98 %) 2. Dis.Posterior (2 %)
3. Dis. Inferior
Mekanisme Trauma 1. Puntiran sendi bahu tiba-tiba 2. Tarikan sendi bahu tiba-tiba
3. Tarikan & puntiran tiba-tiba
Dislokasi Anterior
Lengkung (contour) bahu berobah,
Posisi bahu abduksi & rotasi ekterna
Teraba caput humeri di bag anterior
Prominent acromion, sulcus sign
Back anestesi ggn n axilaris
Radiologis memperjelas Diagnosis
Rontgen Foto CT Scan
Penanganan Reduction, as quickly and gently as possible Tertutup atau Terbuka
1. Tarikan langsung 1. Teknik Traksi & Teknik Counter traksi 2. Teknik Hippokrates 2. Reposisi sesuai arah trauma 1. Teknik Stimson (Gravitasi), 2. Teknik Milch 3. Teknik Kocher
1.Teknik Tarikan langsung Reposisi dengan penarikan langsung
Teknik Hipokrates
Penderita tidur telentang Tangan ditarik dan kaki mendorong diketiak
Teknik Traksi & Kounter Traksi Penderita duduk
Tangan ditarik kebawah dan ketiak ditarik keatas
Keduanya sangat traumatis n axilaris
2.Teknik Sesuai Arah Trauma Teknik Stimson
Reposisi oleh berat tangan & gravitasi
Telungkup dipinggir meja, Beban 2,5 kg selama 15- 20 min
Teknik Milch
Reposisi: tarikan dalam posisi telungkup
Humerus di abduksi & rotasi ekterna
Caput humeri didorong kedalam
Teknik Kocher
Reposisi menyesuaikan arah trauma
Humerus diputar keluar & siku kedada
Perawatan Pasca Reposisi
Imobilisasi bahu posisi adduksi & rotasi interna Pelvow sling
Latihan ROM sendi.
Komplikasi 1.
Ggn ligament & kapsul sendi
2.
Fraktur tulang sekitar sendi
3.
Trauma vaskular (a. axilaris)
4.
Habitual Dislocation
5.
Trauma syaraf (10 %) n. axilaris
Dislokasi Posterior: Klinis • • • •
Lengan dipegang di depan dada Adduksi Rotasi interna Bahu tampak lebih datar (flat and squared off)
Reposisi • Reduksi tertutup dengan sedasi • Traksi aksial, tekanan pada caput humeri dan rotasi eksterna • Komplikasi: – Missed Dx: “locked” – ORIF – fraktur glenoid rim, tuberosities, humeral head
34.
http://kneeinjuryinfo.com/wp-content/uploads/2011/06/knee_anatomy.jpg
35. GIT Congenital Malformation Disorder
Clinical Presentation
Hirschprung
Congenital aganglionic megacolon (Auerbach's Plexus) Fails to pass meconium within 24-48 hours after birth,chronic constipation since birth, bowel obstruction with bilious vomiting, abdominal distention, poor feeding, and failure to thrive, Chronic Enterocolitis. RT:Explosive stools . Criterion standardfull-thickness rectal biopsy. Treatment remove the poorly functioning aganglionic bowel and create an anastomosis to the distal rectum with the healthy innervated bowel (with or without an initial diversion)
Anal Atresia
Anal opening (-), The anal opening in the wrong place,abdominal distention, failed to pass meconium,meconium excretion from the fistula (perineum, rectovagina, rectovesica, rectovestibuler). Low lesionthe colon remains close to the skin stenosis anus, or the rectum ending in a blind pouch. High lesionthe colon is higher up in the pelvis fistula
Hypertrophic Hypertrophy and hyperplasia of the muscular layers of the pylorus Pyloric functional gastric outlet obstruction Stenosis Projectile vomiting, visible peristalsis, and a palpable pyloric tumor(Olive
Disorder
Clinical Presentation
Oesophagus Atresia
Congenitally interrupted esophagus Drools and has substantial mucus, with excessive oral secretions,. Bluish coloration to the skin (cyanosis) with attempted feedings Coughing, gagging, and choking, respiratory distressPoor feeding
Intestine Atresia
Malformation where there is a narrowing or absence of a portion of the intestine Abdominal distension (inflation), fails to pass stools, Bilious vomiting
http://en.wikipedia.org/wiki/
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth
Congenital Malformation Disorder
Definition
Radiologic Findings
Hirschprung
Congenital aganglionic megacolon
Barium Enema: a transition zone that separates the small- to normal-diameter aganglionic bowel from the dilated bowel above
Intussusception
A part of the intestine has invaginated into another section of intestine
Intussusception found in air or barium enema
Duodenal atresia
Dueodenum
Plain X-ray: Double Bubble sign
Anal Atresia
birth defects in which the rectum is malformed
Knee chest position/invertogram: to determined the distance of rectum stump to the skin (anal dimple)
http://emedicine.medscape.com/
Atresia anii
Duodenal atresia
Intussusception
Hirschprung
http://emedicine.medscape.com/
Learningradiology.om
36. Ulkus Dekubitus • Area of skin breaks down when no movement occurs – Penekanan yang konstan akan menurunkan suplai darah pada area tersebutkematian jaringan
4 Stages of Pressure Ulcers Reddened area of skin
Crater (bowl shaped depression on surface)
Blister/Open Sore
Damage to muscle or bone
• Terapi – Relieve pressure in area (pillows, cushions) – Physician can treat depending on stage – Avoid further trauma – Prevent infection by properly cleaning open ulcers – Medication to promote skin healing
• Pencegahan – Ganti posisi setiap 2 jam untuk mengurangi tekanan – Gunakan bantal, busa untuk mengurangi tekanan – Jaga kulit tetap bersih dan kering, terutama setelah BAK dan BAB
• Pemilihan posisi yang sesuai – Hindari penekanan pada ulkus – Bila ulkus di sisi kanan, maka pasien diposisikan miring kiri – Bila diperlukan, dapat digunakan posisi tengkuraphanya apabila tidak ada risiko obstruksi jalan napas
Positioning patient
http://emedicine.medscape.com/article/433779
37. FLAIL CHEST
Fraktur segmental dari tulang-tulang iga yang berdekatan, sehingga ada bagian dari dinding dada yang bergerak secara independen
Flail chest: • Beberapa tulang iga • Beberapa garis fraktur pada satu tulang iga
The first rib is often fractured posteriorly (black arrows). If multiple rib fractures occur along the midlateral (red arrows) or anterior chest wall (blue arrows), a flail chest (dotted black lines) may result.
http://emedicine.medscape.com/
Treatment ABC’s dengan c-spine control sesuai indikasi Analgesik kuat intercostal blocks Hindari analgesik narkotik Ventilation membaik tidal volume meningkat, oksigen darah meningkat Ventilasi tekanan positif Hindari barotrauma Chest tubes bila dibutuhkan Perbaiki posisi pasien Posisikan pasien pada posisi yang paling nyaman dan membantu mengurangi nyeriPasien miring pada sisi yang terkena Aggressive pulmonary toilet Surgical fixation rarely needed Rawat inap24 hours observasion
38. Lipoma Massa yang berasal dari sel adiposa, tumbuh dengan lambat Lokasi: Punggung atas, leher, bahu
terletak subkutan di daerah yang terdapat jaringan adiposa Tipe tumor jinak jaringan lunak yang tersering Menyerupai jaringan adiposa normal Subtipe:angiolipoma, spindle cell lipoma
• Massa yang berasal dari sel adiposa, tumbuh dengan lambat,berbatas tegas, kenyal, mobile, pseudokistik (pseudofluctuant) • Pseudokistik/Pseudofluctuant Karena konsistensi sel lemak yang kenyal • Paget's test – Massa di fiksasi oleh ibu jari dan jari telunjuk, kemudian bagian tengah ditekanbila bagian tengah menonjol keatas, maka fluctuant atau kistikfluktuasi +
Diagnosis
Histologic
Lipoma
Soft mass, pseudofluctuant with a slippery edge
Atherom cyst
Occur when a pilosebaceous unit or a sebaceous gland becomes blocked. Skin Color is usually normal, and there is a punctum (comedo, blackhead) on the dome
Dermoid Cyst
Lined by orthokeratinized, stratified squamous epithelium surrounded by a connective tissue wall. The lumen is usually filled with keratin. Hair follicles, sebaceous glands, and sweat glands may be seen in the cyst wall
Epidermal Cyst
A raised nodule on the skin of the face or neck. HistologicLined by keratinizing epithelium the resembles the epithelium of the skin
•Occasionally superonasal •Posterior margins are easily palpable
•Most commonly superotemporal •Freely mobile under skin
Dermoid Cyst
Lipoma
http://en.wikipedia.org/wiki/Burn
39. Luka Bakar
prick test (+)
• Berat luka bakar: • Ringan: derajat 1 luas < 15% a/ derajat II < 2% • Sedang: derajat II 1015% a/ derajat III 510% • Berat: derajat II > 20% atau derajat III > 10% atau mengenai wajah, tangan-kaki, kelamin, persendian, pernapasan
To estimate scattered burns: patient's palm surface = 1% total body surface area
Parkland formula = baxter formula http://www.traumaburn.org/referring/fluid.shtml
Total Body Surface Area
• • • •
Seluruh ekstremitas atas: 18% Seluruh wajah : 4.5% Thoraks bag.depan : 9% Sebagian punggung : 9%
40.5%
40. The Breast Tumors
Onset
Feature
Breast cancer
30-menopause
Invasive Ductal Carcinoma , Paget’s disease (Ca Insitu), Peau d’orange , hard, Painful, not clear border, infiltrative, discharge/blood, Retraction of the nipple,Axillary mass
Fibroadenoma mammae
< 30 years
They are solid, round, rubbery lumps that move freely in the breast when pushed upon and are usually painless.
Fibrocystic mammae
20 to 40 years
lumps in both breasts that increase in size and tenderness just prior to menstrual bleeding.occasionally have nipple discharge
Mastitis
18-50 years
Localized breast erythema, warmth, and pain. May be lactating and may have recently missed feedings.fever.
Philloides Tumors
30-55 years
intralobular stroma . “leaf-like”configuration.Firm, smooth-sided, bumpy (not spiky). Breast skin over the tumor may become reddish and warm to the touch. Grow fast.
Duct Papilloma
45-50 years
occurs mainly in large ducts, present with a serous or bloody nipple discharge
• Flu-like symptoms, malaise, and myalgia • Fever • Breast pain • Decreased milk outflow • Breast warmth • Breast tenderness • Breast firmness • Breast swelling • Breast erythema • Breast mass • If left untreatedbreast abscess – spontaneous drainage from the mass or nipple – PalpationFluctuation +
41. Mastectomy
Limfedema pada Kanker Payudara • Sumbatan saluran limfe • Akumulasi cairan limfe di jaringan sekitar • Etiologi • • • •
Pembedahan Radiasi Infeksi Trauma
• Transportasi cairan limfe terganggu • Saluran limfe rusak secara fisik karena operasi • Kompresi saluran limfe karena perubahan saat radiasi dan operasi • Obstruksi saluran limfe oleh tumor
• Lifetime risk
42. Peritonitis • Peritonitis – Peradangan dari peritoneum – Disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur atau reaksi inflamasi peritoneum terhadap darah(pada kasus trauma abdomen)
• Jenis: – Peritonitis Primer • Disebabkan oleh penyebaran infeksi dari peradaran darah dan pembuluh limfe ke peritoneumpenyakit hati • Cairaan terkumpul pada rongga peritoneum, menghasilkan lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan bakteri • Jarang terjadi kurang dari 1% dari seluruh kasus peritonitis
– Peritonitis Sekunder • Lebih sering terjadi • Terjadi ketika infeksi menyebar dari traktus bilier atau GIT http://www.umm.edu/altmed/articles/peritonitis-000127.htm#ixzz28YAqqYSG
• Peritonitis Sekunder – Bakteri, enzim, atau cairan empedu mencapai peritoneum dari suatu robekan yang berasal dari traktus bilier atau GIT • Peritonitis TB
– Robekan tersebut dapat disebabkan oleh: • • • • • •
Pancreatitis Perforasi appendiks Ulkus gaster Crohn's disease Diverticulitis Komplikasi Tifoid
Gejala dan Tanda • Distensi dan nyeri pada abdomen • Demam, menggigil • Nafsu makan berkurang • Mual dan muntah • Peningkatan frekuensi napas dan nadi • Nafas pendek • Hipotensi • Produksi urin berkurang • Tidak dapat kentut atau BAB
Tanda • BU berkurang atau absenusus tidak dapat berfungsi • Perut seperti papan • Peritonitis primerasites
TB Peritonitis clinical Gejala • Nyeri Abdomen • Demam • Batuk • Keringat malam • anorexia • fatigue • weight loss • diarrhea
Sign • Ascites • Chessboard phenomenon on abdominal percussion
TB peritonitis radiologic • Ultrasound – hiperekoik omental echogenicity – Diffuse, hypoechoic peritoneal thickening (2-6 mm) – Echogenic fibrous strands creating locculations of ascites
• Most useful for guiding biopsy
• CT Scan – Smooth, mild, non-nodular peritoneal thickening with pronounced enhancement – “Smudged” appearance of omentum (extensive stranding) – Presence of mesenteric macronodules (> 5 mm) – Splenic hypodensities and splenomegaly – Low density and/or calcified lymph nodes – Ascites may be higher density than water
Tuberculous peritonitis – Intestines floating in peritoneal fluid - ascites
Peritoneal TB CT-Scan
43. Intussusception • Sebagian usus masuk ke dalam bag. Usus yang lainobstruksi usus • Bayi sehat, tiba-tiba menangis kesakitan(crying spells), nyeri, Lethargy • Pada kuadran kanan atas teraba massa berbentuk sosis dan kekosongan pada kuadran kanan bawah (Dance sign) • Usia 6 - 12 bulan • Biasanya jenis kelamin laki-laki • lethargy/irritability • Portio-like on DRE
Triad: • vomiting • abdominal pain • colicky, severe, and intermittent,drawing the legs up to the abdomen,kicking the air, In between attacks, calm and relieved • blood per rectum /currant jelly stool http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/679/highlights/overview.html
PART OF THE INTESTINE FOLDS ON ITSELF LIKE A TELESCOPE
Etiologi • 90% Idiopatik – Belum dapat dipastikan, namun diperkirakan penyebabnya adalah virus ( Anomalies with peristalsis)
• 10% Patologis – Polyp, tumour or other mass within the intestinal tract is caught by the normal contractions, creating a “lead point” which pushes along causing the intussusception Anne Connell
Radiologic signs • Ultrasound signs include: – target sign /doughnut sign) – pseudokidney sign – crescent in a doughnut sign
Barium Enema • Barium Enema pemeriksaan gold standar • intussusception as an occluding mass prolapsing into the lumen, giving the "coiled spring” appearance
Midgut volvulus Klinis • Children present with bilious emesis (93%) and less often malabsorption, failure to thrive, biliary obstruction, GERD • In adults intermittent abdominal pain (87%) and less often nausea (31%)
• Abdominal Plain Film, Upright – Dilated stomach – Distal paucity of gas
• Contrast – cork-screw appearance – small bowel on the right side of abdomen that does not cross midline
Ultrasound Whirlpool sign
http://radiologymasterclass.co.uk/tutorials/musculoskeletal/trauma/trauma_x-ray_page8.html
44. Complications of Fracture Healing
• Delayed Union
– Poor blood supply or infection.
• Non-Union – Bone loss or wound contamination. – Type: • Atrophic non-unionSuplai darah kurang, tulang mengecil, Radiologi: tampak atrofi tulang • Hypertrophic non-union suplai darah cukup sehingga dapat membentuk tulang baru, namun tidak menyatu akibat fiksasi yang tidak baik, kedua fragmen tulang, sama-sama hipertrofik (membesar • Oligotrophic non unionPosisi kedua fragmen tulang tidak baik
• Malunion – Bone healed in a nonanatomic position – Can be angulated, rotated, or shortened • Affect function? • Likely to affect function? • Consequences with or without treatment
• Fibrous Union – Improper immobilization
• Avascular necrosis (AVN) – the death of bone cells through lack of blood supply its internal blood supply is compromised
Complications after Hand ORIF Early complications • Swelling • Pain • Joint stiffness
Late Complications • Malunion – Delayed fracture healing
• Malposition – Abnormal shape of finger
– Inability to move joints after period of immobilization
• InfectionsRare Exercise to prevent joint stiffness
Neglected Hand Fracture Complications • Infections – common if open fracture
• Synarthrosis – Fusion of joints, possible if intraarticular fracture
• Malunion – Delayed or abnormal healing due to inadequate reduction and fixation
45.Kriptorkismus • Kriptorkismus: testis tidak ada dalam skrotum dan tidak dapat dimasukkan ke skrotum • Ectopic: tidak melewati jalur turunnya testis • Retraktil: dapat dimanipulasi hingga masuk ke dalam skrotum dan dapat menetap tanpa tarikan • Gliding: dapat dimanipulasi hingga masuk ke dalam skrotum namun bila dilepas akan tertarik kembali • Ascended: sebelumnya telah ada dalam skrotum lalu tertarik ke atas secara spontan
• Gejala: – Keluhan infertilitas – benjolan di perut bagian bawah – testis tersebut dapat mengalami trauma, infeksi, torsio, atau berubah menjadi tumor testis
• Pemeriksaan Fisik: – Pada skrotum dan inguinal, teraba massa seperti benang – Jaringan ini biasanya gubernakulum atau epididimis dan vas deferens – bisa bersamaan dengan testis intraabdominal
• Testis yang tidak teraba muncul sekitar 20-30% pada pasien kriptorkismus • Hanya 20-40% dari testis yang tidak teraba, saat dioperasi benar-benar tidak ada
Testicular development and descent • 6 wk primordial germ cells migrate to genital ridge • 7 wk testicular differentiation • 8 wk testis hormonally active – Sertolis secrete MIF
• 10-11 wk Leydig cells secrete T • 10-15 wk external genital differentiation
• 5-8 wk processus vaginalis – Gubernaculum attaches to lower epididymis
• 12 wk transabdominal descent to internal inguinal ring • 26-28 wk gubernaculum swells to form inguinal canal, testis descends into scrotum • Insulin-3 (INSL3) effects gubernacular growth
Undescended Testis
A, 5th week Testis begins its primary descent; kidney ascends. B, 8th-9th weeks. Kidney reaches adult position. C, 7th month, Testis at internal inguinal ring; gubernaculum (in inguinal fold) thickens and shortens. D, Postnatal life.
149
A, Ectopic testes. Perineal ectopia not shown.
B, Undescended testes. Percentages of testes arrested at different stages of normal descent
150
Treatment • Controversial and Various guidelines • Hormonal – Spontaneous testicular descent closely related to postnatal LH and T surges – HormonhCG, GnRH, hMG, Combined (hCG & GnRH) – Timing for Hormone therapy: • In term boys, 4 mo • In premies, 6 mo • Surgery – Orchidopexy – American Academy of Pediatrics guidelines for the management of cryptorchidism recommend that orchidopexy be performed when a child is between the ages of 6 months and 1 year
http://www.aafp.org/afp/2000/1101/p203 7.html
Undescended testes: a consensus on management
Eur J Endocrinol December 1, 2008 159 S87-S90
46. Urolithiasis • Urinary tract stone disease • Signs: – – – –
Flank pain Irritative voiding symptom Nausea microscopic hematuria
• Urinary crystals of calcium oxalate, uric acid, or cystine may occasionally be found upon urinalysis • Diagnosis: IVP – Indication • Passing stone • hematuria optimized by optima
Tatalaksana Batu Ginjal
Batu Ureter
Percutaneus Nephrolithotomy
47. Humerus Fractures Proximal Humerus Fractures • Clinical Evaluation – Patients typically present with arm held close to chest by contralateral hand. Pain and crepitus detected on palpation – Careful NV exam is essential, particularly with regards to the axillary nerve. Test sensation over the deltoid. Deltoid atony does not necessarily confirm an axillary nerve injury
Humeral Shaft Fractures • Clinical evaluation – Thorough history and physical – Patients typically present with pain, swelling, and deformity of the upper arm – Careful NV exam important as the radial nerve is in close proximity to the humerus and can be injured
Humeral Shaft Fractures • Holstein-Lewis Fractures – Distal 1/3 fractures – May entrap or lacerate radial nerve as the fracture passes through the intermuscular septum
Parese N.Radialis • Defisit Motorik – Kelemahan saat supinasi – Tidak dapat ekstensi tangan dan jariwrist drop
• Defisit Sensori – Hilangnya sensasi di lengan bawah bagian posterior, the radial half of dorsum of hand, and dorsal aspect of radial 3 1⁄2 digits, excluding their nail beds.
http://emedicine.medscape.com/article/
http://en.wikipedia.org/wiki/
48-49. Male Genital Disorders Disorders
Etiology
Testicular torsion Intra/extra-vaginal torsion
Clinical Sudden onset of severe testicular pain followed by inguinal and/or scrotal swelling. Gastrointestinal upset with nausea and vomiting.
Hidrocele
Congenital anomaly, accumulation of fluids around a testicle, swollen blood blockage in the testicle,Transillumination + spermatic cord Inflammation or injury
Varicocoele
Vein insufficiency
Scrotal pain or heaviness, swelling. Varicocele is often described as feeling like a bag of worms
Hernia skrotalis
persistent patency of the processus vaginalis
Mass in scrotum when coughing or crying
Chriptorchimus
Congenital anomaly
Hypoplastic hemiscrotum, testis is found in other area, hidden or palpated as a mass in inguinal. Complication:testicular neoplasm, subfertility, testicular torsion and inguinal hernia
Torsio Testis Gejala dan tanda: • Nyeri hebat pada skrotum yang mendadak • Pembengkakan skrotum • Nyeri abdomen • Mual dan muntah • Testis terletak lebih tinggi dari biasanya atau pada posisi yang tidak biasa • Bila nyeri berkurangtanda telah terjadi nekrosis
http://emedicine.medscape.com/article/2036003-treatment#a1156
Tatalaksana Torsio Testis
• Manual detorsion
– Dapat dilakukan saat pasien di IGD dan merupakan terapi sementara – Cara manual detorsion • Seperti Opening of a book bila dokter berdiri di kaki pasien • Sebagian besar torsio testis , terpelintir kearah dalam dan medial, sehingga manual detorsion akan memutar testis kearah luar dan lateral • Bila testis kiri yang terkena, dokter memegang testis dengan ibu jari dan telunjuk kanan kemudian memutar kearah luar dan lateral 180derajat • Rotasi testis mungkin memerlukan pengulangan 2-3 kali sampai detorsi terpenuhi
– Bila berhasil (dikonfirmasi dengan USG color Doppler dan gejala yang membaik)terapi definitif masih harus dilakukan sebelum keluar dari RS
• Surgical detorsion Terapi definitif • • • •
Untuk memfiksasi testis Tetap dilakukan walaupun,manual detorsion berhasil CITO bila manual detorsion tidak berhasil dilakukan Bila testis yang terkena sudah terlihat, testis dibungkus kassa hangatuntuk memperbaiki sirkulasi dan menentukan testis masih hidup atau tidak
• OrchiectomyBila testis telah nekrosis
Epididymitis • Inflamasi dari epididimis • Bila ada keterlibatan testisepididymoorchit is • Biasanya disebabkan oleh STD • Common sexually transmitted pathogen, Chlamydia
PRESENTATION
TREATMENT
• Nyeri skrotum yang menjalar ke lipat paha dan pinggang. • Pembengkakan skrotum karena inflamasi atau hidrokel • Gejala dari uretritis, sistitis, prostatitis. • O/E tendered red scrotal swelling. • Elevation of scrotum relieves painphren sign (+)
• ORAL ANTIBIOTIC. • SCROTAL ELEVATION, bed rest,&use of NSAID. • admission & IV drugs used. • in STD treat partner. • in chronic pain do epididymectomy.
http://www.racgp.org.au/afp/2013/november/acute-scrotal-pain/
RINGDAHL ERIKA,et al. Testicular Torsion Am Fam Physician. 2006 Nov 15;74(10):1739-1743. Columbia, Missouri. In http://www.aafp.org/afp/2006/1115/p1739.html
Ultrasound • Normal: homogenous symmetric
Late ischemia/infarct: hypoechoic
Early ischemia: enlargement, no Δ echogenicity
Hemorrhage: hyperechoic areas in an infarcted testis, heterogenous, extra testicular fluids
50. Thyroid Cancer Symptoms • The most common presentation of a thyroid nodule, benign or malignant, is a painless mass in the region of the thyroid gland (Goldman, 1996). • Symptoms consistent with malignancy • • • • • •
Pain dysphagia Stridor hemoptysis rapid enlargement hoarseness optimized by optima
Faktor Risiko • Paparan radiasi pada tiroid • Age and Sex • Nodul jinakpaling sering pada wanita 20-40 years (Campbell, 1989) • 5%-10% of these are malignant (Campbell, 1989) • Laki-laki memiliki risiko lebih tinggi memiliki nodul yang ganas • Family History – History of family member with medullary thyroid carcinoma – History of family member with other endocrine abnormalities (parathyroid, adrenals) – History of familial polyposis (Gardner’s syndrome) optimized by optima
Evaluation of the thyroid Nodule (Physical Exam) •
Examination of the thyroid nodule: • consistency - hard vs. soft • size - < 4.0 cm • Multinodular vs. solitary nodule – multi nodular - 3% chance of malignancy (Goldman, 1996) – solitary nodule - 5%-12% chance of malignancy (Goldman, 1996) • Mobility with swallowing • Mobility with respect to surrounding tissues • Well circumscribed vs. ill defined borders
• •
• •
Examine for ectopic thyroid tissue Indirect or fiberoptic laryngoscopy – vocal cord mobility – evaluate airway Systematic palpation of the neck Metastatic adenopathy commonly found: – in the central compartment (level VI) – along middle and lower portion of the jugular vein (regions III and IV) and
optimized by optima
Evaluation of the Thyroid Nodule • Blood Tests
•
– Thyroid function tests • thyroxine (T4) • triiodothyronin (T3) • thyroid stimulating hormone (TSH)
– Serum Calcium – Thyroglobulin (TG) – Calcitonin
•
• USG : – 90% accuracy in categorizing nodules as solid, cystic, or mixed
Radioactive iodine – is trapped and organified – can determine functionality of a thyroid nodule – 17% of cold nodules, 13% of warm or cool nodules, and 4% of hot nodules to be malignant FNAB : Currently considered to be the best first-line diagnostic procedure in the evaluation of the thyroid nodule
(Rojeski, 1985)
– Best method of determining the volume of a nodule (Rojeski, 1985) – Can detect the presence of lymph node enlargement and calcifications
optimized by optima
Classification of Malignant Thyroid Neoplasms • Papillary carcinoma • • • •
Follicular variant Tall cell Diffuse sclerosing Encapsulated
• Medullary Carcinoma • Miscellaneous • • • •
Sarcoma Lymphoma Squamous cell carcinoma Mucoepidermoid carcinoma • Clear cell tumors • Pasma cell tumors • Metastatic
• Follicular carcinoma • Overtly invasive • Minimally invasive
• Hurthle cell carcinoma • Anaplastic carcinoma
– – – –
• Giant cell • Small cell optimized by optima
Direct extention Kidney Colon Melanoma
Well-Differentiated Thyroid Carcinomas (WDTC) Papillary, Follicular, and Hurthle cell • Pathogenesis - unknown • Papillary has been associated with the RET protooncogene but no definitive link has been proven (Geopfert, 1998)
• Certain clinical factors increase the likelihood of developing thyroid cancer • Irradiation - papillary carcinoma • Prolonged elevation of TSH (iodine deficiency) - follicular carcinoma (Goldman, 1996) – relationship not seen with papillary carcinoma – mechanism is not known
optimized by optima
WDTC - Papillary Carcinoma • 60%-80% of all thyroid cancers (Geopfert, 1998, Merino, 1991) • Histologic subtypes • Follicular variant • Tall cell • Columnar cell • Diffuse sclerosing • Encapsulated • Prognosis is 80% survival at 10 years (Goldman, 1996) • Females > Males • Mean age of 35 years (Mazzaferri, 1994)
•
Lymph node involvement is common – Major route of metastasis is lymphatic – Clinically undetectable lymph node involvement does not worsen prognosis (Harwood, 1978)
optimized by optima
WDTC - Follicular Carcinoma • • • • •
20% of all thyroid malignancies Women > Men (2:1 - 4:1) (Davis, 1992, De Souza, 1993) Mean age of 39 years (Mazzaferri, 1994) Prognosis - 60% survive to 10 years (Geopfert, 1994) Metastasis – angioinvasion and hematogenous spread – 15% present with distant metastases to bone and lung • Lymphatic involvement is seen in 13% (Goldman, 1996)
optimized by optima
Medullary Thyroid Carcinoma • 10% of all thyroid malignancies • 1000 new cases in the U.S. each year • Arises from the parafollicular cell or C-cells of the thyroid gland • derivatives of neural crest cells of the branchial arches • secrete calcitonin which plays a role in calcium metabolism
optimized by optima
Medullary Thyroid Carcinoma • Diagnosis • Labs: 1) basal and pentagastrin stimulated serum calcitonin levels (>300 pg/ml) 2) serum calcium 3) 24 hour urinary catecholamines (metanephrines, VMA, nor-metanephrines) 4) carcinoembryonic antigen (CEA) • Fine-needle aspiration • Genetic testing of all first degree relatives
optimized by optima
Anaplastic Carcinoma of the Thyroid • • • •
Highly lethal form of thyroid cancer Median survival <8 months (Jereb, 1975, Junor, 1992) 1%-10% of all thyroid cancers (Leeper, 1985, LiVolsi, 1987) Affects the elderly (30% of thyroid cancers in patients >70 years) (Sou, 1996) • Mean age of 60 years (Junor, 1992) • 53% have previous benign thyroid disease (Demeter, 1991) • 47% have previous history of WDTC (Demeter, 1991)
optimized by optima
Management • Surgery is the definitive management of thyroid cancer, excluding most cases of ATC and lymphoma • Types of operations: – lobectomy with isthmusectomy • minimal operation required for a potentially malignant thyroid nodule – total thyroidectomy – • removal of all thyroid tissue • preservation of the contralateral parathyroid glands – subtotal thyroidectomy • anything less than a total thyroidectomy optimized by optima
Histologic feature Hashimoto’s thyroiditis • Tersering pada usia 45 – 65 tahun • More common in women than in man, with a female predominance of 10:1 to 20:1. • Autoimmune thyroiditis & struma lymphomatosa • Symptoms and signs – euthyroidism or hypothyroidism
Gross Findings: • Symmetric enlargement with tan yellow cut surface • Intact capsule Micro Findings: • Oxyphilic change of follicular epithelium: small & atrophic thyroid follicles with oxyphilic metaplasia of follicular cells ranging from pale pink staining cells with abundant cytoplasm to oxyphilic cells with pink granular cytoplasm. • Lymphoplasmcytic infiltration with prominent germinal centers in the stroma. • Scanty connective tissue with slightly thickening of inter-lobular septi.
Nodular goiter • Recurrent episodes of hyperplasia and involution combine to produce irregular enlargemen of the thyroid. • Hyperplasia of the thyroid gland may result from hyperstimulation by: – – – – –
TSH Ab to TSH receptor iodine deficiency goitrogens in food drugs
• Nontoxic, thyrotoxicosis • Sporadic and endemic forms, female/male:1/1.
Gross Findings: – Multilobulated, asymmetrically enlarged glands. – Cut section: irregular nodules with variable amounts of brown and gelatinous colloid.
Micro Findings: – Colloid rich follicles lined by flatten, inactive epithelium and areas of follicular epithelial hypertrophy and hyperplasia. – Degenerative changes: hemorrhage, fibrosis, calcification, and cystic.
Papillary carcinoma – Most common form of thyroid cancer. – Twenties to forties, associated with previous exposure to ionizing radiation.
Gross Findings: – Solid, firm, grayish white lobulated lesion with sclerotic center.
• Micro Findings: – Based on characteristic architecture & cytological feature. – Papillae formed by a central fibrovascular stalk & covered by neoplastic epithelial cells. – Psammoma bodies in the papillary stalk, fibrous stroma or between tumor cells. – Nuclear features: • Round to slight oval shape. • Pale, clear, empty or ground glass appearance (Orphan Annie): empty of nucleus with irregular thickened inner aspect of nuclear membrane. • Pseudo-inclusion: deep cytoplasmic invagination and result in nuclear acidophilic, inclusion-like round structures, sharply outlined and eccentric, with a crescent-shaped rim of compressed chromatin on the side. • Grooves: coffee-bean like.
51.Gastroskisis vs Omphalocele • Gastroskisis – Defek pada dinding anterior abdomen sehingga organ abdomen dapat keluar melalui defek tersebut – Tidak terdapat selaput yang melapisi dan ukuran defek biasanya kurang dari 4 cm – Defek pada dinding abdomen merupakan persambungan antara umbilikus dengan kulit – Hampir selalu terletak disebelah kanan dari umbilikus – Usus yang keluar dapat mengalami inflamasi,edema – Hal ini akan menentukan apakah reduksi dari usus ersebut dan penutupan defek dapat langsung dilakukan atau harus dilakukan dalam beberapa tahap http://www.chop.edu/service/fetal-diagnosis-and-treatment/fetal-diagnoses/gastroschisis.html
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1514688/
Treatment: • Pimary Closure – Usus dikembalikan ke dalam rongga abdomen dan defek langsung ditutup dalam satu kali operasi – Bergantung pada: • Perbandingan antara organ abdomen dan rongga abdomen • Kondisi pasien
– Komplikasiterjadi bila dipaksakan untuk melakukan primary closure • Infeksi • Abdominal compartment syndrome – respiratory compromise – hemodynamic compromise of intra-abdominal organshypoxia – Structural or functional damage to the bowel
• Staged Closure – Pendekatan bertahap untuk memperbaiki defekrata-rata 5 sampai 10 hari – a spring-loaded silastic (silicone plastic) pouch placed around the herniated bowel – The bowel is slowly and gently pushed back down into the abdomen over the course of a few days – Surgical facial repair http://neoreviews.aappublications.org/content/7/8/e419.full
• Omphalocele – Tipe lain dari defek dinding abdomenusus, hati, dsn terkadang organ lain tetap berada di luar abdomen didalam sebuah kantong karena adanya defek pada perkembangan otot dinding abdomen – Melibatkan tali pusat(umbilical cord)
• Treatment: – Operasi harus ditunda sampai bayi stabil, selama selaput ompfalokel masih intak – Small omphaloceles repaired immediately – Larger omphaloceles require gradual reduction by enlarging the abdominal cavity to accommodate the intestinal contents http://en.wikipedia.org/wiki
Treatment • Semua kasus anak wajib memperhatikan • Jaga stabilitas air dan elektrolit, • asam basa • dan suhu
http://neoreviews.aappublications.org/content/7/8/e419.full
Omphalocele
52. Osteosarkoma • Pemeriksaan radiologis pada daerah yang dicurigai terinfeksi, tidak menunjukkan arean radiolusen yang biasa ditemukan pd osteomielitis. • Conventional features – – – –
Destruction of normal trabecular bone pattern a mixture of radiodense and radiolucent areas periosteal new bone formation formation of Codman's triangle (triangular elevation of periosteum)
No osteoblastic appearance, fracture can be seen
Notice the osteoblasticosteolytic appearance
Codman triangles (white arrow); and the large soft tissue mass (black arrow)
Osteosarcoma of the distal femur, demonstating dense tumor bone formation and a sunburst pattern of periosteal reaction.
The Canadian Journal of Diagnosis / May 2001
Ewing SarkomaDiafisis tulang panjang
Mushroom-shaped
OsteoklastomaSoap bubble appearance
http://trauma.org
53. Burn Injury
54. Bladder Stone • Bladder calculi are usually associated with urinary stasis • Urinary infections increase the risk of stone formation • Foreign bodies (e.g. suture material) can also act as a nidus for stone formation • They can however form in a normal bladder • There is no recognized association with ureteric calculi
• •
•
•
•
Bladder calculi can be asymptomatic Common symptoms include – Suprapubic pain – Dysuria – Haematuria – Sometimes come with urinary retention Abdominal examination may be normal can be identified on – Plain abdominal x-ray – Bladder ultrasound – CT scan – Cystoscopy Uric acid stones are radiolucent but may have an opaque calcified layer
Etiologi • Primary vesical calculus – Develops in sterile urine – Mostly originates in the kidney symptoms of nefrolitiasis – Usually of oxalate or uric acid or urate type
• Secondary vesical calculus – Associated with infection – Mostly originates in the bladder – Mostly made up of triple phosphate
Treatment • • • •
Basically surgical Suprapubic lithotomy Cystoscopic lithotripsy If present with urinary retention, urethral catheterization.
55. Ulkus Kaki
EVALUATION CHARACTERISTICS
VENOUS
ARTERIAL
APPEARANCE
Irregular, dark pigmentation, sometimes fibrotic, granulation, usually shallow.
Irregular, smooth edge, minimum to no granulation, usually deep with a punched out appearance.
LOCATION
Distal lower leg, medial malleolus.
Distal lower leg/feet/toes, lateral malleolus, anterior tibial area.
PEDAL PULSES
Usually present.
May be diminished or absent.
PAIN
May be present. Usually improves with leg elevation.
Usually painful especially with leg elevation.
DRAINAGE
Moderate to large.
Minimal to none.
TEMPERATURE
May be increased.
May be decreased.
SKIN CHANGES
Flaking, dry, hyperpigmented.
Thin, shiny, hairless, yellow nails. 3.
Ulkus Venosus • Elevasi Kaki: – Meningkatkan venous return akibat gravitasi – Mengurangi tekanan pada jaringan – Meningkatkan aliran arteriol – Meringankan gejala insufisiensi vena (mengurangi nyeri dan pembengkakan)
56. Acute Achilles Tendon Rupture • Adults 40-50 y.o. primarily affected (M>F) • Athletic activities, usually with sudden starting or stopping • “Snap” in heel with pain, which may subside quickly
Diagnosis
• Weakness in plantarflexion • Gap in tendon • Palpable swelling • Positive Thompson test
ILMU PENYAKIT MATA
57. Trauma Mekanik Bola Mata • Cedera langsung berupa ruda paksa yang mengenai jaringan mata. • Beratnya kerusakan jaringan bergantung dari jenis trauma serta jaringan yang terkena • Gejala : penurunan tajam penglihatan; tanda-tanda trauma pada bola mata • Komplikasi :
Endoftalmitis Uveitis Perdarahan vitreous Hifema Retinal detachment Glaukoma Oftalmia simpatetik
Panduan Tatalaksana Klinik RSCM Kirana, 2012
• Pemeriksaan Rutin : Visus : dgn kartu Snellen/chart projector + pinhole TIO : dgn tonometer aplanasi/schiotz/palpasi Slit lamp : utk melihat segmen anterior USG : utk melihat segmen posterior (jika memungkinkan) Ro orbita : jika curiga fraktur dinding orbita/benda asing
• Tatalaksana : Bergantung pada berat trauma, mulai dari hanya pemberian antibiotik sistemik dan atau topikal, perban tekan, hingga operasi repair
TRAUMA MATA Kondisi Akibat trauma mata Iridodialisis
known as a coredialysis, is a localized separation or tearing away of the iris from its attachment to the ciliary body; usually caused by blunt trauma to the eye
may be asymptomatic and require no treatment, but those with larger dialyses may have corectopia (displacement of the pupil from its normal, central position) or polycoria (a pathological condition of the eye characterized by more than one pupillary opening in the iris) and experience monocular diplopia, glare, or photophobia
Hifema
Blood in the front (anterior) chamber of the eyea reddish tinge, or a small pool of blood at the bottom of the iris or in the cornea. May partially or completely block vision. The most common causes of hyphema are intraocular surgery, blunt trauma, and lacerating trauma The main goals of treatment are to decrease the risk of rebleeding within the eye, corneal blood staining, and atrophy of the optic nerve.
Treatment :elevating the head at night, wearing an patch and shield, and controlling any increase in intraocular pressure. Surgery if non- resolving hyphema or high IOP Complication: rebleeding, peripheral anterior synechiea, atrophy optic nerve, glaucoma (months or years after due to angle closure)
TRAUMA MATA Kondisi Akibat trauma mata Hematoma Palpebral
Pembengkakan atau penimbunan darah di bawah kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palpebra.
Sering terlihat pada trauma tumpul kelopak. Bila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan berbentuk seperti kacamata hitam yang sedang dipakai
Perdarahan Subkonjungtiva
Pecahnya pembuluh darah yang terdapat dibawah konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri episklera. Bisa akibat dari batu rejan, trauma tumpul atau pada keadaan pembuluh darah yang mudah pecah.
Pemeriksaan funduskopi perlu dilakukan pada setiap penderita dengan perdarahan subkonjungtiva akibat trauma tumpul. Akan hilang atau diabsorbsi dengan sendirinya dalam 1 – 2 minggu tanpa diobati.
Penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh dengan uji plasedo yang positif
Edema Kornea
Terjadi akibat disfungsi endotel kornea local atau difus. Biasanya terkait dengan pelipatan pada membran Descemet dan penebalan stroma. Rupturnya membran Descemet biasanya terjadi vertikal dan paling sering terjadi akibat trauma kelahiran.
Ruptur Koroid
Trauma keras yang mengakibatkan ruptur koroid perdarahan subretina, biasanya terletak di posterior bola mata
Perdarahan subretina, visus turun dengan sangat, bila darah telah terabsorpsi maka daerah ruptur akan tampak berwarna putih (daerah sklera)
Subluksasi
Lensa berpindah tempat
Penglihatan berkurang, pada iris tampak iridodenesis (iris tampak bergetar atau bergoyang saat mata bergerak)
HIFEMA • Definisi: – Perdarahan pada bilik mata depan – Tampak seperti warna merah atau genangan darah pada dasar iris atau pada kornea
• Halangan pandang parsial / komplet • Etiologi: pembedahan intraokular, trauma tumpul, trauma laserasi
• Tujuan terapi: – Mencegah rebleeding (biasanya dalam 5 hari pertama) – Mencegah noda darah pada kornea – Mencegah atrofi saraf optik
• Komplikasi: – – – –
Perdarahan ulang Sinekiae anterior perifer Atrofi saraf optik Glaukoma
• Tatalaksana: – – – – –
Kenali kasus hifema dengan risiko tinggi bed rest & Elevasi kepala malam hari Eye patch & eye shield Mengendalikan peningkatan TIO Pembedahan bila tak ada perbaikan / terdapat peningkatan TIO – Hindari Aspirin, antiplatelet, NSAID, warfarin – Steroid topikal (dexamethasone 0.1% atau prednisolone
acetate 1% 4x/hari) – Pertimbangkan siklopegia (atropine 1% 2x/hari, tetapi masih kontroversial).
58. Blepharitis • Terdiri dari blefaritis anterior dan posterior • Blefaritis anterior: radang bilateral kronik di tepi palpebra – Blefaritis stafilokokus: sisik kering, palpebra merah, terdapat ulkus-ulkus kecil sepanjang tepi palpebra, bulu mata cenderung rontok antibiotik stafilokokus – Blefaritis seboroik: sisik berminyak, tidak terjadi ulserasi, tepi palpebra tidak begitu merah – Blefaritis tipe campuran
•
Tx blefaritis seboroik: perbaikan hygiene mata dengan cara: – kompres hangat untuk evakuasi dan melancarkan sekresi kelenjar – tepi palpebra dicuci + digosok perlahan dengan shampoo bayi untuk membersihkan skuama – pemberian salep antibiotik eritromisin (bisa digunakan kombinasi antibioti-KS)
• • •
Blefaritis posterior: peradangan palpebra akibat difungsi kelenjar meibom bersifat kronik dan bilateral Kolonisasi stafilokokus Terdapat peradangan muara meibom, sumbatan muara oleh sekret kental
Blepharitis
Blefaritis angularis
Definisi
Gejala
Blefaritis superfisial
Infeksi kelopak superfisial yang diakibatkan Staphylococcus
Terdapat krusta dan bila Salep antibiotik menahun disertai (sulfasetamid dan dengan meibomianitis sulfisoksazol), pengeluaran pus
Blefaritis skuamosa/ blefaritis seboroik
Blefaritis diseratai skuama atau krusta pada pangkal bulu mata yang bila dikupas tidak terjadi luka pada kulit, berjalan bersamaan dengan dermatitis sebore
Etiologi: kelainan metabolik atau jamur. Gejala: panas, gatal, sisik halus dan penebalan margo palpebra disertai madarosis
Membersihkan tepi kelopak dengan sampo bayi, salep mata, dan topikal steroid
Blefaritis Angularis
Infeksi Staphyllococcus pada tepi kelopak di sudut kelopak atau kantus
Gangguan pada fungsi pungtum lakrimal, rekuren, dapat menyumbat duktus lakrimal sehingga mengganggu fungsi lakrimalis
Dengan sulfa, tetrasiklin, sengsulfat
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas
Tatalaksana
59. Konjungtivitis Conjunctivitis is swelling (inflammation) or infection of the membrane lining the eyelids (conjunctiva) Pathology
Etiology
Feature
Bacterial
staphylococci streptococci, gonocci Corynebacter ium strains
Acute onset of redness, grittiness, topical antibiotics burning sensation, usually bilateral Artificial tears eyelids difficult to open on waking, diffuse conjungtival injection, mucopurulent discharge, Papillae (+)
Viral
Adenovirus herpes simplex virus or varicellazoster virus
Unilateral watery eye, redness, discomfort, photophobia, eyelid edema & pre-auricular lymphadenopathy, follicular conjungtivitis, pseudomembrane (+/-)
http://www.cdc.gov/conjunctivitis/about/treatment.html
Treatment
Days 3-5 of → worst, clear up in 7–14 days without treatment Artificial tears →relieve dryness and inflammation (swelling) Antiviral →herpes simplex virus or varicella-zoster virus
Pathology
Etiology
Feature
Treatment
Fungal
Candida spp. can cause conjunctivitis Blastomyces dermatitidis Sporothrix schenckii
Not common, mostly occur in immunocompromised patient, after topical corticosteroid and antibacterial therapy to an inflamed eye
Topical antifungal
Vernal
Allergy
Chronic conjungtival bilateral inflammation, associated atopic family history, itching, photophobia, foreign body sensation, blepharospasm, cobblestone pappilae, Hornertrantas dots
Removal allergen Topical antihistamine Vasoconstrictors
Inclusion
Chlamydia trachomatis
several weeks/months of red, irritable eye with mucopurulent sticky discharge, acute or subacute onset, ocular irritation, foreign body sensation, watering, unilateral ,swollen lids,chemosis ,Follicles
Doxycycline 100 mg PO bid for 21 days OR Erythromycin 250 mg PO qid for 21 days Topical antibiotics
60. DAKRIOSISTITIS • Partial or complete obstruction of the nasolacrimal duct with inflammation due to infection (Staphylococcus aureus or Streptococcus B-hemolyticus), tumor, foreign bodies, after trauma or due to granulomatous diseases. • Clinical features : epiphora, acute, unilateral, painful inflammation of lacrimal sac, pus from lacrimal punctum, fever, general malaise, pain radiates to forehead and teeth • Diagnosis : Anel test(+) :not dacryocystitis, probably skin abcess; (-) or regurgitation (+) : dacryocystitis. Swab and culture • Treatment : Systemic and topical antibiotic, irrigation of lacrimal sac, Dacryocystorhinotomy
DAKRIOSISTITIS – ANATOMI DUKTUS LAKRIMALIS
Uji Anel • Evaluasi Sistem Lakrimal-Drainase Lakrimal : • Uji Anel : Dengan melakukan uji anel, dapat diketahui apakah fungsi dari bagian eksresi baik atau tidak. • Cara melakukan uji anel : – Lebarkan pungtum lakrimal dengan dilator pungtum – Isi spuit dengan larutan garam fisiologis. Gunakan jarum lurus atau bengkok tetapi tidak tajam – Masukkan jarum ke dalam pungtum lakrimal dan suntikkan cairan melalui pungtum lakrimal ke dalam saluran eksresi , ke rongga hidung
• Uji anel (+): terasa asin di tenggorok atau ada cairan yang masuk hidung. Uji anel (-) jika tidak terasa asinberarti ada kelainan di dalam saluran eksresi. • Jika cairan keluar dari pungtum lakrimal superior, berarti ada obstruksi di duktus nasolakrimalis. Jika cairan keluar lagi melalui pungtum lakrimal inferior berarti obstruksi terdapat di ujung nasal kanalikuli lakrimal inferior, maka coba lakukan uji anel pungtum lakrimal superior.
Atlas of ophthalmology; Pedoman pelayanan medis RS Cicendo
61. RETINOPATI DIABETIKUM
RETINOPATI DIABETIK ANAMNESIS MATA MERAH VISUS NORMAL
MATA MERAH VISUS TURUN
• struktur yang bervaskuler sklera konjungtiva • tidak menghalangi media refraksi • Konjungtivitis murni • Trakoma • mata kering, xeroftalmia • Pterigium • Pinguekula • Episkleritis • skleritis
mengenai media refraksi (kornea, uvea, atau seluruh mata) • • • • • • •
Keratitis Keratokonjungtivitis Ulkus Kornea Uveitis glaukoma akut Endoftalmitis panoftalmitis
MATA TENANG VISUS TURUN MENDADAK • • • • • •
uveitis posterior perdarahan vitreous Ablasio retina oklusi arteri atau vena retinal neuritis optik neuropati optik akut karena obat (misalnya etambutol), migrain, tumor otak
MATA TENANG VISUS TURUN PERLAHAN • Katarak • Glaukoma • retinopati penyakit sistemik • retinitis pigmentosa • kelainan refraksi
RETINOPATI DIABETIK DM ophthalmic complications :
• • • • • •
Corneal abnormalities Glaucoma Iris neovascularization Cataracts Neuropathies Diabetic retinopathy → most common and potentially most blinding
• Diabetic Retinopathy : Retinopathy (damage to the retina) caused by complications of diabetes, which can eventually lead to blindness. • It is an ocular manifestation of systemic disease which affects up to 80% of all patients who have had diabetes for 10 years or more.
RETINOPATI DIABETIK Signs and Symptoms • Seeing spots or floaters in the field of vision • Blurred vision • Having a dark or empty spot in the center of the vision • Difficulty seeing well at night • On funduscopic exam : cotton wool spot, flame hemorrhages, dot-blot hemorrhages, hard exudates
Pemeriksaan : • Tajam penglihatan • Funduskopi dalam keadaan pupil dilatasi : direk/indirek • Foto Fundus • USG bila ada perdarahan vitreus Tatalaksana : •
Fotokoagulasi laser
RETINOPATI DIABETIK • Riwayat DM yang lama, biasa > 20 tahun • Mata tenang visus turun perlahan • Pemeriksaan Oftalmoskop – Mikroaneurisma (penonjolan dinding kapiler) – Perdarahan dalam bentuk titik, garis, bercak yang letaknya dekat dengan mikroaneurisma di polus posterior (dot blot hemorrhage) – Dilatasi vena yang lumennya ireguler dan berkelok – Hard exudate (infiltrasi lipid ke dalam retina akibat dari peningkatan permeabiitas kapiler), warna kekuningan – Soft exudate (cotton wall patches) adalah iskemia retina tampak sebagai bercak kuning bersifat difus dan warna putih – Neovaskularisasi – Edema retina
RETINOPATI DIABETIK - KLASIFIKASI RETINOPATI DIABETIK NONPROLIFERATIF • ditandai dengan kebocoran darah dan serum pada pembuluh darah kapiler • menyebabkan edema jaringan retina dan terbentuknya deposit lipoprotein (hard exudates) • Tidak menyebabkan gangguan penglihatan mengenai makula • Edema makula penebalan daerah makula sebagai akibat kebocoran kapiler perifoveal
RETINOPATI DIABETIK - KLASIFIKASI RETINOPATI DIABETIK PROLIFERATIF • ditandai dengan adanya proliferasi jaringan fibrovaskular atau neovaskularisasi pada permukaan retina & papil saraf optik serta vitreus • Proliferasi respon dari oklusi luas pembuluh darah kapiler retina yang menyebabkan iskemia retina • menyebabkan gangguan penglihatan sampai kebutaan melalui mekanisme; – Perdarahan vitreus – Tractional retinal detachment – Glaukoma neovaskular
Pra Proliferatif(Non proliferatif) Proliferatif
Bukti oklusi (cotton wool spot). Vena menjadi iregular dan mungkin terlihat membentuk lingkaran.
Proliferatif lanjut
Perubahan proliferatif dapat menyebabkan perdarahan pada vitreus dan retina. Retina juga dapat tertarik dari epitel pigmen di bawahnya oleh proliferasi fibrosa yang berkaitan dengan pertumbuhan pembuluh darah baru. Penglihatan berkurang, mengancam penglihatan
Perubahan oklusif menyebabkan pelepasan substansi vasoproliferatif dari retina yang menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah baru di lempeng optik atau ditempat lain pada retina. Penglihatan normal, mengancam penglihatan
Dot blot hemorrhage
Flame-shaped hemorrhage
Microaneurysm / dot blot hemorrhage
Macular edema
Neovascularization
Proliferative diabetic retinopathy
Penatalaksanaan : 1. Medical Treatment : • Aldose reduktase inhibitor (sorbinil) Penelitian menurunkan proses retinopati • Vascular Endothelial Growth factor Inhibitor • Aminoguanidin (mengikat protein yang mengalami glikolisis • Pentoxypilin (memperbaiki sirkulasi perifer)
2. Laser Photocoagulation • Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) : Fotokoagulasi dini menurunkan incident ggn visus 50% • Terapi pilihan utama pada retinopati diabetes yang telah mengancam penglihatan • Indikasi : – Perdarahan vitreous atau preretinal terokalisasi – Kontraksi progresif proliferasi fibrin – Neovaskularisasi ekstensif di COA
3. Bedah Vitrektomi : • Vitrektomi dini pada PDR dapat menyebabkan regresi NVD dan NVE • Indikasi : – Vitrektomi dipertimbangkan dilakukan jika terjadi rekurensi, kegagalan terapi dengan foto koagulasi, ataupun perdarahan vitreus yang massif hingga polus posterior tidak terlihat. – Perdarahan vitreous yang lama (3 – 6 bln) – PDR (retinopati diabetik proliferatif) yang aktif dengan visus baik – Adanya traksi pada papil, peripapil, makula – Adanya ablasio retina yang melibatkan makula – Penurunan tajam penglihatan dari 10/50 menjadi 10/100 atau lebih buruk
Defini dan gejala
Oklusi arteri sentral retina
Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara oftalmoskopis, retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang memperlihatkan bercak merah cherry (cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus mendadak biasanya disebabkan oleh emboli
Oklusi vena sentral retina
Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan penglihatan hilang mendadak. Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke 4 kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil
ARMD
Degenerasi makula terkait usia. Penyebab pasti belum diketahui. Insidens meningkat pada usia > 50 tahun. Predominansi pada wanita, riwayat keluarga, dan riwayat merokok. Gangguan penglihatan sentral (mata kabur, distorsi atau skotoma). Ditandai oleh atrofi dan degenerasi retina bagian luar, epitel pigmen retina, membran Bruch, dan koriokapilaris dengan derajat bervariasi. Funduskopi: drusen (endapan putih, kuning, bulat, diskret tersebar di seluruh makula dan kutub posterior) Tatalaksana bisa berupa Antioksidan serta Fotokoagulasi laser
Retinopati hipertensi
suatu kondisi dengan karakteristik perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi. Mata tenang visus turun perlahan dengan tanda AV crossing – cotton wol spot- hingga edema papil; copperwire; silverwire
Amaurosis Fugax
Kehilangan penglihatan tiba-tiba secara transient/sementara tanpa adanya nyeri, biasanya monokular, dan terkait penyakit kardiovaskular
62. ASTIGMATISME - DEFINISI • Ketika cahaya yang masuk ke dalam mata secara paralel tiudak membentuk satu titik fokus di retina.
Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry
http://www.mastereyeassociates.com/Portals/60407/images//astig matism-Cross_Section_of_Astigmatic_Eye.jpg
ASTIGMATISME •
•
• •
•
Kornea seharusnya berbentuk hampir sferis sempurna (bulat) pada astigmat kornea berbentuk seperti bola rugby. Bagian lengkung yang paling landai dan yang paling curam mengakibatkan cahaya direfraksikan secara berbeda dari kedua meridian mengakibatkan distorsi bayangan Kekuatan refraksi pada horizontal plane memproyeksikan gambar/ garis vertikal. Kekuatan refraksi pada vertical plane memproyeksikan gambar/ garis horizontal. The amount of astigmatism is equal to the difference in refracting power of the two principal meridians
http://www.improveeyesighthq.com/Corrective-Lens-Astigmatism.html
KLASIFIKASI : ETIOLOGI • Astigmatisme korneal: When the cornea has unequal curvature on the anterior surface – 90% penyebab astigmatisme bisa dites dgn tes Placido (keratoscope) • Astigmatisme lentikular: When the crystalline lens has an unequal on the surface or in its layers • Astigmatigma total: The sum of corneal astigmatism and lenticular astigmatism Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry
PLACIDO
Astigmatisme korneal akibat trauma pada kornea. Perhatikan iregularitas bayangan placido http://oelzant.priv.at/~aoe/images/galleries/narcism/med/hornhautabrasion/
KLASIFIKASI : HUBUNGAN ANTAR BIDANG MERIDIAN ASTIGMATISME IREGULER • When the two principal meridians are not perpendicular to each other • Curvature of any one meridian is not uniform • Associated with trauma, disease, or degeneration • VA is often not correctable to 20/20
Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry
KLASIFIKASI : HUBUNGAN ANTAR BIDANG MERIDIAN
ASTIGMATISME REGULER • Kedua bidang meridian utamanya saling tegak lurus. (meredian di mana terdapat daya bias terkuat dan terlemah di sistem optis bolamata). • Cth: – jika daya bias terkuat berada pada meredian 90°, maka daya bias terlemahnya berada pada meredian 180° – Jika daya bias terkuat berada pada meredian 45°, maka daya bias terlemah berada pada meredian 135°.
• Kebanyakan kasus astigmatisme adalah astigmatisme reguler • 3 tipe: – are with-the-rule – against-the-rule – oblique astigmatism
Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry
ASTIGMATISME REGULER
With-The-Rule (WTR) Astigmatism • •
• •
•
Jika meredian vertikal memiliki daya bias lebih kuat dari pada meredian horisontal. The greatest refractive power is within 030 of the vertical meridian (i.e., between 060 and 120 meridians) axis is between 0 and 30 or 150 and 180 degrees Minus cylinder axis around horizontal meridian The most common type of astigmatism based on the orientation of meridians
Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry
ASTIGMATISME REGULER
Against-The-Rule (ATR) Astigmatism • Jika meredian horisontal memiliki daya bias lebih kuat dari pada meredian vertikal. • The greatest refractive power is within 030 of the horizontal meridian (i.e., between 030 and 150 meridians) • axis is between 60 and 120 degrees • Minus cylinder axis around vertical meridian
ASTIGMATISME REGULER
Oblique (OBL) Astigmatism • When the greatest refractive power is within 030 of the oblique meridians (i.e., between 030 and 060 or 120 and 150) • oblique astigmatism : axis is between 30 and 60 or 120 and 150 degrees Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry
BASED ON FOCAL POINTS RELATIVE TO THE RETINA SIMPLE ASTIGMATISM
COMPOUND ASTIGMATISM
• When one of the principal meridians is focused on the retina and the other is not focused on the retina (with accommodation relaxed) • Terdiri dari
•
– astigmatisme miopikus simpleks – dan astigmatisme hipermetrop simpleks
•
When both principal meridians are focused either in front or behind the retina (with accommodation relaxed) Terdiri dari – –
astigmatisme miopikus kompositus dan astigmatisme hipermetrop kompositus
MIXED ASTIGMATISM •
When one of the principal meridians is focused in front of the retina and the other is focused behind the retina (with accommodation relaxed)
Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry
BASED ON FOCAL POINTS RELATIVE TO THE RETINA 1. Simple Myopic Astigmatism • When one of the principal meridians is focused in front of the retina and the other is focused on the retina (with accommodation relaxed) • Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada tepat pada retina. Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry
BASED ON FOCAL POINTS RELATIVE TO THE RETINA 2. Simple Hyperopic Astigmatism • When one of the principal meridians is focused behind the retina and the other is focused on the retina (with accommodation relaxed) • Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B berada di belakang retina. Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry
What Patient Sees in Simple Astigmatism One meridian is out of focus
Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry
BASED ON FOCAL POINTS RELATIVE TO THE RETINA
3. Compound Myopic Astigmatism • When both principal meridians are focused in front of the retina (with accommodation relaxed)
Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry
BASED ON FOCAL POINTS RELATIVE TO THE RETINA 4. Compound Hyperopic Astigmatism • When both principal meridians are focused behind the retina (with accommodation relaxed) Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry
BASED ON FOCAL POINTS RELATIVE TO THE RETINA 5. MIXED ASTIGMATISM • When one of the principal meridians is focused in front of the retina and the other is focused behind the retina (with accommodation relaxed) Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry
BASED ON RELATIVE LOCATIONS OF PRINCIPAL MERIDIANS OR AXES WHEN COMPARING THE TWO EYES
SYMMETRICAL ASTIGMATISM
• The principal meridians or axes of the two eyes are symmetrical (e.g., both eyes are WTR or ATR) • Ciri yang mudah dikenali adalah axis cylindris mata kanan dan kiri yang bila dijumlahkan akan bernilai 180° (toleransi sampai 1015°).
• Example – OD: pl -1.00 x 175 – OS: pl -1.00 x 005 • Both eyes are WTR astigmatism, and the sum of the two axes equal approximately 180
Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry
BASED ON RELATIVE LOCATIONS OF PRINCIPAL MERIDIANS OR AXES WHEN COMPARING THE TWO EYES
ASYMMETRICAL ASTIGMATISM
• The principal meridians or axes of the two eyes are not symmetrical (e.g., one eye is WTR while the other eye is ATR) • The sum of the two axes of the two eyes does not equal approximately 180
• Example: – OD: pl -1.00 x 180 – OS: pl -1.00 x 090 – One eye is WTR astigmatism, and the other eye is ATR astigmatism, and the sum of the two axes do not equal approximately 180
Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry
http://www.improveeyesighthq.com/Corrective-Lens-Astigmatism.html
Toric/Spherocylinder lens pada koreksi Astigmatisme
They have a different focal power in different meridians. http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/graphics/figures/v1/051a/010f.gif http://vision.zeiss.com/content/dam/Vision/Vision/International/images/image-text/opticaldesigns_asphere_atorus_atoroidal-surface_500x375.jpg
TIPS & TRIK • Gampang untuk menentukan jenis jenis astigmatisme berdasarkan kedudukannya di retina kalau disoal diberikan rumus astigmatnya sbb: 1. sferis (-) silinder (-) pasti miop kompositus sesuai dengan di soal 2. Sferis (+) silinder (+) pasti hipermetrop kompositus 3. Sferis (tidak ada) silinder (-) pasti miop simpleks 4. Sferis (tidak ada) silinder (+) pasti hipermetrop simpleks • Agak sulit dijawab jika di soal diberikan rumus astigmat sbb: 1. Sferis (-) silinder (+) 2. Sferis (+) silinder (-) BELUM TENTU astigmatisme mikstus!! Harus melalui beberapa tahap penjelasan untuk menemui jawabannya
cara menentukan jenis astigmatisme berdasarkan kedudukannya di retina kalau disoal diberi rumus S(-) Cyl(+) atau S(+) Cyl(-)
• PERTAMA, rumus kacamata astigmat adalah
SFERIS ± X SILINDER ±Y x AKSIS Z • Sferis tidak harus selalu ada, kadang jika tidak ada, nilai sferis akan dihilangkan penulisannya menjadi C (silinder) ± …….. x …..° atau menjadi pl (plano) C (silinder) ± …….. x …..°
KEDUA, TRANSPOSISI • NOTASI SILINDER BISA DITULIS DALAM NILAI MINUS ATAU PLUS • RUMUS INI BISA DITRANSPOSISIKAN (DIBOLAK-BALIK) TETAPI MAKNANYA SAMA. Cara transposisi: • To convert plus cyl to minus cyl: – Add the cylinder power to the sphere power – Change the sign of the cyl from + to – – Add 90 degrees to the axis is less than 90 or subtract 90 if the original axis is greater than 90.
• To convert minus cyl to plus cyl: – add the cylinder power to the sphere – Change the sign of the cylinder to from - to + – Add 90 to the axis if less than 90 or subtract if greater than 90
• Misalkan pada soal OD ∫-4,00 C-1,00 X 1800minus cylinder notation yang jika ditransposisi maknanya sama dengan ∫-5,00 C+1,00 X 900 (plus cylinder notation)
KETIGA, CARA MEMBACA • OD ∫-4,00 C-1,00 X 1800 artinya adalah kekuatan lensa pada aksis 180 adalah -4.00 D. Kemudian kita transposisikan menjadi ∫-5,00 C+1,00 X 900 artinya kekuatan lensa pada 90 adalah -5,00 D
• OS ∫-5,00 C-1,00 X 900 artinya adalah kekuatan lensa pada aksis 90 adalah -5.00 D dan Kemudian kita transposisikan menjadi ∫-6,00 C+1,00 X 18000 artinya kekuatan lensa pada 180 adalah -6,00 D
KEEMPAT, MENENTUKAN JENIS ASTIGMATISME BERDASARKAN KEDUDUKANNYA DI RETINA
• Prinsipnya: selalu lihat besarnya sferis di kedua rumus baik rumus silinder plus maupun silinder minus (makanya kenapa harus tahu transposisi) • Contoh: OD rumusnya ∫-4,00 C+1,00 X 1800 sferis= -4D (MIOP di aksis 180) dan rumus satu lagi ∫-3,00 C-1,00 X 90 sferis= -3D (MIOP di aksis 90) untuk mata kanan. • Bayangan di kedua aksis jatuh di depan retina maka jenis astigmatnya miopik kompositus, bukannya astigmat mikstus
Contoh notasi kacamata S -5.00 S +5.00 pl, Add +3.50 +2.00 -1.00 x090 pl -2.50 x120 -2.00 -2.00 x135 +1.00 -1.00 x045 +1.00 -2.00 x115
Myopia Hyperopia Presbyopia Compound hyperopic astigmatism simple myopic astigmatism compound myopic astigmatism simple hyperopic astigmatism mixed astigmatism
63. Keratitis
Keratitis
Inflammation of the cornea
Ulkus Kornea
A corneal ulcer, or ulcerative keratitis, or eyesore is an inflammatory or more seriously, infective condition of the cornea involving disruption of its epithelial layer with involvement of the corneal stroma.
Keratokonjungtivitis
Inflammation of the cornea and conjunctiva
Blefaritis
Inflammation of the eyelids
Konjungtivitis
Inflammation of the conjunctiva
Fungal keratitis • Etiology :
• Diagnosis:
– after ocular trauma due to the introduction of plant materials into the eye, usually Aspergillus fusarium and Cephalosporium species.
• Epidemiology :rare • Clinical features: – resembles bacterial keratitis. A gray-white infiltrate with fine ―outliers‖ in the stroma (satellite lesions). Hypopion. Condition worsens when steroid is given.
– the history. No response to antibioticsfungal should be considered.Scrapings from the margin to examined histologically. Corneal sensitivity
• Treatment : – local natamycin eye ointment. Mydriatics if there is anterior chamber irritation. Systemic treatment with ketoconazole.
• Prognosis: – show healing process
Opthalmology; Color Atlas of Ophthalmology
Bacterial Keratitis • Etiology/pathogenesis : – Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Moraxella.
• Epidemiology: – Wearers of contact lenses; patients with diseases of the corneal surface (previous trauma, sicca syndrome, lid deformities, etc.) are particularly at risk.
• Clinical features : – Pain, photophobia, epiphora, blepharospasm, mucopurulent secretion, corneal ulcer, corneal infiltrate, reduction in vision, hypopyon.
• Diagnosis. – Clinical appearance, conjunctival swab with antibiotic sensitivity, scrapings. – Fluoresens test
• Treatment according to antibiotic sensitivity. Not longer than 10 days, as otherwise no epithelial closure will occur.
Keratitis
Keratitis herpes zoster • Bentuk rekuren dari keratitis Varicella • Lesi pseudodenditik: lesi epitel yang menonjol dengan ujung mengerucut, sedikit tonjolan pada ujungnya (terminal bulbs)
Keratitis varicella • Bentuk infeksi primer pada mata dari virus Varicella • Ciri khas: lesi pseudodendritik disertai lesi pada stroma kornea dan uveitis Keratitis marginal • Keratitis non infeksius, sekunder setelah konjungtivitis bakteri, terutama Staphylococcus • Keratitis ini merupakan hasil dari sensitisasi tubuh terhadap produk bakteri. Antibodi dari pembuluh darah di limbus bereaksi dgn antigen yang terdifusi ke dalam epitel kornea
Keratitis bakteri • Biasanya unilateral, terjadi pd org dengan penyakit mata sebelumnya atau mata org yang menggunakan kontak lens • Infiltrat stroma berwarna putih, edema stroma, pembentukan hipopion
64. AMBLIOPIA • Ambliopia/ "lazy eye" hilangnya kemampuan salah satu mata untuk melihat detail. • Terjadi ketika jalur saraf dari salah satu mata menuju otak tidak berkembang semasa kanak-kanak. • Hal ini terjadi karena mata yg rusak mengirimkan gambar yang kabur/salah ke otak otak mjd “bingung” akhirnya otak “mengacuhkan” gambar dr mata yg rusak itu. • Biasanya muncul sebelum usia 6 tahun • Penyebab : – Strabismus (paling sering) – Katarak kongenital – Kelainan refraksi, terutama jika perbedaanantara kedua mata terlalu besar
• Tatalaksana: – Koreksi penyebab: kacamata, kontak lens – Menutup mata yang lebih baik (part-time or full-time) utk menstimulasi mata yg ambliopia.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001014.htm http://www.aoa.org/patients-and-public/eye-and-vision-problems/glossary-of-eye-and-vision-conditions/amblyopia
Anisometropia • Def: a difference in refractive error between their two eyes • Children who have anisometropia are known to be at risk of amblyopia. • However there is considerable variability among professional groups and clinician investigators as to which aspects of refractive error should be used to define anisometropia Associations between Anisometropia, Amblyopia, and Reduced Stereoacuity in a School-Aged Population with a High Prevalence of Astigmatism Dobson et al. Investigative Ophthalmology & Visual Science, October 2008, Vol. 49, No. 10. 4427-4436
Anisometropic & Amblyopia • When the magnitude of anisometropia exceeded 1.75 D, the more myopic eye was almost always the sighting dominant eye. • Anisometropic amblyopia is the second most common cause of amblyopia (present as single cause in 37% of cases and present concomitantly with strabismus in an additional 24% of clinical populations.) • Anisometropic amblyopia occurs when unequal focus between the two eyes causes chronic blur on one retina. • Anisometropic amblyopia can occur with relatively small amounts of asymmetric hyperopia or astigmatism. • Larger amounts of anisomyopia are necessary for amblyopia to develop. Ocular characteristics of anisometropia Stephen J Vincent. Institute of Health and Biomedical Innovation School of Optometry Queensland University of Technology & http://eyewiki.aao.org/Anisometropic_Amblyopia & Treatment of Anisometropic Amblyopia in Children with Refractive Correction . Pediatric Eye Disease Investigator Group. Ophthalmology 2006;113:895–903
Interocular acuity difference criteria in anisometropia
NCT (non contact tonometry), GAT (Goldmann applanation tonometry), OBF (ocular blood flow tonometry), SPH (spherical component), SEq (spherical equivalent), EMM (emmetropia), HYP (hyperopia)
Interocular Acuity Difference Criteria in Anisometropia
Ocular characteristics of anisometropia Stephen J Vincent. Institute of Health and Biomedical Innovation School of Optometry Queensland University of Technology
anoftalmia
absence of one or both eyes
anisokonia
A difference of the image size on the retina of each eye. It is due to anisometropia.
anisokoria
an unequal size of the pupils
65. UVEITIS Radang uvea: • mengenai bagian depan atau selaput pelangi (iris) iritis • mengenai bagian tengah (badan silier) siklitis • mengenai selaput hitam bagian belakang mata koroiditis • Biasanya iritis disertai dengan siklitis = uveitis anterior/iridosikl itis
UVEITIS • Dibedakan dalam bentuk granulomatosa akut-kronis dan non-granulomatosa akut- kronis • Bersifat idiopatik, ataupun terkait penyakit autoimun, atau terkait penyakit sistemik • Biasanya berjalan 6-8 minggu • Dapat kambuh dan atau menjadi menahun • Gejala akut: – – – – –
mata sakit Merah Fotofobia penglihatan turun ringan mata berair
• Tanda : – pupil kecil akibat rangsangan proses radang pada otot sfingter pupil – edema iris – Terdapat flare atau efek tindal di dalam bilik mata depan – Bila sangat akut dapat terlihat hifema atau hipopion – Presipitat halus pada kornea
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall). Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006
UVEITIS • Tatalaksana : – Steroid topikal dan sistemik – Siklopegik – Pengobatan spesifik bila diketahui kuman penyebab
• Penyulit: Glaukoma sekunder karena adanya sinekia posterior yang menyebabkan iris bombans peningkatan TIO
Intraocular TB •
• •
Can be due to direct infection or indirect immune- • mediated hypersensitivity response to mycobacterial antigens when there is no defined active systemic lesion elsewhere or the lesion is thought to be inactive Intraocular TB is a great mimicker of various uveitis entities. The clinical manifestations of intraocular TB include acute anterior uveitis, chronic granulomatous anterior uveitis which may be associated with iris or angle granulomas, mutton- • fat keratic precipitates and posterior synechiae.
Other manifestation: – intermediate uveitis, vitritis, macular edema, retinal vasculitis, neuroretinitis, solitary or multiple choroidal tubercles, multifocal choroiditis, choroidal granulomas, subretinal abscess, endophthalmitis, and panophthalmitis. Treatment: – Anti tuberculous drugs – Systemic corticosteroid: oral prednisone dose of 1 mg/Kg/day until a clinical response is seen then a slow reduction is established
Vaughn DG, Oftalmologi Umum, ed.14
66. Ablasio Retina • Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang retina (retina sensorik) dari sel epitel pigmen retina • Mengakibatkan gangguan nutrisi retina pembuluh darah yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi penglihatan
•
Jenis: – Rhegmatogenosa (paling sering) lubang / robekan pada lapisan neuronal menyebabkan cairan vitreus masuk ke antara retina sensorik dengan epitel pigmen retina – Traksi adhesi antara vitreus / proliferasi jaringan fibrovaskular dengan retina – Serosa / hemoragik eksudasi ke dalam ruang subretina dari pembuluh darah retina
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
Etiologi Ablasio Retina • Rhegmatogenosa: – – – –
• Serosa / hemoragik:
Miopia Trauma okular Afakia Degenerasi lattice
• Traksi: – Retinopati DM proliferatif – Vitreoretinopati proliferatif – Retinopati prematuritas – Trauma okular
– Hipertensi – Oklusi vena retina sentral – Vaskulitis – Papilledema – Tumor intraokular
Ablasio Rhegmatogenosa Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
Ablasio Retina • Anamnesis: – Riwayat trauma – Riwayat operasi mata – Riwayat kondisi mata sebelumnya (cth: uveitis, perdarahan vitreus, miopia berat) – Durasi gejala visual & penurunan penglihatan
• Gejala & Tanda: – Fotopsia (kilatan cahaya) gejala awal yang sering – Defek lapang pandang bertambah seiring waktu – Floaters
• Funduskopi : adanya robekan retina, retina yang terangkat berwarna keabuabuan, biasanya ada fibrosis vitreous atau fibrosis preretinal bila ada traksi. Bila tidak ditemukan robekan kemungkinan suatu ablasio nonregmatogen
Tatalaksana • Ablasio retina kegawatdaruratan mata • Tatalaksana awal: – Puasakan pasien u/ persiapan operasi – Hindari tekanan pada bola mata – Batasi aktivitas pasien sampai diperiksa spesialis mata – Segera konsultasi spesialis retina konservatif (untuk nonregmatogen), pneumatic retinopexy, bakel sklera, vitrektomi tertutup
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
67. Kolobama Palpebra • Umumnya, oloboma palpebra merupakan kelainan kongenital kelopak dimana terlihat celah kelopak pada bagian tengah setengah nasal atas • Terkadang full thicknes injury pada kelopak mata yg menyebabkan disrupsi total disebut juga sebagai koloboma (acquired coloboma) • Dapat menyebabkan lagoftalmosresiko konjungtivitis dan keratitis
68. Perdarahan subkonjungtiva • Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rupturnya pembuluh darah dibawah lapisan konjungtiva yaitu pembuluh darah konjungtivalis atau episklera. • Dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma.
• Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1- 2 minggu tanpa diobati. • Pengobatan penyakit yang mendasari bila ada.
Subconjunctival hemorrhage • Subconjunctival hemorrhage (or subconjunctival haemorrhage) also known as hyposphagma, is bleeding underneath the conjunctiva. • A subconjunctival hemorrhage initially appears bright-red underneath the transparent conjunctiva. • Later, the hemorrhage may spread and become green or yellow, like a bruise. • In general a subconjunctival hemorrhage is a painless and harmless condition • however, it may be associated with high blood pressure, trauma to the eye, or a base of skull fracture if there is no posterior border of the hemorrhage visible.
Subconjunctival hemorrhage Causes
Management
• Eye trauma • Whooping cough or other extreme sneezing or coughing • Severe hypertension • Postoperative subconjunctival bleeding • Acute hemorrhagic conjunctivitis (picornavirus) • Leptospirosis • Increased venous pressure (straining, vomiting, choking, or coughing)
• Self-limiting that requires no treatment in the absence of infection or significant trauma. • Artificial tears may be applied four to six times a day. • Cold compress in the 1st hour may stop the bleeding
http://sdhawan.com/ophthalmology/lens&cataract.pdf E-mail:
[email protected]
69-70. Cataract • Any opacity of the lens or loss of transparency of the lens that causes diminution or impairment of vision • Classification : based on etiological, morphological, stage of maturity • Etiological classification : Senile Traumatic (penetrating, concussion, infrared irradiation, electrocution) Metabolic (diabetes, hypoglicemia, galactosemia, galactokinase deficiency, hypocalcemia) Toxic (corticosteroids, chlorpromazine, miotics, gold, amiodarone) Complicated (anterior uveitis, hereditary retinal and vitreoretinal disorder, high myopia, intraocular neoplasia Maternal infections (rubella, toxoplasmosis, CMV) Maternal drug ingestion (thalidomide, corticosteroids) Presenile cataract (myotonic dystrophy, atopic dermatitis) Syndromes with cataract (down’s syndrome, werner’s syndrome, lowe’s syndrome) Hereditary Secondary cataract
• Morphological classification : Capsular Subcapsular Nuclear Cortical Lamellar Sutural • Chronological classification: Congenital (since birth) Infantile ( first year of life) Juvenile (1-13years) Presenile (13-35 years) Senile
•
Sign & symptoms: – Near-sightedness (myopia shift) Early in the development of age-related cataract, the power of the lens may be increased – Reduce the perception of blue colorsgradual yellowing and opacification of the lens – Gradual vision loss – Almost always one eye is affected earlier than the other – Shadow test +
Klasifikasi morfologi katarak
Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011
Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011
Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011
Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011
Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006
KATARAK-SENILIS •
• •
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun Epidemiologi : 90% dari semua jenis katarak Etiologi :belum diketahui secara pastimultifaktorial: Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetik Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuat mempunyai efek buruk terhadap serabu-serabut lensa. Faktor imunologik Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi, gangguan permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya matahari. Gangguan metabolisme umum
•
• • •
4 stadium: insipien, imatur (In some patients, at this stage, lens may become swollen due to continued hydration ‘intumescent cataract’), matur, hipermatur Gejala : distorsi penglihatan, penglihatan kabur/seperti berkabut/berasap, mata tenang Penyulit : Glaukoma, uveitis Tatalaksana : operasi (ICCE/ECCE)
BEDAH KATARAK Lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau ekstrakapsular: •Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK) : Mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsulnya Tidak boleh dilakukan pada pasien usia <40thn, yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular
•Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK): Dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dapat keluar melalui robekan tersebut Dilakukan pada pasien muda, dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intraokuler posterior, perencanaan implastasi sekunder lensa intraokuler, kemungkinan akan dilakukan bedah glaukoma, mata dengan predisposisi terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya pasien mengalami ablasio retina, mata dengan makular edema, pasca bedah ablasi.
•Fakofragmentasi dan Fakoemulsifikasi : teknik ekstrakapsular menggunakan getaran ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi lumbus yang kecil Sidarta Ilyas, Ilmu Penyakit Mata
NEUROLOGI
71-72. Cedera Kepala • Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan : 1. Mekanisme • •
Cedera kepala tumpul Cedera kepala tembus
2. Beratnya cedera kepala (GCS) • • •
CKR GCS 14 – 15 CKS GCS 9 - 13 CKB GCS <8
3. Morfologi cedera kepala • •
Fraktur kranium fraktur kalvaria dan fraktur basis kranii Lesi intrakranium lesi fokal (EDH, SDH, SAH, ICH) dan lesi difus ( kontusio, komosio, dan difus axonal injury)
Beratnya cedera kepala
Ropper A, Brown R. Adams and Victor`s Principles of Neurology 8th edition. 2005.
Perdarahan Intrakranial •
Epidural hematoma: – Interval lucid decreased of consciousness – Etiology: trauma rupture of a. meningeal media
•
Subdural hematoma – Hemiparesis, decrease of consciousness, cephalgia – Etiology: trauma rupture of bridging vein in elderly or infant
•
Subarachnoid hemorrhage (stroke) – Thunderclap headache, meningeal signs, decreased of consciousness – Etiology: aneurysma rupture e.c. heavy exertion/sexual intercourse
•
Intracerebral hemorrhage – Paresis, hypesthesia, ataxia, decreased of consciousness – Etiology: Hypertension,trauma
Misulis KE, Head TC. Netter’s concise neurology. 1st ed. Saunders; 2007
Tipe hematom Lokasi
Epidural Antara kranium dan duramater
Subdural Antara duramater dan subarakhnoid
• arteri meningea media (temporoparietal) •Arteri anterior etmoidalis (lokus Pembuluh frontalis) darah yang •Sinus transversus dan terkait sigmoideus (lokus oksipitalis) • Sinus sagitalis superior – lokus vertux
Bridging veins
Symptoms Terdapat interval lusid
Nyeri kepala yang makin memberat dan penurunan kesadaran yang makin berat
CT appearanc biconvex e
Seperti bulan sabit
•
•
Pada perdarahan subarakhnoid, darah mengiritasi meninges dan menyebabkan nyeri kepala berat tiba – tiba serta kaku kuduk. Gejala pada Perdarahan subarakhnoid meliputi : • Nyeri kepala berat yang muncul tiba – tiba • Kaku kuduk ± muntah, hilangnya kesadaran, papil edema dan defisit neurologis
73-74. Bagian – Bagian dan Fungsi Otak • Secara garis besar otak dapat dibagi atas 2 bagian utama: – Area kortikal Kortkes serebri (Neocortex) • • • •
Lobus frontalis Lobus parietalis Lobus temporalis Lobus oksipitalis
– Area Subkortikal basal ganglia, thalamus, nukleus subthalamic, hipothalamus, red nucleus, substantia nigra, cerebellum, batang otak dan jaras-jaras nervusnya
Bagian Otak
Lobus frontalis
Lobus Temporalis
Lobus Parietalis Lobus Oksipitalis
Fungsi
Membuat keputusan, merencanakan sesuatu, gerakan otot volunter. Mengontrol respon dan reaksi terhadap input yang berasal dari bagian-bagian otak lainnya
• Sistem limbik : – Berfungsi untuk mengontrol emosi (marah, motifasi, bahagia, sexualitas, tidur, lapar, haus, takut, agresif terkait erat dengan kognitif dan memori) 1. Hypothalamus mengatur drives dan actions. Neuron yang mempengaruhi nadi dan respirasi terhubung dengan bagian ini. Respon “ Fight or Flight” 2. Amygdala perilaku agresif 3. Hippocampus memproses berbagai informasi untuk membentuk memori jangka panjang
Memori • Sistem memori meliputi proses penerimaan, penyimpanan, recall, dan reproduksi dari memori • Terbentuknya memori bergantung pada fungsi sistem limbik yang intak beserta area otak yang berhubungan dengan sistem ini : – Declarative/explicit memory (memori untuk kejadian atau fakta) • Informasi baik short atau long term memory dapat diakses dalam kondisi sadar bergantung kerja bagian mediobasal lobus temporalis • Semua informasi dari area kortikal) ethonial kortex (sistem limbik) perirhinal/parahipocampal korteks hipokampus
– Non declarative memory (ingatan prosedural naik motor,belajar piano, berenang, refleks menghindari panas) • Basal ganglia neocortex cerebellum striatum amygdala jalur refleks
75. Carpal Tunnel Syndrome CTS merupakan kelainan neuropati perifer lokal yang sering terjadi akibat tertekannya nervus medianus.
Viera A. Management of Carpal tunnel Syndrome. Am Fam Physician 2003:68:265-72, 279-80
Gejala • Nyeri, kesemutan dan perasaan geli pada daerah yang dipersarafi oleh nervus medianus • Nyeri memberat pada malam hari dan dapat membangunkan pasien dari tidur. • Nyeri dan parastesi dapat menjalar ke lengan bawah, siku hingga bahu • Kekuatan menggenggam berkurang • Atrofi otot tenar • Untuk mengurangi gejala biasanya pasien akan mengguncang – guncang kan tangannya seperti saat memegang termometer (flick test)
LeBlanc KE, Cestia W. Carpal Tunnel Syndrome. Am Fam Physician. 2011;83(8):952-958
PEMERIKSAAN KLINIS CARPAL TUNNEL SYNDROME Manuver Phalen
Tes positif : - Ketika pergelangan tangan difleksikan sebesar 90, lalu muncul gejala – gejala pada daerah yang dipersarafi nervus medianus
Tinels sign
Tes positif : - Ketika terowongan karpal diketuk – ketuk dengan jari, muncul gejala – gejalla cts pada daerah yg dipersarafi
76. Trigeminal Neuralgia
Alodonia : Terjadinya nyeri akibat rangsangan stimulus yang umumnya tidak menyebabkan nyeri Krafft RM. Trigeminal Neuralgia. Am Fam Physician. 2008;77(9):1291-1296
Krafft RM. Trigeminal Neuralgia. Am Fam Physician. 2008;77(9):1291-1296
77. Bell`s Palsy • Paresis nervus VII perifer idiopatik ditemukan pertama kali oleh Sir Charles Bell ( 17741842) • Etiologi – Inflamasi pada nervus fascialis di ganglion geniculatum menyebabkan kompresi dan akhirnya terjadi iskemia dan demyelinisasi – Penyebab inflamasi belum dapat diidentifikasi, dicurigai disebabkan oleh infeksi HSV-1
• Lebih sering pada usia dewasa, DM, dan wanita hamil
Tiemstra JD, Khatkhate N. Bell`s Palsy : Diagnosis and Management. Am Fam Physician 2007;76:997-1002, 1004
Manifestasi Klinis
Tiemstra JD, Khatkhate N. Bell`s Palsy : Diagnosis and Management. Am Fam Physician 2007;76:997-1002, 1004
Penatalaksanaan • Tujuan pengobatan adalah memperbaiki fungsi saraf VII (saraf fasialis) dan menurunkan kerusakan saraf. • Pengobatan dipertimbangkan untuk pasien dalam 1-4 hari onset
78. Pemeriksaan Imejing Pada Stroke • Brain MRI. Magnetic resonance imaging (MRI) uses magnetic fields, instead of X-rays, to create a 3-dimensional picture of the brain as the patient lies inside a large scanning machine. A brain MRI takes longer to perform than a CT scan; however, it gives more detailed images of the brain. A brain MRI can diagnose both ischemic and hemorrhagic strokes. Metal devices, such as pacemakers, can cause a dangerous interaction with the magnetic field, so patients who have such devices can’t take this test. • CT scan. A computerized axial tomography (CT or CAT) scan uses Xrays to create a 3-dimensional picture of the brain. CT scan imaging can diagnose both hemorrhagic and ischemic strokes as well as determine the size and location of the stroke. A CT scan can also give indications as to how much damage has been done to the brain. This is often one of the first imaging tests done to evaluate someone with stroke symptoms.
CT – Scan pada Stroke Iskemik • Stadium Hiperakut (<12 jam serangan) – Normal 50-60% – Arteri hiperdense (dense MCA sign) – Obstruksi pada nukleus lentiformis – Insular ribbon sign
• Acute : 12 – 24 jam serangan – Low density basal ganglia – Sulcal effacement
• 1 – 3 hari setelah serangan – Peningkatan massa – Transformasi hemorargik
79. Epilepsi
• Definisi : suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan epilepsi berulang berselang lebih dari 24 jam yang timbul tanpa provokasi • Bangkitan epilepsi manifestasi klinis yang disebabkan oleh aktivitas listrik otak yang abnormal dan berlebihan dari sekelompok neuron • Etiologi : – Idiopatik: tidak terdapat lesi struktural di otak atau defisit neurologis dan diperkirakan tidak mempunyai predisposisi genetik dan umumnya berhubungan dengan usia. – Kriptogenik: dianggap simptomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, (syndrome west, syndrome Lennox-Gastatut dan epilepsi mioklonik) – Simptomatik: disebabkan oleh kelainan/lesi struktural pada otak (CK, infeksi SSP, kelainan kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol, obat), metabolik, kelainan neurodegeneratif )
Diagnosis Epilepsi
•Dalam diagnosis epilepsi, tiga hal yang perlu dilakukan adalah menentukan apakah pasien epilepsi atau tidak, jenis epilepsi, dan menentukan sindrom epilepsi • •EEG pemeriksaan utama untuk menilai pasien dengan epilepsi • Pemeriksaan radiologi kepala
Neurological disorders : public health challenges. World Health Organization 2006
Penatalaksanaan Epilepsi • Bila terdiagnosis epilepsi, penanganan awal harus dirujuk ke dokter spesialis. OAE diberikan bila : – Diagnosis epilepsi sudah ditegakkan – Pastikan faktor pencetus dan hindari faktor pencetus minimal 2 bangkitan dalam setahun • Terapi dimulai dengan monoterapi pilihan sesuai bangkitan dan jenis sindrom epilepsi • Obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan secara bertahap sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek samping • OAE kedua diberikan bila obat pertama dosis maksimum tidak dapat mengontrol epilepsi • Bila OAE kedua telah mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap (tapering off) perlahan-lahan • Penambahan OAE ketiga baru dilakukan di layanan sekunder atau tersier setelah terbukti tidak dapat diatasi dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama
OAE pilihan sesuai jenis bangkitan
80. Afasia Afasia adalah gangguan berbahasa baik dalam memproduksi dan/atau memahami bahasa Tujuh komponen Wernicke-Geshwind Model
•
Stimulus auditif sistem audiktif area auditif primer di girus Hiscl (di kedua lobus temporalis) area auditif primer di hemisfer yg dominan area asosiasi auditif (Wernicke area) informasi diteruskan ke daerah enkoding motorik (area Broca)
Afasia Global Melibatkan seluruh daerah bahasa di fisura Sylvii, pasien sama sekali tidak berbicara, atau sepatah kata atau frasa yang diulang ulang, artikulasi buruk, tidak bermakna
Afasia Broca (Lesi Frontal) Pasien tidak bicara atau sedikit bicara, memerlukan banyak usaha untuk berbicara, miskin gramtik, menyisipkan, mengimbuh huruf atau bunyi yg salah Afasia Wenicke (Sensorik) – Lesi Temporoparietal Bicara terlalu banyak, kalimat yang diucapkan tidak mempunyai arti Afasia Transkortikal
81-82. Guilian Barre-Syndrome • GBS adalah suatu sindroma neuropati perifer yang dimediasi oleh imun • Infeksi saluran nafas oleh virus, infeksi saluran cerna atau pembedahaan biasanya menjadi pencetus GBS, 5 hari hingga 3 minggu sebelum timbulnya gejala • Tanda dan Gejala : – – – – –
Kelemahan tubuh simetris yang progresif Hilangnya refleks tendon Diplegia fasial Parese otot orofaring dan respirasi Parasthese pada tangan dan kaki
• Gejala memburuk dalam hitungan hari hingga 3 minggu, diikuti periode stabil kemudian proses penyembuhan ke fungsi normal atau mendekati normal
Diagnosis GBS • Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala pemeriksaan fisis. • Pemeriksaan penunjang yang dilakukan – – – –
klinis dan
Kadar elektrolit Pemeriksaan fungsi hepar Pemeriksaan kadar kreatin fosfokinase Pemeriksaan EMG: adanya tanda demyelinisasi dari perlambatan konduksi, perpanjangan latensi distal, perpanjangan gelombang F, blok konduksi atau berkurangnya respon terhadap rangsang.
• Pemeriksaan penyulit: fungsi paru dan sistem saraf pusat (LCS) • Pada pemeriksaan LCS akan ditemukan peningkatan protein (peningkatan kurva disosiasi sitoalbumin) serta jumlah sel <10 mononuclear cell/mm3
Tatalaksana GBS • Perawatan intensif diperlukan apabila didapatkan gejala disautonomia, berkurangnya forced vital capacity (< 20 mL/kg), kelemahan otot bulbar, dan berkurangnya trigger napas. • Imunomodulasi dengan Intravenous Immunoglobulin (IVIG) dan plasma exchange memiliki efektivitas yang sama untuk memercepat proses penyembuhan • Terapi rehabilitasi untuk fisik, okupasi, dan wicara. Sumber: http://emedicine.medscape.com/article/315632 ; Harrison 18th Edition
83. Iskemia Lobus Frontal • Lobus frontalis dapat dibagi menjadi 3 komponen utama : – Korteks motorik primer dan Korteks premotorik merencanakan dan mengontrol gerakan – Regio prefrontalis mengatur kognitif dan perilaku
Primary cortical fields and premotor and prefrontal cortical areas
84. Meningitis Bakterialis Meningitis Bakterialis merupakan infeksi purulen akut dalam rongga subarakhnoid. Reaksi inflamasi tidak hanya terbatas pada subarakhnoid, tapi juga mengenai meninges, dan jaringan parenkim otak (meningoensefalitis) Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan Laboratorium pada Meningitis Bakterialis Klinis dan Laboratorium
Sensitivitas (%)
-Adanya 2 gejala berikut : demam, kaku kuduk, perubahan kesadaran, nyeri kepala - Leukosit di CSF ≥ 100 per µL - Nyeri kepala - Kaku Kuduk -Demam > 380C -Mual - Perubahan kesadaran (GCS <14) -Kultur darah (+) -Trias demam, kaku kuduk, dan perubahan kesadaran -Tanda neurologis fokal -Kejang -Papiledema
95%
Bamberger DM. Diagnosis, Initial Management, and Prevention of Meningitis. Am Fam Physician. 2010;82(12):1491-1498
93% 87% 83% 77% 74% 69 % 66% 44% 33% 5% 3%
Bamberger DM. Diagnosis, Initial Management, and Prevention of Meningitis. Am Fam Physician. 2010;82(12):1491-1498
85. Nyeri Kepala Kluster Trigeminal Autonomic Cephalgias Nyeri kepala yang bersifat lateral dan sering disertai dengan gejala otonom parasimpatis nervus kranial
Nyeri Kepala Kluster • Nyeri kepala berat • Lokasi unilateral (orbital, supraorbital, temporal atau gabungan ketiganya), • Berlangsung 15 – 18 menit, • Dapat muncul sekali sehari hingga delapan kali per hari •Disertai injeksi konjungtiva ipsilateralm lakrimasi, kongesti nasal, rhinorea, keringat pada dahi atau wajah, miosis, Ptosis dan/atau edema kelopak mata, agitasi
Kriteria Diagnosis Nyeri Kepala Klaster
Setidaknya 5 kali serangan nyeri kepala yang sesuai kriteria A-C A. Nyeri orbita, supraorbita, dan/atau temporal unilateral yang sifatnya berat atau sangat berat. Berlangsung selama 15 – 180 menit (bila tidak diobati) B. Frekuensi serangan antara satu kali hingga 8 kali per hari
C. Salah satu atau kedua dari berikut : 1. Setidaknya satu atau lebih gejala ini menyertai nyeri kepala ipsilateral a. b. c. d. e. f.
2.
Injeksi konjungtiva dan/atau lakrimasi Kongesti nasal dan/atau rhinorea Edema palpebra Keringat atau kemerahan pada dahi dan wajah Rasa penuh pada telinga Miosis dan/atau ptosis
Adanya agitasi atau gelisah
Penatalaksanaan Nyeri Kepala Klaster • Tidak ada pengobatan definitif untuk nyeri kepala klaster. • Tujuan terapi yaitu mengurangi derajat nyeri, memperpendek periode nyeri kepala dan mencegah serangan berikutnya
1.
2. 3. 4. 5.
Pengobatan Akut Oksigen : dosis 12 L/menit gejala menghilang dalam waktu 15 menit Triptan (Sumatriptan) Ocreotide (somatostatin sintetis) Anastesi Lokal (intranasal) Dihydroergotamine
1. 2. 3. 4.
5. 6.
Obat Pencegah CCB (verapamil) Kortikosteroid Lithium karbonat Blok nervus (injeksi obat anastesi dan kortikostreoid di nervus oksipitalis)S Ergot Melatonin
PSKIATRI
86. Defense Mechanism
Defense Mech.
Definition
Example
Projection
Attributing one’s own thoughts, feelings or motives to another
if you have a strong dislike for someone, you might instead believe that he or she does not like you
Conversion
Cognitive tensions manifest themselves in physical symptoms. The symptom may well be symbolic and dramatic and it often acts as a communication about the situation, such as paralysis, blindness, deafness, becoming mute or having a seizure.
A person's arm becomes suddenly paralyzed after they have been threatening to hit someone else.
Identification
Bolstering self-esteem by forming an imaginary or real alliance with some person or group
An insecure young man joins a fraternity to boost his selfesteem
Rasionalization
Creating false but plausible excuses to justify unacceptable behavior
a student stealing money from a wealthy friend of his, telling himself “Well he is rich, he can afford to lose it.
87. Pervasive Developmental Disorder
Patricia Manning-Courtney. Autism Update 2011. American academy of pediatrics. In Pediatrics online.
PERVASIVE DEVELOPMENTAL DISORDERS
Autism
Asperger Syndrome
Rett Syndrome
Childhood Disintegrative Disorder
Abbreviation: PDD-NOS, pervasive developmental disorder-not otherwise specified.
PDD-NOS
DSM-5 revisions Autism spectrum disorders Social Communication • Termasuk autism, Asperger Persistent deficits in social syndrome, PDD-NOS, dan child communication and social disintegrative disorder (CDD) interaction across contexts, not Required features accounted for by general developmental delays, • Social/communication deficits manifested by all of the • Restricted, repetitive patterns of following: behavior, interests, activities – Deficits in social-emotional o Addition of sensory criteria reciprocity Increases specificity while – Deficits in nonverbal maintaining sensitivity communicative behaviors • Important to distinguish – Deficits in developing and spectrum from non-spectrum maintaining relationships developmental disabilities appropriate to the • Improves stability of diagnosis developmental level
DSM-5 Criteria:Restricted/Repetitive Behaviors Restricted, repetitive patterns of behavior, interests, or activities as manifested by at least 2 of the following: – Stereotyped or repetitive speech, motor movements, or use of objects – Excessive adherence to routines – Highly restricted, fixated interests that are abnormal in intensity or focus – Hyper- or hypo-reactivity to sensory input or unusual sensory interests
Symptoms must be present in early childhood. Symptoms together limit and impair everyday functioning.
Description
Signs and Symptoms of Asperger’s • • • • • •
Inappropriate or minimal social interactions Conversations revolving around self versus others “Scripted”, “robotic” or repetitive speech Lack of common sense Problems with reading, math, or writing skills Obsession with complex topics such as patterns or music • Average to below average nonverbal cognitive abilities though verbal cognitive abilities are usually average to above average • Awkward movements • Off behaviors or mannerisms
Rett’s Disorder • Occur primarily in girls, 1: 10.000-15.000 girls • Normal development for the first 5 months of life followed by a deceleration of head growth between 5 and 48 months • Loss of previously acquired purposeful hand movement between 5 and 30 months • Loss of social engagement • Development of poorly coordinated gait or trunk movements • Severely impaired expressive and receptive language development with severe psychomotor retardation
Childhood Disintegrative Disorder (Heller’s Dementia) •
• •
Rare disorder with unknown couse that affect children (mostly boys), most often around age 3-5, but may range from age 2-10 Normal development for the first 2 years Significant loss of 2 previously acquired skills: – Expressive or receptive language – Social skills – Bowel or bladder control – Play – Motor skills
•
Two abnormalities of functioning: – Social interaction • Failure to develop peer relationships • Lack of emotional relationship – Communication • Absence of languange • Lack of make-belive play – Restricted, repetitive and stereotyped patterns of behavior, interests and activities • Echolalic speech • Inflexible adherence to routine
Characteristics
88. Gangguan Kepribadian Diagnosis
Ciri
Paranoid
curiga, sensitif, dendam.
Skizoid
tidak peduli, afek datar, tidak ingin berteman.
Dissosial
tidak peduli perasaan, tidak bertanggung jawab, tidak merasa bersalah, tidak mampu memelihara hubungan
Histrionik
teatrikal, labil, terlalu peduli fisik.
Anankastik
perfeksionis, kaku, memaksa orang lain.
Cemas menghindar
tegang, peka kritik & penolakan, menghindari aktivitas sosial
Dependen
bergantung pada orang lain PPDGJ
89. Gangguan Afektif Diagnosis
Karakteristik
Skizofrenia
Terdapat gejala waham, halusinasi, perubahan perilaku yang telah berlangsung minimal 1 bulan.
Waham menetap
Waham merupakan satu-satunya ciri khas yang mencolok & harus sudah ada minimal 3 bulan.
Siklotimia
Ketidakstabilan menetap dari afek, meliputi banyak periode depresi ringan & hipomania, di antaranya tidak ada yg cukup parah atau lama untuk memenuhi gangguan afektif ipolar atau depresi.
Distimia
Afek depresif yang berlangsung sangat lama, tapi tidak penah cukup parah untuk memenuhi kriteria depresi. Penderita biasanya masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari, namun tidak dapat menikmati aktivitas yang mereka lakukan.
Skizoafektif
gejala skizofrenia & afektif muncul bersamaan & sama-sama menonjol. Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Gangguan Afektif Mania • Mood harus meningkat, ekspansif, atau iritabel, dan abnormal untuk individu yang bersangkutan. Perubahan mood minimal berlangsung 1 minggu. • Gejala: – – – – – – – – –
1) peningkatan aktivitas, 2) banyak bicara, 3) flight of idea, 4) hilangnya inhibisi dari norma sosial, 5) berkurangnya kebutuhan tidur, 6) harga diri atau ide-ide kebesaran yang berlebihan, 7) distraktibillitas atau perubahan aktivitas atau rencana yang konstan, 8) perilaku berisiko atau ceroboh tanpa menyadari akibatnya, 9) peningkatan energi seksual.
Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Depresi (Major Depressive Disorder) • Gejala utama: 1. afek depresif, 2. hilang minat & kegembiraan, 3. mudah lelah & menurunnya aktivitas.
• Gejala lainnya: 1. konsentrasi menurun, 2. harga diri & kepercayaan diri berkurang, 3. rasa bersalah & tidak berguna yang tidak beralasan, 4. merasa masa depan suram & pesimistis, 5. gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, 6. tidur terganggu, 7. perubahan nafsu makan (naik atau turun). PPDGJ
Depresi • Episode depresif ringan: 2 gejala utama + 2 gejala lain > 2 minggu • Episode depresif sedang: 2 gejala utama + 3 gejala lain, >2 minggu.
• Episode depresif berat: 3 gejala utama + 4 gejala lain > 2 minggu. Jika gejala amat berat & awitannya cepat, diagnosis boleh ditegakkan meski kurang dari 2 minggu. • Episode depresif berat dengan gejala psikotik: episode depresif berat + waham, halusinasi, atau stupor depresif. PPDGJ
Gangguan Afektif • Gangguan Afektif Bipolar: – episode berulang minimal 2 kali, – pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek & penambahan energi dan aktivitas, – pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energi & aktivitas. – Biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode. – Tipe: • • • •
Afektif bipolar, episode kini hipomanik Afektif bipolar episode kini manik tanpa/dengan gejala psikotik Afektif bipolar episode kini depresif ringan atau sedang Afektif bipolar episode kini depresif berat tanpa/dengan gejala psikotik • Afektif bipolar episode kini campuran
Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Gangguan Afektif • Pada gangguan afektif dengan ciri psikotik, waham bersifat mood-congruent (konsisten dengan depresi/manik) • Depresi: waham tentang dosa, kemiskinan, malapetaka, & pasien merasa bertanggung jawab. • Manik: waham tentang kekuasaan, uang, utusan Tuhan. Diagnosis
Gejala Psikotik
Gangguan Afektif
Skizofrenia
Ada
Durasi singkat
Skizoafektif
Ada, dengan atau tanpa gangguan afektif
Hanya ada bila gejala psikotik (+)
Gangguan afektif dengan ciri psikotik
Hanya ada selama gangguan afektif (+)
Ada, walau tanpa gejala psikotik
Gangguan Depresif Berulang • Memenuhi kriteria diagnostik depresi • Sekurang-kurangnya memiliki 2 episode masingmasing minimal selama 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa fangguan suasana mood yang bermakna • Tipe: – – – –
Episode kini Ringan Episode kini sedang Episode kini berat tanpa gejala psikotik Episode kini berat dengan gejala psikotik
PPDGJ
90. Skizofrenia Skizofrenia
Gangguan isi pikir, waham, halusinasi, minimal 1 bulan
Paranoid
merasa terancam/dikendalikan
Hebefrenik
15-25 tahun, afek tidak wajar, perilaku tidak dapat diramalkan, senyum sendiri
Katatonik
stupor, rigid, gaduh, fleksibilitas cerea
Skizotipal
perilaku/penampilan aneh, kepercayaan aneh, bersifat magik, pikiran obsesif berulang
Waham menetap
hanya waham
Psikotik akut
gejala psikotik <2 minggu.
Skizoafektif
gejala skizofrenia & afektif bersamaan
Residual
Gejala negatif menonjol, ada riwayat psikotik di masa lalu yang memenuhi skizofrenia
Simpleks
Gejala negatif yang khas skizofrenia (apatis, bicara jarang, afek tumpul/tidak wajar) tanpa didahului halusinasi/waham/gejala psikotik lain. Disertai perubahan perilaku pribadi yang bermakna (tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, penarikan diri).
Residual Type DSM-IV TR Criteria • A type of Schizophrenia in which the following criteria are met: – A. Absence of prominent delusions, hallucinations, disorganized speech, and grossly disorganized or catatonic behavior. – B. There is continuing evidence of the disturbance, as indicated by the presence of negative symptoms or two or more symptoms listed in Criterion A for Schizophrenia, present in an attenuated form (e.g., odd beliefs, unusual perceptual experiences). American Psych, A. (2000). Diagnostic and statistical manual of mental disorders, dsm-iv-tr.. (4th ed. ed.). Arlington VA: American Psychiatric Publishing, Inc.
Drugs-Induced Movement Disorder (Extrapyramidal syndrome)
http://en.wikipedia.org/wiki
Definitions Akathisia
Suatu sindrom yang dikarekteristikkan sebagai sensasi kegelisahan yang tidak menyenangkan, dan bermanifes menjadi tidak dapat berdiam diri(inability to sit still or remain motionless). Anxiety, Patients typically pace for hours
Dystonia
Kelainan nerulogis dimana terdapat kontraksi otot yang terus-menurus sehingga mengakibatkan gerakan repetitif dan twisting atau postur yang abnormal. Oculogyric crisisDeviasi keatas bola mata yang ekstrim disertai dengan konvergen, menyebabkan diplopia. Berkaitan dengan fleksi posterolateral dari leher dan dengan mulut terbuka atau rahang terkunci. Frequently a result of antiemetics such as the neuroleptics (e.g., prochlorperazine) or metoclopramide. And Chlorpromazine
Dyskinesia
Kelainan pergerakan yang terdiri dari hilangnya gerakan volunter dan munculnya gerakan involunter. Tremor ringan pada tangan, gerakan yang tidak dapat dikontrol pada ekstremitas atas atau bawah
Tardive dyskinesia
Muncul setelah terapi dengan antipsikotik seperti haloperidol (Haldol) or amoxapine (Asendin). Tremors and writhing movements of the body and limbs and abnormal movements in the face, mouth, and tongue, including involuntary lip smacking, repetitive pouting of the lips, and tongue protrusions.
http://www.uspharm acist.com/content/c/ 10205/?t=alzheimer% 27s_and_dementia,n eurology
91. Raptus
Raptus • Definisi: – Serangan eksplosif dan impulsif yang tiba-tiba tanpa adanya penyebab/pencetus yang bermakna,sehingga menimbulkan keadaan yang agitatif
• Dapat terjadi pada: – – – – –
Kepribadian psikopat (antisosial) Psikosis organik Gangguan neurotic Mania Gangguan skizofrenia • Terutama bila terdapat waham persekutorik
– Gangguan DepresiRaptus melancholia, yang mengarah pada bunuh diri atau menyakiti diri sendiri
92. Gangguan Disosiatif • Gejala utama adalah adanya kehilangan dari integrasi normal, antara: • ingatan masa lalu, • kesadaran identitas dan penginderaan segera, & • kontrol terhadap gerakan tubuh
• Terdapat bukti adanya penyebab psikologis, kejadian yang stressful atau hubungan interpersonal yang terganggu • Tidak ada bukti adanya gangguan fisik. PPDGJ
Gangguan Disosiatif Diagnosis
Karakteristik
Amnesia
Hilang daya ingat mengenai kejadian stressful atau traumatik yang baru terjadi (selektif)
Fugue
Melakukan perjalanan tertentu ke tempat di luar kebiasaan, tapi tidak mengingat perjalanan tersebut.
Stupor
Sangat berkurangnya atau hilangnya gerakan volunter & respons normal terhadap rangsangan luar (cahay, suara, raba)
Trans
Kehilangan sementara penghayatan akan identitias diri & kesadaran, berperilaku seakan-akan dikuasai kepribadian lain.
Motorik
Tidak mampu menggerakkan seluruh/sebagian anggota gerak.
Konvulsi
Sangat mirip kejang epileptik, tapi tidak dijumpai kehilangan kesadaran, mengompol, atau jatuh.
Anestesi & kehilangan sensorik
Anestesi pada kulit yang tidak sesuai dermatom. Penurunan tajam penglihatan atau tunnel vision (area lapang pandang sama, tidak tergantung jarak). PPDGJ
93. Farmakologi Psikofarmaka Obat
Efek Samping
Risperidone Afinitas risperidon terhadap reseptor serotonin lebih besar daripada terhadap reseptor dopamin, sehingga kemungkinan terjadinya gejala ekstrapiramidal lebih kecil. Dapat digunakan bila terdapat kontraindikasi terhadap penggunaan haloperidol atau bila timbul gejala ekstrapiramidal Efek samping: • weight gain, sleep problems, fatigue, hyper-salivation, constipation, stuffy nose, emotional accountability, anxiety, sedation, muscle stiffness, muscle pain and tremors. • Photosensitivity besides other skin conditions including rash, xerosis (dry skin), acne vulgaris, alopecia (hair loss), skin hyperpigmentation and seborrhoea. • The blocking action of serotonin and dopamine causes irritability, aggression, sleep and eating disorders. Neuroleptic malignant syndrome and tardive dyskinesia
Haloperidol Termasuk dalam derivat butyrophenone dan berfungsi sebagai inverse agonist of dopamine. Digunakan sebagai antipsikotik. Efek sampinggejala ekstrapiramidal (Distonia, Kekakuan otot,Akathisia,Parkinsonism), Hypotension, Somnolen,Efek Anticholinergic (Constipation,Dry mouth,Blurred vision)
Obat
Efek Samping
Triheksifenidil Obat golongan antimuskarinik atau antikolinergik, biasa digunakan untuk mengatasi gejala parkinsonism. Mekanisme aksi: Distonia terjadi karena adanya aktivitas berlebih pada neurotransmiter di basal ganglia, berkaitan dengan ketidakseimbangan antara dopaminergic dan cholinergic systems. Trihexyphenidyl berperan sebagai antagonis kompetitif pada reseptor muskarinik untuk menurunkan asetilkolin. THP juga menyebabkan relaksasi otot-otot polos
Psikofarmaka • Antipsikotik: – 1st gen: klorpromazin, haloperidol. – 2nd gen: klozapin, risperidone, olanzapine
• Depresi: – Selective serotonin reuptake inhibitor: Fluoxetine, sertraline, paroxetine. – Tricyclic: amitriptiline, doxepine, imipramine
• Manik: lithium, carbamazepine, asam valproat • Anxiolitik: benzodiazepine, buspirone,
Psikofarmaka • Key points for using antipsychotic therapy: 1. 2.
3. 4.
An oral atypical antipsychotic drug should be considered as first-line treatment. Choice of medication should be made on the basis of prior individual drug response, patient acceptance, individual sideeffect profile and cost-effectiveness, other medications being prescribed and patient co-morbidities. The lowest-effective dose should always be prescribed initially, with subsequent titration. The dosage of a typical or an atypical antipsychotic medication should be within the manufacturer’s recommended range.
Western Australian Psychotropic Drugs Committee. Antipsychotic Drug Guidelines Version 3 August 2006
Psikofarmaka • Key points for using antipsychotic therapy: 5. 6. 7. 8. 9.
Treatment trial should be at least 4-8 weeks before changing antipsychotic medication. Antipsychotic medications, atypical or conventional, should not be prescribed concurrently, except for short periods to cover changeover. Treatment should be continued for at least 12 months, then if the disease has remitted fully, may be ceased gradually over at least 1-2 months. Prophylactic use of anticholinergic agents should be determined on an individual basis and re-assessment made at 3-monthly intervals. A trial of clozapine should be offered to patients with schizophrenia who are unresponsive to at least two adequate trials of antipsychotic medications.
Western Australian Psychotropic Drugs Committee. Antipsychotic Drug Guidelines Version 3 August 2006
Psikofarmaka Efficacy 1. Positive Symptoms: With the exception of clozapine, no differences have been clearly shown in the efficacy of typical and atypical agents in the treatment of positive symptoms (eg, hallucinations, delusions, disorganization). Clozapine is more effective than typical agents. 2. Negative Symptoms: Atypical agents may be more effective in the treatment of negative symptoms (eg, affective flattening, anhedonia, avolition) associated with psychotic disorders.
Psychotropic drug handbook. 2007.
Psikofarmaka • Rusdi Maslim: – CPZ & thioridazine yang sedatif kuat terutama digunakan untuk sindrom psikosis dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif, sulit tidur. – Trifluoperazine, flufenazin, & haloperidol yg sedatif lemah digunakan untuk sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri, afek tumpul, hipoaktif, waham, halusinasi.
94. Tardive Dyskinesia • Tardus means “slow,” and dyskinesia means “faulty movement”; thus, tardive dyskinesia is a latedeveloping movement disorder • a movement disorder that can occur after prolonged treatment with antipsychotic medication; characterized by involuntary movements of the face and neck • Opposite of Parkinson's disease. – Parkinson's disease difficulty moving – Tardive dyskinesia unable to stop moving.
Pathophysiology • The accepted explanation : – Supersensitivity phenomenon
• Presumably, when D2 receptors in the caudate nucleus and putamen are chronically blocked by an antipsychotic drug, they become supersensitive, which in some cases overcompensates for the effects of the drug, causing the neurological symptoms to occur.
Gejala Klinis Tardive Dyskinesia • Gangguan gerakan involunter dan koreoatetoid yang timbul lambat. • Paling sering mengenai daerah orofasial, jari-jari dan ibu jari kaki • Gangguan yang serius ditemukan pada kepala, leher dan panggul. • Gangguan yang lebih serius dapat menyebabkan terjadinya iregularitas bernafas dan menelan, menyebabkan aerofagia, bersendawa dan ngorok.
Tatalaksana • Yang terpenting adalah Pencegahan – Setiap pasien yang menerima antipsikotik harus dievaluasi dan dimonitor terhadap munculnya gejala tardive dyskinesia – Tidak direkomendasikan meningkatkan dosis • Pengobatan belum memuaskan. – Terdapat berbagai panduan – Tatalaksana meliputi mengganti antipsikotik dgn antipsikotik atipikalClozapine, Risperidone, Remoxipride – Pada beberapa penelitian, tidak disarankan untuk menghentikan obat antipsikotikdikaitkan dengan gejala yang makin berat
• Terapi antikolinergik harus dihentikandapat memperparah gejala tardive diskinesia • Trihexyphenidyl tidak dapat digunakan pada tardive diskinesia karena dapat memperberat gejala – Dapat digunakan pada tardive distonia
• Belum ada obat yang terbukti efektif untuk tardive diskinesia • Obat yang dapat diberikan: – Catecholamine depleters tetrabenazine – GABAergic drugs diazepam, sodium valproate and clonazepam – anti-adrenergic drugs propranolol and clonidine – Vitamin E and levatiracetamMasih dalam penelitian THE ROYAL AUSTRALIAN AND NEW ZEALAND COLLEGE OF PSYCHIATRISTS Clinical Memorandum #10 TARDIVE DYSKINESIA.2 007
http://www.uspharm acist.com/content/c/ 10205/?t=alzheimer% 27s_and_dementia,n eurology
95. Gangguan Makan Diagnosis Bulimia nervosa
Karakteristik Kriteria diagnosis harus memenuhi ketiga hal ini: 1. Preokupasi menetap untuk makan 2. Pasien melawan efek kegemukan (merangsang muntah, pencahar, puasa, obat-obatan penekan nafsu makan) 3. Rasa takut yang berlebihan akan kegemukan & mengatur beratnya di bawah berat badan yang sehat.
Anoreksia nervosa Kriteria diagnosis harus memenuhi semua hal ini: 1. Berat badan dipertahankan < 15% di bawah normal 2. Ada usaha mengurangi berat (muntah, pencahar, olahraga, obat penekan nafsu makan) 3. Terdapat distorsi body image 4. Adanya gangguan endokrin yang meluas (amenorea, peningkatan GH, kortisol. 5. Jika terjadi pada masa prepubertas, maka pubertas dapat tertunda.
PPDGJ
http://www.wfsbp.org/fileadmin/user_upload/Treatment_Guidelines/Aigner_WF SBP_guidelines_eating_disorder_World_J_Biol_Psychia_11.pdf. 2011
Terapi Farmakologi Anoreksia Nervosa • Tidak ada terapi farmakologi yang terbukti efektif untuk anoreksia nervosa • Terapi farmakologi tidak dapat dijadikan satusatunya terapi – Merupakan terapi tambahan bila terdapat komorbid lain seperti depresi dan ansietas
http://www.wfsbp.org/fileadmin/user_upload/Treatment_Guidelines/Aigner_WF SBP_guidelines_eating_disorder_World_J_Biol_Psychia_11.pdf. 2011
Treatment with Antidepressants • The rationale : – the hypothetical dysfunction in the serotonergic and noradrenergic system in the pathophysiology of anorexia nervosa – the comorbidity and psychopathological overlap with anxiety disorders, obsessive compulsive disorders and depression with anorexia nervosa
• Dari berbagai penelitian dan RCT, didapatkan bahwa tidak ada antidepresan yang membantu dalam meningkatkan berat badan pada anoreksia nervosa • Antidepresan dapat mengurangi gejala depresi dan OCD – Antidepresan dapat digunakan untuk anoreksia nervosa yang memiliki komorbid depresi dan OCD
• Antidepresan yang dapat digunakan adalah antidepresan trisiklik (amitriptilin,clomipramin), SSRI (fluoxetin, sertralin,citalopram)
http://www.wfsbp.org/fileadmin/user_upload/Treatment_Guidelines/Aigner_WF SBP_guidelines_eating_disorder_World_J_Biol_Psychia_11.pdf. 2011
Treatment with Antipsikotik Typical Antipsychotics • HALOPERIDOL – Cassano et al. (2003) trial with haloperidol in 13 outpatients with treatment-resistant anorexia nervosa (restricting type) over 6 months • suggest that haloperidol might be effective as adjunct treatment for patients with severe AN-R
Atypical Antipsychotics • OLANZAPINE – There are some open or retrospective studies with olanzapine, with promising weight gain or psychopathological improvement in patients with anorexia nervosa. (Jensen and Mejlhede, 2000; Boachie et al., 2003; Barbarich et al., 2004)
• RISPERIDONE – Some case studies (Fishman et al., 1996; Newman-Toker, 2000) suggest that risperidone might be useful – To evaluate the effectiveness of risperidone a larger number of clinical trails with a randomized study design is necessary
Treatment with Zinc • Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa pasien remaja dengan anoreksia nervosa mengalami defisiensi zinc • Pemberian zinc akan memperbaiki peningkatan berat badan, gejala depresi dan ansietas.
http://www.wfsbp.org/fileadmin/user_upload/Treatment_G uidelines/Aigner_WFSBP_guidelines_eating_disorder_World _J_Biol_Psychia_11.pdf. 2011
Bulimia Nervosa • SSRIs (specifically fluoxetine) – the drugs of first choice for the treatment of bulimia nervosa in terms of acceptability, tolerability and reduction of symptoms
• Dosis Lebih tinggi daripada untuk depresi (60 mg daily) • Tidak ada obat-obatan lain, selain antidepresan yang direkomendasikan untuk terapi bulimia nervosa • Fluoxetine merupakan satu-satunya terapi farmakologi yang di setujui oleh FDA untuk gangguan makan http://www.nice.org.uk/guidance/cg9/resources/guidanceeating-disorders-pdf. January 2004
96. Gangguan Memori
Merupakan istilah untuk skizofrenia. Pertama kali diperkenalkan oleh Emil Kraeplin. Oleh Eugne Bleuler, istilah dementia precox diganti dengan skizofrenia
97. Gangguan Somatoform • Dalam DSM IV, gangguan somatoform meliputi: – – – – –
Gangguan somatisasi Gangguan konversi Hipokondriasis Gangguan dismorfik tubuh Gangguan nyeri somatoform
• Gangguan Dismorfik Tubuh – ditandai oleh preokupasi adanya cacat pada tubuhnya hingga menyebabkan penderitaan atau hendaya yang bermakna secara klinis. – Jika memang ada kelainan fisik yang kecil, perhatian pasien pada kelainan tersebut akan dilebih-lebihkan. Sadock BJ, Sadock VA. Somatoform disorders. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry. 10th ed. Philadelphia: Lipincott William & Wilkins; 2007. p.634-51.
Gangguan Somatoform Diagnosis
Karakteristik
Gangguan somatisasi
Banyak keluhan fisik (4 tempat nyeri, 2 GI tract, 1 seksual, 1 pseudoneurologis).
Hipokondriasis
Keyakinan ada penyakit fisik.
Disfungsi otonomik somatoform
Bangkitan otonomik: palpitasi, berkeringat, tremor, flushing.
Nyeri somatoform
Nyeri menetap yang tidak terjelaskan.
Gangguan Dismorfik Tubuh
Preokupasi adanya cacat pada tubuhnya Jika memang ada kelainan fisik yang kecil, perhatian pasien pada kelainan tersebut akan dilebih-lebihkan PPDGJ
Gangguan Hipokondrik Untuk diagnosis pasti, kedua hal ini harus ada: • Keyakinan yang menetap adanya sekurangkurangnya 1 penyakit fisik yang serius, meskipun pemeriksaan yang berulang tidak menunjang • Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit/abnormalitas fisik
98. Psychomotor Disturbance Diagnosis
Karakteristik
Coprolalia
Involuntary use of vulgar or obscene language. Observed in some cases of schizophrenia and in Tourette's syndrome.
Echolalia
Psychopathological repeating of words or phrases of one person by another; tends to be repetitive and persistent. Seen in certain kinds of schizophrenia, particularly the catatonic types.
Echopraxia
Imitation of another person behavior. Seen sometimes in schizophrenia & Tourette syndrome.
Echomimia
Automatic repetition by a patient of words or movements of others. Also called echopathy, comprise of echolalia & echopraxia.
Palilalia
Increasingly rapid repetition of the same word or phrase, usually at the end of sentence.
Cataplexy
sudden and transient episode of muscle weakness accompanied by full conscious awareness, typically triggered by emotions such as laughing, crying, terror, etc. Cardinal symptoms of narcolepsy
Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.
99. Pathophysiology OCD
Neurobiologic Serotonin • inhibitory neurotransmitter emotion and mood • Functions • regulation of mood • appetite, sleep • muscle contraction • some cognitive functions memory and learning
Neurotransmitter utama dalam tubuh dan fungsinya
Dopamine • inhibitory neurotransmitter that blocks the functioning of neurons • functions • important roles in behavior and cognition • Motivation • punishment and reward • sexual gratification, sleep • mood, attention • working memory, and learning
Neurotransmitter yang berperan dalam OCD: • Serotoninaktivitas berkurang (Neurotransmitter utama yang berperan dalam OCD) • Dopaminaktivitas meningkat • Glutamatdipikirkan ikut berperan dalam proses OCD, terjadi peningkatan kadar glutamat pada pasien OCD http://www.cnsforum.com/educationalresources/imagebank/brain_struc_anxiety/neuro_biol_ocd_2
• Terapi OCD: – Terapi dengan SSRI menunjukkan perbaikan dari gejala OCD – Diperkirakan neurotransitter yang berperan utama dalam OCD adalah serotonin
ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
100. Clostridium sp. • Batang, gram positif, memiliki endospora, anaerob • Organisme yang bersifat patogen: – Clostridium tetani – Clostridium difficile – Clostridium perfringens – Clostridium botulinum
Clostridium Tetani • Ditemukan pada tanah, dan saluran pencernaan binatang • Memiliki neurotoksin poten (tetanus toxin, tetanospasmin) • Patogenesis – Kuman masuk ke luka spora menjadi sel vegetatif memproduksi toksin bermigrasi sepanjang saraf ke SSP kejang & spasme otot • Terapi – Antibiotik dan ATS
Clostridium Botulinum • • •
•
•
Ditemukan di tanah, saluran pencernaan binatang Relatif resisten terhadap panas, bertahan pada makanan kaleng Patogenesis – Toksin tertelan diserap di duodenum & jejenum masuk pemb. Darah mencapai sinaps neuromuskular memblok pelepasan asetilkolin – 3 bentuk: botulisme makanan, luka, dan botulisme bayi Gejala – Menyerupai infeksi bacillus cereus atau staphylococcal – Gejala mulai 18-36 jam post menelan toksin – Rasa lemah, pusing, mulut kering, mual, muntah, gejala neurologis (sulit berbicara, paralisis otot pernapasan) Terapi – Antitoksin, gastric lavage
Clostridium Difficile • Hidup di kolon • Antibiotic-associated diarrhea (AAD), colitis, pseudomembranous colitis • Patogenesis – Penggunaan antibiotik jangka panjang flora normal di kolon mati pertumbuhan c. difficile • Gejala – Diare ringan sampai enterokolitis. – Pada kolitis tanpa pseudomembran pasien menderita lemah, nyeri abdominal, mual, diare, demam tinggi dan leukositosis bermakna. • Terapi – Metronidazole, vancomycin
Clostridium Perfringens • Eksotoksin: gas gangrene pada luka operasi – Demam tinggi, pus coklat, gelebung gas bawah kulit, perubahan warna kulit, bau busuk
• Endotoksin: keracunan makanan (t.u makanan kaleng endospora) – Kram perut, diare
• Terapi: antibiotik
101. Media Pertumbuhan Selektif • • • •
Eosin methylene blue (EMB): selektif untuk spesies coli YM (yeast and mold): pH rendah untuk media jamur MacConkey agar: Untuk bakteri gram (-) Mannitol salt agar (MSA): Selektif untuk bakteri gram (+) • Xylose lysine desoxyscholate (XLD): Selektif untuk bakteri gram (-) • Buffered charcoal yeast extract agar: untuk Legionella pneumophila • Baird–Parker agar: Untuk stafilokokus
Media Pertumbuhan Diferensial • Untuk membedakan subspesies • Blood agar: mengandung darah sapi yang akan menjadi transparan bila terdapat streptokokus hemolitikus • Eosin methylene blue (EMB): Untuk membedakan bakteri yang memfermentasi laktosa • MacConkey (MCK): Sama seperti EMB • Mannitol salt agar (MSA): Untuk membedakan bakteri yang memfermentasi manitol
Agar Lowenstein-Jensen • Sebagai media pertumbuhan bakteri mycobacterium, terutama mycobacterium tuberculosis • Tampak seperti koloni coklat bergranular
Proteus mirabilis dan ISK • Bakteri batang gram negatif, berflagella (bergerak aktif) • Infeksi saluran kemih dan mengeluarkan zat yang dapat memfasilitasi pembentukan batu di saluran kemih • Patogenesis: – Produksi enzim urease hidrolisis urea menjadi amonia urin >> basa memicu pembentukan kristal sitruvit & kalsium karbonat – Endotoksin induksi respon inflamasi hemolisin
• Gejala: sistitis, urgensi, hematuria
Swarming Phenomenon • Swarming adalah terbentuknya zona konsentrik pada pertumbuhan bakteri yang menutupi permukaan media pertumbuhan agar darah • Ditemukan pada P. mirabilis dan P. vulgaris • Bakteri tsb memiliki flagela dan bersifat sangat motil sehingga menimbulkan pola pertumbuhan yang khas dan aroma ikan asin
102. Infeksi Parasit Cacing • Gejala: – Cacing tambang: mual, muntah, diare, dan nyeri ulu hati; pusing, nyeri kepala; lemas dan lelah; anemia; dan gatal di daerah masuknya cacing. – Cacing gelang: rasa tidak enak pada perut (gangguan lambung); kejang perut, diselingi diare; kehilangan berat badan; dan demam. – Cacing cambuk: nyeri ulu hati, kehilangan nafsu makan, diare, anemia – Cacing pita: – Cacing kremi: gatal di sekitar dubur (terutama pada malam hari pada saat cacing betina meletakkan telurnya), gelisah dan sukar tidur • Terapi • Komplikasi
Oksiuriasis (Cacing Kremi) • Gejala – Gatal di sekitar dubur (terutama pada malam hari pada saat cacing betina meletakkan telurnya), gelisah dan sukar tidur.
• Terapi
Askariasis (Cacing Gelang) • Gejala – Rasa tidak enak pada perut (gangguan lambung); kejang perut, diselingi diare; kehilangan berat badan; dan demam.
Nekatoriasis (Cacing Tambang)
• Gejala: – Mual, muntah, diare & nyeri ulu hati; pusing, nyeri kepala; lemas dan lelah; anemia
Trikuriasis (Cacing Cambuk) • Gejala: – nyeri ulu hati, kehilangan nafsu makan, diare, anemia
Taeniasis (Cacing Pita)
•
Gejala: –
mual, konstipasi, diare; sakit perut; lemah; kehilangan nafsu makan; sakit kepala; berat badan turun
Albendazole • Terapi cacing gelang, cacing cambuk, cacing kremi, cacing tambang. • Cara kerja : membunuh cacing, menghancurkan telur dan larva cacing dengan jalan menghambat pengambilan glukosa oleh cacing sehingga produksi ATP (adenosine tri phosphate) sebagai sumber energi untuk mempertahankan hidup cacing berkurang kematian cacing. • Kontra Indikasi: – Ibu hamil (teratogenik), menyusui – Gangguan fungsi hati & ginjal, anak < 2 tahun • Dosis sediaan : 400 mg per tablet. – Dewasa dan anak diatas 2 tahun : 400 mg sehari sebagai dosis tunggal. – Tablet dapat dikunyah, ditelan atau digerus lalu dicampur dengan makanan. • Efek samping : perasaan kurang nyaman pada saluran cerna dan sakit kepala, mulut terasa kering
Pirantel Pamoat • Indikasi: cacing tambang, cacing gelang, dan cacing kremi • Cara kerja: Melumpuhkan cacing mudah keluar bersama tinja • Dapat diminum dalam keadaan perut kosong, atau diminum bersama makanan, susu, atau jus • Dosis tunggal, sekali minum 10 mg/kg BB, tidak boleh melebihi 1 gram – Jika berat badan 50 kg, dosisnya menjadi 500 mg. – Bentuk sediaannya adalah 125 mg per tablet, 250 mg per tablet, dan 250 mg per ml sirup
3.
104. Herpes zoster Herpes Zoster •
• • •
Penemuan utama dari PF: kemerahan yang terdistribusi unilateral sesuai dermatom Rash dapat berupa eritematosa, makulopapular, vesikular, pustular, atau krusta tergantung tahapan penyakit Terapi nyeri: Gabapentine oral/NSAID topikal/Lidocaine topikal Anti-Viral (diberikan < 72 jam setelah onset, atau pada manula/imunokompromais) – –
•
Acyclovir (5x800mg) Valgancyclovir, Famcyclovir
Komplikasi –
Neuralgia pasca herpes, herpes zoster oftalmika, sindrom Ramsay-Hunt
Lesi Kulit pada Herpes Zoster
105. Filariasis • Penyakit yang disebabkan cacing Filariidae, dibagi menjadi 3 berdasarkan habitat cacing dewasa di hospes: – Kutaneus: Loa loa, Onchocerca volvulus, Mansonella streptocerca – Limfatik: Wuchereria bancroftii, Brugia malayi, Brugia timori – Kavitas tubuh: Mansonella perstans, Mansonella ozzardi
• Fase gejala filariasis limfatik: – Mikrofilaremia asimtomatik – Adenolimfangitis akut: limfadenopati yang nyeri, limfangitis retrograde, demam, tropical pulmonary eosinophilia (batuk, mengi, anoreksia, malaise, sesak) – Limfedema ireversibel kronik
• Grading limfedema (WHO, 1992): – Grade 1 - Pitting edema reversible with limb elevation – Grade 2 - Nonpitting edema irreversible with limb elevation – Grade 3 - Severe swelling with sclerosis and skin changes Wayangankar S. Filariasis. http://emedicine.medscape.com/article/217776-overview WHO. World Health Organization global programme to eliminate lymphatic filariasis. WHO Press; 2010.
Pemeriksaan & tatalaksana filariasis limfatik • Pemeriksaan penunjang: – – – –
Deteksi mikrofilaria di darah Deteksi mikrofilaria di kiluria dan cairan hidrokel Antibodi filaria, eosinofilia Biopsi KGB
• Pengobatan: – – – –
Tirah baring, elevasi tungkai, kompres Antihelmintik (ivermectin, DEC, albendazole) Suportif Pengobatan massal dengan albendazole+ivermectin (untuk endemik Onchocerca volvulus) atau albendazole+DEC (untuk nonendemik Onchocerca volvulus) guna mencegah transmisi – Bedah (untuk kasus hidrokel/elefantiasis skrotal) – Diet rendah lemak dalam kasus kiluria
Panjang:lebar kepala sama Wuchereria bancroftii Inti teratur Tidak terdapat inti di ekor
Brugia malayi
Brugia timori
Perbandingan panjang:lebar kepala 2:1 Inti tidak teratur Inti di ekor 2-5 buah
Perbandingan panjang:lebar kepala 3:1 Inti tidak teratur Inti di ekor 5-8 buah
106. Psoriasis vulgaris • Bercak eritema berbatas tegas dengan skuama kasar berlapis-lapis dan transparan • Predileksi: skalp, perbatasan skalp-muka, ekstremitas ekstensor (siku & lutut), lumbosakral • Khas: fenomena tetesan lilin, Auspitz sign, Kobner sign • Patofisiologi: – Genetik: berkaitan dengan HLA – Imunologik: diekspresikan oleh limfosit T, sel penyaji antigen dermal, dan keratinosit – Pencetus: stress, infeksi fokal, trauma, endokrin, gangguan metabolisme, obat, alkohol, dan merokok
• Tata laksana: – Topikal: preparat ter, kortikosteroid, ditranol, tazaroen, emolien, dll – Sistemik: KS, sitostatik (metotreksat), levodopa, etretinat, dll – PUVA (UVA + psoralen) Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Tanda
Penjelasan
Fenomena tetesan lilin
Skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan, seperti lilin yang digores, akibat berubahnya indeks bias.
Fenomena Auspitz
Tampak serum atau darah berbintik-bintik akibat papilomatosis dengan cara pengerokan skuama yang berlapis-lapis hingga habis.
Fenomena Kobner
Kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis yang timbul akibat trauma pada kulit sehat penderita psoriasis, kira-kira muncul setelah 3 minggu.
107. Ulkus Pada IMS Ulkus Durum • Treponema pallidum (spiral) • Dasar bersih • Tidak nyeri (indolen) • Sekitar ulkus keras (indurasi) • Soliter
Ulkus Mole (Chancroid) • Haemophilus ducreyi (kokobasil, gram negatif) • Dasar kotor, mudah berdarah • Nyeri tekan • Lunak • Multipel • Tepi ulkus menggaung
8.
109. Herpes genitalis • Infeksi akut yang disebabkan oleh HSV yang ditandai dengan adalnya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa di daerah dekat mukokutan • Predileksi HSV tipe I di daerah pinggang ke atas, predileksi HSV tipe II di daerah pinggang ke bawah terutama genital • Gejala klinis: – Infeksi primer: vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab da eritematosa, berisi cairan jernih yang kemudian seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadang mengalami ulserasi dangkal, tidak terdapat indurasi, sering disertai gejala sistemik – Fase laten: tidak ditemukan gejala klinis, HSV dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif di ganglion dorsalis – Infeksi rekuren: gejala lebih ringan dari infeksi primer, akibat HSV yang sebelumnya tidak aktif mencpai kulit dan menimbulkan gejala klinis
•
Pemeriksaan: ditemukan pada sel dan dibiak, antibodi, percobaan Tzanck (ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear) • Pengobatan: idoksuridin topikal (pada lesi dini), asiklovir • Komplikasi: meningkatkan morbiditas/mortalitas pada janin dengan ibu herpes genitalis Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
110. DKI vs DKA
• Pemeriksaan Penunjang: Patch Test • Terapi: – Topikal: • Akut & eksudatif: kompres NaCl 0.9% • Kronik & kering: krim hidrokortison 1%
– Sistemik: Kortikosteroid • Prednison 5-10 mg/ dosis, 2-3x/hari • Deksametason 0.5-1 mg, 2-3x/hari
111. Tinea • Tinea kapitis: grey patch ringworm, kerrion, black dot ringworm • Tinea korporis: polimorfis, polisiklik, central healing • Tinea kruris: tepi aktif, polisiklis, skuama, vesikel • Tinea unguium: subngual distalis, leukonikia trikofita, subngual proksimal • Tinea pedis: intertriginosa, vesiculer akut, moccasin foot
Pemeriksaan KOH pada Tinea KOH stain The presence of spores and branching hyphae
Gambaran Tinea • gambaran hifa sebagai dua garis sejajar terbagi oleh sekat dan bercabang maupun spora berderet (artrospora) pada Tinea (Dermatofitosis) • Terapi
Terapi • Pengobatan topikal – Kombinasi asam salisilat (3-6%) dan asam benzoat (6-12%) dalam bentuk salep ( Salep Whitfield). – Kombinasi asam salisilat dan sulfur presipitatum dalam bentuk salep (salep 2-4, salep 3-10) – Derivat azol : mikonazol 2%, klotrimasol 1%, ketokonazol 1% dll. • Pengobatan sistemik – Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak 10-25 mg/kgBB sehari. – Lama pemberian griseofulvin pada tinea korporis adalah 3-4 minggu, diberikan bila lesi luas atau bila dengan pengobatan topikal tidak ada perbaikan. – Ketokonazol 200 mg per hari selama 10 hari – 2 minggu pada pagi hari setelah makan
112. Fixed Drug Eruption • Merupakan reaksi alergi tipe 2 (sitotoksik) • Tanda patognomonis – Lesi khas: • • • • •
Vesikel, bercak Eritema Lesi target berbentuk bulat lonjong atau numular Kadang-kadang disertai erosi Bercak hiperpigmentasi dengan kemerahan di tepinya, terutama pada lesi berulang
– Tempat predileksi: Sekitar mulut, daerah bibir, daerah penis atau vulva
Diagnosis Banding • Pemfigoid bulosa • Selulitis • Herpes simpleks
• Komplikasi : Infeksi sekunder
Terapi • Kortikosteroid sistemik: prednison tab 30 mg/hari dibagi dalam 3x/ hari • Antihistamin sistemik untuk mengurangi rasa gatal: hidroksisin tab 10 mg/hari, 2x/hari selama 7 hari atau loratadin tab 1x10 mg/hari selama 7 hari • Pengobatan topikal – Erosi atau madidans dapat dilakukan kompres NaCl 0,9% atau Larutan Permanganas kalikus 1/10.000 dengan 3 lapis kasa selama 10-15 menit. Kompres dilakukan 3 kali sehari sampai lesi kering. – Terapi dilanjutkan dengan pemakaian topikal kortikosteroid potensi ringan-sedang, misalnya hidrokortison krim 2.5% atau mometason furoat krim 0.1%
113. Pioderma • Folikulitis: peradangan folikel rambut yang ditandai dengan papul eritema perifolikuler dan rasa gatal atau perih. • Furunkel: peradangan folikel rambut dan jaringan sekitarnya berupa papul, vesikel atau pustul perifolikuler dengan eritema di sekitarnya dan disertai rasa nyeri. • Furunkulosis: beberapa furunkel yang tersebar. • Karbunkel: kumpulan dari beberapa furunkel, ditandai dengan beberapa furunkel yang berkonfluensi membentuk nodus bersupurasi di beberapa puncak. • Impetigo krustosa: peradangan yang memberikan gambaran vesikel yang dengan cepat berubah menjadi pustul dan pecah sehingga menjadi krusta kering kekuningan seperti madu. Predileksi spesifik lesi terdapat di sekitar lubang hidung, mulut, telinga atau anus. • Impetigo bulosa: peradangan yang memberikan gambaran vesikobulosa dengan lesi bula hipopion (bula berisi pus). • Ektima: peradangan yang menimbulkan kehilangan jaringan dermis bagian atas (ulkus dangkal).
Pioderma • Pemeriksaan Penunjang – Pemeriksaan dari apusan cairan sekret dari dasar lesi dengan pewarnaan Gram – Pemeriksaan darah rutin kadang kadang ditemukan lekositosis.
• Komplikasi • Erisipelas, selulitis, ulkus, limfangitis, bakteremia
• Terapi: antibiotika oral
114
115
ILMU KESEHATAN ANAK
116. TETRALOGY OF FALLOT
Penyakit jantung kongenital • Asianotik: L-R shunt – ASD: fixed splitting S2, murmur ejeksi sistolik – VSD: murmur pansistolik – PDA: continuous murmur
• Sianotik: R-L shunt – TOF: AS, VSD, overriding aorta, RVH. Boot like heart pada radiografi, cyanotic spell/ tet’s spell (serangan sianosis yg dikompensasi dengan berjongkok lutut ditekuk) – TGA http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002103/
Tekanan di dalam Jantung
Congenital Heart Disease Congenital HD
Acyanotic
With ↑ volume load: - ASD - VSD - PDA - Valve regurgitation
Cyanotic
With ↑ pressure load:
With ↓ pulmonary blood flow:
With ↑ pulmonary blood flow:
- Valve stenosis
- ToF
- Coarctation of aorta
- Atresia pulmonal
- Transposition of the great vessels
- Atresia tricuspid
1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed. 2. Pathophysiology of heart disease. 5t ed.
- Truncus arteriosus
Park MK. Pediatric cardiology for practitioners. Mosby; 2008.
Cyanotic Congenital HD Cyanotic lesions with ↓ pulmonary blood flow must include both: an obstruction to pulmonary blood flow & a shunt from R to L Common lesions: Tricuspid atresia, ToF, single ventricle with pulmonary stenosis The degree of cyanosis depends on: the degree of obstruction to pulmonary blood flow If the obstruction is mild: Cyanosis may be absent at rest These patient may have hypercyanotic spells during condition of stress If the obstruction is severe: Pulmonary blood flow may be dependent on patency of the ductus arteriosus. When the ductus closes hypoxemia & shock
Cyanotic Congenital HD Cyanotic lesions with ↑ pulmonary blood flow is not associated with obstruction to pulmonary blood flow
Cyanosis is caused by: Abnormal ventricular-arterial connections: - TGA
Total mixing of systemic venous & pulmonary venous within the heart: - Common atrium or ventricle - Total anomolous pulmonary venous return - Truncus arteriosus
1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.
Tetralogi Fallot
Tet Spell/ Hypercyanotic Spell • serangan biru yang terjadi secara mendadak • Anak tampak lebih biru, pernapasan cepat, gelisah, kesadaran menurun, kadang-kadang disertai kejang. • Serangan berlangsung 15-30 menit, biasanya teratasi secara spontan, tetapi serangan yang hebat dapat berakhir dengan koma, bahkan kematian • Biasanya muncul usia 6-12 bulan, tapi bisa muncul usia 2-4 bulan • ToF yang tipikal biasanya memiliki tekanan pada ventrikel kiri dan kanan yang sama besar, sehinggan tingkat sianosis dan terjadinya tet spell ditentukan dari systemic vascular resistance dan derajat keparahan komponen stenosis pulmonal. PPM IDAI Jilid I
Pelepasan katekolamine
takikardia
increased myocardial contractility + infundibular stenosis.
VICIOUS CYCLE
menangis, BAB, demam, aktivitas yg meningkat
aliran balik vena sistemik meningkat shg resistensi vaskular pulmonal meningkat (afterload pulmonal meningkat) + resistensi vaskular sistemik rendah
KEMATIAN Right-to-left shunt meningkat
aliran darah ke paru berkurang secara tiba-tiba
TET SPELL HYPERCYANOTIC SPELL
sianosis progresif penurunan PO2 dan peningkatan PCO2 arteri penurunan pH darah
Stimulasi pusat pernapasan di reseptor karotis + nucleus batang otak
hiperpnoea
Tatalaksana Tet Spell • Knee chest position/ squatting – Diharapkan aliran darah paru bertambah karena peningkatan resistensi vaskular sistemik dan afterload aorta akibat penekukan arteri femoralis
• Morfin sulfat 0,1-0,2 mg/kgBB SC, IM, atau IV untuk menekan pusat pernapasan dan mengatasi takipnea • Natrium bikarbonat 1 mEq/kgBB IV untuk mengatasi asidosis. Dosis yang sama dapat diulang dalam 10-15 menit. PPM IDAI Jilid I
117. THALASSEMIA
THALASSEMIA • Penyakit genetik dgn supresi produksi hemoglobin karena defek pada sintesis rantai globin • Diturunkan secara autosomal resesif • Secara fenotip: mayor (transfusion dependent), intermedia (gejala klinis ringan, jarang butuh transfusi), minor/trait (asimtomatik) • Secara genotip: – Thalassemia beta
• Tergantung tipe mutasi, bervariasi antara ringan (++, +) ke berat (0)
– Thalassemia alfa • • • •
-thal 2 /silent carrier state: delesi 1 gen -thal 1 / -thal carrier: delesi 2 gen: anemia ringan Penyakit HbH: delesi 3 gen: anemia hemolitik sedang, splenomegali Hydrops foetalis / Hb Barts: delesi 4 gen, mati dalam kandungan
Wahidiyat PA. Thalassemia and hemoglobinopathy.
PATHOPHYSIOLOGY OF THALASSEMIA
ANAMNESIS + TEMUAN KLINIS • • • • • • • • • • •
Pucat kronik Hepatosplenomegali Ikterik Perubahan penulangan Perubahan bentuk wajah facies cooley Hiperpigmentasi kulit akibat penimbunan besi Riwayat keluarga + Riwayat transfusi Ruang traube terisi Osteoporosis “Hair on end” pd foto kepala
Diagnosis thalassemia (cont’d) • Pemeriksaan darah
– CBC: Hb , MCV , MCH , MCHC , Rt , RDW – Apusan darah: mikrositik, hipokrom, anisositosis, poikilositosis, sel target, fragmented cell, normoblas +, nucleated RBC, howell-Jelly body, basophilic stippling – Hiperbilirubinemia – Tes Fungsi hati abnormal (late findings krn overload Fe) – Tes fungsi tiroid abnormal (late findings krn overload Fe) – Hiperglikemia (late findings krn overload Fe)
• Analisis Hb
– HbF , HbA2 n/, Tidak ditemukan HbA, Hb abnormal (HbE, HbO, dll), Jenis Hb kualitatif
peripheral blood smear of patient with homozygous beta thalassemia with target cells, hypochromia, Howell-Jolly bodies, thrombocytosis, and nucleated RBCs.Image from Stanley Schrier@ 2001 in ASH Image Bank 2001; doi:10.1182/ashimagebank-2001100208)
Hepatosplenomegali & Ikterik
Pucat
Hair on End
Hair on End & Facies Skully
Excessive iron in a bone marrow preparation
Pewarisan Genetik Thalassemia-α Penurunan genetik thalassemia beta jika kedua orang tua merupakan thalassemia trait
NB: need four genes (two from each parent) to make enough alpha globin protein chains.
http://imagebank.hematology.org/AssetDetail.aspx?AssetID=9909&AssetType=Asset
Thalassemia-β Penurunan genetik thalassemia beta jika kedua orang tua merupakan thalassemia trait http://elcaminogmi.dnadirect.com/grc /patient-site/alpha-thalassemiacarrier-screening/genetics-of-alphathalassemia.html?6AC396EC1151986D 584C6C02B56BBCC0
NB: need two genes (one from each parent) to make enough beta globin protein chains.
Tata laksana thalassemia • Transfusi darah rutin target Hb 12 g/dl • Medikamentosa – Asam folat (penting dalam pembentukan sel) – Kelasi besi menurunkan kadar Fe bebas dan me<<< deposit hemosiderin). Dilakukan Jika Ferritin level > 1000 ng/ul, atau 1020xtransfusi, atau menerima 5 L darah. – Vitamin E (antioksidan karena banyak pemecahan eritrosit stress oksidatif >>) – Vitamin C (dosis rendah, pada terapi denga n deferoxamin)
• Nutrisi: kurangi asupan besi • Support psikososial
•
Splenektomi kriteria: • Splenomegali masif • Kebutuhan transfusi PRC > 200220 ml/kg/tahun • usia: > thn • Be careful with trombocytosis and infection • Immunizations are important
• Transplantasi (sumsum tulang, darah umbilikal) • Fetal hemoglobin inducer (meningkatkan Hgb F yg membawa O2 lebih baik dari Hgb A2) • Terapi gen
KOMPLIKASI THALASSEMIA • Infection • chronic anemia iron overload deposisi iron pada miokardium Kardiomiopati bermanifestasi sebagai CHF • Endokrinopati – Impaired carbohydrate metabolism – Pertumbuhan : short stature, slow growth rates – Delayed puberty & hypogonadism infertility – Hypothyroidism & hypoparathyroidism – osteoporosis • Liver: – cirrhosis due to infection and iron load – Bleeding: disturbances of coagulation factors
118. VAKSIN
Vaksin Pertusis • Vaksin pertussis whole cell: merupakan suspensi kuman B. pertussis mati. • Vaksin pertusis aselular adalah vaksin pertusis yang berisi komponen spesifik toksin dari Bordettellapertusis. • Vaksin pertussis aselular bila dibandingkan dengan wholecell ternyata memberikan reaksi lokal dan demam yang lebih ringan, diduga akibat dikeluarkannya komponen endotoksin dan debris.
• Kejadian ikutan pasca imunisasi DTP – Reaksi lokal kemerahan, bengkak, dan nyeri pada lokasi injeksi terjadi pada separuh (42,9%) penerima DTP. – Demam – Anak gelisah dan menangis terus menerus selama beberapa jam pasca suntikan (inconsolable crying). – Kejang demam – ensefalopati akut atau reaksi anafilaksis
Vaksin Pertusis • Kontraindikasi mutlak terhadap pemberian vaksin pertusis baik whole-cell maupun aselular, yaitu – Riwayat anafilaksis pada pemberian vaksin sebelumnya – Ensefalopati sesudah pemberian vaksin pertusis sebelumnya
•
• Keadaan lain dapat dinyatakan sebagai perhatian khusus (precaution): – bila pada pemberian pertama dijumpai riwayat hiperpireksia, keadaan hipotonik-hiporesponsif dalam 48 jam, anak menangis terus menerus selama 3 jam dan riwayat kejang dalam 3 hari sesudah imunisasi DTP.
119. RESUSITASI NEONATUS
119. Resusitasi Neonatus
Kattwinkel J, Perlman JM. Part 15: neonatal resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909 –S919
Rekomendasi utama untuk resusitasi neonatus: • Penilaian setelah langkah awal ditentukan oleh penilaian simultan dua tanda vital yaitu frekuensi denyut jantung dan pernapasan. • Oksimeter digunakan untuk menilai oksigenasi karena penilaian warna kulit tidak dapat diandalkan. • Untuk bayi yang lahir cukup bulan sebaiknya resusitasi dilakukan dengan udara dibanding dengan oksigen 100%. • Oksigen tambahan diberikan dengan mencampur oksigen dan udara (blended oxygen , dan pangaturan konsentrasi dipandu berdasarkan oksimetri. • Bukti yang ada tidak cukup mendukung atau menolak dilakukannya pengisapan trakea secara rutin pada bayi dengan air ketuban bercampur mekonium, bahkan pada bayi dalam keadaan depresi. • Penjepitan talipusat harus ditunda sedikitnya sampai satu menit untuk bayi yang tidak membutuhkan resusitasi. Bukti tidak cukup untuk merekomendasikan lama waktu untuk penjepitan talipusat pada bayi yang memerlukan resusitasi.
Pemberian Oksigen • Target saturasi oksigen dapat dicapai dengan memulai resusitasi dengan udara atau oksigen campuran (blended oxygen) dan dilakukan titrasi konsentrasi oksigen untuk mencapai SpO2 sesuai target. • Jika oksigen campuran tidak tersedia, resusitasi dimulai dengan udara kamar. • Jika bayi bradikardia (kurang dari 60 per menit) setelah 90 detik resusitasi dengan oksigen konsentrasi rendah, konsentrasi oksigen ditingkatkan sampai 100% hingga didapatkan frekuensi denyut jantung normal.
Teknik Ventilasi dan Kompresi • Ventilasi Tekanan Positif (VTP) • Jika bayi tetap apnu atau megap-megap, atau jika frekuensi denyut jantung kurang dari 100 per menit setelah langkah awal resusitasi, VTP dimulai. • Pernapasan awal dan bantuan ventilasi • Bantuan ventilasi harus diberikan dengan frekuensi napas 40 – 60 kali per menit untuk mencapai dan mempertahankan frekuensi denyut jantung lebih dari 100 per menit. Penilaian ventilasi awal yang adekuat ialah perbaikan cepat dari frekuensi denyut jantung. Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909–S919.
Teknik Ventilasi dan Kompresi • Kompresi dada • Indikasi kompresi dada ialah jika frekuensi denyut jantung kurang dari 60 per menit setelah ventilasi adekuat dengan oksigen selama 30 detik. Untuk neonatus, rasio kompresi: ventilasi = 3:1 (1/2 detik untuk masingmasing). • Pernapasan, frekuensi denyut jantung, dan oksigenasi harus dinilai secara periodik dan kompresi – ventilasi tetap dilakukan sampai frekuensi denyut jantung sama atau lebih dari 60 per menit. • Kompresi dada dilakukan pada 1/3 bawah sternum dengan kedalaman 1/3 dari diameter antero-posterior dada. • Teknik kompresi: (1) teknik kompresi dua ibu jari dengan jari-jari melingkari dada dan menyokong bagian punggung, (2) teknik kompresi dengan dua jari dimana tangan lain menahan bagian punggung • Pada kompresi, dada harus dapat berekspansi penuh sebelum kompresi berikutnya, namun jari yang melakukan kompresi tidak boleh meninggalkan posisi di dada. Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909–S919.
Kapan menghentikan resusitasi? • Pada bayi baru lahir tanpa adanya denyut jantung, dianggap layak untuk menghentikan resusitasi jika detak jantung tetap tidak terdeteksi setelah dilakukan resusitasi selama 10 menit (kelas IIb, LOE C). • Keputusan untuk tetap meneruskan usaha resusitasi bisa dipertimbangkan setelah memperhatikan beberapa faktor seperti etiologi dari henti hantung pasien, usia gestasi, adanya komplikasi, dan pertimbangan dari orangtua mengenai risiko morbiditas. Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909–S919.
120. ISK
Infeksi Saluran Kemih • UTI pada anak perempuan 3-5%, laki-laki 1% (terutama yang tidak disirkumsisi) • Banyak disebabkan oleh bakteri usus: E. coli (75-90%), Klebsiella, Proteus. Biasanya terjadi secara ascending. • Gejala dan tanda klinis, tergantung pada usia pasien: – Neonatus: Suhu tidak stabil, irritable, muntah dan diare, napas tidak teratur, ikterus, urin berbau menyengat, gejala sepsis – Bayi dan anak kecil: Demam, rewel, nafsu makan berkurang, gangguan pertumbuhan, diare dan muntah, kelainan genitalia, urin berbau menyengat – Anak besar: Demam, nyeri pinggang atau perut bagian bawah, mengedan waktu berkemih, disuria, enuresis, kelainan genitalia, urin berbau menyengat Fisher DJ. Pediatric urinary tract infection. http://emedicine.medscape.com/article/969643-overview American Academic of Pediatrics. Urinary tract infection: clinical practice guideline for the diagnosis and management of the initial UTI in febrile infants and children 2 to 24 months. Pediatrics 2011; 128(3).
ISK • 3 bentuk gejala UTI: – Pyelonefritis (upper UTI): nyeri abdomen, demam, malaise, mual, muntah, kadang-kadang diare – Sistitis (lower UTI): disuria, urgency, frequency, nyeri suprapubik, inkontinensia, urin berbau – Bakteriuria asimtomatik: kultur urin (+) tetapi tidak disertai gejala • Pemeriksaan Penunjang : – Urinalisis : Proteinuria, leukosituria (>5/LPB), Hematuria (Eritrosit>5/LPB) – Biakan urin dan uji sensitivitas – Kreatinin dan Ureum – Pencitraan ginjal dan saluran kemih untuk mencari kelainan anatomis maupun fungsional • Diagnosa pasti : Bakteriuria bermakna pada biakan urin (>10 5 koloni kuman per ml urin segar pancar tengah (midstream urine) yang diambil pagi hari) Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. & PPM IDAI
Interpretasi Hasil Biakan Urin
Risk Factor •
• • •
In girls, UTIs often occur at the onset of toilet training. The child is trying to retain urine to stay dry, yet the bladder may have uninhibited contractions forcing urine out. The result may be highpressure, turbulent urine flow or incomplete bladder emptying, both of which increase the likelihood of bacteriuria. Constipation can increase the risk of UTI because it may cause voiding dysfunction Babies who soil to diaper can also sometimes get small particles of stool into their urethra Among infants wearing disposable diapers, there is an increased risk of UTI as the frequency of changing diapers decreases. T Sugimura, et al. Association between the frequency of disposable diaper changing and urinary tract infection in infants. Clin Pediatr (Phila). 2009 Jan;48(1):18-20.
Algoritme Penanggulangan dan Pencitraan Anak dengan ISK
Tatalaksana UTI • •
•
Tujuan : Memberantas kuman penyebab, mencegah dan menangani komplikasi dini, mencari kelainan yang mendasari Umum (Suportif) – Masukan cairan yang cukup – Edukasi untuk tidak menahan berkemih – Menjaga kebersihan daerah perineum dan periurethra – Hindari konstipasi Khusus – Sebelum ada hasil biakan urin dan uji kepekaan, antibiotik diberikan secara empirik selama 7-10 hari – Obat rawat jalan : kotrimoksazol oral 24 mg/kgBB setiap 12 jam, alternatif ampisilin, amoksisilin, kecuali jika : • Terdapat demam tinggi dan gangguan sistemik • Terdapat tanda pyelonefritis (nyeri pinggang/bengkak) • Pada bayi muda – Jika respon klinis kurang baik, atau kondisi anak memburuk berikan gentamisin (7.5 mg/kg IV sekali sehari) + ampisilin (50 mg/kg IV setiap 6 jam) atau sefalosporin gen-3 parenteral – Antibiotik profilaksis diberikan pada ISK simpleks berulang, pielonefritis akut, ISK pada neonatus, atau ISK kompleks (disertai kelainan anatomis atau fungsional) – Pertimbangkan komplikasi pielonefritis atau sepsis
Dosis Obat Pada UTI Anak ANTIBIOTIC DOSING Amoxicillin/clavul 25 to 45 mg per kg per day, anate divided every 12 hours Cefixime 8 mg per kg every 24 hours or divided every 12 hours Cefpodoxime 10 mg per kg per day, divided every 12 hours Cefprozil 30 mg per kg per day, divided every 12 hours Cephalexin
25 to 50 mg per kg per day, divided every 6 to 12 hours Trimethoprim/sul 8 to 10 mg per kg per day, famethoxazole divided every 12 hours
COMMON ADVERSE EFFECTS Diarrhea, nausea/vomiting, rash Abdominal pain, diarrhea, flatulence, rash Abdominal pain, diarrhea, nausea, rash Abdominal pain, diarrhea, elevated results on liver function tests, nausea Diarrhea, headache, nausea/vomiting, rash Diarrhea, nausea/vomiting, photosensitivity, rash
121. KELAINAN KONGENITAL AKIBAT INFEKSI INTRAUTERINE
Kelainan Kongenital Penyebab
Temuan klinis
Rubella
IUGR, kelainan kardiovaskular (biasanya PDA/ pulmonary artery stenosis), katarak, tuli. retinopati, mikroftalmia, hearing loss, mental retardation, speech defect, trombositopenia,
Varicella
IUGR, kelainan kulit sesuai distribusi dermatomal: sikatriks kulit, kulit tampak merah, berindurasi, dan meradang, kelainan tulang:hipoplasia ekstrimitas dan jari tangan kaki, kelainan mata, dan kelainan neurologis
Toxoplasma
IUGR, chorioretinitis, Cerebral calcification, hydrocephalus, Abnormal cerebrospinal fluid (xanthochromia and pleocytosis), Jaundice, Hepatosplenomegaly, Neurologic signs are severe and always present. (Microcephaly or macrocephaly, Bulging fontanelle, Nystagmus Abnormal muscle tone, Seizures, Delay of development)
Citomegalovirus Retinitis, Jaundice, Hepatosplenomegali, BBLR, Mineral deposits in the brain, Petechiae, Seizures, Small head size (microcephaly) Herpes
Trias: 1. Kulit (scarring, active lesions, hypo- and hyperpigmentation, aplasia cutis, and/or an erythematous macular exanthem) 2. Mata (microopthalmia, retinal dysplasia, optic atrophy, and/or chorioretinitis) 3. Neurologis (microcephaly, encephalomalacia, hydranencephaly, and/or intracranial calcification) http://cmr.asm.org/content/17/1/1.full
122. TRAUMA JALAN LAHIR
Trauma Jalan Lahir • Komplikasi yang sering terjadi akibat trauma jalan lahir: – Kaput suksedanum – Sefalohematoma – Paralisis lengan – Paralisis wajah – Fraktur humerus – Fraktur klavikula – Fraktur femur
Trauma Lahir Ekstrakranial Kaput Suksedaneum
Perdarahan Subgaleal
• Paling sering ditemui • Tekanan serviks pada kulit kepala • Akumulasi darah/serum subkutan, ekstraperiosteal • TIDAK diperlukan terapi, menghilang dalam beberapa hari.
• Darah di bawah galea aponeurosis • Pembengkakan kulit kepala, ekimoses • Mungkin meluas ke daerah periorbital dan leher • Seringkali berkaitan dengan trauma kepala (40%).
Trauma Lahir Ekstrakranial Sefalhematoma • • • •
Perdarahan sub periosteal akibat ruptur pembuluh darah antara tengkorak dan periosteum Etiologi: partus lama/obstruksi, persalinan dengan ekstraksi vakum, Benturan kepala janin dengan pelvis Paling umum terlihat di parietal tetapi kadang-kadang terjadi pada tulang oksipital Tanda dan gejala: massa yang teraba agak keras dan berfluktuasi; pada palpasi ditemukan kesan suatu kawah dangkal didalam tulang di bawah massa; pembengkakan tidak meluas melewati batas sutura yang terlibat
•
• • • • •
Ukurannya bertambah sejalan dengan bertambahnya waktu 5-18% berhubungan dengan fraktur tengkorak g foto kepala Umumnya menghilang dalam waktu 2 – 8 minggu Komplikasi: ikterus, anemia Kalsifikasi mungkin bertahan selama > 1 tahun. Catatan: Jangan mengaspirasi sefalohematoma meskipun teraba berfluktuasi
Observasi ketat untuk mendeteksi perkembangan Memantau hematokrit Memantau hiperbilirubinemia Mungkin diperlukan pemeriksaan koagulopati Tabel 7 : Diagnosis banding trauma lahir ekstrakranial L es i
Pem be gkaka eksternal
↑ s etelah lahir
M eli tas i garis sutura
↑ ↑ ↑ kehila ga darah akut
Kaput suksedaneum
lunak, lekukan
tidak
ya
tidak
Sefal hematoma
padat, tegang
ya
tidak
tidak
Hematoma subgaleal
padat, berair
ya
ya
ya
Trauma Intrakranial Perdarahan Subdural Paling sering: 73% dari semua perdarahan intrakranial.
123. HIPOTIROID KONGENITAL
Congenital Hypothyroidism Etiology •
Thyroid Function: – normal brain growth and myelination and for normal neuronal connections. – The most critical period fis the first few months of life.
• • •
•
The thyroid arises from the fourth branchial pouches. The thyroid gland develops between 4 and 10 weeks' gestation. By 10-11 weeks' gestation, the fetal thyroid is capable of producing thyroid hormone. By 18-20 weeks' gestation, blood levels of T4 have reached term levels. T
http://emedicine.medscape.com/article/919758-overview#aw2aab6b2b2aa
•
•
The fetal pituitary-thyroid axis is believed to function independently of the maternal pituitary-thyroid axis. The contributions of maternal thyroid hormone levels to the fetus are thought to be minimal, but maternal thyroid disease can have a substantial influence on fetal and neonatal thyroid function. – Immunoglobulin G (IgG) autoantibodies, as in autoimmune thyroiditis, can cross the placenta and inhibit thyroid function (transient) – Thioamides (PTU) can block fetal thyroid hormone synthesis (transient) – Radioactive iodine administered to a pregnant woman can ablate the fetus's thyroid gland permanently.
http://www.montp.inserm.fr/u632/images/TR-CAR1.gif
Pathology: Congenital Hypotyroidism
http://php.med.unsw.edu.au/embryology /index.php?title=File:Congenital_hypothyr oidism.jpg
• Causes: – Deficient production of thyroid hormone • Disgenesis congenital Hypothyroidism • Iodine deficiencyendemic goiter
– Defect in thyroid hormonal receptor activity
Hipotiroid kongenital pada Anak • Hipotiroid kongenital (kretinisme) ditandai produksi hormon tiroid yang inadekuat pada neonatus • Penyebab: – Defek anatomis kelenjar tiroid atau jalur metabolisme hormon tiroid – Inborn error of metabolism
• Merupakan salah satu penyebab retardasi mental yang dapat dicegah. Bila terdeteksi setelah usia 3 bulan, akan terjadi penurunan IQ bermakna. • Tata laksana tergantung penyebab. Sebaiknya diagnosis etiologi ditegakkan sebelum usia 2 minggu dan normalisasi hormon tiroid (levotiroksin)sebelum usia 3 minggu.
Postellon DC. Congenital hypothyroidism. http://emedicine.medscape.com/article/919758-overview
•
•
Most affected infants have few or no symptoms, because their thyroid hormone level is only slightly low. However, infants with severe hypothyroidism often have a unique appearance, including: – Dull look – Puffy face – Thick tongue that sticks out This appearance usually develops as the disease gets worse. The child may also have: – Choking episodes – Constipation – Dry, brittle hair – Jaundice – Lack of muscle tone (floppy infant) – Low hairline – Poor feeding – Short height (failure to thrive) – Sleepiness – Sluggishness
Neeonatal hypothyroidism. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002174/
Figure 3 Diagnostic algorithm for the detection of primary congenital hypothyroidism
Grüters, A. & Krude, H. (2011) Detection and treatment of congenital hypothyroidism Nat. Rev. Endocrinol. doi:10.1038/nrendo.2011.160
http://findmeacure.com/2008/04/13/growth-disorders/
124. ASUHAN NUTRISI PEDIATRIK
117. Asuhan Nutrisi Pediatrik
1. Penilaian status Gizi
Status gizi lebih (overweight)/obesitas ditentukan berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) Bila pada hasil pengukuran didapatkan, terdapat potensi gizi lebih (>+1 SD ) atau BB/TB>110%, maka grafik IMT sesuai usia dan jenis kelamin digunakan untuk menentukan adanya obesitas. Untuk anak <2 tahun, menggunakan grafik IMT WHO 2006 dengan kriteria overweight Z score > + 2, obesitas > +3, sedangkan untuk anak usia 218 tahun menggunakan grafik IMT CDC 2000 (lihat algoritma). Ambang batas yang digunakan untuk overweight ialah diatas P85 hingga P95 sedangkan untuk obesitas ialah lebih dari P95 grafik CDC 2000.
2. Penentuan Kebutuhan • Kondisi sakit kritis (critical illness) : – Kebutuhan energi = REE x faktor aktivitas x faktor stresa
• Kondisi tidak sakit kritis (non critical illness) – Gizi baik/kurang:
• Kebutuhan kalori ditentukan berdasarkan berat badan ideal dikalikan RDA menurut usia tinggi (height age). • Usia-tinggi ialah usia bila tinggi badan anak tersebut merupakan P50 pada grafik. Kebutuhan nutrien tertentu secara khusus dihitung pada kondisi klinis tertentu . • Tatalaksana Gizi Buruk menurut WHO, atau • Berdasarkan perhitungan target BB-ideal: 13
– BB-ideal x RDA menurut usia-tinggi
Pemberian kalori awal sebesar 50-75% dari target untuk menghindari sindrom refeeding 1
• Obesitas:
Target pemberian kalori adalah – BB-ideal x RDA menurut usia-tinggi
Pemberian kalori dikurangi secara bertahap sampai tercapai target. • Catatan: Berat badan ideal adalah berat badan menurut tinggi badan pada P pertumbuhan 50
3. Penentuan cara pemberian • Pemberian nutrisi melalui oral atau enteral merupakan pilihan utama, jalur parenteral hanya digunakan pada situasi tertentu saja. • Kontra indikasi pemberian makan melalui saluran cerna ialah obstruksi saluran cerna, perdarahan saluran cerna serta tidak berfungsinya saluran cerna. • Pemberian nutrisi enteral untuk jangka pendek dapat dilakukan melalui pipa nasogastrik atau nasoduodenal atau nasojejunal. • Untuk jangka panjang, nutrisi enteral dapat dilakukan melalui gastrostomi atau jejunostomi. • Untuk nutrisi parenteral jangka pendek (kurang dari 14 hari) dapat digunakan akses perifer, sedangkan untuk jangka panjang harus menggunakan akses sentral.
4. Penentuan jenis makanan • Pada pemberian makan melalui oral bentuk makanan disesuaikan dengan usia dan kemampuan oromotor pasien, misalnya 0-6 bulan ASI dan/formula, 6 bulan-1 tahun ASI dan/atau formula ditambah makanan pendamping, 1-2 tahun makanan keluarga ditambah ASI dan/atau susu sapi segar, dan di atas 2 tahun makanan keluarga. • Jenis sediaan makanan untuk enteral disesuaikan dengan fungsi gastrointestinal dan dapat dibagi dalam beberapa jenis, yaitu: – Polimerik, yang terbuat dari makronutrien intak yang ditujukan untuk fungsi gastrointestinal yang normal, terbagi menjadi formula standar dan formula makanan padat kalori – Oligomerik (elemental), biasanya terbuat dari glukosa polimer, protein terhidrolisat, trigliserida rantai sedang (MCT, medium chain triglyceride) – Modular, terbuat dari makronutrien tunggal
Pada pemberian parenteral, pemberian jenis preparat sesuai dengan usia, perhitungan kebutuhan dan jalur akses vena.
5. Pemantauan dan Evaluasi • Pemantauan dan evaluasi meliputi pemantauan terhadap akseptabilitas atau penerimaan makanan, dan toleransi (reaksi simpang makanan). • Reaksi simpang: – pemberian enteral: mual/muntah, konstipasi dan diare. – Pada pemberian parenteral dapat terjadi reaksi infeksi, metabolik dan mekanis.
• Selain itu, diperlukan pemantauan efektivitas berupa monitoring pertumbuhan. • Pada pasien rawat inap evaluasi dan monitoring dilakukan setiap hari, dengan membedakan antara pemberian jalur oral/enteral dan parenteral. • Pada pasien rawat jalan evaluasi dilakukan sesuai kebutuhan
125. DISENTRI
Disentri • Disentri adalah diare yang disertai darah. Sebagian besar kasus disebabkan oleh Shigella dan hampir semuanya membutuhkan pengobatan antibiotik • Pemeriksaan penunjang: Feses rutin untuk mengidentifikasi trofozoit amuba dan giardia. Peningkatan jumlah leukosit lebih dari 10 per lapang pandang mendukung etiologi bakteri invasif • Pikirkan diagnosa invaginasi jika terdapat tanda dan gejala: Feses dominan lendir dan darah, kesakitan dan gelisah, muntah, massa intra-abdomen (+)
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008
(shigellosis) • Bakteri (Disentri basiler) – Shigella, penyebab disentri yang terpenting dan tersering (± 60% kasus disentri yang dirujuk serta hampir semua kasus disentri yang berat dan mengancam jiwa disebabkan oleh Shigella. – Escherichia coli enteroinvasif (EIEC) – Salmonella – Campylobacter jejuni, terutama pada bayi
• Amoeba (Disentri amoeba), disebabkan Entamoeba hystolitica, lebih sering pada anak usia > 5 tahun
Gejala klinis Disentri basiler • Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada disentri shigellosis, pada permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam 6-24 jam pertama, dan setelah 12-72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan lendir dalam tinja. • Panas tinggi (39,5 - 40,0 C), kelihatan toksik. • Muntah-muntah. • Anoreksia. • Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB. • Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis (kejang, sakit kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi).
Disentri amoeba • Diare disertai darah dan lendir dalam tinja. • Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler (≤10x/hari) • Sakit perut hebat (kolik) • Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3 kasus).
PENGOBATAN • Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis. • Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimoksazol (trimetoprim 10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi dalam 2 dosis, selama 5 hari. • Alternatif yang dapat diberikan : Ampisilin 100mg/kgBB/hari/4 dosis, Cefixime 8mg/kgBB/hari/2 dosis, Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari/4 dosis. • Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan darah dalam tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. • Terapi antiamebik diberikan dengan indikasi : – Ditemukan trofozoit Entamoeba hystolistica tinja. – Tinja berdarah menetap setelah terapi dengan 2 antibiotika berturut-turut (masing-masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk disentri basiler. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008
PENGOBATAN • Terapi antiamebik intestinal pada anak adalah Metronidazol 30-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 5 hari. Bila disentri memang disebabkan oleh E. hystolistica, keadaan akan membaik dalam 2-3 hari terapi. – Jika negatif amuba, berikan antibiotik oral lain (lini ke-2) yang sensitif shigella : sefiksim dan asam nalidiksat. – Pada anak < 2 bulan, evaluasi penyebab lain (Cth. Invaginasi) – Penanganan lain sama dengan penanganan diare akut (cairan, zinc) – Jangan pernah memberi obat untuk menghilangkan gejala simptomatis seperti nyeri atau untuk mengurangi frekuensi BAB
126. FOOD ALLERGY
Food Allergy • •
• • •
Hipersensitivitas terhadap protein di dalam makanan (cth kasein & whey dari produk sapi) Mekanisme pertahanan spesifik dan non-spesifik saluran cerna belum sempurna, antigen masuk lewat saluran cerna hipersensitivitas Hipersensitivitas bisa diperantarai IgE atau Tidak diperantarai IgE The prevalence of food allergies has been estimated to be 5-6% in infants and children younger than 3 years and 3.7 % in adults Gejala: – – – –
• •
Anafilaktik Kulit: dermatitis atopik, urtikaria, angioedema Saluran nafas: asma, rinitis alergi Saluran cerna: oral allergy syndrome, esofagitis eosinofilik, gastritis eosinofilik, gastroenteritis eosinofilik, konstipasi kronik, dll.
Pemeriksaan: skin test, IgE serum, eliminasi diet, food challenge Tata laksana: – – –
Eliminasi makanan yang diduga mengandung alergen Breastfeeding, ibu ikut eliminasi produk susu sapi dalam dietnya Susu terhidrolisat sempurna bila susah untuk breastfeeding Nocerino A. Protein intolerance. http://emedicine.medscape.com/article/931548-overview
PPM IDAI
Common Food Allergens
127. BENDA ASING SALURAN NAPAS
Benda asing di saluran jalan napas • • • • • • •
3% in the larynx 13% in the trachea 52% in the right main bronchus 6% in the right lower lobe bronchus fewer than 1% in the right middle lobe bronchus 18% in the left main bronchus 5% in the left lower lobe bronchus; 2% were bilateral. • In a child in a supine position, material is more likely to enter the right main bronchus.
Airway Foreign Body Tracheal foreign body • Additional history/physical: – Complete airway obstruction – Audible slap – Palpable thud – Asthmatoid wheeze
Laryngeal Foreign Body • 8-10% of airway foreign bodies • Highest risk of death before arrival to the hospital • Additional history/physical: – Complete airway obstruction – Hoarseness – Stridor – dyspnea
http://emedicine.medscape.com/article/1001253-workup
Bronchial Foreign Body Bronchial ariway obstruction
90% of airway foreign dies • 80-90% of airway foreign bodies ht main stem most • Right main stem most mmon (controversial) common (controversial) ditional history/physical: • Additional
history/physical: Diagnostic triad (<50% of cases): – Diagnostic triad (<50% of cases):
• unilateral wheezing • unilateral wheezing • decreased breath sounds • decreased breath sounds • cough • cough
Chronicorcough or asthma, Chronic–cough asthma, recurrent pneumonia, recurrent pneumonia, lung lung abscess abscess
Treatment • Bronchodilators and corticosteroids should not be used to remove the foreign body • Medications are not necessary before removal • Surgical therapy: endoscopic removal, usually with a rigid bronchoscope.
128. MAS
MECONIUM ASPIRATION SYNDROME
http://img.medscape.com/pi/emed/ckb/clinical_procedures/7
Frontal chest shows large, ropey and strand-like densities http://www.learningradiology.com/caseofweek/caseoftheweekpix/cow89.jpg
Kelainan Radiologis pada Paru Kelainan
Gejala
Sindrom aspirasi mekonium
Biasanya pada bayi matur, pertumbuhan janin terhambat, terdapat staining mekonium di cairan amnion dan kulit, kuku, atau tali pusar. Pada radiologi tampak air trapping dan hiperinflasi paru, patchy opacity, terkadang atelektasis.
Respiratory distress Pada bayi prematur, pada bayi dengan ibu DM atau kelahiran syndrome (penyakit SC, gejala muncul progresif segera setelah lahir. Pada membran hyalin) radiologi tampak gambaran diffuse “ground-glass” or finely granular appearance, air bronkogram, ekspansi paru jelek. Transient tachypnea of newboorn
Biasanya pada bayi matur dengan riwayat SC. Gejala muncul setelah lahir, kemudian membaik dalam 72 jam pasca lahir. Pada radiologi tampak peningkatan corakan perihilar, hiperinflasi, lapangan paru perifer bersih.
Pneumonia neonatal
Terdapat risiko pneumonia (KPD, demam pada ibu, cairan amnion berbau, dsb). Gejala meliputi gejala distress dan gejala sepsis. Gambaran radiologis : Diffuse, relatively homogeneous infiltrates
129. ATRESIA BILIER
Ikterus Neonatorum • Ikterus neonatorum: fisiologis vs non fisiologis. • Ikterus fisiologis: – Awitan terjadi setelah 24 jam – Memuncak dalam 3-5 hari, menurun dalam 7 hari (pada NCB) – Ikterus fisiologis berlebihan → ketika bilirubin serum puncak adalah 7-15 mg/dl pada NCB
• Ikterus non fisiologis: – – –
Awitan terjadi sebelum usia 24 jam Tingkat kenaikan > 0,5 mg/dl/jam Tingkat cutoff > 15 mg/dl pada NCB
– Ikterus bertahan > 8 hari pada NCB, > 14 hari pada NKB – Tanda penyakit lain
• Gangguan obstruktif menyebabkan hiperbilirubinemia direk. Ditandai bilirubin direk > 1 mg/dl jika bil tot <5 mg/dl atau bil direk >20% dr total bilirubin. Penyebab: kolestasis, atresia bilier, kista duktus koledokus.
Indrasanto E. Hiperbilirubinemia pada neonatus.
Kolestatis Bilirubin indirek
Bilirubin Direk
Larut air: dibuang lewat ginjal
OBSTRUKSI
Urin warna teh
Tidak ada bilirubin direk yg menuju usus
Feses warna Dempul
Kolestasis (Cholestatic Liver Disease) • Definisi : Keadaan bilirubin direk > 1 mg/dl bila bilirubin total < 5 mg/dl, atau bilirubin direk >20% dari bilirubin total bila kadar bil.total >5 mg/dl • Kolestasis : Hepatoselular (Sindrom hepatitis neonatal) vs Obstruktif (Kolestasis ekstrahepatik) • Sign and Symptom : Jaundice, dark urine and pale stools, nonspecific poor feeding and sleep disturbances, bleeding and bruising, seizures
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang
Atresia Bilier • Merupakan penyebab kolestasis tersering dan serius pada bayi yang terjadi pada 1 per 10.000 kelahiran • Ditandai dengan adanya obstruksi total aliran empedu karena destruksi atau hilangnya sebagian atau seluruh duktus biliaris. Merupakan proses yang bertahap dengan inflamasi progresif dan obliterasi fibrotik saluran bilier • Etiologi masih belum diketahui • Tipe embrional 20% dari seluruh kasus atresia bilier, – sering muncul bersama anomali kongenital lain seperti polisplenia, vena porta preduodenum, situs inversus dan juga malrotasi usus. – Ikterus dan feses akolik sudah timbul pada 3 minggu pertama kehidupan
• tipe perinatal yang dijumpai pada 80% dari seluruh kasus atresia bilier, ikterus dan feses akolik baru muncul pada minggu ke-2 sampai minggu ke4 kehidupan. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Gejala Kuning. Dept IKA RSCM. 2007
Atresia Bilier • Gambaran klinis: biasanya terjadi pada bayi perempuan, lahir normal, bertumbuh dengan baik pada awalnya, bayi tidak tampak sakit kecuali sedikit ikterik. Tinja dempul/akolil terus menerus. Ikterik umumnya terjadi pada usia 3-6 minggu • Laboratorium : Peningkatan SGOT/SGPT ringan-sedang. Peningkatan GGT (gamma glutamyl transpeptidase) dan fosfatase alkali progresif. • Diagnostik: USG dan Biopsi Hati • Terapi: Prosedur Kasai (Portoenterostomi) • Komplikasi: Progressive liver disease, portal hypertension, sepsis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Gejala Kuning. Dept IKA RSCM. 2007
130-131. HEPATITIS AKUT
Hepatitis Viral Akut Hepatitis A •
•
Hepatitis viral: Suatu proses peradangan pada hati atau kerusakan dan nekrosis sel hepatosit akibat virus hepatotropik. Dapat akut/kronik. Kronik → jika berlangsung lebih dari 6 bulan Perjalanan klasik hepatitis virus akut – –
•
Stadium prodromal: flu like syndrome, Stadium ikterik: gejala-gejala pada stadium prodromal berkurang disertai munculnya ikterus, urin kuning tua
Anamnesis Hepatitis A : –
Manifestasi hepatitis A: Anak dicurigai menderita hepatitis A jika ada gejala sistemik yang berhubungan dengan saluran cerna (malaise, nausea, emesis, anorexia, rasa tidak nyaman pada perut) dan ditemukan faktor risiko misalnya pada keadaan adanya outbreak atau diketahui sumber penularan.
• Virus RNA (Picornavirus) ukuran 27 nm • Kebanyakan kasus pada usia <5 tahun asimtomatik atau gejala nonspesifik • Rute penyebaran: fekal oral; transmisi dari orang-orang dengan memakan makanan atau minumanterkontaminasi, kontak langsung. • Inkubasi: 2-6 minggu (rata-rata 28 hari) Pedoman Pelayanan Medis IDAI Behrman RE. Nelson’s textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011.
Hepatitis A • Self limited disease dan tidak menjadi infeksi kronis • Gejala: – – – – –
Fatique Demam Mual Nafsu makan hilang Jaundice karena hiperbilirubin – Bile keluar dari peredaran darah dan dieksresikan ke urin warna urin gelap – Feses warna dempul (claycoloured)
• Diagnosis – Deteksi antibodi IgM di darah – Peningkatan ALT (enzim hati Alanine Transferase)
• Pencegahan: – Vaksinasi – Kebersihan yang baik – Sanitasi yang baik
• Tatalaksana: – Simptomatik – Istirahat, hindari makanan berlemak dan alkohol – Hidrasi yang baik – Diet
Serologi Hepatitis A, B, C
Penanda Serologis Hepatitis
Hepatitis Hepatitis
Jenis virus
Antigen
Antibodi
Keterangan
HAV
RNA
HAV
Anti-HAV
Ditularkan secara fekal-oral
HBV
DNA
HBsAg HBcAg HBeAg
Anti-HBs Anti-HBc Anti-HBe
•Ditularkan lewat darah •Karier
HCV
RNA
HCV C100-3 C33c C22-3 NS5
Anti-HCV
Ditularkan lewat darah
HDV
RNA
HBsAg HDV antigen
Anti-HBs Anti-HDV
Membutuhkan perantara HBV (hepadnavirus)
HEV
RNA
HEV antigen
Anti-HEV
Ditularkan secara fekal-oral
132. RETARDASI MENTAL
Retardasi Mental • Sedangkan menurut ICD 10, RM adalah perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, terutama ditandai dengan adanya hendaya (impairment) keterampilan (skills) selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat inteligensia, yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial. RM dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan mental atau fisik lainnya. • DSM-IV mendefinisikan RM sebagai : – Fungsi intelektual yang berada di bawah rata-rata, dengan IQ (intelligence quotient) rata-rata 70 atau kurang. – Terdapat defisit atau gangguan fungsi adaptif pada minimal 2 area: komunikasi, perawatan diri sendiri, hidup berkeluarga, kemampuan sosial/interpersonal, kemampuan bermasyarakat, penentuan diri sendiri (self direction), kemampuan akademik fungsional, perkerjaan, rekreasi, kesehatan dan keselamatan. – Timbul sebelum umur 18 tahun.
133. PARALISIS BAHU
Neonatal Brachial Plexus Palsy • The basic types of BPPs include the following: – Erb's palsy affects nerves arising from C5 and C6. – Klumpke palsy results in deficits at levels C8 and T1 – Total BPP affects nerves at all levels (C5-T1).
• The damage in neonates usually results from slow traction injuries • Risk factors: – Large birth weight (average vertex BPP, 3.8-5.0 kg; average breech BPP, 1.8-3.7 kg; average unaffected, 2.8-4.5 kg) – Breech presentation – Maternal diabetes – Multiparity – Second stage of labor that lasts more than 60 minutes – Assisted delivery (eg, use of mid/low forceps, vacuum extraction)
Paralisis Bahu •
Paralisis Bahu – Paralisis Erb • Erb-duchenne palsy • Paralisis saraf perifer C5 dan C6 (bagian dari plexus brachialis bagian atas (trunkus Superior)/ brachial monoparesis) • Manifestasi: adducted and internally rotated, with the elbow extended, the forearm pronated, the wrist flexed, and the hand in a fist. (waiter’s tip) • In the first hours of life, the hand also may appear flaccid, but strength soon returns.
– Paralisis Klumpke • Paralisis parsial dari pleksus brachialis bagian bawah C8-T1 (trunkus Superior) • Manifestasi: paralisis lengan bawah dan tangan • The infant with a nerve injury to the lower plexus (C8-T1) holds the arm supinated, with the elbow bent and the wrist extended because of the unopposed wrist extensors • hyperextension of MCP due to loss of hand intrinsics • flexion of IP joints due to loss of hand intrinsics
•
The infant with complete brachial plexus palsy (BPP; C5-T1) typically lies in the nursery with the arm held limply at his/her side. Leads to a flaccid arm, Involves both motor and sensory, Deep tendon reflexes (DTRs) are absent, and the Moro response is asymmetrical, with no active abduction of the ipsilateral arm.
Erb’s Palsy http://orthoinfo.aaos.org/figures/A00077F 01.jpg
Anatomi Pleksus Brakialis • Pleksus brakialis dibentuk dari anyaman C5-T1 • Pleksus brakialis terdiri dari 5 akar saraf yang berasal dari rami ventralis nervus spinalis, 3 trunkus, 2 divisi, 3 fasciculus dan cabang saraf perifer. • Tiga trunkus terdiri dari: – Saraf C5 dan C6 membentuk trunkus superior – Saraf C7 membentuk trunkus medius, – Saraf C8 sampai T1 membentuk trunkus inferior.
• Masing-masing dari trunkus memiliki 2 percabangan atau divisi ke arah ventral dan dorsal. – Cabang ventral dari trunkus superior dan trunkus medius akan membentuk fasciculus lateralis. – Cabang ventral trunkus inferior membentuk fasciculus medialis, – Cabang dorsalis dari seluruh trunkus akan membentuk fasciculus dorsalis.
• Tiga fasikulus mempersarafi: – Fasciculus lateralis mempersarafi N.muskulokutaneus, N.medianus bagian lateral, N.pectoralis lateralis terutama ke M.pectoralis mayor. – Fasciculus medialis bercabang menjadi N.kutaneus brachii medialis, N.kutaneus antebrachii medialis, N.medianus bagian medial, dan N.ulnaris. – Fasciculus dorsalis bercabang menjadi N.axillaris, N.radialis, N.thoracodorsalis.
134. GIZI BURUK
134. Malnutrisi Energi Protein • Malnutrisi: Ketidakseimbangan seluler antara asupan dan kebutuhan energi dan nutrien tubuh untuk tumbuh dan mempertahankan fungsinya (WHO) • Dibagi menjadi 3: – Overnutrition (overweight, obesitas) – Undernutrition (gizi kurang, gizi buruk) – Defisiensi nutrien spesifik
• Malnutrisi energi protein (MEP): – MEP derajat ringan-sedang (gizi kurang) – MEP derajat berat (gizi buruk)
• Malnutrisi energi protein berdasarkan klinis: – Marasmus – Kwashiorkor – Marasmik-kwashiorkor Sjarif DR. Nutrition management of well infant, children, and adolescents. Scheinfeld NS. Protein-energy malnutrition. http://emedicine.medscape.com/article/1104623-overview
Marasmus wajah seperti orang tua kulit terlihat longgar tulang rusuk tampak terlihat jelas kulit paha berkeriput terlihat tulang belakang lebih menonjol dan kulit di pantat berkeriput ( baggy pant )
Kwashiorkor edema rambut kemerahan, mudah dicabut kurang aktif, rewel/cengeng pengurusan otot Kelainan kulit berupa bercak merah muda yg meluas & berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
Marasmik-kwashiorkor • Terdapat tanda dan gejala klinis marasmus dan kwashiorkor secara bersamaan
Kriteria Gizi Kurang dan Gizi Buruk • Z-score → menggunakan kurva WHO weight-forheight • <-2 – moderate wasted • <-3 – severe wasted gizi buruk
• Lingkar Lengan Atas < 11,5 cm
• BB/IBW (Ideal Body Weight) → menggunakan kurva CDC • ≥80-90% mild malnutrition • ≥70-80% moderate malnutrition • ≤70% severe malnutrition Gizi Buruk
10 Langkah Utama Penatalaksaan Gizi Buruk No Tindakan Tindaklanjut 3-6 mg 7-26 1. Atasi/cegah hipoglikemia
Stabilisasi H 1-2
Transisi H 3-7
Rehabilitasi H 8-14 mg
2. Atasi/cegah hipotermia 3. Atasi/cegah dehidrasi
4. Perbaiki gangguan elektrolit 5. Obati infeksi 6. Perbaiki def. nutrien mikro 7. Makanan stab & trans 8. Makanan Tumb.kejar 9. Stimulasi 10. Siapkan tindak lanjut
tanpa Fe
+ Fe
Emergency Signs in Severe Malnutrition • Dibutuhkan tindakan resusitasi • Tanda gangguan airway and breathing : – Tanda obstruksi – Sianosis – Distress pernapasan
• Tanda dehidrasi berat → rehidrasi secara ORAL. Dehidrasi berat sulit dinilai pada malnutrisi berat. Terdapat risiko overhidrasi • Tanda syok : letargis, penurunan kesadaran – Berikan rehidrasi parenteral (Resusitasi Cairan)
HIPOGLIKEMIA • Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (< 54 mg/dl) • Jika tidak memungkinkan periksa GDS, maka semua anak gizi buruk dianggap hipoglikemia • Segera beri F-75 pertama, bila tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50 ml glukosa/ gula 10% (1 sendok teh munjung gula dalam 50 ml air) oral/NGT.
• Jika anak tidak sadar, beri larutan glukosa 10% IV bolus 5 ml/kg BB, atau larutan glukosa/larutan gula pasir 50 ml dengan NGT. • Lanjutkan pemberian F-75 setiap 2–3 jam, siang dan malam selama minimal dua hari.
Ketentuan Pemberian Makan Awal • Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah osmolaritas serta rendah laktosa • Berikal secara oral atau melalui NGT, hindari pemberian parenteral • Formula awal F-75 diberikan sesuai standar WHO dan sesuai jadwal makan yang dibuat untuk mencukupi kebutuhan zat gizi pada fase stabilisasi • Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa jumlah F-75 yang dibutuhkan harus dipenuhi • Apabila pemberian makan oral tidak mencapai kebutuhan minimal, berikan sisanya melalui NGT • Pada fase transisi, secara bertahap ganti F-75 dengan F100 Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008
Pemberian Makanan • Fase stabilisasi (Inisiasi) – Energi: 80-100 kal/kg/hari – Protein: 1-1,5 gram/kg/hari – Cairan: 130 ml/kg/hari atau 100 ml/kg/hari (edema)
• Fase transisi – Energi: 100-150 kal/kg/hari – Protein: 2-3 gram/kg/hari
• Fase rehabilitasi – Energi: 150-220 kal/kg/hari – Protein: 3-4 gram/kg/hari
HIPOTERMIA (Suhu aksilar < 35.5° C) • Pastikan bahwa anak berpakaian (termasuk kepalanya). Tutup dengan selimut hangat dan letakkan pemanas/ lampu di dekatnya, atau lakukan metode kanguru. • Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam s.d suhu menjadi 36.5° C/lbh. • Jika digunakan pemanas, ukur suhu tiap setengah jam. Hentikan pemanasan bila suhu mencapai 36.5° C
DEHIDRASI • Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat dengan syok. • Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT – beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama – setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5–10 ml/kgBB/jam berselang-seling dengan F-75 dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam.
Atasi Infeksi • Anggap semua anak dengan gizi buruk mengalami infeksi saat mereka datang dan segera diberi antibiotik. PILIHAN ANTIBIOTIK SPEKTRUM LUAS • Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata Kotrimoksazol PO (25 mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB/12 jam selama 5 hari.
• Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat letargis atau tampak sakit berat), atau jelas ada infeksi Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV/6 jam selama 2 hari), dilanjutkan Amoksisilin PO (15 mg/kgBB/8 jam selama 5 hari) ATAU Ampisilin PO (50 mg/kgBB/6 jam selama 5 hari) sehingga total selama 7 hari, DITAMBAH Gentamisin (7.5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari.
• Jika anak tidak membaik dalam waktu 48 jam, tambahkan Kloramfenikol (25 mg/kgBB IM/IV setiap 8 jam) selama 5 hari. • Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal untuk memastikan dan obati dengan Kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam) selama 10 hari.
Mikronutrien • • • •
Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari) Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari) Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari) Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase rehabilitasi) • Vitamin A diberikan secara oral pada hari ke 1 dengan:
• Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2, dan 15.
135. DOSIS OBAT
Dosis Obat • Eritromisin dengan dosis 20-40mg/kgbb/hri. BB anak 11 kg. Dosis diberikan tiap 6 jam. Sediaan syrup 200mg/5cc (60cc). • Rentang dosis utk anak tsb/ hari: – 20 x 11 s.d. 40x 11 = 220-440 mg/ hari
• Diberikan setiap 6 jam, berarti diberikan sekitar 55-110 mg/kali • Sediaan syrup 200mg/5cc membutuhkan sekitar 2,5 cc seriap kali pemberian • Pilihan yang tepat: S 4 d.d 6h 2,5cc • 1 cth = 5 cc (teaspoon) • 1 C = 15 cc (tablespoon) • 1 C orig = sesuai dengan sendok dari pabrik pembuat obat tsb
136. ASMA
Derajat Serangan Asma dan Respon Pengobatan
Derajat Serangan Asma
Derajat Penyakit Asma Parameter klinis, kebutuhan obat, dan faal paru
Asma episodik jarang
Asma episodik sering
Asma persisten
Frekuensi serangan
< 1x /bulan
> 1x /bulan
Sering
Lama serangan
< 1 minggu
1 minggu
Hampir sepanjang tahun tidak ada remisi
Diantara serangan
Tanpa gejala
Sering ada gejala
Gejala siang dan malam
Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu Pemeriksaan fisis di luar serangan
Normal
Obat pengendali
Tidak perlu
Mungkin terganggu Tidak pernah normal
Perlu, steroid
Perlu, steroid
Uji Faal paru PEF/FEV1 <60% PEF/FEV1 >80% PEF/FEV1 60-80% (di luar serangan) Variabilitas 20-30% Variabilitas faal paru (bila ada serangan)
>15%
< 30%
< 50%
Alur Penatalaksanaan Serangan Asma
137. DIFTERI
Difteri • Penyebab : toksin Corynebacterium diphteriae • Organisme: – Basil batang gram positif – Pembesaran ireguler pada salah satu ujung (club shaped) – Setelah pembelahan sel, membentuk formasi seperti huruf cina atau palisade
• Gejala: – Gejala awal nyeri tenggorok – Bull-neck (bengkak pada leher) – Pseudomembran purulen berwarna putih keabuan di faring, tonsil, uvula, palatum. Pseudomembran sulit dilepaskan. Jaringan sekitarnya edema. – Edema dapat menyebabkan stridor dan penyumbatan sal.napas Todar K. Diphtheria. http://textbookofbacteriology.net/diphtheria.html Demirci CS. Pediatric diphtheria. http://emedicine.medscape.com/article/963334-overview
http://4.bp.blogspot.com/
• Pemeriksaan : Gram, Kultur • Obat: – Antitoksin: 40.000 Unit ADS IM/IV, skin test – Anbiotik: Penisillin prokain 50.000 Unit/kgBB IM per hari selama 7 hari atau eritromisin 25-50 kgBB dibagi 3 dosis selama 14 hari – Hindari oksigen kecuali jika terjadi obstruksi saluran repirasi (Pemberian oksigen dengan nasal prongs dapat memebuat anak tidak nyaman dan mencetuskan obstruksi) – Indikasi trakeostomi/intubasi : Terdapat tanda tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat
• Komplikasi : Miokarditis dan Paralisis otot 2-7 minggu setelah awitan penyakit Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO.
Tindakan Kesehatan Masayarakat • Rawat anak di ruangan isolasi • Lakukan imunisasi pada anak serumah sesuai dengan riwayat imunisasi • Berikan eritromisin pada kontak serumah sebagai tindakan pencegahan (12.5 mg/kgBB, 4xsehari, selama 3 hari) • Lakukan biakan usap tenggorok pada keluarga serumah Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO.
138. BCG & MANTOUX
Vaksin BCG (Bacille Calmette-Guerin) • Bacille Calmette-Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga didapatkan basil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas. • Vaksinasi BCG tidak mencegah infeksi tuberkulosis tetapi mengurangi risiko terjadi tuberkulosis berat seperti meningitis TB dan tuberkulosis milier. • Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari, harus disimpan pada suhu 2-8° C, tidak boleh beku. • Vaksin yang telah diencerkan harus dipergunakan dalam waktu 8 jam.
Vaksin BCG • Vaksin BCG diberikan pada umur <3 bulan, sebaiknya pada anak dengan uji Mantoux (tuberkulin) negatif. • Efek proteksi timbul 8–12 minggu setelah penyuntikan. • Vaksin BCG diberikan secara intradermal 0,10 ml untuk anak, 0,05 ml untuk bayi baru lahir. • VaksinBCG diberikan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas pada insersio M.deltoideus sesuai anjuran WHO, tidak di tempat lain (bokong, paha). • Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif pada umur lebih dari 3 bulan. • Pada bayi yang kontak erat dengan pasien TB dengan bakteri tahan asam (BTA) +3 sebaiknya diberikan INH profilaksis dulu, apabila pasien kontak sudah tenang bayi dapat diberi BCG.
KIPI BCG • Penyuntikan BCG secara intradermal akan menimbulkan ulkus lokal yang superfisial 3 (2-6) minggu setelah penyuntikan. • Ulkus tertutup krusta, akan sembuh dalam 2-3 bulan, dan meninggalkan parut bulat dengan diameter 4-8 mm. • Apabila dosis terlalu tinggi maka ulkus yang timbul lebih besar, namun apabila penyuntikan terlalu dalam maka parut yang terjadi tertarik ke dalam (retracted).
• Limfadenitis – Limfadenitis supuratif di aksila atau di leher kadang-kadang dijumpai setelah penyuntikan BCG. – Limfadenitis akan sembuh sendiri, jadi tidak perlu diobati. – Apabila limfadenitis melekat pada kulit atau timbul fistula maka lakukan drainase dan diberikan OAT
• BCG-itis diseminasi (Disseminated BCG Disease) – berhubungan dengan imunodefisiensi berat. – diobati dengan kombinasi obat anti tuberkulosis.
Kontraindikasi BCG • Reaksi uji tuberkulin >5 mm, • Menderita infeksi HIV atau dengan risiko tinggi infeksi HIV, • imunokompromais akibat pengobatan kortikosteroid, obat imuno-supresif, mendapat pengobatan radiasi, penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulang atau sistem limfe, • Menderita gizi buruk, • Menderita demam tinggi, • Menderita infeksi kulit yang luas, • Pernah sakit tuberkulosis, • Kehamilan.
Uji Tuberkulin • Menentukan adanya respon imunitas selular terhadap TB. Reaksi berupa indurasi (vasodilatasi lokal, edema, endapan fibrin, dan akumulasi sel-sel inflamasi) • Tuberkulin yang tersedia : PPD (purified protein derived) RT23 2TU, PPD S 5TU, PPD Biofarma • Cara : Suntikkan 0,1 ml PPD intrakutan di bagian volar lengan bawah. Pembacaan 48-72 jam setelah penyuntikan • Pengukuran (pembacaan hasil) – Dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan eritemanya – Indurasi dipalpasi, tandai tepi dengan pulpen. Catat diameter transversal. – Hasil dinyatakan dalam milimeter. Jika tidak timbul = 0 mm
Uji Tuberkulin • Hasil Positif – Infeksi TB alamiah – Imunisasi BCG – Infeksi mikobaterium atipik
• Hasil Negatif – Tidak ada infeksi TB – Dalam masa inkubasi infeksi TB – Anergi
• Pembacaan: – Positif jika ≥ 10 mm, atau ≥ 5 mm pada kondisi imunosupresi
139-140. HEMOFILIA
Part I: HEMOSTASIS Hemostasis („hemo”=blood;; ta=„remain”) is the stoppage of bleeding, which is vitally important when blood vessels are damaged. Following an injury to blood vessels several actions may help prevent blood loss, including:
Formation of a clot
Hemostasis 1. Fase vaskular: vasokonstriksi 2. Fase platelet: agregasi dan adhesi trombosit 3. Fase koagulasi: ada jalur ekstrinsik, jalur intrinsik dan bersatu di common pathway 4. Fase retraksi 5. Fase destruksi / fibrinolisis
http://www.bangkokhealth.com/index.php/health/healthgeneral/first-aid/451-ขบวนการห้ามเลือด-hemostasis.html
Coagulation factors Components of coagulation factor: ~ fibrinogen ~ prothrombin ~ tissue factor (thromboplastin) ~ Ca-ion (Ca++) ~ pro-accelerin (labile factor) ~ pro-convertin (stable factor) ~ anti-hemophilic factor ~ Christmas-factor ~ Stuart-Prower factor ~ plasma tromboplastin antecedent ~ Hageman factor ~ fibrin stabilizing factor(Laki-Roland)
factor I
factor II factor III
factor IV factor V factor VII factor VIII factor IX factor X factor XI factor XII
factor XIII
Kuliah Hemostasis FKUI.
KELAINAN PEMBEKUAN DARAH • BLEEDING TIME : It indicates how well platelets interact with blood vessel walls to form blood clots. • Bleeding time is the interval between the moment when bleeding starts and the moment when bleeding stops. • Bleeding time is used most often to detect qualitative defects of platelets. • Normal bleeding time (Duke’s method) is ito 4 minutes. • Bleeding time is prolonged in purpuras, but normal in coagulation disorders like haemophilia. • Purpuras can be due to – Platelet defects - Thrombocytopenic purpura (ITP & TTP) – Vascular defects - Senile purpura, Henoch Schonlein purpura
• Platelets are important in preventing small vessel bleeding by causing vaso constriction and platelet plug formation. http://www.indianmedicinalplants.info/articles/BLEEDING-TIME.html
KELAINAN PEMBEKUAN DARAH • CLOTTING TIME: is the interval between the moment when bleeding starts and the moment when the fibrin thread is first seen. • Normal value is 3 to 10 minutes. • Bleeding time and clotting time are not the same. • Bleeding time depends on the integrity of platelets and vessel walls, whereas clotting time depends on the availability of coagulation factors. • In coagulation disorders like haemophilia, clotting time is prolonged but bleeding time remains normal.
http://www.indianmedicinalplants.info/articles/BLEEDING-TIME.html
PT & APTT • activated partial thromboplastin time (aPTT) untuk mengevaluasi jalur intrinsik kaskade koagulasi • prothrombin time (PT) untuk mengevaluasi jalur ekstrinsik kaskade koagulasi
http://practical-haemostasis.com/Screening%20Tests/aptt.html
Bleeding
Severe
Mild
intervention
stopped continues prolonged Platelet disorder
delayed Coagulation disorder Kuliah Hemostasis FKUI.
Spontaneous bleeding (without injury)
deep, solitary
superficial, multiple petechiae, purpura, ecchymoses
platelet disorder
hematoma, hemarthrosis
coagulation disorder Kuliah Hemostasis FKUI.
Simple schematic diagram to diagnose hemostasic disorders Finding:
Type of disorder:
Clinical: Coagulation
Vascular
Platelet
Petechiae
typical
typical
Ecchymoses present
typical
typical
Hematoma typical
rare
rare
Hemarthrosis
rare
typical
rare
rare
Laboratory: peripheral blood normal
normal
bleeding time clotting time
low p.c.
prolonged prolonged normal
abnormal
tourniquet test clot retraction
(-)
(+)
normal normal
(+) normal
Kuliah Hemostasis FKUI.
abnormal
normal
Kelainan Pembekuan Darah
http://periobasics.com/wp-content/uploads/2013/01/Evaluation-of-bleeding-disorders.jpg
Bleeding Disorder
Part II: Hemofilia • Hemophilia is the most common inherited bleeding disorder. • There are: • Hemophilia A : deficiency of factor VIII • Hemophilia B : deficiency of factor IX
• Both hemophilia A and B are inherited as X-linked recessive disorders • Symptoms could occur since the patient begin to crawl
Epidemiology • Incidence: hemophilia A (± 85%) 1 : 5,000 – 10,000 males (or 1 : 10,000 of male life birth) hemophilia B (± 15%) 1 : 23,000 – 30,000 males (or 1 : 50,000 of male life birth) • Approximately 70% had family history of bleeding problems • Clinical manifestasion: mild, Moderate, severe
Kuliah Hemofilia FKUI. Pustika A.
Genetic • Inherited as sex (X)-linked recessive • Genes of factor VIII/IX are located on the distal part of the long arm (q) of X chromosome • Female (women) are carriers
Kuliah Hemofilia FKUI. Pustika A.
http://www.cdc.gov/ncbddd/hemophilia/inheritance-pattern.html
Clinical manifestation •
•
Bleeding: • usually deep (hematoma, hemarthrosis) • spontaneous or following mild trauma Type: hemarthrosis hematoma intracranial hemorrhage hematuria epistaxis bleeding of the frenulum (baby) Kuliah Hemofilia FKUI. Pustika A.
Diagnosis history of abnormal bleeding in a boy n normal platelet count n bleeding time usually normal n clotting time: prolonged n prothrombin time usually normal n partial thromboplastin time prolonged n decreased antihemophilic factor n
Antenatal diagnosis
antihemophilic factor level F-VIII/F-IX gene identification (DNA analysis) Kuliah Hemofilia FKUI. Pustika A.
Blood component replacement therapy factor-VIII fresh-frozen plasma cryoprecipitate factor-VIII concentrate factor-IX concentrate
factor-IX
(unit/ml) ~ 0,5 ~ 0,6 ~ 4,0 25 - 100 25 - 35
source of F-VIII: - monoclonal antibody purified; - intermediate- and high-purity; - recombinant
Kuliah Hemofilia FKUI. Pustika A.
(ml) 200 20 10 20
Part III: TRANSFUSI DARAH Terdiri dari Darah lengkap (whole blood) Komponen darah (1960) ~ Sel darah merah ~ Leukosit ~ Trombosit ~ Plasma (beku-segar) ~ Kriopresipitat
The transfusion trigger, kapan darah harus diberikan
Anemia akut Hb ≤ 6 g/dL volume darah ↓: 30% - 40% Pra-bedah (Hb<8g/dL) Anemia kronik Neonatus dengan distres pernapasan
JENIS KOMPONEN DARAH SEL DARAH MERAH (SDM) • Darah lengkap (whole blood) – Operasi jantung – Perdarahan masif
• SDM pekat (packed red cell) – sumber: donor tunggal – Ht ~ 55% – Anemia simptomatik: thalassemia
• SDM rendah-leukosit – leukosit disaring / filter – mencegah: reaksi transfusi, penularan penyakit dan GVHD
• SDM cuci (washed RBC) – menghilangkan: antibodi, K+, leukosit – untuk: transfusi berulang, ada antibodi, PNH
JUMLAH DARAH YANG DIPERLUKAN Darah lengkap: BB(kg) x 6x (Hbdiinginkan – Hbtercatat) SDM pekat (2/3 dari darah lengkap) BB(kg) x 4x (Hbdiinginkan – Hbtercatat) Hb penderita Jumlah SDM (g/dL) (diberikan dalam 3-4 jam) ------------------------------------------------------------------------------7-10 10 mL/kg.bb 5-7 5 mL/kb.bb* <5, payah jantung (-) 3 mL/kg.bb* <5, payah jantung (±) 3 mL/kg.bb+furosemid <5, payah jantung (+) transfusi tukar ------------------------------------------------------------------------------*dapat diulang dengan interval 6-12 jam
JENIS KOMPONEN DARAH Suspensi trombosit
(platelet concentrate) diperoleh dari : ~ 1 unit darah lengkap, segar, donor tunggal ~ tromboferesis ~ diberikan pada : perdarahan karena trombosit ↓ ↓ persiapan operasi dg trombosit ↓ dosis yang dipergunakan (unit) BB(kg) x 1/13(lt) x (1000/300)
Plasma Segar Beku (Fresh Frozen Plasma)
Defisiensi faktor pembekuan Renjatan hipovolemik (perdarahan >>) Penyakit hati Defisiensi imun Protein-losing enteropathy Dosis: 20-40 mL/kgbb
JENIS KOMPONEN DARAH Kriopresipitat (Cryoprecipitate) 1 kantong (± 20 mL) kriopresipitat mengandung:
~ ~ ~ ~
80-120 unit faktor VIII 150-200 mg fibrinogen faktor von Willebrand faktor XIII
dipergunakan untuk pengobatan: ~ hemofilia A ~ penyakit von Willebrand Dosis: ~ 40-50 U/kgbb, loading dose ~ 20-25 U/kgbb, tiap 12 jam
Konsentrat VIII Tersedia sebagai produk komersial Mengandung 250 U dan 1000 U dalam bentuk bubuk kering dengan 10 mL pelarut
JENIS KOMPONEN DARAH Kompleks faktor IX
(kompleks protrombin aktif)
ALBUMIN
Mengandung protrombin, faktor VII, IX, dan X serta protein C Untuk mengobati hemofilia B, penyakit hati Dosis: 80-100 U/kgbb setiap 24 jam
Hipoproteinemia Luka bakar hebat Hiperbilirubinemia pada neonatus Dosis: 1-3 g/kgbb
OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
142. Atonia Uteri Tahap I : Perdarahan yang tidak banyak Uterotonika, mengurut rahim (massage) dan memasang gurita.
•Tahap II : Perdarahan belum berhenti & bertambah banyak I nfus dan transfusi darah lalu dapat lakukan : –Perasat (manuver) Zangemeister. –Perasat (manuver) Fritch. –Kompresi bimanual. –Kompresi aorta. –Tamponade utero-vaginal. –Jepit arteri uterina dengan cara Henkel. Tahap III : Belum tertolong Hilangkan sumber perdarahan dengan 2 cara yaitu meligasi arteri hipogastrika atau histerektomi.
Uterotonika • Oksitosin (IM atau IV) – Perdarahan aktif infus dengan RL 20 IU/L – Sirkulasi kolaps 10 IU intramiometrikal (IMM) – Efek samping: nausea, vomitus, intoksikasi cairan
•
Metilergonovin maleat (IM, IMM, IV) – – – –
•
IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg IMM atau IV bolus 0,125 mg Kontraindikasi: pasien dengan hipertensi Efek samping: vasospasme perifer, hipertensi, nausea, vomitus
Prostaglandin (IMM, intraservikal, transvaginal, IV, IM, dan rectal) – Pemberian secara IM/ IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg – Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g) – Kontra Indikasi: pasien dengan kelainan KV, pulmonal, disfungsi hepatik – Efek samping: nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi, bronkospasme, muka kemerahan, gelisah, penurunan saturasi oksigen
143. Epilepsi Pada Kehamilan •
Epilepsi pada kehamilan dibagi 2 kelompok: – Yang sebelumnya sudah menderita epilepsi – Berkembang menjadi epilepsi selama hamil
•
Hormon yang berpengaruh terhadap bangkitan: estrogen dan progesteron
• Komplikasi persalinan untuk ibu dan bayi adalah: – Frekuensi bangkitan meningkat 33% – Perdarahan post partum meningkat 10% – Bayi mempunyai resiko 3% berkembang menjadi epilepsi – Apabila tanpa profilaksis vitamin K yang diberikan pada ibu, terdapat resiko 1)\\1 s% terjadi perdarahan perinatal pada bayi (Johnston, 1992) •
Pengaruh epilepsi terhadap kehamilan yaitu: – Melahirkan bayi prematur (4-11%) – BBLR (7–10%) – Mikrosefali – Apgar skor yang rendah
Laidlaw J., Riches A., Oxley J. 1988. A textbook of epilepsi. 3th ed. New York : Churchill Livingstone, p. 203-211; 544-557
Efek Obat Anti Epilepsi Terhadap Kehamilan • Prosentase malformasi akibat obat anti epilepsi adalah: – – – – –
Trimetadion: lebih 50% Fenitoin: 30% Sodium Valproat: 1,2% Karbamazepin: 0,5-1% Fenobarbital: 0,6%
• Efek samping sodium valproat dan karbamazepin: defek neural tube dan bibir sumbing diatasi dengan meningkatkan suplemen asam folat Laidlaw J., Riches A., Oxley J. 1988. A textbook of epilepsi. 3th ed. New York : Churchill Livingstone, p. 203-211; 544-557
144. Hipertiroid pada Kehamilan: Tatalaksana • Rawat inap dan tirah baring untuk mengontrol kadar hormon tiroid. • PTU 300-450 mg/hari, dibagi dalam 3 dosis. Bila FT4 dan FT3 sudah normal dosis pemeliharaan 50-300 mg/hari, dalam dosis terbagi. • Larutan yodium (Lugol) 3 tetes dalam segelas air putih diminum 1x/hari selama 1-2 minggu. • Propanolol mengurangi manifestasi simpatetik, 40-80 mg/hari, dalam 3-4 dosis. • Kontra Indikasi: penyakit paru obstruktif, blokade jantung, dekomp kordis, DM • Tiroidektomi dapat dipertimbangkan ketika kondisi hipertiroid telah teratasi lewat pengobatan. • Setelah bayi lahir, periksa kadar hormon tiroidnya untuk menyingkirkan kemungkinan hipotiroidisme pada bayi akibat pengobatan selama ibu hamil.
145. Hipertiroid pada Kehamilan • DOC (PTU dan methimazole) – PTU (utama) • Efek teratogenik << • Efek samping: Hipotiroid pada janin
– Methimazole • efek teratogenik berupa sindrom teratogenik ‘embriopati metimazole’ yang ditandai dengan atresi esofagus atau koanal
• Β blocker (propanolol) – Mengurangi gejala akut hipertiroid – Efek samping pada kehamilan akhir: hipoglikemia pada neonatus, apnea, dan bradikardia yang biasanya bersifat transien dan tidak lebih dari 48 jam – Dibatasi sesingkat mungkin dan dalam dosis rendah (10-15 mg per hari) Abalovich M, Amino N, Barbour LA, Cobin RH, Leslie J, Glinoer D, et al. Management of Thyroid Dysfunction during Pregnancy and Postpartum. J. Endocrinol. Metabolism. 2007; 92(8): S1-S47
Indikasi Pembedahan • Dibutuhkannya obat anti tiroid dosis besar (PTU >450 mg atau methimazole >300 mg) • Timbul efek samping serius penggunaan obat anti tiroid • Struma yang menimbulkan gejala disfagia, atau obstruksi jalan napas • Tidak dapat memenuhi terapi medis (misalnya pada pasien gangguan jiwa)
146. Malpresentasi Janin • Malpresentasi adalah semua presentasi janin selain verteks • Malposisi adalah posisi kepala janin relatif terhadap pelvis dengan oksiput sebagai titik referensi • Masalah; janin yg dalam keadaan malpresentasi dan malposisi kemungkinan menyebabkan partus lama atau partus macet Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi
Malposisi Oksiput Posterior • Oksiput berada didaerah posterior dari diameter transversal pelvis • Rotasi secara spontan terjadi pada 90% kasus.Persalinan yg terganggu terjadi bila kepala janin tidak rotasi atau turun • Pada persalinan dapat terjadi robekan perineum yg luas/tdk teratur
Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi
Oksiput posterior • Etiologi usaha penyesuaian kepala terhadap bentuk dan ukuran panggul. • Pada diameter antero-posterior >tranversa pada panggul antropoid,atau segmen depan menyempit seperti pada panggul android, uuk akan sulit memutar kedepan. • Sebab lain otot-otot dasar panggul lembek pada multipara atau kepala janin yg kecil dan bulat sehingga tak ada paksaan pada belakang kepala janin untuk memutar kedepan
Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi
Presentasi Dahi • Presentasi dahi adalah keadaan dimana kedudukan kepala berada diantara fleksi maksimal dan defleksi maksimal • Pada umumnya merupakan kedudukan yg sementara dan sebagian besar akan berubah menjadi presentasi muka atau belakang kepala • Penyebabnya CPD, janin besar, anensefal,tumor didaerah leher,multiparitas dan perut gantung
Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi
Presentasi Dahi • Diagnosis pada periksa dalam dapat diraba sutura frontalis, pakal hidung dan lingkaran orbita. Mulut dan dagu tidak dapat diraba. • Biasanya penurunan dan persalinan macet. Konversi kearah verteks atau muka jarang terjadi. Persalinan spontan dapat terjadi jika bayi kecil atau mati dgn maserasi • Bila janin hidup lakukan SC • Bila janin mati,pembukaan belum lengkapSC • Bila pemb lengkaplakukan embriotomi
Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi
Presentasi Muka • Disebabkan oleh terjadinya ekstensi yang penuh dari kepala janin . • Penolong akan meraba muka, mulut , hidung dan pipi • Etiologi;panggul sempit,janin besar,multiparitas,perut gantung,anensefal,tumor dileher,lilitan talipusat • Dagu merupakan titik acuan, sehingga ada presentasi muka dengan dagu anterior dan posterior • Sering terjadi partus lama. Pada dagu anterior kemungkinan persalinan dengan terjadinya fleksi.
Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi
Presentasi muka • Pada presentasi muka dengan dagu posterior akan terjadi kesulitan penurunan karena kepala dalam keadaan defleksi maksimal • Posisi dagu anterior, bila pembukaan lengkap : - lahirkan dengan persalinan spontan pervaginam - bila kemajuan persal lambat lakukan oksitosin drip - bila penurunan kurang lancar, lakukan forsep
Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi
Presentasi Ganda • Bila ekstremitas (bag kecil janin) prolaps disamping bag terendah janin • Persalinan spontan hanya terjadi bila janin kecil atau mati dan maserasi • Lakukan koreksi dengan jalan Knee Chest Position,dorong bag yg prolaps ke atas, dan pada saat kontraksi masukkan kepala memasuki pelvis.Bila koreksi tidak berhasil lakukan SC Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi
Presentasi Bokong • Bila bokong merupakan bagian terendah janin • Ada 3 macam presentasi bokong: complete breech(bokong sempurna),Frank breech(bokong murni),footling breech(presentasi kaki) • Partus lama merupakan indikasi utk melakukan SC,karena kelainan kemajuan persalinan merupakan salah satu tanda disproporsi • Etiologi; multiparitas,hamil kembar,hidramnion,hidrosefal,plasenta previa,CPD
Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi
Letak Lintang • • • • • •
Persalinan akan macet Lakukan versi luar bila permulaan inpartu dan ketuban intak Bila ada kontraindikasi versi luar lakukan SC Lakukan pengawasan adanya prolaps funikuli Dapat terjadi ruptura uteri Dalam obsteri modern,pada letak lintang inpartu dilakukan SC walaupun janin mati
Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi
147. Pre Eklampsia • Preeklampsia Ringan – Tekanan darah ≥140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu – Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam
• Preeklampsia Berat – Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu – Tes celup urin menunjukkan proteinuria ≥2+ atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam; atau disertai keterlibatan organ lain: • • • • • •
Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas Sakit kepala , skotoma penglihatan Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif Oliguria (< 500ml/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Pre Eklampsia & Eklampsia • Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik – Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia kehamilan 20 minggu) – Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau trombosit <100.000 sel/uL pada usia kehamilan > 20 minggu
• Eklampsia – Kejang umum dan/atau koma – Ada tanda dan gejala preeklampsia – Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi, perdarahan subarakhnoid, dan meningitis) Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Tatalaksana Preeklampsia-eklampsia •
Tatalaksana umum – Semua ibu dengan preeklampsia maupun eklampsia harus dirawat masuk rumah sakit
•
Pertimbangkan persalinan atau terminasi kehamilan – Induksi persalinan dianjurkan bagi ibu dengan preeklampsia berat dengan janin yang belum viable atau tidak akan viable dalam 1-2 minggu. – Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana janin sudah viable namun usia kehamilan belum mencapai 34 minggu, manajemen ekspektan dianjurkan, asalkan tidak terdapat kontraindikasi – Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana usia kehamilan antara 34 dan 37 minggu, manajemen ekspektan boleh dianjurkan, asalkan tidak terdapat hipertensi yang tidak terkontrol, disfungsi organ ibu, dan gawat janin. Lakukan pengawasan ketat. – Pada ibu dengan preeklampsia berat yang kehamilannya sudah aterm, persalinan dini dianjurkan. – Pada ibu dengan preeklampsia ringan atau hipertensi gestasional ringan yang sudah aterm, induksi persalinan dianjurkan. Sumber: Buku Kesehatan Ibu di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan
Tatalaksana Preeklampsia-eklampsia • Antihipertensi – Ibu dengan hipertensi berat perlu mendapat terapi antihipertensi – Ibu dengan terapi antihipertensi di masa antenatal dianjurkan untuk melanjutkan terapi antihipertensi hingga persalinan. – Terapi antihipertensi dianjurkan untuk hipertensi pasca persalinan berat – Antihipertensi yang diberikan nifedipin, nikardipin, dan metildopa. Jangan berikan ARB inhibitor, ACE inhibitor dan klortiazid pada ibu hamil
• Pemeriksaan penunjang tambahan – – – – – –
Hitung darah perifer lengkap Golongan darah AB0, Rh, dan uji pencocokan silang. Fungsi hati (LDH, SGOT, SGPT) Fungsi ginjal (ureum, kreatinin serum) Fungsi koagulasi (PT, APTT, fibrinogen) USG (terutama jika ada indikasi gawat janin atau pertumbuhan janin terhambat)
Sumber: Buku Kesehatan Ibu di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan
Tatalaksana Khusus • Edema paru – Edema paru dapat diketahui dari adanya sesak napas, hipertensi, batuk berbusa, ronki basah halus pada basal paru pada ibu dengan preeklampsia berat. – Tatalaksana • • • •
Posisikan ibu dalam posisi tegak Oksigen Furosemide 40 mg IV Bila produksi urin masih rendah (<30 ml/jam dalam 4 jam) pemberian furosemid dapat diulang. • Ukur Keseimbangan cairan. Batasi cairan yang masuk
• Sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes, low platelets) dilakukan dengan terminasi kehamilan Sumber: Buku Kesehatan Ibu di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan, 2013
Tatalaksana Eklampsia • Pencegahan dan Tatalaksana Kejang – Bila terjadi kejang perhatikan prinsip ABCD • Magnesium sulfat diberikan sebagai tatalaksana kejang pada eklampsia dan pencegahan kejang pada preeklampsia berat. Dosis pemberian magnesium sulfat intravena adalah 4 gram selama 20 menit untuk dosis awal dilanjutkan 6 gram selama 6 jam untuk dosis rumatan. Magnesium sulfat dapat diberikan IM dengan dosis 5 gram pada bokong kiri dan 5 gram pada bokong kanan. • Syarat pemberian magnesium sulfat adalah terdapat refleks patella, tersedia kalsium glukonas, dan jumlah urin minimal 0,5 ml/kgBB/jam Sumber: Buku Kesehatan Ibu di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan
148. Anatomi Panggul Tulang yang menyusun panggul • Os coccae (tulang pangkal paha) yang terdiri dari 3 buah tulang yang berhubungan yaitu – Os illium (tulang usus) – Os ischium (tulang duduk) – Os pubis (tulang kemaluan)
• Os sacrum (tulang kelangkang), dan • Os coxigys (tulang tungging).
149.
150.
• Surgery. If you have an ectopic pregnancy that is causing severe symptoms, bleeding, or high hCG levels, surgery is usually needed. This is because medicine is not likely to work and a rupture becomes more likely as time passes. When possible, laparoscopic surgery that uses a small incision is done. For a ruptured ectopic pregnancy, emergency surgery is needed.
151. Prolaps Uteri • Prolaps uteri adalah penurunan uterus dari posisi anatomis yang seharusnya. • Insidens prolaps uteri meningkat dengan bertambahnya usia. • Manifestasi klinis yang sering didapatkan adalah keluarnya massa dari vagina dan adanya gangguan buang air kecil hingga disertai hidronefrosis
153. Retensio plasenta • Plasenta atau bagianbagiannya dapat tetap berada dalam uterus setelah bayi lahir. • Sebab: plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan • Plasenta belum lepas: kontraksi kurang kuat atau plasenta adhesiva (akreta, inkreta, perkreta)
Terapi • Jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu mengedan. Jika Anda dapat merasakan plasenta dalam vagina keluarkan plasenta tersebut. • Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan lakukan kateterisasi kandung kemih. • Jika plasenta belum keluar berikan oksitosin 10 unit IM. • Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosin dan uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali. • Jika traksi tarikan tali pusat terkendali belum berhasil, cobalah untuk mengeluarkan plasenta secara manual.
PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012
154. PELVIC INFLAMMATORY DISEASE • Infeksi pada traktus genital atas wanita yang melibatkan kombinasi antara uterus, ovarium, tuba falopi, peritonium pelvis, atau jaringan penunjangnya. • PID terutama terjadi karena ascending infection dari traktus genital bawah ke atas • Patogen: Dapat berupa penyakit akibat hubungan seksual atau endogen (Tersering: N. Gonorrhea & Chlamydia Trachomatis) • Faktor Risiko:
Kontak seksual Riwayat penyakit menular seksual Multiple sexual partners IUD
PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012
Sexually active woman presenting with abnormal vaginal discharge, lower abdominal pain, OR dyspareunia
Uterine tenderness, OR Adnexal tenderness, OR Cervical motion tenderness on pelvic exam?
YES
NO
1) Perform NAAT for gonorrhea and chlamydia 2) Perform pregnancy testing 3) Perform vaginal microscopy if available 4) Offer HIV testing
See Vaginal Discharge algorithm, consider other organic causes
Empiric treatment for PID* if no other organic cause found (e.g. ectopic pregnancy, appendicitis)
Signs of severe illness (i.e. high fever, nausea/vomiting), OR Surgical emergency (e.g. appendicitis) not excluded, OR Suspected to have a tubo-ovarian abscess, OR Unable to tolerate or already failed oral antibiotics, OR Pregnant?
YES
NO
Inpatient PID treatment: Cefotetan 2g IV Q12 hours OR Cefoxitin 2g IV Q6 hours, PLUS Doxycycline 100mg PO/IV Q12 hours** (other regimens available****)
Outpatient PID treatment: Ceftriaxone 250mg IM x 1 dose PLUS Doxycycline 100mg PO BID x 14 days,** WITH OR WITHOUT Metronidazole 500mg PO BID x 14 days*** OR Cefoxitin 2g IM x 1 dose and Probenecid 1g PO x 1dose together PLUS Doxycycline 100mg PO BID X 14 days,** WITH OR WITHOUT Metronidazole 500mg PO BID x 14 days*** (other regimens available****) Response to treatment 72 hours later?
1) Hospitalize 24-48 hours to ensure response to treatment 2) Discharge on oral antibiotics to complete 14 day course
NO
YES
See Inpatient treatment
Continue treatment for 14 days
http://depts.washington.edu/handbook/syndromesFemale/ch8_pid.html
Pelvic Inflammatory Disease
http://www.cdc.gov/std/treatment/2010/pid.htm
PID - Pengobatan • •
•
Harus berspektrum luas Semua regimen harus efektif melawan N. gonorrhoeae dan C. trachomatis karena hasil skrining endoserviks yang negatif tidak menyingkirkan infeksi saluran reproduksi atas Rawat jalan atau rawat inap bergantung pada:
Adanya emergensi (contoh; apendisitis) Pasien hamil Pasien tidak berespon baik terhadap antibiotik oral Pasien tidak memungkinkan untuk menoleransi antibiotik oral Pasien memiliki penyakit berat, mual-muntah, demam tinggi Pasien memiliki abses tubo-ovarian
http://www.cdc.gov/std/treatment/2010/pid.htm
155. Kontraindikasi KB Metode
Kontraindikasi
Barrier
• Alergi lateks
Hormonal
• • • • • • • • •
AKDR
Hamil, kelainan alat kandungan bagian dalam, perdarahan vagina yang tidak diketahui, sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis), tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita PRP atau abortus septik, penyakit trofoblas yang ganas, diketahui menderita TBC pelvik, kanker alat genital, ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm
Gangguan KV Menyusui Eksklusif Perdarahan pervaginam yang belum diketahui penyebabnya Hepatitis Perokok Riwayat diabetes > 20th Kanker payudara atau dicurigai Migraine dan gejala neurologic fokal (epilepsi/riwayat epilepsi) Tidak dapat menggunakan pil secara teratur setiap hari.
156.
157. Tatalaksana Eklampsia • Pencegahan dan Tatalaksana Kejang – Bila terjadi kejang perhatikan prinsip ABCD • Magnesium sulfat diberikan sebagai tatalaksana kejang pada eklampsia dan pencegahan kejang pada preeklampsia berat. Dosis pemberian magnesium sulfat intravena adalah 4 gram selama 20 menit untuk dosis awal dilanjutkan 6 gram selama 6 jam untuk dosis rumatan. Magnesium sulfat dapat diberikan IM dengan dosis 5 gram pada bokong kiri dan 5 gram pada bokong kanan. • Syarat pemberian magnesium sulfat adalah terdapat refleks patella, tersedia kalsium glukonas, dan jumlah urin minimal 0,5 ml/kgBB/jam Sumber: Buku Kesehatan Ibu di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan
158. Inkontinensia Uri pada Multiparitas • Kehamilan dan persalinan akan menyebabkan dasar panggul diregangkan kelainan letak vesika dan dapat juga cedera otot-otot sekitar dasar vesika dan leher vesika • Pada multiparitas: trauma berulang • Stress inkontinensia Urin: keluarnya urin yang tidak terkontrol, terjadi bila tanpa suatu kontraksi detrusor, tekanan intravesikal melebihi tekanan uretral maksimum
159. Persalinan Lama
160. Rumus Naegele & Parikh • Rumus Naegele (Berlaku untuk siklus menstruasi 28 hari) – Hari Perkiraan Lahir = Tanggal hari pertama haid terakhir + 7, bulan – 3, tahun + 1. – Jika bulan tidak bisa dikurangi 3 maka bulan ditambah 9 dan tidak ada penambahan tahun.
• Rumus Parikh (2007) – HPL = HPHT + 9bulan – 7hari + (lama siklus haid – 14hari) , dan disederhanakan menjadi : – HPL = HPHT + 9bulan + (lama siklus haid – 21 hari)
161. Endometritis • Inflammasi uterus. • Metritis mengenai endometrium, kelenjar glandular dibawahnya, dan lapisan otot • Endometritis: hanya mengenai endometrium dan kelenjar glandular • Divided into pregnancy-related endometritis and endometritis unrelated to pregnancy (Pelvic Inflammatory Disease) • Acute endometritis is characterized by the presence of microabscesses or neutrophils within the endometrial glands; Chronic endometritis is distinguished by variable numbers of plasma cells within the endometrial stroma
• Clinical Presentation: Fever Lower abdominal pain Foul-smelling lochia in the obstetric population Abnormal vaginal bleeding Abnormal vaginal discharge Dyspareunia (may be present in patients with pelvic inflammatory disease [PID]) Dysuria (may be present in patients with PID) Malaise
•
Treatment : Inpatient setting Broad spectrum antibiotics
http://emedicine.medscape.com/article/254169
162.
PERDARAHAN ANTEPARTUM FIRST TRIMESTER Soal Nomor : 163
Risk Factor 1-Maternal age : Young mothers (under age 20 years) have a slightly higher prevalence of GTD, although not nearly so great as those mothers over age 35 years.
2-Women who have had a previous molar gestation 3-The risk increases with the number of spontaneous
abortions. 4- Women with blood type A may be more likely to develop
choriocarcinoma (but not hydatidiform mole);
What Is A Hydatidiform Mole? A hydatidiform mole is an abnormality of fertilization COMPLETE MOLE
PARTIAL MOLE
It is the result of fertilisation of
anucleated ovum ( has
no
chromosomes) with a sperm which will duplicate giving rise to 46 chromosomes of paternal origin only.
It is the result of fertilisation of an ovum by 2 sperms so the chromosomal number is 69 chromosomes
Clinical manifestation • complete mole: – – – – –
vaginal bleeding after amenorrhea uterus is abnormally enlarged and become soft hyperthyroidism theca lutein ovarian cyst gestational vomitting and PIH
730
Clinical manifestation • partial mole: – may have the major symptoms of complete mole but it is slightly manifested. no luteinizing cyst. The histologic examination of curettage sample may confirm the diagnosis.
731
Diagnosis • HCG measurement • ultrasound examination
• detecting the fetal heart beat by ultrasound Doppler 732
Complete Hydatiform Mole
USG : allows identification of numerous, discrete, anechoic (cystic) spaces within a central area of heterogeneous echotexture
Partial Hydatiform Mole USG : The clues for the sonographer in this diagnosis are the presence of a fetus (although usually with severe,
but nonspecific, abnormalities) in combination with a formed placenta containing numerous cystic spaces
164. Abortus • Definisi: Kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. • Diagnosis dengan bantuan pemeriksaan ultrasonografi – – – – –
Perdarahan pervaginam dari bercak hingga berjumlah banyak Perut nyeri dan kaku Pengeluaran sebagian produk konsepsi Serviks dapat tertutup maupun terbuka Ukuran uterus lebih kecil dari yang seharusnya
• Faktor Predisposisi – Faktor dari janin: kelainan genetik (kromosom) – Faktor dari ibu: infeksi, kelainan hormonal seperti hipotiroidisme, diabetes mellitus, malnutrisi, penggunaan obatobatan, merokok, konsumsi alkohol, faktor immunologis dan defek anatomis seperti uterus didelfis,inkompetensia serviks (penipisan dan pembukaan serviks sebelum waktu in partu, umumnya pada trimester kedua) dan sinekhiae uteri karena sindrom Asherman. – Faktor dari ayah: Kelainan sperma
DIAGNOSIS
PERDARAHAN
SERVIKS
BESAR UTERUS
GEJALA LAIN
Abortus imminens Sedikit-sedang
Tertutup lunak
Sesuai kehamilan
Abortus insipiens
Sedang-banyak
Terbuka lunak
Sesuai atau lebih Nyeri perut hebat kecil Uterus lunak
Abortus inkomplit Sedikit-banyak
Terbuka lunak
Lebih kecil dari Nyeri perut kuat usia kehamilan Jaringan + Uterus lunak
Abortus komplit
Sedikit-tidak ada
Tertutup atau Lebih kecil dari Sedikit atau tanpa terbuka lunak usia kehamilan nyeri perut Jaringan keluar ± Uterus kenyal
Abortus septik
Perdarahan berbau
Lunak
Membesar, nyeri Demam tekan leukositosis
Missed abortion
Tidak ada
Tertutup
Lebih kecil dari Tidak terdapat usia kehamilan gejala nyeri perut Tidak disertai ekspulsi jaringan konsepsi
usia Tes kehamilan + Nyeri perut Uterus lunak
Abortus Imminens
Abortus Komplit
Abortus Insipiens
Abortus Inkomplit
Missed Abortion
165. Antasida dan Kehamilan • Antasida, sucralfat, PPI, dan ranitidin masuk kedalam golongan B di kategori kehamilan • Misoprostol – Digunakan untuk mengobati ulkus lambung akibat penggunaan obat-obatan NSAID – Menyebabkan kontraksi rahim sehingga menginduksi terjadinya abortus
FORENSIK DAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
166. Teknik Komunikasi Calgary Cambridge
167. Istilah Epidemiologi
168. Parameter Kualitas Air • Parameter Fisik: Tidak berbau dan tidak berwarna, tidak berasa, Tidak keruh tes turbidity Jackson Candler • Parameter Kimia: kadar keasaman air juga harus berkisar antara 6,5-8,5 , mengandung mineral dibawah 500 (Total dissolved solid < 500) , bebas dari zat kimia beracun, logam berat, pestisida, dan tidak mengandung bahan radioaktif. • Parameter Biologi: Bebas dari mikroorganisme coliform uji presumptive, uji ketetapan, uji kelengkapan
169. Teknik Pengambilan Sampel
reflection-on-presentation-2-sampling.html
• Probability /random sampling – Cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk elemen populasi diambil atau dipilih. Jenis –jenisnya : • • • • •
Simple random sampling Stratified random sampling Cluster sampling Systematic sampling Area sampling
• Non-probability / non-random sampling – Setiap elemen dalam populasi tidak memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel, jenis – jenisnya : • • • •
Convenience sampling Purposive sampling Quota sampling Snowball sampling
Cara pengambilan sampel Cara sampling Random
Keterangan
Simple Random Sampling
pengambilan sampel dari semua anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata/tingkatan yang ada dalam populasi itu
Stratified Sampling
Penentuan tingkat berdasarkan karakteristik tertentu. Misalnya : menurut usia, pendidikan, golongan pangkat, dan sebagainya
Cluster Sampling
disebut juga sebagai teknik sampling daerah. Teknik ini digunakan apabila populasi tersebar dalam beberapa daerah, propinsi, kabupaten, kecamatan, dan seterusnya
Cara sampling Non-Random Keterangan Systematical Sampling
anggota sampel dipilh berdasarkan urutan tertentu. Misalnya setiap kelipatan 10 atau 100 dari daftar pegawai disuatu kantor, pengambilan sampel hanya nomor genap atau yang ganjil saja.
Porpusive Sampling
sampel yang dipilih secara khusus berdasarkan tujuan penelitiannya.
Snowball Sampling
Dari sampel yang sedikit tersebut peneliti mencari informasi sampel lain dari yang dijadikan sampel terdahulu, sehingga makin lama jumlah sampelnya makin banyak
Quota Sampling
anggota sampel pada suatu tingkat dipilih dengan jumlah tertentu (kuota) dengan ciri-ciri tertentu
Convenience sampling
mengambil sampel secara sembarang (kapanpun dan dimanapun menemukan) asal memenuhi syarat sebagai sampel dari populasi tertentu optimized by optima
Sukardi. (2004). Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta : Bumi aksara.
Sampel probabilitas (random) • Each member of the population has a known nonzero probability of being selected.
Multistage Sampling
Complex form of cluster sampling. Instead of using all the elements contained in the selected clusters, the researcher randomly selects elements from each cluster. The technique is used frequently when a complete list of all members of the population does not exist and is inappropriate.
When population is small, homogeneous & readily available. All subsets of the frame are given an equal probability. The frame organized into separate "strata." Each stratum is then sampled as an independent sub-population, out of which individual elements can be randomly selected
In this technique, the total population is divided into these groups (or clusters) and a simple random sample of the groups is selected (two stage) Ex. Area sampling or geographical cluster sampling
170. PHBS • Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran pada diri individu di dalam keluarga maupun di masyarakat, yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di lingkungannya. • PHBS mempunyai banyak bidang.
171-172. Teori Kerucut Edgar Dale “Hasil belajar seseorang diperoleh melalui pengalaman langsung (konkret), kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan, sampai kepada lambang verbal (abstrak). Semakin keatas puncak kerucut semakin abstrak media penyampai pesan itu. Proses belajar dan interaksi mengajar tidak harus dari pengalaman langsung, tetapi dimulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan kelompok orang yang dihadapi dengan mempertimbangkan situasi belajar”. Pengalaman langsung akan memberikan informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman itu, oleh karena ia melibatkan indera penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman, dan peraba” • • •
•
Dale berkeyakinan bahwa simbol dan gagasan yang abstrak dapat lebih mudah dipahami dan diserap manakala diberikan dalam bentuk pengalaman konkrit. Kerucut pengalaman merupakan awal untuk memberikan alasan tentang kaitan teori belajar dengan komunikasi audiovisual. Dalam tahap ini pembelajaran dilakukan dengan cara memegang, merasakan atau mencium secara langsung materi pelajaran Berbagai jenis media tersebut pada dasarnya dapat digolongkan dalam tiga kelompok besar, yaitu media cetak, media elektronik, dan objek nyata atau realita.
Dale’s Cone Experience
173. Problem Solving
174. Klasifikasi Kasus
175. Level of Disease Prevention
176. Metode PAHO
Pemecahan Masalah I. Membuat Prioritas Masalah • Priority = Importance x Technological Feasibility x Resources • Pentingnya masalah (Importancy = I) yang terdiri dari: – – – –
Prevalence = P. Merupakan besarnya masalah Severity = S .Akibat yang ditimbulkan oleh masalah Rate of Increase = RI. Merupakan suatu kenaikan besarnya masalah Degree of unmeet need = DU. Yaitu derajat kebutuhan masyarakat yang tidak terpenuhi – Social Benefit = SB. Adalah keuntungan sosial karena selesainya masalah – Public Concern = PB. Merupakan rasa prihatin masyarakat terhadap masalah – Political Climate = PC. Adalah suasana politik Importance = Prevalence + Severity +Rate of Increase + Degree of unmet need + Political Climate + Social Benefit + Public Concern
• Technology = T . Merupakan kelayakan teknologi . Makin layak teknologi yang tersedia dan dapat dipakai untuk mengatasi masalah, makin diprioritaskan masalah tersebut. • Sumber daya yang tersedia (Resources = R). Terdiri dari tenaga (man), dana (money), dan sarana (material). Penyelesaian masalah akan semakin diprioritaskan bila sumber daya yang diperlukan tersedia. • (P = priority, T = technology, I =importancy, R=resources), dengan memberi nilai antara 1 (tidak penting) sampai dengan 5 (sangat penting).
II. Alternatif Pemecahan Masalah III. Prioritas Pemecahan Masalah = Efektivitas Jalan keluar (MxIxV) Efisiensi jalan keluar (C) • Efektifitas jalan keluar : Magnitude x Importancy x Velocity – Magnitude : Besarnya masalah yang dapat diatasi – Importancy : Pentingnya jalan keluar untuk permasalahan – Velocity : Kecepatan jalan keluar mengatasi masalah
• Efisiensi jalan keluar berkaitan dengan cost • Nilai diberikan 1-5
177. Penyaringan Air • Air bersih adalah kebutuhan vital dalam kehidupan sehari – hari • Salah satu teknologi pengolahan air yang mudah, murah dan sederhana adalah teknologi saringan pasir lambat
178. Ukuran Epidemiologi • Rasio: nilai relatif yang dihasilkan dari perbandingan dua nilai kuantitif yang pembilangnya bukan bagian dari penyebut Contoh: Kejadian Luar Biasa(KLB) diare sebanyak 30 orang di suatu daerah. 10 diantaranya adalah jenis kelamin pria. Maka rasio pria terhadap wanita adalah R=10/20=1/2 • Proporsi: perbandingan dua nilai kuantitatif yang pembilangnya merupakan bagian dari penyebut. Penyebaran proporsi adalah suatu penyebaran persentasi yang meliputi proporsi dari jumlah peristiwa-peristiwa dalam kelompok data yang mengenai masing-masing kategori atau subkelompok dari kelompok itu. Pada contoh di atas, proporsi pria terhadap perempuan adalah P= 10/30=1/3 • Rate: Rate atau angka merupakan proporsi dalam bentuk khusus perbandingan antara pembilang dengan penyebut atau kejadian dalam suatu populasi teterntu dengan jumlah penduduk dalam populasi tersebut dalam batas waktu tertentu
Ukuran dalam Epidemiologi Insidens Rate (IR) • Insidens : jumlah kasus baru yang timbul pada suatu periode waktu dalam populasi tertentu gambaran tentang frekuensi penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu waktu tertentu di suatu kelompok masyarakat • Contoh : Pada suatu daerah dengan jumlah penduduk tgl 1 Juli 2005 sebanyak 100.000 orang semua rentan terhadap penyakit diare ditemukan laporan penderita baru sebagai berikut bulan januari 50 orang, Maret 100o rang, Juni 150 orang, September 10 orang dan Desember 90 orang • IR = ( 50+ 100+150+10 +90) /100.000 X 100 % = 0,4 %
Ukuran dalam Epidemiologi Attack rate (AR) • Jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu saat dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit tersebut pada saat yang sama dalam % atau permil. • Contoh: Dari 500 orang murid yang tercatat pada SD X ternyata 100 orang tiba-tiba menderita muntaber setelah makan nasi bungkus di kantin sekolah • AR = 100 / 500 X 100% = 20 % • AR hanya dignkan pada kelompok masyarakat terbatas dan periode terbatas,misalnya KLB.
Ukuran dalam Epidemiologi Prevalens rate • Gambaran tentang frekuensi penderita lama dan baru yang ditemukan pada jangka waktu tertentu disekelompok masyarakat tertentu. • Ada dua Prevalen: Period Prevalence • Contoh : Pada suatu daerah penduduk pada 1 juli 2005 100.000 orang, dilaporkan keadaan penyakit A sbb: Januari 50 kasus lama dan 100 kasus baru, Maret 75 kasus lama dan 75 kasus baru, Juli 25 kasus lama dan 75 kasus baru; September 50 kasus lama dan 50 kasus baru, dan Desember 200 kasus lama dan 200 kasus baru. • Period Prevalens rate : (50+100)+(75+75)+(25+75)+(50+50)+(200+200) /100.000 X 100 % = 0,9 %
Ukuran dalam Epidemiologi Point Prevalence Rate • Jumlah penderita lama dan baru pada satu saat, dibagi dengan jumlah penduduk saat itu dalam persen atau permil. • Contoh: Satu sekolah dengan murid 100 orang, kemarin 5 orang menderita penyakit campak, dan hari ini 5 orang lainnya menderita penyakit campak • Point Prevalence rate = 10/100 x 1000 ‰= 100 ‰
179. JENJANG POSYANDU
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN POSYANDU. Kementerian Kesehatan RI dan Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL POSYANDU). 2011
• Posyandu Pratama (warna merah) : – belum mantap. – kegiatan belum rutin – kader terbatas < 5 Orang
• Posyandu Madya (warna kuning) : – kegiatan lebih teratur > 8x/tahun – Jumlah kader >5 orang – cakupan kelima kegiatan utamanya masih rendah <50%
• Posyandu Purnama (Warna hijau) : – – – – –
kegiatan sudah teratur, > 8x/tahun cakupan program/kegiatannya baik, >50% jumlah kader, >5 orang mempunyai program tambahan memiliki Dana Sehat dan JPKM <50% KK
• Posyandu Mandiri (warna biru) : – kegiatan secara terahir dan mantap – cakupan program/kegiatan baik. – memiliki Dana Sehat dan JPKM yang mantap.
Cakupan K/S dan N/D termasuk dalam Cakupan Kumulatif KIA
PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN POSYANDU. Kementerian Kesehatan RI dan Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL POSYANDU). 2011
180. Studi Epidemiologi
Desain Studi Desain
Keterangan
Deskriptif
mendeskripsikan distribusi penyakit pada populasi, berdasarkan karakteristik dasar individu, seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, kelas sosial, status perkawinan, tempat tinggal dan sebagainya, serta waktu
Analitik
menguji hipotesis dan menaksir (mengestimasi) besarnya hubungan/ pengaruh paparan terhadap penyakit
Studi observasional
peneliti tidak sengaja memberikan intervensi, melainkan hanya mengamati (mengukur), mencatat, mengklasifikasi, menghitung, dan menganalisis (membandingkan) perubahan pada variabel-variabel pada kondisi yang alami
Studi eksperimental
peneliti meneliti efek intervensi dengan cara memberikan berbagai level intervensi kepada subjek penelitian dan membandingkan efek dari berbagai level intervensi itu
optimized by optima
181. Desain Penelitian Descriptive Research Design Retrospective Cohort Past
Future Cross-sectional Case Control
Cohort
Cohort vs Case Control
optimized by optima Fletcher RH, Fletcher SW, Wagner EH. Clinical epidemiology—the essentials. 3rd ed. Baltimore: Williams & Wilkins, 1996
Case control
optimized by optima
182. Lima tingkat pencegahan penyakit Pencegahan Primer
Keterangan
Health Promotion
Saat pejamu sehat dengan tujuan meningkatkan status kesehatan atau memelihara kesehatan :Penyuluhan/pendidikan kesehatan, rekreasi sehat, olahraga teratur, perhatian terhadap perkembangan kepribadian
Specific Protection
Mencegah pada pejamu (Host) dengan menaikkan daya tahan tubuh: Imunisasi, pelindung khusus : Helm, tutup telinga, Pencegahan Sekunder perbaikan Keterangan lingkungan Early Diagnosis and Prompt Dilakukan bila pejamu sakit, setidak – tidaknya diduga sakit Treatment (penyakitnya masih ringan) Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus Mencegah orang lain tertular. Misal : Case finding, skrining survei penyakit asymtomatis, deteksi dini pencemaran dll
Pencegahan Tersier
Keterangan
Disability limitation
Dilakukan waktu pejamu sakit / sakit berat dengan tujuan mencegah cacat lebih lanjut, fisik, sosial maupun mental
Rehabilitation
Mengembalikan penderita agar berguna di masyarakat maupun bagi diri nyasendiri, mencegah cacat total setelah terjadi perubahan anatomi/fisiologi. optimized by optima
183. Pidana Pada Kasus Abortus • Definisi – Abortus adalah kehamilan yang berhenti prosesnya pada umur kehamilan di bawah 20 minggu, atau berat fetus yang lahir 500 gram atau kurang (Chalik, 1998).
• Berdasarkan proses terjadinya abortus dapat digolongkan dalam dua golongan yaitu – Abortus spontan – Abortus provokatus (buatan). • Abortus provokatus terapeutik dan • abortus provokatus kriminalis
• Wanita yang sengaja menggugurkan kandungannya atau menyuruhoranglain melakukannya(KUHP pasal346) • Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita lain tanpa(KUHP 347) atau dengan seizinnya(KUHP 348): – Dokter, bidan atau juru obat yang melakukan kejahatan diatas(KUHP 349) – Orang yang mempertunjukkan alat/cara mengugurkan kandungan pada anak dibawah 17 tahun (KUHP 283) – Barang siapa menganjurkan/merawat/memberi obat kepada seseorang wanita dengan memberi harapan agar gugur kandungannya (KUHP 299)
• Missed Abortion keadaan dimana janin sudah meninggal, tetapi tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. • Abortus Habitualis abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut - turut. • Abortus infeksiosus abortus yang disertai infeksi pada genetalia • Abortus Septik abortus infeksiosus berat disertai penyebaran kuman atau toksin ke dalam peredaran darah atau peritoneum
184. Luka Akibat Kekerasan • Kekerasan Benda Tumpul Memar – Perdarahan dalam jaringan bawah kulit akibat pecahnya kapiler/vena; – Dapat memberikan petunjuk tentang bentuk benda penyebab Luka Lecet – Cedera pada epidermis yang bersentuhan dengan benda yang memiliki permukaan kasar atau runcing Luka Robek – Luka terbuka akibat trauma benda tumpul, menyebabkan kulit teregang ke satu arah. – Bentuk luka tidak beraturan, tepi tidak rata, jembatan jaringan
• Kekerasan Benda Setengah Tajam – Cedera akibat benda tumpul yang memiliki tepi rata (mis. meja, lempeng besi, gigi) – Luka : seperti akibat benda tumpul tapi bentuknya beraturan – Jejas Gigit (bite-mark) : luka lecet tekan/hematom berbentuk garis lengkung terputus-putus
• Kekerasan Benda Tajam – Luka iris, luka tusuk, luka bacok – Tepi dan dinding luka yang rata, berbentuk garis, tidak terdapat jembatan jaringan, dasar luka bentuk garis atau titik
185. Kasus Gantung Diri Gantung Diri • • • • •
Simpul hidup Jumlah lilitan satu atau lebih Arah alat penjerat serong ke atas Jarak titik tumpu – simpul jauh Jejas jerat meninggi ke arah simpul • Tidak terdapat luka perlawanan, mungkin terdapat luka percobaan bunuh diri lainnya • Lokasi TKP tersembunyi, kondisi teratur dan pakain korban rapi dan baik • Terdapat surat peninggalan dan ruangan biasanya terkunci dari dalam
Pembunuhan • • • • • • • • •
Biasanya simpul mati Jumlah lilitan hanya satu Arah alat penjerat mendatar Jarak titik tumpu dengan simpul dekat Jejas jerat berjalan mendatar Terdapat luka perlawanan dan luka – luka lain biasanya di sekitar leher Lokasi TKP bervariasi, kondisi tidak teratur dan pakaian korban robek atau tidak teratur Tidak terdapat surat peninggalan Ruangan tidak teratur
Pemeriksaan Jenazah kasus Gantung • Kelainan pada autopsi bergantung pada apakah arteri pada leher tertutup atau tidak – Jerat kecil dan keras hambatan total arteri muka pucat dan tidak ada petekiae pada kulit maupun konjungtiva – Jejas lebar dan lunak hambatan aliran vena dari kepala ke leher perbendungan daerah sebelah atas ikatan
186. Keracunan Sianida • Sianida (CN) merupakan racun yang sangat toksik garam sianida dosis kecil dapat menyebabkan kematian dengan cepat • Kematian akibat keracunan CN umumnya pada pembunuhan atau bunuh diri • Adanya racun dalam umbi gadung sudah sejak lama diketahui. Jenis racun yang ada antara lain: – Dioscorin: Dioskorin dilaporkan memiliki sifat sebagai antioksidan, antiinflamatori, anti serangga, antipatogen serta memperlihatkan aktivitas inhibisi terhadap tripsin. – HCN (sianida) dikenal sebagai racun yang mematikan. HCN akan menyerang langsung dan menghambat sistem antar ruang sel, yaitu menghambat sistem cytochroom oxidase dalam sel-sel, hal ini menyebabkan zat pembakaran (oksigen) tidak dapat beredar ketiap-tiap jaringan sel-sel dalam tubuh
• Pemeriksaan Luar jenazah – Tercium bau amandel dari mulut dan hidung patognomonik keracunan HCN (namun tidak semua orang bisa menciumnya karena bersifat genetik X-linked) – Sianosis pada wajah, bibir, busa keluar dari mulut – Lebam mayat merah terang darah banyak mengandung oksi-Hb
187. Visum et Repertum • VeR : keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang berwenang, mengenai hasil pemeriksaan medik, berdasarkan keilmuannya dan dibawah sumpah, untuk kepentingan peradilan • Pasal 133 KUHAP: – Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korbanbaik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya
• Permintaan bantuan kepada dokter sebagai ahli hanya dapat diajukan secara tertulis dengan menyebutkan secara jelas jenis pemeriksaan yang dikehendaki • Pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP : yang berwenang meminta keterangan ahli → penyidik & penyidik pembantu
Visum et Repertum • Pada korban yang diduga korban tindak pidana, dilakukan tindakan perawatan/pengobatan dan dibuatkan catatan medik lengkap • Penegak hukum yang menangani tindak pidana yang korbannya masih hidup segera mengajukan permintaan VeR atau korban tindak pidana harus segera melaporkan tindak pidana yang dialami ke penegak hukum • Jika permintaan pembuatan Visum et Repertum diajukan ditengah masa perawatan atau setelah sembuh, maka substansi keterangan yang boleh dituangkan ke dalam Visum et Repertum hanyalah mengenai fakta – fakta sejak diterimanya surat tersebut. Fakta-fakta sebelumnya akan menjadi rahasia kedokteran yang hanya boleh diungkapkan kepada hakim di sidang pengadilan
Rahasia Kedokteran Pasal 12 Kode Etik Kedokteran Indonesia Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia Undang-undang Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004
Undang-undang Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004
188. Kematian Wajar dan Tidak Wajar • Kematian Wajar jika orang tersebut berada dalam perawatan seorang dokter, diagnosis penyakitnya telah diketahui dan kematiannya diduga karena penyakitnya tersebut. • Kematian yang terjadi dalam perawatan di Rumah Sakit atau dalam perawatan seorang dokter, pada umumnya dokter dapat memastikan bahwa kematian tersebut kematian wajar. • Pada kasus ini dokter yang memeriksa pasien terakhir kali atau dokter yang merawat dapat langsung memberikan surat keterangan kematian (formulir A) dan jenazahnya dapat langsung diserahkan pada keluarganya. • Dalam konteks Indonesia, seorang dokter Puskesmas yang mendapatkan laporan adanya suatu kematian hendaknya MEMERIKSA SENDIRI jenazah tersebut. Setelah dokter selesai melakukan pemeriksaan luar (yang dilakukan tanpa surat permintaan visum dari polisi) terhadap mayat ini, dokter berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik menentukan apakah kematiannya merupakan kematian wajar atau tidak wajar. Jika ia yakin, bahwa tidak ada tanda-tanda kekerasan atau keracunan serta kecurigaan lainnya, maka ia dapat memutuskan bahwa kematian adalah wajar.
• Sejak tahun 1990 an, untuk penentuan penyebab kematian wajar, dokter dapat melakukan verbal autopsy, yaitu suatu metode anamnesis terstruktur yang diterapkan secara alloanamnesis untuk menegakkan perkiraan penyebab kematian. • Metode verbal autopsy saat ini sudah diterima secara internasional, dan metodenya telah dibakukan oleh WHO. Hanya saja disini, harus diingat bahwa verbal autopsy hanya dapat dilakukan pada kasus kematian wajar. • Dokter yang memeriksa jenazah ini, setelah menyimpulkan bahwa kematiannya wajar selanjutnya menyerahkan jenazah pada keluarganya, membuat serta menandatangani surat keterangan kematian (formulir A). • Di kemudian hari, jika diperlukan oleh keluarga, maka dokter dapat juga memberikan keterangan lain untuk asuransi, pensiun serta surat lainnya yang berkaitan dengan kematian tersebut.
•
• •
Setiap kematian yang terjadi akibat kekerasan atau keracunan termasuk kematian yang tidak wajar. Cara kematian pada kematian tidak wajar adalah pembunuhan, bunuh diri dan kecelakaan. Pada kasus kematian tidak wajar, kasusnya hendaknya segera dilaporkan ke penyidik, sesuai dengan pasal 108 KUHAP. Adapun yang termasuk dalam kategori kasus yang harus dilaporkan ke penyidik adalah: – kematian yang terjadi di dalam tahanan atau penjara – kematian terjadi bukan karena penyakit dan bukan karena hukuman mati – adanya penemuan mayat dimana penyebab dan informasi mengenai kematiannya tidak ada – Keadaan kematiannya menunjukkan bahwa kemungkinan kematian akibat perbuatan melanggar hukum – Orang tersebut melakukan bunuh diri atau situasi kematiannya mengindikasikan kematian akibat bunuh diri – Kematian yang terjadi tanpa kehadiran dokter – Kematian yang disaksikan dokter tetapi ia tidak dapat memastikan penyebab kematiannya.
• Pada kasus kematian yang terjadi akibat pembunuhan, bunuh diri maupun kecelakaan serta kematian yang mencurigakan lainnya, maka dokter yang memeriksa jenazah terakhir kali: – TIDAK BOLEH menyerahkan jenazah kepada keluarganya, – Melaporkan kematian tersebut ke penyidik/polisi, berdasarkan pasal 108 KUHAP. – TIDAK PERLU membuat surat keterangan kematian (formulis A) – TIDAK BOLEH melakukan pengawetan jenazah – Untuk daerah DKI dan sekitarnya, setelah penyidik mendapatkan laporan mengenai kematian yang mencurigakan ini, penyidik biasanya lalu membawa surat permintaan visum et repertum jenazah dan jenazah ke RSCM untuk dilakukan pemeriksaan jenazah atau autopsi. – Dokter yang melakukan pemeriksaan jenazah inilah yang akan membuat dan menandatangani formulir A dan menyerahkan jenazah ke keluarganya setelah pemeriksaan selesai. Pada kasus kematian tidak wajar, pengawetan jenazah baru boleh dilakukan setelah pemeriksaan autopsy selesai dilakukan.
189. Kaidah Dasar Moral 1.
Prinsip Autonomy= yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien. Selanjutnya diklinik dibuat informed consent dalam setiap dokter melakukan tindakan.( pasien berpendidikan, dewasa, matang dsb)
2.
Prinsip Beneficence= yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan kepada kebaikan pasien. Disini ditekankan tindakan atau perbuatan yang mempunyai sisi baik atau bermanfaat lebih besar dibanding dengan sisi buruk atau mudharat (Secara umum tindakan dokter dapat dilakukan dan berlaku pada semua pasien normal).
3. Prinsip Non-maleficence= yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yg memperburuk keadaan pasien (Pasien dalam keadaan gawat, harus diperlukan tindakan medik untuk penyelamatan jiwanya, pasien rentan, dsb). 4. Prinsip Justice = yaitu prinsip moral yang mementingkan keadilan dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumberdaya (konteks membahas hak orang lain, selain dari pasiennya itu sendiri).
Beneficence Kriteria 1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan orang lain) 2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia 3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter 4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya 5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang 6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien) 8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien 9. Minimalisasi akibat buruk 10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat 11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran 13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan 14. Mengembangkan profesi secara terus menerus 15. Memberikan obat berkhasiat namun murah 16. Menerapkan golden rule principle
190. Pemeriksaan jenazah korban mati akibat asfiksia Pemeriksaan Luar
Pemeriksaan Dalam
• Sianosis pada bibir, ujung – ujung jari dan kuku • Warna lebam mayat merah kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat • Bus ahalus pada hidung dan mulut akibat peningkatan aktivitas pernafasan pada fase 1 disertai sekresi selaput lendir saluran nafas bagian atas • Tardieu`s spot
• • •
• • •
Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer Busa halus pada saluran nafas Perbendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat, Petekiae pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang jantung Edema paru Tindakan kekerasan fraktur laring langsung atau tidak langsung, perdarahan faring terutama bagian belakang rawan krikoid
THT-KL
191. Otitis Tanda OE: Nyeri jika aurikel ditarik ke belakang atau tragus ditekan.
• Otitis externa sirkumskripta (furuncle) – Etiologi: Staph. aureus, Staph. albus – Terbatas pada kelenjar minyak/rambut yg terobstruksi – Hanya pada bagian kartilago telinga, tidak ada jaringan penyambung di bawah kulit sangat nyeri – Th/: AB topikal. Jika menonjol & lunak: insisi & drainase
• Otitis eksterna difus (swimmer’s ear) – Etiologi: Pseudomonas, Staph albus, E. coli. – Kondisi lembab & hangat bakteri tumbuh – Sangat nyeri, liang telinga: edema, sempit, nyeri tekan (+), eksudasi – Jika edema berat pendengaran berkurang – Th/: AB topikal, kadang perlu AB sistemik Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis media supuratif kronik • Infeksi kronik dengan sekresi persisten/ hilang timbul (> 2 bulan) melalui membran timpani yang tidak intak. • Petunjuk diagnostik: – Otorea rekuren/kronik – Penurunan pendengaran – Perforasi membran timpani
Otitis media efusi – Tuba Eustachius terinfeksi tekanan negatif transudasi – Penurunan pendengaran, tidak nyeri jika tidak terinfeksi atau perubahan tekanan yang cepat – Jika masih ada udara perubahan posisi kepala menimbulkan sensasi lembab dgn suara gelembung – Bisa ada tinnitus, desiran/gemuruh nada rendah, atau tinitus pulsatil dari suara arteri. 1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, & throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
192. Gangguan Pendengaran • Gangguan pendengaran pada lansia, 25-30% terjadi pada usia 65-70 tahun. • Presbikusis: tuli simetris, terutama nada tinggi, karena proses penuaan. – – – –
Sensorik: sel rambut & sel sustentakular berkurang, organ korti rata Neural:neuron koklea berkurang Strial: atropi stria vaskularis Konduktif: membran basilar kaku
Gangguan Pendengaran • Cocktail party deafness – Tanda tuli koklear, pasien terganggu oleh suara background sulit mendengar di lingkungan ramai. – Dijumpai pada presbikusis & noice induced hearing loss.
• Presbikusys ₋ Occur in elderly >65 yo. ₋ Bilateral
• Noise induced hearing loss ₋ Long term exposure with noise cochlear sensorineural deafness with/wo tinnitus. ₋ Bilateral
Gangguan Pendengaran • Otosclerosis: spongiosis of stapes rigid can’t conduct sound to labyrin • In practice, otosclerosis is seen more often in women than in men, by a ratio of approximately 2:1. Most patients presenting between the ages of 20 and 45. • Symptoms & Signs: – – – –
Bilateral progressive hearing loss, but asymmetric Tinnitus Paracusis Willisii: hear better in a noisy room Schwarte sign: reddened tympanic membrane caused by vasodilation of promontium blood vessels. – Eustachius tube intact, no history of trauma or ear disease
• Treatment: Stapedectomy or stapedomy; replacing stapes with prosthesis.
193. Otitis Media Otitis Media Akut • Etiologi: Streptococcus pneumoniae 35%, Haemophilus influenzae 25%, Moraxella catarrhalis 15%.
Perjalanan penyakit otitis media akut: 1. Oklusi tuba: membran timpani retraksi atau suram. 2. Hiperemik/presupurasi: hiperemis & edema. 3. Supurasi: nyeri, demam, eksudat di telinga tengah, membran
timpani membonjol. 4. Perforasi: ruptur membran timpani, demam berkurang. 5. Resolusi: Jika tidak ada perforasi membran timpani kembali normal. Jika perforasi sekret berkurang. 1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Media Otitis Media Akut • Th: – Oklusi tuba: dekongestan topikal (ephedrin HCl) – Presupurasi: AB minimal 7 hari (ampicylin/amoxcylin/ erythromicin) & analgesik. – Supurasi: AB, miringotomi. – Perforasi: ear wash H2O2 3% & AB. – Resolusi: jika sekret tidak berhenti AB dilanjutkan hingga 3 minggu.
Hyperaemic stage
Suppuration stage 1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Media • Miringotomi: – Tindakan insisi pada pars tensa membran timpani agar terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke telinga luar.
• Miringoplasti: – Timpanoplasti tipe 1 (paling ringan), hanya merekonstruksi membran timpani. – Tujuan: mencegah berulangnya infeksi pada OMSK tipe aman dengan perforasi menetap.
• Timpanoplasti: – Rekonstruksi membran timpani sering disertai dengan rekonstruksi tulang pendengaran. – Tujuan: menyembuhkan penyakit & memperbaiki pendengaran.
• Timpanosentesis: – Pungsi pada membran timpani untuk mendapatkan sekret guna pemeriksaan mikrobiologik. Buku ajar THT-KL. 6th ed. FKUI.
194. Benda Asing Lokasi
Gejala & Tanda
Hidung
Obstruksi hidung, rinorea unilateral, sekret kental & bau. Edema, inflamasi, kadang ulserasi. Removal: hook for round smooth object, crocodile forceps if object can be grasped, or suction for many object.
Laryng
Total: laryngeal spasm dysphonia, apneu, cyanosis sudden death. Removal: heimlich manoeuvre Partial: hoarseness, croupy cough, odynophagia, wheezing, cyanosis, hemoptysis, dyspneu, subjective feeling from foreign body. Removal: laryngoscopy or bronchoscopy.
Trachea
Choking, gagging, audible slap, palpatory thud, asthmatoid wheeze. Removal: bronchoscopy
Bronchus
Pulmonum phase: prolong expiration + wheezing. May cause emphysema, atelectasis, drowned lung, lung abscess. Removal: bronchoscopy or cervicotomy or thoracotomy. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Benda Asing Diagnosis
Karakteristik
Rinitis alergi
Riwayat atopi (+), gejala: bersin, hidung gatal, rinorea encer, hidung tersumbat. Tanda: mukosa edema, basah, pucat atau livid, dengan sekret encer.
Rinitis akut
Panas, kering, gatal di hidung Bersin berulang, hidung tersumbat, ingus encer+demam, sefalgia. Rinoskopi anterior: mukosa merah & bengkak.
Rinosinusitis
Hidung tersumbat, rinorea, post nasal drip, nyeri daerah sinus. Rinoskopi anterior: mukosa edema & hiperemis. Transiluminasi: sinus suram. Foto waters: air fluid level, perselubungan, mukosa menebal.
Polip
white-greyish/pale soft tissue containing fluid at meatus medius. Symptoms: nasal obstruction, nasal discharge, hyposmia, sneezing, pain, frontalache.
Deviasi septum
Riwayat trauma hidung, nyeri kepala dan sekitar mata. Rinoskopi anterior: deviasi bentuk C/S, dislokasi, krista, spina, sinekia. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
195. Penyakit Laring Diagnosis
Karakteristik
Polip pita suara
Penyebab: inflamasi kronik. Polip bertangkai, unilateral. Di sepertiga anterior/medial/seluruhnya. Dapat terjadi di segala usia, umumnya dewasa. Gejala: parau. Jenis: polip mukoid (keabu-abuan & jernih) & polip angiomatosa (merah tua).
Papilloma laring
Tumbuh pada pita suara anterior atau subglottik. Seperti buah murbei, putih kelabu/kemerahan. Sangat rapuh, tidak berdarah, & sering rekuren. Gejala: parau, kadang batuk, sesak napas. Terapi: ekstirpasi.
Laringitis
Gejala umum: demam, malaise. Gejala lokal: suara parau, afoni, nyeri ketika menelan atau berbicara, gejala sumbatan laring. Batuk kering atau kemudian berdahak. PF: mukosa laring hiperemis, edema terutama di atas & di bawah pita suara, biasanya juga ada tanda radang di hidung atau sinus paranasal atau paru.
Nodul pita suara
Penyebab: penyalahgunaan suara dalam waktu lama. Suara parau. Laringoskopi: nodul kecil berwarna keputihan, umumnya bilateral, di sepertiga anterior/medial. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Laryngeal Disease
Papillomatosis
Vocal nodules Vocal cord polyp Laringitis
Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
196. Otitis Media Otitis Media Akut • Etiologi: Streptococcus pneumoniae 35%, Haemophilus influenzae 25%, Moraxella catarrhalis 15%.
Perjalanan penyakit otitis media akut: 1. Oklusi tuba: membran timpani retraksi atau suram. 2. Hiperemik/presupurasi: hiperemis & edema. 3. Supurasi: nyeri, demam, eksudat di telinga tengah, membran
timpani membonjol. 4. Perforasi: ruptur membran timpani, demam berkurang. 5. Resolusi: Jika tidak ada perforasi membran timpani kembali normal. Jika perforasi sekret berkurang. 1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
197. Audiologi Dasar Rinne
Weber
Schwabach Sama dengan pemeriksa
Diagnosis
Positif
Tidak ada lateralisasi
Negatif
Lateralisasi ke Memanjang telinga yang sakit
Tuli konduktif
Positif
Lateralisasi ke Memendek telinga yang sehat
Tuli sensorineural
• Tes bisik – Panjang ruangan minimal 6 meter – Nilai normal: 5/6-6/6 Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Normal
Audiologi Dasar • Audiometri nada murni: – Ambang Dengar (AD): bunyi nada murni terlemah pada frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga seseorang. – Perhitungan derajat ketulian: (AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz) / 4 – Derajat ketulian: • 0-25 dB : normal • >25-40 dB : tuli ringan • >40-55 dB : tuli sedang • >55-70 dB : tuli sedang berat • >70-90 dB : tuli berat • >90 dB : tuli sangat berat Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Audiologi Khusus • Evoked response audiometry – Menilai perubahan potensial listrik di otak setelah pemberian rangsang sensoris berupa bunyi. – Rangsang bunyi akan menempuh perjalanan melalui saraf ke VIII di koklea (gelombang I), nukleus kokelaris (II), nukleus olivarius superior (III), lemniskus lateralis (IV), kolikulus inferior (V), kemudian menuju korteks auditorius di lobus temporal otak.
• Otoacoustic emission – Emisi otoakustik merupakan respons koklea yang dihasilkan oleh sel-sel rambut luar yang dipancarkan dalam bentuk energi akustik.
Audiologi Khusus • Audiometri impedans – Memeriksa kelenturan membran timpani dengan tekanan tertentu pada meatus akustikus eksterna, meliputi timpanometri, fungsi tuba, & refleks tapedius
• Audiometri tutur – Menilai kemampuan pasien dalam pembicaraan sehari-hari – Pasien mengulangi kata-kata yang didengar melalui tape – Jumlah kata yang benar speech discrimination score: • • • • •
90-100%: normal 75-90%: tuli ringan 60-75%: tuli sedang 50-60%: sukar mengikuti pembicaraan seharihari <50%: tuli berat
198. Rinitis Alergi
Rinitis Alergi
199. Abses Leher Dalam Diagnosis
Clinical Features
Abses peritonsil
Odynophagia, otalgia, vomit, foetor ex ore, hypersalivation, hot potato voice, & sometimes trismus.
Abses parafaring
1.Trismus, 2. Angle mandible swelling, 3. Medial displacement of lateral pharyngeal wall.
Abses Retrofaring
In children: irritability,neck rigidity, fever,drolling,muffle cry, airway compromise In adult: fever, sore throat, odynophagia, neck tenderness, dysnea
Submandibular abscess
Fever, neck pain, swelling below the mandible or tongue. Trismus often found. If spreading fast bilateral, cellulitis ludwig angina
Ludwig/ludovici angina
Swelling bilaterally, hypersalivation, airway obstrution caused by retracted tongue, odynophagia, trismus, no purulence (no time to develop)
1) Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. 3) Cummings otolaryngology. 4th ed. Mosby; 2005.
Abses Leher Dalam
Peritonsillar abscess
Retropharyngeal abscess
Parapharyngeal abscess
Submandibular abscess
193. Sore Throats
1) Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. 3) Cummings otolaryngology. 4th ed. Mosby; 2005.
200. Epistaksis Penatalaksanaan • Perbaiki keadaan umum – Nadi, napas, tekanan darah
• Hentikan perdarahan – Bersihkan hidung dari darah & bekuan – Pasang tampon sementara yang telah dibasahin adrenalin 1/5000-1/10000 atau lidokain 2% – Setelah 15 menit, lihat sumber perdarahan
• Cari faktor penyebab untuk mencegah rekurensi – Trauma, infeksi, tumor, kelainan kardiovaskular, kelainan darah, kelainan kongenital
Epistaksis • Epistaksis Posterior – Perdarahan berasal dari a. ethmoidalis posterior atau a. sphenopalatina, sering sulit dihentikan. – Terjadi pada pasien dengan hipertensi atau arteriosklerosis. – Terapi: tampon bellocq/posterior selama 2-3 hari. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Epistaksis • Epistaksis anterior: – Sumber: pleksus kisselbach plexus atau a. ethmoidalis anterior – Dapat terjadi karena infeksi & trauma ringan, mudah dihentikan. – Penekanan dengan jari selama 10-15 menit akan menekan pembuluh darah & menghentikan perdarahan. – Jika sumber perdarahan terlihat kauter dengan AgNO3, jika tidak berhenti tampon anterior 2 x 24 jam.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.