DR. WIDYA | DR. YOLINA | DR. RETNO | DR. YUSUF DR. REZA | DR. RESTHIE | DR. CEMARA
OFFICE ADDRESS: Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan (belakang pasaraya manggarai) phone number : 021 8317064 pin BB 2A8E2925 WA 081380385694
Medan : Jl. Setiabudi no. 65 G, medan Phone number : 061 8229229 Pin BB : 24BF7CD2 Www.Optimaprep.Com
1. SINDROM KORONER AKUT
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
1. SINDROM KORONER AKUT • Gejala khas – Rasa tertekan/berat /diremas/ ditusuk di bawah dada, menjalar ke lengan kiri/leher/rahang/punggung/bahu/ulu hati. – Berlangsung beberapa menit atau persisten > 20 menit – Dapat disertai berkeringat, mual/muntah, nyeri perut, sesak napas, & pingsan.
• Gejala tidak khas: – Nyeri dirasakan di daerah penjalaran (lengan kiri/leher/rahang/bahu/ulu hati). – Gejala lain berupa rasa gangguan pencernaan, sesak napas atau rasa lemah yang sulit dijabarkan. – Terjadi pada pasien usia 25-40 tahun / >75thn / wanita / diabetes / penyakit ginjal kronik/demensia.
• Angina stabil: – Umumnya dicetuskan aktivtias fisik atau emosi (stres, marah, takut), berlangsung 2-5 menit, – Angina karena aktivitas fisik reda dalam 1-5 menit dengan beristirahat & nitrogliserin sublingual. Penatalaksanaan STEMI, PERKI
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
1. SINDROM KORONER AKUT
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
2. PENYAKIT HEPATOBILIER
2. PENYAKIT HEPATOBILIER •
Kolelitiasis: – Nyeri kanan atas/epigastrik mendadak, hilang dalam 30 menit-3 jam, setelah makan berlemak. – Fat (ekskresi kolesterol ), female, fourty, fertile (estrogen menghambat perubahan kolesterol empedu, sehingga kolesterol menjadi jenuh)
•
Kolesistitis: – Nyeri kanan atas bahu/punggung, mual, muntah, demam – Nyeri tekan kanan atas (murphy sign)
•
Koledokolitiasis: – Nyeri kanan atas, ikterik, pruritis, mual.
•
Kolangitis: – Triad Charcot: nyeri kanan atas, ikterik, demam/menggigil – Reynold pentad: charcot + syok & mitral stenosis
Pathophysiology of disease. 2nd ed. Lange; 2006.
2. PENYAKIT HEPATOBILIER • Diagnosis kolesistitis: – Murphy sign atau nyeri tekan abdomen kanan atas – Demam, leukositosis, atau peningkatan CRP – USG: ditemukan batu (90-95% kasus), tanda inflamasi kandung empedu (penebalan dinding/double rim cairan perikolesistik, dilatasi duktus biliaris)
• Temuan lab lainnya: – aminotransferase meningkat sedang (biasanya <5 kali batas atas) – Bilirubin meningkat ringan (<5 mg/dL), bila tinggi kemungkinan koledokolitiasis Harrison’s principles of internal medicine. 19th ed. McGraw-Hill | Pocket medicine. 4th ed. Lippincott Williams & Wilkins. Diagnostic criteria and severity assessment of acute cholecystitis: Tokyo Guidelines. J Hepatobiliary Pancreat Surg. 2007 Jan; 14(1): 78–82.
2. PENYAKIT HEPATOBILIER • Temuan USG kolesistitis: – Sonographic Murphy sign (nyeri tekan timbul ketika probe USG ditekan ke arah kandung empedu) – Penebalan dinding kandung empedu (>4 mm) – Pembesaran kandung empedu (long axis diameter >8 cm, short axis diameter >4 cm) – Impacted stone, pericholecystic fluid collection
Hiperekoik Acoustic shadow
Diagnostic criteria and severity assessment of acute cholecystitis: Tokyo Guidelines. J Hepatobiliary Pancreat Surg. 2007 Jan; 14(1): 78–82.
2. PENYAKIT HEPATOBILIER Lokasi Nyeri
Anamnesis
Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis
Terapi
Dispepsia
PPI: ome/lansoprazol H. pylori: klaritromisin+amoksili n+PPI
Nyeri epigastrik Kembung
Membaik dgn makan (ulkus duodenum), Memburuk dgn makan (ulkus gastrikum)
Tidak spesifik
Urea breath test (+): H. pylori Endoskopi: eritema (gastritis akut) atropi (gastritis kronik) luka sd submukosa (ulkus)
Nyeri epigastrik menjalar ke punggung
Gejala: mual & muntah, Demam Penyebab: alkohol (30%), batu empedu (35%)
Nyeri tekan & defans, perdarahan retroperitoneal (Cullen: periumbilikal, Gray Turner: pinggang), Hipotensi
Peningkatan enzim amylase & lipase di darah
Pankreatitis
Resusitasi cairan Nutrisi enteral Analgesik
Nyeri kanan atas/ epigastrium
Prodromal (demam, malaise, mual) kuning.
Ikterus, Hepatomegali
Transaminase, Serologi HAV, HBSAg, Anti HBS
Hepatitis Akut
Suportif
Nyeri kanan atas/ epigastrium
Risk: Female, Fat, Fourty, Hamil Prepitasi makanan berlemak, Mual, TIDAK Demam
Nyeri tekan abdomen Berlangsung 30-180 menit
USG: hiperekoik dgn acoustic window
Kolelitiasis
Kolesistektomi Asam ursodeoksikolat
Nyeri epigastrik/ kanan atas menjalar ke bahu/ punggung
Mual/muntah, Demam
Murphy Sign
USG: penebalan dinding kandung empedu (double rims)
Kolesistitis
Resusitasi cairan AB: sefalosporin gen. 3 + metronidazol Kolesistektomi
3. INFEKSI TROPIK • Demam kontinyu: – Demam terus menerus dan menetap
• Demam remitten: – Demam dengan penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal.
• Demam intermiten: – Demam dengan suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan puncaknya pada siang hari.
• Demam bifasik: – Demam dengan periode normal di antara dua demam
3. INFEKSI TROPIK
3. INFEKSI TROPIK
Gejala demam tifoid
INFEKSI TIFOID
Blood cultures: often (+) in the 1st week. Stools cultures: yield (+) from the 2nd or 3rd week on. Urine cultures: may be (+) after the 2nd week. (+) culture of duodenal drainage: presence of Salmonella in carriers. Jawetz medical microbiology.
3. INFEKSI TROPIK • Demam dengue – Demam tinggi mendadak (abrupt fever), turun pada hari ke-4/5, lalu naik kembali (saddle fever), disertai nyeri retroorbita, ptekie, dan trombositopenia.
• Malaria – Demam periodisitas setiap 48 jam (malaria tertiana) atau 72 jam (malaria kuartana), diselingi masa bebas demam (demam intermiten).
• Chikungunya – gejala yang khas adalah demam & nyeri sendi yang berat.
4. ARTRITIS Gout: – Artritis akut diinisiasi oleh kristalisasi urat di dalam & sekitar sendi, – Lama kelamaan menjadi chronic gouty arthritis & muncul tophi.
– Tophi: agregat kristal urat dengan inflamasi di sekelilingnya. Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011. Robbins’ pathologic basis of disease. 2007.
Acute Gout
Tophy in chronic gout Current diagnosis & treatment in rheumatology. 2nd ed. McGraw-Hill; 2007.
4. ARTRITIS
Osteoarthritis • • • •
space narrowing (white arrow), osteophytes/spur (arrowhead), subchondral cysts, subchondral sclerosis/eburnation (black arrow).
Gout arthritis Acute gouty arthritis: soft tissue swelling. Advanced gout: the erosion are slightly
removed from the joint space, have a rounded or oval shape, & are characterized by a hypertrophic calcified "overhanging edge." The joint space may be preserved or show osteoarthritic type narrowing.
Current diagnosis & treatment in rheumatology. 2nd ed. McGraw-Hill; 2007. Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.
RA
Gout
Spondilitis Ankilosa
Female>male, >50 tahun, obesitas
Female>male 40-70 tahun
Male>female, >30 thn, hiperurisemia
Male>female, dekade 2-3
gradual
gradual
akut
Variabel
Inflamasi
-
+
+
+
Patologi
Degenerasi
Pannus
Mikrotophi
Enthesitis
Poli
Poli
Mono-poli
Oligo/poli
Tipe Sendi
Kecil/besar
Kecil
Kecil-besar
Besar
Predileksi
Pinggul, lutut, punggung, 1st CMC, DIP, PIP
MCP, PIP, pergelangan tangan/kaki, kaki
MTP, kaki, pergelangan kaki & tangan
Sacroiliac Spine Perifer besar
Bouchard’s nodes Heberden’s nodes
Ulnar dev, Swan neck, Boutonniere
Kristal urat
En bloc spine enthesopathy
Osteofit
Osteopenia erosi
erosi
Erosi ankilosis
-
Nodul subkutan, pulmonari cardiac splenomegaly
Tophi, olecranon bursitis, batu ginjal
Uveitis, IBD, konjungtivitis, insuf aorta, psoriasis
Normal
RF +, anti CCP
Asam urat
Ciri Prevalens
Awitan
Jumlah Sendi
Temuan Sendi
Perubahan tulang Temuan Extraartikular Lab
OA
Arthritis
4. ARTRITIS • Reactive arthritis – Penyakit autoimun yang dicetuskan oleh infeksi di tempat lain, GI tract (Shigella, Salmonella, Campylobacter) atau saluran kemih (terutama Chlamydia trachomatis).
5. REAKSI HIPERSENSITIVITAS
5. REAKSI HIPERSENSITIVITAS
5. REAKSI HIPERSENSITIVITAS
6. EDEMA
Robbins & Cotran pathologic basis of disease. 8th ed. Saunders; 2010.
6. EDEMA
6. EDEMA
7. INFEKSI SALURAN KEMIH
7. INFEKSI SALURAN KEMIH • Rute infeksi saluran kemih: – Ascending • kolonisasi uretra, lalu infeksi menyebar ke atas
– Hematogen • bakteri ke ginjal berasal dari bakteremia
– Limfogen • dari abses retroperitoneal atau infeksi intestin
7. INFEKSI SALURAN KEMIH
7. INFEKSI SALURAN KEMIH • Klasifikasi anatomik: – Atas : uretritis, sistitis – Bawah : pielonefritis, abses renal/perinefrik, prostatitis
• Klasifikasi klinis: – Uncomplicated: • ISK pada individu tanpa kelainan struktural atau fungsional, • ISK pada individu tanpa penyakit yang menimbulkan kerentanan ISK
– Complicated: • ISK pada laki-laki, • ISK pada kelainan struktural atau fungsional • ISK pada perempuan hamil, dengan kateter, imunodefisien, DM
7. INFEKSI SALURAN KEMIH
Pielonefritis – Inflamasi pada ginjal & pelvis renalis – Demam, menggigil, mual, muntah, nyeri pinggang, diare, – Lab: silinder leukosit, hematuria, pyuria, bakteriuria, leukosit esterase +.
Sistitis:
Inflamasi pada kandung kemih Disuria, frekuensi, urgensi, nyeri suprapubik, urin berbau, Lab: pyuria, hematuria, leukosit esterase (+) nitrit +/-.
Urethritis:
Inflammation pada uretra Disuria, frekuensi, pyuria, duh tubuh. Lab: pyuria, hematuria, leukosit esterase (+), nitrit (-). Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.
8. DIABETES MELLITUS • Diagnosis KAD: – Kadar glukosa 250 mg/dL – pH <7,35 – HCO3 rendah – Anion gap tinggi – Keton serum (+)
Harrison’s principles of internal medicine
8. DIABETES MELLITUS • Infeksi/insulin tidak adekuat/infark pada pasien DM hormon kontraregulasi insulin (glukagon, epinefrin, kortisol, GH) meningkat glukoneogenesis di hepar (terjadi hiperglikemia) & lipolisis.
• Rasio insulin/glukoagon rendah produksi benda keton dari asam lemak hasil lipolisis. • Benda keton bersifat asam sehingga menimbulkan asidosis metabolik dengan anion gap tinggi.
8. DIABETES MELLITUS
8. DIABETES MELLITUS
American Diabetes Association. Hyperglycemic Crises in Patients With Diabetes Mellitus. Diabetes care, Vol 24, No 1, January 2001
8. DIABETES MELLITUS • Hyperglycemic hyperosmolar state – Tipe pasien: lansia dengan DM tipe 2, riwayat poliuria lama, turun berat badan, intake oral berkurang, & berakhir dengan penurunan kesadaran. – Pemeriksaan: dehidrasi & hiperosmol, hipotensi, takikardia, gangguan status mental. – Gejala yang tidak ada pada HHS: mual, muntah, nyeri abdomen, napas Kussmaul yang merupakan ciri KAD.
– HHS sering dipresipitasi penyakit berat seperti SKA, stroke, sepsis, pneumonia. Harrison’s principles of internal medicine
9. HEPATOLOGI • Bleeding from the gastrointestinal (GI) tract may present in 5 ways: – – – –
Hematemesis: vomitus of red blood or "coffee-grounds" material. Melena: black, tarry, foul-smelling stool. Hematochezia: the passage of bright red or maroon blood from the rectum. Occult GI bleeding: may be identified in the absence of overt bleeding by a fecal occult blood test or the presence of iron deficiency. – Present only with symptoms of blood loss or anemia such as lightheadedness, syncope, angina, or dyspnea.
Harrison’s principles of internal medicine
9. HEPATOLOGI • Specific causes of upper GI bleeding may be suggested by the patient's symptoms: – Peptic ulcer: • epigastric or right upper quadrant pain
– Esophageal ucer: • odynophagia, gastroesophageal reflux, dysphagia
– Mallory-Weiss tear: • emesis, retching, or coughing prior to hematemesis
– Variceal hemorrhage or portal hypertensive gastropathy: • jaundice, weakness, fatigue, anorexia, abdominal distention
– Malignancy: • dysphagia, early satiety, involuntary weight loss, cachexia
HEPATOLOGI
9. HEPATOLOGI • Hipertensi portal mengakibatkan varises di tempat anastomosis portosistemik: – Hemoroid di anorectal junction, – Varises esofagus di gastroesophageal junction, – Kaput medusa di umbilikus.
10. PENYAKIT ENDOKRIN • Struma: pembesaran kelenjar tiroid. • Defek biosintesis tiroksin & defisiensi iodin: – hormon tiroid rendah TSH meningkat stimulasi tiroid sebagai kompensasi struma.
Human Physiology.
Human Physiology. Guyton and Hall textbook of medical physiology.
10. PENYAKIT ENDOKRIN Hipertiroidisme
Kumar and Clark Clinical Medicine
10. PENYAKIT ENDOKRIN Hipotiroidisme
Kumar and Clark Clinical Medicine
10. PENYAKIT ENDOKRIN Thyroid crisis/storm • Untreated hyperthyroidism may decompensate into a state called thyroid storm. • The condition is usually precipitated by an intercurrent illness or by a surgical emergency. • Clinical picture: – acute onset of hyperpyrexia (with temperature > 40 °C), – sweating, – marked tachycardia often with atrial fibrillation, – nausea, vomiting, – diarrhea, – agitation, – tremor, & – delirium
10. PENYAKIT ENDOKRIN
Gambaran klinis • Hiperpireksi (suhu > 40 °C), • berketingat, • Takikardia berat, sering dengan AF, • Mual, muntah, diare, • agitasi, tremor, & delirium
Burch & Wartofsky’s scoring system: • 45 or more is highly suggestive • 25-44 is suggestive of “impending” storm
Thyrotoxicosis and Thyroid Storm. Endocrinol Metab Clin N Am 35 (2006) 663–686
11. EFUSI PLEURA
11. EFUSI PLEURA Volume cairan pleura normal < 30 mL Terbentuk dari ultrafiltrasi plasma dari kapiler di pleura viseral Fungsi: meminimalkan gesekan antar-pleura
1.Strasinger SK, Di Lorenzo MS. Serous fluid. Urinalysis and body fluids. 5th ed. Philadelphia: F.A. Davis Company; 2008. p.221-32. 2.Light RW. Physiology of the pleural space. In: Light RW, ed. Pleural diseases. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013:8-17. 3.Mundt LA, Shanahan K. Serous body fluid. Graff’s Text book of urinalysis and body fluids. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Willams & Wilkins; 2011. p.241-52.
11. EFUSI PLEURA Tekanan hidrostatik kapiler Contoh: CHF
Permeabilitas kapiler Contoh: inflamasi/infeksi
Aliran Limfatik Contoh: obstruksi (keganasan), destruksi (radioterapi)
Tekanan onkotik Contoh: hipoalbuminemia 1.Strasinger SK, Di Lorenzo MS. Serous fluid. Urinalysis and body fluids. 5th ed. Philadelphia: F.A. Davis Company; 2008. p.221-32. 2.Light RW. Physiology of the pleural space. In: Light RW, ed. Pleural diseases. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013:8-17..
11. EFUSI PLEURA • Perbedaan eksudat dengan transudat – Tes rivalta: prinsipnya, cairan yang mengandung protein akan mengendap pada pH 4-5 Transudat
Eksudat
Rivalta
-
+
Kriteria light 1/lebih: • LDH cairan pleura/LDHserum >0,6 • LDH cairan >2/3 LDH serum • Protein pleura/Protein serum >0,5
-
+
12. PENYAKIT GINJAL
Kidney International Supplements (2012) 2, 8–12; doi:10.1038/kisup.2012.7
12. PENYAKIT GINJAL
12. PENYAKIT GINJAL • Uremia: – Sindrom klinis yang merupakan komplikasi penurunan fungsi ginjal (CKD, AKI) yang diakibatkan oleh akumulasi urea dan zat sisa metabolik lain.
• Gejala uremia: – – – – – – – – –
Mual, muntah Fatigue Anorexia Turun berat badan Kram otot Pruritus Penurunan status mental Gangguan visual Haus
• Uremia sering disebabkan oleh CKD, terutama tahap lanjut, tetapi juga bisa pada acute kidney injury (AKI) jika perburukan fungsi ginjal berlangsung cepat.
Gangguan pada:
12. PENYAKIT GINJAL
12. PENYAKIT GINJAL
Kidney International Supplements (2012) 2, 8–12; doi:10.1038/kisup.2012.7
13. HEPATITIS VIRUS •
•
•
•
• •
HBsAg (the virus coat, s= surface) – the earliest serological marker in the serum. HBeAg – Degradation product of HBcAg. – It is a marker for replicating HBV. HBcAg (c = core) – found in the nuclei of the hepatocytes. – not present in the serum in its free form. Anti-HBs – Sufficiently high titres of antibodies ensure imunity. Anti-Hbe – suggests cessation of infectivity. Anti-HBc – the earliest immunological response to HBV – detectable even during serological gap. Principle & practice of hepatology.
13. HEPATITIS VIRUS
COURSE OF HBV INFECTION
13. HEPATITIS VIRUS
13. HEPATITIS VIRUS
14. TUBERKULOSIS • Tuberkulosis primer – M. tb saluran napas sarang/afek primer di bagian paru mana pun saluran getah bening kgb hilus (limfadenitis regional). – Dapat sembuh tanpa bekas atau terdapat garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus. – Morfologi: radang puth keabuan, perkejuan sental.
• Tuberkulosis postprimer – Muncul bertahun-tahun setelah tb primer, di segmen apikal lobus superior atau lobus inferior. – Dapat sembuh tanpa bekas atau sembuh dengan jaringan fibrosis, pengapuran, atau kavitas yang menciut & terlihat seperti bintang. – Morfologi: fokus putih keabuan-kuning berbatas tegas, perkejuan sentral, & fbrosis perifer.
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpuan Dokter Paru Indonesia. 2006 Robbins & Cotran pathologic basis of disease. 8th ed.
14. TUBERKULOSIS
14. TUBERKULOSIS
Gejala Klinis
Gejala respiratori: batuk ≥2 minggu, batuk darah, sesak napas, nyeri dada. Gejala sistemik: demam, malaise, keringat malam, turun berat badan
PF
Kelainan paru di lobus superior (apeks & segmen posterior), apeks lobus inferior: suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum
Roentgen
Lesi aktif: Bayangan berawan/nodular di apeks & posterior lobus superior, segmen superior lobus inferior, Kavitas, Bayangan bercak milier, efusi pleura. Lesi inaktif: fibrotik, kalsifikasi, schwarte/penebalan pleura.
Tuberkulosis: pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. PDPI: 2006.
14. TUBERKULOSIS • Snow storm appearance in chest x-ray patient with miliary tuberculosis. • Small, visible (2-mm) foci of yellow-white consolidation scattered through the lung parenchyma • The adjective “miliary” is derived from the resemblance of these foci to millet seeds.
Tuberkulosis Milier
15. PANSITOPENIA Etiologi anemia aplastik Idiopatik (dimediasi imun): 70% kasus
Sekunder: 10-15% kasus
Obat Toksin Virus PNH Penyakit autoimun Timoma Kehamilan Iatrogenik
Lichtman MA, Segel GB. Aplastic anemia: acquired and inherited. In: Lichtman et al, editors. William’s hematology. 8th ed. New York: McGraw Hill; 2010. p.463-79
Inisiasi oleh: obat, virus, toksin.
Kerusakan yang dimediasi sistem imun
Neoantigen di HSC/progenitor
Diproses oleh APC
Aktivasi Sel T
Sel punca hematopoietik mati Lichtman MA, Segel GB. Aplastic anemia: acquired and inherited. In: Lichtman et al, editors. William’s hematology. 8th ed. New York: McGraw Hill; 2010. p.463-79
15. PANSITOPENIA Manifestasi klinis disebabkan oleh sitopenia Anemia
Pucat, lemah, dispnea
Trombositopenia Ptekiae, epistaksis, perdarahan gusi, menoragia
Leukopenia
Demam, infeksi
Tidak ada limfadenopati atau splenomegali Lichtman MA, Segel GB. Aplastic anemia: acquired and inherited. In: Lichtman et al, editors. William’s hematology. 8th ed. New York: McGraw Hill; 2010. p.463-79
15. PANSITOPENIA • Temuan lab anemia aplastik: – Normositik normokrom atau makrositik (MCV sering 95110 fL). – Jumlah retikulosit rendah. – Leukopenia dengan limfositosis relatif. – Tidak ada sel abnormal di darah. – Sumsum tulang hipoplasia, dengan jaringan hematopoietik digantikan lemak. Hoffbrand, Essential Hematology
15. PANSITOPENIA Penyebab
Sumsum tulang
Pemeriksaan Diagnostik Lain
Anemia aplastik
Hiposelular, sel lemak
Eksklusi penyakit lain
Leukemia akut
Hiper/hiposelular, blas > 20%
Flowsitometri, sitogenetika
Mielodisplasia
Hiper/hiposelular, displasia
Imunophenotyping
Mielofibrosis
Fibrosis retikulin
PNH
Variabel
Ham/sugar water test, imunophenotyping
Infiltrasi keganasan
Infiltrasi sel ganas
Mencari tumor primer
Anemia megaloblastik
Hiperselular, megaloblas
Kadar B12/folat serum
Hodgkin disease
Infiltrasi atau hiposelular
Penyakit histiositik
Hiposelular, hemofagositosis
Osteopetrosis
Trabekula tulang >>
Biopsi trephine
Storage disorder
Hiperselular, infiltrasi
Biopsi trephine
Anoreksia nervosa
Hiposelular ± nekrosis lemak
Pemeriksaan fisis & psikiatri
Hipersplenisme
Hiperplasia
Splenomegali
Guinan EC. Diagnosis and management of aplastic anemia. American Society of Hematology. Hematology 2011. Marsh JCW., et al. Guidelines for the diagnosis and management of aplastic anaemia. BJH Aug 2009;143:43-70.
16. PERITONITIS • Peritonitis – Peradangan dari peritoneum – Disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur atau reaksi inflamasi peritoneum terhadap darah(pada kasus trauma abdomen)
• Jenis: – Peritonitis Primer • Disebabkan oleh penyebaran infeksi dari peradaran darah dan pembuluh limfe ke peritoneumpenyakit hati • Cairaan terkumpul pada rongga peritoneum, menghasilkan lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan bakteri • Jarang terjadi kurang dari 1% dari seluruh kasus peritonitis
– Peritonitis Sekunder • Lebih sering terjadi • Terjadi ketika infeksi menyebar dari traktus bilier atau GIT
http://www.umm.edu/altmed/articles/peritonitis-000127.htm#ixzz28YAqqYSG
16. PERITONITIS • Peritonitis Sekunder – Bakteri, enzim, atau cairan empedu mencapai peritoneum dari suatu robekan yang berasal dari traktus bilier atau GIT – Robekan tersebut dapat disebabkan oleh: • • • • • •
Pancreatitis Perforasi appendiks Ulkus gaster Crohn's disease Diverticulitis Komplikasi Tifoid
Gejala dan Tanda • Distensi dan nyeri pada abdomen • Demam, menggigil • Nafsu makan berkurang • Mual dan muntah • Peningkatan frekuensi napas dan nadi • Nafas pendek • Hipotensi • Produksi urin berkurang • Tidak dapat kentut atau BAB
Tanda • BU berkurang atau absenusus tidak dapat berfungsi • Perut seperti papan • Peritonitis primerasites
X-Ray Normal
Gambaran radiologis pada peritonitis: a. b. c. d.
Adanya kekaburan pada cavum abdomen Preperitonial fat dan psoas line menghilang Adanya udara bebas subdiafragma atau Adanya udara bebas intra peritoneal
17. KLASIFIKASI SYOK Syok kardiogenik (kegagalan kerja jantungnya sendiri) • Penyakit jantung iskemik, seperti infark • Obat-obat yang mendepresi jantung; • Gangguan irama jantung.
Syok obstruktif (gangguan kontraksi jantung akibat di luar jantung): • • •
Tamponade jantung; Pneumotorak; Emboli paru.
Syok hipovolemik (berkurangnya volume Syok distributif (berkurangnya tahanan pembuluh darah perifer) sirkulasi darah): • Kehilangan darah, misalnya perdarahan; • Kehilangan plasma, misalnya luka bakar; • Dehidrasi: cairan yang masuk kurang (misalnya puasa lama), cairan keluar yang banyak (misalnya diare, muntahmuntah, fistula, obstruksi usus dengan penumpukan cairan di lumen usus).
• • • • • •
Syok neurogenik; Cedera medula spinalis atau batang otak; Syok anafilaksis; Obat-obatan; Syok septik; Kombinasi, misalnya pada sepsis bisa gagal jantung, hipovolemia, dan rendahnya tahanan pembuluh darah perifer.
PERKIRAAN KEHILANGAN CAIRAN DAN DARAH
Fluid Resuscitation Crystalloids
Non-protein colloids
• Sama efektifnya dengan albumin pada pasien post-operative • Merupakan pilihan cairan resusitasi awal untuk: – Hemorrhagic shock / traumatic injury – Syok septik – Hepatic resection – Thermal injury – Cardiac surgery – Dialysis induced hypotension
• Digunakan sebagai second-line agents pada pasien yang tidak merespon dengan pemberian kristaloid • Dapat digunakan pada pasien edema perifer atau edema paru dengan kebocoran kapiler • Lebih dipilih daripada albumin karena lebih murah
Resuscitation • Cairan kristaloid menyamakan tekanan intravaskuler dan intersisial dengan cepat • Pemulihan/restorasi stabilitas hemostatik yang adekuat akan membutuhkan volume RL yang banyak • Sudah diobservasi secara empirik, kurang lebih 300 cc kristaloid dibutuhkan untuk mengkompensasi setiap kehilangan darah 100 cc (3:1 rule)
Target resusitasi cairan: – Euvolemia – Improve perfusion – Improve oxygen delivery
British Consensus Guidelines on Intravenous Fluid Therapy for Adult Surgical Patients 2011
18. THE BREAST LUMP Tumors
Onset
Feature Invasive Ductal Carcinoma , Paget’s disease (Ca Insitu), Peau d’orange , hard, Painful, not clear border, infiltrative, discharge/blood, Retraction of the nipple,Axillary mass
Breast cancer
30-menopause
Fibroadenoma mammae
< 30 years
They are solid, round, rubbery lumps that move freely in the breast when pushed upon and are usually painless.
Fibrocystic mammae
20 to 40 years
lumps in both breasts that increase in size and tenderness just prior to menstrual bleeding.occasionally have nipple discharge
Mastitis
18-50 years
Localized breast erythema, warmth, and pain. May be lactating and may have recently missed feedings.fever.
Philloides Tumors
30-55 years
intralobular stroma . “leaf-like”configuration.Firm, smooth-sided, bumpy (not spiky). Breast skin over the tumor may become reddish and warm to the touch. Grow fast.
Duct Papilloma
45-50 years
occurs mainly in large ducts, present with a serous or bloody nipple discharge
Fibroadenoma Mammae • Treatment: – Watchfull waiting – Traditional open excisional biopsy
• Biopsy: – Pengambilan sampel sel atau jaringan untuk diperiksa – Untuk menentukan adanya suatu penyakit
Pemeriksaan Radiologis Payudara • USG Mamae – Tujuan utama USG mamae adalah untuk membedakan massa solid dan kistik – Sebagai pelengkap pemeriksaan klinis dan mamografi – Merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk wanita usia muda (<35) dan berperan dalam penilaian hasil mamografi ‘ dense’ breast
MAMMOGRAPHY • Skrening wanita usia 50thn atau lebih yang asimptomatik • Skrening wanita usia 35 thn atau lebih yang asimtomatik dan memiliki resiko tinggi terkena kanker payudara : – Wanita yang memiliki saudara dengan kanker payudara yang terdiagnosis premenopaus – Wanita dengan temuan histologis yang memiliki resiko ganas pada operasi sebelumnya, spt atypical ductal hyperplasia
• Untuk pemeriksaan wanita usia 35 thn atau lebih yang simptomatik dengan adanya massa pada payudara atau gejala klinis kanker payudara yang lain
www.rad.washington.edu
19. HERNIA HERNIA HIATALHERNIA DIAFRAGMATIKA
/VENTRAL HERNIA
• • •
•
Tipe Hernia
Definisi
Reponible
Kantong hernia dapat dimasukan kembali ke dalam rongga peritoneum secara manual atau spontan
Irreponible
Kantong hernia tidak adapat masuk kembali ke rongga peritoneum
Inkarserata
Obstruksi dari pasase usus halus yang terdapat di dalam kantong hernia
Strangulata
Obstruksi dari pasase usus dan obstruksi vaskular dari kantong hernia tanda-tanda iskemik usus: bengkak, nyeri, merah, demam
Indirek mengikuti kanalis inguinalis Karena adanya prosesus vaginalis persistent The processus vaginalis outpouching of peritoneum attached to the testicle that trails behind as it descends retroperitoneally into the scrotum. DirekTimbul karena adanya defek atau kelemahan pada fasia transversalis dari trigonum Hesselbach http://emedicine.medscape.com/article/
Hernia Inkarserata dengan Ileus
INGUINAL HERNIA • • • •
Most common Most difficult to understand Congenital ~ indirect Acquired ~ direct or indirect
• Indirect Hernia o has peritoneal sac o lateral to epigastric vessels
• Direct Hernia o usually no peritoneal sac o through Hasselbach triangle, medial to epigastric vessels
TEST
KETERANGAN
Finger test
Untuk palpasi menggunakan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak dapat teraba isi dari kantong hernia, misalnya usus atau omentum (seperti karet). Dari skrotum maka jari telunjuk ke arah lateral dari tuberkulum pubicum, mengikuti fasikulus spermatikus sampai ke anulus inguinalis internus. Dapat dicoba mendorong isi hernia dengan menonjolkan kulit skrotum melalui anulus eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau tidak. Pada keadaan normal jari tidak bisa masuk. Dalam hal hernia dapat direposisi, pada waktu jari masih berada dalam anulus eksternus, pasien diminta mengedan. Bila hernia menyentuh ujung jari berarti hernia inguinalis lateralis, dan bila hernia menyentuh samping ujung jari berarti hernia inguinalis medialis.
Siemen test
Dilakukan dengan meletakkan 3 jari di tengah-tengah SIAS dengan tuberculum pubicum dan palpasi dilakukan di garis tengah, sedang untuk bagian medialis dilakukan dengan jari telunjuk melalui skrotum. Kemudian pasien diminta mengejan dan dilihat benjolan timbal di annulus inguinalis lateralis atau annulus inguinalis medialis dan annulus inguinalis femoralis.
Thumb test
Sama seperti siemen test, hanya saja yang diletakkan di annulus inguinalis lateralis, annulus inguinalis medialis, dan annulus inguinalis femoralis adalah ibu jari.
Valsava test
Pasien dapat diperiksa dalam posisi berdiri. Pada saat itu benjolan bisa saja sudah ada, atau dapat dicetuskan dengan meminta pasien batuk atau melakukan manuver valsava.
20. INTUSSUSEPSI • Sebagian usus masuk ke dalam bag. Usus yang lainobstruksi usus • Bayi sehat, tiba-tiba menangis kesakitan(crying spells), nyeri, Lethargy • Pada kuadran kanan atas teraba massa berbentuk sosis dan kekosongan pada kuadran kanan bawah (Dance sign) • Usia 6 - 12 bulan • Biasanya jenis kelamin laki-laki • lethargy/irritability • Portio-like on DRE
TRIAD: • vomiting • abdominal pain o colicky, severe, and intermittent,drawing the legs up to the abdomen,kicking the air, In between attacks, calm and relieved
•
blood per rectum /currant jelly stool http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/679/highlights/overview.html
PART OF THE INTESTINE FOLDS ON ITSELF LIKE A TELESCOPE
Etiologi • 90% Idiopatik – Belum dapat dipastikan, namun diperkirakan penyebabnya adalah virus ( Anomalies with peristalsis)
• 10% Patologis – Polyp, tumour or other mass within the intestinal tract is caught by the normal contractions, creating a “lead point” which pushes along causing the intussusception Anne Connell
Radiologic Signs • Ultrasound signs include: – target sign /doughnut sign) – pseudokidney sign – crescent in a doughnut sign
Barium Enema • Barium Enema pemeriksaan gold standar • intussusception as an occluding mass prolapsing into the lumen, giving the "coiled spring” appearance
21. TRAUMA BULI • 86% trauma buli berkaitan dg trauma abdomen (KLL, jatuh dr ketinggian) • 90% berhubungan dg fraktur pelvis. • Sebaliknya hanya 9 – 16 % fraktur pelvis yg disertai ruptur buli. • 60% mrpk ruptur buli extraperitoneal, 30% intraperitoneal
MEKANISME CEDERA • Ruptur intraperitoneal terjadi akibat trauma pada abdomen bagian bawah atau jg trauma pelvis pada saat buli2 penuh. • Ruptur extraperitoneal lbh sering berkaitan dg fraktur pelvis
Tanda dan gejala • Hematuria – dapat merupakan gejala tunggal – 95% ruptur buli
• Nyeri perut bawah. • Kesulitan berkemih • Pruduksi urin menurun
Pemeriksaan radiologis • Cystography – Kontras > 300 cc – Foto pengosongan (drainase)
• CT scan cystography
Trauma buli • Kontusio buli – Cedera mukosa tanpa extravasasi urin
• Ruptur interstisial – Robekan sebagian dinding buli tanpa extravasasi
• Ruptur intraperitoneal – Tampak kontras mengisi rongga intraperitoneal
• Ruptur extraperitoneal – Kontras mengisi ruang perivesika dibawah garis asetabulum
• Hematoma perivesika : tear drop appearance
Sistogram Ruptur intraperitoneal
Ruptur Ekstraperitoneal
Penatalaksanaan • Pada luka tembus buli2 explorasi + repair • Ruptur intraperitoneal explorasi + repair • Pada trauma tumpul yg hanya menimbulkan trauma dinding buli yg tidak disertai extravasasi urin tidak memerlukan tindakan pembedahan.
22. SUMBATAN JALAN NAPAS AKIBAT BENDA ASING • Mengenali sumbatan jalan napas (tersedak) – Apakah ada napas atau batuk? – Suara napas bernada tinggi? – Apakah batuk cukup kuat? – Tidak dapat bicara, bernapas, atau batuk – Tanda tersedak universal (memegang leher) – Sianosis
Tersedak Pada Pasien Dewasa Sadar • Berikan 5 abdominal thrusts (Heimlich maneuver)
– Tempatkan kepalan tangan sedikit di atas umbilikus – Lakukan 5 thrust ke arah dalam dan atas, dengan kekuatan hingga pasien terangkat – Hamil atau obese? Berikan chest thrusts • Kepalan pada sternum • Bila tidak berhasil topang dada dengan satu tangan sementara tangan lein melakukan back blows
• Lanjutkan hingga sumbatan teratasi atau pasien tidak sadar
Pasien Anak • Sama dengan dewasa, namun perbedaan pada tenaga thrusts – Kekuatan tidak sampai anak terangkat dari kakinya
Pasien Bayi Sadar • Posisikan kepala menghadap ke bawah – 5 back blows (periksa apakah ada objek yang keluar)
– 5 chest thrusts (periksa apakah ada objek yang keluar)
• Ulangi
Finger Sweep • Hanya bila jelas terlihat benda asing di rongga mulut • Tidak ada data yang mendukung mengenai efektivitas metode ini
Tidak Sadar • Jika bayi menjadi tidak sadar – Berikan ventilasi, bila tidak masuk, cek apakah ada benda asing di mulut lalu coba 2 kali lagi napas bantuan – Bila tidak masukmulai RJP 30:2 – Setiap memberi napas bantuan, periksa rongga mulut
• Jika Pasien dewasa menjadi tidak sadar – Mulai RJP 30:2 – Setiap memberi napas bantuan, periksa rongga mulut
Part 5: Adult Basic Life Support: 2010 American Heart Association Guidelines
Choking
Child Choking
Abdominal thrust = “Heimlich manouvre”
www.resus.org.uk/pages/pchkalgo.pdf
23. HEMOROID
Hemoroid interna dan eksterna dibatasi oleh linea dentata.
Hemoroid eksterna
Hemoroid Interna
Diluar anal canal, sekitar sphincter
Didalam anal canal
Gejala terjadi karena thrombosis
Gejala timbul karena perdarahan atau iritasi mukosa
Tidak dapat dimasukkan ke dalam anal canal
dapat dimasukkan ke dalam anal canal sampai grade III
• Internal Hemorrhoids Internal hemorrhoidal plexus – V. Rectus Inferior – V. Rectus Media
• External Hemorrhoids external hemrroidal plexus – V. Rectus Inferior
Gambaran Histologis • Hemoroid structur vaskular dalam anal canal • Gambaran Histologis: Epitel skuomosa kolumnar simplex dan eptel skuomosa bertingkat dengan pelebaran vena pada lapisan lamina proria dan submukosa
Grading Hemoroid Interna (Banov, 1985) • Grade I hemorrhoids project into the anal canal and often bleed but do not prolapse • Grade II hemorrhoids may protrude beyond the anal verge with straining or defecating but reduce spontaneously when straining ceases (ie, return to their resting point by themselves) • Grade III hemorrhoids protrude spontaneously or with straining and require manual reduction (ie, require manual effort for replacement into the anal canal) • Grade IV hemorrhoids chronically prolapse and cannot be reduced; these lesions usually contain both internal and external components and may present with acute thrombosis or strangulation
ACG (American College of Gastroenterology Guideline Treatment for internal hemorrhoids by grade: • Grade I hemorrhoids – conservative medical therapy and avoidance of nonsteroidal anti- inflammatory drugs (NSAIDs) and spicy or fatty foods – Conservative therapy: • • • •
•
Increased fiber intake and adequate fluids reducing both prolapse and bleeding Avoid straining and limit their time spent on the commode Topical and systemic analgesics; proper anal hygiene a short course of topical steroid cream
Grade II or III hemorrhoids – initially treated with nonsurgical procedures, rubber band ligation, sclerotherapy, and infrared coagulation – Rubber band Ligation is the treatment of choice for second- degree hemorrhoids, and it is a reasonable first-line treatment for third-degree hemorrhoids
•
Very symptomatic grade III and grade IV hemorrhoids – surgical hemorrhoidectomy, or stapled – Very symptomatic gr. III continous bleeding, intractable pain, large hemoroid gr. III
•
Treatment of grade IV internal hemorrhoids or any incarcerated or gangrenous tissue requires prompt surgical consultation Wald A, Bharucha AE, Cosman BC, et al. ACG clinical guideline: management of benign anorectal disorders. Am J Gastroenterol. Aug 2014
External Hemorrhoid Treatment • Remember that therapy is directed solely at the symptoms, not at aesthetics. • External hemorrhoid symptoms are generally divided into problems with acute thrombosis and hygiene/skin tag complaints. – Acute thrombosis office excision (not enucleation) – Skin tag operative resection
24. FRAKTUR ANTEBRACHII • Fraktur Galeazzi: adalah fraktur radius distal disertai dislokasi atau subluksasi sendi radioulnar distal. • Fraktur Monteggia: adalah fraktur ulna sepertiga proksimal disertai dislokasi ke anterior dari kapitulum radius. • Fraktur Colles: fraktur melintang pada radius tepat diatas pergelangan tangan dengan pergeseran dorsal fragmen distal. • Fraktur Smith: Fraktur smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu sering disebut reverse Colles fracture.
Montegia Fracture Dislocation • Fraktur 1/3 proksimal Ulna disertai dengan dislokasi kepala radius ke arah anterior, posterior, atau lateral • Head of Radius dislocates same direction as fracture • Memerlukan ORIF
Lateral displacement
http://www.learningradiology.com
Galleazzi Fracture • Fraktur distal radius dan dislokasi sendi radio-ulna ke arah inferior • Like Monteggia fracture if treated conservatively it will redisplace • This fracture appeared in acceptable position after reduction and POP http://www.learningradiology.com
Colles’ Fracture • Fraktur tersering pada tulang yang mengalami osteoporosis • Extra-Articular : 1 inch of distal Radius • Mekanisme trauma: Jatuh pada pergelangan tangan pada posisi dorsofleksi • Typical deformity : Dinner Fork • Deformity is : Impaction, dorsal displacement and angulation, radial displacement and angulation and avulsion of ulnar styloid process http://www.learningradiology.com
Colles’ Fracture
http://www.learningradiology.com
Smith Fracture • Hampir berlawanan dengan Colles’ fracture • Lebih jarang terjadi dibandingkan dengan colles’ • Mekanisme trauma: Jatuh pada pergelangan tangan pada posisi palmar fleksi • Typical deformity : Garden Spade • Management is conservative : MUA and Above Elbow POP http://www.learningradiology.com
Smith Fracture
http://www.learningradiology.com
Fraktur Monteggia Fraktur Galeazzi
Fraktur Smith
Fraktur Colles
25. Luka Bakar
To estimate scattered burns: patient's palm surface = 1% total body surface area
Total Body Surface Area
Parkland formula = Baxter formula
http://www.traumaburn.org/referring/fluid.shtml
Indikasi Resusitasi Cairan
Indikasi Rawat Inap Luka Bakar
26. TRAUMA DADA DIAGNOSIS
Hemotoraks
Simple pneumotoraks
Open pneumotoraks
ETIOLOGI
TA N D A D A N G E J A L A
• Ansietas/ gelisah, takipneu, tanda-tanda syok, Laserasi takikardia, Frothy/ bloody sputum. pembuluh darah • Suara napas menghilang pada tempat yang di kavum toraks terkena, vena leher mendatar, perkusi dada pekak.
Trauma tumpul spontan
• Jejas di jaringan paru sehingga menyebabkan udara bocor ke dalam rongga dada. • Nyeri dada, dispneu, takipneu. • Suara napas menurun/ menghilang, perkusi dada hipersonor
• Luka penetrasi menyebabkan udara dari luar masuk ke rongga pleura. Luka penetrasi di • Dispneu, nyeri tajam, empisema subkutis. area toraks • Suara napas menurun/menghilang • Red bubbles saat exhalasi dari luka penetrasi • Sucking chest wound
DIAGNOSIS
ETIOLOGI
TA N D A D A N G E J A L A
Tension pneumotoraks
Udara yg terkumpul di rongga pleura tidak dapat keluar lagi (mekanisme pentil)
• Tampak sakit berat, ansietas/gelisah, • Dispneu, takipneu, takikardia, distensi vena jugular, hipotensi, deviasi trakea. • Penggunaan otot-otot bantu napas, suara napas menghilang, perkusi hipersonor.
Flail chest
Fraktur segmental tulang iga, melibatkan minimal 3 tulang iga.
• Nyeri saat bernapas • Pernapasan paradoksal
Efusi pleura
CHF, pneumonia, keganasan, TB paru, emboli paru
Pneumonia
Infeksi, inflamasi
• Sesak, batuk, nyeri dada, yang disebabkan oleh iritasi pleura. • Perkusi pekak, fremitus taktil menurun, pergerakan dinding dada tertinggal pada area yang terkena. • Demam, dispneu, batuk, ronki
TENSION PNEUMOTHORAKS Treatment • Udara yang terkumpul di rongga pleura tidak dapat keluar lagi • Tekanan pada mediastinum,paru dan pembuluh darah besar meningkat • Menyebabkan paru pada bagian yang terkena kolaps
• ABC’s dengan c-spine control sesuai indikasi • Needle Decompression pada bagian yang terkena • Oksigen aliran tinggibag valve mask • Atasi syok karena kehilangan darah • Memberitahukan RS dan unit trauma secepatnya
http://www.trauma.org/index.php/main/article/199/
Needle Decompression 1. 2. 3.
4.
5. 6.
Tandai sela iga 2-3 garis midklavikularis Asepsis-antisepsis Tusukkan jarum ( 14G atau lebih besar) diatas iga ke 3 (saraf, arteri, vena berjalan di sepanjang bag. bawah iga) Lepaskan Stylette dan dengarkan adanya suara udara yang keluar Place Flutter valve over catheter Reassess for Improvement
http://emedicine.medscape.com/article/424547
Rongga pleura terisi oleh darah
Saat darah semakin banyak, akan menimbulkan tekanan pada jantung dan pembuluh darah besar di rongga dada
Treatment for Hemothorax •
• • • • • • •
ABC’s dengan c-spine control sesuai indikasi Amankan Airway dengan bantuan ventilasi bila dibutuhkan Atasi syok karena kehilangan darah Pertimbangkan posisi LLD bila tidak di kontraindikasikan Transport Secepatnya Memberitahukan RS dan unit trauma secepatnya Needle decompressionBila ada indikasi Chest tubesegera setelah pasien stabil http://emedicine.medscape.com/
Upright chest radiograph: blunting at the costophrenic angle or an air-fluid interface
FLAIL CHEST
Fraktur segmental dari tulang-tulang iga yang berdekatan, sehingga ada bagian dari dinding dada yang bergerak secara independen http://emedicine.medscape.com/article/433779
Flail chest: • Beberapa tulang iga • Beberapa garis fraktur pada satu tulang iga
The first rib is often fractured posteriorly (black arrows). If multiple rib fractures occur along the midlateral (red arrows) or anterior chest wall (blue arrows), a flail chest (dotted black lines) may result.
Treatment ABC’s dengan c-spine control sesuai indikasi Analgesik kuat • • •
intercostal blocks Hindari analgesik narkotik Ventilation membaik tidal volume meningkat, oksigen darah meningkat
Ventilasi tekanan positif •
Hindari barotrauma
Chest tubes bila dibutuhkan Perbaiki posisi pasien • Posisikan pasien pada posisi yang paling nyaman dan membantu mengurangi nyeriPasien miring pada sisi yang terkena
Aggressive pulmonary toilet Surgical fixation rarely needed Rawat inap24 hours observasion http://emedicine.medscape.com/
http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
Cardiac Tamponade Gejala • Takipnea dan DOE, rest air hunger • Weakness • Presyncope • Dysphagia • Batu • Anorexia • (Chest pain)
Pemeriksaan Fisik • Takikardi • Hypotension shock • Elevated JVP with blunted y descent • Muffled heart sounds • Pulsus paradoxus – Bunyi jantung masih terdengar namun nadi radialis tidak teraba saat inspirasi
• (Pericardial friction rub)
“Water bottle configuration" bayangan pembesaran jantung yang simetris http://www.learningradiology.com/archives2007/COW%20274-Pericardial%20effusion/perieffusioncorrect.html
• Dicurigai Tamponade jantung: – Echocardiography – Pericardiocentesis • Dilakukan segera untuk diagnosis dan terapi
• Needle pericardiocentesis – Sering kali merupakan pilihan terbaik saat terdapat kecurigaan adanya tamponade jantung atau terdapat penyebab yang diketahui untuk timbulnya tamponade jantung
http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
27. ILEUS OBSTRUKTIF • Ileus: – Kelainan fungsional atau terjadinya paralisis dari gerakan peristaltik usus.
• Obstruksi: – Adanya sumbatan mekanik yang disebabkan karena adanya kelainan struktural sehingga menghalangi gerak peristaltik usus. – Obstruksi dapat parsial atau komplit – Obstruksi simple atau strangulated
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
28. Management of Trauma Patient
ATLS Coursed 9th Edition
Cervical in-lin immobilization
I N D I KA S I A I RWAY D E F I N I T I F
Tindakan Penyelamatan Segera pada Luka Bakar • Kontrol Airway • Menghentikan proses luka bakar • Pemsangan akses intravena
Kontrol Airway • Diperlukaan kewaspadaan adanya trauma inhalasi, karena tanda awal yang tidak jelas. • Indikasi adanya trauma inhalasi: – Luka bakar yang mengenai wajah dan/atau leher – Alis mata dan bulu hidung hangus – Adanya timbunan karbon dan tanda peradangan akut orofaring, mis: stridor – Sputum yang mengandung karbon arang – Suara serak – Riwayat gangguan mengunyah dan/atau terkurung dalam api – Luka bakar kepala dan badan akibat ledakan – Kadar karboksihemoglobin lebih dari 1,0%
• Bila ditemukan salah satu poin di atas sangat mungkin terjadi trauma inhalasiperlu dirujuk pusat luka bakar, perlu di intubasi jika perjalanan jauh, atau adanya stridor.
Menghentikan Proses Luka Bakar • Segera tanggalkan pakaian dan perhiasan pasien – Menghentikan proses pemanasan – Mencegah jeratan karena oedema
• Debris dan bubuk kimia kering dibersihkan dengan cara menyapu untuk menghindari terjadinya kontak langsung. • Permukaan tubuh yang terkena dicuci dengan air bersih, kemudian pasie diselimuti kain hangat yang bersih dan kering.
Inhalation Injury • Antisipasi gangguan respirasi pada korban luka bakar yang memiliki luka di : – Kepala, wajah, atau dada – Rambut hidung, atau alis terbakar – Suara serak, takipnea atau keluar air liur yang banyak(pasien kesulitan untuk menelan air liur) – Kehilangan kesadaran di lokasi kejadian – Mukosa Nasal atau Oral berwarna merah atau kering – Jelaga pada mulut atau hidung – Batuk dengan sputum kehitaman – Lokasi kebakaran yang tertutup atau terdapat riw.terperangkap
• Semua pasien yang terperangkap dalam api memiliki kemungkinan keracunan CO atau mengalami hipoksia
Inhalation Injury Management • • • • •
Airway Control Ventilator Chest physiotherapy Suctioning Therapeutic bronchoscopy • Pharmacologic adjuncts
• Airway, Oxygenation and Ventilation – Penilaian awal karena sering terhadap edema jalan napas – Pertimbangkan Intubasi awal dengan RSI(rapid sequence intubation)Ventilator • Inflamasi dari alveolimengurangi oxigenasi • After intubated, patients with inhalation injury should receive mechanical ventilation – Recommended HFPV (High frequency percussion ventilation) – Trend for less barotrauma, less VAP, less sedation
– Bila terdapat keragu-raguan oxygenate and ventilate – Bronkodilator dapat dipertimbangkan bila terdapat bronkospasm – Diuretik tidak sesuai untuk pulmonary edema
• Circulation – Tatalaksana syok – IV Access • LR/NS large bore, multiple IVs • Titrate fluids to maintain systolic BP and perfusion
– Avoid MAST/PASG
29. TRAUMA URETRA • Curiga adanya trauma pada traktus urinarius bag.bawah, bila: – Terdapat trauma disekitar traktus urinarius terutama fraktur pelvis – Retensi urin setelah kecelakaan – Darah pada muara OUE – Ekimosis dan hematom perineal http://urology.iupui.edu/papers/reconstructive_bph/s0094014305001163.pdf
URETRA ANTERIOR: •
Anatomy: – Bulbous urethra – Pendulous urethra – Fossa navicularis
• Etiologi: – Straddle type injuries – Intrumentasi – Fractur penis
•
– Prostatic urethra – Membranous urethra
•
Therapy: – Cystostomi – Immediate Repair
Etiologi: – Fraktur tulang Pelvis
•
Gejala klinis: – – – –
Gejala Klinis: – Disuria, hematuria – Hematom skrotal – Hematom perineal akan timbul bila terjadi robekan pada fasia Buck’s sampai ke dalam fasia Colles‘‘butterfly’’ hematoma in the perineum – will be present if the injury has disrupted Buck’s fascia and tracks deep to Colles’ fascia, creating a characteristic ‘‘butterfly’’ hematoma in the perineum
•
URETRA POSTERIOR : • Anatomy
•
Darah pada muara OUE Nyeri Pelvis/suprapubis Perineal/scrotal hematom RT Prostat letak tinggi atau melayang
Radiologi: – Pelvic photo – Urethrogram
•
Therapy: – Cystostomi – Delayed Repair
• Don't pass a diagnostic catheter up the patient's urethra because:
• Retrograde urethrography
– The information it will give will be unreliable. – May contaminate the haematoma round the injury. – May damage the slender bridge of tissue that joins the two halves of his injured urethra Posterior urethral rupture above the intact urogenital diaphragm following blunt trauma
http://ps.cnis.ca/wiki/index.php/68._Urinary
– Modalitas pencitraan yang utama untuk mengevaluasi uretra pada kasus trauma dan inflamasi pada uretra
Ruptur Uretra Anterior • Penyebab tersering : straddle injury (cedera selangkangan) Jenis kerusakan : • Kontusio uretra • Ruptur parsial • Ruptur total
DIAGNOSIS • Perdarahan peruretra/hematuri • Hematom / butterfly hematom • Kadang retensi urine
• Kontusio : ekstravasasi – • Ruptur : ekstravasasi + bulbosa
Sleeve Hematom
Butterfly Hematom
TINDAKAN Kontusio : • observasi 4-6 bln • evaluasi: uretrografi ulang
Ruptur : • Sistostomi 1 bulan • 3 bulan uroflometri, k/p uretrogram . • striktura, lakukan sachse.
RUPTUR URETRA POSTERIOR • Ruptur uretra pars prostato – membranasea. • Terbanyak disebabkan fraktur tulang pelvis. • Robeknya ligamen pubo - prostatikum
COLAPINTO DAN MCCOLLUM (1976 ) : • Stretching (teregang) – Tidak ada ekstravasasi.
• Uretra putus diatas prostato membranasea – Diaphragma urogenital utuh – Ekstravasasi terbatas pada diaphragma urogenital.
• Uretra posterior, diaph.Urogenital & uretra pars bulbosa proksimal rusak. – Ekstravasasi sampai perineum
DIAGNOSIS RUPTUR POSTERIOR Gambaran khas : • Perdarahan per uretra • Retensi urine • RT: floating prostat. Floating Prostat
Uretrografi : • Ekstravasasi kontras pd pars prostato membranasea • Fraktur pelvis.
URETROGRAFI
Ruptur total
Ruptur Parsial
TINDAKAN AKUT : SISTOSTOMI STABIL : • Primary endoskopic realigment, 1 minggu paska ruptur • Uretroplasti, 3 bulan paska ruptur. • Rail roading kateter dilakukan bila bersamaan dg operasi lain.
KOMPLIKASI • Striktura uretra • Disfungsi ereksi • Inkontinentia urine
30. DISLOKASI PANGGUL
Posterior Hip Dislocation
soundnet.cs.princeton.edu
Anterior Hip Dislocation Gejala • Nyeri pada sendi panggul • Tidak dapat berjalan atau melakukan adduksi dari kaki. • The leg is externally rotated, abducted, and extended at the hip
netterimages.com
31. HEREDITARY COLOR DEFICIENCY 8-10% of males and 1/200 females (0.5%) are born with red or green color deficiency.
Sex-linked recessive condition (X chromosome). Protanomaly—red cone peak shifted toward green (1%) Protan Dichromat—red cones absent (1%) Deuteranomaly—green cone peak shifted toward red (5%) Deutan Dichromat—green cones absent (1%) Hereditary tritan defects are rare (0.008%)
Blue colour blindness affects both men and women equally, because it is carried on a non-sex chromosome
Normal Retinal Cones–Normal Color Vision
Blue cones absent in central fovea
203
Red cones Green cones Blue cones Brightness = R + G Color = R – G Color = B – (R+G) Red cones outnumber green cones 2/1 Red + Green cones outnumber blue cones 10/1
What happens in hereditary color deficiency? • Red or green cone peak sensitivity is shifted. Red or green cones absent.
Retinal Cones–Normal Color Vision
Red, green and blue cone sensitivity vs. wavelength curves
Color Deficiency
Males
Females
Protanopia Deuteranopia
1% 1%
0.01% 0.01%
Protanomaly Deuteranomaly Overall (red-green) Tritanopia Tritanomaly Rod monochromatism Cone monochromatism
1% 5% 8% 0.008% Rare Rare
0.01% 0.4% 0.5% 0.008% Rare Rare
Rare
Rare
COLOR BLINDNESS X-linked recessive
http://en.wikipedia.org/wiki/Color_blindness
ISIHARA TEST • Diciptakan pertama kali oleh Dr. Shinobu Isihara (1879-163). • Awalnya tes ini diciptakan untuk mendeteksi kelainan penglihatan warna kongenital yang pada umumnya buta warna merah – hijau. • Tes isihara yang pertama kali diciptakan berjumlah 14 lempeng
ISIHARA TEST • Retina terdiri atas sel batang dan sel kerucut • Setiap sel kerucut memiliki satu pigmen warna : merah, hijau dan biru • Sel kerucut tidak hanya memberikan informasi mengenai warna apa yang terlihat, namun juga kecerahan dan intensitas suatu warnda dibandingkan warna lainnya, terutama warna merah terhadap hijau serta biru terhadap kuning • Jenis buta warna : – Protanopia defek atau hilangnya pigmen merah – Deutranopia defek atau hilangnya pigmen hijau – Tritanopia defisiensi pigmen biru – kuning
ISIHARA TEST • Tes isihara tidak didisiain untuk mendeteksi buta warna biru kuning, tes ini hanya digunakan untuk mendeteksi buta warna merah hijau kongenital • Untuk buta warna disebabkan oleh kelainan retina yang didapat ( toksisitas hidroksiklorokuin) tidak dapat dideteksi dengan tes ini • Hardy Rand Rittler plates digunakan untuk mendeteksi buta warna biru kuning
•
Cara interpretasi : – – – –
• • • •
Skoring dilakukan pada 11 lempeng pertama Skor 10/11 normal <7/11 abnormal Skor 8 atau 9/11 dibutuhkan pemeriksaan lebih lanjut (contoh tes Farnsworth Panel D-15 )
Lempeng 1 digunakan untuk menjelaskan cara tes kepada pasien. Semua orang dapat membaca lempeng ini Lempeng 2-5 pasien buta warna merah hijau melihat angka yang berbeda Lempeng 9 tidak dapat dilihat oleh orang normal, namun buta warna merah – hijau melihat angka 2 Lempeng 12-14 : – Membedakan protanopia dan deutranopia – Protanopia pasien protanopia tidak dapat melihat angka pertama lempeng 12 dan 13, serta garis merah pada lempeng 14 – Deutranopia tidak dapat melihat angka kedua pada lempeng 12 dan 13, serta garis ungu pada lempeng 14
•
Pada buta warna total pasien tidak dapat melihat seluruh lempeng isihara
32. KELAINAN REFRAKSI ANAMNESIS MATA MERAH VISUS NORMAL
MATA MERAH VISUS TURUN
• struktur yang bervaskuler sklera konjungtiva • tidak menghalangi media refraksi • Konjungtivitis murni • Trakoma • mata kering, xeroftalmia • Pterigium • Pinguekula • Episkleritis • skleritis
mengenai media refraksi (kornea, uvea, atau seluruh mata) • • • • • • •
Keratitis Keratokonjungtivitis Ulkus Kornea Uveitis glaukoma akut Endoftalmitis panoftalmitis
MATA TENANG VISUS TURUN MENDADAK • • • • • •
uveitis posterior perdarahan vitreous Ablasio retina oklusi arteri atau vena retinal neuritis optik neuropati optik akut karena obat (misalnya etambutol), migrain, tumor otak
MATA TENANG VISUS TURUN PERLAHAN • Katarak • Glaukoma • retinopati penyakit sistemik • retinitis pigmentosa • kelainan refraksi
KELAINAN REFRAKSI -MIOPIA • MIOPIA bayangan difokuskan di depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi (dalam kondisi cahaya atau benda yang jauh) • Etiologi: – Aksis bola mata terlalu panjang miopia aksial
– Miopia refraktif media refraksi yang lebih refraktif dari rata-rata: kelengkungan kornea terlalu besar
• Dapat ditolong dengan menggunakan kacamata negatif (cekung)
• Normal aksis mata 23 mm (untuk setiap milimeter tambahan panjang sumbu, mata kira-kira lebih miopik 3 dioptri) • Normal kekuatan refraksi kornea (+43 D) (setiap 1 mm penambahan diameter kurvatura kornea, mata lebih miopik 6D) • Normal kekuatan refraksi lensa (+18D) • People with high myopia – more likely to have retinal detachments and primary open angle glaucoma – more likely to experience floaters
KELAINAN REFRAKSI -MIOPIA • Miopia secara klinis : – Simpleks: kelainan fundus ringan, < -6D – Patologis: Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau miopia progresif, adanya progresifitas kelainan fundus yang khas pada pemeriksaan oftalmoskopik, > -6D
• Miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa : – Ringan : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri – Sedang : lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri. – Berat : lensa koreksinya > 6,00 Dioptri.
• Miopia berdasarkan umur : – – – –
Kongenital : sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak. Miopia onset anak-anak : di bawah umur 20 tahun. Miopia onset awal dewasa : di antara umur 20 sampai 40 thn. Miopia onset dewasa : di atas umur 40 tahun (> 40 tahun).
KELAINAN REFRAKSI – KOREKSI MIOPIA •
•
•
Pada miopia, pemilihan kekuatan lensa untuk koreksi prinsipnya adalah dengan dioptri yang terkecil dengan visual acuity terbaik. Pemberian lensa dgn kekuatan yg lebih besar akan memecah berkas cahaya terlalu kuat sehingga bayangan jatuh di belakang retina, akibatnya lensa mata harus berakomodasi agar bayangan jatuh di retina. Sedangkan lensa dgn kekuatan yg lebih kecil akan memecah berkas cahaya dan jatuh tepat di retina tanpa lensa mata perlu berakomodasi lagi.
33. DRY EYE SYNDROME (KERATOKONJUNGTIVITIS SICCA) • International Dry Eye Workshop (DEWS) 2007 definition: – Mata kering merupakan penyakit multifaktorial pada produksi air mata dan permukaan mata yang menyebakan rasa tidak nyaman, gangguan penglihatan, dan instabilitas lapisan air mata yang beresiko menyebabkan kerusakan permukaan okular. Kondisi ini disertai pula dengan peningkatan osmolaritas lapisan air mata dan peradangan pada permukaan mata.
33. DRY EYE SYNDROME (KERATOKONJUNGTIVITIS SICCA) • Dry eye is a disorder of the tear film due to tear deficiency or excessive tear evaporation which causes damage to the interpalpebral ocular surface and is associated with symptoms of ocular discomfort • Tear film total thickness 7-10 µm, consist of: – Mucus layer (0.02- 0.04 µm) – Aqueous layer (6.5 µm) – Lipid layer (0.1 µm)
ELEMENTS OF OCULAR DEFENCE STABLE PRECORNEAL TEAR FILM
Compositional factors
Hydrodynamic factor
• Lipid
• Meibomian gland
• Aqueous
• Lacrimal gland
• Mucin
• Ocular surface epithelium
• Lid blinking
• Tear spread • Tear clearance
• Lid closure
• Prevents evaporation
VICIOUS YCLE OF DRY EYE (KCS) Loss of goblet cells
KCS
VICIOUS CYCLE Tear film destabilizes
Absence of mucin
CLASSIFICATION • Tear-deficient dry eye: – There is a disorder of lacrimal function or a failure of transfer of lacrimal fluid into the conjunctival sac
• Tear-sufficient dry eye: – Lacrimal function is normal, the tear abnormality is due to increased tear evaporation
TEAR - DEFICIENT Sjogren syndrome
Primary
Secondary
Rh arthritis SLE Wegener’s Granulomatosis Systemic sclerosis
Non-Sjogren tear deficient
Lacrimal Disease
Primary Cong alacrimia Primary lacrimal disease
Lacrimal obstruction
Secondary Sarcoid HIV Vit A def
Trachoma Pemphigoid Burns
Reflex
Contact lens VII n Palsy Neuropkeratitis
EVAPORATIVE
Oil deficient
Primary
Absent glands Distichiasis
Lid related
Secondary
Blepharitis Meibomian gland disease
Blink, Aperture abnormal Lid surface incongruity
Ocular surface disorder
Contact lens
Xerophthalmia
CLINICAL MANIFESTATION • • • •
Burning or itching Fluctuating vision Foreign body sensation Grittiness or irritation
• • • • • •
Sore or tired eyes History of Styes Ocular discharge Light sensitivity Contact lens discomfort Watering or excessive tearing
DRY EYE SEVERITY LEVEL VA R I A B L E
1
2
3
4 (must have signs and symptoms)
Discomfort (severity and frequency)
Mild, episodic; occurs under environmental stress
Moderate, episodic or chronic; occurs with or without stress
Severe, frequent or constant; occurs without stress
Severe or disabling, constant
Visual symptoms
None or episodic mild fatigue
Annoying or activitylimiting, episodic
Annoying, chronic or constant, activitylimiting
Constant and possibly disabling
Conjunctival injection
None to mild
None to mild
+/–
+/++
Conjunctival staining
None to mild
Variable
Moderate to marked
Marked
Corneal staining (severity and location)
None to mild
Variable
Marked central
Severe punctate erosions
None to mild
Mild debris, decreased meniscus
Filamentary keratitis, mucus clumping, increased tear debris
Filamentary keratitis, mucus clumping, increased tear debris, ulceration
MGD frequent
Trichiasis, keratinization, symblepharon
Corneal and tear signs
Lid and meibomian glands
MGD variably present MGD variably present
Tear breakup time
Variable
≤ 10 s
≤5s
Immediate
Schirmer score
Variable
≤ 10 mm/5 min
≤ 5 mm/5 min
≤ 2 mm/5 min
MGD=meibomian gland dysfunction.
DIAGNOSIS • Slit lamp examination • Demonstration of tear instability (Tear film break up time, TBUT) with Tearscope/ Xeroscope • Demonstration of ocular surface damage – – – –
Schirmer’s test Fluorescein Staining Rose bengal stain Lissamine Green Staining
• Demonstration of tear hyperosmolarity
SCHIRMER’S TEST
• Measurement of the aqueous layer quantity only • 5x30 strips of Whatman filter paper • The amount of moistening is of the exposed paper is recorded at the end of 5minutes
SCHIRMER’S TEST Measures total reflex and basic tear secretion Results: • Normals will wet approximately 10 to 30mm at the end of 5minutes. • If wetting > 30 mm, reflex tearing is intact but not controlled or tear drainage is insufficient • A value of < 5mm indicates hyposecretion
Treatment • Level 1 treatment consists of the following: – Education and environmental or dietary modifications – Elimination of offending systemic medications – Preserved artificial tear substitutes, gels, and ointments – Eyelid therapy
• If level 1 treatment is inadequate, level 2 measures are added, including the following: – Nonpreserved artificial tear substitutes – Anti-inflammatory agents (topical cyclosporine, topical steroids) – Tetracyclines (for meibomitis or rosacea) – Punctal plugs (after inflammation has been controlled) – Secretagogues – Moisture chamber spectacles
• If level 2 treatment is inadequate, level 3 measures are added, including the following: – Autologous serum or umbilical cord serum – Contact lenses – Permanent punctal occlusion
• If level 3 treatment is inadequate, level 4 treatment, consisting of the administration of systemic anti-inflammatory agents, is added.
TREATMENT • • • • • • • • • •
Artificial tear solutions Artificial tear inserts Ointments Mucolytic agents Punctal occlusion Bandage contact lens Moisture chambers Topical cyclosporine (0.05%, 0.1%) Oral cholinergic agents Lateral tarsorraphy
TREATMENT Artificial tear solutions • Main stay of treatment for dry eyes • Have a polymeric agent such as polyvinyl alcohol, methylcellulose, or dextran to increase viscosity Ointments • Petrolatum based ointments relieve the symptoms, primarily through lubrication Mucolytic agents • N-acetylcysteine 5% --- corneal filaments and mucus plaques
34. CATARACT • Any opacity of the lens or loss of transparency of the lens that causes diminution or impairment of vision • Classification : based on etiological, morphological, stage of maturity • Etiological classification : Senile Traumatic (penetrating, concussion, infrared irradiation, electrocution) Metabolic (diabetes, hypoglicemia, galactosemia, galactokinase deficiency, hypocalcemia) Toxic (corticosteroids, chlorpromazine, miotics, gold, amiodarone) Complicated (anterior uveitis, hereditary retinal and vitreoretinal disorder, high myopia, intraocular neoplasia Maternal infections (rubella, toxoplasmosis, CMV) Maternal drug ingestion (thalidomide, corticosteroids) Presenile cataract (myotonic dystrophy, atopic dermatitis) Syndromes with cataract (down’s syndrome, werner’s syndrome, lowe’s syndrome) Hereditary Secondary cataract http://sdhawan.com/ophthalmology/lens&cataract.pdf E-mail:
[email protected]
34. CATARACT • Morphological classification : Capsular Subcapsular Nuclear Cortical Lamellar Sutural • Chronological classification: Congenital (since birth) Infantile ( first year of life) Juvenile (1-13years) Presenile (13-35 years) Senile
•
Sign & symptoms: – Near-sightedness (myopia shift) Early in the development of age-related cataract, the power of the lens may be increased – Reduce the perception of blue colorsgradual yellowing and opacification of the lens – Gradual vision loss – Almost always one eye is affected earlier than the other – Shadow test +
Klasifikasi morfologi katarak
Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011
Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011
Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011
Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011
KATARAK-SENILIS •
• •
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun Epidemiologi : 90% dari semua jenis katarak Etiologi :belum diketahui secara pasti multifaktorial: Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetik Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuat mempunyai efek buruk terhadap serabu-serabut lensa. Faktor imunologik Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi, gangguan permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya matahari. Gangguan metabolisme umum
Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006
• •
• •
Gejala : distorsi penglihatan, penglihatan kabur/seperti berkabut/berasap, mata tenang 4 stadium: insipien, imatur (In some patients, at this stage, lens may become swollen due to continued hydration ‘intumescent cataract’), matur, hipermatur Penyulit : Glaukoma, uveitis Tatalaksana : operasi (ICCE/ECCE) Insipien
Imatur
Matur
Hipermatur
Kekeruhan
Ringan
Sebagian
Seluruh
Masif
Cairan lensa
Normal
Bertambah
Normal
Berkurang
Iris
Normal
Terdorong
Normal
Tremulans
Bilik mata depan
Normal
Dangkal
Normal
Dalam
Sudut bilik mata
Normal
Sempit
Normal
Terbuka
Shadow test
-
+
-
-/+
Visus
+ Masih 6/66/20
< 6/60-1/60
<< 1/300
<<< 1/300-1/~
Penyulit
-
Glaukoma
-
Uveitis, glaukoma
KLASIFIKASI KATARAK SENILIS BERDASARKAN LOKASI Katarak nuklear • •
• •
kekeruhan terutama pada nukleus dibagian sentral lensa. Terjadi akibat sklerosis nuklear; nukleus cenderung menjadi gelap dan keras (sklerosis), berubah dari jernih menjadi kuning sampai coklat. Biasanya mulai timbul sekitar usia 60-70 tahun dan progresivitasnya lambat. Pengerasan yang progresif dari nukleus lensa peningkatan indeks refraksi lensa terjadi perpindahan miopik (myopic shift), dikenal sbg miopia lentikularis.
•
•
•
•
Akibat myiopic shift,individu dengan presbiopia dapat membaca tanpa kacamata (disebut penglihatan kedua/second sight). Menyebabkan gangguan yang lebih besar pada penglihatan jauh daripada penglihatan dekat Bisa terjadi pada pasien diabetes melitus dan miopia tinggi Bisa timbul diplopia monokular (akbibat perubahan mendadak indeks refraksi antara korteks dan nuklear) dan gangguan diskriminasi warna (terutama biru dan ungu, akibat kuningnya lensa)
KLASIFIKASI KATARAK SENILIS BERDASARKAN LOKASI Katarak kortikal •
•
•
•
Kekeruhan pada korteks lensa ( bisa di daerah anterior, posterior dan equatorial korteks) Terdapat wedge-shape opacities/cortical spokes atau gambaran seperti ruji. Efeknya terhadap fungsi penglihatan bervariasi, tergantung dari jarak kekeruhan terhadap aksial penglihatan Katarak kortikal umumnya tidak memberi gejala sampai tingkat progresifitas lanjut ketika jari-jari korteks membahayakan axis penglihatan (penglihatan dirasakan lebih baik pada cahaya terang ketika pupil miosis.)
• • • •
Muncul pada usia 40-60 tahun dan progresivitasnya lambat. Gejala katarak kortikal adalah fotofobia dari sumber cahaya fokal yang terusmenerus dan diplopia monokular Kekeruhan dimulai dari celah dan vakoula antara serabut lensa oleh karena hidrasi oleh korteks. Disebabkan oleh berkurangnya protein total, asam amnio, dan kalium yang dihubungkan dengan peningkatan konsentrasi natrium dan hidrasi lensa, diikuti oleh koagulasi protein.
KLASIFIKASI KATARAK SENILIS BERDASARKAN LOKASI Katarak subkapsular posterior (katarak cupuliformis) •
•
•
•
•
Terdapat pada korteks di dekat kapsul posterior bagian sentral dan biasanya di aksial. Sejak awal, menimbulkan gangguan penglihatan karena adanya keterlibatan sumbu penglihatan. Gejala yang timbul adalah fotofobia dan penurunan visus dibawah kondisi cahaya terang, akomodasi, atau miotikum. Penglihatan dirasakan lebih baik ketika pupil midriasis pada malam hari dengan cahaya yang suram (day blindness) Ketajaman penglihatan dekat menjadi lebih berkurang daripada penglihatan jauh.
• • •
•
Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya cepat. Kadang mengalami diplopia monokular. Sering terlihat pada pasien yang lebih muda dibandingkan dengan pasien katarak nuklear / kortikal. Sering ditemukan pada pasien DM, miopia tinggi dan retinitis pigmentosa, akibat trauma, penggunaan kortikosteroid sistemik atau topikal, inflamasi, dan paparan radiasi ion.
BEDAH KATARAK Lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau ekstrakapsular: • Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK) : Mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsulnya Tidak boleh dilakukan pada pasien usia <40thn, yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular
• Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK): Dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dapat keluar melalui robekan tersebut Dilakukan pada pasien muda, dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intraokuler posterior, perencanaan implastasi sekunder lensa intraokuler, kemungkinan akan dilakukan bedah glaukoma, mata dengan predisposisi terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya pasien mengalami ablasio retina, mata dengan makular edema, pasca bedah ablasi.
• Fakofragmentasi dan Fakoemulsifikasi : teknik ekstrakapsular menggunakan getaran ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi lumbus yang kecil Sidarta Ilyas, Ilmu Penyakit Mata
35. KONJUNGTIVITIS NEONATAL • Bacterial conjunctivitis contracted by newborns during delivery • Cause: – Neisseria gonorrhoeae ( inkubasi 2-7 hari) – Chlamydia trachomatis (inkubasi 5-14 hari) – S. Aureus (inkubasi nongonokokal dan nonklamidial 5-14 hari) • Mucopurulent discharge • Chlamydial less inflamed eyelid swelling, chemosis, and pseudomembrane formation • Complication in chlamydia infection pneumonia (10-20% kasus) • Blindness in chlamydia rare and much slower to manifes than gonococcal caused by eyelid scarring and pannus • Terapi konj. Klamidial oral erythromycin (50 mg/kg/d divided qid) for 14 days (because of the significant risk for life-threatening pneumonia) http://emedicine.medscape.com/article
Neisseria gonorrhoeae • • • • • •
• •
manifests in the first five days of life marked bilateral purulent discharge local inflammation palpebral edema Complication diffuse epithelial edema and ulceration, perforation of the cornea and endophthalmitis Gram-negative intracellular diplococci on Gram stain Culture Thayer-Martin agar
Chlamydia trachomatis • • • • •
•
5 to 12 days after birth Mucopurulent discharge less inflamed eyelid swelling, chemosis, and pseudomembrane formation Complication pneumonitis (range 2 weeks – 19 weeks after delivery) Blindness rare and much slower to menifest caused by eyelid scarring and pannus
Microscopic Findings Etiology Chemical Chlamydia
Bacteria Virus
Findings PMNs, few lymphocytes PMNs, lymphocytes, plasma cells, Leber cells, intracytoplasmic basophilic inclusions PMNs, bacteria Lymphocytes, plasma cells, multinucleated giant cells, intranuclear eosinophilic inclusion
http://80.36.73.149/almacen/medicina/oftalmologia/enciclopedias/duane/pages/v4/v4c006.html
KONJUNGTIVITIS GO • Neisseria gonorrhoeae Gram-negative intracellular diplococci on Gram stain • Masa inkubasi: 1-7 hari • manifests in the first five days of life • Marked bilateral purulent discharge • local inflammation palpebral edema • Complication diffuse epithelial edema and ulceration, perforation of the cornea and endophthalmitis kebutaan • Culture Thayer-Martin agar • Topical erythromycin ointment and IV or IM third-generation cephalosporin
NON-INFECTIOUS
• • • •
Nasolacrimal duct obstruction may cause ‘sticky’ eyes. Corneal abrasion following trauma at delivery. Glaucoma (watch for corneal clouding or proptosis, is associated with portwine stains in the ophthalmic region). Foreign body.
INFECTIOUS # Uncommon, potential for serious consequences severe keratitis and endophthalmitis. Requires early recognition and treatment. Needs blood and CSF culture. Consider concomitant chlamydial infection if poor response to cephalosporin. Parents require investigation and screening. + Risk of rapid progression from purulent discharge to denuding of corneal epithelium, and perforation of cornea. The anterior chamber can fill with fibrinous exudate, iris can adhere to cornea and later blood vessel invasion. The late ophthalmic complications can be followed by bacteraemia and septic foci. * Most common pathogen, 20-50% of exposed infants will develop chlamydia conjunctivitis, 10-20% will develop pneumonia. If relapse occurs repeat course of erythromycin for further 14 days. Parents require treatment.
ORGANISM
AGE OF ONSET
CLINICAL FEATURES
THERAPY
Staphylococcus aureus Streptococcus pneumoniae, Haemophilus spp, Enterococci
2-5 days
Unilateral, crusted purulent discharge
Topical soframycin drops qds for 5 days
Neisseria gonorrhoeae # Infants who are positive need to be evaluated for disseminated infections
3 days to 3 weeks
Bilateral, hyperaemic, chemosis, copious thick white discharge
Ceftriaxone 50mg/kg IV/IM as a single dose (maximum 125mg), Saline irrigations hourly until exudate resolves.
Pseudomonas aeruginosa +
5-18 days
Oedema and erthyema of lid, purulent discharge.
IV anti-pseudomonal antibiotics. Topical Gentamicin.
5-14 days
Unilateral or bilateral, mild conjunctivitis, copious purulent discharge.
PO erythromycin 50mg/kg/day x 14d (qid)Alternative, 5 days Azithromycin syrup (= pertussis dosing 10mg/kg/day and 5mg/kg day 2-5)
Conjunctivitis with vesicles elsewhere Need ophthalmology review within 24 hours.
Acyclovir 30mg/kg/day IV tid x 1421d. Topical acyclovir 3% 5 times daily.
Chlamydia trachomatis *
Herpes simplex
http://www.adhb.govt.nz/newborn/guidelines/infection/neonatalconjunctivitis.htm
36. SUBARACHNOID HEMATOM
• Perdarahan fokal di daerah subarahnoid. CT scan terdpt lesi hiperdens yg mengikuti arah girus-girus serebri daerah yg berdktan dg hematom. • Gejala klinik = kontusio serebri. • Penatalaksanaan : perawatan dengan medikamentosa dan tidak dilakukan operasi
PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006
HEMATOM EPIDURAL
HEMATOM SUBDURAL
• Lucid interval • Kesadaran makin menurun • Late hemiparesis kontralateral lesi • Pupil anisokor • Babinsky (+) kontralateral lesi • Fraktur daerah temporal * akibat pecah a. meningea media
• akut: interval lucid 0-5 hari • Subakut: interval lucid 5 hari-beberapa minggu • Kronik : interval lucid > 3 bulan • Gejala: sakit kepala disertai /tidak disertai penurunan kesadaran * akibat robekan bridging vein
HEMATOM SUBARAKHNOID • Kaku kuduk • Nyeri kepala • Bisa didapati gangguan kesadaran • Akibat pecah aneurisme berry
ANEURYSM
3/29/2016© 2009, American Heart Association. All rights reserved.
CT Scan non-contrast showing blood in basal cisterns (SAH) – so called “Star-Sign”
CT Scan courtesy: University of Texas Health Science Center at San Antonio, Department of Neurosurgery 3/29/2016© 2009, American Heart Association. All rights reserved.
EPIDURAL HEMATOM • Pengumpulan darah diantara tengkorak dg duramater. Biasanya berasal dari arteri yg pecah oleh karena ada fraktur atau robekan langsung. • Gejala (trias klasik) : 1. Interval lusid. 2. Hemiparesis/plegia. 3. Pupil anisokor.
Diagnosis akurat dg CT scan kepala : perdarahan bikonveks atau lentikulerdi daerah epidural.
PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006
EPIDURAL HEMATOM Epidural
HEMATOM INTRASEREBRAL • Terkumpulnya darah secara fokal yg diakibatkan oleh regangan atau rotasional thd pemb. Drh intraparenkim otak/ cedera penetrans. • Gamb. Khas lesi pdrh diantara neuron otak yg relatif normal. Tepi bisa tegas/ tidak tergantung apakah ada oedem otak/tidak. • Perdrhan intraserebral bs timbul bbrp hr kmd stlh trauma monitor dg pem. Tanda vital, pem. Neurologis, bila perlu CT scan ulang.
PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006
Pre operasi
Pasca Operasi
INTRASEREBRAL HEMATOM
SUBDURAL HEMATOM • Perdrhan yg mengumpul diantra korteks serebri dan duramater regangan dan robekan vena-vena drainase yg tdpt di rongga subdural ant. Permk. Otak dg sinus duramater. • Gjl klinik biasany tdk terlalu hebat kecuali bila terdapat efek massa. • Berdsrkan kronologis SDH dibagi mjd : 1. SDH akut : 1- 3 hr pasca trauma. 2. SDH subakut : 4-21 hr pasca trauma. 3. SDH khronis : > 21 hari. gamb. CT scan kepala tdp lesi hiperdens bbtk bulan sabit yg srg tjd pada daerah yg berseberangan dg trauma (Counter Coup) PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006
• •
•
•
Tindakan op. dilakukan bila pdrh > 40 cc. Bila komplikasi akut : gangg. Parenkim otak, gangg. Pemb. Drh arteri. Bila tidak ada komplikasi disebabkan : atrofi otak mybbkan perdrhan dan putusnya vena jembatam, gangg. Pembekuan. Tindakan operasi dilakukan bila : 1. Perdarahan berulang. 2. Kapsulisasi. 3. Lobulat (multilobulat) 4. Kalsifikasi. PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006
SUBDURAL HEMATOM
37. AFASIA • Kelainan yang terjadi karena kerusakan dari bagian otak yang mengurus bahasa. • yaitu kehilangan kemampuan untuk membentuk kata-kata atau kehilangan kemampuan untuk menangkap arti katakata sehingga pembicaraan tidak dapat berlangsung dengan baik.
• Afasia menimbulkan problem dalam bahasa lisan (bicara dan pengertian) dan bahasa tulisan (membaca dan menulis). Biasanya membaca dan menulis lebih terganggu dari pada bicara dan pengertian. • Afasia bisa ringan atau berat. Beratnya gangguan tergantung besar dan lokasi kerusakan di otak.
Pembagian Afasia : 1. Afasia Motorik (Broca) 2. Afasia Sensorik (Wernicke) 3. Afasia Global
Afasia Motorik • Terjadi karena rusaknya area Broca di gyrus frontalis inferior. • Mengerti isi pembicaraan, namun tidak bisa menjawab atau mengemukakan pendapat • Disebut juga Afasia Expressif atau Afasia Broca • Bisa mengeluarkan 1 – 2 kata(nonfluent)
From Kertesz A, Lesk D, McCabe P: Arch Neural 34:590
Afasia Sensorik - Terjadi karena rusaknya area Wernicke di girus temporal superior. - Tidak mengerti isi pembicaraan, tapi bisa mengeluarkan kata-kata(fluent) - Disebut juga Afasia reseptif atau Afasia Wernicke
From Kertesz A, Lesk D, McCabe P: Arch Neural 34:590
• Afasia Global - Mengenai area Broca dan Wernicke - Tidak mengerti dan tida bisa mengeluarkan kata kata
• Afasia transkortikal, disebabkan lesi di sekitar pinggiran area pengaturan bahasa.
• Terdiri dari: afasia transkortikal motorik, afasia transkortikal sensorik, dan afasia transkortikal campuran. • Ketiga tipe afasia memiliki jenis gangguan sesuai dengan penamaannya namun penderita mampu mengulangi kata/ kalimat lawan biacaranya.
Summary of Aphasias SPONTANEOUS SPEECH
PARA PHASIAS
COMPREHENSION
REPETITION
NAMING
BROCA’S
Nonfluent
-
Good
Poor
Poor
GLOBAL
Nonfluent
-
Poor
Poor
Poor
TRANSCORTICAL MOTOR
Nonfluent
-
Good
Good
Poor
WERNICKE’S APHASIA
Fluent
+
Poor
Poor
Poor
TRANSCORTICAL SENSORY
Fluent
+
Poor
Good
Poor
CONDUCTION
Fluent
+
Good
Poor
Poor
ANOMIC
Fluent
+
Good
Good
Poor
TYPE OF APHASIA
28/02/2006
38. MIGRAIN
Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
MIGRAIN • nyeri kepala primer dengan kualitas vaskular (berdenyut), diawali unilateral yang diikuti oleh mual, fotofobia, fonofobia, gangguan tidur dan depresi • Penyebab Idiopatik (belum diketahui hingga saat ini) : • Gangguan neurobiologis • Perubahan sensitivitas sistem saraf • Avikasi sistem trigeminalvaskular
• Pada wanita migren lebih banyak ditemukan dibanding pria dengan skala 2:1.
Faktor Predisposisi • Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya/ perubahan hormonal. • Puasa dan terlambat makan • Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan buahbuahan. • Cahaya kilat atau berkelip • Banyak tidur atau kurang tidur • Faktor herediter • Faktor kepribadian
Kriteria Diagnosis Migrain
Alur Tatalaksana Migrain Akut
Gilmore B, Michael B. Treatment of Acute Migrain. AAFP Volume 83, Number 3 . 2011
Penatalaksanaan Migrain • Pada saat serangan pasien dianjurkan untuk menghindari stimulasi sensoris berlebihan. • Bila memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan tenang dengan dikompres dingin Pengobatan Abortif : 1. Analgesik spesifik: analgesik khusus untuk nyeri kepala. – – –
Lebih bermanfaat untuk kasus yang berat atau respon buruk dengan NSAID. Contoh: Ergotamin, Dihydroergotamin, dan golongan Triptan (agonis selektif reseptor serotonin / 5-HT1) Ergotamin dan DHE: migren sedang sampai berat apabila analgesik non spesifik kurang terlihat hasilnya atau memberi efek samping. Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan untuk menambah absorpsi ergotamin sebagai analgesik. Hindari pada kehamilan, hipertensi tidak terkendali, penyakit serebrovaskuler serta gagal ginjal.
IDI. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer. Ed I.2013
2. Analgesik non-spesifik: analgesik yang dapat digunakan pada nyeri selain nyeri kepala Respon terapi dalam 2 jam (nyeri kepala residual ringan atau hilang dalam 2 jam) • Aspirin 600-900 mg + metoclopramide • Asetaminofen 1000 mg • Ibuprofen 200-400 mg Terapi Profilaksis (The U.S. Headache Consortium’s) • Diberikan pada orang yang memiliki KI atau intoleransi terhadap terapiabortif • Nyeri kepala muncul lebih dari 2 hari/minggu • Nyeri kepala yang berat dan mempengaruhi kualitas hidup (walau telah diberi terapi abortif) • Gejala migrain jarang: including hemiplegic migraine, basilar migraine, migraine with prolonged aura, or migrainous infarction • Terapi preventif jangka pendek: pasien akan terkena faktor risiko yang telah dikenal dalam jangka waktu tertentu, misalnya migren menstrual. • Terapi preventif kronis diberikan dalam beberapa bulan bahkan tahun tergantung respon pasien.
Terapi Profilaksis
39. STROKE
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila (2012) • Transient Ischemic Attack (TIA) • defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otaksepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebihdari 24 jam.
• Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND) • defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung lebih dair 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1 – 3 minggu.
• Stroke in Evolution (Progressing Stroke) • deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai simal dalam beberapa jam hingga beberapa hari4.
•
mak
Stroke in ResolutionStroke in resolution: • deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bebrapa hari.
• Completed Stroke (infark serebri): • defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpamemburuk lagi
SUBTIPE STROKE ISKEMIK STROKE LAKUNAR • •
• •
Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah oklusi aterotrombotik atau hialin lipid salah satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini menyebabkan daerahdaerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna. Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis. Terdapat empat sindrom lakunar yang sering dijumpai : – – – –
Hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna posterior Hemiparesis motorik murni akibat infark pars anterior kapsula interna Stroke sensorik murni akibat infark thalamus Hemiparesis ataksik atau disartria serta gerakan tangan atau lengan yang canggung akibat infark pons basal
SUBTIPE STROKE ISKEMIK Stroke Trombotik Pembuluh Besar • Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat stroke iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di jaringan yang terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik. • Hipertensi non simptomatik pada pasien berusia lanjut harus diterapi secara hatihati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya. Stroke Embolik • Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan deficit neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar menderita stroke hemoragik di kemudian hari. Stroke Kriptogenik • Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostic dan evaluasi klinis yang ekstensif.
40. Meningitis TB • Meningitis adalah radang umum pada arakhnoid dan piamater yang dapat terjadi secara akut dan kronis. Sedangkan ensefalitis adalah radang jaringan otak. • Meningoensefalitis tuberkulosis adalah peradangan pada meningen dan otak yang disebabkan oleh Mikobakterium tuberkulosis (TB). • Penderita dengan meningoensefalitis dapat menunjukkan kombinasi gejala meningitis dan ensefalitis.
Patologi •
•
•
•
•
Meningitis TB tak hanya mengenai meningen tapi juga parenkim dan vaskularisasi otak. Bentuk patologis primernya adalah tuberkel subarakhnoid yang berisi eksudat gelatinous. Pada ventrikel lateral seringkali eksudat menyelubungi pleksus koroidalis. Secara mikroskopik, eksudat tersebut merupakan kumpulan dari sel polimorfonuklear (PMN), leukosit, sel darah merah, makrofag, limfosit diantara benang benang fibrin. Selain itu peradangan juga mengenai pembuluh darah sekitarnya, pembuluh darah ikut meradang dan lapisan intima pembuluh darah akan mengalami degenerasi fibrinoid hialin. Hal ini merangsang terjadinya proliferasi sel sel subendotel yang berakhir pada tersumbatnya lumen pembuluh darah dan menyebabkan infark serebral karena iskemia. Gangguan sirkulasi cairan serebrospinal (CSS) mengakibatkan hidrosefalus obstruktif (karena eksudat yang menyumbat akuaduktus spinalis atau foramen luschka, ditambah lagi dengan edema yang terjadi pada parenkim otak yang akan semakin menyumbat. Adanya eksudat, vaskulitis, dan hidrosefalus merupakan karakteristik dari menigoensefalitis yang disebabkan oleh TB.
Gejala klinis meningitis TB dibagi 3 stadium: Stadium I : Stadium awal (2-3 minggu) • Gejala prodromal non spesifik : apatis, iritabilitas, nyeri kepala, malaise, demam, anoreksia Stadium II : Intermediate (transisi 1-3 minggu) • Gejala menjadi lebih jelas: mengantuk, kejang • Defisit neurologik fokal : hemiparesis, paresis saraf kranial(terutama N.III dan N.VII, gerakan involunter • Hidrosefalus, papil edema Stadium III : Advanced (± 3 minggu setelah gejala awal) • Penurunan kesadaran • Disfungsi batang otak, dekortikasi, deserebrasi
Diagnosa pada meningitis TB dapat dilakukan dengan beberapa cara : 8 1. Anamnese: ditegakkan berdasarkan gejala klinis, riwayat kontak dengan penderita TB 2. Lumbal pungsi: • Gambaran LCS pada meningitis TB : Warna jernih / xantokrom, jumlah Sel meningkat MN > PMN, Limfositer, protein meningkat, glukosa menurun <50 % kadar glukosa darah. • Pemeriksaan tambahan lainnya : Tes Tuberkulin, Ziehl-Neelsen ( ZN ), PCR 3. Rontgen thorax: TB apex paru, TB milier 4. CT scan otak • Penyengatan kontras ( enhancement ) di sisterna basalis • Tuberkuloma : massa nodular, massa ring-enhanced • Komplikasi : hidrosefalus 5. MRI Diagnosis dapat ditegakkan secara cepat dengan PCR, ELISA dan aglutinasi Latex. Baku emas diagnosis meningitis TB adalah menemukan M. tb dalam kultur CSS. Namun pemeriksaan kultur CSS ini membutuhkan waktu yang lama dan memberikan hasil positif hanya pada kira-kira setengah dari penderita
• Regimen terapi: 2RHZE / 7-10RH • Indikasi Steroid : Kesadaran menurun, defisit neurologist fokal • Dosis steroid : Deksametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4 kali 5 mg intravena selama 2 minggu selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan.
CSF Finding in Meningitis
Bamberger DM. Diagnosis, Initial Management, and Prevention of Meningitis. Am Fam Physician. 2010;82(12):1491-1498
C a i ra n S e re b ro s p i n a l Pa d a I nfe ks i S S P BACT.MEN
VIRAL MEN
TBC MEN
ENCEPHALITIS
ENCEPHALOPATHY
Tekanan
Normal/
Makros.
Keruh
Jernih
Xantokrom
Jernih
Jernih
Lekosit
> 1000
10-1000
500-1000
10-500
< 10
PMN (%)
+++
+
+
+
+
MN (%)
+
+++
+++
++
-
Protein
Normal/
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Glukosa Gram /Rapid T.
Positif
41. GANGGUAN SOMATOFORM Gangguan somatoform adalah kelainan di mana orang memiliki gejala gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang ditemukan menjadi penyebabnya. DIAGNOSIS Gangguan somatisasi Hipokondriasis
KARAKTERISTIK Banyak keluhan fisik (4 tempat nyeri, 2 GI tract, 1 seksual, 1 pseudoneurologis). Keyakinan ada satu penyakit fisik yang serius
Disfungsi otonomik somatoform
Bangkitan otonomik: palpitasi, berkeringat, tremor, flushing.
Nyeri somatoform
Nyeri menetap yang tidak terjelaskan.
Gangguan Dismorfik Tubuh
Preokupasi adanya cacat pada tubuhnya Jika memang ada kelainan fisik yang kecil, perhatian pasien pada kelainan tersebut akan dilebih-lebihkan
PPDGJ
Kriteria Diagnosis Somatisasi A. Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode beberapa tahun B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan: – –
– –
4 gejala (G) nyeri: sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi) 2 G gastrointestinal: sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan) 1 G seksual: sekurangnya satu gejala selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan). 1 G pseudoneurologis: sekurangnya satu gejala atau deficit yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis, sulit menelan, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran selain pingsan).
C. Salah satu (1)atau (2): –
–
Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol) Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.
D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau pura-pura). Referensi: PPDGJ-III
Bedanya dengan Psikosomatis, Gangguan Konversi, Malingering, Factitious disorder KELAINAN
KARAKTERISTIK
Gangguan Konversi
Adanya satu atau beberapa gejala neurologis (misalnya buta, lumpuh anestesi, amnesia, dll) yang tidak dapat dijelaskan dengan penjelasan medis maupun neurologis yang ada.
Malingering
Berpura-pura sakit atau melebih-lebihkan kondisi fisik yang sudah ada sebelumnya dengan tujuan untuk mendapatkan kompensasi tertentu (misalnya untuk mendapatkan cuti kerja).
Factitious disorder/ Munchhausen syndrome
Berpura-pura sakit atau membuat dirinya sakit. Namun hal ini dilakukan semata-mata untuk mendapatkan perhatian/ simpati dari orang lain saja.
Psychosomatic vs. Somatoform Disorders • Psychosomatic Disorders – Disorders in which there is a real physical illness that is caused by psychological factors (usually stress)
• Somatoform – Disorders in which there is an apparent physical illness, but there is no organic cause – Usually people go to the doctor rather than a psychiatrist/psychologist!
42. SKIZOFRENIA Skizofrenia
Gangguan isi pikir, waham, halusinasi, minimal 1 bulan
Paranoid
merasa terancam/dikendalikan
Hebefrenik
15-25 tahun, afek tidak wajar, perilaku tidak dapat diramalkan, senyum sendiri
Katatonik
stupor, rigid, gaduh, fleksibilitas cerea
Skizotipal
perilaku/penampilan aneh, kepercayaan aneh, bersifat magik, pikiran obsesif berulang
Waham menetap
hanya waham
Psikotik akut
gejala psikotik <2 minggu.
Skizoafektif
gejala skizofrenia & afektif bersamaan
Residual
Gejala negatif menonjol, ada riwayat psikotik di masa lalu yang memenuhi skizofrenia
Simpleks
Gejala negatif yang khas skizofrenia (apatis, bicara jarang, afek tumpul/tidak wajar) tanpa didahului halusinasi/waham/gejala psikotik lain. Disertai perubahan perilaku pribadi yang bermakna (tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, penarikan diri). PPDGJ
Pedoman Diagnostik Skizofrenia • Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejalagejala itu kurang tajam atau kurang jelas): – Thought echo, atau thought insertion or withdrawal, atau thought broadcasting – Delusion of control/ passivity/ influence/ perception – Halusinasi auditorik – Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan mahluk asing atau dunia lain)
Referensi: PPDGJ-III
Pedoman Diagnostik Skizofrenia • Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas: – Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja – Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation) yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme. – Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing) atay fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor. – Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons emosional yang menumpul tidak wajar
• Telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih Referensi: PPDGJ-III
Skizofrenia Paranoid Halusinasi dan/ waham arus yang menonjol: • Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing). • Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence) atau passivity (delussion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas;
43. DEMENSIA Pedoman diagnostik demensia (PPDGJ III): • Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir, yang sampai mengganggu kegiatan harian seseorang (personal activities of daily living) seperti : mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air besar dan kecil. • Tidak ada gangguan kesadaran (clear consciousness) • Gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan
Klasifikasi Demensia Berdasarkan Etiologinya • • • • • • •
Demensia pada penyakit Alzheimer Demensia vaskular Demensia pada penyakit Pick Demensia pada penyakit Creutfeld-Jacob Demensia pada penyakit Huntington Demensia pada Penyakit Parkinson Demensia pada Penyakit HIV/AIDS Demensia tipe Alzheimer prevalensinya paling besar (50-60%), disusul demensia vaskular (20-30%).
Tanda dan Gejala Awal Demensia Alzheimer
American Academy of Neurology, 2012
Deteksi Dini Demensia • Dengan menggunakan mini mental state examination (MMSE)/ Folstein test. • Interpretasi skor MMSE: – 24-30: kognitif normal – 19-23: mild cognitive impairment – 10-18: moderate cognitive impairment – <=9: severe cognitive impairment Practical Guidelines for the Recognition and Diagnosis of Dementia, J Am Board Fam Med May-June 2012 vol. 25 no. 3 367-382
Demensia
44. GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR
Gangguan mood
1 atau lebih episode mania atau hipomania
1 atau lebih episode depresi
Dengan/ tanpa psikosis?
Ganggua n afektif bipolar
Episode kini manik/ depresi?
Pedoman Diagnosis Gangguan Bipolar (PPDGJ-III) • Ditandai setidaknya 2 episode yang menunjukkan pada 1 waktu tertentu terjadi peninggian mood dan energi (mania/hipomania), dan pada 1 waktu lain berupa penurunan mood dan energi (depresi). • Ada periode penyembuhan sempurna antar episode. • Manik terjadi tiba-tiba, lamanya antara 2 minggu5 bulan. • Depresi biasanya terjadi selama 6 bulan-1 tahun.
Bipolar Tipe I dan II Gangguan bipolar
Bipolar tipe I
1 atau lebih episode manik, dapat disertai gejala psikotik
Pada pria dan wanita
Bipolar tipe II
Episode depresi berulang dan episode hipomanik
Lebih sering pada wanita
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17696573
Bipolar tipe I dan II Keterangan: Pada bipolar tipe II, episode peningkatan mood lebih ke arah hipomanik. Pada bipolar tipe I, episode peningkatan mood lebih berlebihan (full-blown manik, bisa disertai dengan gejala psikotik)
http://www.medscape.com/viewarticle/754573
45. WAHAM/ DELUSI • Suatu perasaan keyakinan atau kepercayaan yang keliru, berdasarkan simpulan yang keliru tentang kenyataan eksternal, tidak konsisten dengan intelegensia dan latar belakang budaya pasien, dan tidak bisa diubah lewat penalaran atau dengan jalan penyajian fakta.
Jenis Waham (1) WAHAM
DEFINISI
Bizzare
keyakinan yang keliru, mustahil dan aneh.
Sistematik
keyakinan yang keliru atau keyakinan yang tergabung dengan satu tema/kejadian.
Nihilistik
perasaan yang keliru bahwa diri dan lingkungannya atau dunia tidak ada atau menuju kiamat.
Somatik
perasaan yang keliru yang melibatkan fungsi tubuh.
Kebesaran/ grandiosity
keyakinan atau kepercayaan, biasanya psikotik sifatnya, bahwa dirinya adalah orang yang sangat kuat, sangat berkuasa atau sangat besar.
Kejar/ persekutorik
mengira bahwa dirinya adalah korban dari usaha untuk melukainya, atau yang mendorong agar dia gagal dalam tindakannya.
Rujukan
meyakini bahwa tingkah laku orang lain itu pasti akan memfitnah, membahayakan, atau akan menjahati dirinya.
Jenis Waham (2) WA H A M
DEFINISI
Kendali
keyakinan yang keliru bahwa keinginan, pikiran, atau perasaannya dikendalikan oleh kekuatan dari luar., termasuk di dalamnya thought of withdrawal, thought of broadcasting, thought of insertion
Cemburu
keyakinan yang keliru yang berasal dari cemburu patologis tentang pasangan yang tidak setia.
Erotomania
keyakinan yang keliru, biasanya pada wanita, merasa yakin bahwa seseorang sangat mencintainya.
Gangguan Persepsi GANGGUAN PERSEPSI
Depersonalisasi
DEFINISI satu kondisi patologis yang muncul sebagai akibat dari perasaan subyektif dengan gambaran seseorang mengalami atau merasakan diri sendiri (atau tubuhnya) sebagai tidak nyata atau khayali (asing, tidak dikenali).
Derealisasi
perasaan subyektif bahwa lingkungannya menjadi asing, tidak nyata.
Ilusi
persepsi yang keliru atau menyimpang dari stimulus eksternal yang nyata.
Halusinasi
Persepsi atau tanggapan palsu, tidak berhubungan dengan stimulus eksternal yang nyata; menghayati gejala-gejala yang dikhayalkan sebagai hal yang nyata.
46. ULKUS PADA IMS
ULKUS MOLE (CHANCROID)
ULKUS DURUM • • • • •
Treponema pallidum (spiral) Dasar bersih Tidak nyeri (indolen) Sekitar ulkus keras (indurasi) Soliter
• • • • • •
Haemophilus ducreyi (kokobasil, gram negatif) Dasar kotor, mudah berdarah Nyeri tekan Lunak Multipel Tepi ulkus menggaung
Ulkus Pada IMS: Ulkus Durum • Etiologi: Treponema Pallidum, bakteri berbentuk spiral • Gejala Klinis – Stadium I: Ulkus durum – Stadium II: Lesi sekunder di kulit (roseola sifilitika, korona veneris, kondiloma lata, lekoderma sifilitika – Stadium III: Gumma
• Laboratorium – Mikroskop lapang pandang gelap, VDRL, TPHA
• Terapi – Benzatin Penisilin 2,4 juta unit IM single dose – Doxicycline 2 x 100 mg/hr PO, 4 minggu – Eritromisin 4 x 500 mg/hari PO, 4 minggu
Ulkus Pada IMS: Ulkus Mole Ulkus Molle: Penyakit infeksi pada alat kelamin yang akut, setempat disebabkan oleh Haemophillus ducreyi. Ulkus: kecil, lunak, tidak ada indurasi, bergaung, kotor (tertutup jaringan nekrotik dan granulasi) PATOGENESIS : • Masa inkubasi : 1-3 hari • Port d’entrée merah papul pustula pecah ulkus • Ulkus : -
Multiple Tidak teratur Dinding bergaung Indurasi + Nyeri (dolen) Kotor
Ulkus Pada IMS: Ulkus Mole
Ulkus Mole: Tatalaksana • Obat sistemik – – – – – – –
Azitromycin 1 gr, oral, single dose. Seftriakson 250 mg dosis tunggal, injeksi IM. Siprofloksasin 2x500 mg selama 3 hari. Eritromisin 4x500 mg selama 7 hari. Amoksisilin + asam klavulanat 3x125 mg selama 7 hari. Streptomisin 1 gr sehari selama 10 hari. Kotrimoksasol 2x2 tablet selama 7 hari.
• Topikal: Kompres dengan larutan normal salin (NaCl 0,9%) 2 kali sehari selama 15 menit.
47. PIODERMA •
Folikulitis: peradangan folikel rambut yang ditandai dengan papul eritema perifolikuler dan rasa gatal atau perih.
•
Furunkel: peradangan folikel rambut dan jaringan sekitarnya berupa papul, vesikel atau pustul perifolikuler dengan eritema di sekitarnya dan disertai rasa nyeri.
•
Furunkulosis: beberapa furunkel yang tersebar.
• Karbunkel: kumpulan dari beberapa furunkel, ditandai dengan beberapa furunkel yang berkonfluensi membentuk nodus bersupurasi di beberapa puncak.
• Impetigo krustosa: peradangan vesikel yang dengan cepat berubah menjadi pustul pecah krusta kering kekuningan seperti madu. Predileksi spesifik lesi terdapat di sekitar lubang hidung, mulut, telinga atau anus. • Impetigo bulosa: peradangan yang memberikan gambaran vesikobulosa dengan lesi bula hipopion (bula berisi pus)
• Ektima: peradangan yang menimbulkan kehilangan jaringan dermis bagian atas (ulkus dangkal).
Pioderma: Tatalaksana •
Pemeriksaan Penunjang – Pemeriksaan dari apusan cairan sekret dari dasar lesi dengan pewarnaan Gram – Pemeriksaan darah rutin kadang kadang ditemukan leukositosis
•
Komplikasi: Erisipelas, selulitis, ulkus, limfangitis, bakteremia
•
Terapi: • Antibiotika topikal: • DOC: mupirocin (Bactroban), asam fusidat (Fucidin) dan retapamulin (Altargo) 2x/hari selama 7 hari • Alternatif: salep/krim klindamisin, gentamisin • Antibiotika oral: • Sefalosforin, amoxiclav, cloxacillin, dicloxaxillin, alternatif: eritromisin, klindamisin • DOC anak: Cephalexin http://emedicine.medscape.com/article/965254-overview
48. MALASSEZIA SP. Menyebabkan beberapa penyakit antara lain: • Pityriasis versikolor: M. globosa, M. sympodialis, dan M. furfur • Malassezia folikulitis • Dermatitis seboroik, ketombe, sebopsoriasis, dan psoriasis pada wajah & kulit kepala: M. restricta dan M. globosa • Neonatal cephalic pustulosis: erupsi pustular pada bayi, menyerupai akne infantil • Dermatitis atopik akibat sensitivitas terhadap Malassezia
Pitiriasis versikolor • Penyakit jamur superfisial yang kronik disebabkan Malassezia furfur • Gejala: – Bercak berskuama halus yang berwarna putih sampai coklat hitam, meliputi badan, ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka, kulit kepala yang berambut – Asimtomatik – gatal ringan, berfluoresensi
• Pemeriksaan: lampu Wood (kuning keemasan), KOH 20% (hifa pendek, spora bulat: meatball & spaghetti appearance) • Obat: selenium sulfida (shampoo), azole, sulfur presipitat – Jika sulit disembuhkan atau generalisata, dapat diberikan ketokonazol 1x200mg selama 10 hari Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
49. Filariasis • Penyakit yang disebabkan cacing Filariidae, dibagi menjadi 3 berdasarkan habitat cacing dewasa di hospes: – Kutaneus: Loa loa, Onchocerca volvulus, Mansonella streptocerca – Limfatik: Wuchereria bancroftii, Brugia malayi, Brugia timori – Kavitas tubuh: Mansonella perstans, Mansonella ozzardi
• Fase gejala filariasis limfatik: – Mikrofilaremia asimtomatik – Adenolimfangitis akut: limfadenopati yang nyeri, limfangitis retrograde, demam, tropical pulmonary eosinophilia (batuk, mengi, anoreksia, malaise, sesak) – Limfedema ireversibel kronik
• Grading limfedema (WHO, 1992): – Grade 1 - Pitting edema reversible with limb elevation – Grade 2 - Nonpitting edema irreversible with limb elevation – Grade 3 - Severe swelling with sclerosis and skin changes
Wayangankar S. Filariasis. http://emedicine.medscape.com/article/217776-overview WHO. World Health Organization global programme to eliminate lymphatic filariasis. WHO Press; 2010.
WUCHERERIA BANCROFTII
• Panjang: lebar kepala sama • Inti teratur • Tidak terdapat inti di ekor
BRUGIA M A L AY I
• Perbandingan panjang:lebar kepala 2:1 • Inti tidak teratur • Inti di ekor 2-5 buah
BRUGIA TIMORI
• Perbandingan panjang:lebar kepala 3:1 • Inti tidak teratur • Inti di ekor 5-8 buah
Filariasis: Pemeriksaan dan Terapi • Pemeriksaan penunjang: – – – –
Deteksi mikrofilaria di darah Deteksi mikrofilaria di kiluria dan cairan hidrokel Antibodi filaria, eosinofilia Biopsi KGB
• Pengobatan: – Tirah baring, elevasi tungkai, kompres – Antihelmintik (ivermectin, DEC, albendazole) – DEC: 6 mg/kgBB/hari selama 12 hari – Ivermectin hanya membunuh mikrofilaria: 400 ug/kgBB SD/6 bln, atau /tahun bila dikombinasi dengan DEC SD – DEC + Albendazol 400 mg/tahun selama 5 tahun
– Suportif – Pengobatan massal dengan albendazole + ivermectin (untuk endemik Onchocerca volvulus) atau albendazole + DEC (untuk nonendemik Onchocerca volvulus) guna mencegah transmisi – Bedah (untuk kasus hidrokel/elefantiasis skrotal) – Diet rendah lemak dalam kasus kiluria Parasitologi Kedokteran, FKUI
50. KEGANASAN PADA KULIT • • • • • •
KARSINOMA SEL BASAL
KARSINOMA SEL SKUAMOSA
Jenis kanker kulit tersering (80%) Berasal dari sel epidermal pluripoten Faktor predisposisi: lingkungan (radiasi, arsen, paparan sinar matahari, trauma, ulkus sikatriks), genetik Usia di atas 40 tahun Biasanya di daerah berambut, invasif Bentuk paling sering adalah nodulus:
• • •
• •
•
Adanya pinggiran seperti mutiara atau luka tidak menyembuh Menyerupai kutil, tidak berambut, berwarna coklat/hitam, berkilat (pearly), bila melebar pinggirannya meninggi di tengah menjadi ulkus (ulcus rodent) kadang disertai talangiektasis, teraba keras
Berkembang lambat, jarang bermetastasis, hanya merusak jaringan sekitar
• •
Jenis kanker tersering kedua Berasal dari sel epidermis Etiologi: sinar matahari, genetik, herediter, arsen, radiasi, hidrokarbon, ulkus sikatrik Usia tersering 40-50 tahun Morfologi: • •
•
Dapat berbentuk intraepidermal Dapat berbentuk invasif: mula-mula berbentuk nodus keras, licin, kemudian berkembang menjadi verukosa/papiloma. Fase lanjut tumor menjadi keras, bertambah besar, invasif, dapat terjadi ulserasi. Metastasis biasanya melalui KGB
Berkembang agresif dan cepat, bermetastasis ke organ jauh
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007. http://www.livestrong.com/article/153891-differences-in-squamous-cell-carcinoma-vs-basal-cell-carcinoma/
MELANOMA MALIGNA
SCC
• Etiologi • Belum pasti. Mungkin faktor herediter atau iritasi berulang pada tahi lalat
• Usia 30-60 tahun • Bentuk: • Superfisial: Bercak dengan warna bervariasi, tidak teratur, berbatas tegas, sedikit penonjolan • Nodular: nodus berwarna biru kehitaman dengan batas tegas • Lentigo melanoma maligna: plakat berbatas tegas, coklat kehitaman, meliputi muka
• Prognosis buruk
BCC
MM
51. METABOLISME BILIRUBIN
Gambar 8. metabolisme bilirubin dalam tubuh. Perhatikan fungsi hepatosit yang melakukan konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk. Adanya ikterik merupakan manifestasi gangguan di prehepatik, intrahepatik atau ekstrahepatik. (Chandrasoma P, Taylor CR. Concise Pathology. 3rd edition. McGrawHill. http://www.accessmedicine.com diunduh tanggal 25 Juli 2013)
Ikterus Neonatorum • Ikterus neonatorum: fisiologis vs non fisiologis. • Ikterus fisiologis: – Awitan terjadi setelah 24 jam – Memuncak dalam 3-5 hari, menurun dalam 7 hari (pada NCB) – Ikterus fisiologis berlebihan → ketika bilirubin serum puncak adalah 7-15 mg/dl pada NCB
• Ikterus non fisiologis: – – –
Awitan terjadi sebelum usia 24 jam Tingkat kenaikan > 0,5 mg/dl/jam Tingkat cutoff > 15 mg/dl pada NCB
– Ikterus bertahan > 8 hari pada NCB, > 14 hari pada NKB – Tanda penyakit lain
• Gangguan obstruktif menyebabkan hiperbilirubinemia direk. Ditandai bilirubin direk > 1 mg/dl jika bil tot <5 mg/dl atau bil direk >20% dr total bilirubin. Penyebab: kolestasis, atresia bilier, kista duktus koledokus.
Indrasanto E. Hiperbilirubinemia pada neonatus.
Kramer’s Rule
Daerah tubuh Muka Dada/punggung Perut dan paha Tangan dan kaki Telapak tangan/kaki
Kadar bilirubin mg/dl 4 -8 5 -12 8 -16 11-18 >15
20 18 16 14 12 fisiologis
10 8
non- fisiologis
6 4 2 0 hari 1
hari 2
hari 3
hari 4
hari 5
hari 6
hari 7
• Ikterus yang berkembang cepat pada hari ke-1 – Kemungkinan besar: inkompatibilitas ABO, Rh, penyakit hemolitik, atau sferositosis. Penyebab lebih jarang: infeksi kongenital, defisiensi G6PD
• Ikterus yang berkembang cepat setelah usia 48 jam – Kemungkinan besar: infeksi, defisiensi G6PD. Penyebab lebih jarang: inkompatibilitas ABO, Rh, sferositosis.
Panduan foto terapi
AAP, 2004
Panduan transfusi tukar
AAP, 2004
52. Kejang demam • Kejang yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh di atas 38,4° C tanpa adanya infeksi SSP atau gangguan elektrolit pada anak di atas usia 1 bulan tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya (ILAE, 1993) • Umumnya berusia 6 bulan – 5 tahun • Kejang demam sederhana (simpleks) – Berlangsung singkat, tonik klonik, umum, tidak berulang dalam 24 jam
• Kejang demam kompleks – Lama kejang > 15 menit – Kejang fokal atau parsial menjadi umum – Berulang dalam 24 jam
• Diagnosis banding: meningitis, ensefalitis, meningoensefalitis, APCD (pada infant), epilepsi
Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. IDAI. 2006
Pemeriksaan Penunjang • Dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab demam/ kejang: DPL, GDS, elektrolit, urinalisis, kultur darah/urin/feses • Pungsi lumbal dilakukan utk menyingkirkan meningitis • sangat dianjurkan untuk usia < 12 bulan dan dianjurkan untuk usia 1218 bulan, > 18 bln tidak rutin dilakukan • Kontraindikasi mutlak : Terdapat gejala peningkatan tekanan intrakranial
– EEG tidak direkomendasikan, tetapi masih dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas, mis: KDK pada anak berusia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal – CT scan/ MRI hanya jika ada indikasi, mis: kelainan neurologis fokal yang menetap, edema papil, dst
Profilaksis Intermiten untuk Pencegahan Kejang Demam • Faktor risiko berulangnya kejang demam: – – – –
Riwayat kejang demam dalam keluarga Usia kurang dari 12 bulan Temperatur yang rendah saat kejang Cepatnya kejang setelah demam
• Pada saat demam – Parasetamol 10-15 mg/kg diberikan 4 kali/hari – Diazepam oral 0,3 mg/kg setiap 8 jam, atau per rektal 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu >38,5:C
Pengobatan Jangka Panjang Kejang Demam • Fenobarbital 3-6 mg/kg/hari atau asam valproat 15-40 mg/kg/hari fenobarbital biasanya tidak digunakan krn terkait ES autisme • Dianjurkan pengobatan rumatan: – Kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang (paresis Tod’s, CP, hidrosefalus) – Kejang lama > 15 menit – Kejang fokal
• Dipertimbangkan pengobatan rumatan : – Kejang berulang dalam 24 jam – Bayi usia < 12 bulan – Kejang demam kompleks berulang > 4 kali
• Lama pengobatan rumatan 1 tahun bebas kejang, dihentikan bertahap dalam 1-2 bulan
Generalized epilepsy with febrile seizures plus (GEFS+) •
• • • • •
A syndromic autosomal dominant disorder where afflicted individuals can exhibit numerous epilepsy phenotypes. Generalised epilepsy with febrile seizures plus (GEFS+) is an unusual epilepsy syndrome. It describes families who have several members from different generations with epileptic seizures. The epileptic seizures nearly always start after a family member has had febrile convulsions. In GEFS+ families, children may go on to have febrile seizures well beyond this age. They may also develop other seizure types not associated with a high temperature.
Febrile seizures plus • This is similar to febrile seizures, but the child has seizures beyond the normal age range. • The seizures are always associated with a high temperature. • The seizures usually stop by the time the child reaches the age of 10 or 12.
DIAGNOSIS DIFERENSIAL INFEKSI SSP ENSEFALITIS
MENINGITIS BAKTERIAL
MENING.TBC
MENING.VIRUS
ENSEFALOPATI
Akut
Akut
Kronik
Akut
Akut/kronik
Demam
< 7 hari
< 7 hari
> 7 hari
< 7 hari
> 7 hari/(-)
Kejang
Umum/foka l
Umum
Umum
Umum
Umum
Penurunan kesadaran
Somnolensopor
Apatis
Variasi, apatis sopor
CM - Apatis
Apatis - Somnolen
+/-
+/-
++/-
-
-
Lambat
Cepat
Lambat
Cepat
Cepat/Lambat
Etiologi
Tidak dpt diidentifikas i
++/-
TBC/riw. kontak
-
Ekstra SSP
Terapi
Simpt/antivi ral
Antibiotik
Tuberkulostatik
Simpt.
Atasi penyakit primer
KLINIS/LAB.
Onset
Paresis Perbaikan kesadaran
53. Terminologi Diare • Diare akut: berlangsung < 1 minggu, umumnya karena infeksi – Diare akut cair – Diare akut berdarah
• Diare berlanjut: diare infeksi yang berlanjut > 1 minggu • Diare Persisten: Bila diare melanjut tidak sembuh dan melewati 14 hari atau lebih • Diare kronik: diare karena sebab apapun yang berlangsung 14 hari atau lebih
• Disentri: diare mengandung lendir dan darah • Diare primer: infeksi memang terjadi pada saluran cerna (misal: infeksi Salmonella) • Diare sekunder: diare sebagai gejala ikutan dari berbagai penyakit sistemik seperti pada bronkopnemonia, ensefalitis dan lain-lain • Diare Berdasarkan Patofisiologi – Osmotic diarrhea – Secretoric diarrhea – Inflammatoy/ exudative diarrhea – Altered motility diarrhea
JENIS DIARE AKUT • Diare Osmotik: – Bila di lumen usus ada bahan yang secara osmotik aktif & sulit diserap diare. – Penyebab: larutan isotonik, air atau bahan yang larut melewati mukosa usus halus tanpa diabsorbsi diare
Osmotic Diarrhea IN THE SMALL INTESTINE Ingestion of non-absorbable solutes Fluid entry into the small bowel Intraluminal solutions become iso-osmotic with the plasma Intraluminal Na+ concentration drop below 80 ml osmol
Steep lumen to plasma gradient
Osmotic Diarrhea IN THE COLON Carbohydrate
Non metabolizable substrates
Metabolized by Bacteria
Na+ and H2O Short Chain fatty acids
may be absorbed by colon
(Organic anions)
Quadrupling the Osmolality
A linear relation between ingested osmotic load & stool water output
Osmotic Diarrhea Short-Chain Fatty Acids (Organic Anions) Promote more fluid in the colon
Obligate retention of inorganic cations Further increasing the osmotic load
More fluid in the colon
Some Causes of Osmotic Diarrhea Exogenous • Osmotic Laxatives • Antacids containing MgO or Mg(OH)2 • Dietetic foods, candies and elixirs • Drugs e.g.: – Colchicine – Cholestyramine
Endogenous • Congenital
– Specific Malabsorptive Disorders e.g Disaccharidase deficiencies – Generalized Malabsorptive Diseases e.g Abetalipoproteinemia – Pancreatic insufficiency e.g cystic fibrosis
• Acquired
– Specific Malabsorptive Diseases – Generalized Malabsorptive Diseases – Pancreatic insufficiency – Celiac disease – Infections
Rotavirus damages the villous brush border, causing osmotic diarrhoea, and also produces an enterotoxin (NSP4) that causes calciummediated secretory diarrhoea (BMJ)
Osmotic and secretory diarrhea
Diare Sekretorik • Sekresi air & elektrolit ke usus halus akibat gangguan absorpsi Na+ oleh vilus saluran cerna, sedangkan sekresi Cl- tetap berlangsung/ meningkat air & elektrolit keluar dari tubuh sebagai tinja cair • Penyebab: toksin E.coli atau V.cholera
Secretory Diarrhea Electrolyte transport diarrhea • The intestine is able to – Secret Fluids & electrolytes – Absorb • Secretion originates in the crypts • Absorption is mainly a villous function Intracellular cyclic-AMP & -GMP are a corner stone in initiating Intestinal secretion
Mechanism of Secretory Diarrhea Neurotransmitters Hormones Bacterial Enterotoxins Cathartics Stimulate receptors on the enterochromaffin cells
stimulate Cyclic AMP – Cyclic GMP Ca ions
stimulate Cl-, H2O and CHO3 Secretion by the enterocytes
Some causes of Secretory Diarrhea Exogenous • Stimulant Laxatives e.g. Anthraquinones, senna • Medications – Diuretics – Asthma medication – Eye drops – Bladder stimulants – Cardiac drug – Prostaglandins • Toxins – Metals – Organophosphorous – Seafood toxins – Bacterial toxins
Inflammatory/Exudative Diarrhea • Diseases associated with large quantities of inflammatory exudate blood, pus, and proteinaceous material, can produce diarrhea.
• These inflammatory products in themselves cause increased stool volume and frequency, but altered absorption of fluid and electrolytes also plays an important role. • Mucosal inflammation can occur with diverticulitis, inflammatory bowel disease, or invasive enteric infections such as shigella, salmonella, or campylobacter. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK414/
Inflammatory/exudative Diarrhea LUMINAL OR INVADING Viruses Bacteria Protozoa Helminths
IMMUNOLOGICAL MECHANISMS Complement T-lymphocytes Proteases Oxidants
Minimal or severe inflammation Enterocyte damage or death Malabsorption and secretion
Inflammatory Diarrhea Of Any Mechanism Damage to absorbing epithelium →→ • Repopulation of damaged absorptive surface: – By immature cells with poor absorptive capacity → Malabsorption of ions and nutrients • Release of inflammatory mediators from cells in the lamina propria → Stimulate secretion from the – Remaining crypts – Immature villous surface cells
Diarrhea Associated with Deranged Mobility Adequate absorption requires adequate and long enough exposure to intestinal epithelium
• Accelerated Transit time – Decreased absorption – Large fluid load to the colon – Colonic irritability → Diarrhea
• Diminished peristalsis – Bacterial overgrowth → Secretory diarrhea
Disordered motility is The cause of diarrhea OR An effect of diarrhea
Some Causes of Diarrhea Associated with Deranged Mobility • • • • •
IBS-D Functional Diarrhea Diabetic neuropathy Scleroderma Thyrotoxicosis
Jadwal Imunisasi Anak Umur 0 – 18 tahun
54.
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Tahun 2014 Umur pemberian vaksin
Jenis vaksin Hepatit i s B Polio BCG DTP Hib PCV Rotavirus e Influ nza Campak MMR Tifoid Hepatit i s A Varisela HPV
Lahir
1
1
2
0
2
3
4
Bulan 5 6
9
12
15
18
24
3
5
6
Tahun 7 8
10
12
18
3 1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
4
5
4
5
1 kali 6 (Td)
7(Td)
4 4 Ulangan 1 kaliptia tpahun 1
Keterangan Cara membaca kolom umur: misal 2 u berarti mu r 2 bul an (60 har i) sd 2 bul an 29 har i (89 har i) Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januaril 2014 dan dapat diakses pada website IDAI (http : // idai.or.id/public-artices/kl ini k/i mu ni sasi /j adw al-imunisasi-anak-idai.html) Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca keterangan tabel 1. Vaksin hepatit i s B. Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului pemberian suntikan vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin hepatit i s B dan imunoglobulin hepatit i s B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Vaksinasi hepatit i s B selanjutnya dapat menggunakan vaksinihepatit Bs mon o valen atau vaksin kombinasi. 2. Vaksin polio. Pada saat lahir atau pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral (OPV-0). Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster dapat diberikan vaksin OPV atau IPV, namun sebaiknya paling sedikit mendapat satu dosis vaksin IPV. 3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan, a optiml umur 2 bulan. Apabila diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin. 4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada umur 6 minggu. Dapat diberikan vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan vaksin lain. Untuk anak umur lebih dari 7 tahun diberikan vaksin Td, dibooster setia p 10 t ahun. 5. Vaksin campak. Vaksin campak keduaa tidk perlu diberikan pada umur 24 bulan, apabila MMR sudah diberikan pada 15 bulan.
2 1
3 2 Ulangan tia 3 t ahun 2 kali, interval 6-12 bulan 1 kali 3 kali
6. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali, namun keduanya perlu booster 1 kali pada umur lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali. 7. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14 minggu, dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin rotavirus monovalen selesai diberikan sebelum umur 16 minggu danatidk melampaui umur 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen : dosis ke-1 diberikan umur 6-14 minggu, interval dosis ke-2 dan ke-3, 4-10 minggu; dosis ke-3 diberikan pada umur kurang dari 32 minggu (interval minimal 4 minggu). 8. Vaksin varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik pada umur sebelum masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada umur lebih dari 12 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu. 9. Vaksineinflunz a. Vaksineinflunz a diberikan pada umur minimal 6 bulan, diulang p setia tahun. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunizatio n ) pada anak umur kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6 - < 36 bulan, dosis 0,25 mL. 10. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10 tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga kali dengan interval 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan interval 0,2,6 bulan.
55. LEUKEMIA
Leukemia • Jenis leukemia yang paling sering terjadi pada anak-anak adalah Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) dan Acute Myelogenous Leukemia (AML) • ALL merupakan keganasan yg paling sering ditemui pada anak-anak (1/4 total kasus keganasan pediatrik) • Puncak insidens ALL usia 2-5 tahun
Clinical Manifestation • More common in AML – Leukostasis (when blas count >50.000/uL): occluded microcirculationheadache, blurred vision, TIA, CVA, dyspnea, hypoxia – DIC (promyelocitic subtype) – Leukemic infiltration of skin, gingiva (monocytic subtype) – Chloroma: extramedullary tumor, virtually any location.
• More common in ALL – Bone pain, lymphadenopathy, hepatosplenomegaly (also seen in – monocytic AML) – CNS involvement: cranial neuropathies, nausea, vomiting, headache, anterior mediastinal mass (T-cell ALL) – Tumor lysis syndrome
Leukemia Limfoblastik Akut • Merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada masa anak, meliputi 25-30% dari seluruh keganasan pada anak. • Lebih sering pada laki-laki, usia 3-4 tahun • Manifestasi klinis – Penekanan sistem hemopoetik normal, anemia (pucat), neutropenia (sering demam), trombositopenia (perdarahan) – Infiltrasi jaringan ekstramedular, berupa pembesaran KGB, nyeri tulang, dan pembesaran hati serta limpa – Penurunan BB, anoreksia, kelemahan umum
• Pemeriksaan Penunjang: Gambaran darah tepi dan pungsi sumsum tulang untuk memastikan diagnosis • Tatalaksana : Kemoterapi dan Pengobatan suportif
FAB (French-American-British) classification of acute lymphoblastic leukemia • ALL-L1: Small cells with homogeneous nuclear chromatin, a regular nuclear shape, small or no nucleoli, scanty cytoplasm, and mild to moderate basophilia Jenis ALL yang paling sering ditemukan
• ALL-L2: Large, heterogeneous cells with variable nuclear chromatin, an irregular nuclear shape, 1 or more nucleoli, a variable amount of cytoplasm, and variable basophilia • ALL-L3: Large, homogeneous cells with fine, stippled chromatin; regular nuclei; prominent nucleoli; and abundant, deeply basophilic cytoplasm. The most distinguishing feature is prominent cytoplasmic vacuolation
ALL
AML
epidemiologi ALL merupakan keganasan yg paling sering ditemui pada anak-anak (1/4 total kasus keganasan pediatrik) Puncak insidens usia 2-5 tahun
15% dari leukemia pada pediatri, juga ditemukan pada dewasa
etiologi
Penyebab tidak diketahui
Cause unknown. Risk factors: benzene exposure, radiation exposure, prior treatment with alkylating agents
Gejala dan tanda
Gejala dan tanda sesuai dengan infiltrasi sumsum tulang dan/atau gejala ekstrameduler: konjungtiva pucat, petekie dan memar akibat trombositopenia; limfadenopati, hepatosplenomegali.Terkadang ada keterlibatan SSP (papil edem, canial nerve palsy); unilateral painless testicular enlargement.
Pucat, mudah lelah, memar, peteki, epistaksis, demam, hiperplasia gingiva, chloroma, hepatosplenomegali
Lab
Anemia, Trombositopenia, Leukopeni/Hiperleukositosis/normal, Dominasi Limfosit, Sel Blas (+)
Trombositopenia, leukopenia/leukositosis, primitif granulocyte/monocyte, auer rods (hin, needle-shaped, eosinophilic cytoplasmic inclusions)
Terapi
kemoterapi
kemoterapi
56. TETANUS NEONATORUM • Tetanus : Penyakit spastik paralitik akut akibat toksin tetanus (tetanospasmin) yang dihasilkan Clostridium tetani. Tanda utama : spasme tanpa gangguan kesadaran • Kejadian tetanus neonatorum sangat berhubungan dengan aspek pelayanan kesehatan neonatal, terutama pelayanan persalinan (persalinan yang bersih dan aman), khususnya perawatan tali pusat • Komplikasi yang ditakutkan adalah spasme otot diafragma
TETANUS
Diagnosis • Tanda dan Gejala – Riwayat persalinan yang kurang higienis, ditolong oleh tenaga nonmedis dan perawatan tali pusat yang tidak higienis – Bayi sadar, mengalami kekakuan (spasme) berulang bila terangsang atau tersentuh – Bayi malas minum – Mulut mencucu (carper mouth) – Trismus (mulut sulit dibuka) – Perut teraba keras seperti papan – Opistotonus – Anggota gerak spastik (boxing position) – Tali pusat kotor/berbau
• Pemeriksaan Penunjang – Hanya dilakukan untuk membedakan dengan sepsis atau meningitis – Pungsi lumbal – Darah rutin, kultur, dan sensitivitas
Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari klasifikasi Ablett’s : • I Mild: – – – – –
•
– – – –
mild to moderate trismus; general spasticity; no respiratory embarrassment; no spasms; little or no dysphagia.
severe trismus; generalized spasticity; reflex prolonged spasms; increased respiratory rate greater than 40; – apnoeic spells; – severe dysphagia; – tachycardia greater than 120.
• II Moderate: – moderate trismus; – well‐marked rigidity; – mild to moderate but short spasms; – moderate respiratory embarrassment with an increased respiratory rate greater than 30; – mild dysphagia.
III Severe:
•
IV Very severe: – grade III and violent autonomic disturbances involving the cardiovascular system. – Severe hypertension and tachycardia alternating with relative hypotension and bradycardia, either of which may be persistent
http://bja.oxfordjournals.org/content/87/3/477/T1.expansion.html
Tatalaksana • Diazepam 10 mg/kg/hari secara IV dalam 24 jam atau bolus IV setiap 3-6 jam (0,1-0,2 mg/kg per kali), maksimum 40 mg/kg/hari • Human tetanus imunoglobulin 500 U IM atau Antitoksin Tetanus Serum 5000 U IM • Metronidazol 30 mg/kg/hari dengan interval setiap 6 jam selama 7-10 hari • Berikan pengobatan untuk infeksi lokal tali pusat • Bila terjadi spasme berulang atau gagal napas, rujuk ke RS dengan NICU • Langkah promotif/preventif : – Pelaksanaan Pelayanan Neonatal Esensial, lakukan pemotongan tali pusat secara steril – Tidak mengoles atau menabur sesuatu yang tidak higienis pada tali pusat – Bila sudah terjadi infeksi tali pusat, berikan pengobatan yang tepat dengan antibiotik lokal dan sistemik jika diperlukan
57. ANEMIA HEMOLITIK • Hemolysis is the destruction or removal of red blood cells from the circulation before their normal life span of 120 days • Hemolysis presents as acute or chronic anemia, reticulocytosis, or jaundice. • Premature destruction of erythrocytes occurs intravascularly or extravascularly • The etiologies of hemolysis often are categorized as acquired or hereditary
There are two mechanisms of hemolysis. 1. Intravascular hemolysis • destruction of red blood cells in the circulation with the release of cell contents into the plasma. • Mechanical trauma from a damaged endothelium, complement fixation and activation on the cell surface, and infectious agents may cause direct membrane degradation and cell destruction.
2.
Extravascular hemolysis • the removal and destruction of red blood cells with membrane alterations by the macrophages of the spleen and liver. • Circulating blood is filtered continuously through thinwalled splenic cords into the splenic sinusoids (with fenestrated basement membranes), a spongelike labyrinth of macrophages with long dendritic processes
58. HEMOSTASIS Hemostasis („hemo”=blood;; ta=„remain”) is the stoppage of bleeding, which is vitally important when blood vessels are damaged. Following an injury to blood vessels several actions may help prevent blood loss, including:
Formation of a clot
Hemostasis 1. Fase vaskular: vasokonstriksi 2. Fase platelet: agregasi dan adhesi trombosit 3. Fase koagulasi: ada jalur ekstrinsik, jalur intrinsik dan bersatu di common pathway 4. Fase retraksi 5. Fase destruksi / fibrinolisis
http://www.bangkokhealth.com/index.php/health/healthgeneral/first-aid/451-ขบวนการห้ามเลือด-hemostasis.html
Coagulation factors Components of coagulation factor: ~ fibrinogen ~ prothrombin ~ tissue factor (thromboplastin) ~ Ca-ion (Ca++) ~ pro-accelerin (labile factor) ~ pro-convertin (stable factor) ~ anti-hemophilic factor ~ Christmas-factor ~ Stuart-Prower factor ~ plasma tromboplastin antecedent ~ Hageman factor ~ fibrin stabilizing factor(Laki-Roland)
factor I factor II factor III factor IV factor V factor VII factor VIII factor IX factor X factor XI factor XII factor XIII
Kuliah Hemostasis FKUI.
Bleeding Time • It indicates how well platelets interact with blood vessel walls to form blood clots. • BT is the interval between the moment when bleeding starts and the moment when bleeding stops. • Used most often to detect qualitative defects of platelets. • BT is prolonged in purpuras, but normal in coagulation disorders like haemophilia. • Purpuras can be due to – Platelet defects - Thrombocytopenic purpura (ITP & TTP) – Vascular defects - Senile purpura, Henoch Schonlein purpura
• Platelets are important in preventing small vessel bleeding by causing vasoconstriction and platelet plug formation. http://www.indianmedicinalplants.info/articles/BLEEDING-TIME.html
Clotting Time • CT the interval between the moment when bleeding starts and the moment when the fibrin thread is first seen. • BT depends on the integrity of platelets and vessel walls, whereas CT depends on the availability of coagulation factors. • In coagulation disorders like haemophilia, CT is prolonged but BT remains normal. • CT is also prolonged in conditions like vitamin K deficiency, liver diseases, disseminated intravascular coagulation, overdosage of anticoagulants etc. http://www.indianmedicinalplants.info/articles/BLEEDING-TIME.html
PT & APTT • activated partial thromboplastin time (aPTT) untuk mengevaluasi jalur intrinsik kaskade koagulasi • prothrombin time (PT) untuk mengevaluasi jalur ekstrinsik kaskade koagulasi
http://practical-haemostasis.com
http://practical-haemostasis.com
BLEEDING
Severe
Mild
intervention
stopped continues prolonged Platelet disorder
delayed Coagulation disorder Kuliah Hemostasis FKUI.
Spontaneous bleeding (without injury)
DEEP, SOLITARY
SUPERFICIAL, MULTIPLE petechiae, purpura, ecchymoses
platelet disorder
hematoma, hemarthrosis
coagulation disorder Kuliah Hemostasis FKUI.
Simple schematic diagram to diagnose hemostasic disorders
Kuliah Hemostasis FKUI.
Kelainan Pembekuan Darah
http://periobasics.com/wp-content/uploads/2013/01/Evaluation-of-bleeding-disorders.jpg
Bleeding Disorder
ITP • Immune thrombocytopenic purpura (ITP, yang disebut juga autoimmune thrombocytopenic purpura, morbus Wirlhof, atau purpura hemorrhagica, merupakan kelainan perdarahan akibat destruksi prematur trombosit yang meningkat akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit. • Umumnya terjadi pada anak usia 2-4 tahun, dengan insiden 4-8 kasus per 100.000 anak per tahun. • Patofisiologi: Peningkatan destruksi platelet di perifer, biasanya pasien memiliki antibodi yang spesifik terhadap glikoprotein membran platelet (IgG autoantibodi pada permukaan platelet)
ITP: Cardinal Features • • • •
Trombositopenia <100,000/mm3 Purpura dan perdarahan membran mukosa Diagnosis of exclusion 2 jenis gambaran klinis – ITP akut • Biasanya didahului oleh infeksi virus dan menghilang dalam 3 bulan.
– ITP kronik • Gejala biasanya mudah memar atau perdarahan ringan yang berlangsung selama 6 bulan
• >90% kasus anak merupakan bentuk akut • Komplikasi yang paling serius: perdarahan. Perdarahan intrakranial penyebab kematian akibat ITP yg paling sering (1-2% dr kasus ITP)
Anamnesis • Umumnya trombositopenia terjadi 1-3 minggu setelah infeksi virus, atau bakteri (infeksi saluran napas atas, saluran cerna), bisa juga terjadi setelah vaksinasi rubella, rubeola, varisela, atau setelah vaksinasi dengan virus hidup. • Perdarahan yang terjadi tergantung jumlah trombosit didalam darah. Diawali dengan perdarahan kulit berupa petekie hingga lebam. • Obat-obatan, misalnya heparin, sulfonamid, kuinidin/kuinin, aspirin dapat memicu terjadinya kekambuhan. • Obat yang mengandung salisilat dapat meningkatkan risiko timbulnya perdarahan.
• Pemeriksaan fisis – Pada umumnya bentuk perdarahannya ialah purpura pada kulit dan mukosa (hidung, gusi, saluran cerna dan traktus urogenital). – Pembesaran limpa terjadi pada 10-20 % kasus.
• Pemeriksaan penunjang • Darah tepi : – – – –
Morfologi eritrosit, leukosit, dan retikulosit biasanya normal. Hemoglobin, indeks eritrosit dan jumlah leukosit normal. Anemia bisa terjadi bila ada perdarahan spontan yang banyak Trombositopenia. Besar trombosit umumnya normal, hanya kadang ditemui bentuk trombosit yang lebih besar (giant plalets), – Masa perdarahan memanjang (Bleeding Time)
• Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang: – Tidak perlu bila gambaran klinis dan laboratoris klasik. – Dilakukan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang bila gagal terapi selama 3-6 bulan, atau pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya pembesaran hepar/ lien/kelenjar getah bening dan pada laboratorium ditemukan bisitopenia.
Tatalaksana • Indikasi rawat inap – Pada penderita yang sudah tegak diagnosisnya, perlu dilakukan rawat inap bila: • • • •
Jumlah hitung trombosit <20.000/μL Perdarahan berat Kecurigaan/pasti perdarahan intrakranial Umur <3 tahun
• Bila tidak dirawat inap, penderita diwajibkan untuk tidak/menghindari obat anti agregasi (seperti salisilat dan lain sebagainya) dan olah raga yang traumatis (kepala). • ITP bersifat akut dan 90 % sembuh spontan, hanya 5-10% menjadi kronis karena itu keputusan apakah perlu diberi pengobatan masih diperdebatkan.
Medikamentosa • Pengobatan dengan kortikosteroid diberikan bila: – Perdarahan mukosa dengan jumlah trombosit <20.000/ μL – Perdarahan ringan dengan jumlah trombosit <10.000/ μL – Steroid yang biasa digunakan ialah prednison, dosis 1-2 mg/kgBB/hari, dievaluasi – setelah pengobatan 1-2 minggu. Bila responsif, dosis diturunkan pelahanlahan sampai kadar trombosit stabil atau dipertahankan sekitar 30.000 50.000/μL. – Prednison dapat juga diberikan dengan dosis tinggi yaitu 4 mg/kgBB/hari selama 4 hari. – Bila tidak respons, pengobatan yang diberikan hanya suportif. – Pengembalian kadar trombosit akan terjadi perlahan-lahan dalam waktu 2-4 minggu dan paling lama 6 bulan. – Pada ITP dengan kadar trombosit >30.000/μL dan tidak memiliki keluhan umumnya tidak akan diberikan terapi, hanya diobservasi saja.
• Pemberian suspensi trombosit dilakukan bila : – Jumlah trombosit <20.000/ μL dengan perdarahan mukosa berulang (epistaksis) – Perdarahan retina – Perdarahan berat (epistaksis yang memerlukan tampon, hematuria, perdarahan organ dalam) – Jumlah trombosit < 50.000/ul dengan kecurigaan/pasti perdarahan intra kranial – Menjalani operasi, dengan jumlah trombosit <150.000/ μL.
59. Newborn Baby USIA GESTASI • Neonatus Kurang Bulan (Pre-term infant) : Usia gestasi < 37 minggu • Neonatus Lebih Bulan (Post-term infant) : Usia gestasi > 42 minggu • Neonatus Cukup Bulan (Term-infant) : Usia gestasi 37 s/d 42 BERAT LAHIR BERDASARKAN USIA GESTASI • Small for Gestational Age (SGA, Kecil Masa Kehamilan) : Berat lahir dibawah 2SD / persentil 10th dari populasi usia gestasi yang sama • Large for Gestational Age (LGA, Besar Masa Kehamilan) : Berat lahir diatas persentil 90 untuk populasi usia gestasi yang sama • Appropriate for Gestational Age (Sesuai Masa Kehamilan) : Diantaranya
BERAT BADAN • BBL “rendah”: berat badan < 2500 • BBL “sangat rendah” : berat badan bayi baru lahir kurang dari 1500 gram. • BBL “sangat-sangat rendah” : berat badan bayi baru lahir kurang dari 1000 gram.
The Fetus and the Neonatal Infant. Nelson Textbook of Pediatrics 17th ed
Lubchenco Intrauterine Growth Curve
Week of Gestation (26 to 42 weeks) Intrauterine Growth as Estimated From Liveborn Birth-Weight Data at 24 to 42 Weeks of Gestation, by Lula O. Lubchenco et al,Pediatrics, 1963;32:793–8007:403
60. Neonatus • Adequate newborn weight gain – Anticipate up to 10% weight loss after delivery and regain to birth weight by 2 weeks – Weight gain • Daily: 20-30 grams per day • Weekly: 150-200 grams per week • Infant doubles birth weight in 6 months
• Adequate hydration – Expect clear urine output 6-8 times daily
• monitor kenaikan BB : – trimester 1 : 25-30 g/h = 200 g/mg = 750-900 g/bln – trimester 2 : 20 g/h = 150 g/mg = 600 g/bln – Trimester 3: 15 g/h = 100 g/mg = 400 g/bln – Trimester 4: 10 g/h = 5075 g/mg = 200-300 g/bln
Tanda-tanda bahwa bayi mendapat cukup ASI •
•
•
•
Bayi menyusu 8 – 12 kali sehari, menghisap secara teratur selama minimal 10 menit pada setiap payudara. Bayi akan tampak puas setelah menyusu dan seringkali tertidur pada saat menyusu, terutama pada payudara yang kedua Frekuensi buang air kecil (BAK) bayi > 6 kali sehari. Urin berwarna jernih, tidak kekuningan.
•
•
•
• •
Frekuensi buang air besar (BAB) > 4 kali sehari dengan volume paling tidak 1 sendok makan, pada bayi usia 4 hari sampai 4 minggu. Sering ditemukan bayi yang BAB setiap kali menyusu, dan hal ini merupakan hal yang normal Apabila setelah bayi berumur 5 hari, fesesnya masih berupa mekoneum, atau transisi antara hijau kecoklatan, merupakan salah satu tanda bayi kurang mendapat ASI. Berat badan bayi tidak turun lebih dari 10% dibanding berat lahir Berat badan bayi kembali seperti berat lahir pada usia 10 sampai 14 hari setelah lahir.
Pola defekasi pada bayi baru lahir • Pada bayi baru lahir umumnya mempunyai aktivitas laktase belum optimal sehingga kemampuan menghidrolisis laktosa yang terkandung di dalam ASI maupun susu formula juga terbatas. • Keadaan tersebut menyebabkan peningkatan tekanan osmolaritas di dalam lumen usus halus yang mengakibatkan peningkatan frekuensi defekasi. • Rentang frekuensi defekasi pada minggu pertama sangat bervariasi, minimal 1 kali per hari. (Rochitasari dkk: 2011) – Rentang terluas terdapat pada kelompok ASI yaitu 1–12 kali per hari – Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif memiliki frekuensi defekasi paling tinggi pada minggu pertama karena kolostrum ASI yang merupakan laksatif alami keluar pada satu minggu pertama setelah bayi lahir.
Pola defekasi bulan pertama • ASI kaya dengan protein dan oligosakarida yang tak dapat dicerna, sehingga dapat meningkatkan volume, osmolaritas dan akhirnya dapat meningkatkan frekuensi defekasi. • Frekuensi menetek yang sering akan menyebabkan stimulasi pada reflek gastrokolik dan frekuensi defekasi yang lebih sering • Kandungan prostaglandin dalam ASI juga memiliki peran terhadap motilitas gastrointestinal yang membantu terjadinya peristaltik. • Frekuensi defekasi yang sering tersebut tidak memenuhi kriteria diare, karena bayi tidak mengalami kehilangan cairan (dehidrasi) dan elektrolit dari saluran cerna.
61. DEMAM DENGUE (DF) • Disebabkan oleh virus flavivirus dengan 4 serotipe DE-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 melalui nyamuk aedes aegypti atau aedes albopictus • DEN-3 merupakan serotipe yang banyak berhubungan dengan kasus berat, diikuti dengan serotipe DEN-2 • Demam akut 2-7 hari dengan 2 atau lebih gejala berikut: – – – – – –
Nyeri kepala Nyeri retroorbita Myalgia/arthralgia Ruam Manifestasi perdarahan Leukopenia
Guideline WHO 1997
KLASIFIKASI DBD Derajat (WHO 1997): • Derajat I : Demam dengan test rumple leed positif. • Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain. • Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun/ hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan pasien menjadi gelisah. • Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
WHO. SEARO. Guidelines for treatment of dengue fever/dengue hemorrhagic fever in small hospitals. 1999.
Dengue Fever – Immune Response
Fig. 1. DV-induced cytokine cascade. DV replicates in macrophage and is presented to recruit CD4cells which produce hCF. hCF induces a cytokine cascade that may lead to Th1-type response causing a mild illness, the DF or to a Th2-type response resulting in various grades of severe illness, the DHF. Thin
line, positive induction; Interrupted line, inhibition; Thick line, damaging effect.
molecular mechanisms that contribute to dengue-induced thrombocytopenia
Pemeriksaan Penunjang
Serologi Dengue • NS1: – antigen nonstructural untuk replikasi virus yang dapat dideteksi sejak hari pertama demam. – Puncak deteksi NS1: hari ke 2-3 (sensitivitas 75%) & mulai tidak terdeteksi hari ke 5-6.
• Untuk membedakan infeksi dengue primer atau sekunder digunakan pemeriksaan IgM & IgG antidengue. – Infeksi primer IgM (+) setelah hari ke 3-6 & hilang dalam 2 bulan, IgG muncul mulai hari ke-12. – Pada infeksi sekunder IgG dapat muncul sebelum atau bersamaan dengan IgM – IgG bertahan berbulan-bulan & dapat (+) seumur hidup sehingga diagnosis infeksi sekunder dilihat dari peningkatan titernya. Jika titer awal sangat tinggi 1:2560, dapat didiagnosis infeksi sekunder.
WHO SEARO, Dengue prevention & management. 2011.
Dengue
Shock Bleeding
Primary infection: • IgM: detectable by days 3–5 after the onset of illness, by about 2 weeks & undetectable after 2–3 months. • IgG: detectable at low level by the end of the first week & remain for a longer period (for many years).
Secondary infection: • IgG: detectable at high levels in the initial phase, persist from several months to a lifelong period. • IgM: significantly lower in secondary infection cases.
Rumple leede test • A tourniquet test used to determine the presence of vitamin C deficiency or thrombocytopenia • A circle 2.5 cm in diameter, the upper edge of which is 4 cm below the crease of the elbow, is drawn on the inner aspect of the forearm, pressure midway between the systolic and diastolic blood pressure is applied above the elbow for 15 minutes • Count petechiae within the circle is made: – 10 normal – 10-20 marginal – more than 20 abnormal.
Pemantauan Rawat
Alur Perawatan
Pediatric Vital Signs Age
Heart Rate (beats/min)
Premature
120-170 *
0-3 mo
100-150 *
3-6 mo
90-120
6-12 mo
80-120
1-3 yr
70-110
3-6 yr
65-110
6-12 yr
60-95
12 > yr
55-85
http://web.missouri.edu/~proste/lab/vitals-peds.pdf
Kleigman, R.M., et al. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Saunders, 2011. * From Dieckmann R, Brownstein D, Gausche-Hill M (eds): Pediatric Education for Prehospital Professionals. Sudbury, Mass, Jones & Bartlett, American Academy of Pediatrics, 2000, pp 43-45. † From American Heart Association ECC Guidelines, 2000.
1Soldin, S.J., Brugnara, C., & Hicks, J.M. (1999). Pediatric reference ranges (3rd ed.). Washington, DC: AACC Press. http://wps.prenhall.com/wps/media/objects/354/36284 6/London%20App.%20B.pdf
62. EKSANTEMA AKUT
Morbili/Rubeola/Campak •
•
•
•
Pre-eruptive Stage – Demam – Catarrhal Symptoms – coryza, conjunctivitis – Respiratory Symptoms – cough Eruptive Stage/Stage of Skin Rashes – Exanthem sign • Maculopapular Rashes – Muncul 2-7 hari setelah onset • Demam tinggi yang menetap • Anoreksia dan iritabilitas • Diare, pruritis, letargi dan limfadenopati oksipital Stage of Convalescence – Rash – menghilang sama dengan urutan munculnya (muka lalu ke tubuh bag bawah) → membekas kecoklatan – Demam akan perlahan menghilang saat erupsi di tangan dan kaki memudar Tindakan Pencegahan : – Imunisasi Campak pada usia 9 bulan – Mencegah terjadinya komplikasi berat
Morbili • Paramyxovirus • Kel yg rentan: – Anak usia prasekolah yg blm divaksinasi – Anak usia sekolah yang gagal imunisasi
• Musin: akhir musim dingin/ musim semi • Inkubasi: 8-12 hari • Masa infeksius: 1-2 hari sblm prodromal s.d. 4 hari setelah muncul ruam
• Prodromal – Hari 7-11 setelah eksposure – Demam, batuk, konjungtivitis,sekret hidung. (cough, coryza, conjunctivitis 3C)
• Enanthem ruam kemerahan • Koplik’s spots muncul 2 hari sebelum ruam dan bertahan selama 2 hari.
Morbili KOMPLIKASI • • •
• • •
Otitis Media (1 dari 10 penderita campak pada anak) Diare (1 dari 10 penderita campak) Bronchopneumonia (komplikasi berat; 1 dari 20 anak penderita campak) Encephalitis (komplikasi berat; 1 dari 1000 anak penderita campak) Pericarditis Subacute sclerosing panencephalitis – late sequellae due to persistent infection of the CNS; 7-10 tahun setelahnya; 1: 100,000 orang)
DIAGNOSIS & TERAPI • Diagnosis: – manifestasi klinis, tanda patognomonik bercak Koplik – isolasi virus dari darah, urin, atau sekret nasofaring – pemeriksaan serologis: titer antibodi 2 minggu setelah timbulnya penyakit
• Terapi: – Suportif, pemberian vitamin A 2 x 200.000 IU dengan interval 24 jam.
Penatalaksanaan • Terapi suportif diberikan dengan menjaga cairan tubuh dan mengganti cairan yang hilang dari diare dan emesis. • Obat diberikan untuk gejala simptomatis, demam dengan antipiretik. • Jika terjadi infeksi bakteri sekunder, diberikan antibiotik. • Suplementasi vitamin A diberikan pada: – – – –
Bayi usia kurang dari 6 bulan 50.000 IU/hari PO diberi 2 dosis. Umur 6-11 bulan 100.000 IU/hari PO 2 dosis. Umur di atas 1 tahun 200.000 IU/hari PO 2 dosis. Anak dengan tanda defisiensi vitamin A, 2 dosis pertama sesuai umur, dilanjutkan dosis ketiga sesuai umur yang diberikan 2-4 minggu kemudian.
Konseling & Edukasi • Edukasi keluarga dan pasien bahwa morbili merupakan penyakit yang menular. • Namun demikian, pada sebagian besar pasien infeksi dapat sembuh sendiri, sehingga pengobatan bersifat suportif. • Edukasi pentingnya memperhatikan cairan yang hilang dari diare/emesis. • Untuk anggota keluarga/kontak yang rentan, dapat diberikan vaksin campak atau human immunoglobulin untuk pencegahan. • Vaksin efektif bila diberikan dalam 3 hari terpapar dengan penderita. • Imunoglobulin dapat diberikan pada individu dengan gangguan imun, bayi umur 6 bulan -1 tahun, bayi umur kurang dari 6 bulan yang lahir dari ibu tanpa imunitas campak, dan wanita hamil.
Rubella • Togavirus • Yg rentan: orang dewasa yang belum divaksinasi • Musim: akhir musim dingin/ awal musim semi. • Inkubasi 14-21 hari • Masa infeksius: 5-7 hari sblm ruam s.d. 3-5 hari setelah ruam muncul
• Asymptomatik hingga 50% • Prodromal – Anak-anak: tidak bergejala s.d. gejala ringan – Dewasa: demam, malaside, nyeri tenggorokan, mual, anoreksia, limfadenitis oksipital yg nyeri.
• Enanthem – Forschheimer’s spots petekie pada hard palate
Rubella - komplikasi • Arthralgias/arthritis pada org dewasa • Peripheral neuritis • encephalitis • thrombocytopenic purpura (jarang) • Congenital rubella syndrome – Infeksi pada trimester pertama – IUGR, kelainan mata, tuli, kelainan jantung, anemia, trombositopenia, nodul kulit.
Roseola Infantum ≈ Exanthem Subitum • Human Herpes Virus 6 (and 7) • Yg rentan: 6-36 bulan (puncak 6-7 bulan) • Musim: sporadik • Inkubasi: 9 hari • Masa infeksius: berada dalam saliva secara intermiten sepanjang hidup; infeksi asimtomatik persisten.
• Demam tinggi 3-4 hari • Demam turun mendadak dan mulai timbul ruam kulit. • Kejang yang mungkin timbul berkaitan dengan infeksi pada meningens oleh virus.
Scarlet Fever • Sindrom yang memiliki karakteristik: faringitis eksudatif, demam, dan rash. • Disebabkan oleh group Abetahemolyticstreptococci (GABHS) • Masa inkubasi 1-4 hari. • Manifestasi pada kulit diawali oleh infeksi streptokokus (umumnya pada tonsillopharynx) : nyeri tenggorokan dan demam tinggi, disertai nyeri kepala, mual, muntah, nyeri perut, myalgia, dan malaise.
• Rash : Timbul 12-48 jam setelah onset demam. Dimulai dari leher kemudian menyebar ke badan dan ekstremitas. • Pemeriksaan : Throat culture positive for group A strep • Tatalaksana : Antibiotik antistreptokokal minimal 10 hari (Eritromisin atau Penicillin G)
Scarlet Fever. http://emedicine.medscape.com/article/1053253-overview
63. GAGAL JANTUNG PADA ANAK
Gagal Jantung • Disebut gagal jantung, bila: – Jantung tidak mampu memompa darah dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan metabolik tubuh (forward failure), atau – Jantung mampu memenuhi kebutuhan aliran darah hanya jika tekanan pengisian jantung tinggi (backward failure), – Atau keduanya
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
Tanda Gagal Jantung
Pemeriksaan & Tatalaksana
Ada 3 jenis obat yang digunakan untuk terapi gagal jantung: - Inotropik untuk meningkatkan kontraktilitas jantung - Diuretik untuk mengurangi preload/ volume diastolik akhir - Vasodilator untuk mengurangi afterload atau tahanan yang dialami saat ejeksi ventrikel
64. ASMA • Batuk dan atau mengi berulang dengan karakteristik episodik, nokturnal (variabilitas), reversibel (dapat sembuh sendiri dengan atau tanpa pengobatan) ditambah atopi • Gejala utama pada anak: batuk dan/atau wheezing
• Definition • Chronic inflammatory condition of the airwayshyperreactivity
• Episodic airflow obstruction
• Main processes • Inflammatory reaction
• Remodeling Supriyatno B. Diagnosis dan tata laksana asma anak.
PATHOGENESIS OF ASTHMA
http://www.clivir.com/pictures/asthma/asthma_symptoms.jpg
The Inflammatory Reaction • Involved: – Dendritic cells and macrophages • present antigens to T-helper cells induce the switching of B lymphocytes to produce IgE
– T-helper lymphocytes – Mast cells – Eosinophils
• Leads to – – – – –
episodes of wheezing Coughing tightness in the chest Breathlessness shortage of breath specially at night and in the morning Andrew H. Liu, Joseph D. Spahn, Donald Y. M. Leung. Childhood Asthma. Nelson Textbook of Pediatrics
Pathophysiology • Inflammation causes obstruction of airways by: – Acute bronchoconstriction wheezing – Swelling of bronchial wall – Chronic production of mucous – Remodeling of airways walls
Remodelling Proscess • The inflammatory reaction goes on for a long period • Changes – Epithelial cells • damaged and the cilia are lostsusceptible for infection • goblet cells increasedincrease in the secretions • function of the muco-ciliary escalator lostsecretions accumulate in the lungs
– The basement membrane – Smooth muscle cells • Hyperplasiaability to secrete • contractility increased airway hyper-responsiveness.
– The neurons • developed local reflexes Andrew H. Liu, Joseph D. Spahn, Donald Y. M. Leung. Childhood Asthma. Nelson Textbook of Pediatrics
http://img.wikinut.com/img/r1xehlcoy_vpannf/jpeg/700x1000/Pathophysiology-of-Asthma.jpeg
The cardinal features • airway hyper-responsiveness • excessive airway mucus production – Mucous hypersecretion is a major cause of airway obstruction in asthma – In the bronchial airways, mucus is produced by surface epithelial cells with secretory features and a classical goblet shape, called goblet cells. – In the large airways, mucus is also produced by mucous glands. – Under basal conditions, the columnar epithelial surface comprises a small percentage of goblet cells and a majority of ciliated cells. – Ciliated epithelial cell apoptosis is inhibited by EGFR activation, allowing IL-13 to stimulate the differentiation of these cells into goblet cells, which secrete mucus.
• airway inflammation • elevated serum immunoglobulin E (IgE) levels
Ciliated cell differentiation into goblet cells requires 2 signals. Signal 1 activates the EGFR on ciliated cells and induces EGFR phosphorylation and activation of PI3K/Akt. This pathway leads to inhibition of ciliated cell apoptosis. Ciliated cells that survive can respond to signal 2: IL-13 binding to its receptor. Upon IL-13 receptor (IL13R) activation and STAT6 signaling, ciliated cells begin to produce mucins (including those encoded by MUC5AC), which are contained within mucous secretions, and lose their ciliated cell surface, taking on features of mucus-producing goblet cells. Thus, the airway epithelium is driven to become a mucus-producing organ, presumably to enhance host defense. In some diseases, such as asthma, this response may be misdirected. Airway tissue from human asthmatics exhibits EGFR activation on ciliated cells, and mucus appears to be induced by IL-13, suggesting that this may also be an important pathway for mucous induction in humans,
http://www.nature.com/nm/journal/v18/n5/fig_tab/nm.2768_F1.html
NOCTURNAL ASTHMA • Associated with: – – – – –
allergen exposure Sleep airway cooling diminished clearance of mucous secretions diurnal variations in hormone concentrations and in autonomic nervous system control • Decreased epinephrine and increased vagal tone cause: – airway obstruction – enhance bronchial reactivity.
– – – – –
bronchial obstruction
Decreased nitric oxide levelspotent bronchodilator Decreased Beta 2-receptors between 4 p.m. and 4 a.m. Decreased steroid receptorsincreased inflammation Diurnal variation in Cortisol Low level Melatonin
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/0002934388902380 | http://asthma.about.com/od/asthmabasics/a/art_noct_asthma.htm
Klasifikasi Asma pada Anak PARAMETER KLINIS, KEBUTUHAN OBAT, FAAL PARU
ASMA EPISODIK JARANG
ASMA EPISODIK SERING
ASMA PERSISTEN
Frekuensi serangan
< 1x /bulan
> 1x /bulan
Sering
Lama serangan
< 1 minggu
1 minggu
Hampir sepanjang tahun tidak ada remisi
Diantara serangan
Tanpa gejala
Sering ada gejala
Gejala siang & malam
Tidur dan aktivitas
Tidak terganggu
Sering terganggu
Sangat terganggu
Pemeriksaan fisis di luar serangan
Normal
Mungkin terganggu
Tidak pernah normal
Obat pengendali
Tidak perlu
Perlu, steroid
Perlu, steroid
Uji Faal paru (di luar serangan)
PEF/FEV1 >80%
PEF/FEV1 60-80%
PEF/FEV1 <60% Variabilitas 20-30%
Variabilitas faal paru (bila ada serangan)
>15%
< 30%
< 50%
Derajat Serangan Asma
Alur Penatalaksanaan Serangan Asma
65. Malnutrisi Energi Protein • Malnutrisi: Ketidakseimbangan seluler antara asupan dan kebutuhan energi dan nutrien tubuh untuk tumbuh dan mempertahankan fungsinya (WHO) • Dibagi menjadi 3: – Overnutrition (overweight, obesitas) – Undernutrition (gizi kurang, gizi buruk) – Defisiensi nutrien spesifik
• Malnutrisi energi protein (MEP): – MEP derajat ringan-sedang (gizi kurang) – MEP derajat berat (gizi buruk)
• Malnutrisi energi protein berdasarkan klinis: – Marasmus – Kwashiorkor – Marasmik-kwashiorkor
Sjarif DR. Nutrition management of well infant, children, and adolescents. Scheinfeld NS. Protein-energy malnutrition. http://emedicine.medscape.com/article/1104623-overview
Marasmus wajah seperti orang tua kulit terlihat longgar tulang rusuk tampak terlihat jelas kulit paha berkeriput terlihat tulang belakang lebih menonjol dan kulit di pantat berkeriput ( baggy pant )
Kwashiorkor edema rambut kemerahan, mudah dicabut kurang aktif, rewel/cengeng pengurusan otot Kelainan kulit berupa bercak merah muda yg meluas & berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
Marasmik-kwashiorkor • Terdapat tanda dan gejala klinis marasmus dan kwashiorkor secara bersamaan
Kriteria Gizi Kurang dan Gizi Buruk • Z-score → menggunakan kurva WHO weight-forheight • <-2 – moderate wasted • <-3 – severe wasted gizi buruk
• Lingkar Lengan Atas < 11,5 cm
• BB/IBW (Ideal Body Weight) → menggunakan kurva CDC • ≥80-90% mild malnutrition • ≥70-80% moderate malnutrition • ≤70% severe malnutrition Gizi Buruk
Kwashiorkor Protein Serum Albumin Tekanan osmotik koloid serum Edema
Marasmus Karbohidrat
Pemecahan lemah
+ pemecahan protein
Lemak subkutan
Muscle wasting, kulit keriput
Turgor kulit berkurang
Emergency Signs in Severe Malnutrition • Dibutuhkan tindakan resusitasi • Tanda gangguan airway and breathing : – Tanda obstruksi – Sianosis – Distress pernapasan
• Tanda dehidrasi berat → rehidrasi secara ORAL. Dehidrasi berat sulit dinilai pada malnutrisi berat. Terdapat risiko overhidrasi • Tanda syok : letargis, penurunan kesadaran – Berikan rehidrasi parenteral (Resusitasi Cairan)
Cause difference MARASMUS
K WA S H I O R KO R
Marasmus is multi nutritional deficiency
Kwashiorkor occurs due to the lack of proteins in a person's diet
Marasmus usually affects very young children
Kwashiorkor affects slightly older children mainly children who are weaned away from their mother's milk
Marasmus is usually the result of a gradual process
Kwashiorkor can occur rapidly
10 Langkah Utama Penatalaksaan Gizi Buruk No Tindakan
Stabilisasi H 1-2 H 3-7
Transisi H 8-14
Rehabilitasi Tindaklanjut mg 3-6 mg 7-26
1. Atasi/cegah hipoglikemia
2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi 4. Perbaiki gangguan elektrolit 5. Obati infeksi 6. Perbaiki def. nutrien mikro 7. Makanan stab & trans
8. Makanan Tumb.kejar 9. Stimulasi 10. Siapkan tindak lanjut
tanpa Fe
+ Fe
HIPOGLIKEMIA • Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (< 54 mg/dl) • Jika tidak memungkinkan periksa GDS, maka semua anak gizi buruk dianggap hipoglikemia • Segera beri F-75 pertama, bila tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50 ml glukosa/ gula 10% (1 sendok teh munjung gula dalam 50 ml air) oral/NGT.
• Jika anak tidak sadar, beri larutan glukosa 10% IV bolus 5 ml/kg BB, atau larutan glukosa/larutan gula pasir 50 ml dengan NGT. • Lanjutkan pemberian F-75 setiap 2–3 jam, siang dan malam selama minimal dua hari.
Ketentuan Pemberian Makan Awal • Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah osmolaritas serta rendah laktosa • Berikal secara oral atau melalui NGT, hindari pemberian parenteral • Formula awal F-75 diberikan sesuai standar WHO dan sesuai jadwal makan yang dibuat untuk mencukupi kebutuhan zat gizi pada fase stabilisasi • Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa jumlah F-75 yang dibutuhkan harus dipenuhi • Apabila pemberian makan oral tidak mencapai kebutuhan minimal, berikan sisanya melalui NGT • Pada fase transisi, secara bertahap ganti F-75 dengan F100 Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008
Pemberian Makanan • Fase stabilisasi (Inisiasi) – Energi: 80-100 kal/kg/hari – Protein: 1-1,5 gram/kg/hari – Cairan: 130 ml/kg/hari atau 100 ml/kg/hari (edema)
• Fase transisi – Energi: 100-150 kal/kg/hari – Protein: 2-3 gram/kg/hari
• Fase rehabilitasi – Energi: 150-220 kal/kg/hari – Protein: 3-4 gram/kg/hari
HIPOTERMIA (Suhu aksilar < 35.5° C) • Pastikan bahwa anak berpakaian (termasuk kepalanya). Tutup dengan selimut hangat dan letakkan pemanas/ lampu di dekatnya, atau lakukan metode kanguru. • Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam s.d suhu menjadi 36.5° C/lbh. • Jika digunakan pemanas, ukur suhu tiap setengah jam. Hentikan pemanasan bila suhu mencapai 36.5° C
DEHIDRASI • Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat dengan syok. • Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT – beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama – setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5–10 ml/kgBB/jam berselang-seling dengan F-75 dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam.
Atasi Infeksi • Anggap semua anak dengan gizi buruk mengalami infeksi saat mereka datang dan segera diberi antibiotik. PILIHAN ANTIBIOTIK SPEKTRUM LUAS • Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata Kotrimoksazol PO (25 mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB/12 jam selama 5 hari.
• Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat letargis atau tampak sakit berat), atau jelas ada infeksi Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV/6 jam selama 2 hari), dilanjutkan Amoksisilin PO (15 mg/kgBB/8 jam selama 5 hari) ATAU Ampisilin PO (50 mg/kgBB/6 jam selama 5 hari) sehingga total selama 7 hari, DITAMBAH Gentamisin (7.5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari.
Atasi Infeksi • Jika anak tidak membaik dalam waktu 48 jam, tambahkan Kloramfenikol (25 mg/kgBB IM/IV setiap 8 jam) selama 5 hari. • Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal untuk memastikan dan obati dengan Kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam) selama 10 hari.
Mikronutrien • • • •
Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari) Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari) Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari) Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase rehabilitasi) • Vitamin A diberikan secara oral pada hari ke 1 dengan:
• Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2, dan 15.
66. Abortus • Definisi: Ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan pada kehamilan < 20 minggu atau berat janin < 500 gram •
Diagnosis dengan bantuan USG – – – – –
•
Perdarahan pervaginam dari bercak hingga berjumlah banyak Perut nyeri dan kaku Pengeluaran sebagian produk konsepsi Serviks dapat tertutup maupun terbuka Ukuran uterus lebih kecil dari yang seharusnya
Faktor Predisposisi – Faktor dari janin: kelainan genetik (kromosom) – Faktor dari ibu: infeksi, kelainan hormonal (hipotiroidisme, diabetes mellitus), malnutrisi, obat-obatan, merokok, konsumsi alkohol, faktor immunologis & defek anatomis seperti uterus didelfis, inkompetensia serviks (penipisan dan pembukaan serviks sebelum waktu in partu, umumnya pada trimester kedua) dan sinekhiae uteri karena sindrom Asherman – Faktor dari ayah: Kelainan sperma
DIAGNOSIS
PERDARAHA N
SERVIKS
BESAR UTERUS • • •
Tes kehamilan + Nyeri perut Uterus lunak
• •
Nyeri perut >> Uterus lunak
• Lebih kecil dari usia • kehamilan •
Nyeri perut >> Jaringan + Uterus lunak
Abortus imminens
Sedikit-sedang
Tertutup lunak
Sesuai usia kehamilan
Abortus insipiens
Sedang-banyak
Terbuka lunak
Sesuai atau lebih kecil
Abortus inkomplit
Sedikit-banyak
Terbuka lunak
GEJALA LAIN
• Abortus komplit
Sedikit-tidak ada
Tertutup atau terbuka lunak
Abortus septik
Perdarahan berbau
Lunak
Missed abortion
Tidak ada
Tertutup
Lebih kecil dari usia kehamilan • •
Membesar, nyeri tekan
Sedikit atau tanpa nyeri perut Jaringan keluar ± Uterus kenyal
• •
Demam leukositosis
•
Tidak terdapat gejala nyeri perut Tidak disertai ekspulsi jaringan konsepsi
Lebih kecil dari usia • kehamilan
Abortus Imminens
Abortus Komplit
Abortus Insipiens
Abortus Inkomplit
Missed Abortion
Abortus: Tatalaksana Umum • Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi, berikan kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48 jam: – – – – –
Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam Segera rujuk ibu ke rumah sakit Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional dan konseling kontrasepsi pasca keguguran – Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus
Tatalaksana Abortus Imminens
Abortus Insipiens
• Pertahankan kehamilan. • Tidak perlu pengobatan khusus. • Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau hubungan seksual • Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu selanjutnya pada pemeriksaan antenatal (kadar Hb dan USG panggul serial setiap 4 minggu) • Jika perdarahan tidak berhenti, nilai kondisi janin dengan USG. Nilai kemungkinan adanya penyebab lain.
• Evakuasi isi uterus • Lakukan pemantauan pasca tindakan/30 menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat. • Pemeriksaan PA jaringan • Evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. • Periksa kadar Hb setelah 24 jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang.
Tatalaksana Abortus Komplit
Abortus Inkomplit • •
•
• •
Evakuasi isi uterus (dengan jari atau AVM) Kehamilan > 16 minggu infus 40 IU oksitosin dalam 1 liter NaCl 0,9% atau RL dengan kecepatan 40 tpm untuk membantu pengeluaran hasil konsepsi. Evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat. Pemeriksaan PA jaringan Evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan produksi urin/6 jam selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24 jam. BIla hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang.
• •
• •
•
Tidak diperlukan evakuasi lagi. Konseling untuk memberikan dukungan emosional dan menawarkan KB pasca keguguran. Observasi keadaan ibu. Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferosus 600 mg/hari selama 2 minggu, jika anemia berat berikan transfusi darah. Evaluasi keadaan ibu setelah 2 minggu.
Missed Abortion: Tatalaksana •
Usia Kehamilan: – <12 minggu: evakuasi dengan AVM atau sendok kuret. – Antara 12-16 minggu: pastikan serviks terbuka, bila perlu lakukan pematangan serviks sebelum dilakukan dilatasi dan kuretase. Lakukan evakuasi dengan tang abortus dan sendok kuret. – 16-22 minggu: Lakukan pematangan serviks. Lakukan evakuasi dengan infus oksitosin 20 U dalam 500 ml NaCl 0,9%/RL dengan kecepatan 40 tpm hingga terjadi ekspulsi hasil konsepsi
•
Evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat
•
Pemeriksaan PA jaringan
•
Evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar Hb setelah 24 jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang.
67. HEMORRHAGIA ANTEPARTUM • Definisi – Pendarahan yang terjadi setelah usia kehamilan > 28 minggu. (Mochtar, 2002)
• Etiologi – Plasenta previa, solusio plasenta, penyebab lain
Solusio Plasenta • Terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya • Diagnosis – Perdarahan kehitaman dan cair, syok tidak sesuai dengan jumlah darah keluar (tersembunyi), anemia berat, gawat janin/ hilangnya DJJ, uterus tegang dan nyeri
• Faktor Predisposisi – – – – – –
Hipertensi Versi luar Trauma abdomen Hidramnion Gemelli Defisiensi besi
Solusio Plasenta: Plasenta: Tata Laksana Solusio Tatalaksana Tatalaksana • Perdarahan hebat (nyata atau tersembunyi) dengan tanda- tanda awal syok pada ibu, lakukan persalinan segera bergantung pembukaan serviks: – Lengkap ekstraksi vakum – Belum ada/ lengkap SC – Kenyal, tebal, dan tertutup SC •
Jika perdarahan ringan/ sedang dan belum terdapat tanda-tanda syok, tindakan bergantung pada denyut jantung janin (DJJ): • DJJ normal, lakukan seksio sesarea • DJJ tidak terdengar namun nadi dan tekanan darah ibu normal: pertimbangkan persalinan pervaginam • DJJ tidak terdengar dan nadi dan tekanan darah ibu bermasalah: – pecahkan ketuban dengan kokher: – Jika kontraksi jelek, perbaiki dengan pemberian oksitosin • DJJ abnormal (kurang dari 100 atau lebih dari 180/menit): lakukan persalinan pervaginam segera, atau SC bila tidak memungkinkan
Plasenta Previa • Implantasi pada tempat abnormal sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (OUI) • Etiologi – Endometrium di fundus belum siap menerima implantasi, endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan plasenta untuk mampu memberikan nutrisi pada janin, dan vili korealis pada chorion leave yang persisten -Manuaba (1998)• Belum diketahui pasti tetapi meningkat pada grademultipara, primigravida tua, bekas SC, bekas operasi, kelainan janin dan leiomioma uteri -Mansjoer (2001)-
Plasenta Previa Klasifikasi Berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir (Chalik, 2002):
Totalis: menutupi seluruh OUI Partialis: menutupi sebagian OUI
Marginalis: tepinya agak jauh letaknya dan menutupi sebagian OUI Gejala dan Tanda • Perdarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri serta berulang • Darah: merah segar • Bagian terbawah janin belum masuk PAP dan atau disertai dengan kelainan letak karena letak plasenta previa berada di bawah janin (Winkjosastro, 2002).
Plasenta Previa: Previa: Tatalaksana Plasenta Tatalaksana Inspekulo + USG + Koreksi cairan dengan infus (NaCl 0,9% atau RL)
Lihat Jumlah Perdarahan
SC tanpa melihat usia kehamilan
Waktu menuju 37 minggu masih lama rawat jalan kembali ke RS jika terjadi perdarahan
Plasenta Previa: Tatalaksana Syarat terapi ekspektatif: – Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti dengan atau tanpa pengobatan tokolitik – Belum ada tanda inpartu – Keadaan umum ibu cukup baik (kadar Hb dalam batas normal) – Janin masih hidup dan kondisi janin baik
– Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotika profilaksis – Berikan tokolitik bila ada kontraksi: MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam, atau Nifedipin 3 x 20 mg/hari + betamethasone 12 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru janin – Anemia: sulfas ferosus / ferous fumarat 60 mg PO selama 1 bulan.
68. Hemorrhagia Post Partum Etiologi (4T dan I)
Pemeriksaan
• Tone (tonus) – atonia uteri
•
• Trauma – trauma traktus genital
• Memeriksa plasenta dan ketuban:
– Bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uterus. – lengkap atau tidak.
•
•
• Inversio Uteri
Melakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari : – Sisa plasenta dan ketuban. – Robekan rahim. – Plasenta suksenturiata.
• Tissue (jaringan)- retensi plasenta • Thrombin – koagulopati
Palpasi uterus
Inspekulo : – untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang pecah.
•
Pemeriksaan laboratorium : – periksa darah, hemoglobin, clot observation test (COT), dan lain-lain.
Hemorrhagia Post Partum: Definisi • Definisi Lama – Kehilangan darah > 500 mL setelah persalinan pervaginam – Kehilangan darah > 1000 mL setelah persalinan sesar (SC)
• Definisi Fungsional – Setiap kehilangan darah yang memiliki potensial untuk menyebabkan gangguan hemodinamik
• Insidens – 5% dari semua persalinan
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis G E J A L A D A N TA N D A YA N G S E L A L U A D A
G E J A L A & TA N D A YA N G KADANG-KADANG ADA
• •
Uterus tidak berkontraksi dan lembek Perdarahan setelah anak lahir (perdarahan pascapersalinan primer)
• • • •
Perdarahan segera • Darah segar yang mengalir segera setelah bayi • lahir • Uterus kontraksi baik Plasenta lengkap
• • •
Plasenta belum lahir setelah 30 menit Perdarahan segera (P3) Uterus kontraksi baik
•
•
Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap Perdarahan segera
•
•
DIAGNOSIS
Syok
Atonia uteri
Pucat Lemah Menggigil
Robekan jalan lahir
Retensio plasenta
• •
Tali pusat putus akibat traksi berlebihan Inversio uteri akibat tarikan Perdarahan lanjutan
• • •
Uterus berkontaksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang (kontraksi hilang-timbul)
Tertinggalnya sebagian plasenta
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis G E J A L A D A N TA N D A YA N G KADANG-KADANG ADA
G E J A L A D A N TA N D A YA N G S E L A L U A D A
DIAGNOSIS
• • • • •
Uterus tidak teraba Lumen vagina terisi massa Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir) Perdarahan segera Nyeri sedikit atau berat
• •
Syok neurogenik Pucat dan limbung
Inversio uteri
• • •
Sub-involusi uterus Nyeri tekan perut bawah Perdarahan > 24 jam setelah persalinan. Perdarahan sekunder atau P2S. Perdarahan bervariasi (ringan atau berat, terus menerus atau tidak teratur) dan berbau (jika disertai infeksi)
• •
Anemia Demam
Perdarahan terlambat Endometritis atau sisa plasenta (terinfeksi atau tidak)
•
Perdarahan segera (Perdarahan intraabdominal dan / atau pervaginam Nyeri perut berat atau akut abdomen
• • •
Syok Nyeri tekan perut Denyut nadi ibu cepat
Robekan dinding uterus (Ruptura uteri
•
HPP: Tatalaksana 2 komponen utama: 1. Tatalaksana perdarahan obstetrik dan kemungkinan syok hipovolemik 2. Identifikasi dan tatalaksana penyebab utama
Atonia Uteri: Terapi • Atonia Uteri - Bimanual Massage
Hemorrhagia Post Partum: Inversio Uteri •
Etiologi – Tonus otot rahim lemah – Tekanan/tarikan pada fundus (tekanan intraabdominal, tekanan dengan tangan, tarikan pada tali pusat) – Kanalis servikalis yang longgar
•
Jenis – Complete: fundus uteri terdapat dalam vagina dengan selaput lendirnya berada diluar – Incomplete: fundus hanya menekuk ke dalam dan tidak keluar ostium uteri
• Bila uterus yang berputar balik keluar dari vulva: inversio prolaps
Hemorrhagia Post Partum: Inversio Uteri • Gejala – Syok – Fundus uteri tidak teraba/ teraba lekukan – Kadang tampak massa merah di vulva atau teraba massa dalam vagina dengan permukaan kasar – Perdarahan
• Terapi – Atasi syok – Reposisi dalam anestesi – Bila plasenta belum lepas: reposisi uterus baru dilepaskan karena dapat memicu perdarahan >>
Inversio Uteri: Terapi • Replacement of Inverted Uterus
Retensio plasenta • Plasenta atau bagianbagiannya dapat tetap berada dalam uterus setelah bayi lahir • Sebab: plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan • Plasenta belum lepas: kontraksi kurang kuat atau plasenta adhesiva (akreta, inkreta, perkreta)
Retensio plasenta: Terapi • Jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu mengedan. Jika Anda dapat merasakan plasenta dalam vagina keluarkan plasenta tersebut. • Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan lakukan kateterisasi kandung kemih. • Jika plasenta belum keluar berikan oksitosin 10 unit IM. • Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosin dan uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali. • Jika traksi tarikan tali pusat terkendali belum berhasil, cobalah untuk mengeluarkan plasenta secara manual.
Hemorrhagia Post Partum: Medikamentosa
69. Hipertensi pada Kehamilan: Patofisiologi Faktor Risiko – Kehamilan pertama – Kehamilan dengan vili korionik tinggi (kembar atau mola) – Memiliki penyakit KV sebelumnya – Terdapat riwayat genetik hipertensi dalam kehamilan Cunningham FG, et al. William’s obstetrics. 22nd ed. McGraw-Hill.
Hipertensi pada Kehamilan: Jenis • • • • • • •
Hipertensi Kronik Hipertensi Gestasional Pre Eklampsia Ringan Pre Eklampsia Berat Superimposed Pre Eklampsia HELLP Syndrome Eklampsia
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Hipertensi Kronik • Definisi – Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum kehamilan dan menetap setelah persalinan
• Diagnosis – Tekanan darah ≥140/90 mmHg – Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau diketahui adanya hipertensi pada usia kehamilan <20 minggu – Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin) – Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata, jantung, dan ginjal Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Hipertensi Kronik: Tatalaksana • Tatalaksana – Sebelum hamil sudah mendapat terapi dan terkontrol dengan baik, lanjutkan pengobatan yang sesuai – Sistolik >160 mmHg/diastolik > 110 mmHg antihipertensi – Proteinuria/ tanda-tanda dan gejala lain, pikirkan superimposed preeklampsia dan tangani seperti preeklampsia – Suplementasi kalsium1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari usia kehamilan 20 minggu – Pantau pertumbuhan dan kondisi janin Jika tidak ada komplikasi, tunggu sampai aterm – Jika DJJ <100 kali/menit atau >180 kali/menit, tangani seperti gawat janin. – Jika terdapat pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi kehamilan Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Hipertensi Gestasional • Definisi – Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dan menghilang setelah persalinan
• Diagnosis – TD ≥140/90 mmHg – Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di usia kehamilan <12 minggu – Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin) – Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu hati dan trombositopenia
• Tatalaksana Umum – Pantau TD, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin setiap minggu. – Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan – Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat, rawat untuk penilaian kesehatan janin. – Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia dan eklampsia. – Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal. Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Pre Eklampsia & Eklampsia • Preeklampsia Ringan – Tekanan darah ≥140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu – Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam
• Preeklampsia Berat – Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu – Tes celup urin menunjukkan proteinuria ≥2+ atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam; atau disertai keterlibatan organ lain: • • • • • •
Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas Sakit kepala , skotoma penglihatan Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif Oliguria (< 500ml/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Pre Eklampsia & Eklampsia • Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik – Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia kehamilan 20 minggu) – Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau trombosit <100.000 sel/uL pada usia kehamilan > 20 minggu
• Eklampsia – Kejang umum dan/atau koma – Ada tanda dan gejala preeklampsia – Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi, perdarahan subarakhnoid, dan meningitis) Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Pre Eklampsia & Eklampsia: Tatalaksana • Tatalaksana umum – Semua ibu dengan preeklampsia maupun eklampsia harus dirawat masuk rumah sakit •
Pertimbangkan persalinan atau terminasi kehamilan – PEB + janin belum viable/ tidak akan viable dalam 1-2 minggu induksi – PEB + janin sudah viable namun usia kehamilan < 34 minggu manajemen ekspektan dianjurkan bila tidak ada KI – PEB 34 - 37 minggu manajemen ekspektan boleh dianjurkan, asal tidak terdapat HT yang tidak terkontrol, disfungsi organ ibu, dan gawat janin + pengawasan ketat – PEB dengan kehamilan aterm persalinan dini dianjurkan – PER atau HT gestasional ringan dengan kehamilan aterm induksi
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Pre Eklampsia & Eklampsia: Tatalaksana • Antihipertensi – Ibu dengan HT berat perlu mendapat terapi anti HT – Ibu dengan terapi anti HT saat antenatal lanjutkan hingga persalinan – Anti HT dianjurkan untuk HT berat pasca persalinan – DOC: nifedipin, nikardipin, dan metildopa. – Kontra Indikasi: ARB inhibitor, ACE inhibitor dan klortiazid
• Pemeriksaan penunjang tambahan – – – – – –
Hitung darah perifer lengkap Golongan darah ABO, Rh, dan uji pencocokan silang Fungsi hati (LDH, SGOT, SGPT) Fungsi ginjal (ureum, kreatinin serum) Fungsi koagulasi (PT, APTT, fibrinogen) USG (terutama jika ada indikasi gawat janin atau pertumbuhan janin terhambat) Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
PRE EKLAMPSIA & EKLAMPSIA: Tatalaksana Khusus • Edema paru – Edema paru: sesak napas, hipertensi, batuk berbusa, ronki basah halus pada basal paru pada ibu dengan PEB – Tatalaksana • • • •
Posisikan ibu dalam posisi tegak Oksigen Furosemide 40 mg IV Bila produksi urin masih rendah (<30 ml/jam dalam 4 jam) pemberian furosemid dapat diulang. • Ukur Keseimbangan cairan. Batasi cairan yang masuk
• Sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes, low platelets) terminasi kehamilan
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan. 2013
Pre Eklampsia & Eklampsia: Kejang • Pencegahan dan Tatalaksana Kejang – Bila terjadi kejang perhatikan prinsip ABCD • MgSO4 – Eklampsia untuk tatalaksana kejang – PEB pencegahan kejang
• Dosis – MgSO4 IV: 4 gram selama 20 menit untuk dosis awal lanjutkan 6 gram selama 6 jam untuk dosis rumatan – MgSO4 IM: 5 gram pada bokong kiri dan 5 gram pada bokong kanan
• Syarat pemberian MgSO4 – Terdapat refleks patella, tersedia kalsium glukonas, dan jumlah urin minimal 0,5 ml/kgBB/jam Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan. 2013
70. SUPLEMENTASI DAN NUTRISI KEHAMILAN • Suplementasi dan Medikamentosa – – – – –
Asam Folat Zat Besi Kalsium Aspirin Tetanus Toxoid
• Nutrisi – Penambahan kalori 300 Kal/Hari dan air 400 ml/hari
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan. WHO. 2013
Suplementasi Kehamilan: Asam Folat K E B U T U H A N A S A M F O L AT • 50-100 μg/hari pada wanita normal • 300-400 μg/hari pada wanita hamil hamil kembar lebih besar lagi
DOSIS • Pencegahan defek pada tube neural: Min. 400 mcg/hari • Defisiensi asam folat: 250-1000 mcg/hari • Riwayat kehamilan sebelumnya memiliki komplikasi defek tube neural atau riwayat anensefali: 4mg/hari pada sebulan pertama sebelum kehamilan dan diteruskan hingga 3 bulan setelah konsepsi
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan. WHO. 2013
Suplementasi Kehamilan: Zat Besi • Tablet Tambah Daerah Generik dikemas dalam bungkus warna putih, berisi 30 tab/bungkus • Memenuhi spesifikasi – Setiap tablet mengandung 200 mg Ferro Sulfat atau 60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat
• Pemakaian dan Efek Samping – Minum dengan air putih, jangan minum dengan teh, susu atau kopi mengurangi penyerapan zat besi dalam tubuh – Efek samping dari minum TTD adalah mual dan konstipasi, namun tidak berbahaya – Untuk menghindari efek mual dan konstipasi, dianjurkan minum TTD menjelang tidur malam – Lebih baik disertai makan buah dan sayur. Misalnya pepaya atau pisang
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO
Suplementasi Kehamilan: Kalsium • Sasaran – Area dengan asupan kalsium rendah
• Tujuan – Pencegahan preeklampsia bagi semua ibu hamil, terutama yang memiliki risiko tinggi (riwayat preeklampsia di kehamilan sebelumnya, diabetes, hipertensi kronik, penyakit ginjal, penyakit autoimun, atau kehamilan ganda)
• Dosis – 1,5-2 g/ hari
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO
Medikamentosa Kehamilan: Aspirin • 75 mg aspirin tiap hari Dianjurkan: pencegahan preeklampsia bagi ibu dengan risiko tinggi, dimulai dari usia kehamilan 20 minggu • Aspirin juga digunakan pada ibu dengan hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya pengentalan darah selama kehamilan
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO
Medikamentosa Kehamilan: TT •
Didahului dengan skrining untuk mengetahui jumlah dosis dan status) imunisasi TT yang telah diperoleh selama hidupny • Pemberian tidak ada interval maks, hanya terdapat interval min antar dosis TT • Jika ibu belum pernah imunisasi atau status imunisasinya tidak diketahui, berikan dosis vaksin (0,5 ml IM di lengan atas) sesuai tabel berikut
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO
Medikamentosa Kehamilan: TT • Dosis booster mungkin diperlukan pada ibu yang sudah pernah diimunisasi. Pemberian dosis booster 0,5 ml IM disesuaikan dengan jumlah vaksinasi yang pernah diterima sebelumnya seperti pada tabel berikut:
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO
71. KELUARGA BERENCANA • Metode Kontrasepsi – Barrier – Hormonal – IUD – Operasi/ sterilisasi – Alami – Darurat
KB: Metode Barrier • Menghalangi bertemunya sperma dan sel telur • Efektivitas: 98 % • Mencegah penularan PMS • Efek samping – Dapat memicu reaksi alergi lateks, ISK dan keputihan (diafragma)
• Harus sedia sebelum berhubungan
KB: Metode Hormonal Kombinasi
Progestin
•
•
Cara kerja
– Mengentalkan lendir serviks penetrasi sperma terganggu, menjadikan selaput rahim tipis & atrofi, menghambat transportasi gamet oleh tuba
– Menghambat ovulasi, mengentalkan lendir serviks penetrasi sperma <<, atrofi endometrium implantasi terganggu, dan menghambat transportasi gamet oleh tuba
•
Efek samping
•
Perubahan pola haid, sakit kepala, pusing, BB>>, perut kembung, perubahan suasana perasaan, dan penurunan hasrat seksual
•
Kontra Indikasi
•
Gangguan KV, menyusui eksklusif, perdarahan pervaginam idiopatik, hepatitis, perokok, riwayat diabetes > 20 tahun, kanker payudara atau dicurigai, migraine dan gejala neurologic fokal (epilepsi/riwayat epilepsi), tidak dapat menggunakan pil secara teratur setiap hari
Cara Kerja
•
Efek Samping – Perubahan pola haid, sakit kepala, pusing, perubahan suasana perasaan, nyeri payudara, nyeri perut, dan mual
•
Kontra Indikasi – Shampir serupa dengan kombinasi, kecuali: – Pil progestin dapat diminum saat menyusui – Dapat diminum pada pasien usia > 35 tahun atau merokok
Metode Hormonal: Pil & Suntikan Kombinasi • Jenis Pil Kombinasi – Monofasik (21 tab): E/P dalam dosis sama + 7 tablet placebo – Bifasik (21 tab): E/P dalam dua dosis berbeda + 7 tablet plasebo – Trifasik (21 tab) : E/P dalam tiga dosis berbeda + 7 tablet plasebo
• Jenis Suntikan Kombinasi – 25mg Depo Medroksiprogesteron Asetat + 5 mg Estradiol Sipionat, IM sebulan sekali – 50mg Noretindron Enantat + 5 mg Estradiol Valerat, IM sebulan sekali
Hormonal: Pil danMetode Suntikan Progestin Pil & Suntikan Kombinasi
•
Pil Progestin – Isi 35 pil: 300 µg levonorgestrel atau 350 µg noretindron – Isi 28 pil: 75 µg norgestrel – Contoh • Micrinor, NOR-QD, noriday, norod (0,35 mg noretindron) • Microval, noregeston, microlut (0,03 mg levonogestrol) • Ourette, noegest (0,5 mg norgestrel) • Exluton (0,5 mg linestrenol) • Femulen (0,5 mg etinodial diassetat)
•
Suntikan Progestin – Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depo Provera) 150mg DMPA, IM di bokong/ 3 bulan – Depo Norestisteron Enantat (Depo Norissterat) 200mg Noretdron Enantat,IM di bokong/ 2 bulan
KB: Penanganan Efek Samping KB Suntik • Pusing dan sakit kepala – Anti prostaglandin untuk mengurangi keluhan, acetosal 500 mg 3 x 1 tablet/hari. • Hematoma – Kompres dingin pada daerah yang membiru selama 2 hari lalu kompres hangat sehingga warna biru/kuning hilang. • Keputihan – Pengobatan medis biasanya tidak diperlukan. Bila cairan berlebihan dapat diberikan preparat anti cholinergic seperti extrabelladona 10 mg 2 x 1 tablet untuk mengurangi cairan yang berlebihan. Perubahan warna dan bau biasanya disebabkan oleh adanya infeksi.
Catatan untuk Pil Progestin • • •
•
• • •
Minum minipil setiap hari pada saat yang sama. Minum pil yang pertama pada hari pertama haid. Bila klien muntah dalam waktu 2 jam setelah menggunakanupil, minumlah pil yang lain, atau gunakan metode kontrasepsi lain bila klien berniat melakukan hubungan seksual pada 48 jam berikutnya. Bila klien menggunakan pil terlarnbat lebih dari 3 jam, minumlah pil tersebui. begitu klien ingat. Gunakan metode pelindung selama 48 jam. Bila klien lupa 1 atau 2 pil, minumlah segera pil yang terlupa tersebut sesegera klien ingat dan gunakan metode pelindung sampai akhir bulan. Walaupun klien belum haid, mulailah paket baru sehari setelah paket terakhir habis. Bila haid klien teratur setiap bulan dan kemudian kehilangan 1 siklus (tidak haid), atau bila merasa hamil, temui petugas klinik klien untuk memeriksa uji kehamilan.
Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. 2006
Catatan untuk Pil Kombinasi • Sebaiknya pil diminum setiap hari, lebih baik pada saat yang sama setiap hari. • Pil yang pertama dimulai pada hari pertama sarnpai hari ke-7 siklus haid. • Sangat dianjurkan penggunaannya pada hari pertama haid. • Pada paket 28 pil, dianjurkan mulai minum pil plasebo sesuai dengan hari yang ada pada paket. • Beberapa paket pil mempunyai 28 pil, yang lain 21 pil. Bila paket 28 pil habis, sebaiknya anda mulai minum pil dari paket yang baru. Bila paket 21 habis, sebaiknya tunggu 1 minggu baru kemudian mulai minum pil dari paket yang baru. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. 2006
Catatan untuk Pil Kombinasi •
•
•
Bila muntah dalam waktu 2 jam setelah menggunakan pil, ambillah pil yang lain. Bila terjadi muntah hebat, atau diare lebih dari 24 jam, maka bila keadaan memungkinkan dan tidak memperburuk keadaan Anda, pil dapat diteruskan. Bila muntah dan diare berlangsung sampai 2 hari atau lebih, Cara penggunaan pil mengikuti Cara menggunakan pil lupa.
•
•
Bila lupa minum 1 pil (hari 1 - 21), segera minum pil setelah ingat boleh minum 2 pil pada hari yang sama. Tidak perlu menggunakan metode kontrasepsi yang lain. Bila lupa 2 pil atau lebih (hari 1 - 21), sebaiknya minum 2 pil setiap hari sampai sesuai jadual yang ditetapkan. – Juga sebaiknya gunakan metode kontrasepsi yang lain atau tidak melakukan hubungan seksual sampai telah menghabiskan paket pil tersebut.
•
Bila tidak haid, perlu segera ke klinik untuk tes kehamilan.
Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. 2006
Metode Hormonal: Implan • Implan (Saifuddin, 2006)
• Cara Kerja • menekan ovulasi, – Norplant: 36 mg levonorgestrel dan lama mengentalkan lendir kerjanya 5 tahun. serviks, menjadikan selaput rahim tipis dan atrofi, dan mengurangi transportasi sperma – Implanon: 68 mg ketodesogestrel dan lama kerjanya 3 tahun.
– Jadena dan Indoplant: 75 mg levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun
• Efek Samping • Serupa dengan hormonal pil dan suntikan • Kontra Indikasi • Serupa dengan hormonal pil dan suntikan
KB: Metode IUD •
Cara Kerja – Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii – Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri – Mencegah implantasi hasil konsepsi kedalam rahim
•
Efek Samping – Nyeri perut, spotting, infeksi, gangguan haid
• Kontra Indikasi •
Hamil, kelainan alat kandungan bagian dalam, perdarahan vagina yang tidak diketahui, sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis), tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita PRP atau abortus septik, penyakit trofoblas yang ganas, diketahui menderita TBC pelvik, kanker alat genital, ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm EPO. (2008). Alat Kontrasepsi Dalam Rahim atau Intra Uterine Device (IUD). Diambil pada tanggal 20 Mei 2008 dari http://pikas.bkkbn.go.id/jabar/program_detail.php?prgid=2
KB: Kontrasepsi Mantap Definisi •
•
Menutup tuba falopii (mengikat dan memotong atau memasang cincin), sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum oklusi vasa deferens sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi tidak terjadi
Efek Samping • Nyeri pasca operasi
Kerugian •
Infertilitas bersifat permanen
KB: Metode Alami • Menghitung masa subur – Periode: (siklus menstruasi terpendek – 18) dan (siklus menstruasi terpanjang 11) – Menggunakan 3 – 6 bulan siklus menstruasi
• Mengukur suhu basal tubuh (pagi hari) • Saat ovulasi: suhu tubuh akan meningkat 1-2° C
KB: Kontrasepsi Darurat Fungsi • • • • •
Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan Bukan sebagai pil penggugur kandungan Cara kerja Kondar adalah “fisiologis”, sehingga tidak mempengaruhi kesuburan dan siklus haid yang akan datang Efek samping ringan dan berlangsung singkat Tidak ada pengaruh buruk di kemudian hari pada organ sistem reproduksi dan organ tubuh lainnya. (Hanafi, 2004)
Indikasi • •
Kesalahan penggunaan kontrasepsi Wanita korban perkosaan kurang dari 72 jam
Metode Menggunakan Mini Pill • •
Dosis pertama diminum daam kurang dari 72 jam minum 1 pil Dilanjutkan dengan dosis kedua diminum 1 pil dari 12 jam setelah dosis awal
KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan • Pada klien yang tidak menyusui, masa infertilitas rata-rata sekitar 6 minggu • Pada klien yang menyusui, masa infertilitas lebih lama, namun, kembalinya kesuburan tidak dapat diperkirakan • Metode yang langsung dapat digunakan adalah : Spermisida Kondom Koitus Interuptus
KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan Metode MAL
Kontrasepsi Kombinasi
Waktu Pascapersalinan •
Manfaat kesehatan bagi ibu dan bayi
• •
Harus benar-benar ASI eksklusif Efektivitas berkurang jika sudah mulai suplementasi
•
Jangan sebelum 6-8mg pascapersalinan Jika tidak menyusui dapat dimulai 3mg pascapersalinan
• •
Akan mengurangi ASI Selama 6-8mg pascapersalinan mengganggu tumbuh kembang bayi
•
Merupakan pilihan terakhir bagi klien yang menyusui Dapat diberikan pada klien dgn riw.preeklamsia Sesudah 3mg pascapersalinan akan meningkatkan resiko pembekuan darah
Bila menyusui, jangan mulai sebelum 6mg pascapersalinan Bila tidak menyusui dapat segera dimulai
•
Dapat dipasang langsung pascapersalinan
•
Dapat digunakan setiap saat pascapersalinan
Tidak pengaruh terhadap laktasi
• •
AKDR
Kondom/Sper misida
Catatan
Mulai segera
•
Kontrasepsi Progestin
Ciri Khusus
•
•
•
•
•
•
Selama 6mg pertama pascapersalinan, progestin mempengaruhi tumbuh kembang bayi Tidak ada pengaruh pada ASI
•
Perdarahan ireguler dapat terjadi
Tidak ada pengaruh terhadap ASI Efek samping lebih sedikit pada klien yang menyusui
•
Insersi postplasental memerlukan petugas terlatih khusus
Sebaiknya dengan kondom dengan pelicin
KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan Metode
Waktu Pascapersalinan
Ciri Khusus
Catatan
Diafragma
• Tunggu sampai 6mg pascapersalinan
• Tidak ada pengaruh terhadap laktasi
• Perlu pemeriksaan dalam oleh petugas
KB Alamiah
•
•
•
Tidak dianjurkan sampai siklus haid kembali teratur
Tidak ada pengaruh terhadap laktasi
Suhu basal tubuh kurang akurat jika klien sering terbangun malam untuk menyusui
KB: Usia > 35 Tahun Metode Pil/suntik Kombinasi
Catatan • Tidak untuk perokok • Dapat digunakan sebagai terapi sulih hormon pada masa perimenopause
Kontrasepsi Progestin (implan, pil, suntikan)
• Dapat digunakan pada masa perimenopause (40-50 tahun) • Dapat untuk perokok • Implan cocok untuk kontrasepsi jangka panjang yang belum siap dengan kontap
AKDR
• Tidak terpapar pada infeksi saluran reproduksi dan IMS • Sangat efektif, tidak perlu tindak lanjut, efek jangka panjang
Kondom
Kontrasepsi Mantap
• Satu-satunya metode kontrasepsi yang dapat mencegah infeksi saluran reproduksi dan IMS • Perlu motivasi tinggi bagi pasangan untuk mencegah kehamilan •
Benar-benar tidak ingin tambahan anak lagi
72. FISIOLOGI MENSTRUASI • Ovulasi terjadi 14 hari sebelum haid berikutnya • Stadium sekresi tetap karena corpus luteum mempunyai umur 8 hari • Stadium proliferasi dapat berbeda panjangnya terutama pada setiap wanita • Pada siklus 28 hari: ovulasi terjadi pada hari ke 14 dari siklus
• Pada siklus 35 hari, ovulasi terjadi pada hari ke 21
Gangguan Menstruasi Disorder
Definition
Amenorrhea Primer
Tidak pernah menstruasi setelah berusia 16 tahun, atau berusia 14 tahun tanpa menstruasi sebelumnya dan tidak terdapat tanda-tanda perkembangan seksual sekunder
Amenorrhea Sekunder
Tidak terdapat menstruasi selama 3 bulan pada wanita dengan siklus haid teratur, atau 9 bulan pada wanita dengan siklus menstruasi tidak teratur
Oligomenorea
Menstruasi yang jarang atau dengan perdarahan yang sangat sedikit
Menorrhagia
Perdarahan yang banyak dan memanjang pada interval menstruasi yang teratur
Metrorrhagia
Perdarahan pada interval yang tidak teratur, biasanya diantara siklus
Menometrorrhagia
Perdarahan yang banyak dan memanjang, lebih sering dibandingkan dengan siklus normal
Algoritma Perdarahan Uterus Abnormal
73. ANC pada Kehamilan • Pemeriksaan ibu hamil baik fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas sehingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberian ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar (Wiknjosastro, 2005.; Manuaba, 2008).
Jadwal ANC: WHO • Minimal 4 kali selama kehamilan dalam waktu sebagai berikut (WHO): – Trismester I : satu kali kunjungan (sebelum usia kehamilan 14 minggu) – Trismester II : satu kali kunjungan (usia kehamilan antara 14-28 minggu) – Trismester III : dua kali kunjungan (usia kehamilan antara 28-36 minggu dan sesudah usia kehamilan 36 minggu)
JADWAL ANC: ROYAL COLLEGE OF OBSTETRIC & GYNAECOLOGIST
Kunjungan Pertama ANC • • • • •
Catat identitas ibu hamil Catat kehamilan sekarang Catat riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu Catat penggunaan cara kontrasepsi sebelum kehamilan Pemeriksaan 7 T – – – – –
(Timbang) berat badan Ukur (Tekanan) darah Ukur (Tinggi) fundus uteri Pemberian imunisasi (Tetanus Toxoid) Pemberian Tablet zat besi, minimum 90 tablet selama kehamilan – Tes terhadap penyakit menular sexual – Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan. (Saifudin, 2002).
Kunjungan Kedua ANC: < 28 Minggu • Seperti kunjungan pertama ditambah: • Kewaspadaan khusus mengenai preeklampsia (tanya ibu tentang gejala – gejala preeklamsia, pantau tekanan darah, evaluasi edema, periksa untuk apakah ada kehamilan ganda)
Kunjungan Ketiga ANC: 28-36 Minggu • Sama seperti kunjungan kedua + palpasi abdominal untuk mengetahui kehamilan ganda
Kunjungan Keempat ANC • Sama dengan kunjungan ketiga + deteksi letak janin dan kemungkinan komplikasi
Prenatal & antenatal care
Imunisasi TT pada Kehamilan • Diberikan 2 kali (BKKBN, 2005; Saifuddin dkk, 2001), dengan dosis 0,5 cc di injeksikan intramuskuler/subkutan dalam (Depkes RI, 2000)
• Sebaiknya diberikan sebelum kehamilan 8 bulan untuk mendapatkan imunisasi TT lengkap (BKKBN, 2005) • Waktu Pemberian: – TT1 dapat diberikan sejak diketahui positif hamil dimana biasanya diberikan pada kunjungan pertama ibu hamil ke sarana kesehatan (Depkes RI, 2000)
• Jarak pemberian imunisasi TT1 dan TT2 – Jarak pemberian (interval) imunisasi TT1 dengan TT2 adalah minimal 4 minggu (Saifuddin dkk, 2001; Depkes RI, 2000).
74. Drug of Choice pada Kehamilan Diagnosis
Terapi Pilihan
Asma
• Salbutamol (Albuterol) pilihan pada kegawatan • Budesonide untuk steroid inhaler • Long acting b2 agonist salmeterol kontroler
Bakterial Vaginosis
Metronidazol ATAU Klindamisin
Klamidia
Azitromisin
Kolestasis pada Kehamilan
Ursodeoxycholic Acid (UDCA)
Hipertensi pada Kehamilan
Metil Dopa DAN/ATAU Labetolol DAN/ATAU Nifedipin slow release
Depresi Ringan
Psikoterapi seperti cognitive-behavioral therapy (CBT) ATAU terapi interpersonal
Depresi Berat
Psikoterapi DAN fluoxetine Alternatif: sertraline atau Antidepresan trisiklik
Depresi dengan Psikosis
Haloperidol DAN antidepresan seperti diatas
Depresi ringan/berat postapartum Terapi suportif, sertraline ATAU Paroxetine
Diagnosis
Terapi Pilihan
Diabetes
Insulin
Gonorrhea; Genital, rektal, faring
Ceftriaxone 250 mg SD IM DAN/ATAU Azitromisin 1 g SD PO
Herpes
Asiklovir ATAU Valasiklovir
Hipotiroidisme
Levotiroksin
Hipertiroidisme
• Trimester I: PTU • Trimester II dan III: Metimazol • Beta adrenergik seperti propanolol untuk gejala hipermetabolik
ITP
Prednison, IVIG (bila steroid menjadi kontra indikasi)
Malaria
Klorokuin, meflokuin atau kombinasi kuinin sulfat + klindamisin bila terjadi resistensi klorokuin
Mual Muntah
• Diclegis (doxylamine succinate & pyridoxine hydrochloride) • Promethazine ATAU dimenhydrate • Metoklopromide (bila tidak ada respon)
Pedikulosis pubis
Permethrin 1% krim ATAU Pyrethrin dengan piperonyl butoxide
Pencegahan Preeklampsia
Aspirin dosis rendah (81 mg/d) setelah trimester pertama pada wanita risiko tinggi
Drug of Choice pada Kehamilan Diagnosis
Terapi Pilihan
Pielonefritis
Ceftriaksone/Ampisilin/Gentamisin/Cefazolin/Cefotetan/Aztreonam
Kejang, eklampsia
Magnesium Sulfat
Skabies
Krim permetrin 5%
Sifilis
Benzatin Penisilin
Trikomoniasis
Metronidazol
Ulkus Gaster
Sukralfat, Ranitidine
Infeksi Saluran Kemih
Amoksisilin, cefiksim
Bakterial vaginosis
PO: klindamisin 300 mg atau metronidazol 500 mg 2x/hari selama 7 hari
Tromboemboli Vena
Low Molecular Weight Heparin ATAU Enoxaparin ATAU Dalteparin ATAU Tinzaparin
Kandidosis Vulvovagina
Hanya terapi azol topikal untuk 7 hari (rekomendasi: Terkonazol cream)
75. Obat Kontraindikasi pada Kehamilan Golongan Obat KV
Nama Obat
Trimester
Statin
Semua
Aspirin
III
Warfarin Amlodipin
Sistem Saraf Pusat Quazepam Triaolam Hidroksizin Etinil estradiol Penyakit Kulit
Isotretinoin Fluorourasil Silver sulfadiazine
III
Natrium dilofenak
III
Obat Kontraindikasi pada Kehamilan Golongan
Antibiotik
Nama Obat
Aminoglikosida (streptomisin dl): menyebabkan gangguan pendengaran pada janin Kloramfenikol
Fluorokuinolon Nitrofurantoin Primakuin
Sulfonamid (kec sulfasalazine) Tetrasiklin Trimethoprim
Obat Hipoglikemik Oral
Klorpropamid Gliburid Tolbutamid
Trimester
Obat Kontraindikasi pada Kehamilan Golongan Penyakit Muskuloskeletal
Golongan Ibuprofen
Trimester III
Misoprostol Aspirin
III
Natrium diklofenak Kafein
III
Celecoxib
III
Piroksikam
III
Natrium metotreksat Esomeprazole
Nutrisi
Benzphetamine Zinc sitrat/kolekalsiferol Megestrol asetat
> 30 minggu
Obat Kontraindikasi pada Kehamilan Golongan
Keganasan
Golongan
Trimester
Fluorourasil tositumomab Estradiol
Thalidomide Metotrexat Obsgin
Semua KB oral
Semua HRT Providine iodine douche Klomifen Medroksiprogesteron asetat Metronidazol
I
Metergin (metil ergonofin) Asetaminofen
III
Asam mefenamat Ketorolac
III
76. Pemeriksaan Tinggi Fundus Uteri Berdasarkan Usia Kehamilan
Sumber: http://www.gynob.com/fh.htm
77. Kanker Serviks • Keganasan pada serviks • Perubahan sel dari normal pre kanker (displasia) kanker • Insidens : usia 40-60 tahun
Faktor Risiko : • HPV (faktor utama) 50% oleh HPV 16 & 18 • Multipartner • Merokok • Riwayat penyakit menular seksual • Berhubungan seks pertama pada usia muda • Kontrasepsi oral • Multiparitas • Status ekonomi sosial rendah • Riwayat Keluarga • Imunosupresi • Defisiensi nutrien dan vitamin
Kanker Serviks: Patogenesis
The oncogenic proteins
http://media.jaapa.com/Images/2009/
Kanker Serviks: Tanda dan Gejala • Perdarahan pervaginam • Perdarahan menstruasi lebih lama dan lebih banyak dari biasanya • Perdarahan post menopause atau keputihan >> • Perdarahan post koitus • Nyeri saat berhubungan • Keputihan (terutama berbau busuk + darah) • Massa pada serviks, mudah berdarah • Nyeri pada panggul, lumbosakral, gluteus, gangguan berkemih, nyeri pada kandung kemih dan rektum
Panduan Pelayanan Klinis Kanker Serviks, Komite Penanggulangan Kanker (KPKN) 2015
Kanker Serviks: Diagnostik • Deteksi Lesi Pra Kanker – Pelayanan Primer: IVA, VILI, sitologi pap smear – Pelayanan Sekunder: Liquid base cytology – Pelayanan Tersier: DNA HPV
• Diagnostik – Pelayanan primer: anamnesis dan pemeriksaan fisik – Pelayanan Sekunder: kuret endoserviks, sistoskopi, IVP, foto toraks dan tulang, konisasi, amputasi serviks – Pelayanan Tersier: Proktoskopi Panduan Pelayanan Klinis Kanker Serviks, Komite Penanggulangan Kanker (KPKN) 2015
Kanker Serviks Displasia Serviks • Perubahan abnormal pada sel di permukaan serviks, dapat terlihat dari pengamatan mikroskopik •
Histologi – Cervical intraepithelial neoplasia (CIN) I (mild) a benign viral infection – CIN II (moderate) – CIN III (severe)
•
Sitologi – low-grade SIL (squamous intraepithelial lesion)low-grade lesions – high-grade SIL (HSIL) high-grade dysplasia
Kanker Serviks: Klasifikasi
Kanker Serviks: Pembagian
http://www.sh.lsuhsc.edu/fammed/Images/PAP-fig1.jpg
Kanker Serviks: Stadium
Lesi Pra Kanker: Tatalaksana LSIL Skrining 12 bulan
LSIL
Observasi ulang test 3 bulan
(+)
Kolposkopi
LSIL/HSIL Panduan Pelayanan Klinis Kanker Serviks, Komite Penanggulangan Kanker (KPKN) 2015
Lesi Pra Kanker: Tatalaksana HSIL (-)
Observasi
NIS I
HSIL
Kolposkopi
-
Observasi
+
Ablasi
DNA HPV
NIS II
+
Ablasi
NIS III
+
Ablasi
Konisasi
Panduan Pelayanan Klinis Kanker Serviks, Komite Penanggulangan Kanker (KPKN) 2015
78. Fisiologi Menyusui • Reflek Prolaktin Bayi mulai menyusu (rangsangan fisik) sinyalsinyal ke kelenjar hipotalamus di otak (hipofise anterior) untuk menghasilkan hormon prolaktin beredar dalam darah dan masuk ke payudara,memerintahkan alveolus untuk memproduksi ASI
• Reflek Let Down (Oksitosin) – Rangsangan isapan bayi hipofise posterior oksitosin peredaran darah rahim menstimulus kontraksi rahim masuk ke payudara untuk memeras ASI – Juga dipengaruhi beberapa faktor seperti psikologis ibu yang bahagia melihat bayinya, mendengar suara bayi,melihat foto bayi,ibu bahagia karena peran serta ayah. Reflek ini juga dihambat oleh faktor stress.
Gangguan Proses Menyusui: Mastitis •
Inflamasi / infeksi payudara
Diagnosis • • • •
Payudara (biasanya unilateral) keras, memerah, dan nyeri Dapat disertai benjolan lunak Dapat disertai demam > 38 C Paling sering terjadi di minggu ke-3 dan ke-4 postpartum, namun dapat terjadi kapan saja selama menyusui
Faktor Predisposisi • • • • • •
Bayi malas menyusu atau tidak menyusu Menyusui selama beberapa minggu setelah melahirkan Puting yang lecet Menyusui hanya pada satu posisi, sehingga drainase payudara tidak sempurna Bra yang ketat dan menghambat aliran ASI Riwayat mastitis sebelumnya saat menyusui
Mastitis & Abses Payudara: Tatalaksana Abses Payudara • Stop menyusui pada payudara yang abses, ASI tetap harus dikeluarkan • Bila abses >> parah & bernanah antibiotika • Rujuk apabila keadaan tidak • Kloksasilin 500 mg/6 jam PO , 10-14 hari ATAU membaik. • Eritromisin 250 mg, PO 3x/hari, 10-14 hari Tetap menyusui, mulai dari payudara • Terapi: insisi dan drainase sehat. Bila payudara yang sakit belum • Periksa sampel kultur resistensi kosong setelah menyusui, pompa payudara dan pemeriksaan PA untuk mengeluarkan isinya. • Jika abses diperkirakan masih Kompres dingin untuk << bengkak dan banyak tertinggal dalam payudara, nyeri. Berikan parasetamol 3x500mg PO selain drain, bebat juga payudara Sangga payudara ibu dengan bebat atau dengan elastic bandage 24 jam bra yang pas. tindakan kontrol kembali untuk ganti kassa. Lakukan evaluasi setelah 3 hari. • Berikan obat antibiotika dan obat penghilang rasa sakit
Tatalaksana Umum • Tirah baring & >> asupan cairan • Sampel ASI: kultur dan diuji sensitivitas Tatalaksana Khusus • Berikan antibiotika :
•
• • •
Gangguan Proses Menyusui: Inverted Nipple • Etiologi: kongenital (pendeknya duktus laktiferus) • Terapi: – Massage dengan minyak zaitun – Tarik perlahan dan jepit dengan jari selama beberapa detik – Menggunakan nipple shield saaat menyusui
79. Hiperemesis Gravidarum Definisi • Keluhan mual,muntah pada ibu hamil yang berat hingga mengganggu aktivitas sehari-hari. • Mulai setelah minggu ke-6 dan biasanya akan membaik dengan sendirinya sekitar minggu ke-12 Etiologi • Kemungkinan kadar BhCG yang tinggi atau faktor psikologik
Predisposisi • Primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda. • Akibat mual muntah → dehidrasi → elektrolit berkurang, hemokonsentrasi, aseton darah meningkat → kerusakan liver
Hiperemesis Gravidarum: Patogenesis
Verberg MFG, et al. Hyperemesis gravidarum, a literature review. Human Reproduction Update, Vol.11, No.5 pp. 527–539, 2005
Hiperemesis Gravidarum: Patofisiologi Worsen NVP
Dehydration
Hypochoremic alkalosis
Hemoconcentration
Somnolen/coma
Thiamine depletion
Wernicke encephalopathy
Starvation
Ketosis
Hypovolemic shock Acute renal failure NVP: Nausea and vomiting during pregnancy
Hepatic dysfunction
1. Cunningham et al. William’s obstetrics. 22nd ed. McGraw Hill; 2005. 2. Verberg MFG, et al. Hyperemesis gravidarum, a literature review. Human Reproduction Update, Vol.11, No.5 pp. 527–539, 2005. 3. Mylonas I, et al. Nausea and Vomiting in Pregnancy. Dtsch Arztebl 2007; 104(25): A 1821–6.
Hiperemesis Gravidarum Emesis gravidarum: • NVP without complication, frequency is usually <5 x/day. • 70% of patients: Began between the 4th and 7th menstrual week. • 60% of patients: resolution by 12 weeks . 99% of patienst by 20 weeks.
Hyperemesis gravidarum (no universally accepted definition) • NVP with complications: – dehydration, – hyperchloremic alkalosis, – ketosis Grade 1
Low appetite, epigastrial pain, weak, pulse 100 x/min, systolic BP low, signs of dehydration (+)
Grade 2
Apathy, fast and weak pulses, icteric sclera (+), oliguria, hemoconcentration, aceton breath
Grade 3
Somnolen – coma, hypovolemic shock, Wernicke encephalopathy.
1. http://student.bmj.com/student/view-article.html?id=sbmj.c6617. 2. http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview#a0104. 3. Bader TJ. Ob/gyn secrets. 3rd ed. Saunders; 2007. 4. Mylonas I, et al. Nausea and Vomiting in Pregnancy. Dtsch Arztebl 2007; 104(25): A 1821–6.
Hiperemesis Gravidarum: Tatalaksana • Tatalaksana umum Hiperemesis Gravidarum: – Pertahankan kecukupan nutrisi ibu. – Istirahat cukup dan hindari kelelahan
• Tatalaksana Medikamentosa – 10 mg doksilamin + 10 mg piridoksin hingga 4 tablet per hari (2 tablet saat akan tidur, 1 tablet saat pagi dan 1 tablet saat siang) – Dimenhidrinat 50-100 mg per oral atau supositoria 4-6 kali sehari ATAU prometazine 5-10 mg 3-4 kali sehari per oral atau supositoria dapat diberikan bila doksilamin tidak berhasil – Bila masih tidak teratasi dapat diberikan Ondansetron 8 mg per oral tiap 12 jam atau Klorpromazin 10-25 mg per oral atau 50100 mg IM tiap 4-6 jam bila masih belum teratasi dan tidak terjadi dehidrasi.
Hiperemesis Gravidarum: Tatalaksana • Atasi dehidrasi dan ketosis Berikan Infus Dx 10% + B kompleks IV Lanjutkan dengan infus yang mempunyai komposisi kalori dan elektrolit yang memadai seperti: KaEN Mg 3, Trifuchsin dll.
• Balans cairan ketat hingga tidak dijumpai lagi ketosis dan defisit elektrolit • Berikan suport psikologis • Jika dijumpai keadaan patologis: atasi • Nutrisi per oral diberikan bertahap dan jenis yang diberikan sesuai apa yang dikehendaki pasien • Infus dilepas bila kondisi pasien benar-benar telah segar dan dapat makan dengan porsi wajar http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview
80. Anatomi Panggul Tulang yang menyusun panggul • Os coccae (tulang pangkal paha) yang terdiri dari 3 buah tulang yang berhubungan yaitu – Os illium (tulang usus) – Os ischium (tulang duduk) – Os pubis (tulang kemaluan)
• Os sacrum (tulang kelangkang), dan • Os coxigys (tulang tungging).
Bentuk Panggul Wanita Menurut Caldwell dan Molloy, bentuk panggul terbagi menjadi 4 yaitu: • PANGGUL GYNECOID Panggul paling baik untuk perempuan. Bentuk pintu atas panggul hampir bulat. Diameter anteroposterior sama dengan diameter transversa bulat. Jenis ini ditemukan pada 45% wanita • PANGGUL ANDROID Bentuk pintu atas panggul hampir segitiga. Umumnya pria mempunyai jenis seperti ini. Panjang diameter transversa dekat dengan sakrum. Pada wanita ditemukan 15%. • PANGGUL ANTHROPOID Bentuk pintu atas panggul agak lonjong seperti telur. Panjang diameter anteroposterior lebih besar daripada diameter transversa. Jenis ini ditemukan 35% pada wanita
• PANGGUL PLATYPELOID Sebenarnya jenis ini adalah jenis ginekoid yang menyempit pada arah muka belakang. Ukuran melintang jauh lebih besar daripada ukuran muka belakang. Jenis ini ditemukan pada 5% perempuan.
81. DESAIN PENELITIAN Secara umum dibagi menjadi 2: • DESKRIPTIF: memberi gambaran distribusi dan frekuensi penyakit saja. Misalnya prevalensi DM tipe 2 di DKI Jakarta, 10 penyakit terbanyak di Puskesmas X.
• ANALITIK: mencari hubungan antara paparan dengan penyakit. Misalnya penelitian hubungan antara obesitas dengan DM tipe 2.
Desain Penelitian Desain studi Deskriptif
Analitik
Case report
Observational 1. 2. 3. 4.
Cross-sectional Cohort Case-control Ecological
Experimental Clinical trial
Field trial (preventive programmes )
Case series Cross-sectional
Prinsip Desain Studi Analitik Observasional Cross-sectional – Pajanan/ faktor risiko dan outcome dinilai dalam waktu yang bersamaan. Cohort study – Individu dengan pajanan/ faktor risiko diketahui, diikuti sampai waktu tertentu, kemudian dinilai apakah outcome terjadi atau tidak.
Case-control study – Individu dengan outcome diketahui, kemudian digali riwayat masa lalunya apakah memiliki pajanan/ faktor risiko atau tidak.
Prinsip Desain Studi Analitik Observasional PAST
PRESENT
FUTURE
Time
Assess exposure and outcome
Cross -sectional study Case -control study
Assess exposure
Known exposure
Prospective cohort Retrospective cohort
Known outcome
Known exposure
Assess outcome
Assess outcome
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun • Bila menggunakan desain cross sectional, maka dalam satu waktu peneliti mengumpulkan data semua anak berusia 1-3 tahun dan ditanyakan apakah mendapat ASI eksklusif dan berapa frekuensi diare selama ini secara bersamaan. • Bila menggunakan desain case control, dimulai dengan peneliti menentukan subyek anak 1-3 tahun yang pernah mengalami diare dengan yang tidak pernah mengalami diare. Kemudian ibu diwawancara apakah sebelumnya memberi ASI eksklusif atau tidak.
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun • Bila menggunakan desain kohort (prospektif), maka dimulai dengan peneliti mengumpulkan subyek penelitian berusia 6 bulan yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI eksklusif. Kemudian, subyek tersebut diamati selama 1 tahun untuk dilihat apakah mengalami diare atau tidak. • Bila menggunakan desain kohort (retrospektif), dari catatan rekam medis RS tahun 2015 dimulai dengan dikumpulkan data bayi yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI eksklusif. Kemudian rekam medis ditelusuri, dari tahun 2015-2016 apakah subyek pernah mengalami diare atau tidak.
82. Kejadian Epidemiologis Penyakit • Sporadik: kejadian penyakit tertentu di suatu daerah secara acak dan tidak teratur. Contohnya: kejadian pneumonia di DKI Jakarta. • Endemik: kejadian penyakit di suatu daerah yang jumlahnya lebih tinggi dibanding daerah lain dan hal tersebut terjadi terus menerus. Contohnya: Malaria endemis di Papua.
• Epidemik dan KLB: Epidemik dan KLB sebenarnya memiliki definisi serupa, namun KLB terjadi pada wilayah yag lebih sempit (misalnya di satu kecamatan saja). Indonesia memiliki kriteria KLB berdasarkan Permenkes 1501 tahun 2010 (di slide selanjutnya).
• Pandemik: merupakan epidemik yang terjadi lintas negara atau benua. Contohnya: kejadian MERS-COV di dunia tahun 2014-2015.
Kriteria KLB (Permenkes 1501, tahun 2010) • Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah • Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam, hari atau minggu berturutturut menurut jenis penyakitnya • Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya • Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah per bulan dalam tahun sebelumnya
Kriteria KLB (Permenkes 1501, tahun 2010) • Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya • Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama • Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama
83. PENCEGAHAN PRIMER-SEKUNDER-TERSIER
Five Level of Prevention Menurut Leavel and Clark, pencegahan penyakit terbagi dalam 5 tahapan, yang sering disebut 5 level of prevention, yaitu: • Health Promotion (Promosi Kesehatan) • Specific Protection (Perlindungan Khusus) • Early Diagnosis and Prompt Treatment (Diagnosis Dini dan Pengobatan yang Cepat dan Tepat) • Disability Limitation (Pembatasan Kecacatan) • Rehabilitation (Rehabilitasi)
Pencegahan Primer-Sekunder-Tersier
84. STRATEGI PROMOSI KESEHATAN (WHO) • Advokasi: upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihakpihak yang terkait(stakeholders).
• Kemitraan: suatu kerjasama formal antara individuindividu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. • Pemberdayaan masyarakat: upaya yang berlandaskan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan atau kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri, bukan kegiatan yang segala sesuatunya diatur dan disediakan oleh pemerintah maupun pihak lain.
Kapan Membutuhkan Advokasi? • Advokasi dilakukan terutama bila komitmen atau dukungan politis dari pemerintah dalam bidang kesehatan sangat dibutuhkan untuk pengembangan lingkungan dan perilaku sehat dan pemberantasan suatu penyakit tertentu.
Kapan Membutuhkan Kemitraan? • Bila membutuhkan berbagai sektor (bukan hanya sektor kesehatan), untuk mengatasi dan memberantas suatu penyakit tertentu.
• Contohnya untuk mengatasi kusta di Indonesia, selain sektor kesehatan berperan tetapi butuh peran serta sektor lain untuk mengatasi stigma masyarakat, untuk memberdayakan pasien yang telah sembuh dari kusta.
Kapan Membutuhkan Pemberdayaan Masyarakat? • Terutama sangat dibutuhkan apabila suatu penyakit terjadi akibat perilaku masyarakatnya yang menghambat kesehatan atau kesejahteraan. • Contoh dan keteladanan dari tokoh/ pemimpin masyarakat sangat berperan.
85. UKURAN FREKUENSI PENYAKIT • Insidens: merefleksikan jumlah kasus baru (insiden) yang berkembang dalam suatu periode waktu di antara populasi yang berisiko. • Prevalens: merefleksikan jumlah seluruh kasus (kasus lama+kasus baru) dalam suatu periode waktu di antara populasi yang berisiko.
• Attack rate: sama dengan insidens, namun istilah ini digunakan dalam kondisi epidemi atau KLB. Ukuran-ukuran frekuensi yang digunakan dalam epidemiologi
Rumus • Insidens = jumlah kasus baru/jumlah populasi berisiko x100% • Prevalens = jumlah seluruh kasus/jml populasi berisikox100% • Attack rate = jumlah kasus baru/jumlah populasi berisiko x100% • Catatan: jumlah populasi berisiko tidak sama dengan jumlah seluruh populasi. Misalnya, jumlah seluruh populasi adalah 500 orang, 400 orang di antaranya sudah diimunisasi campak. Maka bila menghitung insidens/prevalens campak, yang menjadi penyebut adalah sejumlah 100 orang.
Pada soal no.85, • Jumlah kasus baru: 5 orang • Jumlah kasus lama: 10 orang • Jumlah populasi berisiko: 200.000 orang
• Maka prevalensi TB per 100.000 penduduk adalah: 10+5 x 100.000 = 7,5 per 100.000 penduduk 200.000
86. UJI HIPOTESIS Untuk menentukan uji hipotesis yang tepat, ada beberapa langkah sederhana yang dilakukan: 1. Identifikasi variabel apa yang diteliti dan jenisnya (apakah variabel tersebut numerik atau kategorik) 2. Bila ada variabel numerik, harus ditentukan apakah variabel terdistribusi normal atau tidak. Bila tidak dijelaskan , maka diasumsikan bahwa variabel numerik terdistribusi normal. 3. Setelah itu, baru lihat tabel uji hipotesis.
TABEL UJI HIPOTESIS VARIABEL INDEPENDEN
DEPENDEN
Kategorik
Kategorik
Kategorik (2 kategori)
Numerik
U J I S TAT I S T I K
Chi square
U J I A LT E R N AT I F
Fisher (digunakan untuk tabel 2x2)* Kolmogorov-Smirnov (digunakan untuk tabel bxk)*
T-test independen
Mann-Whitney**
T-test berpasangan
Wilcoxon**
Kategorik (>2 kategori)
Numerik
ANOVA
Numerik
Numerik
Korelasi Pearson Regresi Linier
Keterangan: * : Digunakan bila persyaratan untuk uji chi square tidak terpenuhi **: Digunakan bila distribusi data numerik tidak normal
Kruskal Wallis** Korelasi Spearman**
Tabel Uji Hipotesis
Pada soal no.86, 1. Yang ingin diteliti adalah jenis sumber air dengan kejadian diare. – –
Pada soal, tertera bahwa kejadian diare dalam bentuk rata-rata variabel diare merupakan variabel numerik. Variabel sumber air dibagi menjadi PDAM,sumur, dan air sungai variabel kategorik yang terdiri dari 3 kategori.
2. Karena di soal tidak disebutkan variabel diare terdistribusi normal atau tidak, maka diasumsikan bahwa variabel diare terdistribusi normal.
3. Lihat tabel uji hipotesisnya Variabel Independen
Kategorik
Kategorik (2 kategori)
Dependen
Kategorik
Numerik
Kategorik (>2 kategori)
Numerik
Numerik
Numerik
Uji Statistik
Chi square
T-test independen T-test berpasangan
ANOVA
Uji Alternatif Fisher (digunakan untuk tabel 2x2)* Kolmogorov-Smirnov (digunakan untuk tabel bxk)* Mann-Whitney** Wilcoxon**
Kruskal Wallis**
Korelasi Pearson Korelasi Spearman** Regresi Linier
Keterangan: * : Digunakan bila persyaratan untuk uji chi square tidak terpenuhi **: Digunakan bila distribusi data numerik tidak normal
87. PENGUKURAN ANGKA KESAKITAN/ MORBIDITAS UKURAN
DEFINISI
Incidence rate/ insidens
Frekuensi kasus baru yang berjangkit dalam suatu populasi (rumus: jumlah kasus baru/ jumlah populasi berisiko). Bila jumlah kasus baru dihitung bukan berdasarkan jumlah orang, melainkan berdasarkan jumlah orang-waktu (person-time), maka disebut sebagai incidence density rate.
Prevalence rate/ prevalens
Frekuensi seluruh kasus yang terjadi dalam suatu populasi (rumus: (jumlah kasus lama+kasus baru)/jumlah populasi berisiko)). Prevalensi yang ditentukan pada 1 waktu tertentu misalnya pada tanggal 1 Februari 2016 disebut sebagai point prevalence rate.
Attack rate
Jumlah kasus baru penyakit dalam waktu wabah/ outbreak yang berjangkit dalam suatu populasi.
Contoh incidence rate vs incidence density rate
Incidence rate: 3/9 Incidence density rate: (3+1+2,5)/32 = 6,5/32
88. LEVEL OF EVIDENCE
Penelitian yang memiliki level evidence paling tinggi adalah systematic review dan meta analysis.
89. PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS • Persetujuan tindakan medis secara praktis dibagi menjadi 2: Implied consent Pasien tidak menyatakan persetujuan baik secara tertulis maupun lisan, namun dari tingkah lakunya menyatakan persetujuannya. Contoh: pasien membuka baju untuk diperiksa, pasien mengulurkan lengan untuk diambil sampel darah. Expressed consent
Persetujuan dinyatakan secara lisan atau tertulis. Khusus setiap tindakan yang mengandung risiko tinggi, harus diberikan persetujuan tertulis oleh pasien atau yang berhak mewakili (sesuai UU No.29 tahun 2004 pasal 45) Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyelidikan, A. Munim Idries, 2013
Jenis Consent Lainnya JENIS CONSENT
PENJELASAN
Informed consent
Consent yang diberikan pada pasien secara tertulis, yang ditandatangani langsung oleh pasien yang berangkutan.
Proxy consent
Consent yang diberikan oleh wali pasien (orangtua, suami/istri, anak, saudara kandungnya dsb) karena pasien tidak kompeten untuk memberikan consent (misalnya pada pasien anak).
Presumed consent
Pasien tidak dapat memberikan consent, namun diasumsikan bahwa bila pasien sadar, ia akan setuju dengan tindakan medis yang diambil. Consent jenis ini biasanya dilakukan pada kondisi kegawatdaruratan atau pada donor organ dari cadaver.
Appelbaum PS. Assessment of patient’s competence to consent to treatment. New England Journal of Medicine. 2007; 357: 1834-1840.
90. RAHASIA MEDIS • Sesuai dengan UU Rumah Sakit pasal 38: • Yang dimaksud dengan “rahasia kedokteran” adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan hal yang ditemukan oleh dokter dan dokter gigi dalam rangka pengobatan dan dicatat dalam rekam medis yang dimiliki pasien dan bersifat rahasia.
Wajib Simpan Rahasia Kedokteran • Dasar hukum – PP no 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran tgl 21 mei 1966. – Pasal 55 undang-undang no 23/1992 – Pasal 11 PP 749.MENKES/PER/XII/1989 tentang REKAM MEDIS: “rekam medis merupakan berkas yang wajib disimpan kerahasiaannya”
Yang Berhak Terhadap Isi Rekam Medis
PASIEN Bila pasien tidak kompeten, disampaikan kepada: 1. Keluarga pasien, atau 2. Orang yang diberi kuasa oleh pasien atau keluarga pasien, atau 3. Orang yang mendapat persetujuan tertulis dari pasien atau keluarga pasien
Pengecualian Wajib Simpan Rahasia Kedokteran • UU RS Pasal 38 (1) Setiap Rumah Sakit harus menyimpan rahasia kedokteran. (2) Rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dibuka untuk kepentingan kesehatan pasien, untuk pemenuhan permintaan aparat penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, atas persetujuan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pengecualian Wajib Simpan Rahasia Kedokteran UU RS pasal 44 (1) Rumah Sakit dapat menolak mengungkapkan segala informasi kepada publik yang berkaitan dengan rahasia kedokteran. (2) Pasien dan/atau keluarga yang menuntut Rumah Sakit dan menginformasikannya melalui media massa, dianggap telah melepaskan hak rahasia kedokterannya kepada umum.
Pengecualian Wajib Simpan Rahasia Kedokteran PerMenKes RI No.269/MENKES/PER/III/2008 BAB IV Pasal 10: • Informasi tentang identitas, diagnose, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan, dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal : – untuk kepentingan kesehatan pasien – memenuhi permintaan aperatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan. – Permintaan dan atau persetujuan pasien sendiri – Permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundangundangan – Untuk kepentingan penelitian, pendidikan atau audit medis sepanjang tidak menyebutkan identits pasien".
91. KAIDAH DASAR MORAL
Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) • Selain menghormati martabat manusia, dokter juga harus mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya (patient welfare). • Pengertian ”berbuat baik” diartikan bersikap ramah atau menolong, lebih dari sekedar memenuhi kewajiban.
Tidak berbuat yang merugikan (nonmaleficence) • Praktik Kedokteran haruslah memilih pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno: first, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti. Keadilan (justice)
Menghormati martabat manusia (respect for person) / Autonomy
•
• Setiap individu (pasien) harus diperlakukan sebagai manusia yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasib diri sendiri), • • Setiap manusia yang otonominya berkurang atau hilang perlu mendapatkan • perlindungan.
Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, agama dan faham kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status perkawinan, serta perbedaan jender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya. Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang menjadi perhatian utama dokter. Prinsip dasar ini juga mengakui adanya kepentingan masyarakat sekitar pasien yang harus dipertimbangkan
Beneficence Kriteria 1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan orang lain) 2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia 3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter 4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya 5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang 6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien) 8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien 9. Minimalisasi akibat buruk 10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat 11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran 13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan 14. Mengembangkan profesi secara terus menerus 15. Memberikan obat berkhasiat namun murah 16. Menerapkan golden rule principle
Non-maleficence Kriteria 1. Menolong pasien emergensi : Dengan gambaran sbb : - pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko kehilangan sesuatu yang penting (gawat) - dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut - tindakan kedokteran tadi terbukti efektif - manfaat bagi pasien > kerugian dokter 2. Mengobati pasien yang luka 3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia ) 4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien 5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek 6. Mengobati secara proporsional 7. Mencegah pasien dari bahaya 8. Menghindari misrepresentasi dari pasien 9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian 10. Memberikan semangat hidup 11. Melindungi pasien dari serangan 12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Autonomy Kriteria 1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien 2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif) 3. Berterus terang 4. Menghargai privasi 5. Menjaga rahasia pasien 6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent 8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri 9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien 10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan termasuk keluarga pasien sendiri 11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien 13. Menjaga hubungan (kontrak)
Justice Kriteria 1. Memberlakukan sesuatu secara universal 2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan 3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama 4. Menghargai hak sehat pasien 5. Menghargai hak hukum pasien 6. Menghargai hak orang lain 7. Menjaga kelompok yang rentan 8. Tidak melakukan penyalahgunaan 9. Bijak dalam makro alokasi 10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien 11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya 12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi) secara adil 13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten 14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah 15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan kesehatan 16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
92. PENOLAKAN TINDAKAN MEDIS • Penolakan tindakan medis umumnya tidak menimbulkan konflik, kecuali bila tindakan medis yang dianjurkan perlu untuk menyelamatkan nyawa. • Bila penolakan medis dapat mengakibatkan kecacatan atau kematian, tindakan dokter menuruti penolakan tersebut dibenarkan baik secara etik maupun hukum di Indonesia. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idries, 2011
Penolakan Tindakan Medis • Harus didokumentasikan dalam bentuk tertulis. • Ditandatangani oleh pasien atau keluarganya atau walinya. • Tidak memutuskan hubungan kontrak terapeutik dokter-pasien. • Dengan adanya penolakan tindakan medis, memburuknya keadaan pasien tidak dibebankan ke dokter.
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idries, 2011
93. SEBAB-MEKANISME-CARA KEMATIAN • Untuk dapat menentukan sebab kematian, secara mutlak harus dilakukan otopsi. • Sedangkan perkiraan sebab kematian dapat diteliti dari kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan luar.
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idries, 2011
Sebab Kematian • Sebab kematian lebih ditekankan pada alat atau sarana yang dipakai untuk mematikan korban. – Contoh: karena tenggelam, karena terbakar, karena tusukan benda tajam, karena pencekikan, karena kekerasan benda tumpul.
• Sebab kematian banyak membantu penyidik dalam melaksanakan tugas, misalnya untuk mencari dan menyita benda yang diperkirakan dipakai sebagai alat pembunuh, sehingga sebab kematian seperti mati lemas tidak tepat. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idries, 2011
Mekanisme Kematian • Mekanisme kematian menunjukkan bagaimana korban itu mati setelah umpamanya tertembak atau tenggelam. – Contoh: karena perdarahan, karena refleks vagal, karena hancurnya jaringan otak
• Mekanisme lebih bersifat teoritis dan tidak selalu dapat diketahui pasti
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idries, 2011
Cara Kematian Dalam ilmu kedokteran forensik dikenal 3 cara kematian, yaitu: 1. Wajar: kematian korban karena penyakit, bukan karena kekerasan atau rudapaksa. 2. Tidak wajar, yang dibagi menjadi kecelakaan, bunuh diri, dan pembunuhan. 3. Tidak dapat ditentukan, yang disebabkan karena keadaan mayat telah sedemikian rusak atau busuk sehingga luka atau penyakit tidak dapat ditemukan lagi. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idries, 2011
PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM VS POSTMORTEM NO
PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM
PENGGANTUNGAN POSTMORTEM
1
Tanda-tanda penggantungan ante-mortem bervariasi. Tergantung dari cara kematian korban
Tanda-tanda post-mortem menunjukkan kematian yang bukan disebabkan penggantungan
2
Tanda jejas jeratan miring, berupa lingkaran terputus (non-continuous) dan letaknya pada leher bagian atas
Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk lingkaran utuh (continuous), agak sirkuler dan letaknya pada bagian leher tidak begitu tinggi
3
Simpul tali biasanya tunggal, terdapat pada sisi leher
Simpul tali biasanya lebih dari satu, diikatkan dengan kuat dan diletakkan pada bagian depan leher
4
Ekimosis pada salah satu sisi jejas penjeratan tidak Ekimosis tampak jelas pada salah satu sisi dari ada atau tidak jelas. Lebam mayat terdapat pada jejas penjeratan. Lebam mayat tampak di atas bagian tubuh yang menggantung sesuai dengan posisi jejas jerat dan pada tungkai bawah mayat setelah meninggal
5
Pada kulit di tempat jejas penjeratan teraba seperti perabaan kertas perkamen, yaitu tanda parchmentisasi
Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak begitu jelas
PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM VS POSTMORTEM NO
PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM
PENGGANTUNGAN POSTMORTEM
6
Sianosis pada wajah, bibir, telinga, dan lainlain sangat jelas terlihat terutama jika kematian karena asfiksia
Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga dan lain-lain tergantung dari penyebab kematian
7
Wajah membengkak dan mata mengalami kongesti dan agak menonjol, disertai dengan gambaran pembuluh dara vena yang jelas pada bagian dahi
Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak terdapat, kecuali jika penyebab kematian adalah pencekikan (strangulasi) atau sufokasi
8
Lidah bisa terjulur atau tidak sama sekali
Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus kematian akibat pencekikan
9
Penis. Ereksi penis disertai dengan keluarnya cairan sperma sering terjadi pada korban pria. Penis. Ereksi penis dan cairan sperma tidak Demikian juga sering ditemukan keluarnya ada.Pengeluaran feses juga tidak ada feses
10
Air liur. Ditemukan menetes dari sudut mulut, dengan arah yang vertikal menuju dada. Hal Air liur tidak ditemukan yang menetes pad kasus ini merupakan pertanda pasti penggantungan selain kasus penggantungan. ante-mortem
GANTUNG DIRI VS PEMBUNUHAN NO
PENGGANTUNGAN PADA BUNUH DIRI
PENGGANTUNGAN PADA PEMBUNUHAN
1
Usia. Gantung diri lebih sering terjadi pada Tidak mengenal batas usia, karena tindakan remaja dan orang dewasa. Anak-anak di bawah pembunuhan dilakukan oleh musuh atau lawan dari usia 10 tahun atau orang dewasa di atas usia 50 korban dan tidak bergantung pada usia tahun jarang melakukan gantung diri
2
Tanda jejas jeratan, bentuknya miring, berupa lingkaran terputus (non-continuous) dan terletak pada bagian atas leher
Tanda jejas jeratan, berupa lingkaran tidak terputus, mendatar, dan letaknya di bagian tengah leher, karena usaha pelaku pembunuhan untuk membuat simpul tali
3
Simpul tali, biasanya hanya satu simpul yang letaknya pada bagian samping leher
Simpul tali biasanya lebih dari satu pada bagian depan leher dan simpul tali tersebut terikat kuat
4
Riwayat korban. Biasanya korban mempunyai Sebelumnya korban tidak mempunyai riwayat untuk riwayat untuk mencoba bunuh diri dengan cara bunuh diri lain
5
Cedera. Luka-luka pada tubuh korban yang bisa Cedera berupa luka-luka pada tubuh korban menyebabkan kematian mendadak tidak biasanya mengarah kepada pembunuhan ditemukan pada kasus bunuh diri
GANTUNG DIRI VS PEMBUNUHAN NO
PENGGANTUNGAN PADA BUNUH DIRI
PENGGANTUNGAN PADA PEMBUNUHAN
6
Racun. Adanya racun dalam lambung korban, misalnya arsen, sublimat korosif, dll tidak bertentangan dengan kasus gantung diri. Rasa nyeri yang disebabkan racun tersebut mungkin mendorong korban untuk gantung diri
7
Tangan tidak dalam keadaan terikat, karena sulit Tangan yang dalam keadaan terikat mengarahkan dugaan pada untuk gantung diri dalam keadaan tangan terikat kasus pembunuhan
8
Kemudahan. Pada kasus bunuhdiri, biasanya tergantung pada tempat yang mudah dicapai oleh korban atau di sekitarnya ditemukan alat yang digunakan untuk mencapai tempat tersebut
Pada kasus pembunuhan, mayat ditemukan tergantung pada tempat yang sulit dicapai oleh korban dan alat yang digunakan untuk mencapai tempat tersebut tidak ditemukan
9
Tempat kejadian. Jika kejadian berlangsung di dalam kamar, dimana pintu, jendela ditemukan dalam keadaan tertutup dan terkunci dari dalam, maka kasusnya pasti merupakan bunuh diri
Tempat kejadian. Bila sebaliknya pada ruangan ditemukan terkunci dari luar, maka penggantungan adalah kasus pembunuhan
10
Tanda-tanda perlawanan, tidak ditemukan pada kasus gantung diri
Tanda-tanda perlawanan hampir selalu ada kecuali jika korban sedang tidur, tidak sadar atau masih anak-anak.
Terdapatnya racun berupa asam opium hidrosianat atau kalium sianida tidak sesuai pada kasus pembunuhan, karena untuk hal ini perlu waktu dan kemauan dari korban itu sendiri. Dengan demikian maka kasus penggantungan tersebut adalah karena bunuh diri
94. VISUM ET REPERTUM Dasar: PASAL 133 KUHAP Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna
Permintaan VeR menurut Ps.133 KUHAP • • • • •
Wewenang penyidik Tertulis (resmi) Terhadap korban, bukan tersangka Ada dugaan akibat peristiwa pidana Bila mayat: – Identitas pada label – Jenis pemeriksaan yang diminta – Ditujukan kepada: ahli kedokteran forensik / dokter di rumah sakit Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna
VER vs Isi Rekam Medis • Visum et repertum di buat berdasarkan undangundang yaitu pasal 120, 179,133 ayat 1 KUHP , maka dokter tidak dapat di tuntut karena membuka rahasia pekerjaan sebagaimana di atur dalam pasal 322 KUHP meskipun dokter membuat nya tanpa seizin pasien.
• Catatan medis terikat dengan sumpah dokter menurut peraturan pemerintah No.10 tahun 1996 tentang rahasia kedokteran dengan sanksi hukum dalam pasal 322 KUHP.
Pasal 50 KUHP • Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana sepanjang visum et repertum tersebut hanya diberikan kepada instansi penyidik yang memintanya untuk selanjutnya dipergunakan dalam proses peradilan.
95. PENGGANTUNGAN (HANGING) • Penggantungan (Hanging) adalah suatu keadaan dimana terjadi konstriksi dari leher oleh alat penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruh atau sebagian.
• Alat penjerat sifatnya pasif, sedangkan berat badan sifatnya aktif sehingga terjadi konstriksi pada leher. Umumnya penggantungan melibatkan tali, tapi hal ini tidaklah perlu. Penggantungan yang terjadi akibat kecelakaan bisa saja tidak terdapat tali.
PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM VS POSTMORTEM NO
PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM
PENGGANTUNGAN POSTMORTEM
1
Tanda-tanda penggantungan ante-mortem bervariasi. Tergantung dari cara kematian korban
Tanda-tanda post-mortem menunjukkan kematian yang bukan disebabkan penggantungan
2
Tanda jejas jeratan miring, berupa lingkaran terputus (non-continuous) dan letaknya pada leher bagian atas
Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk lingkaran utuh (continuous), agak sirkuler dan letaknya pada bagian leher tidak begitu tinggi
3
Simpul tali biasanya tunggal, terdapat pada sisi leher
Simpul tali biasanya lebih dari satu, diikatkan dengan kuat dan diletakkan pada bagian depan leher
4
Ekimosis pada salah satu sisi jejas penjeratan tidak Ekimosis tampak jelas pada salah satu sisi dari ada atau tidak jelas. Lebam mayat terdapat pada jejas penjeratan. Lebam mayat tampak di atas bagian tubuh yang menggantung sesuai dengan posisi jejas jerat dan pada tungkai bawah mayat setelah meninggal
5
Pada kulit di tempat jejas penjeratan teraba seperti perabaan kertas perkamen, yaitu tanda parchmentisasi
Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak begitu jelas
PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM VS POSTMORTEM NO
PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM
PENGGANTUNGAN POSTMORTEM
6
Sianosis pada wajah, bibir, telinga, dan lainlain sangat jelas terlihat terutama jika kematian karena asfiksia
Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga dan lain-lain tergantung dari penyebab kematian
7
Wajah membengkak dan mata mengalami kongesti dan agak menonjol, disertai dengan gambaran pembuluh dara vena yang jelas pada bagian dahi
Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak terdapat, kecuali jika penyebab kematian adalah pencekikan (strangulasi) atau sufokasi
8
Lidah bisa terjulur atau tidak sama sekali
Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus kematian akibat pencekikan
9
Penis. Ereksi penis disertai dengan keluarnya cairan sperma sering terjadi pada korban pria. Penis. Ereksi penis dan cairan sperma tidak Demikian juga sering ditemukan keluarnya ada.Pengeluaran feses juga tidak ada feses
10
Air liur. Ditemukan menetes dari sudut mulut, dengan arah yang vertikal menuju dada. Hal Air liur tidak ditemukan yang menetes pad kasus ini merupakan pertanda pasti penggantungan selain kasus penggantungan. ante-mortem
GANTUNG DIRI VS PEMBUNUHAN NO
PENGGANTUNGAN PADA BUNUH DIRI
PENGGANTUNGAN PADA PEMBUNUHAN
1
Usia. Gantung diri lebih sering terjadi pada Tidak mengenal batas usia, karena tindakan remaja dan orang dewasa. Anak-anak di bawah pembunuhan dilakukan oleh musuh atau lawan dari usia 10 tahun atau orang dewasa di atas usia 50 korban dan tidak bergantung pada usia tahun jarang melakukan gantung diri
2
Tanda jejas jeratan, bentuknya miring, berupa lingkaran terputus (non-continuous) dan terletak pada bagian atas leher
Tanda jejas jeratan, berupa lingkaran tidak terputus, mendatar, dan letaknya di bagian tengah leher, karena usaha pelaku pembunuhan untuk membuat simpul tali
3
Simpul tali, biasanya hanya satu simpul yang letaknya pada bagian samping leher
Simpul tali biasanya lebih dari satu pada bagian depan leher dan simpul tali tersebut terikat kuat
4
Riwayat korban. Biasanya korban mempunyai Sebelumnya korban tidak mempunyai riwayat untuk riwayat untuk mencoba bunuh diri dengan cara bunuh diri lain
5
Cedera. Luka-luka pada tubuh korban yang bisa Cedera berupa luka-luka pada tubuh korban menyebabkan kematian mendadak tidak biasanya mengarah kepada pembunuhan ditemukan pada kasus bunuh diri
GANTUNG DIRI VS PEMBUNUHAN NO
PENGGANTUNGAN PADA BUNUH DIRI
PENGGANTUNGAN PADA PEMBUNUHAN
6
Racun. Adanya racun dalam lambung korban, misalnya arsen, sublimat korosif, dll tidak bertentangan dengan kasus gantung diri. Rasa nyeri yang disebabkan racun tersebut mungkin mendorong korban untuk gantung diri
7
Tangan tidak dalam keadaan terikat, karena sulit Tangan yang dalam keadaan terikat mengarahkan dugaan pada untuk gantung diri dalam keadaan tangan terikat kasus pembunuhan
8
Kemudahan. Pada kasus bunuhdiri, biasanya tergantung pada tempat yang mudah dicapai oleh korban atau di sekitarnya ditemukan alat yang digunakan untuk mencapai tempat tersebut
Pada kasus pembunuhan, mayat ditemukan tergantung pada tempat yang sulit dicapai oleh korban dan alat yang digunakan untuk mencapai tempat tersebut tidak ditemukan
9
Tempat kejadian. Jika kejadian berlangsung di dalam kamar, dimana pintu, jendela ditemukan dalam keadaan tertutup dan terkunci dari dalam, maka kasusnya pasti merupakan bunuh diri
Tempat kejadian. Bila sebaliknya pada ruangan ditemukan terkunci dari luar, maka penggantungan adalah kasus pembunuhan
10
Tanda-tanda perlawanan, tidak ditemukan pada kasus gantung diri
Tanda-tanda perlawanan hampir selalu ada kecuali jika korban sedang tidur, tidak sadar atau masih anak-anak.
Terdapatnya racun berupa asam opium hidrosianat atau kalium sianida tidak sesuai pada kasus pembunuhan, karena untuk hal ini perlu waktu dan kemauan dari korban itu sendiri. Dengan demikian maka kasus penggantungan tersebut adalah karena bunuh diri
96. Rhinosinusitis DIAGNOSIS
CLINICAL FINDINGS
2/lebih gejala: obstruksi nasal/rhinorea ditambah nyeri wajah atau hiposmia/anosmia. • Nyeri pipi: sinusitis maksilaris RINOSINUSITI • Nyeri retroorbital: sinusitis etmoidalis S AKUT • Nyeri dahi atau kepala: sinusitis frontalis Akut bila gejala sampai 4 minggu, lebih dari 3 minggu sampai 3 bulan disebut subakut. SINUSITIS KRONIK
Kronik: > 3 bulan. Gejala tidak spesifik, dapat hanya ada 1 atau 2 dari gejala berikut: sakit kepala kronik, postnasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan tuba, sinobronkitis, pada anak gastroenteritis akibat mukopus yang tertelan.
SINUSITIS DENTOGEN
Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris, dan hanya terpisahkan oleh tulang tipis. Infeksi gigi rahang atas mudah menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe.
SINUSITIS JAMUR
Faktor risiko:pemakaian antibiotik, kortikosteroid, imunosupresan, dan radioterapi.Ciri: sinusitis unilateral, sulit sembuh dengan antibiotik, terdapat gambaran kerusakan tulang dinding sinus, atau bila ada membran berwarna putih keabuan pada irigasi antrum. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Normal sinonasal mucociliary clearance is predicated on (1) ostial patency, (2) ciliary function, and (3) mucus consistency. Impairment of any of these factors at the osteomeatal complex may result in mucus stasis, which under the proper conditions induces bacterial growth.
96. Rhinosinusitis • Sebagian besar sinusitis akut, terjadi sekunder karena: 1. 2. 3.
common cold; influenza; measles, whooping cough, etc.
• Pada 10% kasus infeksi berasal dari gigi: 1. 2.
Abses apikal, Cabut gigi.
• Organisme penyebab umumnya: Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis. Pada infeksi gigi, bakteri anaerob dapat ditemukan.
96. Rhinosinusitis • Pemeriksaan penunjang rhinosinusitis: – Foto polos: posisi waters, PA, lateral. Tapi hanya menilai sinus-sinus besar (maksila & frontal). Kelainan yang tampak: perselubungan, air fluid level, penebalan mukosa. – CT scan: mampu menilai anatomi hidung & sinus, adanya penyakit dalam hidung & sinus, serta perluasannya gold standard. Karena mahal, hanya dikerjakan untuk penunjang sinusitis kronik yang tidak membaik atau pra-operasi untuk panduan operator. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
96. Rhinosinusitis
97. TULI • Tuli konduktif: – gangguan hantaran suara di telinga luartelinga tengah
• Tuli sensorineural: – Lesi di labirin, nervus auditorius, saraf pusat
• Tuli campuran – Terdapat gabungan keduanya
97. Tuli • Tes pendengaran kualitatif: – Rinne – Weber – Schwabach – Bing • Tes pendengaran semikuantitatif: – tes bisik • Tes pendengaran kuantitatif – pure tone audiometry Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
97. TULI Rinne
Weber
Schwabach Sama dengan pemeriksa
Diagnosis
Positif
Tidak ada lateralisasi
Negatif
Lateralisasi ke telinga Memanjang yang sakit
Tuli konduktif
Positif
Lateralisasi ke telinga Memendek yang sehat
Tuli sensorineural
• Tes bisik – Panjang ruangan minimal 6 meter – Nilai normal: 5/6-6/6 Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Normal
98. OTITIS MEDIA
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
98. Otitis Media Otitis Media Akut • Etiologi: Streptococcus pneumoniae 35%, Haemophilus influenzae 25%, Moraxella catarrhalis 15%.
Perjalanan penyakit otitis media akut: 1. Oklusi tuba: membran timpani retraksi atau suram. 2. Hiperemik/presupurasi: hiperemis & edema. 3. Supurasi: nyeri, demam, eksudat di telinga tengah, membran
timpani membonjol. 4. Perforasi: ruptur membran timpani, demam berkurang. 5. Resolusi: Jika tidak ada perforasi membran timpani kembali normal. Jika perforasi sekret berkurang. 1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
98. Otitis Media Otitis Media Akut • Th: – Oklusi tuba: dekongestan topikal (ephedrin HCl) – Presupurasi: AB minimal 7 hari (ampicylin/amoxcylin/ erythromicin) & analgesik. – Supurasi: AB, miringotomi. – Perforasi: ear wash H2O2 3% & AB. – Resolusi: jika sekret tidak berhenti AB dilanjutkan hingga 3 minggu.
Hyperaemic stage
Suppuration stage 1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
98. OTITIS MEDIA Otitis media supuratif kronik • Infeksi kronik dengan sekresi persisten/ hilang timbul (> 2 bulan) melalui membran timpani yang tidak intak. •
Mekanisme perforasi kronik mengakibatkan infeksi persisten: – Kontaminasi bakteri ke telinga tengah secara langsung melalui celah – Tidak adanya membran timpani yang intak menghilangkan efek "gas cushion" yang normalnya mencegah refluks sekresi nasofaring.
•
Petunjuk diagnostik: – Otorea rekuren/kronik – Penurunan pendengaran – Perforasi membran timpani
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, & throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
99. TONSILITIS • Acute tonsillitis: – Bakteri penyebab: GABHS, pneumococcus, S. viridan, S. pyogenes. • Detritus tonsilitis folikularis • Detritus bergabung, membentuk alur tonsillitis lakunaris • Gejala: nyeri tenggotok, odinofagia, demam, malaise, otalgia. • Th: penicillin atau erythromicin
• Tonsilitis kronik – Tonsil membesar dengan permukaan tidak rata, kriptus melebar, & beberapa terisi detritus. – Gejala: rasa mengganjal, kering, & halitosis (1) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. (2) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
100. GANGGUAN PENDENGARAN • Otosklerosis – Spongiosis tulang stapes (tersering) rigid tidak bisa menghantarkan suara ke labirin – Otosklerosis terkait faktor genetik, ¼-2/3 pasien memiliki saudara dengan kelainan serupa. – Rasio perempuan: laki-laki 2:1. – Ketulian mulai timbul pada usia 10-30 tahun dan bersifat progresif.
• Gejala & tanda: – – – –
Tuli bilateral progresif, tetapi asimetrik Tinnitus Paracusis Willisii: mendengar lebih baik pada ruangan ramai Schwarte sign: membran timpani eritema karena vasodilatasi pembuluh darah promontorium. – Tuba Eustachius intak, tidak ada riwayat trauma atau penyakit telinga lain
• Terapi: stapedectomy atau stapedomy; diganti dengan prosthesis.