OSMOREGULASI
Oleh : Nama NIM Rombongan Kelompok Asisten
: : : : :
Andriani Diah Irianti B1J012011 III 3 Anisa Rahmawati
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2014
I.
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan sebagai organisme akuatik memerlukan media air sebagai habitatnya tidak terlepas dari pengaruh tekanan yang berasal dari lingkungan melalui perubahan yang terdapat di dalamnya dan pengaruh fisiologis ikan itu sendiri. Ikan memiliki kemampuan dalam beradaptasi bagi kelangsungan hidupnya. Suatu hal yang harus dihadapi ikan yaitu adanya tekanan osmotik tubuhnya. Ikan , agar dapat bertahan dengan lingkungan tempat hidupnya maka harus dapat mengaur keseimbangan tubuhnya, agar tidak kelebihan dan kekurangan air. Proses fisiologis di dalam tubuh ikan dapat berjalan dengan normal, maka diperlukan tekanan osmotik yang relatif konstan. Pengaturan tekana osmotik cairan tubuh yang layak bagi kehidupan ikan agar proses-proses fisiologisnya berjalan normal disebut osmoregulasi (Syakirin, 2007). Osmoregulasi merupakan suatu fungsi fisiologis yang membutuhkan energi, yang dikontrol oleh penyerapan selektif ion-ion yang melewati insang dan pada beberapa bagian tubuh lainnya dikontrol oleh pembuangan yang selektif terhadap garam-garam. Kemampuan osmoregulasi bervariasi bergantung suhu, musim, umur, kondisi fisiologis,jenis kelamin dan perbedaan genotif (Affandi, 2002). Salinitas menjadi faktor pembatas bagi kehidupan hewan akuatik. Osmoregulasi terjadi pada hewan perairan, karena adanya perbedaan tekanan osmosis antara larutan di dalam tubuh dan di luar tubuh. Osmoregulasi pada hewan air digunakan untuk mengontrol keseimbangan air dan ion-ion yang terdapat di dalam tubuhnya dengan lingkungan melalui sel
permeable.
Pengaturan
osmoregulasi
pada
hewan
perairan
mempengaruhi
metabolisme tubuh hewan dalam menghasilkan energi (Lantu, 2010). Perubahan salinitas dapat mempengaruhi permeabilitas dinding sel ketika salinitas mengalami perubahan. Perubahan
salinitas menyebabkan ikan mengalami kecenderungan untuk mampu atau
tidaknya melakukan keseimbangan osmotiknya dalam rangka mengatur dan berfungsi dengan normal sesuai dengan kebutuhannya, salinitas dalam suatu perairan pada media yang berbeda juga akan mempengaruhi proses metabolisme untuk pertumbuhannya (Fahn, 1991). Salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan hewan akuatik, karena merupakan faktor yang membuat organisme akuatik dapat memodifikasi peubah fisika dan kimia air menjadi satu kesatuan pengaruh yang berdampak osmotik terhadap osmoregulasi dan bioenergenetik (Karim, 2007).
Air merupakan media hidup ikan. Medium suatu perairan berbeda-beda, ada perairan tawar, laut dan payau. Ikan-ikan yang hidup pada media-media ini telah mampu beradaptasi secara berkelanjutan sampai ia mengalami mortalitas atau kematian. Cara ikan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungannya berhubungan dengan kandungan kadar garam dalam perairan. Oleh karena itu ikan mempunyai daya osmoregulasi. Batas toleransi kadar garam berbeda-beda untuk setiap jenis ikan. Ikan yang mempunyai batas toleransi yang besar terhadap salinitas disebut euryhaline, sedangkan yang mempunyai toleransi yang sempit terhadap salinitas disebut
stenohaline (Lesmana, 2001). Pentingnya
mempelajari toleransi terhadap salinitas bagi organisme perairan khususnya ikan dan mengetahui bagaimana ikan menyeimbangkan tekanan yang ada di dalam tubuh ikan itu sendiri sehingga ikan tetap dapat melangsungkan kehidupannya, maka praktikum ini menjadi begitu penting artinya untuk di laksanakan.
1.2
Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mempelajari osmoregulasi pada hewan eurihalin (hewan yang mampu hidup dalam perairan dengan salinitas yang cukup luas), ikan Nila (Oreochromis sp.) serta hewan stenohalin, ikan Nilem ( Osteochilus hasselti ) dan atau kepiting ( Scyla serrate).
II.
MATERI DAN CARA KERJA
2.1 Materi
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah gelas plastik, gunting, pinset, tabung eppendorf, handrefractometer, spuit injeksi, tip mi kropipet, jarum, mikrosentrifuge, baki plastik, osmometer, penghitung waktu, gelas ukur, kertas label dan kertas cakram. Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah benih ikan Nila (Oreochromis sp.), benih ikan Nilem ( Osteochilus hasselti ), kepiting bakau (Scylla serrata), EDTA, dan medium air dengan konsentrasi 0 ppt, 10 ppt, 20 ppt, dan 30 ppt.
2.2 Cara Kerja 2.2.1 Pengamatan Toleransi Salinitas
1. Medium air disiapkan dengan salinitas 0 ppt, 10 ppt, 20 ppt dan 30 ppt, kemudian dimasukkan ke dalam gelas plastik dan diberi label. 2. Benih Ikan Nila sebanyak 10 ekor dimasukkan ke dalam masing-masing gelas plastik secara direct transfer. 3. Pengamatan dilakukan, waktu kematian tiap ekor ikan dicatat dan dihitung Ikan yang masih hidup pada masing-masing gelas plastik setelah 10, 20, 30 dan 40 menit, serta 24, 48, 72, dan 96 jam. 4. Medium air disiapkan lagi dengan salinitas 10 ppt kemudian dimasukkan ke dalam gelas plastik dan diberi label. 5. Benih ikan Nila sebanyak 10 ekor dimasukkan ke dalam gelas plastik secara gradual transfer.
6. Pengamatan dilakukan, waktu kematian tiap ekor ikan dicatat dan dihitung ikan yang masih hidup pada masing-masing gelas plastik setelah 24, 48, 72, dan 96 jam. 7. Persentase sintasan dihitung menggunakan rumus.
2.2.2 Pengukuran Osmolalitas Plasma dan Medium
1. Sampel darah ikan Nila diambil dengan spuit injeksi yang telah dibasahi terlebih dahulu dengan EDTA. 2. Darah yang telah diambil dipindahkan dari spuit ke tabung eppendorf. 3. Darah disentrifugasi selama 15 menit pada kecepatan 3500 rpm.
4. Plasma darah diambil sebanyak 10 µl menggunakan mikropipet. 5. Osmolalitas plasma darah diukur menggunakan osmometer. 6. Kapasitas osmoregulasi dihitung.
2.2.3 Pengukuran Osmolalitas Hemolimfe pada Kepiting
1. Sampel hemolimfe kepiting diambil dari bagian ruas-ruas kaki yang paling dekat dengan tubuh kepiting dengan spuit injeksi berukuran 1 mL. 2. Hemolimfe yang telah diambil dipindahkan dari spuit ke tabung eppendorf. 3. Hemolimfe diambil sebanyak 10 µl m enggunakan mikropipet. 4. Osmolalitas hemolimfe kepiting diukur menggunakan osmometer. 5. Kapasitas osmoregulasi dihitung.
III.
3.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 3.1.1 Pengamatan Sintasan Ikan Nila ( Oreochromis sp.) Transfer No
Salinitas (ppt)
1 2 3 4
0 10 20 30
No
Salinitas (ppt)
1 2 3 4
0 10 20 30
pada Perlakuan Direct
10 100% 100% 100% 10%
Waktu Pengamatan ( menit) 20 30 100% 100% 100% 100% 100% 100% 0% 0%
40 100% 100% 90% 0%
24 70% 100% 0% 0%
Waktu Pengamatan (jam) 48 72 60% 0% 100% 100% 0% 0% 0% 0%
96 0% 60% 0% 0%
Tabel 3.1.2 Pengamatan Sintasan Ikan Nilem ( Osteochilus hasselti ) pada Perlakuan Direct Transfer
No
Salinitas (ppt)
1 2 3 4
0 10 20 30
No
Salinitas (ppt)
1 2 3 4
0 10 20 30
10 100% 90% 30% 0%
Waktu Pengamatan ( menit) 20 30 100% 100% 90% 90% 30% 20% 0% 0%
40 100% 90% 20% 0%
24 0% 0% 0% 0%
Waktu Pengamatan ( jam) 48 72 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0%
96 0% 0% 0% 0%
Tabel 3.1.3 Pengamatan Sintasan Nila ( Oreochromis sp.) pada Perlakuan Gradual Transfer No
Salinitas (ppt)
1 2 3 4
0 10 20 30
24 60%
Waktu Pengamatan ( jam ) 48 72
96
60% 0% 0%
Tabel 3.1.4 Pengamatan Sintasan Ikan Nilem ( Osteochilus hasselti ) pada Perlakuan Gradual Trannsfer
No
Salinitas (ppt)
1 2 3 4
0 10 20 30
24 100%
Waktu Pengamatan ( jam ) 48 72
96
80% 0% 0%
Tabel 3.1.5 Pengamatan Osmolalitas Plasma dan Medium Ikan Nila ( Oreochromis sp.) Osmolalitas No
Kapasitas
Salinitas Plasma
Medium
Osmoregulasi
1
0
769
163
4,66
2
10
479
253
1,89
3
20
383
370
1,04
4
30
425
730
0,58
5
0
622
165
7,77
Tabel 3.1.6 Pengamatan Osmolalitas Plasma dan Medium Kepiting ( Scylla serrata) Osmolalitas No
Kapasitas
Salinitas Hemolimfe
Medium
Osmoregulasi
1
0
853
165
5,06
2
10
1177
253
4,65
3
20
1295
370
3,5
4
30
938
739
1,27
5
0
831
165
5,04
Grafik 3.1.1 Pengamatan Osmolalitas pada Ikan Nila dan Kepiting
Grafik Osmolalitas pada Ikan Nila dan Kepiting 6 i 5 s a l u g 4 e r o m s 3 O s a t i s 2 a p a K
Kapasitas Osmoregulasi Ikan nila Kapasitas Osmoregulasi Kepiting
1 0 0
10
20
Salinitas (ppt)
30
40
3.2
Pembahasan
Hewan uji yang digunakan oleh kelompok 3 rombongan III untuk pengamatan toleransi salinitas adalah benih ikan Nila ( Oreochromis sp.). Uji toleransi salinitas yang digunakan adalah 0, 10, 20 dan 30 ppt secara direct transfer selama 10, 20, 30 dan 40 menit, serta 24, 48, 72 dan 96 jam dan secara gradual transfer dengan salinitas 20 ppt selama 24, 48, 72 dan 96 jam. Hasil sintasan yang diperoleh dari data pengamatan sintasan ikan Nila secara direct transfer pada salinitas 0, 10 dan 20 ppt dalam selang waktu 10 menit menunjukkan bahwa semua ikan Nila hidup namun pada salinitas 30 ppt ikan Nila yang hidup hanya 10%. Salinitas 0, 10 dan 20 ppt semua ikan Nila hidup dalam waktu 20 menit dan pada salinitas 30 ppt semua ikan Nila mati. Salinitas 0, 10 dan 20 ppt ikan Nila masih hidup kecuali pada salinitas 30 ppt semua ikan Nila mati. Salinitas 0 dan 10 ppt pada menit 40 semua ikan Nila hidup, namun pada salinitas 20 ikan Nila yang hidup 90% sedangkan pada 30 ppt semua ikan Nila mati. Hasil yang dilakukan secara gradual transfer ikan Nila yang hidup pada waktu 24 jam yaitu 60%, pada waktu 48 jam juga 60%, namun pada waktu 72 jam semua semua ikan Nila. Hal ini menunjukan bahwa ikan nila termasuk ikan yang mempunyai osmoregulasi yang tinggi dan termasuk hewan eurihalin. Menurut Tang (2009), hewan eurihalin mempunyai kemampuan untuk bertahan hidup pada medium yang berkadar garam tinggi, sehingga dapat mengendalikan fungsi osmoregulasi yang berhubungan dengan komposisi cairan ekstraseluler dalam tubuhnya yaitu plasma, getah bening dan cairan interstitial. Toleransi salinitas pada Ikan Nilem yang dilakukan oleh kelompok 4 rombongan III, untuk uji toleransi salinitas yang digunakan adalah 0, 10, 20 dan 30 ppt secara direct transfer selama 10, 20, 30 dan 40 menit, serta 24, 48, 72 dan 96 jam dan secara gradual transfer dengan salinitas 30 ppt selama 24, 48, 72 dan 96 jam. Hasil sintasan yang diperoleh
dari data pengamatan sintasan ikan Nilem secara direct transfer pada menit ke 10 dan 20 untuk salinitas 0 menunjukan ikan Nilem hidup semua, untuk salinitas 10 ppt yang hidup 90%, salinitas 20 ppt yang hidup 30% dan 30 ppt menunjukkan bahwa semua ikan Nilem hidup. Hasil untuk menit 30 dan 40 pada salinitas 0 ppt semua ikan Nilem hidup semua, salinitas 10 ppt ikan yang hidup 90% dan salinitas 20 ppt ikan Nilem yang hidup hanya 20%. Hasil yang dilakukan secara gradual transfer ikan Nilem yang hidup pada waktu 24 jam semua Ikan Nilem mati. Hal ini menunjukkan kesesuaian bahwa ikan Nilem merupakan ikan stenohalin yaitu ikan yang tidak dapat beradaptasi pada dua lingkungan berbeda yang mampu berpindah dari perairan tawar ke perairan laut dan sebaliknya, ikan Nilem memiliki sifat hipertonik yakni kadar konsentrasi pada plasma darah lebih tinggi daripada nilai
konsentrasi medianya. Ikan Nilem tidak mampu beradaptasi terhadap lingkungan dengan salinitas tinggi (Hurkat and Mathur, 1976). Hasil pengukuran osmolalitas pada ikan Nila salinitas 0 yang dilakukan kelompok 1 menghasilkan Osmolitas plasma 769 mmol/kg sedangkan medium 163 mmol/kg sehingga dihasilkan kapasitas osmoregulasinya 4,66 dan untuk kelompok 5 Osmolalitas plasma 622 mmol/kg sedangkan untuk medium 165 mmol/kg sehingga dihasilkan kapasitas osmoregulasinya 7,77 .
Salinitas 10 yang dilakukan oleh kelompok 2 menghasilkan
osmolalitas plasma 479 mmol/kg sedangkan untuk medium 253 mmol/kg sehingga dihasilkan kapasitas osmoregulasinya 1,89. Salinitas 20 ppt yang dilakukan oleh kelompok 3 menghasilkan osmolalitas plasma 383 mmol/kg sedangkan untuk medium 370 mmol/kg sehingga dihasilkan kapasitas osmoregulasinya 1,04 . Salinitas 30 yang dilakukan oleh kelompok 4 menghasilkan osmolalitas plasma 425 mmol/kg sedangkan untuk medium 739 mmol/kg sehingga dihasilkan kapasitas osmoregulasinya 0,58. Hasil pengukuran osmolalitas pada kepiting untuk salinitas 0 ppt yang dilakukan kelompok 1 menghasilkan osmolitas hemolimfe 853 mmol/kg sedangkan medium 165 mmol/kg sehingga dihasilkan kapasitas osmoregulasinya 5,06 dan untuk kelompok 5 Osmolalitas hemolimfe 831 mmol/kg sedangkan untuk medium 165 mmol/kg sehingga dihasilkan kapasitas osmoregulasinya 5,04. Salinitas 10 ppt yang dilakukan oleh kelompok 2 menghasilkan osmolalitas hemolimfe 853 mmol/kg
sedangkan untuk medium 253
mmol/kg sehingga dihasilkan kapasitas osmoregulasinya 4,65. Salinitas 20 ppt yang dilakukan oleh kelompok 3 menghasilkan osmolalitas hemolimfe 1295 mmol/kg sedangkan untuk medium 370 mmol/kg sehingga dihasilkan kapasitas osmoregulasinya 3,05 . Salinitas 30 yang dilakukan oleh kelompok 4 menghasilkan osmolalitas hemolimfe 938 mmol/kg sedangkan untuk medium 739 mmol/kg sehingga dihasilkan kapasitas osmoregulasinya 1,27. Hasil percobaan menunjukkan bahwa semakin tinggi salinitas, semakin kecil kapasitas osmoregulasinya. Ikan Nila dan kepiting bakau digolongkan dalam hewan perairan eurihalin. Hewan ini bersifat hipertonik terhadap air tawar, sehingga bila dimasukkan dalam air dengan salinitas tinggi maka akan bersifat hipotonik terhadap lingkungan barunya yang ditandai dengan semakin kecil kapasitas osmoregulasinya. Kapasitas osmoregulasi dapat diperoleh dari hasil bagi antara osmolalitas plasma darah dangan osmolalitas media (Hurkat and Mathur, 1976). Osmolalitas plasma dan media dapat diukur dengan osmometer. Metode yang digunakan adalah metode pengukuran tekanan uap, yang merupakan metode tercepat dan termudah untuk menentukan osmolalitas. Alat ini bisa digunakan pada suhu kamar dengan sampel harus dalam keadaan keseimbangan alami, karena jika viskositas
sampel tinggi atau dalam kondisi lain yang dapat mengganggu penentuan titik beku dapat terjadi kesalahan pada data yang diperoleh (Lestari, 2010). Osmoregulasi adalah upaya hewan air untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara tubuh dan lingkungannya, atau suatu proses pengaturan tekanan osmosis. Menurut Isnaeni (2006), osmosis adalah pergerakan air dari cairan yang mempunyai kandungan air lebih tinggi (yang lebih encer) menuju ke cairan yang mempunyai kandungan air yang lebih rendah (yang lebih pekat). Mekanisme osmoregulasi meliputi volume air, kandungan zat terlarut dan distribusi zat terlarut. Makhluk hidup mempertahankan kekonstanan volume air dalam tubuhnya melalui mekanisme dimana jumlah air yang masuk harus sama dengan jumlah air yang keluar (Soetarto, 1986). Regulasi ion dan air pada hewan akuatik dapat terjadi secara hiperosmotik dan isoosmotik. hipertonik atau hiperosmotik, yaitu pengaturan secara aktif konsentrasi cairan tubuh yang lebih tinggi dari konsentrasi media, misalnya pada potadrom (ikan air tawar). Isoosmotik yaitu konsentrasi cairan tubuh sama dengan konsentrasi media, misalnya ikanikan golongan eurihalin seperti Ikan Nila (Fujaya , 2004). Berdasarkan kemampuan adaptasi terhadap tingkat salinitas maka hewan air dapat diklasifikasikan dalam stenohalin dan eurihalin. Stenohalin merupakan hewan yang hanya mampu bertahan pada lingkungan salinitas yang sempit, sedangkan eurihalin merupakan hewan yang mampu bertahan pada tingkat salinitas yang beragam. Contoh ikan euriharin adalah Cyprinodon variegates, Mozambique tilapia, Morone saxatillis (Prosser, 1961).
Menurut Djarijah (1995),
menyebutkan ikan Nilem termasuk stenohalin yaitu mempunyai toleransi terhadap salinitas yang sempit yaitu mencapai 35 ppt, sedangkan pertumbuhan optimalnya berkisar antara 010 ppt, untuk ikan eurihalin yaitu yang mempunyai toleransi terhadap salinitas yang luas, contohnya ikan Nila, toleransi salinitasnya mencapai 60 ppt. Ikan Nila bersifat hiperosmotik pada salinitas 0 dan 5 ppt. Salinitas 20 dan 25 ppt, ikan Nila bersifat hipoosmotik. Menurut pernyataan Hoar (1984), berdasarkan kemampuan osmoregulasinya, hewan dibagi menjadi dua kelompok yaitu osmoregulator dan osmokonformer. Osmokonformer merupakan hewan yang konsentrasi osmotik cairan tubuhnya berubahubah sesuai dengan konsentrasi lingkungan eksternalnya misalnya pada ikan laut. Osmoregulator adalah hewan yang konsentrasi cairan tubuhnya konstan terhadap konsentrasi lingkungan eksternalnya, Ikan Nila termasuk dalam kelompok osmoregulator. Menurut Grosell (2006), hewan tipe osmokonformer atau ionokonformer banyak ditemukan pada species Agnatha yang tidak dapat meregulasi tekanan osmotiknya dan konsentrasi osmolalitasnya terlampau besar di perairan laut. Hewan tipe osmokonformer dan ionoregulasi juga dapat ditemukan pada jenis elasmobranch dan coelacanth yang
konsentrasi NaCl pada osmolalitas plasma hanya mencapai 1/3 bagian. Osmoregulasi pada +
hewan teleostei dapat dicapai dengan cara meregulasikan elektrolit ekstraseluler (Na dan -
Cl ). Perbedaan antara Ikan air Tawar dan Ikan air Laut terletak dalam mempertahankan kandungan garam. Ikan air tawar memiliki konsentrasi garam pada tubuhnya lebih tinggi dibandingkan lingkungannya, untuk mengatasi hal tersebut Ikan air Tawar memiliki beberapa cara diantarnya ikan akan mengkonsumsi air dalam jumlah sedikit dan akan memproduksi urine dalam jumlah banyak namun encer. Ikan air Laut memiliki konsentrasi konsentrasi garam pada tubuhnya lebih rendah dibandingkan dengan kandungan garam yang ada di lingkungannya, maka garam cenderung masuk ke tubuh ikan untuk mengatasi hal itu ikan air Laut harus menggunakan ginjalnya serta pompa ionnya untuk mengeluarkan kelebihan garam (Lantu, 2010). Ikan air Laut akan banyak meminum air namun urin yang dihasilkan pekat dan Ikan air Laut memiliki dinding sel tubuh yang lebih tebal dibandingkan dengan Ikan air Tawar. Mekanisme osmoregulasi diawali dari difusi substansi keluar tubuh ikan melalui insang. Rasio insang dengan permukaan tubuh sangat mempengaruhi pada difusi tersebut. Produksi urin per berat tubuh dan per unit waktu dipengaruhi oleh rasio insang-insang yang luas pada ikan mengakibatkan air lebih banyak berdifusi keluar sehingga ikan mengalami dehidrasi. Garam akan mengalir masuk sehingga ikan tidak mampu lagi melakukan mekanisme osmoregulasi, akibatnya ikan akan mengalami kematian (Lagler, 1977). Proses pengaturan regulasi pada tubuh ikan adalah sebagai berikut: Ikan air tawar karena tubuhnya hipertonik terhadap medium maka ia akan mengekspresikan kelebihan air melalui mekanisme yang menyebabkan urinnya menjadi encer. Kelebihan air ini disebabkan oleh adanya air lingkungan masuk ke dalam tubuh melalui difusi. Ikan air tawar bila dipindahkan ke air laut maka keadaan tubuhnya akan menjadi hipotonik terhadap lingkungan. Keadaan ini menyebabkan air keluar dari tubuh sehingga kadar garam di dalam tubuh akan meningkat. Seiring meningkatnya kadar garam dalam tubuh, ikan yang melakukan mekanisme ini disebut euryhalin, sedangkan yang tidak melakukan mekanisme ini disebut stenohalin (Schmidt dan Nielsen, 1990). Osmoregulasi ikan laut mempunyai osmolalitas cairan ekstraseluler antara 300-350 mosmol/kg dan sebagai akibatnya air hilang melalui difusi secara terus-menerus sehingga kondisi lingkungan eksternalnya hipertonik (1,000 mosmol/kg) (Grosell and Genz, 2006). Pengaturan air dan ion dalam tubuh dengan sejumlah mekanisme yang dilakukan untuk mengatasi problem osmotik dan mengatur perbedaan diantara intra sel dan ekstra sel dan diantara ekstrasel dengan lingkungan secara kolektif disebut Mekanisme Osmoregulasi
(Evans, 1998). Mekanisme osmoregulasi meliputi volume air, kandungan zat terlarut dan distribusi zat terlarut. Mahluk hidup mempertahankan kekonstanan volume air dalam tubuhnya melalui mekanisme dimana jumlah air yang masuk harus sama dengan jumlah air yang keluar (Soetarto, 1986). Mekanisme osmoregulasi ikan air tawar yaitu ikan air tawar yang selalu kemasukan air terus menerus dari lingkungannya yang hipertonik. Ikan air tawar harus mengeluarkan air berlebih dengan memaksanya kembali ke lingkungan agar terhindar dari pengenceran fluida tubuhnya dengan menggunakan ATP untuk kontraksi jantung yang mengakibatkan tekanan memaksa darah keluar dari glomerolus ke dalam kapsul Bowman. Sebagian besar dari limbah nitrogen (termasuk NH 3) pada ikan sebenarnya keluar tubuh karena difusi keluar dari insangnya (Kimball, 1987).
IV.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Osmoregulasi
adalah
mekanisme
atau
upaya
hewan
air
untuk
mengontrol
keseimbangan air dan ion antara tubuh dan lingkungannya, atau suatu proses pengaturan tekanan osmosis. Mekanisme ini dilakukan dengan dua cara, yaitu osmokonformer dan osmoregulator. 2. Ikan Nilem (Osteochilus hasselti ) termasuk hewan osmoregulator dan stenohalin (tidak mampu hidup pada salinitas tinggi), ikan Nila ( Oreochromis sp.) termasuk hewan osmoregulator dan eurihalin (mampu hidup pada salinitas tinggi), sedangkan kepiting bakau (Scylla serrata) termasuk hewan eurihalin. 3. Semakin
tinggi
salinitas,
semakin
kecil
kapasitas
osmoregulasinya.
Kapasitas
osmoregulasi dapat diperoleh dari hasil bagi antara osmolalitas plasma darah dangan osmolalitas media yang diukur menggunakan o smometer.
DAFTAR REFERENSI
Affandi, R., 2005. Fisiologi Ikan (Pencernaan dan Penyerapan Makanan). Manajemen Sumberdaya Perairan. IPB Bogor Djarijah, A. S. 1995. Nila Merah; Pembenihan dan Pembesaran Secara Intensif. Kanisius, Yogyakrta. Evans, D.H. 1997. The Physiology of Fishes Second Editions. CRC Press, New York. Fahn, A. 1991. Anatomi Hewan Edisi Ketiga. Gajah Mada Universitas Press, Yogyakarta. Fujaya, Yushita. 2004. Fisiologi Ikan. Asdimahasatya, Jakarta. Grosell, M. 2006. Intestinal Anion Exchange in Marine Fish Osmoregulation. Journal of Experimental Biology. Vol. 209 : 2813-2827. Grosell, M. and Genz J. 2006. Ouabain-sensitive bicarbonate secretion and acid absorption by the marine teleost fish intestine play a role in osmoregulation. Am J Physiol Regulatory Integrative Comp Physiol 291:1145-1156, 2006. First published May 18, 2006; nd
Hoar, W. S. 1984. General and Comparative Physiology 3 . Prentice Hall of India Private Limited, New Delhi Hurkat, D. C. and P. N. Marthur. 1976. A Text Book of Animal Physiology . S. Chand and Co CPJ, New Delhi. Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius, Jakarta. Karim, M. Y. 2006. Perubahan Osmolaritas Plasma Larva Ikan Bandeng ( Chanos Chanos) Sebagai Respon Adaptasi Salinitas. J. Sains & Teknologi , Vol. 6 (3): 143 –148 Kimball, J. W. 1987. Biologi Jilid I. Erlangga, Jakarta. Lagler, F. 1977. Ichtiology. John Willey & Sons Inc, New York. Lantu, S. 2010. Osmoregulasi pada Hewan Akuatik. Jurnal Perikanan dan Kelautan VI (1) : 46-50. Lesmana, D. 2001. Kualitas Air Untuk Ikan Hias Air Tawar . Penebar Swadaya, Jakarta. Lestari. 2010. http://lestari.blogspot.com/2010/alat-pengukur-osmolalitas. Diakses pada tanggal 30 Maret 2014. Prosser, C. 1961. Comparative Animal PhysiologySecond Edition. W.B Saunders Company, London. Schmidt-Nielsen, K., 1990. Animal Physiologi. Adaptation and Environment. Cambridge University Press, London, UK. Soetarto. 1986. Biologi . Widya Duta, Surakarta.
+
+
Syakirin, M. Bahrus. 2007. Mekanisme Pompa Natrium (Na - K ) pada Osmoregulasi Ikan bertulang sejati (Teleost). Jurnal Pena Akuatika 1(1): 24-33. Tang, Cheng-Hao, Tzeng, Ching-San, Hwang, Lie-Yueh and Tsung-Han Lee. 2009. Constant Muscle Water Content and Renal HSP90 Expression Reflect Osmotic Homeostasis in Euryhaline Teleosts Acclimated to Different Environmental Salinities. Zoological Studies 48(4): 435-441. .