MAKALAH Continouos Ambulatory Peritoneal Dialysis Sejarah dan perkembangan dialysis peritoneal. Ruang Hemodialisa RSSA Malang 2007
1.Editorial Peritoneal Dialysis – dari dulu hingga sekarang Ketika simptom uremia terdapat pada tubuh, ini merupakan pertanda bahwa ginjal tidak berfungsi secara normal atau telah berheenti menyaring racun dari darah. Berasal dari bahasa yunani “uremia” menunjukkan bahwa kewaspadaan akan penyakit ini jauh daripada kemampuan kita dalam mengobati orang yang terkena penyakit ini. Hanya dalam beberapa ratus tahun penelitian medis telah mampu untuk meletakkan landasan untuk mengganti fungsi ginjal melalui dialisis. Secara esensial, terdapat dua tipe dialisis: hemodialisis diutamakan pada 90% pasien dialisis, dan peritoneal dialisis. Untuk kali ini kami akan coba memberikan laporan detil tentang peritoneal dialisis.Metode d ialisis.Metode perawatan rumahan dialisis menggunakan peritoneum sebagai membran dialisis Kemajuan pertama pada perawatan tipe ini terjadi pada tahun 1920an, tapi masih membutuhkan bebeerapa penemuan pada dekade selanjutnya untuk membuat dialisis peritoneal dapat diakses pada sejumlah besar pasien dengan penyakit ginjal. Kemajuan ini dicapai dengan mendedikasikan pada dokter dan ilmuan yang mengerahkan usaha dan penemuan- penemuan untuk selalu meningkatkan kemungkinan perawatan. Pada lembar berikut, kami memberikan pengenalan pada sejarah yang mempesona pada dilisis peritoneal dan penemuanpenemuan yang, pada hari ini, membantu memastikan kehidupan yang lebih panjang dan lebih baik pada lebih dari 160.000 pasien dialisis peritoneal diseluruh dunia. 2.Dasar dialisis peritoneal Seperti yang telah dijelaskan didepan, dialisis peritoneal adalah salah satu dari suatu suatu metode yang dikembangkan untuk menghilangkan racun dan kelebihan air dari tubuh manusia. Lapisan abdomen (peritoneum) adalah sebuah membran tipis dan berkilau yang memiliki permukaan dengan luas dua meter persegi dan menutupi seluruh rongga abdomen. Karena peritoneum memiliki sirkulasi darah yang bagus, ini merupakan sebuuah filter membran alami yang sempurna. Dialisis peritoneal memanfaatkan karakteristik tersebut. Pertama, sebuah cairan spesial- cairan dialisis (dialisat. red:)dimasukan pada interval reguler pada rongga abdominal melalui kateter. Cairan ini berada di dalam peritoneum dan membuat metabolisme yang bergerak dari pembuluh darah yang kecil menuju cairan dialisis. Dengan metabolit yang terkenal, seperti urea dan creatinine, seperti sejumlah substansi yang lain yang berkumpul dalam darah pada pasien dialisis tapi secara normal dihilangkan oleh ginjal yang sehat. Cairan dialisis membawa substansi baru. Sebagai tambahan pada metabolisme, kelebihan air juga harus dipindahkan dari tubuh pasien. Karena itu, gula ditambahkan pada cairan dialisis dengan konsentrasi jauh lebih tinggi dari pada yang ada dalam darah. Hal ini hanya h anya memberi satu opsi tersebut kemudian dipindahkan beberapa jam kemudian melalui kateter dan digantikan
dengan cairan yang atas penyeimbangan konsentrasi: aliran air dari darah melewati membran dan menuju cairan dengan isi gula yang tinggi.
3.Langkah pertama menuju dialisis peritoneal Istilah Kata “peritoneum” merujuk p ada bahasa Yunani “peritonaion” dan berarti “merentangkan”. Pengusaha pemakaman pada jaman Mesir kuno merupakan orang pertama yang melihat selaput perut (peritoneum) ketika mereka mempersiapkan organ pada saat influential gaya Mesir. Tabib yunani yang sangat terkenal Galen dan sarjana medis mempelajari abdomen yang terbuka pada gladiator yang terluka. Ahli anatomi dan ahli bedah terdahulu menguraikan ukuran dan ciri membran peritoneal tapi gagal untuk menemukan detil struktur dan fungsinya. Penelitian tersebut diikuti oleh Friedrich Daniel von Recklinghausen pada tahun 1862, yang memberikan penjelasan ilmiah pertama kali mengenai komposisi sel-sel peritoneum. Proses transport metabolis Pada tahun 1877, orang Jerman yaitu G. Wegner melakukan experimen pertama pada hewan untuk mengamati proses transportasi metabolis yang terjadi pada peritoneum. Sebagai contoh, dia menyuntikkan cairan dengan bermacam isi dan temperatur cairan pada kelinci dan menemukan Inilah bahwa G. sebuah Wegner konsentrasi cairan gula bisa menjadikan peningkatan jumlah pada rongga abdomen. cara menemukan basis dalam menggunakan peritoneum sebagai pemindahan cairan, atau ultrafiltrasi peritoneal. Pada tahun 1894, dua orang inggris, Ernest Henry Starling dan Alfred Herbert Tubby, menemukan bahwa pemindahan cairan melalui peritoneum diakibatkan oleh pembuluh darah pada membran Perawatan pertama pada manusia Stephen Hales dan Christopher Warrick, seorang ahli bedah dari Inggris, meletakkan “batu pertama” bagi dialisis peritoneal padä manusia pada tahun 1744: mereka mencoba pada pasien berumur 50 tahun dengan ascites pada pemindahan kelebihan cairan abdominal yang pertama dari perempuan sebelum menggunakan pipa kulit untuk menginfus cairan berisi 50% air dan 50% anggur (wine) pada abdomennya. Bagaimanapun, dialisis peritoneal pertama pada pasien uremic dilakukan lagi beberapa waktu kemudian di Universitas Wurzburg oleh George Ganter. Pada tahun 1 923, setelah melakukan eksperimen pada hewan, dia menginfus satu setengah liter cairan fisiologis – dengan konsentrasi garam yang sama dengan darah manusiadalam abdomen pada wanita yang menderita buntu pada saluran kencing (ureter). Walaupun terapi pada wanita itu mengurangi gejala sementara, tapi pasien tersebut meninggal beberapa waktu kemudian. Antara tahun 1942 dan 1938, sejumlah tim medis di Amerika Serikat dan Jerman melakukan perawatan dialisis peritoneal pertama- secara berkala- dan membuktikan bahwa prosedur tersebut bisa menjadi pengganti sementara fungsi alami ginjal. Pada tahun berikutnya, seleksi material yang seksama seperti p orselen, logam, latex dan kaca yang bisa disterilkan, membuatnya bisa dipastikan kondisi higienis yang layak selama dialisis peritoneal. Namun, prosedur tersebut hanya untuk pemakaian terbatas, sebagian besar dalam kaitannya dengan kurangnya metode yang aman dalam akses abdomen pasien. 4.Kateter dialisis peritoneal Akses yang aman ke abdomen pada dialisis peritoneal
disediakan oleh kateter. Dahulu, kateter tersebut berasal dari sebuah pipa logam kecil, yan digunakan untuk mengakses ke rongga abdomen. Tapi kemudian digantikan oleh selang oksigen dikemudian hari. Pada tahun 1952 Southwestern Medical School di Arthur Grollman dari Dallas mengembangkan sebuah kateter yang membuat perawatan dialisis peritoneal layak pada pasien dengan kerusakan ginjal kronis. Grollman menggunakan wadah satu liter dengan sebuah tutup
dimana pipa plastik dipasangkan. Ide revolusionernya menggunakan kateter yang fleksibel daripada pipa yang kaku., seperti yang lakukan pada masa lalu. Sebagai tambahan, ujung pipa yang tetap di rongga abdomen memiliki beberapa lubang kecil untuk mengoptimalkan pemasukan dan pengeluaran cairan dialisis. Pada waktu perang Korea, seorang Amerika Paul Doolan mengembangkan sebuah kateter untuk pemakaian jangka panjang pada tahun 1959. terbuat dari polyethylene dan memiliki geometri unik pada lubang untuk mencegah penyumbatan, dan memaksimalkan jumlah aliran. Richard Ruben, seorang Amerika yang lain melakukan dialisis peritoneal pertama selama periode tujuh bulan, menggunakan pipa Doolan sebagai pipa permanen yang bisa tetap berada dirongga abdomen. Hal ini menunjukkan bahwa para peneliti tidak hanya bertujuan untuk merawat pasien dengan penyakit akut tapi juga pasien dengan gagal ginjal kronis. Pada tahun 1968, seorang Amerika yang Henry dinamai Tenckhoff dengan mengembangkan sebuah kateter namanya. Kemudian, penggunaan secara luas kateter telah membuatnya mungkin untuk merawat pasien dengan gagal ginjal kronis menggunakan penyakit peritoneal. Bagaimanapun, “teknik pelubangan yang berulang” berarti meletakkan pipa baru pada rongga abdomen untuk tiap perawatan. Prosedur yang memakan waktu ini mengganggu pasien dan anggota medis. Tenckhoff sendiri telah melakukan pekerjaan hebat dengan tetap membuat kateter pada waktu liburnya. Jadi kateter permanennya tidak hanya menyediakannya dengan waktu luang yang lebih panjang, tapi juga memberikan pertolongan pada dialisis peritoneal lebih luas. Kateter Tenckoff masih digunaka n sampai sekarang. Terbuat dari silikon, memiliki satu atau dua kancing yang mecmudahkan pipa naik ke peritoneum (selaput perut) dan masuk lapisan dalam jaringan penghubung. 5.Kantong dan tabung Sebagai tambahan pada kateter, perkembangan kantong dan tabung juga memberi peranan yang menentukan pada kesuksesan jangka panjang dialisis peritoneal. Pada kesulitan yang umum, radang selaput perut (peritonitis) mengurangi penyebaran (CAPD) Sampai musim gugur tahun 1987, larutan dialisis peritoneal (Dialysat) hanya tersedia dalam kantong kaca, tersambung pada pipa permanen dengan tabung plastik. Pasien harus menyertakan tabung pada pipa kapanpun mereka menambah atau memindah cairan. Karena banyaknya penyambungan dan pelepasan, bahaya infeksi peritoneal selalu bisa terjadi. Dimitrous Oreopolus dari Toronto akhirnya membuat CAPD yang praktis dengan memperkenalkan wadah plastik pembuangan, yang mengurangi jumlah peritonitis dengan signifikan. Ketika cairan dialisis dipergunakan pada rongga abdominal, wadah plastik bisa digulung dan tetap terhubung pada tubuh pasien dalam jangka waktu perawatan. Untuk memindahkan cairan, wadah gulungan dibuka dan gaya gravitasi kantong dipindahkan dari pipa dan menarik cairan yang baru dialis yang digunakan dalam kantong. Pada akhir prosedur, kantong disambungkan. Teknologi baru ini menawarkan kenyamanan dan privasi bagi pasien. Dialysis Peritoneal Mandiri Berkesinambungan. Beberapa tim peneliti Itali juga membuat kontribusi yang b erharga pada pencegahan peritonitis, yang paling terkemuka Umberto buoncristiani dari Perugia, yang menemukan sistem-Y (Y-set System). Sistem ini mengikutkan sebuah kantong kosong dan dihubungkan pada sistem, berbentuk mirip huruf Y. Pertama-tama, penggunaan cairan dialisis dialirkan menuju kantong kosong, membawa bakteri yang mungkin dari kateter. Kemudian cairan dialisis baru dibilas melalui tabung dan menuju kantong selama kira-kira tiga detik. Koneksi ke rongga abdomen tetap tertutup selama proses ini. Ketika tabung telah dibilas, konektor kateter pasien dibuka dan cairan PD yang baru dimasukkan pada rongga (prinsip bilassebelum-mengisi). Tergantung pada sistem, aliran cairan PD (drainase, bilas, mengisi) dikontrol dengan pengapit alat yang kemudian disebut Twist Clamp. Teknologi ini memainkan peranan
penting dalam menurunkan jumlah peritonitis. Keuntungan yang lain: pasien tidak harus membawa kantong yang terhubung pada tubuhnya. Sistem dua wadah adalah pengembangan pada sistem-Y. Inovasi ini tidak hanya menyediakan wadah kosong yang terhubung pada bentuk sistem tabung Y, tapi juga sebuah kantong dengan cairan dialisis yang baru. Pemindahan ini yaitu koneksi yang lain dan juga kekurangan lain yaitu resiko infeksi. Dua kan tong adalah kesimpulan yang sangat sukses dalam usaha kepeloporan dalam mengurangi jumlah peritonitis pada dialisis peritoneal. 6.Zaman Penggunaan Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) CAPD (Eng. Red:) atau Dialysis Peritoneal Mandiri
Berkesinambungan DPMB. bermula dari Austin, Texas, pada tahun 1975, ketika Robert Popovich dan Jack Moncrief beriskusi tentang terapi dialysis Masalah pada tersebut pasien yang tidak bisa hemodialysis. membuat Dr. Popovich mengembangkan perencanaan kalkulasi berdasar jumlah dan lama waktu tinggal cairan dialisis di dalam abdomen (Dwell Time), menentukan pemindahan yang efektif pada racun uremic. Dia menyimpulkan bahwa sebuah wadah dua liter kantong harus diganti lima kali dalam sehari dan cairan PD harus secara konstan tetap pada tubuh pasien. Sayangnya, penemuan mereka itu tidak ditanggapi secara serius oleh Komite tahun Medis. 1 978, Tapi ketika medis prosedur Popovich kemudian yang dan Moncrief yakin. memperkena lkan kesuksesan klinis yang selanjutnya pada komunitas dengan menjadi Dibandingkan sebentar-sebentar (intermittent), metode yang mereka kembangkan membuatnya mungkin untuk memindahkan cairan dan menyaring darah lebih stabil dan terus menerus. 7.Automated Peritoneal Dialysis (APD) Sebagai tambahan untuk menurunkan jumlah infeksi, biaya untuk staff medis dan material harus diturunkan. Mesin d ialisis peritoneal terotomatisasi (APD) dikembangkan untuk tujuan tersebut. APD menggunakan sebuah mesin yang bisa diprogram, atau alat yang mengontrol jumlah, isian, lama waktu dan drainase cairan. Pada pada tahun 1981, jose Diaz –Buxo menawarkan Continous Cyclic Peritoneal Dialysis (CCPD), yang sekarang paling umum digunakan pada metode APD. Disini, kelebihan air dan racun dipindahkan dari pasien pada malam hari menggunakan 10 sampai 15 liter cairan dialisis. Selama waktu itu, satu atau dua setengah cairan dialisis tetap tersisa di rongga abdomen. 8. Baru, cairan biocompatible dialisis peritoneal Cairan PD memiliki peranan penting pada perkembangan penelitian dialisis peritoneal. Pada tahun 1920, Ganter menggunakan sebuah cairan fisiologis bersifat garam, dimana glukosa ditambahkan kemudian. Pada tahun 1938, Jonathan Rhoads memulai penambahan laktat pada cairan dalam acidosis metabolis sempurna., yang bisa meningkat jika ginjal tidak bisa menghilangkan produk acidic metabolis. Lebih dari 60 tahun kemudian, laktat tetap merupakan penyangga yang paling umum digunakan pada cairan PD. Bagaimanapun, hari ini terdapat juga cairan yang mengandung biokarbonat murni atau campuran dari substansi. Sebagai pengganti glukose, cairan dialisis juga mengandung amino acid atau glukosa polymer. Pada awal tahun 1980an, artikel yang sangat terkenal oleh Axel Duwe diterbitkan, membahas mengenai efek komponen individual pada cairan PD pada efisiensi peritoneal dalam bakteri pembunuh untuk pertama kalinya. Beberapa tahun kemudian kata “bio(dalam)compability” muncul untuk mengindikasikan ketidaktoleransian cairan dialisis. Pada
waktu itu, penelitian menunjukkan bahwa PD konvensional bisa menghalangi aktifitas sel utama pada peritoneum dan menyebabkan kerusakan jangka panjang pada membran. Komplikasi tersebut komplikasi tersebut bisa menyebabkan kelemahan secara bertahap pada membran peritoneal dan membuatnya tidak cocok untuk penggunaan konsentrasi dalam tinggi dialiser penurunan berikutnya. produk Cairan dialisis konvensional memiliki non-fisiologis pH dibawah peritoneum dan glukosa. Keduanya menyumbang secara signifikan pada cairan bioincompability. Sekarang, cairan PD ditawarkan pada wadah multi-ruang yang memiliki netral pada fisiologis pH dan lebih rendah jumlahnya secara signifikan pada penurunan jumlah glukosa. Perkenalan generasi baru cairan PD adalah awal yang menjanjikan untuk perkembangan yang lebih baik, cairan yang lebih biocompatible. Hasil dari penelitian mutakhir menunjukkan kepercayaan bahwa cairan PD bisa meluaskan fungsi dialiser pada peritoneum. Sebenarnya, sebuah penelitian klinis menunjukkan bahwa sebuah cairan yang lebih biocompatible bisa memperpanjang harapan hidup pasien. Perkenalan menunjukkan sedikit mengenai yang sejarah peritonial analysis ide, 9.Diagnosa Keperawatan Dialysis Ginjal : Peritoneal Peritoneum berfungsi sebagai membran semipermiabel yang memungkinkan transfer sisa nitrogen/toksin dan cairan dari darah ke dalam cairan dialisat. Dialisis Peritoneal dipilih karena menggunakan teknik yang lebih sederhana dan memberikan perubahan fisiologis lebih bertahap daripada hemodialisa. Dialisis Peritoneal Mandiri Berkesinambungan (CAPD) memungkinkan pasien untuk menangani prosedur di rumah dengan kantong dan aliran gravitasi, menggunakan waktu tinggal (dwell time) lebih lama pada malam hari, dan total 3-5 siklus harian, 7 hari seminggu. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN TERJADI 1. Volume cairan, kelebihan, resiko tinggi terhadap. 2. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap. 3. Trauma, resiko tinggi terhadap. 4. Nyeri (Akut). 5. Infeksi, resiko tinggi terhadap, (Peritonitis). 6. Pola pernapasan, tidak efektif, resiko tinggi terhadap. FAKTOR RESIKO MELIPUTI 1. Tidak adekuatnya gradien osmotik dialisat. Retensi cairan (malposisi atau kateter terlipat/bekuan,distensi usus;peritonitis, jaringan parut peritoneum). Pemasukan per oral/IV berlebihan. 2. Penggunaan dialisat hipertonik, dengan pembuangan cairan berlebihan dari volume sirkulasi. 3. Kateter dimasukan ke dalam rongga peritoneal. Sisi dekat usus/kandung kemih, dengan potensial terjadi perforasi selama pemasukan atau manipulasi kateter. 4. Iritasi/infeksi dalam rongga peritoneal. Infus dialisat dingin atau asam, distensi abdominal, infus dialisat cepat. 5. Kontaminasi kateter selama pemasangan. Kontaminasi kulit pada sisi pemasangan kateter. Peritonitis steril (respon terhadap komposisi dialisat) 6. Tekanan TINDAKAN 1. Mandiri: a. Pertahankan pencatatan volume masuk dan keluar, dan kumulatif keseimbangan cairan. Rasional : Pada kebanyakan kasus, jumlah cairan yang keluar harus sama atau lebih daripada yang masuk. abdomen/keterbatasan pengembangan diagfragma; infus dialisat terlalu cepat; nyeri. b. Kaji patensi kateter, catat kesulitan pada drainase. Perhatikan Melambatnya lembaran/plak kecepatan fibrin. Rasional : aliran/adanya fibrin menunjukkan hambatan kateter parsial yang perlu evaluasi/intervensi. c. Catat seri berat badan, bandingkan dengan pemasukan dan pengeluaran. Timbang pasien saat abdomen kosong tanpa dialisat (titik rujukan konsisten). Rasional : Seri berat badan adalah indikator akurat status volume cairan. d. Evaluasi Rasional Kolaborasi : a. Perubahan program dialisat sesuai indikasi. Rasional : Perubahan dialisis. b.
Tambahkan heparin pada dialisa awal, bantu irigasi kateter dengan garam faal heparinisasi. Rasional : Beguna dalm mencegah pembentukan bekuan fibrin, yang dapat menghambat kateter peritoneal. 2. Mandiri : a. Pertahankan pencatatan volume masuk dan keluar, dan keseimbangan : Memberikan cairan kumulatif/individual. tentang status Rasional informasi mungkin diperlukan dalam konsentrasi glukosa atau natrium untuk memudahkan efisiensi Keseimbangan terjadinya : Distensi cairan positif dengan peningkatan berat badan menunjukkan retensi cairan. takipnea, dipsnea, peningkatan diagfragma upaya pernapasan. Alirkan dialisat dan beritahu dokter. abdomen/kompresi dapat menyebabkan kesulitan pernapasan. kehilangan pertukaran atau peningkatan pasien pada ahkir
Perhatikan keluhan pusing, mual, peningkatan rasa haus. Rasional : Dapat menunjkan hipovolemia/sindrom hiperosmolar. c. Berikan jadwal untuk pengaliran dialisat dari abdomen. Rasional : Waktu tinggal lama, khususnya bila menggunakan cairan dextrose 4,25 %, dapat menyebabkan kehilangan cairan berlebihan. d. Inspeksi membran mukosa, evaluasi turgor kulit, nadi perifer, pengisian kapiler. Rasional :Membran mukosa kering, turgor klit buruk, dan penurunan nadi/pengisian kapiler adalah indikator dehidrasi dan membutuhkan peningkatan pemasukan/perubahan dalam kekuatan dialisat. Kolaborasi : a. Awasi pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, contoh, Natrium serum dan kadar glukosa. Rasional : Cairan hipertonik dapat menyebabkan hipernatremia dengan membuang lebih banyak air daripada natrium. Selain itu dextrose dapat diabsropsi dari dialisat, sehingga meningkatkan glukosa serum. 3. Mandiri : a. Biarkan pasien mengosongkan kandung kemih sebelum pemasangan katetr peritoneal bila kateter indwelling tidak ada. Rasional : Kandung kemih kosong, lebih jauh dari sisi pemasukan dan menurunkan kemungkinan tertusuk selama pemasangan kateter. b. Fiksasi kateter/selang dengan plester Tekankan pentingnya pasien menghindari penarikan/mendorong kateter. Restrain tangan bila di indikasikan. Rasional : Memnurunkan kateter. resiko trauma dengan memnipulasi c. Hentikan dialysis bila ada bukti perforasi
usus/kandung kemih. Biarkan kateter dialisis tetap pada tempatnya. Rasional : Tindakan cepat akan mencegah cedera selanjutnya. Bedah perbaikan segera dapat dibutuhkan. Membiarkan kateter pada tempatnya, memudahkan diagnosa/lokasi perforasi. 4. Mandiri : a. Selidiki keluhan pasien akan nyeri; perhatikan intensitas (0-10), lokasi, dan faktor pencetus. Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi sumber nyeri dan intervensi tepat. b. Jelaskan bahwa ketidaknyamanan awal biasanya hilang setelah pertukaran pertama. Rasional : Penjelasan dapat menurunkan ansietas, dan meningkatkan relaksasi selama prosedur. c. Perhatikan keluhan nyeri pada area bahu. Cegah udara masuk ke rongga peritoneum selama infus. Rasional : Masuknya udara ke peritoneum dapat mengiritasi diagfragma dan mengakibatkan nyeri pada bahu. Dapat dikeluhkan juga pada awal terapi, gunakan volume yang lebih kecil dulu sampai pasien baik. d. Hangatkan dialisat (hangat kering)pada suhu tubuh sebelum diinfuskan. Rasional : Penghangatan cairan dapat melalui meningkatkan dilatasi kecepatan pembuangan Dialisat urea dingin pembuluh darah.
menyebakan vasokonstriksi, yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan /atau terlalu rendah dari suhu inti tubuh, mencetuskan henti jantung. Kolaborasi : a. Berikan analgesik. Rasional : Menghilangkan nyeri dan ketidaknyamanan. b. Tambahkan Natrium Hidroksida pada dialisat, bila diindikasikan. Rasional : Kadang-kadang digunakan untuk mengubah pH bila pasien tidak toleran pada keasaman dialisat. 5. Mandiri : a. Observasi tehnik aseptik dan gunakan masker selama pertukaran cairan, gunakan prinsip steril saat pemasangan kateter, ganti balutan dan kapanpun sistem dibuka. Lakukan pertukaran cairan dialisat sesuai protokol. Rasional : Mencegah introduksi organisme dan kontaminasi lewat udara yang dapat menyebabkan infeksi. b. Ganti balutan sesuai bau indikasi drainase dengan dari bakteri. hati-hati, sisi dengan tidak mengubah posisi kateter. Perhatikan karakter, warna, sekitar pemasangan. Rasional : Lingkungan yang lembab meningkatkan pertumbuhan Drainase purulen pada sisi insersi menunjukkan adanya infeksi lokal. c. Observasi warna dan kejernihan keluaran. Rasional : Keluaran keruh diduga infeksi peritoneal. Kolaborasi : a. Awasi jumlah SDP dari keluaran. Rasional : terhadap substansi darah, asing; keluaran namun, cairan, Adanya SDP pada awal dapat menunjukan respon normal b. berlangsungnya peningkatan diduga terjadi infeksi. Ambil spesimen dan/atau drainase. Rasional : Men gidentifikasi tipe organisme, pilihan intervensi. c. Berikan antibiotik secara sistemik atau da lam dialisat sesuai indikasi. Rasional : Mengatasi infeksi, mencegah sepsis. 6. Mandiri : a. Awasi frekuensi/upaya infus bila pernapasan. ada dipsnea. Penurunan Rasional : kecepatan Takipnea, dipsnea, dan napas dangkal selama dialisa diduga tekanan diafragmatik dari distensi rongga peritoneal atau mungkin menunjukkan komplikasi. b. Tinggikan kepala tempat tidur, tingkatkan latihan napas dalam dan batuk. Rasional : Memudahkan ekspansi dada/ventilasi dan mobilisasi sekret. Kolaborasi : a. Berikan analgesic sesuai indikasi. Rasional Menghilangkan nyeri, meningkatkan pernapasan nyaman, upaya batuk maksimal. b. Berikan tambahan O2 sesuai indikasi. Rasional : Memaksimalkan oksigen untuk penyerapan vaskular, pencegahan/pengurangan hipoksia.