1. Memahami dan jelaskan Malpraktik Di fi ni si dan Penge Pengerti rti an M alpraktek alpraktek M edik
Istilah asing “ malpractice” menurut Drs. Peter Salim dalam “The Contemporary English Indonesia Dictionary” berarti perbuatan atau tindakan yang salah. “Malpractice” juga berarti praktek buruk (badpractice) yang menunjukkan menunjukkan pada setiap sikap tindak yang keliru.1 Malpraktik medik juga dapat dikatakan sebagai kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama. Yang dimaksud dalam kelalaian disini ialah melakukan tindakan kedokteran dibawah standar pelayanan medik. a. Malpraktik dalam arti umum Malpraktek adalah praktek jahat atau buruk yang tidak memenuhi standar yang ditentukan oleh profesi. b. Malpraktik dilihat dari sudut pasien yang telah dirugikan itu meliputi kesalahan pemberian diagnose, selam operasi, dan sesudah perawatan. c. Malpraktik dilihat dalam arti khusus (dilihat dari pasien) Malpraktek dapat terjadi dalam: - Menentukan diagnosis misalnya diagnosisnya sakit maag tetapi ternyata pasien sakit liver. - Menjalankan operasi misalnya seharusnya yang dioperasi mata sebelah kanan tetapi dilakukan pada mata yang kiri. - Selama menjalankan perawatan. - Sesudah perawatan, tentu saja dalam batas waktu yang telah ditentukan. Jenis – jenis M alpraktik alpraktik M edik
Malpraktik medik dapat dibedakan menjadi dua yaitu : a. Malpraktik medik yang dilakukan dengan sengaja Malpraktik dalam arti adanya unsur kesengajaan adalah tindakan yang dilakukan secara sadar, dan tujuan dari tindakannya memang sudah terarahkepada akibat yang hendak ditimbulkan atau tidak peduli terhadap akibatnya, walaupun ia mengetahui atau seharusnya mengetahuibahwa tindakannya itu bertentangan dengan hukum yang berlaku. b. Malpraktik medik yang dilakukan dilakukan karena unsur kelalaian (negligence, culpa) Malpraktik dalam arti karena unsur kelalaian adalah Malpraktik yang dilakukan tanpa motif atau tujuan untuk menimbulkan akibat yang terjadi. Akibat yang ditimbulkan disebabkan karena adanya kelalaian yang sebenarnya terjadi diluar kehendaknya.2 Standar pel pel ayanan medik medik
[Type text]
Page 1
Secara garis besar standar pelayanan medik diatur dalam Pasal 53 ayat (2) UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan menentukan bahwa dalam melakukan tugasnya, tenaga kesehatan berkewajiban mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien. Dokter te rmasuk dalam kelompok tenaga kesehatan sebagaimana yang ditentukan dalam penjelasan ketentuan tersebut. Salah satu bentuk kegiatan dokter dalam melaksanakan profesinya adalah melakukan tindakan medis. Dalam pelaksanaan tugasnya melakukan perawatan atau tindakan medis harus mengikuti standar profesi serta menghormati hak-hak pasien.3 Dalam rangka menunjang kemadirian dan pelaksanaan profesi kedokteran, pemerintah menetapkan berlakunya standar pelayanan medis di rumah sakit dan standar pelayanan rumah sakit. Standar pelayanan medis tersebut merupakan tonggak utama dalam upaya peningkatan mutu pelayanan medis di Indonesia. Tujuan ditetapkannya standar pelayanan medis ini adalah untuk melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang tidak sesuai dengan standar profesi. Ditinjau dari sudut hukum kesehatan, standar pelayanan medis ini merupakan tujuan ganda. Disatu pihak bertujuan untuk melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang tidak sesuai dengan standar profesi kedokteran, sedang di lai n pihak bertujuan melindungi anggota profesi dari tuntutan masyarakat yang tidak wajar. Di samping itu juga berfungsi sebagai pedoman dalam pengawasan praktik dokter, pembinaan serta peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien. Standar pelayanan medis ini merupakan hukum yang mengikat para pihak yang berprofesi di bidang kesehatan, yaitu untuk mengatur pelayanan kesehatan dan mencegah terjadinya kelalaian staf medis dalam melakukan tindakan medis. Dalam kaitannya dengan profesi dokter diperlukan standar pelayanan medis yang mencakup: standar ketenangan, standar prosedur, standar sarana, dan standar hasil yang diharapkan. Selain itu standar pelayanan medis ini tidak saja untuk mengukur mutu pelayanan, tetapi juga berfungsi untuk kepentingan pembuktian di pengadilan apabila timbul sengketa.4 Standar pelayanan medis terdiri dari dua bagian: 1. Memuat tentang standar penyakit dengan dua belas spesialisasi kasus-kasus penting. 2. Memuat tentang standar pelayanan penunjang dengan tiga spesialisasi yang masingmasingnya dirinci berdasarkan prosedur tindakan yang harus ditangani oleh spesialisasi yang bersangkutan. Standar pelayanan medis dapat diubah, diganti, dan disesuaikan dengan perkembangan dan situasi serta kondisi medis. Penggolongan kasus M alpr akti k medik dan bukan M alpr aktik m edik
[Type text]
Page 2
Menurut Munir Fuady, tindakan yang digolongkan sebagai kasus Malpraktik medik adalah tindakan yang;
a. Adanya tindakan dalam arti “berbuat” atau “tidak berbuat” (pengabaian). b. Tindakan tersebut dilakukan oleh dokter atau oleh orang dibawah pengawasannya (seperti oleh perawat), bahkan juga oleh penyedia fasilitas kesehatan. c. Tindakan tersebut berupa tindakan medik, baik berupa tindakan diagnostik, terapi, atau manajemen kesehatan ; d. Tindakan tersebut dilakukan terhadap pasiennya ; e. Tindakan tersebut dilakukan secara : - Melanggar hukum, dan atau ; - Menalnggar kepatutan, dan atau ; - Melanggar kesusilaan, dan atau ; - Melanggar prinsip – prinsip profesionalitas. f. Dilakukan dengan kesengajan atau ketidak hati-hatian (kelalaian, kecerobohan) g. Tindakan tersebut menyebabkan pasiennya mengalami salah tindak, rasa sakit, luka, cacat, kematian, keruskan pada tubuh atau jiwa, dan kerugian lainnya terhadap pasien.5 h. Dokter kurang menguasai iptek kedokteran yang sudah berlaku umum dikalangan profesi kedokteran. i. Memberikan pelayanan kedokteran di bawah standar profesi (tidak lege artis) j. Melakukan kelalaian yang berat atau memberikan pelayanan dengan tidak hati-hati k. Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan hukum.6 Yang bukan merupakan Malpraktik medik adalah tindakan yang dilakukan oleh petugas kesehatan yang sudah memenuhi prosedur dan kesepakatan sesuai dengan standar profesi tetapi menimbulkan akibat negative bagi pasien. Prosedur tuntutan k asus M alpraktik M edik
Prosedur tuntutan kasus malpraktik medik. Penggugat harus membuktikan apakah tindakan medis yang dilakukan dokter tersebut merupakan tindakan Malpraktik atau bukan tindakan Malpraktik. Apabila tindakan tersebut memenuhi pertanyaan kriteria sebagai berikut 7: a. Apakah perawatan yang diberikan oleh dokter cukup layak (a duty of due care). Dalam hal ini standar perawatan yang diberikan oleh pelaksana kesehatan dinilai apakah sesuai dengan apa yang diharapkan (persyaratan). b. Apakah terdapat pelanggaran kewajiban (the breach of the duty) untuk membuktikan bahwa telah terjadi suatu pelanggaran terhadap standar perawatan yang diberikan kepada seorang pasien, maka diperlukan kesaksian ahli dari seorang dokter lain yang mengerti.
[Type text]
Page 3
c. Apakah kelalaian itu benar-benar merupakan penyebab cidera (causation). d. Adanya ganti rugi (damages). Bila dapat dibuktikan bahwa kelalaian penyebab cidera, maka pasien berhak memperoleh ganti rugi. Selain itu pihak penuntut atau masyarakat yang ingin menuntut ganti rugi harus dapat membuktikan adanya 4 unsur, dibawah ini : a. Adanya sebuah kewajiban bagi petugas kesehatan terhadap penderita atau pasien, tetapi tidak dilakukan. b. Petugas kesehatan telah melanggar standar pelayanan kesehatan (medis) yang lazim digunakan. c. Penggugat (penderita) dan atau keluarganya telah menderita kerugian yang dapat diminta ganti rugi. d. Secara jelas (factual) kerugian itu disebabkan oleh tindakan dibawah standar atau ketentuan profesi kesehatan/medis. M alpr aktik etik , pidana dan per data
Malpraktik pidana adalah Malpraktik yang memenuhi Unsur-unsur yang harus dibuktikan sesuai dengan Pasal 359 KUHP 8: a. Adanya kesengajaan. b. Adanya wujud perbuatan. c. Adanya akibat perbuatan. d. Adanya causal verband anatara wujud perbuatan dan timbulnya akibat yang terlarang. Yang dimaksud dengan Malpraktik Etik adalah dokter yang hanya melakukan tindakan yang bertentangan dengan etik kedokteran. Untuk dapat menuntut penggantian kerugian karena kelalaian, maka penggugat harus dapat membuktikan adanya 4 unsur, yaitu: 9 1. Adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap pasien. 2. Dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipergunakan. 3. Penggugat telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya. 4. Secara faktual, kerugian itu disebabkan oleh tindakan di bawah standar. Yang dimaksud dengan Malpraktek Pidana adalah kelalaian yang menunjukkan kepada adanya suatu sikap yang sifatnya lebih serius, yaitu sikap yang sangat sembarangan atau sikap sangat tidak hati-hati terhadap kemungkinan timbulnya resiko yang bisa menyebabkan orang lain terluka atau mati, sehingga harus bertanggung jawab terhadap tuntutan kriminal oleh Negara. Jadi, kepelalaian dokter atau petugas medis tersebut menyebabkan pelanggaran hukum atau undang-undang. Sanksi pelanggaran hukum jelas adalah pidana atau hukuman yang ditentukan oleh pengadilan. Sedangkan yang dimaksud dengan Malpraktek perdata
[Type text]
Page 4
adalah apabila dokter tidak menyebabkan pelanggaran undang-undang. Berarti, akibat dari kelalaian tersebut tidak menyebabkan orang cedera, cacat, atau kematian. Aspek perdata malpraktek medis meliputi unsur: 1. Menyimpang dari standar profesi kedokteran. 2. Ada kelalaian/kurang berhati-hati meskipun culpa levis/kelalaian ringan. 3. Ada kaitan kasual antara tindakan medis dengan kerugian yang diakibatkan oleh tindakan tersebut. Jalur tuntutan kasus M alpraktik medik
Jalur tuntutan Malpraktik medik di Indonesia, penyelesaian kasus Malpraktik medik mengacu pada pasal 66 UU No. 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran.10 Pasal 66 : 1. Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). 2. Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat : a. Identitas pengadu. b. Nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan dilakukan. c. Alasan pengaduan. 3. Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan. Sesuai pasal 66 tersebut diatas, pasien atau keluarga pasien yang merasa dirugikan akibat praktik kedokteran yang mereka anggap tidak tepat dapat mengadukan kasusnya melalui MKDKI, yang merupakan jalur non-litigasi. Selain melalui jalur non-litigasi, pasien atau keluarga pasien yang menduga telah terjadi Malpraktik atas diri pasien tidak tertutup kemungkinan untuk sekaligus menempuh jalur litigasi yaitu melalui jalur perdata atau pidana. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, MKDKI meneruskan pengaduan pada organisasi profesi (Ikatan Dokter Indonesia/IDI atau Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia/PDGI), sesuai Pasal 68:
“Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia meneruskan pengaduan pada organisasi profesi. “ Perselisihan itu selanjutnya akan ditangani oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia (MKEK) IDI, atau ke Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Gigi (MKEKG) PDGI. MKEK dan MKEKG adalah suatu badan peradilan profesi yang bertugas mengadili anggota
[Type text]
Page 5
ikatan profesi itu sendiri. Hukuman yang dijatuhkan MKEK dan MKEKG bisa berupa teguran atau pemecatan dari keanggotaan IDI/PDGI yang dapat bersifat sementara (skorsing) atau tetap (selamanya). 2.1 Informed Concent Dalam aspek hukum kesehatan, hubungan dokter dengan pasien terjalin dalam ikatan transaksi atau kontrak terapeutik. Tiap-tiap pihak, yaitu yang member pelayanan dan yang menerima pelayanan mempunyai hak dan kewajiban yang harus dihormati. Dalam ikatan demikianlah masalah Persetujuan Tindakan Medik (PTM) atau yang sekarang disebut Persetujuan Tindakan Kedokteran ini timbul. Artinya di satu pihak dokter (tim dokter) mempunyai kewajiban untuk melakukan diagnosis, pengobatan, dan tindakan medik yang terbaik, menurut jalan pikiran dan pertimbangannya (mereka), dan dilain pihak pasien atau keluarga pasien memiliki hak untuk menentukan pengobatan atau tindakan medik apa yang akan dilaluinya(Adhi,2011). Masalahnya adalah, tidak semua jalan pikiran dan pertimbangan terbaik dari dokter akan sejalan dengan apa yang diinginkan atau dapat diterima oleh pasien atau keluarga pasien. Hal ini dapat terjadi karena dokter umumnya melihat pasien hanya dari segi medik saja sedangkan pasien mungkin melihat dan mempertimbangkan dari segi lain yang
tidak
kalah
pentingnya,
seperti
keuangan,
psikis,
dan
pertimbangan
keluarga(Adhi,2011). Perkembangan seputar PTM ini di Indonesia tidak lepas dari perkembangan masalah serupa di negara lain. Arus informasi telah membawa Indonesia perlu membenahi masalah PTM ini. Declaration of Lisbon (1981) dan Patient Bill ofRigltt (Amenban Hosptal Assoalation, 1972) pada intinya menyatakan bahwa pasien mempunyai hak menerima dan menolak pengobatan, dan hak untuk menerima informasi dari dokternya sebelum memberikan persetujuan atas tindakan medik. Hal ini berkaitan dengan hak menentukan nasib sendiri sebagai dasar hak asasi manusia dan hak atas informasi yang dimiliki pasien tentang
penyakitnya
dan
tindakan
medik
apa
yang
hendak
dilakukan
terhadap
dirinya(Adhi,2011) Dari kacamata demikian, PTM sebetulnya dapat dilihat sebagai penghormatan kalangan kesehatan terhadap hak otonomi perseorangan. Lebih jauh hal ini dapat menghindarkan atau mencegah terjadinya penipuan atau paksaan, atau dari pandangan lain dapat pula dikatakan bahwa PTM merupakan pembatasan otorisasi dokter terhadap kepentingan pasien(Wardhani,2009). Perkembangan terakhir di Indonesia mengenai PTM adalah ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan No. 585/Menkes/Per/lX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik (informed consent).Kalangan kesehatan tentu diharapkan sejak
[Type text]
Page 6
awal telah memahami masalah PTM dengan baik karena merupakan salah satu batu yang dapat membuat kalangan kesehatan tersandung dalam menjalankan profesi yang menjurus ke malpraktik medik(Wardhani,2009). 2.1.1 Pengertian Persetujuan Tindakan Medis / Informed concent PTM adalah terjemahan yang dipakai untuk istilah informed consent . Sesungguhnya terjemahan ini tidaklah begitu tepat. Informed artinya telah diberitahukan, telah disampaikan, atau telah diinformasikan. Consent artinya persetujuan yang diberikan kepada seseorang untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian, informed consent adalah persetujuan yang diberikan pasien kepada dokter setelah diberi penjelasan Hanafian,.et al .2008). 2.2.2 Bentuk Persetujuan Tindakan Medis / inform concent Ada dua bentuk PTM, yaitu: 1. Implied consent Adalah persetujuan yang diberikan pasien secara tersirat, tanpa pernyataan tegas. Isyarat persetujuan ini ditangkap dokter dari sikap dan tindakan pasien. Umumnya tindakan dokter di sini adalah tindakan yang biasa dilakukan atau sudah diketahui umum. Misalnya pengambilan darah untuk pemerilsaan laboratorium, melakukan suntikan pada pasien, dan melakukan penjahitan. Sebetulnya persetujuan jenis ini tidak termasuk infonned consmt dalam arti murni karena tidak ada penjelasan sebelumnya. Implied consent bentuk lain adalah bila pasien dalam keadaan gawat darurat sedang dokter memerlukan tindakan segera sementara pasien dalam keadaan tidak bisa memberikan persetujuan dan keluarganya pun tidak di tempat, dokter dapat mlakukan tindakan medik terbaik menurut dokter (Permenkes No. 585 tahun 1989, pasal 11). Jenis persetujuan ini disebut sebagai Presumed consent. Artinya, bila pasien dalam keadaan sadar, dianggap akan menyetujui tindakan yang akan dilakukan dokter(Hanafian,. et al .2008). 2. Expressed consent adalah persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan, bila yang akan dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan dan tindakan yang biasa. Dalam keadaan demikian, sebaiknya kepada pasien disampaikan terlebih dahulu tindakan apa yang akan dilakukan supaya tidak sampai terjadi salah pengertian. Misalnya, pemeriksaan dalam rektal atau pemeriksaan dalam vaginal, mencabut kuku dan tindakan lain yang melebihi prosedur pemeriksaan dan tindakan umum.Pada saat ini, belum diperlukan pernyataan tertulis. Persetujuan secara lisan sudah mencukupi. Namun, bila tindakan yang akan dilakukan mengandung risiko seperti tindakan pembedahan atau prosedur pemeriksaan dan pengobatan yang invasive sebaiknya didapatkan
[Type text]
Page 7
PTM secara tertulis. Seperti dikemukakan sebelumnya oleh kalangan kesehatan atau rumah sakit, surat pernyataan pasien atau keluarga inilah yang disebut PTM Hanafian,,. et al .2008). 3. Memahami dan menjelaskan kelalaian medik
KELALAIAN MEDIK Kelalaian bukanlah suatu kejahatan. Seorang dokter dikatakan lalai jika ia bertindak tak acuh, tidak memperhatikan kepentingan orang lain sebagaimana lazimnya. Sepanjang akibat dari kelalaian medik tersebut tidak sampai menimbulkan kerugian kepada orang lain dan orang lain menerimanya maka hal ini tidak menimbulkan akibat hukum. Akan tetapi, jika kelalaian itu telah mencapai suatu tingkat tertentu sehingga tidak memperdulikan jiwa orang lain maka hal ini akan membawa akibat hukum, apalagi jika sampai merengut nyawa maka hal ini dapat digolongkan sebagai kelalaian berat (culpa lata).
Adapun yang menjadi tolak ukur dari timbulnya kelalaian dapat ditinjau dari beberapa hal: a.Tidak melakukan kewajiban dokter yaitu tidak melakukan kewajiban profesinya untuk mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya bagi penyembuhan pasien berdasarkan standar profesinya. Menurut penjelasan pasal 7 ayat 2 UU no. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran bahwa standar profesi medik adalah pendidikan profesi yang dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan sistem pendidikan nasional. Seorang dokter atau dokter gigi tentunya tidak dapat dipersalahkan lagi jika akibat tindakannya tidak seperti yang diharapkan atau merugikan pasien, sepanjang tindakan yang dilakukannya telah memenuhi standar profesi medik yang ada.
b.Menyimpang dari kewajiban yaitu menyimpang dari apa yang seharusnya dilakukan atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standar profesinya.
Perlu dipahami bahwa jika seorang dokter atau dokter gigi mempunyai pendapat yang berlainan dengan dokter atau dokter gigi lain mengenai penyakit pasien belumlah berarti bahwa ia telah menyimpang, karena untuk menentukan apakah terdapat penyimpangan atau tidak harus berdasarkan fakta-fakta yang ada dalam kasus tersebut dengan bantuan pendapat ahli atau saksi ahli.
c.Adanya hubungan sebab akibat yaitu adanya hubungan langsung antara penyebab dengan kerugian yang dialami pasien sebagai akibatnya. Seringkali pasien maupun keluarganya menganggap bahwa akibat yang merugikan yang dialami pasien adalah akibat dari kesalahan
[Type text]
Page 8
ataupun kelalaian dokternya. Anggapan ini tidak selamanya benar karena harus dibuktikan dahulu adanya kelalaian dan adanya hubungan sebab akibat antara akibat yang dialami pasien dengan unsur kelalaian dokter. 4. Memahami dan Menjelaskan Malpraktik dalam Islam
MUQADDIMAH Berobat merupakan salah satu kebutuhan vital umat manusia. Banyak orang rela mengorbankan apa saja untuk mempertahankan kesehatannya atau untuk mendapatkan kesembuhan. Di sisi lain, para dokter adalah manusia biasa yang tidak terlepas dari kesalahan. Demikian juga paramedis yang bekerja di bidang pelayanan kesehatan. Kemajuan teknologi tidak serta merta menjamin menutup pintu kesalahan. Meski pada dasarnya memberikan pelayanann sebagai pengabdian, mereka juga bisa jadi tergoda oleh keuntungan duniawi, sehingga mengabaikan kemaslahatan pasien. Karenanya, diperlukan aturan yang adil yang menjamin ketenangan bagi pasien dan pada saat yang sama memberikan kenyamanan bagi para profesional bidang kesehatan dalam bekerja. Tentu Islam sebagai syariat akhir zaman yang sempurna ini telah mengatur semuanya. Tulisan sederhana ini mencoba menggali khazanah literatur para ulama Islam dalam hal persoalan yang akhir-akhir ini mencuat kembali, yakni malpraktek. PENGERTIAN MALPRAKTEK Malpraktek berasal dari kata 'malpractice' dalam bahasa Inggris . Secara harfiah, 'mal' berarti 'salah', dan 'practice' berarti 'pelaksanaan' atau 'tindakan', sehingga malpraktek berarti 'pelaksanaan atau tindakan yang salah' [1]. Jadi, malpraktek adalah tindakan yang salah dalam pelaksanaan suatu profesi. Istilah ini bisa dipakai dalam berbagai bidang, namun lebih sering dipakai dalam dunia kedokteran dan kesehatan. Artikel ini juga hanya akan menyoroti malpraktek di seputar dunia kedokteran saja. Perlu diketahui bahwa kesalahan dokter – atau profesional lain di dunia kedokteran dan kesehatan- kadang berhubungan dengan etika/akhlak. Misalnya, mengatakan bahwa pasien harus dioperasi, padahal tidak demikian. Atau memanipulasi data foto rontgen agar bisa mengambil keuntungan dari operasi yang dilakukan. Jika kesalahan ini terbukti dan membahayakan
pasien,
dokter
harus
mempertanggungjawabkannya
secara
etika.
Hukumannya bisa berupa ta'zîr [2], ganti rugi, diyat, hingga qishash [3]. Malpraktek juga kadang berhubungan dengan disiplin ilmu kedokteran. Jenis kesalahan ini yang akan mendapat porsi lebih dalam tulisan ini. BENTUK-BENTUK MALPRAKTEK
[Type text]
Page 9
Malpraktek yang menjadi penyebab dokter bertanggung-jawab secara profesi bisa digolongkan sebagai berikut: 1. Tidak Punya Keahlian (Jahil) Yang dimaksudkan di sini adalah melakukan praktek pelayanan kesehatan tanpa memiliki keahlian, baik tidak memiliki keahlian sama sekali dalam bidang kedokteran, atau memiliki sebagian keahlian tapi bertindak di luar keahliannya. Orang yang tidak memiliki keahlian di bidang kedokteran kemudian nekat membuka praktek, telah disinggung oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabda beliau:
"Barang siapa yang praktek menjadi dokter dan sebelumnya tidak diketahui memiliki keahlian, maka ia bertanggung-jawab" Kesalahan ini sangat berat, karena menganggap remeh kesehatan dan nyawa banyak orang, sehingga para Ulama sepakat bahwa mutathabbib (pelakunya) harus bertanggung jawab, jika timbul masalah dan harus dihukum agar jera dan menjadi pelajaran bagi orang lain. 2. Menyalahi Prinsip-Prinsip Ilmiah (Mukhâlafatul Ushûl Al-'Ilmiyyah) Yang dimaksud dengan pinsip ilmiah adalah dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang telah baku dan biasa dipakai oleh para dokter, baik secara teori maupun praktek, dan harus dikuasai oleh dokter saat menjalani profesi kedokteran . Para ulama telah menjelaskan kewajiban para dokter untuk mengikuti prinsip-prinsip ini dan tidak boleh menyalahinya. Imam Syâfi'i rahimahullah – misalnya- mengatakan: "Jika menyuruh seseorang untuk membekam, mengkhitan anak, atau mengobati hewan piaraan, kemudian semua meninggal karena praktek itu, jika orang tersebut telah melakukan apa yang seharusnya dan biasa dilakukan untuk maslahat pasien menurut para pakar dalam profesi tersebut, maka ia tidak bertanggung-jawab. Sebaliknya, jika ia tahu dan menyalahinya, maka ia bertanggung-jawab."[6] Bahkan hal ini adalah kesepakatan seluruh Ulama, sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah [7]. Hanya saja, hakim harus lebih jeli dalam menentukan apakah benar-benar terjadi pelanggaran prinsip-prinsip ilmiah dalam kasus yang diangkat, karena ini termasuk permasalahan yang pelik. 3. Ketidaksengajaan (Khatha') Ketidaksengajaan adalah suatu kejadian (tindakan) yang orang tidak memiliki maksud di dalamnya. Misalnya, tangan dokter bedah terpeleset sehingga ada anggota tubuh pasien
[Type text]
Page 10
yang terluka. Bentuk malpraktek ini tidak membuat pelakunya berdosa, tapi ia harus bertanggungjawab terhadap akibat yang ditimbulkan sesuai dengan yang telah digariskan Islam dalam bab jinayat, karena ini termasuk jinayat khatha' (tidak sengaja). 4. Sengaja Menimbulkan Bahaya (I'tidâ') Maksudnya adalah membahayakan pasien dengan sengaja. Ini adalah bentuk malpraktek yang paling buruk. Tentu saja sulit diterima bila ada dokter atau paramedis yang melakukan hal ini, sementara mereka telah menghabiskan umur mereka untuk mengabdi dengan profesi ini. Kasus seperti ini terhitung jarang dan sulit dibuktikan karena berhubungan dengan isi hati orang. Biasanya pembuktiannya dilakukan dengan pengakuan pelaku, meskipun mungkin juga factor kesengajaan ini dapat diketahui melalui indikasi-indikasi kuat yang menyertai terjadinya malpraktek yang sangat jelas. Misalnya, adanya perselisihan antara pelaku malpraktek dengan pasien atau keluarganya. PEMBUKTIAN MALPRAKTEK Agama Islam mengajarkan bahwa tuduhan harus dibuktikan. Demikian pula, tuduhan malparaktek harus diiringi dengan bukti, dan jika terbukti harus ada pertanggungjawaban dari pelakunya. Ini adalah salah satu wujud keadilan dan kemuliaan ajaran Islam. Jika tuduhan langsung diterima tanpa bukti, dokter dan paramedis terzhalimi, dan itu bisa membuat mereka meninggalkan profesi mereka, sehingga akhirnya membahayakan kehidupan umat manusia. Sebaliknya, jika tidak ada pertanggungjawaban atas tindakan malpraktek yang terbukti, pasien terzhalimi, dan para dokter bisa jadi berbuat seenak mereka. Dalam dugaan malpraktek, seorang hakim bisa memakai bukti-bukti yang diakui oleh syariat sebagai berikut: 1. Pengakuan Pelaku Malpraktek (Iqrâr ). Iqrar adalah bukti yang paling kuat, karena merupakan persaksian atas diri sendiri, dan ia lebih mengetahuinya. Apalagi dalam hal yang membahayakan diri sendiri, biasanya pengakuan ini menunjukkan kejujuran. 2. Kesaksian (Syahâdah). Untuk pertanggungjawaban berupa qishash dan ta'zîr, dibutuhkan kesaksian dua pria yang adil. Jika kesaksian akan mengakibatkan tanggung jawab materiil, seperti ganti rugi, dibolehkan kesaksian satu pria ditambah dua wanita. Adapun kesaksian dalam hal-hal yang tidak bisa disaksikan selain oleh wanita, seperti persalinan, dibolehkan persaksian empat wanita tanpa pria. Di samping memperhatikan jumlah dan kelayakan saksi, hendaknya hakim juga memperhatikan tidak memiliki tuhmah (kemungkinan mengalihkan tuduhan malpraktek dari dirinya) .
[Type text]
Page 11
3. Catatan Medis. Yaitu catatan yang dibuat oleh dokter dan paramedis, karena catatan tersebut dibuat agar bisa menjadi referensi saat dibutuhkan. Jika catatan ini valid, ia bisa menjadi bukti yang sah. BENTUK TANGGUNG JAWAB MALPRAKTEK Jika tuduhan malpraktek telah dibuktikan, ada beberapa bentuk tanggung jawab yang dipikul pelakunya. Bentuk-bentuk tanggung-jawab tersebut adalah sebagai berikut: 1. Qishash Qishash ditegakkan jika terbukti bahwa dokter melakukan tindak malpraktek sengaja untuk menimbulkan bahaya (i'tida'), dengan membunuh pasien atau merusak anggota tubuhnya, dan memanfaatkan profesinya sebagai pembungkus tindak kriminal yang dilakukannya. Ketika memberi contoh tindak kriminal yang mengakibatkan qishash, Khalil bin Ishaq al-Maliki mengatakan: "Misalnya dokter yang menambah (luas area bedah) dengan sengaja. 2. Dhamân (Tanggung Jawab Materiil Berupa Ganti Rugi Atau Diyat) Bentuk tanggung-jawab ini berlaku untuk bentuk malpraktek berikut: a. Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan tidak ada kesengajaan dalam menimbulkan bahaya. b. Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiah. c. Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip-prinsip ilmiah, tapi terjadi kesalahan tidak disengaja. d. Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip-prinsip ilmiah, tapi tidak mendapat ijin dari pasien, wali pasien atau pemerintah, kecuali dalam keadaan darurat. 3. Ta'zîr berupa hukuman penjara, cambuk, atau yang lain. Ta'zîr berlaku untuk dua bentuk malpraktek: a. Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan tidak ada kesengajaan dalam menimbulkan bahaya. b. Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiah. PIHAK YANG BERTANGGUNG-JAWAB Tanggung-jawab dalam malpraktek bisa timbul karena seorang dokter melakukan kesalahan langsung, dan bisa juga karena menjadi penyebab terjadinya malpraktek secara tidak langsung. Misalnya, seorang dokter yang bertugas melakukan pemeriksaan awal sengaja merekomendasikan pasien untuk merujuk kepada dokter bedah yang tidak ahli, kemudian terjadi malpraktek. Dalam kasus ini, dokter bedah adalah adalah pelaku langsung
[Type text]
Page 12
malpraktek, sedangkan dokter pemeriksa ikut menyebabkan malpraktek secara tidak langsung. Jadi, dalam satu kasus malpraktek kadang hanya ada satu pihak yang bertanggung jawab. Kadang juga ada pihak lain lain yang ikut bertanggung-jawab bersamanya. Karenanya, rumah sakit atau klinik juga bisa ikut bertanggung-jawab jika terbukti teledor dalam tanggung-jawab yang diemban, sehingga secara tidak langsung menyebabkan terjadinya malpraktek, misalnya mengetahui dokter yang dipekerjakan tidak ahli.
[Type text]
Page 13
DAFTAR PUSTAKA Adhi, Yuli Prasetyo. 2011. Jurnal Informed Consent sebagai Wujud Upaya Menghindari Tuntutan Malpraktek dalam Pelayanan Medik . Pandectavol.5 no. 1 edisi Januari-Juni 2011. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta:BagianKedokter an Forensik Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia, 1997. Bawono, Bambang Tri. 2011. Kebijakan Hukum Pidana dalam Upaya Penanggulangan Malpraktik Profesi Medis. Jurnal Hukum Unissula Danny Wiradharma. 1999. Penuntun Kuliah Kedokteran dan Hukum Kesehatan .Jakarta, EGC. Dr. Anny Isfanyarie Sp. An. SH, Malpraktek Dan Resiko Medik Dalam Kajian Hukum Pidana, Prestasi Pustaka. Jakarta. hal. 31. Guwandi, 2007, Hukum Medik (Medical Law), Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Hanafian, Jusuf M & Amri Amir.2008. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan,Edisi 4. Jakarta. EGC.Komalawati, V. 2002. Peranan Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik . CitraAditya Bakti. BandungMakalah Seminar tentang Etika dan Hukum Kedokteran diselenggarakan oleh RSUDDr. Saiful Anwar , Malang, 2001. Sanjoyo, Raden. Jurnal Aspek Hukum Rekam Medis. 2006. D3 Rekam Medis FMIPAUniversitas Gadjah Mada. Wardani, Ratih Kusuma. 2009.Tinjauan Yurudis Persetujuan Tindakan Medis(Informed Cons ent) di RSUP dr Kariadi Semarang . Thesis. PascaSarjana Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro: Semarang.
[Type text]
Page 14