MAKALAH RESUME JURNAL FISIOLOGI TERNAK THERMOREGULASI
Nilai HTC (Heat Tolerance Coefficient ) pada Sapi Peranakan Limousin
“
(Limpo) Betina Dara Sebelum dan Sesudah Diberi Konsentrat di Daerah Dataran Tinggi”
Disusun oleh: Dian Nur Amalia 13/349166/PT/06547
LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAK BAGIAN PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS UNIVERSITAS GADJAH G ADJAH MADA YOGYAKARTA 2014
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kondisi lingkungan ekstrim akibat tingginya temperatur, radiasi matahari, kelembaban, dan rendahnya kecepatan angin dapat menyebabkan cekaman pada ternak dan diprediksi menjadi masalah utama dalam penggemukan sapi potong di masa yang akan datang. Sapi Limpo banyak dipelihara di Indonesia yang beriklim tropis, padahal sebenarnya sapi Limpo termasuk sapi dari daerah sub tropis yang suhunya berbeda dengan di Indonesia. Limousin dipelihara pada kondisi lingkungan yang nyaman agar berproduksi dengan optimal. Sapi potong akan mengalami stres apabila berada di luar kondisi nyaman karena sapi tergolong ternak berdarah panas (homeotherm) yang berusaha mempertahankan suhu tubuhnya antara 38°C dan 39°C. Selain suhu, lingkungan, dan genetiknya, pakan yang diberikan pada ternak juga mempengaruhi fisiologisnya. Penelitian dilakukan di Kecamatan Poncokusumo yang
merupakan
kawasan
berbukit-bukit
dan
berada
pada
ketinggian 600 sampai 1200 m dpl dengan curah hujan rata-rata 2300 sampai 2500 mm/tahun dan suhu rata-rata 21,7°C.
B. Tujuan Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui respon cekaman yang diterima sapi Limpo di daerah dataran tinggi dengan penambahan pakan tambahan berupa konsentrat.
BAB II ISI
Penelitian dilakukan pada temperatur dan kelembaban lingkungan, frekuensi pernafasan sapi betina dara sebelum dan sesudah diberi konsentrat, suhu tubuh sapi betina dara sebelum dan sesudah diberi konsentrat, dan HTC (Heat Tolerance Coefficient) sapi betina sebelum dan sesudah doberi konsentrat. Penelitian pada temperatur dan kelembaban lingkungan memperlihatkan bahwa suhu maksimum dan kelembaban minimum terjadi pada pukul 12.00 sampai 13.00 WIB. Kelembaban di Poncokusumo berkisar antara 24 sampai 31°C dengan rata-rata 27,5 °C. Sapi potong membutuhkan kondisi nyaman, yaitu temperatur lingkungan yang nyaman untuk melancarkan fungsi dalam proses fisiologi ternak yang tertentu. Kondisi nyaman untuk sapi dari daerah tropis adalah antara 22°C sampai 30°C, sedangkan untuk sapi daerah sedang adalah 13°C sampai 25°C. Penelitian selanjutnya dilakukan untuk mengetahui frekuensi pernafasan sapi Limpo betina sebelum dan sesudah diberi konsentrat di dataran tinggi Poncokusumo. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa frekuensi pernafasan sapi Limpo betina mengalami kenaikan, penurunan, dan stagnan. Frekuensi pernafasan sebelum diberi konsentrat lebih rendah
dibanding
dengan
sesudah
diberi
konsentrat.
Frekuensi
pernafasan merupakan upaya ternak untuk mengurangi panas tubuh yang disebabkan oleh lingkungan. Suhu dan kelembaban udara yang tinggi akan menyebabkan kenaikan frekuensi pernafasan guna menyesuaikan diri dengan lingkungan. Tahap penelitian selanjutnya dilakukan untuk meneliti suhu tubuh sapi betina dara sebelum dan sesudah diberi konsentrat. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa suhu tubuh sapi betina dara sebelum pemberian konsentrat berkisar antara 38,2°C sampai 38,6°C dengan rata-rata 38,4°C dan suhu tubuh sesudah pemberian konsentrat berkisar antara 38,5°C sampai 39°C dengan rata-rata 38,7°C, sedangkan kisaran suhu normal
pada jenis ternak mamalia adalah antara 37°C sampai 39°C. Agar ternak dapat mempertahankan kisaran suhu tubuhnya, ternak memerlukan keseimbangan antara produksi panas dengan keseimbangan panas yang dilepaskan tubuhnya. Suhu tubuh pada sapi Limpo sesudah pemberian konsentrat lebih tinggi dibanding dengan sebelum diberi konsentrat. Pakan yang diberikan pada ternak dalam level yang berbeda akan menyebabkan kondisi fisiologis seperti suhu tubuh (panas tubuh), denyut nadi, dan frekuensi nafas akan berbeda akibat perbedaan proses fermentasi atau metabolisme yang terjadi dalam tubuh, perbedaan tersebut akan berpengaruh terhadap respon produksi suatu ternak. Semakin tinggi level pakan yang diberikan, maka energi yang dikonsumsi semakin tinggi yang berakibat pada meningkatnya panas yang diproduksi dari dalam tubuh, akibat tingginya proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh dan ditambah lagi pengaruh panas lingkungan. Hal tersebut dapat menyebabkan ternak mudah mengalami stres. Kondisi tersebut menyebabkan ternak akan selalu berupaya mempertahankan temperatur tubuhnya pada kisaran yang normal dengan cara melakukan mekanisme thermoregulasi. Penelitian selanjutnya bertujuan untuk mengetahui HTC (Heat Tolerance Coefficient) sapi betina dara sebelum dan sesudah diberi konsentrat. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai HTC sebelum diberi konsentrat dibanding dnegan sesudah diberi konsentrat adalah sama. Suhu tubuh dan frekuensi pernafasan merupakan parameter dasar yang dipakai untuk menduga daya adaptasi ternak. Ternak dapat dikatakan memiliki tingkat ketahanan pada panas yang baik jika nilai HTC = 2 dan semakin tinggi nilai HTC berarti semakin rendah tingkat ketahanannya. Hal ini dikarenakan
semakin
besar
kenaikan
pernafasan, maka HTC semakin tinggi.
suhu
tubuh
dan
frekuensi
BAB III KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di kecamatan Poncokusumo mengenai Nilai HTC (Heat
Tolerance Coefficient )
pada sapi peranakan
limousin (limpo) betina dara sebelum dan sesudah diberi konsentrat, dapat disimpulkan bahwa pemberian pakan tambahan berupa konsentrat pada sapi Limpo betina dara di daerah dataran tinggi Poncokusumo dapat meningkatkan suhu tubuh, sedangkan pemberian konsentrat tidak berpengaruh terhadap frekuensi pernafasan dan nilai HTC, suhu tubuh sapi dipengaruhi oleh suhu lingkungannya dan proses metabolisme dalam tubuhnya.