1
MAKALAH
ETIKA PROFESI
- Kasus WhistleBlower sebagai
Pengungkap Rahasia Perusahaan -
OLEH :
PUTRI AYU MAHARANI
D42112259
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2015
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan Puji serta rasa Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan segala anugerah, rahmat dan karunia–Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Mata Kuliah Etika Profesi yang berjudul "Kasus WhistleBlower sebagai Pengungkap Rahasia Perusahaan" ini sebagaimana mestinya dan tepat pada waktunya.
Dalam penulisan Makalah Mata Kuliah Etika Profesi ini, Penulis mempelajari lebih dalam tentang materi yang akan dibahas di dalam makalah ini. Sumber utama Informasi yang digunakan penulis ialah sumber utama yang diberikan oleh Dosen Mata Kulia Etika Profesi yaitu, Bapak Elyas Palentei serta sumber lainnya yang penulis temukan dari internet.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan serta penulisan Makalah Mata Kuliah Etika Profesi ini, untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca maupun Bapak Dosen yang bersangkutan. Semoga Makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan pembaca umum makalah Mata Kuliah Etika Profesi ini, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa menyertai dan meridhoi langkah kita semua dalam meraih kesuksesan, Aamiin.
Makassar, 19 Desember 2015
Penulis,
PUTRI AYU MAHARANI
NIM. D421 12 259
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I - PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan 2
BAB II - PEMBAHASAN 3
2.1. Whistle Blowing 3
2.1.1 Whistleblowing System 3
2.1.2 Ikhtisan Whistleblowing 4
2.1.3 Undang-Undang dan Peraturan Terkait 6
2.2. Kasus Whistle Blowing 6
2.2.1. Sang WhistleBlower Susno Duadji 7
2.2.2. Jual Rahasia ke Pepsi, Mantan Sekretaris Coca Cola Dibui 9
2.2.3. Fenomena Pengungkapan Rahasia Melalui Media Sosial 10
BAB III - PENUTUP 13
3.1. Kesimpulan 13
3.2. Saran 14
DAFTAR PUSTAKA 15
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Etika adalah ilmu yang membahas tentang moralitas atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan moralitas. Secara umum, prinsip-prinsip yang berlaku dalam kegiatan bisnis yang baik sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai manusia pada umumnya. Prinsip-prinsip itu juga sangat erat kaitannya dengan system nilai yang dianut oleh masyarakat. Profesi adalah suatu hal yang harus dibarengi dengan keahlian dan etika. Meskipun sudah ada aturan yang mengatur tentang kode etik profesi, namun seperti kita lihat saat ini masih sangat banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran ataupun penyalah gunaan profesi. Untuk itu penulis akan membahas pengertian dari kode etik profesi dan sanksi atas pelanggaran kode etik profesi.
Yang sering terjadi di beberapa instansi atau perusahaan atau organisasi ialah seringnya terjadi pembocoran informasi yang ada di instansi atau perusahaan atau organisasi yang bersangkutan tersebut yang di lakukan oleh whistleBlower (Pengungkap Aib).
Terkait dengan usaha penerapan Good Corporate Governance terutama penjabaran dari Bab 1 pasal 2 ayat 2 tentang kewajiban BUMN menerapkan GCG dan termasuk didalamnya pemberantasan korupsi, gratifikasi, dan praktek kecurangan lainnya, manajemen PTPN II sepakat bahwa salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah dan memerangi praktek yang bertentangan dengan praktik tata kelola perusahaan yang baik adalah melalui mekanisme pelaporan pelanggaran (whistleblowing system).
Untuk itu manajemen perusahaan sepakat untuk menyusun suatu pedoman tentang tatacara /sistem pelaporan pelanggaran (whistleblowing sistem) yang akan menjadi acuan tentang bagaimana tatacara pelaporan yang santun dan beretika dan meningkatkan partisipasi karyawan dalam melaporkan pelanggaran.
Whistleblowing system (WBS) yang efektif akan mendorong partisipasi masyarakat dan karyawan perusahaan untuk lebih berani bertindak untuk mencegah terjadinya kecurangan dan korupsi dengan melaporkan kepihak yang berwenang menanganinya diperusahaan. Ini berarti whistleblowing system mengeliminasi budaya "diam" menuju kearah budaya "kejujuran dan keterbukaan ", disamping itu manajemen Perusahaan memiliki kesempatan untuk mengatasi permasalahan secara internal terlebih dahulu, sebelum permasalahan tersebut merebak ke publik yang dapat mempengaruhi reputasi perusahaan.
Oleh karenanya, dalam makalah ini penulis akan dijelaskan mengenai kasus whistleblowing yang pernah terjadi baik di Indonesia maupun di Negara lain.
Tujuan
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi. Selain itu, tujuan lebih rincinya ialah sebagai berikut :
Mengetahui bagaimana pandangan terhadap kajian pembahasan WhistleBlowing terhadap kasus yang bersangkutan
Menanggapi Kasus yang bersangkutan terhadap Kajian Pembahasan WhistleBlowing
BAB II -
PEMBAHASAN
WhistleBlowing
2.1.1 Whistleblowing System
Terkait dengan usaha penerapan Good Corporate Governance terutama penjabaran dari Bab 1 pasal 2 ayat 2 tentang kewajiban BUMN menerapkan GCG dan termasuk didalamnya pemberantasan korupsi, gratifikasi, dan praktek kecurangan lainnya, manajemen PTPN II sepakat bahwa salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah dan memerangi praktek yang bertentangan dengan praktik tata kelola perusahaan yang baik adalah melalui mekanisme pelaporan pelanggaran (whistleblowing system).
Untuk itu manajemen perusahaan sepakat untuk menyusun suatu pedoman tentang tatacara /sistem pelaporan pelanggaran (whistleblowing sistem) yang akan menjadi acuan tentang bagaimana tatacara pelaporan yang santun dan beretika dan meningkatkan partisipasi karyawan dalam melaporkan pelanggaran.
Whistleblowing system (WBS) yang efektif akan mendorong partisipasi masyarakat dan karyawan perusahaan untuk lebih berani bertindak untuk mencegah terjadinya kecurangan dan korupsi dengan melaporkan kepihak yang berwenang menanganinya diperusahaan. Ini berarti whistleblowing system mengeliminasi budaya "diam" menuju kearah budaya "kejujuran dan keterbukaan", disamping itu manajemen Perusahaan memiliki kesempatan untuk mengatasi permasalahan secara internal terlebih dahulu, sebelum permasalahan tersebut merebak ke publik yang dapat mempengaruhi reputasi perusahaan. Whistleblowing System yang efektif memerlukan struktur dan proses yang benar, karena para pelapor memerlukan rasa aman dan jaminan keselamatan untuk mau berpartisipasi dalam mencegah kecurangan dan korupsi, tanpa jaminan keselamatan baik nyawa maupun harta benda dan rasa aman bagi pelapor serta keluarganya, maka whistleblowing system tidak akan berjalan efektif.
2.1.2 Ikhtisar Whistleblowing
2.1.2.1 Apakah "pelanggaran" itu?
Yang dimaksud "pelanggaran" dalam pedoman ini adalah perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan, peraturan/ standar industry terkait dan standar operasional perusahaan (SOP), serta dapat dilaporkan.
Termasuk dalam aktivitas pelanggaran antara lain adalah :
Melanggar peraturan perundang-undangan, misalnya pemalsuan tanda tangan, korupsi, penggelapan, mark-up, penggunaan narkoba, perusakan barang.
Melanggar pedoman etika perusahaan, misalnya benturan kepentingan, pelecehan, terlibat dalam kegiatan masyarakat yang dilarang.
Melanggar prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Melanggar kebijakan dan prosedur operasional perusahaan, atau kebijakan, prosedur, peraturan lain yang dianggap perlu oleh perusahaan.
Tindakan kecurangan lainnya yang dapat menimbulkan kerugian financial ataupun non financial.
Tindakan yang membahayakan keselamatan kerja.
2.1.2.2 Apakah "pelaporan pelanggaran" itu?
Pelaporan pelanggaran (Whistleblowing) adalah pengungkapan tindakan pelanggaran atau pengungkapan perbuatan yang melanggar hukum, perbuatan tidak etis/ tidak bermoral atau perbuatan lain yang dapat merugikan perusahaan maupun pemangku kepentingan, yang dilakukan oleh karyawan atau pimpinan perusahaan kepada perusahaan, atau instansi lain yang dapat mengambil tindakan atas pelanggaran tersebut. Pengungkapan ini umumnya dilakukan secara rahasia (confidential).
Pengungkapan harus dilakukan dengan itikad baik dan bukan merupakan suatu keluhan pribadi atas suatu kebijakan perusahaan tertentu ataupun didasari kehendak buruk/ fitnah.
2.1.2.3 Siapakah yang disebut "pelapor pelanggaran" ?
Pelapor pelanggaran (whistleblower) adalah karyawan PTPN II (pihak internal) namun tidak tertutup adanya pelapor dari pihak eksternal (pelanggan, pemasok, masyarakat). Pelapor seyogyanya memberikan bukti, informasi, atau indikasi yang jelas atas terjadinya pelanggaran yang dilaporkan, beserta bukti-bukti yang akurat, sehingga dapat ditelusuri atau ditindaklanjuti. Tanpa informasi yang memadai laporan akan sulit untuk ditindak lanjuti.
2.1.2.4 Perlindungan pelapor?
Sistem Pelaporan Pelanggaran PTPN II memberikan fasilitas dan perlindungan (whistleblower protection) sebagai berikut :
Perlindungan kerahasiaan identitas pelapor. Perlindungan ini diberikan bila pelapor memberikan identitas serta informasi yang dapat digunakan untuk menghubungi pelapor. Walaupun diperbolehkan, namun penyampaian pelaporan secara anonim, yaitu tanpa identitas, tidak direkomendasikan. Pelaporan secara anonim menyulitkan dilakukannya komunikasi untuk tindak lanjut atas pelaporan.
Perlindungan atas tindakan balasan dari terlapor atau organisasi. Perlindungan dari tekanan, dari penundaan kenaikan pangkat, pemecatan, gugatan hukum, hingga tindakan fisik. Perlindungan ini diberikan tidak hanya untuk pelapor tetapi juga dapat diperluas hingga anggota keluarganya.
Informasi pelaksanaan tindak lanjut, berupa kapan dan bagaimana serta kepada institusi mana tindak lanjut diserahkan, informasi ini disampaikan secara rahasia kepada pelapor yang lengkap identitasnya.
Perlindungan diatas tidak diberikan kepada pelapor yang terbukti melakukan pelaporan palsu dan/ atau fitnah. Pelapor yang melakukan fitnah dapat dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, misalnya KUHP pasal 310 dan 311 atau peraturan internal perusahaan (Pedoman Etika Perusahaan, Perjanjian Kerja.
2.1.2.5 Perbedaan antara saksi dan pelapor
Saksi adalah seseorang yang melihat dan mendengar atau mengalami sendiri tindak pelanggaran yang dilakukan terlapor dan bersedia memberikan keterangannya didepan siding pengadilan.
Pelapor adalah orang yang melaporkan adanya tindakan pelanggaran, tetapi mungkin ia tidak melihat dan mendengar sendiri pelaksanaan tindak pelanggaran tersebut, tetapi mempunyai bukti-bukti surat atau alat bukti petunjuk (rekaman, gambar, dlsb) bahwa telah terjadi tindak pelanggaran.
2.1.3 Undang-Undang dan Peraturan Terkait
Peraturan perundangan terkait di Indonesia
Walaupun belum terdapat peraturan perundangan yang secara komprehensif mengatur mengenai SPP/WBS, Indonesia memiliki beberapa peraturan perundangan yang secaraparsial menangani pelaporan pelanggaran dan perlindungan pelapor, antara lain:
UU No.28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih & Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; pasal 9
UU No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 31 danpasal 41 ayat (2) butir e.
Kasus Whistle Blowing
Sang WhistleBlower Susno Duadji
Whistle blower bukanlah sesuatu yang baru melainkan sesuatu yang sudah lama ada. Whistle blower menjadi sangat polpuler di Indonesia karena akhir-akhir ini sangat marak pemberitaan yang menimpa Kepolisian Republik Indonesia dengan pihak whistle blower (Komjen Susno Duadji, mantan Kabareskrim Polri). Itu adalah salah satu contoh di Indonesia, contoh lain di luar Indonesia yang menjadi whistle blower. Skandal yang terjadi ditubuh Kepolisian adalah sekandal maklar kasus. Kita perlu ketahui bahwa skandal tersebut melanggar hukum dan dapat menimbulkan kerugian keuangan negara ancaman bagi kehidupan bermasyarakat.
Atas keberaniannya mengungkap kebenaran atas pelanggaran yang terjadi maka Komjen Susno Duadji, meraih Whistle Blower Award 2010 dari Komunitas Pengusaha Antisuap (Kupas). Susno menang karena dinilai memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh panitia, yaitu laporannya berdasarkan fakta dan bukan fitnah; memberikan dampak publik yang luas dan positif; bertujuan agar ada langkah-langkah konkret untuk perbaikan ke depan; tidak ada motivasi untuk memopulerkan diri dan meraih keuntungan pribadi, baik secara fisik maupun secara finansial; serta menyadari sepenuhnya segala potensi risiko bagi dirinya atau keluarganya.
Didalam dunia nyata yang mengalami pelanggran dalam hal hukum tidak hanya terjadi didalam perusahaan atau institusi pemerintahan yang dapat menimbulkan ancaman secara substansial bagi masyarakat akibat dari tindakan whistle blowing. Salah satu tipe dari whistle blower yang paling sering ditemukan adalah tipe internal whistle blower yaitu seorang pekerja atau karyawan didalam suatu perusahaan atau institusi yang melaporkan suatu tindakan pelanggaran hukum kepada karyawan lainnya atau atasannya yang juga ada didalam perusahaan tersebut.
Selain itu juga ada tipe external whistleblower adalah pihak pekerja atau karyawan didalam suatu perusahaan atau organisasi yang melaporkan suatu pelanggaran hukum kepada pihak diluar institusi, organisasi atau perusahaan tersebut. Biasanya tipe ini melaporkan segala tindakan melanggar hukum kepada media, penegak hukum, ataupun pengacara, bahkan agen-agen pengawas praktik korupsi ataupun institusi pemerintahan lainnya. Contohnya seperti Komjen Susno Duadji yang melaporkan praktek markus di tubuh Kepolisian, Kejaksaan dan Dirjen Pajak kepada Satgas Mafia Hukum, DPR RI. Secara umum seoarang whistle blower tidak akan dianggap sebagai orang perusahaan/insitusi karena tindakannya melaporkan tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pihak perusahaan/institusi.
Dasar Hukum di Indonesia UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, namun penerapan undang-undang itu masih lemah. Khususnya perlindungan bagi Whistle Blower. "UU 13/2006 masih memiliki banyak kelemahan. Perlindungan mengenai saksi pelapor justru ada dalam pasal 15 UU KPPU," ungkap Ketua PPATK, Yunus Hussein.
Pendapat ini juga disetujui oleh Mas Achmad Santosa, anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. "Penguatan harus dilakukan, terutama terhadap pasal 10 UU Perlindungan Saksi dan Korban," ujar Mas Achmad. Perlindungan terhadap saksi pelapor harus dilakukan dengan merahasiakan identitas pelapor. Selain itu, pelapor juga harus dilindungi dari berbagai ancaman. Namun hal ini juga masih sulit dilaksanakan. "Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban sendiri masih belum kuat untuk berfungsi sebagaimana mestinya," ujar Yenti Garnasih, dosen FH Universitas Trisakti.
Secara lengkapnya seorang whistle blower telah menyimpang dari kepentingan perusahaan/institusi. Jika pengungkapan ternyata dilarang oleh hukum atau diminta atas perintah eksekutif untuk tetap dijaga kerahasiannya maka laporan seoarang whistle blower tidak dianggap berkhianat. Bagaimanapun juga di Amerika Serikat tidak ada kasus dimana seorang whistle Blower diadili karena dianggap berkhianat. Oleh karena itu sudah selaknya seorang Whistle blower wajib di lindungi dan bahkan di berikan penghargaan. Hal tersebut seperti dalam U.S Federal Whistleblower Statues, untuk dianggap sebagai seoarang whistle blower seorang pekerja/bawahan harus secara beralasan yakin bahwa seseorang atau institusi atau organisasi ataupun perusahaan telah melakukan tindakan pelanggaran hukum.
Jual Rahasia ke Pepsi, Mantan Sekretaris Coca Cola Dibui
Atlanta -Jangan coba-coba menjual rahasia perusahaan, kalau Anda tidak ingin senasib dengan mantan sekretaris perusahaan minuman ringan Coca Cola Joya Williams. Wanita berusia 43 tahun ini akhirnya dihukum 8 tahun penjara karena terbukti mencoba menjual dokumen rahasia Coca Cola kepada rival berat mereka Pepsi Cola. Meski sudah meminta pengampunan kepada sang hakim federal di Atlanta, Georgia AS, Williams tetap dinyatakan bersalah dan harus menjalani hidupnya di hotel prodeo. Demikian berita yang dikutip dariAFP, Kamis (24/5/2007). Hakim tak lupa menghukum partner Williams, Ibrahim Dimson. Namun hukuman Dimson lebih ringan, yakni hanya 5 tahun penjara. Selain kedua orang ini, ada 1 orang lagi yang menunggu keputusan palu hakim, yakni Edmun Duhaney. Jaksa penuntut menilai, hukuman itu perlu untuk memberi perlindungan atas hak intelektual perusahaan di AS. Selain dipenjara, Williams dan Dimson diperintah hakim untuk membayar US$ 40,000 dollar kepada Coca Cola. Kasus jualan rahasia perusahaan ini bermula pada tahun 2006, ketika Williams keluar dari Coca Cola. Williams membawa sampel produk baru Coca Cola dan beberapa dokumen yang menurutnya akan membuat Pepsi tertarik. Williams kemudian menyerahkan sampel produk Coca Cola itu kepada Duhaney dan Dimson yang nantinya akan menjual produk itu kepada Pepsi. Pada bulan Mei 2006, Pepsi menerima surat dari Dimson yang mengaku sebagai petinggi di Coca Cola dan mengaku mempunyai dokumen-dokumen yang pasti buat Pepsi ngiler. Namun bukan duit yang Dimson terima, Pepsi malah menghubungi FBI untuk meneliti kasus ini. Agen FBI pun menyamar untuk memasang perangkap ketika Dimson mengirim 14 lembar faksimili yang bertuliskan dokumen rahasia Coca Cola. Agar masuk perangkap, Dimson dibayar dulu sebanyak US$ 5.000, kemudian agen itu menjanjikan akan memberikan US$ 30.000 dalam kotak kue kepada Dimson di Bandara Atlanta. Akhirnya Dimson ditangkap. Coca Cola pun tidak tinggal diam, mengetahui karyawannya membocorkan rahasia, manajemen memasang kamera pengawas yang menangkap basah Williams sedang memasukkan dokumen rahasia dalam tasnya saat dia akan pulang kerja.
Fenomena Pengungkapan Rahasia melalui Media Sosial
Segala sesuatu yang dituangkan di sebuah tulisan atau status bisa berkonsekuensi hukum entah itu hanya teguran, peringatan bahkan bisa jadi berbuah somasi atau gugatan. Dasarnya, semua warga negara Indonesia dijamin oleh UU untuk mengeluarkan pendapat dan gagasan, termasuk memperoleh, menyimpan, mengolah dan menyalurkan informasi melalui berbagai jenis media. Tapi perlu diingat bahwa dalam penerapan kebebasan itu, setiap warga negara juga dibatasi oleh UU itu sendiri. Sebagai karyawan atau mantan karyawan, setiap orang terikat kode etik dalam menceritakan dan menyebarkan informasi kantor atau bekas kantornya kepada publik. Saat ini ada 6 regulasi yang mengatur tentang etika ini dan wajib diperhatikan sebelum menyalurkan segala cerita tentang kerjaan. Pertama adalah UU ketenagakerjaan, dimana didalamnya di atur hak dan kewajiban perusahaan serta hak dan kewajiban pekerja. Dalam perjanjian kerja bersama mungkin saja diatur bagaimana prosedur atau mekanisme menyebarkan informasi dan segala kegiatan yang terkait dengan kantor kepada publik. Apabila dalam mekanisme itu ada yang dilanggar karyawan, maka tentu saja ada sanksinya. Bahkan kadang di surat perjanjian berakhirnya masa kerja, ada pasal yang melarang mantan karyawan untuk menyebarluaskan aktivitas di perusahaan meskipun tak terikat kerja di situ lagi. Selanjutnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), misalnya saja dianggap menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduh suatu hal agar dapat diketahui umum atau pencemaran nama baik melalui gambar atau tulidan yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempel di muka umum. Jadi jangan sampai karyawan atau mantan karyawan menjelek-jelekkan perusahaannya karena bisa jadi dikenai pasal ini. Membocorkan rahasia perusahaan juga bisa melanggar UU Rahasia Dagang, dimana pengungkapan informasi tertentu yang mungkin masuk kategori rahasia dagang tanpa seijin pemiliknya kepada publik, maka dapat dikenakan sanksi pidana atau menimbulkan hak bagi pemiliknya untuk mengajukan ganti rugi. Tindakan menceritakan masalah kantor secara jelas tanpa inisial dan gamblang bahkan bisa terjerat UU Informasi dan Transaksi Elektronik, Kitab UU Hukum Perdata terutama pasal 1365 dan 1372. Pasal 1365 KUHper menentukan bahwa tiap perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang melakukan perbuatan tersebut untuk mengganti kerugian. Sedangkan Pasal 1372 KUHPer mengatur mengenai tuntutan perdata atas penghinaan untuk mendapat ganti rugi dan pemulihan nama baik. Dan sanksi hukum yang terakhir adalah bisa melanggar UU Keterbukaan Informasi Publik . Dari segala konsekuensi di atas, maka selayaknya sebagai warga negara yang baik, keluhan itu boleh hanya saja ada etikanya. Tulisan harus berdasar pada fakta-fakta, jangan sampai hanya berupa emosi sesaat, sebelum menulis harus juga diingat apakah sewaktu kita menandatangani surat perjanjian kerja ada pasal yang terkait tentang ini, dibolehkan atau tidaknya karyawan mengeluarkan keluhan tentang perusahaan tempatnya bekerja, tulisan dan kritikan melalui media harus fokus pada masalah dan bagaimana penyelesaian masalah tersebut, jangan berupa publikasi keburukan seseorang. Dan untuk persiapan seandainya ada serangan balik, maka segala keluhan atau kritikan harus ada dokumen buktinya yang relevan, termasuk juga mungkin saksi-saksi. Menulis juga hendaknya yang dapat memberi manfaat jangan yang berupa keluhan ini itu atau caci maki. Sekali lagi kebebasan dilindungi UU tapi juga ada kebebasan orang lain/ instansi/ perusahaan yang juga di lindungi UU. Jadi selayaknya saat menceritakan masalah kantor di blog atau jejaring sosial yang tentunya bisa diakses publik harus diingat segala ketentuan UU nya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat penulis sampaikan berdasarkan pembahasan pada makalah ini ialah sebagai berikut :
Whistle blowing (Pengungkap Aib) merupakan istilah bagi karyawan, mantan karyawan atau pekerja, anggota dari suatu institusi atau organisasi yang melaporkan suatu tindakan yang dianggap melanggar ketentuan kepada pihak yang berwenang.
Pendapat umum terhadap whistleblower adalah bahwa hal itu merupakan ketidakloyalan dan bahwa seorang insinyur atau manager yang memiliki tugas untuk loyal pada perusahaan yang dapat membawa dampak negative dalam kolega dan prima yang tidak bersalah, bukan hanya pada mereka yang terlibat dalam praktik yang tidak etis dan ilegal. Oleh karena itu, bagi perusahaan yang menjalankan aktifitas usahanya secara etis maka whistleblowing merupakan bagian dari sistem pengendalian. Namun bagi perusahaan yang tidak menjalankan aktifitas usahanya dengan tidak etis maka whistleblowing dapat menjadi ancaman.
Fenomena whistleblowing dapat dibenarkan adalah sebagai berikut:
Mengkonfirmasi bahwa hal tersebut memiliki risiko kepada publik atau rekan kerja sehingga diperlukan tindakan perbaikan atas hal tersebut.
Menguji motif whistleblower. Di sini rekan terpercaya mungkin dapat membantu dalam refleksi. Terdapat bahaya dari motif yang heroik, dengan citra whistle blower yang mengalahkan organisasi 'jahat', atau motif balas dendam.
Bukti harus diperiksa, diverifikasi, dan dicatat.
Menyatakan dengan jelas keberatan terhadap praktik yang terlibat, bukan terhadap orang-orangnya. Di mana keberatan menjadi orang yang dipusatkan ada bahaya dari kehilangan keobjektifan.
Semua prosedur perusahaan harus diikuti oleh potensi whistle blower, dan jika tidak ada itikad baik secara internal perusahaan maka pengungkapan eksternal perlu dipertimbangkan.
Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan berdasarkan pembahasan pada makalah ini ialah sebagai berikut :
Lakukanlah profesi anda sebagai mana mestinya.
Dalam berusaha/menjalanakan usaha hendaknya agar tidak memberi dampak yang buruk baik bagi pekerja maupun masyarakat pada umumnya.
Untuk dapat merebut hati pihak yang menjadi sasaran maka diperlukan etika yang baik dan keprofessionalan dalam kegiatan melobi.
Beranilah melaporkan segala jenis tindakan yang dapat merugikan baik pekerja/karyawan dan masyarakat yang dilakukan oleh pihak-pihak di lembaga tertinggi suatu organisasi atau instansi terkait.
Menjaga aktifitas usaha yang etis dalam perusahaan dan melakukan perbaikan atas system salah yang berjalan dalam perusahaan agar tercipta lingkungan perusahaan yang kondusif dan terpercaya.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.kompasiana.com/rpp/sang-whistle-blower_54ffbaaca333113244511790 (diakses pada tanggal 18 Desember 2015 pukul 22:11 WITA).
http://finance.detik.com/read/2007/05/24/121606/784559/4/jual-rahasia-ke-pepsi-mantan-sekretaris-coca-cola-dibui (diakses pada tanggal 18 Desember 2015 pukul 22:11 WITA).
http://www.kompasiana.com/destarania/hati-hati-menceritakan-masalah-kantor-di-social-media-ada-batasan-hukumnya_550e04fca33311ab2dba7f1d (diakses pada tanggal 18 Desember pukul 22:11 WITA).
http://ptpn2.com/Sistem%20Pelaporan%20Pelanggaran2.pdf (diakses pada tanggal 18 Desember pukul 22:11 WITA).
http://www.komisiinformasi.go.id/regulasi/view/uu-nomor-30-tahun-2000 (diakses pada tanggal 18 Desember pukul 22:11 WITA).
http://www.komisiinformasi.go.id/regulasi/view/penjelasan-atas-uu-nomor-30-tahun-2000 (diakses pada tanggal 18 Desember 2015 pukul 22:11 WITA).