MAKALAH ETIKA PROFESI JURNALISTIK KODE ETIK JURNALIST JURNALISTIK IK MAKALAH DISUSUN OLEH DODIK HANDOKO
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Euforia era Euforia era reformasi tampaknya masih terasa hingga kini. Tiba-tiba banyak orang yang merasa berhak menjadi apa saja, termasuk menjadi wartawan. Orang yang merasa berhak dan mampu menjadi calon legislator bahkan mencapai ratusan atau bahkan ribuan dalam satu kabupaten / kota. Khusus di bidang pers, banyak orang yang tiba-tiba menjadi wartawan dan memiliki kartu pers, padahal mereka tidak pernah melalui jenjang pendidikan jurnalistik yang memadai dan benar. Karena tidak memiliki pendidikan yang memadai dan tidak pernah mendapatkan atau mengikuti pendidikan jurnalistik yang memadai dan benar, maka tidaklah mengherankan kalau banyak oknum ok num wartawan yang menyalahgunakan men yalahgunakan profesinya p rofesinya dan melanggar kode kod e etik wartawan atau Kode Etik Jurnalistik. Perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan pers adalah lembaga sosial sosial dan dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi, baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar , suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. (UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers). Lalu apa dan siapa wartawan itu? Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Wartawan bebas memilih organisasi wartawan, tetapi mereka
harus memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik. Ju rnalistik. Sebagai professional dan dalam melaksanakan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum. Wartawan adalah orang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, rasa keterlibatan besar terhadap masalah-masalah sosial kemasyarakatan, memiliki integritas, cermat, andal, siaga, disiplin, serta memiliki keterbukaan. Sebagai orang yang senantiasa bersentuhan dengan publik, wartawan dalam menjalankan profesinya diikat oleh norma dan aturan-aturan yang berlaku di tengah masyarakat. Wartawan pun harus menghormati etika dan kaidah-kaidah yang ada, termasuk menaati Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang telah disepakati bersama oleh 29 organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers Indonesia Indonesia,, di Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006, dan ditetapkan oleh Dewan Pers pada Ditetapkan di Jakarta, pada tanggal 24 Maret 2006, melalui Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006, tentang Kode Etik Jurnalistik. B. RUMUSAN MASALAH
Dalam penulisan makalah ini penulis memiliki batasa-batasan masalah guna untuk membatasi pembahasan makalah ini, agar nantinya dalam pembahasan tidak keluar dari materi ini. Batasan-batasan itu adalah : 1. Apakah kode etik itu ? 2. Apakah dewan per situ ? 3. Seperti apakah kode etik jurnalistik itu ? 4. Seperti apakah etika jurnalistik itu ? 5. Seperti apa kekuatan kode etik itu ? 6. Tantangan apa yang harus dihadapi jurnalistik ? 7. Seperti apakah kepribadian wartawan Indonesia itu ? 8. Pertanggung jawaban seperti apakah yang harus ddilakukan oleh seorang jurnalistik ?
BAB II PEMBAHASAN A. PENGERTIAN KODE ETIK
Etika berasal dari bahasa Latin, ethica, yang berarti aturan atau kaidah-kaidahmoral kaidah-kaidahmoral,, tata susila yang mengikat suatu masyarakat atau kelompok masyarakat, atau profesi. Etika didasari oleh kejujuran dan integritas perorangan.
Etika yang mengikat masyarakat dalam sebuah profesi itulah yang disebut Kode Etik, maka lahirlah berbagai macam Kode Etik, antara lain Kode Etik Wartawan atau Kode Etik Jurnalistik, Kode Etik Kedokteran, dan Kode Etik Pengacara. Di Indonesia, Kode Etik Wartawan tidak hanya merupakan ikatan kewajiban moral bagi anggotanya, melainkan sudah menjadi bagian dari hukum positif, karena Pasal 7 (2) UU Pers dengan tegas mengatakan bahwa wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik. Kode Etik Jurnalistik dimaksud yaitu kode etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers. B. PENGERTIAN DEWAN PERS
Dewan Pers adalah lembaga independen yang dibentuk oleh masyarakat dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional. Lembaga ini diakui oleh pemerintah dan mendapatkan biaya dari pemerintah dalam menjalankan fungsinya. Fungsi yang diemban oleh Dewan Pers yaitu melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers; menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik; memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers; mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah; memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan; serta mendata perusahaan pers. Anggota Dewan Pers terdiri atas wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan; pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers; tokoh masyarakat; ahli di bidang pers dan atau komunikasi, dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers. C. KODE ETIK JURNALISTIK
Kode Etik Jurnalistik yang telah ditetapkan oleh Dewan Pers terdiri atas 11 pasal dan diawali dengan pembukaan, yang antara lain menyatakan bahwa kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Juga dinyatakan bahwa kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga
menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama. Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
Surat Keputusan Dewan Pers No.03/SK-DP/III/2006, tanggal 24 Maret 2006 tentang Kode Etik Jurnalistik :
Pasal 1 Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Pasal 2 Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Pasal 3 Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Pasal 4 Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Pasal 5 Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. Pasal 6 Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan "off the record" sesuai dengan kesepakatan.
Pasal 8 Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani. Pasal 9 Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik. Pasal 10 Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa. Pasal 11 Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Kode etik merupakan prinsip yang keluar dari hati nurani setiap profesi, sehingga tiap tindakanya seseorang yang berprofesi akan membutuhkan tolak ukur dalam profesinya. Seperti pada profesi jurnalistik memliki kebebasan pers sendiri tentunya memiliki batasanya sendiri, dimana batsan yang paling utama dan tak pernah salah adalah apa yang keluar dari hati nurani, namun kebebasan pers bukan hanya dibatai oleh kode etik jurnalistik akan tetapi ada batsan yang kuat yang tercantum pada undang-undang. D. ETIKA JURNALISTIK
Jurnalistik merupakan cara kerja media massa dalam mengelola dan menyajikan informasi pada masyarakat,yang bertujuan untuk menciptakan komunikasi yang efektif, dalam arti informasi yang disebarluaskan merupakan informasi yang diperlukan. Jurnalistik berasal dari bahasa asing yaitu diurnal dan dalam bahasa inggris journal yang berarti catatan harian. Etika jurnalistik adalah Standart aturan perilaku dan moral yang mengikat para jurnalistik dalam melaksanakan pekerjaanya. Etika jurnalistik ini sangat penting dimana bukan hanya
mencerminkan standart jkualitas jurnalistik namun untuk menghindari dan melindungi masyarakat dari kemungkinan dmpak yang merugikan dari tindakan atu perilaku keliru dari seorang jurnalis. E. KEKUATAN KODE ETIK
Kode etik dibuat atas prinsip bahwa pertanggung jawaban tentang penataannya berada terutama pada hati nurani setiap wartawan Indonesia. Dan bahwa tidak ada satupun pasal dalam kode etik (jurnalistik) yang memberi wewenang kepada golongan manapun di luar PWI untuk mengambil tindakan terhadap seorang wartawan Indonesia atau terhadap penerbitan pers. Karenanya saksi atas pelanggaran kode etik adalah hak yang merupakan hak organisatoris dari PWI melalui organ-organnya. Menyimak dari kandungan kode etik jurnalistik di atas tampak bahwa nilai-nilai moral, etika maupun kesusilaan mendapat tempat yang sangat urgen, namun walau demikian tak dapat dipungkiri bahwa kenyataan yang bebicara di lapangan masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Namun terlepas dari apakah kenyataan-kenyataan yang ada tersebut melanggar kode etik yang ada atau norma/aturan hukum atau bahkan melanggar kedua-duanya, semua ini tetap terpulang pada pribadi insan pers bersangkutan, dan juga kepada masyarakat, sebab masyarakat sendirilah yang dapat menilai penerbitan/media yang hanya mencari popularitas dan penerbitan/media yang memang ditujukan untuk melayani masyarakat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dengan tetap menjunjung tinggi kode etiknya. F. TANTANGAN JURNALISTIK
Seorang Jurnalis atau Wartawan harus memiliki berbagai kemampuan dan keterampilan agar bisa bersaing dan tetap menjalankan profesinya sesuai dengan Kode etik Jurnalistik. Jika seorang wartawan tidak punya keinginan untuk mengembangkan diri, dia akan tersingkir dari kelompoknya. Salah satu tantangan yang harus siap dihadapi yakni kesadaran hukum dan keberanian masyarakat sudah muncul. Mereka meminta hak jawab, berbagai pihak yang dirugikan bisa melakukan somasi dan tuntutan hukum. Jika seorang jurnalis menjalankan profesinya sesuai
dengan Kode Etik Jurnalistik, dia akan lebih dihargai oleh masyarakat, nara sumber dan rekan se-profesinya. Hal yang bisa dilakukan untuk menghadapi Tantangan, diantaranya : -
Menjalankan pekerjaan sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik.
-
Banyak Membaca (buku, koran, kamus populer, internet, UU, Peraturan, Perda dll.)
-
Mengikuti berbagai Pelatihan dan Kursus Keterampilan (jurnalistik, bahasa asing, audit, pajak, dll.)
-
Menguasai materi sebelum melakukan wawancara.
-
Mempunyai data pendukung untuk materi tulisan.
1. Jurnalis Yang Memihak
Profesi jurnalis rentan sekali untuk memihak kepada satu pihak, sehingga dia tidak independen lagi dalam mencari berita. Informasi yang disampaukan karena pesanan pihak tertentu. Contoh Keberpihakan, ketika satu daerah melakukan pemilihan kepala daerah langsung. Jurnalis menulis berita tersebut sesuai dengan pesanan tim suksesnya, tanpa memperhatikan keinginan para pembaca.
2. Jurnalis Masyarakat (Civil Journalist)
Sejak dibukanya kebebasan Pers tahun 1998 lalu, banyak sekali berbagai perusahaan media yang muncul dan tenggelam. Tetapi para wartawan maupun perusahaan media tidak menyadari bahwa jurnalis masyarakat sudah muncul di dunia maya seperti blog. Para blogger muncul Tanpa perlu latar belakang pendidikan jurnalistik. Mereka membuat berita sendiri (meskipun tidak mengikuti kaidah penulisan). Mereka menuangkan ide, tulisan bahkan makian terhadap pihak tertentu tanpa sensor.
3. Media Gratis
Satu lagi tantangan bagi perusahaan para jurnalis dan perusahaan pers yakni maraknya media (koran dan majalah gratis). Media gratis bisa mengurangi pendapatan kue iklan, karena
tarif iklan lebih murah dibanding tarif iklan di surat koran maupun majalah. Para penulis di media gratis juga jarang yang berlatar belakang seorang jurnalis. Mereka hanya mengandalkan materi tulisan dari perusahaan yang memasang iklan, seperti iklan berita (advetorial).
G. KEPRIBADIAN WARTAWAN INDONESIA
Wartawan Indonesia adalah warga negara yang memiliki kepribadian, yaitu : bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila, taat pada UUD 1945, bersifat kesatria, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dan berjuang untuk emansipasi bangsa dalam segala lapangan, sehingga dengan demikian turut bekerja ke arah keselamatan masyarakat Indonesia sebagai anggota masyarakat bangsa-bangsa.
H. PERTANGGUNG JAWABAN
Bahwa seorang wartawan Indonesia dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan perlu/patut atau tidaknya suatu berita, tulisan, gambar, karikatur dan sebagainya disiarkan. Kaitannya dengan hal di atas, dalam kenyataan yang ada masih terdapat banyak media cetak yang memuat berita atau gambar yang secara jelas bertentangan dengan kehidupan sosial yang religius. Namun walau demikian tampaknya gejala ini oleh sebagian kalangan dianggap sebagai suatu kewajaran dalam rangka mengikuti perkembangan zaman, sehingga batasan batasan etika dan norma yang harusnya dikedepankan, menjadi kabur bahkan tidak lagi menjadi suatu pelanggaran kode etik, maupun norma/aturan hukum yang ada. Sebagaimana dalam Pasal 5 ayat (1) UU. No. 40/1999 disebutkan bahwa "Pers nasional berkewajiban memberikan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah". Serta ditambahkan lagi dalam Pasal 13 yang memuat larangan tentang iklan, yaitu iklan yang memuat unsur : Mengganggu kerukunan hidup antar umat beragama, minuman keras, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya dan penggunaan wujud rokok atau penggunaan rokok. Pertanggungjawaban dalam hal ini dapat pula terkait dengan keberpihakan seorang wartawan terhadap seseorang atau suatu golongan tertentu. Namun lagi-lagi dalam kenyataannya
menunjukkan bahwa keberpihakan tersebut tampaknya telah menjadi trend dan seolah tidak dipermasalahkan lagi.
BAB III PENUTUP KESIMPULAN
Penerapan kode etik jurnalistik yang merupakan gambaran serta arah, apa dan bagaimana seharusnya profesi ini dalam bentuk idealnya oleh sebagian pers atau media massa belum direalisasikan sebagaimana yang diharapkan, yang menimbulkan kesan bahwa dunia jurnalistik (juga profesi lain) terkadang memandang kode etik sebagai pajangan-pajangan yang kaku. Namun terlepas dari ketimpangan dari apa yang seharusnya bagi dunia jurnalistik tersebut, tampaknya hal ini berpulang pada persepsi dan obyektifitas masyarakat/publik untuk menilai kualitas, bobot, popularitas maupun keberpihakan dari suatu media massa.
Kebebasan pers yang banyak didengungkan, sebenarnya tidak hanya dibatasi oleh kode etik jurnalistik, tetapi terdapat aturan lain yang dapat dipergunakan untuk mewujudkan apa yang seharusnya. Untuk itulah masih diperlukan langkah-langkah konkrit dalam rangka mewujudkan peran dan fungsi pers, paling tidak menutup kemungkinan untuk dikurangi dari penyimpangan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA http://situscoplug.blogspot.com/2011/12/makalah-etik-profesi-jurnalistik.html http://pusat-makalah-hukum.blogspot.com/ http://situscoplug.blogspot.com/search/label/Referensi%20Hukum
Pers yang Bebas dan Bertanggung Jawab Sesuai Kode Etik Jurnalistik dalam Masyarakat Demokratis di Indonesia Pers yang Bebas dan Bertanggung Jawab Sesuai Kode Etik Jurnalistik dalam Masyarakat Demokratis di Indonesia
Disusun untuk melengkapi tugas mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tahun ajaran 2013/2014 Andika Putra B. (04) Ika Noor Aini (17) M. Beny Azhari (21) Ayu Rosidah (28) Rizky Maulida K.P (35)
Disusun oleh kelompok 2 Anggota:
kelas XII IPA 1
SMA 1 BAE Jl. Jend. Sudirman KM. 04, Telp./Fax.(0291)438821 Kudus 59322 TAHUN AJARAN 2013/2014
KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb. Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah Pendidikan Kewarganegaraan “Pers yang Bebas
dan
Bertanggung
Jawab
Sesuai
Kode
Etik
Jurnalistik
dalam
Masyarakat Demokratis di Indonesia” ini dengan baik dan lancar. Makalah
ini
kami
buat
untuk
melengkapi
tugas
Pendidikan
Kewarganegaraan, selain itu dapatmenambah pengetahuan bagi penyusun dan para pembaca. Makalah ini disusun dengan mengacu pada berbagai sumber, mulai dari buku maupun internet. Mudah-mudahan dengan tersusunnya makalah ini dapat di gunakan sebagai sarana menambah pengetahuan bagi penulis maupun pembaca. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, penyusun menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, maka dari itu kritik dan saran senantiasa penyusun harapkan. Wassalamualaikum Wr. Wb.
Penyusun
DAFTAR ISI Halaman Judul.................................................................................................... .................1 Kata Pengantar............................................................................................. .......................2 Daftar Isi....................................................................................................... .......................3 BAB 1 Pendahuluan A.
Latar Belakang.............................................................................................. ...........4
B.
Rumusan Masalah................................................................................................ ...4
C.
Tujuan................................................................................................ ......................4
D. Manfaat.............................................................................................. .....................5 E.
SistematikaPenulisan........................................................................... ...................5 BAB 2 Kode Etik Jurnalistik
A.
Kode Etik...................................................................................................... ...........6
B.
Penyimpang kode etik jurnalistik oleh berbagaimedia........................................19
C.
Upaya-upaya pemerintah dalam mengendali-kan kebebasan pers.....................24 BAB 3 Penutup
A.
Kesimpulan......................................................................................... ..................27
B.
Saran................................................................................................. ....................27 Daftar Pustaka................................................................................................ ..................28 Lampiran......................................................................................... .................................29
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Jurnalistik adalah suatu pekerjaan yang mengemban tanggung jawab dan mensyaratkan adanya kebebasan. Karena, tanpa adanya kebebasan seorang
wartawan
sulit
untuk
melakukan
pekerjaanya.
Akan
tetapi,
kebabasan tanpa disertai tanggung jawab mudah menjerumuskan wartawan kedalam praktek jurnlistik yang kotor, merendahkan harkat dan martabat wartawan tersebut. Karena itulah baik di negara-negara maju maupun negara berkembang persyaratan untuk menjadi wartawan dirasa sangat berat sekali. Wartawan harus benar-benar bisa menjaga perilaku dalam kegiatan jurnalistiknya sesuai dengan aturan yang ada, yaitu sesuai dengan kode etik jurnalistik, dan Undang-Undang (UU) Pers Nomor 40 tahun 1999. Kode Etik haruslah menjadi landasan moral. Penetapan kode etik guna menjamin tegakanya kebebasan pers serta terpenuhinya hak
– hak
masyarakat. Wartawan memiliki kebebasan pers yakni kebebasan mencari, memperoleh
dan
menyebarluaskan
gagasan
dan
informasi.
Meskipun
demikian, kebebasan disini dibatasi dengan kewajiban menghormati norma norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat.
B. Rumusan Masalah Untuk
membatasi
pembahasan
masalah
pada
makalah
ini
penulis
menyusun rumusan masalah sebagai berikut : 1.
Apa itu kode etik jurnalistik ?
2.
Apa saja penyimpangan yang dilakukan berbagai media?
3.
Apa upaya pemerintah dalam mengendalikankebebasan Pers?
C. Tujuan 1. Mengetahui dan mengerti apa itu kode etik jurnalistik, apa saja yang terdapat didalamnya serta pengaplikasiannya dalam kehidupan jurnalistik nantinya. 2. Mengetahui pelanggaran/penyimpangan apa saja yang sering dilakukan berbagai media saat ini. 3. Menganggulangi dan mencegah untuk terjadinya penyimpanganterhadap kode etik jurnalistik.
D. Manfaat Penulis
mengharapkan
bahwa
makalah
yang
dibuat
ini
akan
bermanfaat diberbagai kalangan terutama kalangan siswa – siswi dan Bapak/Ibu Guru. Manfaat yang bisa dirasakan antara lain : 1.
Menambah pengetahuan mengenai kebebasan pers yang bertanggung jawab.
2.
Kita bisa menilai suatu berita apakah menyimpang dari kode etik jurnalistik atau tidak.
3.
Kita mengetahui dan mengerti apa itu kode etik jurnalistik, apa saja yang terdapat
didalamnya
jurnalistik.
serta
bisa
mengaplikasikannya
dalam
kehidupan
4.
Dapat mengetahui berita mana yang harus dipercaya dan yang tidak dapat dipercaya.
E. Sistematika Penulisan Dalam penyelesaian penyusunan makalah ini penulis menggunakan studi kepustakaan, yaitu penulis mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan Pers yang Bebas dan Bertanggung Jawab Sesuai Kode Etik Jurnalistik dalam Masyarakat Demokratis di Indonesia. Sistematika Penulisan Di dalam makalah ini terdiri dari tiga bab yaitu: 1. Bab I berisi Pendahuluan, 2. Bab II berisi Pembahasan, 3. Bab II berisi Penutup.
BAB 2 KODE ETIK JURNALISTIK
A. Kode Etik A.1 Kode Etik secara Umum Kode adalah sistem pengaturan – pengaturan (system of rules). Etik adalah norma perilaku, suatu perbuatan dikategorikan etis apabila sesuai dengan aturan yang menuntun perilaku baik manusia. Sedangkan jurnalistik adalah profesi dalam kegiatan tulis menulis berita atau kewartawanan. Kode etik ialah norma yang diterima oleh kelompok tertentu sebagai pedoman tingkah laku.
Kode etik merupakan himpunan etika profesi kewartawanan dan ditetapkan oleh dewan pers. Etika pers adalah etika semua orang yang terlibat dalam kegiatan pers, terdiri dari kewajiban pers, baik dan buruknya, pers yang benar dan pers yang mengatur tingkah laku pers. Sumber etika pers adalah keadaan moral pers mengenai pengetahuan baik dan buruk, benar dan salah, serta tepat dan tidak tepat bagi orang – orang yang terlibat dalam kegiatan pers. Kode etik memiliki ciri – ciri antara lain : 1.
Kode etik dibuat dan disusun oleh organisasi profesi ybs. Sesuai dengan aturan organisasi dan bukan dari pihak luar.
2.
Sanksi bagi yang melanggar kode etik bukan pidana, melainkan bersifat moral atau mengikat secara moral pada anggota kelompok tersebut.
3.
Daya jangkau suatu kode etik hanya berlaku pada anggota organisasi yang memiliki kode etik tersebut bukan pada organisasi lain. Kode etik memiliki fungsi sebagai :
1.
Alat kontrol sosial, yaitu tidak hanya mengatur hubungan antara sesama anggota seprofesi, tetapi juga dapat mengatur hubungan antara anggota organisasi profesi tersebut dengan masyarakat.
2.
Mencegah adanya kontrol dan campur tangan pihak lain, termasuk pemerintah atau kelompok masyarakat tertentu. Kode etik pers memiliki klarifikasi 3 mode, yaitu kode etik wartawan indonesia, kode praktik bagi media pers, dan kode etik jurnalistik.
A.2
Kode Etik Jurnalistik Kode etik jurnalistik adalah sejumlah aturan dasar yang mengikat
seluruh profesi kewartawanan dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai wartawan.
kode etik jurnalistik merupakan hal yang digunakan sebagai landasan pers dalam melaksanakan kegiatannya, hal ini tercantum dalam rules of the game untuk pers yaitu antara lain :
Landasan Idiil
: Pancasila (Pemb. UUD 1945)
Landasan Konstitusi
: Undang-Undang Dasar 1945
Landasan Yuridis
: Undang-undang Pokok Pers
Landasan Strategis
: GBHN
Landasan Profesional : Kode Etik Jurnalistik
Landasan Etis
: Tata nilai yang berlaku dalam masyarakat
Berikut ini akan dijabarkan Kode Etik Jurnalistik beserta penafsirannya yang berasal dari Hasil Kongres XXII di Banda Aceh 27-29 Juli 2008. Draft awal adalah keputusan Konkernas PWI 4 – 10 Juli 2007 di Jayapura, Papua.
PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya salah satu perwujudan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan sebagaimana diamanatkan oleh pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Oleh sebab itu kemerdekaan pers wajib dihormati oleh semua pihak. Mengingat Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum, seluruh wartawan Indonesia menjunjung tinggi konstitusi dan menegakkan kemerdekaan pers yang bertanggung jawab, mematuhi norma-norma profesi kewartawanan, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta memperjuangkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial berdasarkan Pancasila. Maka atas dasar itu, demi tegaknya harkat, martabat, integritas, dan mutu kewartawanan Indonesia serta bertumpu pada kepercayaan masyarakat, dengan ini Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menetapkan Kode Etik Jurnalistik yang harus ditaati dan dilaksanakan
oleh
seluruh
wartawan
terutama
anggota
PWI.
PENAFSIRAN PEMBUKAAN Kode Etik Jurnalistik ialah ikrar yang bersumber pada hati nurani wartawan dalam melaksanakan kemerdekaan mengeluarkan pikiran yang dijamin sepenuhnya oleh Pasal 28 UUD 1945, yang merupakan landasan konstitusional wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya. Kemerdekaan mengeluarkan pikiran ialah hak paling mendasar yang dimiliki setiap insan wartawan, yang wajib dijunjung tinggi dan dihormati oleh semua pihak. Sekalipun kemerdekaan mengeluarkan pikiran merupakan hak wartawan yang dijamin konstitusi, mengingat negara kesatuan Republik Indonesia ialah negara berdasarkan hukum, maka setiap wartawan wajib menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran dalam menggunakan haknya untuk mengeluarkan pikiran. Wartawan
bersama
seluruh
masyarakat,
wajib
mewujudkan
prinsip-prinsip
kemerdekaan pers yang profesional dan bermartabat. Tugas dan tanggungjawab yang luhur itu hanya dapat dilaksanakan, apabila wartawan selalu berpegang teguh kepada kode etik jurnalistik, dan masyarakat memberi kepercayaan penuh serta menghargai integritas profesi tersebut. Mengingat perjuangan wartawan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perjuangan bangsa Indonesia, maka selain bertanggungjawab kepada hati nuraninya, setiap wartawan wajib bertangungjawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepada Masyarakat, Bangsa dan Negara dalam melaksanakan hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya sesuai dengan kode etik jurnalistik. Sadar akan hak, kewajiban dan tanggung jawabnya itu, dan untuk melestarikan kemerdekaan pers yang profesional dan bermartabat serta kepercayaan masyarakat, maka dengan ikhlas dan penuh kesadaran wartawan menetapkan kode etik jurnalistik yang wajib ditaati dan diterapkan.
BAB I KEPRIBADIAN DAN INTEGRITAS PENAFSIRAN BAB I KEPRIBADIAN DAN INTEGRITAS
Wartawan harus memiliki kepribadian dalam arti keutuhan dan keteguhan jati diri, serta integritas dalam arti jujur, adil, arif dan terpercaya. Kepribadian dan integritas wartawan yang ditetapkan di dalam Bab I Kode Etik Jurnalistik mencerminkan tekad PWI mengembangkan dan memantapkan sosok Wartawan sebagai profesional, penegak kebenaran, nasionalis, konstitusional dan demokratis serta beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pasal 1 Wartawan beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila taat Undang-Undang Dasar Negara RI, kesatria, bersikap independen serta terpercaya dalam mengemban profesinya.
PENAFSIRAN Pasal 1 1.
Semua perilaku, ucapan dan karya jurnalistik wartawan harus senantiasa dilandasi, dijiwai,
digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta oleh nilai-nilai luhur Pancasila, dan mencerminkan ketaatan pada Konstitusi Negara. 2.
Ciri-ciri wartawan yang kesatria, adalah :
•
Berani membela kebenaran dan keadilan;
•
Berani mempertanggungjawabkan semua tindakannya, termasuk karya jurnalistiknya;
•
Bersikap demokratis
•
Menghormati kebebasan orang lain dengan penuh santun dan tenggang rasa;
•
Dalam menegakkan kebenaran, senantiasa menjunjung tinggi harkat-martabat manusia
dengan menghormati orang lain, bersikap demokratis, menunjukkan kesetiakawanan sosial. 3.
Yang dimaksud dengan mengabdi kepada kepentingan bangsa dan negara adalah,
wartawan Indonesia sebagai makluk sosial yang bekerja bukan untuk kepentingan di ri sendiri, kelompok atau golongan, melainkan untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara; 4.
Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani
tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
5.
Terpercaya adalah orang yang berbudi luhur, adil, arif dan cermat, serta senantiasa
mengupayakan karya terbaiknya.
Profesi adalah pekerjaan tetap yang memiliki unsur-unsur : •
Himpunan pengetahuan dasar yang bersifat khusus;
•
Terampil dalam menerapkannya;
•
Tata cara pengujian yang obyektif;
•
Kode Etik serta lembaga pengawasan dan pelaksanaan penaatannya.
Pasal 2 Wartawan dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara, persatuan dan kesatuan bangsa, menyinggung perasaan agama, kepercayaan atau keyakinan suatu golongan yang dilindungi oleh undang-undang dan prasangka atau diskriminasi terhadap jenis kelamin, orang cacat, sakit, miskin atau lemah.
PENAFSIRAN Pasal 2 Wartawan wajib mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar dengan tolak ukur : Yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara ialah memaparkan atau menyiarkan rahasia negara atau rahasia militer,dan berita yang bersifat spekulatif. Mengenai penyiaran berita yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa, serta menyinggung perasaan agama, kepercayaan atau keyakinan suatu golongan yang dilindungi oleh undang-undang, wartawan perlu memperhatikan kesepakatan selama ini menyangkut isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan) dalam masyarakat. Tegasnya, wartawan Indonesia menghindari pemberitaan yang dapat memicu pertentangan suku, agama, ras dan antargolongan.
Pasal 3 Wartawan tidak beriktikad buruk, tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) yang menyesatkan, memutar balikkan fakta, bohong, bersifat fitnah, cabul, sadis, dan sensasional.
PENAFSIRAN Pasal 3 1. Yang dimaksud tidak beriktikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain. 2. Yang dimaksud dengan menyesatkan adalah berita yang membingungkan, meresahkan, membohongi, membodohi atau melecehkan kemampuan berpikir khalayak. 3. Yang dimaksud dengan memutarbalikkan fakta, adalah mengaburkan atau mengacau-balaukan fakta tentang suatu peristiwa dan persoalan, sehingga masyarakat tidak memperoleh gambaran yang lengkap, jelas, pasti dan seutuhnya untuk dapat membuat kesimpulan dan atau menentukan sikap serta langkah yang tepat. 4. Yang dimaksud dengan bersifat fitnah, adalah membuat kabar atau tuduhan yang tidak berdasarkan fakta atau alasan yang dapat dipertanggung jawabkan. 5. Yang dimaksud dengan Cabul, adalah melukai perasaan susila dan berselera rendah. 6. Yang dimaksud dengan sadis, adalah kejam, kekerasan dan mengerikan. 7. Yang dimaksud dengan sensasi berlebihan, adalah memberikan gambaran yang melebihi kenyataan sehingga bisa menyesatkan. Pasal 4 Wartawan tidak menyalahgunakan profesinya dan tidak menerima imbalan untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suar, suara dan gambar), yang dapat menguntungkan atau merugikan seseorang atau sesuatu pihak.
PENAFSIRAN Pasal 4
1.
Yang dimaksud dengan imbalan adalah pemberian dalam bentuk materi, uang, atau fasilitas
kepada wartawan untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan berita dalam bentuk tulisan di media
cetak,
Penerimaan
tayangan
imbalan
di
layar
sebagaimana
televisi
dimaksud
atau
Pasal
siaran
ini,
adalah
di
radio
siaran.
perbuatan
tercela.
2. Semua tulisan atau siaran yang bersifat sponsor atau pariwara di media massa harus disebut secara jelas sebagai penyiaran sponsor atau pariwara.
BAB II CARA PEMBERITAAN Pasal 5 Wartawan menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan ketepatan dari kecepatan serta tidak mencampuradukkan fakta dan opini. Tulisan yang berisi interpretasi dan opini, disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya.
Penyiaran karya jurnalistik
rekaulang dilengkapi dengan keterangan, data tentang sumber rekayasa yang ditampilkan.
PENAFSIRAN Pasal 5 1. Yang dimaksud berita secara berimbang dan adil ialah menyajikan berita yang bersumber dari berbagai pihak yang mempunyai kepentingan, penilaian atau sudut pandang masing-masing kasus secara proporsional. 2. Mengutamakan kecermatan dari kecepatan, artinya setiap penulisan, penyiaran atau penayangan berita hendaknya selalu memastikan kebenaran dan ketepatan sesuatu peristiwa dan atau masalah yang diberitakan. 3. Tidak mencampuradukkan fakta dan opini, artinya seorang wartawan tidak menyajikan pendapatnya sebagai berita atau fakta. Apabila suatu berita ditulis atau disiarkan dengan opini, maka berita tersebut wajib disajikan dengan menyebutkan nama penulisnya. Pasal 6 Wartawan menghormati dengan tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) kehidupan pribadi, kecuali menyangkut kepentingan umum.
PENAFSIRAN Pasal 6
Pemberitaan hendaknya tidak merendahkan atau merugikan harkat-martabat, derajat, nama baik serta perasaan susila seseorang. Kecuali perbuatan itu bisa berdampak negatif bagi masyarakat.
Pasal 7 Wartawan selalu menguji informasi, menerapkan prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang
serta
menghormati
asas
praduga
tak
bersalah.
Wartawan menghormati asas praduga tak bersalah, senantiasa menguji kebenaran informasi, dan menerapkan prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang serta.
PENAFSIRAN Pasal 7 Seseorang tidak boleh disebut atau dikesankan bersalah melakukan sesuatu tindak pidana atau pelanggaran hukum lainnya sebelum ada putusan tetap pengadilan. Prinsip adil, artinya tidak memihak atau menyudutkan seseorang atau sesuatu pihak, tetapi secara faktual memberikan porsi yang sama dalam pemberitaan baik bagi polisi, jaksa, tersangka atau tertuduh, dan penasihat hukum maupun kepada para saksi, baik yang meringankan maupun yang memberatkan. Jujur, mengharuskan wartawan menyajikan informasi yang sebenar-benarnya, tidak dimanipulasi, tidak diputarbalikkan. Berimbang, tidak bersifat sepihak, melainkan memberi kesempatan yang sama kepada pihak yang berkepentingan
Pasal 8 Wartawan tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebut identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
PENAFSIRAN Pasal 8 Tidak menyebut nama dan identitas korban, artinya pemberitaan tidak memberikan petunjuk tentang siapa korban perbutan susila tersebut baik wajah, tempat kerja, anggota
keluarga dan atau tempat tinggal, namun boleh hanya menyebut jenis kelamin dan umur korban. Kaidah – kaidah ini juga berlaku dalam kasus pelaku kejahatan dibawah umur.
BAB III SUMBER BERITA Pasal 9 Wartawan menempuh cara yang profesional, sopan dan terhormat untuk memperoleh bahan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) dan selalu menyatakan identitasnya kepada sumber berita, kecuali dalam peliputan yang bersifat investigative.
PENAFSIRAN Pasal 9 1. Sopan, artinya wartawan berpenampilan rapi dan bertutur kata yang baik. Juga, tidak menggiring, memaksa secara kasar, menyudutkan, apriori, dan sebagainya,terhadap sumber berita. 2. Terhormat, artinya memperoleh bahan berita dengan cara-cara yang benar, jujur dan ksatria. 3
Mencari dan mengumpulkan bahan berita secara terbuka dan terang-terangan sehingga
memberi keterangan dengan kesadaran bahwa dia turut bertanggung jawab atas berita tersebut. (Contoh, tidak menyiarkan berita ‘hasil nguping’ atau secara sembunyi - sembunyi).
Menyatakan identitas pada dasarnya perlu untuk penulisan berita peristiwa langsung (straight news), berita ringan (soft news), karangan khas (features), dan berita pendalaman (indepthreporting). Untuk berita hasil penyelidikan/pengusutan (investigative reporting), pada saat pengumpulan fakta dan data wartawan boleh tidak menyebut identitasnya. Tetapi, pada saat mencari kepastian (konfirmasi) pada sumber yang berwenang, wartawan perlu menyatakan diri sedang melakukan tugas kewartawanan kepada sumber berita. Pasal 10
Wartawan dengan kesadaran sendiri secepatnya mencabut atau meralat setiap pemberitaan yang tidak akurat dengan disertai permintaan maaf, dan memberi kesempatan hak jawab secara proporsional kepada sumber atau obyek berita.
PENAFSIRAN Pasal 10 Hak jawab diberikan pada kesempatan pertama untuk menjernihkan duduk persoalan yang diberikan. Pelurusan atau penjelasan tidak boleh menyimpang dari materi pemberitaan bersangkutan, dan maksimal sama panjang dengan berita sebelumnya.
Pasal 11 Wartawan harus menyebut sumber berita dan memperhatikan kredibilitas serta kompetensi sumber berita serta meneliti kebenaran bahan berita.
PENAFSIRAN Pasal 11 1.
Sumber berita merupakan penjamin kebenaran dan ketepatan bahan berita. Karena itu,
wartawan perlu memastikan kebenaran berita dengan cara mencari dukungan bukti-bukti kuat (atau otentik) atau memastikan kebenaran dan ketepatannya pada sumber-sumber terkait. Upaya dan proses pemastian kebenaran dan ketepatan bahan berita adalah wujud iktikad, sikap dan 2.
perilaku Sumber
berita
jujur dinilai
dan memiliki
adil
setiap
kewenangan
wartawan bila
memenuhi
profesional. syarat-syarat:
Kesaksianlangsung, Ketokohan, Pengalaman. Kedudukan/jabatan terkait dan keahlian. Pasal 12 Wartawan tidak melakukan tindakan plagiat, tidak mengutip karya jurnalistik tanpa menyebut sumbernya.
PENAFSIRAN Pasal 12 Mengutip berita, tulisan atau gambar hasil karya pihak lain tanpa menyebut sumbernya merupakan tindakan plagiat, tercela dan dilarang.
Pasal 13 Wartawan dalam menjalankan profesinya memiliki hak tolak untuk melindungi identitas dan keberadaan narasumber yag tidak ingin diketahui. Segala tanggung jawab akibat penerapan hak tolak ada pada wartawan yang bersangkutan.
PENAFSIRAN Pasal 13 1. Nama atau identitas sumber berita perlu disebut, kecuali atas permintaan sumber berita itu untuk tidak disebut nama atau identitasnya sepanjang menyangkut fakta lapangan (empiris) dan data. 2. Wartawan mempunyai hak tolak, yaitu hak untuk tidak mengungkapkan nama dan identitas sumber berita yang dilindunginya. 3. Terhadap sumber berita yang dilindungi nama dan identitasnya hanya disebutkan “menurut sumber —-“ (tetapi tidak perlu menggunakan kata- kata “menurut sumber yang layak dipercaya”). Dalam hal ini, wartawan bersangkutan bertanggungjawab penuh atas pemuatan
atau penyiaran berita tersebut. Pasal 14 Wartawan menghormati ketentuan embargo, bahan latar belakang, dan tidak menyiarkan informasi yang oleh sumber berita tidak dimaksudkan sebagai bahan berita, serta tidak menyiarkan informasi yang oleh sumber berita tidak dimaksudkan sebagai bahan berita. Serta tidak menyiarkan keterangan “off the record”.
PENAFSIRAN Pasal 14 1.
Embargo, yaitu permintaan menunda penyiaran suatu berita sampai batas waktu yang
ditetapkan oleh sumber berita, wajib dihormati. 2.
Bahan latar belakang adalah informasi yang tidak dapat disiarkan langsung dengan
menyebutkan identitas sumber berita, tetapi dapat digunakan sebagai bahan untuk dikembangkan dengan penyelidikan lebih jauh oleh wartawan bersangkutan, atau dijadikan dasar bagi suatu karangan atau ulasan yang merupakan tanggung jawab wartawan bersangkutan sendiri. 3.
Keterangan “off the record” atau keterangan bentuk lain yang mengandung arti sama
diberikan atas perjanjian antara sumber berita dan wartawan bersangkutan dan tidak disiarkan.
Untuk menghindari salah faham, ketentuan “off the record” harus dinyatakan secara tegas oleh
sumber
berita
kepada
wartawan
bersangkutan.
Ketentuan tersebut dengan sendirinya tidak berlaku bagi wartawan yang dapat membuktikan telah memperoleh bahan berita yang sama dari sumber lain tanpa dinyatakan sebagai “off the record”.
BAB IV KEKUATAN KODE ETIK JURNALISTIK Pasal 15 Wartawan harus dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Jurnalistik PWI (KEJ-PWI) dalam melaksanakan profesinya.
PENAFSIRAN Pasal 15 Kode Etik Jurnalistik dibuat oleh wartawan, dari dan untuk wartawan sebagai acuan moral dalam menjalankan tugas kewartawanannya dan berikrar untuk menaatinya.
Pasal 16 Wartawan menyadari sepenuhnya bahwa penaatan Kode Etik Jurnalistik ini terutama berada pada hati nurani masing-masing.
PENAFSIRAN Pasal 16 Penaatan dan pengamalan kode etik jurnalistik bersumber dari hati nurani masingmasing wartawan.
Pasal 17 Wartawan mengakui bahwa pengawasan dan penetapan sanksi atas pelanggaran Kode Etik Jurnalistik ini adalah sepenuhnya hak organisasi dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan PWI. Tidak satu pihakpun diluar PWI yang dapat mengambil tindakan terhadap wartawan dan atau
medianya
berdasar
pasal-pasal
dalam
Kode
Etik
Jurnalistik
ini.
PENAFSIRAN Pasal 17 1.
Kode Etik Jurnalistik ini merupakan pencerminan adanya kesadaran profesional. Hanya PWI
yang berhak mengawasi pelaksanaannya dan atau
menyatakan adanya pelanggaran kode etik
yang dilakukan oleh wartawan serta menjatuhkan sanksi atas wartawan bersangkutan. 2.
Pelanggaran kode etik jurnalistik tidak dapat dijadikan dasar pengajuan gugatan pidana
maupun perdata. Dalam hal pihak luar menyatakan keberatan terhadap penulisan atau penyiaran suatu berita, yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada PWI melalui Dewan Kehormatan PWI. Setiap pengaduan akan ditangani oleh Dewan Kehormatan sesuai dengan prosedur yang diatur dalam pasal-pasal 22, 23, 24, 25, 26 dan 27 Peraturan Rumah Tangga PWI. Peraturan Dasar/Peraturan Rumah Tangga dan Kode Etik Jurnalistik PWI sesuai dengan hasil Kongres XXII PWI di Banda Aceh 27-29 Juli 2008.
A.3
Kode Etik Wartawan Indonesia Dewan Pers dalam rapat koordinasi dengan 26 organisasi wartawan di Bandung (5-7
Agustus 1999), dalam salah satu bahasannya berhasil menyepakati 7 butir Kode Etik Wartawan Indonesia.
Isi Kode Etik Tersebut:
1. Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh i nformasi yang benar. 2. Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi. 3. Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan fakta dengan opini, berimbang dan selalu meneliti kebenaran informasi, serta tidak melakukan plagiat. 4. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadisdan cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila. 5. Wartawan Indonesia tidak menerima suap, dan tidak menyalahgunakan profesi. 6. Wartawan Indonesia memiliki Hak Tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang dan off the record sesuai kesepakatan.
7. Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani Hak Jawab.
Organisasi PWI memiliki dewan kehormatan yang berwenang untuk memberikan sanksi terhadap pelakunya. Keputusan lembaga ini tidak dapat diganggu gugat. Hukuman yang dijatuhkan kepada pelanggar sebagai berikut : 1.
Peringatan biasa
2.
Peringatan keras
3.
Skorsing dari keanggotaan PWI untuk selama – lamanya 2 tahun
A.4
Kode Praktik bagi Media Pers
Kode praktik bagi media pers disusun oleh dewan pers sebagai upaya penegakan independensi serta penerapan prinsip pers mengatur sendiri (self regulated). Fungsinya menjamin berlakunya etika dan standar jurnalis profesional serta media yang bertatunggung jawab. Oleh karena itu disusunlah kode praktik jurnalistik yang meliputi sebagai berikut: a)
Privasi
1)
Penggunaan kamera tanpa seizin yang bersangkutan tidak dibenarkan.
2)
Redaksi harus menjamin wartawannya mematuhi semua ketentuan.
3)
Wartawan tidak boleh bertahan di kediaman narasumber yang telah memintanya meninggalkan tempat.
4)
Setiap orang berhak dihormati privasinya.
5)
Pers wajib berhati – hati menahan diri menerbitkan informasi yang bisa dikategorikan melanggar privasi, kecuali hal itu demi kepentingan publik.
6)
Wartawan
tidak
menelepon,
bertanya,
memaksa,
atau
memotret
seseorang setelah diminta untuk menghentikan upaya itu. 7)
Wartawan dan fotografer tidak diperbolehkan memperoleh atau mencari informasi dan gambar melalui intimidasi, pelecehan, atau pemaksaan.
b)
Diskriminasi
1)
Pers menghindari penulisan yang mendetail tenatng keadaan atau profil seseorang kecuali hal itu secara langsung berkaitan dengan isi berita.
2)
Pers
menghindari
prasangka
atau
sikap
merendahkan
seseorang
berdasarkan perbedaan. c)
Akurasi
1)
Pers tidak menerbitkan informasi yang kurang akurat, menyesatkan, atau diputarbalikkan.
2)
Pers wajib membedakan antara komentar, dugaan, dan fakta.
3)
Pers kritis terhadap sumber berita dan mengkaji fakta dengan hati – hati.
4)
Jika diketahui informasi yang dimuat/disiarkan ternyata tidak akurat, menyesatkan, atau diputarbalikkan, koreksi harus segera dilakukan jika perlu disertai permohonan maaf.
5)
Pers menyiarkan secara seimbang dan akurat hal – hal yang menyangkut pertikaian yang melibatkan dua pihak.
6)
Dalam menyebarkan informasi, pers wajib menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan individu atau kelompok.
d)
Liputan Kriminalitas
1)
Pers tidak boleh mengidentifikasi anak – anak di bawah umur yang terlibat dalam kasus serangan seksual.
2)
Pers menghindarkan identifikasi keluarga atau teman yang dituduh atau disangka melakukan kejahatan tanpa seizin mereka.
3)
Pertimbangan khusus harus diperhatikan untuk kasus anak – anak yang menjadi saksi atau menjadi korban kejahatan.
e)
Pornografi
1)
Pers tidak menyiarkan informasi dan produk visual yang diketahui menghina atau melecehkan perempuan.
f)
Sumber rahasia
1)
Pers memiliki kewajban moral untuk melindungi sumber- sumber informasi rahasia atau konfidensial. Cara yang dilakukan sebagai berikut : I.
Dokumen atau foto hanya boleh diambil tanpa seizin pemiliknya.
II.
Jurnalis tidak memperoleh atau mencari informasi atau gambar
melalui cara- cara yang tidak dibenarkan atau menggunakan dalih – dalih. III.
Dalih dapat dibenarkan bila menyangkut kepentingan publik.
g)
Hak jawab dan bantahan
1)
Hak jawab atas berita yang tidak akurat harus dihormati.
2)
Kesalahan dan ketidakakuratan wajib segera dikoreksi.
3)
Koreksidan sanggahan wajib diterbitkan segera.
A.5
Kode Etik Wartawan Seluruh Dunia
Untuk secara universal atau dunia memiliki kode etik yang telah disahkan oleh perkumpulan wartawan seluruh dunia. Kode etik itu antara lain : 1)
Dalam melaksanakan kewajiban ini wartawan harus membela prinsip – prinsip kebebasan dan pengumpulan publikasi berita secara jujur dan hak atas komentar serta kritik yang adil.
2)
Wartawan sedapat mungkin meralat setiap pemberitaan yang telah dipublikasi yang ternyata tidak benar dan merugikan pihak lain.
3)
Wartawan
hendaknya
menganggap
pelanggaran-pelanggaran
profesi
bersifat berat dalam hal-hal berikut ini : a.
Penjiplakan/plagiat
b.
Salah penulisan/pemberitaan secara sengaja.
c.
Fitnah,pencemaran nama baik,dan tuduhan yang tidak berdasar.
d.
Suap dalam bentuk apapun untuk mempertimbangkan pemuatan berita ataupun untuk menyembunyikan fakta.
4)
Menghormati kebenaran dan hak masyarakat akan kebenaran merupakan kewajiban utama seorang wartawan.
5)
Wartawan hendaknya sadar akan bahaya diskriminasi yang dikarenakan oleh
media.
Oleh
karenanya,sedapat
mungkin
berusaha
menghindari
tindakan diskriminasi yang didasarkan pada ras,jenis kelamin,orientasi seksual,bahasa,agama,pendapat politik, atau pendapat lainnya, serta asal usul kebangsaan atau sosialnya.
6)
Wartawan yang berhak menyandang gelar tersebut hendaknya dengan setia menaati prinsip-prinsip tersebut di atas dalam menjalankan tugasnya. Dalam ketentuan umum di setiap negara, wartawan hendaknya hanya mengakui yuridiksi rekan sekerja dalam masalah profesi dan menolak setiap bentuk campur tangan pemerintah ataupun pihak lainnya.
7)
Wartawan hendaknya memberi laporan yang sesuai dengan fakta-fakta yang diketahui sumbernya dan tidak menyembunyikan informasi yang penting atau memalsukan dokumen.
8)
Wartawan
hendaknya
mengakui
kerahasiaan
profesional
berkenaan
dengan sumber berita yang didapatkan karena kepercayaan. 9)
Wartawan
hendaknya
menggunakan
memperoleh berita, foto, dan dokumen.
cara
yang
wajar/pantas
untuk
B. Penyimpangan Kode Etik Jurnalistik olehBerbagai Media Walaupun pers dituntut harus selalu tunduk dan taat kepada Kode Etik Jurnalistik, pers ternyata bukanlah malaikat yang tanpa kesalahan. Data yang ada menunjukkan bahwa pada suatu saat pers ada kalanya melakukan kesalahan atau kekhilafan sehingga melanggar Kode Etik Jurnalistik. Berbagai faktor dapat menyebabkan hal itu terjadi. Dari pengalaman hampir seperempat abad dapat disimpulkan bahwa peristiwa tersebut dapat terjadi antara lain karena faktor-faktor sebagai berikut: Faktor Ketidaksengajaan
1.
Tingkat profesionalisme masih belum memadai, antara lain meliputi: - Tingkat upaya menghindari ketidaktelitian belum memadai. - Tidak melakukan pengecekan ulang. - Tidak memakai akal sehat. - Kemampuan meramu berita kurang memadai. - Kemalasan mencari bahan tulisan atau perbandingan. - Pemakaian data lama (out of date) yang tidak diperbarui. - Pemilihan atau pemakian kata yang kurang tepat.
2.
Tekanan deadline sehingga tanpa sadar terjadi kelalaian.
3.
Pengetahuan dan pemahaman terhadap Kode Etik Jurnalistik memang masih terbatas.
Faktor Kesengajaan 1.
Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang Kode Etik Jurnalistik, tetapi sejak awal sudah ada niat yang tidak baik.
2.
Tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang Kode Etik Jurnalistik dan sejak awal sudah memiliki niat yang kurang baik
3.
Karena persaingan pers sangat ketat, ingin mengalahkan para mitra atau pesaing sesama pers secara tidak wajar dan tidak sepatutnya sehingga sengaja membuat berita yang tidak sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik.
4.
Pers hanya dipakai sebagai topeng atau kamuflase untuk perbuatan kriminalitas sehingga sebenarnya sudah berada di luar ruang lingkup karya jurnalistik.
Jika pelanggaran terhadap kode etik karena ketidak sengajaan, maka hal itu masih dimungkinkan adanya ruang untuk toleransi. Biasanya apabila penyimpangan ini dilakukan secara tidak sengaja maka pihak pers yang menerbitkannya akan langsung meralat kesalahan yang telah mereka lakukan dan memperbaiki diri agar tidak terulang kembali. Sebaliknya, apabila pelanggaran kode etik dilakukan dengan sengaja, dan tidak ada pengakuan dari pihak yang melanggar walaupun sudah diperingatkan tentang kekeliruannya maka pihak yang berwenang akan memberikan sanksi yang tegas seperti laranganbroadcast dan lain – lain. Berikut ini akan ditampilkan contoh – contoh penyimpangan yang dilakukan pers :
1.
Sumber imajiner Sumber berita dalam liputan pers harus jelas dan tidak boleh fiktif. Satu harian di Medan melaporkan bahwa dalam suatu kasus dugaan korupsi di Partai Golkar Sumatera Utara, Kepolisian Daerah Sumut telah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3). Menurut harian ini, sumber berita adalah Komisaris Besar A. Nainggolan dari Hubungan
Masyarakat
Polda
Sumut
yang
diumumkan
dalam
sebuah
konferensi pers. Ternyata pertemuan itu tidak pernah ada. Dan petugas tersebut tidak pernah mengeluarkan statement seperti itu. 2.
Identitas dan foto korban susila anak dimuat Sesuai dengan asas moralitas, menurut kode etik jurnalistik, masa depan anak harus dilindungi. Maka, apabila ada anak yang menjadi korban kesusilaan, identitasnya harus dilindungi.
3.
Tidak paham makna “off the record” Menurut kode etik wartawan harus menghormati ketentuan tentang off the record. Artinya, apabila narasumber sudah mengatakan bahan yang diberikan atau dikatakannya adalah off the record, wartawan tidak boleh menyiarkannya. Apabila wartawan tidak bersedia, maka sejak awal boleh membatalkan pertemuan dengan narasumber. Off the record tidak berlaku bagi rahasia yang sudah menjadi rahasia umum. Tetapi, justru inilah yang tidak dilakukan oleh wartawan satu harian di Yogyakarta. Seorang narasumber dari kantor Telekomunikasi setempat mengungkapkan bahwa ada pungutan tidak resmi oleh Asosiasi Warung Telepon di Yogyakarta antara Rp5 juta - Rp25 juta. Keterangan tersebut dengan jelas dan tegas dinyatakan sebagai off the record. Tetapi, ternyata oleh wartawan surat kabar ini keterangan tersebut tetap disiarkan. Akibatnya, narasumber tersebut dituduh mencemarkan nama baik. Di tingkat Pengadilan Negeri ia kalah. Alasannya, menurut hakim, yang boleh mengatakan off the record hanyalah pejabat tertentu! Orang pada posisi
setingkat narasumber itu, seorang yang cuma memiliki jabatan kepala, tidak berhak mengeluarkan pernyataan off the record, kata hakim. (Pendapat demikian, dari sudut pandang Kode Etik Jurnalistik, tentulah sangatkeliru.) 4.
Tidak memperhatikan kredibilitas narasumber Berita ini tidak main-main. Judulnya: "Dua Jenderal Berebut Seorang Janda." Adapun yang dimaksud dengan dua jenderal pun tidak tanggungtanggung, yaitu dua tokoh militer Indonesia: Try Sutrisno, mantan panglima TNI dan juga mantan wakil presiden, serta Edy Sudrajat yang juga mantan panglima TNI. Tetapi berita ini merupakan contoh bagaimana pers kurang memperhatikan kredibilitas narasumber. Wartawan yang menyiarkan berita ini hanya berspekulasi bahwa pendapat narasumbernya 100% benar, padahal tidak ada cukup bukti untuk memperkuat pendapat tersebut. Sehingga Try Sutrisno mengadukan sang wartawan ke penegak hukum, dan memang oleh pengadilan wartawan tersebut akhirnya dihukum penjara enam bulan.
5.
Melanggar hak properti pribadi Karena presiden
merasa ada berita
dengan
polisi,
seorang
perselingkuhan antara wartawan
nekad
mantan anak
masuk
ke
rumah
narasumber dengan melompati pagar rumah narasumber. Padahal wartawan tersebut telah diperingatkan oleh pemilik rumah untuk tidak boleh masuk. Hal ini melanggar kode etik, karena seorang wartawan harus menghormati hak – hak pribadi orang lain, kecuali bila ada kepentingan umum. 6.
Menyiarkan gambar ilustrasi sembarangan Penyiaran gambar ilustrasi dalam pers harus memperhatikan relevansi sosial serta nilai – nilai yang hidup dalam masyarakat. Penyiaran gambar yang sembarangan dapat diterima dengan makna yang jauh berlainan. Contohnya suatu majalah membuat berita tentang remaja putri yang menjadi wanita panggilan. Gambar ilustrasi tersebut disertai foto yang menggambarkan
aktivitas
sekelompok
remaja
putri
di
suatu
tempat
perbelanjaan. Padahal remaja di foto tersebut sama sekali bukan wanita panggilan. Orang tua dari remaja yang ada di foto tersebut langsung
memprotes pemuatan foto tersebut. Hal ini dikarenakan mencemarkan nama baik dari remaja tersebut. 7.
Wawancara Fiktif Untuk mengejar eksklusivitas, ada wartawan yang akhirnya melakukan kesalahan fatal. Untuk membuktikan kehebatannya, sebagian wartawan sampai menipu masyarakat dengan wawancara yang sebenarnya tidak pernah ada alias fiktif. Satu harian di Jakarta memuat wawancara dengan seorang
tokoh
dalam
bentuk
tanya
jawab
yang
cukup
panjang.
Setelah dimuat, barulah diketahui bahwa narasumber wawancara itu sebenarnya sudah meninggal dua tahun sebelum laporan ini disiarkan. Dengan kata lain, wawancara tersebut tidak pernah dilakukan dengan narasumber, Jelas ini merupakan pelanggaran berat terhadap Kode Etik Jurnalistik karena melakukan pemberitaan bohong. Namun pihak terkait tidak meminta maaf. 8.
Tidak Memakai Akal Sehat Apabila suatu berita agak berada diluar akal sehat, harus dilakukan pengecekan berkali – kali sampai terbukti apakah berita itu benar atau tidak. Prinsip yang harus diterapkan wartawan adalah bersikap skeptis (tidak percaya) sampai terbukti sebaliknya bahwa berita itu benar adanya. Contoh: sebuah media pers memberitakan bahwa organisasi Wanita Kowani (Kongres Wanita Indonesia) Menyetujui untuk melakukan perkawinan poliandri dan perkawinan sesama jenis. Berita ini padahal dengan tegas dibantah oleh pihak Kowani, namun tetap saja diterbitkan. Padahal secara akal sehat, apakah mungkin organisasi wanita semacam kowani menyetujui 2 hal tersebut untuk masyarakat indonesia?. Oleh karena itu
berita
tersebut
melanggar
mengandung fitnah.
9.
Sumber berita tidak jelas
kode
etik
karena
tidak
akurat
dan
Contoh ketika pesawat adam air jatuh di perairan Majene Sulawesi Barat, pada januari 2007. Hampir semua pers melakukan kesalahan fatal, hanya beberapa jam setelah pesawat itu jatuh, sebgaian besar pers mewartakan bahwa pesawat tersebut jatuh di daerah tertentu. Tak hanya itu, ada pula yang memberitakan bahwa rangka pesawat telah ditemukan. Lebih dahsyat lagi sampai ada yang memberitakan bahwa sembilan korban telah ditemukan masih hidup. Ternyata setelah di cross check,berita tersebut tidak ada yang benar mengenai dimana jatuhnya pesawat dan jumlah korban yang hidup tidak ada. Nasib dan letak pesawat tidak diketahui. Setelah ditanyai, sebenarnya berita yang dimiliki oleh pers sumbernya bersifat imajiner alias tidak jelas. Pihak yang melanggar pun tidak mengungkapkan permohonan maaf. 10. Tidak melayani hak jawab secara benar Hak Jawab merupakan hal yang sangat penting dalam mekanisme kerja pers. Begitu pentingnya Hak Jawab sehingga soal ini diatur baik dalam tingkat undang-undang maupun dalam Kode Etik Jurnalistik. Hak Jawab memiliki dimensi demokratis dalam pers. Adanya Hak Jawab menyebabkan publik memiliki akses kepada informasi pers dan sekaligus sebagai sarana untuk membela kepentingan mereka terhadap informasi yang merugikan mereka atau kelompoknya. Maka baik menurut undang-undang maupun Kode Etik Jurnalistik, pers wajib melayani hak jawab. Pers yang tidak melayani hak jawab melanggar Kode Etik Jurnalistik (dan juga undang-undang). 11. Membocorkan identitas narasumber Dalam kasus tertentu wartawan mempunyai Hak Tolak, yakni hak untuk tidak mengungkapkan identitas narasumber. Hak ini dipakai karena pada satu sisi pers membutuhkan informasi dari narasumber yang ada, tetapi pada sisi lain keselamatan narasumber (dan juga mungkin keluarganya) dapat terancam kalau informasi itu disiarkan. Untuk menghadapi keadaan seperti itulah maka kemudian ada Hak Tolak. Pers dapat meminta informasi dari narasumber, tetapi narasumber dapat pula meminta kepada wartawan agar identitasnya tidak disebutkan. Kalau ada yang menanyakan sumber informasi ini, pers berhak menolak menyebutkannya. Inilah yang dimaksud dengan Hak Tolak.
Sekali pers memakai Hak Tolak, maka pers wajib untuk terus melindungi indentitas narasumbernya. Dalam keadaan ini seluruh tanggung jawab terhadap isi informasi beralih kepada pers. Pers yang membocorkan identitas narasumber yang dilindungi Hak Tolak melanggar hukum dan kode etik sekaligus. Tetapi, dalam praktik, karena takut akan ancaman atau tidak mengerti makna kerahasiaan di balik Hak Tolak, masih ada terbitan yang membocorkan identitas narasumber yang seharusnya dirahasiakan, baik yang dilakukan secara terbuka maupun secara diam-diam.*
C. Upaya-Upaya Pemerintah dalamMengendalikan Kebebasan Pers Mewujudkan
kebebasan
pers
yang
bertanggung
jawab
dan
berkeadailan sosial bagi seluruh RI, di perlukan adanya upaya-upaya untuk mengendalikan kebebasan pers, supaya pers tetap berada di jalur yang benar dengan menjalankan fungsi dan perannya sebagaimana di atur dalam ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Upaya Pemerintah dalam Mengendalikan Kebebasan Pers : 1.
Membuat undang-undang pers.
2.
Memfungsikan dewan pers sebagai pembina pers nasional.
3.
Menegakkan supremasi hukum.
4.
Melaksanakan sosialisasi dan meningkatkan kesadaran rakyat akan hakhak asasi manusia. Hubungan yang harus dibentuk Pers, Masyarakat dan Pemerintah
Hal terpenting yang harus diperhatikan : 1.
Interaksi harus dikembangkan sekreatif mungkin.
2.
Negara Indonesia, berpaham pada keseluruhan dan keseimbangan, baik antara individu dan masyarakat
3.
Harus dikembangkan hubungan fungsional.
4.
Adanya pendekatan kultural terhadap segala persoalan, sebagai identitas Indonesia.
5.
Pengembangan kultur politik yang memungkinkan ber-fungsinya sistem kontrol sosial dan kritik secara efektif dan terbuka.
6.
Pembangunan masyarakat bisa berlangsung dalam pola evolusi, reformasi dan revolusi.
7.
Pembangunan seluruh bidang kehidupan masyarakat yang pelaksanaannya bertahap dan selektif.
8.
Adanya kekurangan merupakan gejala umum yg harus kita terima bersama.
9.
Mrp hubungan kekerabatan dan fungsional yang terus menerus dikembangkan dalam mekanisme dialog.
10. Adanya otonomi masing-masing lembaga sesuai asas Demokrasi Pancasila. 11. Pers “lahir” di tengah-tengah masyarakat, sehingga pers dan masyarakat tidak dapat dipisahkan. 12. Menurut Wilbur Schramm, pers adalah “Watcher, forum and teacher ” (pengamat, forum dan guru). Dampak penyalahgunaan kebebasan pers menurut Undang-Undang (UU) No. 40 Tahun 1999 tentang pers menyebutkan bahwa “Kemerdekaan pers adalah suatu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum”. Ini artinya, kemerdekaan pers bukan berarti pers merdeka dan bebas-sebebasnya dalam menyajikan berita, melainkan juga harus diikuti dengan kesadaran akan pentingnya penyampaian berita yang santun, berkaidah jurnalistik, dan menjunjung supremasi hukum. Tanggung jawab profesi yang dijabarkan dalam kode etik wartawan harus benar-benar dijalankan.
Masyarakat perlu lebih selektif dalam memilih pemberitaan. Secara kontraproduktif menyimpang
kini
dari
justru
dimanfaatkan
orientasi
perjuangan
oknum-oknum pers
sebagai
media pilar
untuk
keempat
demokrasi. Jika fungsi penyampaian informasi/berita disalahgunakan hal ini dapat berdampak sebagai berikut : 1)
Distorsi
informasi:
lazimnya
dengan
menambah
atau
mengurangi
informasi, akibatnya maknanya berubah. 2)
Dramatisasi fakta palsu: dapat dilakukan dengan memberikan ilustrasi secara verbal, auditif ataupun visual yang berlebihan mengenai suatu objek.
3)
Mengganggu privacy: hal ini dilakukan melalui peliputan yang melanggar hal – hal pribadi narasumber.
4)
Pembunuhan karakter: dilakukan dengan cara terus menerus menonjolkan sisi
buruk
individu/kelompok/organisasi
tanpa
menampilkan
secara
berimbang dengan tujuan membangun citra negatif yang menjatuhkan. 5)
Eksploitasi seks: media menampilkan seks sebagai komoditas secara serampangan tanpa memperhatikan batasan norma dan kepatuhan.
6)
Meracuni pikiran anak – anak: eksploitasi kesadaran berpikir anak yang diarahkan secara tidak normal pada hal – hal yang tidak mendidik.
7)
Penyalahgunaan kekuasaan: media menyalahgunakan kekuatannya dalam mempengaruhi opini publik dalam suatu praktik pembogongan massa.
Untuk
meminimalisir
atau
mencegah
dampak
yang
timbul
akibat
penyalahgunaan kebebasan pers atau media massa. Pihak Masyarakat :
Turut memberikan saran atau masukan kepada pers tentang berbagai hal
Memberikan informasi atau keterangan kepada pers yang sebenar-benarnya dan dapat dipertanggungjawabkan.
Turut memanfaatkan pers dengan sebaik-baiknya agar perkembangan pers berjalan secara baik.
Pihak Pemerintah :
Menegakkan hukum dan peraturan tentang pers dengan setegas-tegasnya.
Tidak turut campur terlalu dalam karena akan menggerogoti kebebasan pers itu sendiri.
Memberikan kesempatan kepada para investor untuk membangun basis industri pers. Pihak Wartawan :
Kejujuran dalam mengulas suatu kejadian
Dukungan nilai-nilai autentik
Kesedian untuk bertanggung jawab
Memiliki kemandirian moral
Memiliki keberanian moral
Memiliki kerendahan hati
Sikap kritis dan realistis
BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan penulis, dapat disimpulkan bahwa:
1.
Kode etik jurnalistik adalah sejumlah aturan dasar yang mengikat seluruh profesi kewartawanan dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai wartawan, serta halhal yang digunakan sebagai landasan pers dalam melaksanakan kegiatannya.
2.
Penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan berbagai media antara lain sumber imajiner, identitas dan foto korban susila anak dimuat, tidak paham makna “off
the
record”, tidak
memperhatikan
kredibilitas
narasumber,
melanggar hak properti pribadi, menyiarkan gambar ilustrasi sembarangan, wawancara fiktif, tidak memakai akal sehat, sumber berita tidak jelas, tidak melayani hak jawab secara benar, membocorkan identitas narasumber. 3.
Adapun upaya pemerintah dalam mengendalikan kebebasan pers yaitu:
Menegakkan hukum dan peraturan tentang pers dengan setegas-tegasnya.
Tidak turut campur terlalu dalam karena akan menggerogoti kebebasan pers itu sendiri.
Memberikan kesempatan kepada para investor untuk membangun basis industri pers.
Membuat undang-undang pers.
Memfungsikan dewan pers sebagai pembina pers nasional.
Menegakkan supremasi hukum.
Melaksanakan sosialisasi dan meningkatkan kesadaran rakyat akan hak-hak asasi manusia.
B. Saran Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena keterbatasan pengetahuan dan kurangnya referensi tentang judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca mau memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penullis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah ini di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hartati, Sarwono & Atik. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA/MA Kelas XII. Jakarta : Pusat Perbukuan Kementerian Pendidikan UU RI No. 40 th 1999 tentang pers Silabus Pkn kelas XII semester 2 http://cibengnews.blogspot.com/2012/11/pengertian-kode-etik-jurnalistik.html http://cibengnews.blogspot.com/2012/11/pelanggaran-pelanggaran-kodeetik.html http://wikipedia.com/kode-etik-jurnalistik/ http://infoaktual.net/kode-etik-wartawan-indonesia http://zainuddinjambi.wordpress.com/kode-etik-jurnalistik/ http://twentyo.blogspot.com/2012/01/upaya-pemerintah-dalammengendalikan.html http://hasbiahfuji.blogspot.com/2013/01/makalah-kode-etik-jurnalistikdan_28.html
PERTANYAAN DAN JAWABAN 1. RATIH BERLIANA : Paparazzi yang seringkali diam-diam meliput berita. Apakah hal tersebut tidak melanggar kode etik pers? Jawaban: Secara perjanjian internasional paparazzi yang diamdiam meliput berita apabila wartawan dalam memperoleh berita menggunakan cara yang tidak wajar. Hal ini tentu saja melanggar kode etik, dan apabila berita yang disebarkan tidak benar, hal ini juga adapat dikategorikan sebagai pelanggaran. 2. REZA BHAKTI F : Bagaimana pendapat anda tentang wartawan yang dibunuh setelah memberitakan sebuah kejadian? Jawaban: Hal ini harus diperiksa secara detail, kita tidak bisa menentukan secara sepihak siapa yang membunuhnya tanpa adda bukti yang jelas. Mungkin bisa dikatakan karena wartawan itu sudah harus deadline. Ia melakukan berbagai cara untuk mendapatkan berita yang hangat sampai-sampai membahayakan hidupnya sendiri agar tidak kehilangan pekerjaannya. Itu mungkin saja bisa terjadi apabila berita itu berisi sebuah fakta yang dirahasiakan oleh pihak tertentu. Seharusnya wartawan juga harus menghormati privasi orang lain. Walaupun secara hukum pers, pihak pers mendapatkan perlindungan yang besar. 3. WIDHA P : Pada pemerintahan Soeharto, wartawan tidak mempunyai kebebasan dalam meliput sebuah berita berita tentang tata pemerintahan. Apakah pada waktu itu kaum wartawan memang tidak mempunyai kebebasan? Bagaimana menurut anda? Jawaban: Pada zaman orde baru tidak ada kebebasan pers. Pers di zaman itu dikendalikan oleh pemerintah untuk mendukung pembangunan yang sedang dilakukan oleh pemerintah agar rakyat bisa ikut mendukung. Akibat tingkah laku pemerrintah ini banyak sekali pers terutama media massa yang tidak setuju dengan hal ini, dengan cara menyebarkan berita tentang keburukan tata pemerintahan mengenai demokrasi yang samasekali tidak ada hak asasi yang dihormati. Hal ini, menurut Soeharto dapat dilihat sebagai penurunan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. Sehingga, seringkali pihak kementerian
penerangan mebredeli pers-pers tersebut. PWI yang sudaj dibentuk pada waktu itu malah digunakan oleh pemerintah sebagai pengontrol pers, bukan sebagai pembela hak-hak pers. 4. DEWI ZULIANA O : Bagaimana pendapat anda tentang berita yang settingan? Apakah itu sesuai dengan kode etik? Jawaban: Tentu saja berita settingan itu melanggar, apalgi berita itu tidak memiliki sumber dan keterangan yang jelas. Pihak yang dirugikan dapat melaporkan pihak terkait dengan menunjukkan bukti-bukti yang dapat menjelaskan bahwa berita itu salah. Bukan hanya kode etik saja yang dilanggar, tetapi wartawan yang menyiarkan berita itu juga melanggar hukum. Dapat dipidana dengan pasal mengenai pencemaran nama baik dan penipuan publik. http://ikanooraini.blogspot.com/2014/02/pers-yang-bebas-dan-bertanggung-jawab.html
Kode Etik Jurnalistik dan Pers yang Bertanggung Jawab Materi Pkn Kelas XII A.
Kode Etik Jurnalistik
Kode etik jurnalistik adalah asas atau norma yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai pedoman tingkah laku. Kode etik dimiliki oleh kelompok profesi. Kode etik memiliki ciri sebagai berikut : a) Bersifat moral dan mengikat anggota kelompok profesi b) Ruang lingkup kode etik hanya untuk kelompok profesi tertentu c) Dibuat dan disusun oleh lembaga / kelompok profesi tertentu Kode etik jurnalistik dimiliki oleh para insan jurnalistik dan insan pers. Kode etik jurnalistik menjadi landasan moral atau etika bagi insan pers untuk menjamin kebebasan pers dan pedoman operasional dalam menegakkan integritas serta profesionalitas pers. Macam kode etik yang ada dalam bidang jurnalistik / pers adalah :
a. Kode etik wartawan Indonesia KEWI disusun di Bandung Tahun 1999, yaitu: 1. Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar. 2. Wartawan Indonesia menempuh tatacara yang etis dalam memperoleh dan menyiarkan informasi dan memberikan identitas kepada sumber informasi. 3. Wartawan Indonesia menghormati asas praduga takbersalah, tidak mencampur adukkan fakta dengan opini, berimbang, dan selalu meneliti kebenaran informasi serta tidak melakukan plagiat. 4. Wartawan Indonesia tidak menyebarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis, cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban jejahatan susila. 5. Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi. 6. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, menghargai ketentuan embargoinformasi latar belakang, dan off the record sesuai kesepakatan 7. Wartawan segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani hak jawab.
b. Kode etik federasi wartawan internasional Kode etik federasi wartawan internasional tersebut adalah sebagai berikut : 1. Dalam melaksanakan kewajiban ini, wartawan harus membela prinsp-prinsip kebebasan dan pengumpulan publikasi berita secara jujur, dan hak atas komentar, serta kritik yang adil. 2. Wartawan sedapat mungkin meralat setiap pemberitaan yang telah dipublikasikan yang ternyata tidak benar dan merugikan orang lain. 3. Menghormati kebenaran dan hak-hak masyarakat akan kebenaran merupakan kewajiban utama seorang wartawan 4. Wartawan hendaknya sadar akan bahasa diskriminasi yang dikarenakan oleh media. Oleh karena itu, sedapat mungkin berusaha menghindari tindakan diskriminasi yang didasarkan pada ras, jenis kelamin, orientasi, asal usul, bahasa,
seksual, agama, pendapat politik, atau pendapat lainnya. Serta asal usul kebangsaan sosialnya. 5. Wartawan hendaknya memberi laporan yang sesuai dengan fakta yang diketahui sumbernya dan tidak menyembunyikan informasi yang penting atau memalsukan dokumen. 6. Wartawan hendaknya mengakui kerahasiaan professional kebenaran dengan sumber berita yang di dapatnya karena kepercayaan 7. Wartawan hendaknya menggunakan cara yang wajar / pantas untuk memperoleh berita, fotodan dokumen. 8. Seseorang yang berhak menyandang gelar wartawan hendaknya dengan setia menaati prinsip-prinsip tersebut di atas dalam menjalankan tugasnya. B. Etika Pers
Etika pers adalah etika dari semua orang yang terlibat dalam kegiatan pers. Etika pers yaitu filsafat dibidang moral pers, mengenai kewajiban-kewajiban pers, baik dan buruknya pers, pers yang benar, dan pers yang mengatur tingkah laku pers. Kegiatan pers yang dilandasi dengan etika pers yang baik maka masyarakat akan menerima kegiatan pers tersebut. Etika pers juga berbicara tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pers. Adapun hal itu antara lain adalah: 1. Pers harus membuat dan menyiarkan berita yang akurat. Menguji setiap informasi yang ada dan terpercaya 2. Pers harus menghasilkan berita yang faktual. Wartawan harus mempunyai keahlian dalam mengolah mana opini dan mana fakta, serta merangkai keduanya secara tepat. 3. Wartawan tidak melakukan plagiat. 4. Wartawan harus dapat menunjukan identitas kepada narasumber, kecuali dalam kasus investigative. Etika pers mempermasalahkan bagaimana seharusnya pers itu dilaksanakan agar dapat memenuhi fungsinya (pasal 3 UU No.40 Tahun 1999) dengan baik.
C. Pers yang Bebas dan Bertanggung Jawab
Kebebasan pers diartikan sebagai kebebasan untuk memiliki dan menyatakan pendapat di dunia pers. Kebebasan pers juga memiliki pengertian sebagai suatu kondisi yang memungkinkan para pekerja pers memilih, menentukan, dan mengerjakan tugasnya sesuai dengan keinginan pekerja pers. Kebebasan pers yang dianut pers nasional adalah kebebasan pers yang sesuai dengan pers Pancasila. Pers pancasia adalah pers yang bebas dan bertanggung jawab. Salah satu prinsip utama pers pancasila adalah pentingnya kebebasan dan tanggung jawab. Sistem pers Pancasila menghendaki adanya keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab. Wartawan memiliki kebebasan dalam kegiatan pers, wartawan harus bertanggung jawab dalam beberapa hal, yaitu : 1. Tanggung jawab terhadap media tempat wartawan bekerja. 2. Tanggung jawab sosial yang berakibat adanya kewajiban melayani opini publik dan masyarakat secara keseluruhan. 3. Tanggung jawab dan kewajiban yang sesuai undang – undang. 4. Tanggung jawab terhadap masyarakat internasional yang berhubungan dengan nilai universal. Wartawan harus bertanggung jawab dalam pemberitaan dan berusaha menghindari pemberitaan yang dapat memicu pertentangan meskipun wartawan memiliki kebebasan. Beberapa bentuk kebebasan pers yang diberikan oleh pemerintah masa kini adalah: 1. Memberikan kebebasan berekspresi terhadap pers. 2. Mempermudah pengurusan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers ( SIUPP ) sehingga bermunculan penerbitan pers baru. 3. Memberkan jaminan tidak akan ada lagi pembredelan pers. Dengan pemberian kebebasan pers dari pemerintah maka sikap kita seharusnya melaksanakan kebebasan yang diberikan dengan penuh tanggung jawab. Beberapa sikap kita terhadap upaya pengendalian kebebasan pers yang dilakukan pemerintah, antara lain adalah 1. Dalam pemberitaannya, pers harus menyajikan pemberitaan yang benar, jujur, dan jelas.
2. Pihak – pihak yang ingin membuat penerbitan pers harus memperhatikan ketentuan yang berlaku, meskipun pemerintah mempermudah pengurusan SIUPP. 3. Pers harus memberitahukan hal – hal yang tidak bertentangan dengan unsur sara.
DAFTAR PUSTAKA http://fuadmje.wordpress.com/2011/11/06/kode-etik-jurnalistik/ http://blogmerko.blogspot.com/2013/01/makalah-pkn-tentang-kode-etik.html http://titismawar.blogspot.com/2013/11/kode-etik-jurnalistik-dan-pers-yang_2923.html
Oleh ASM. Romli Kode Etik Jurnalistik adalah etika profesi wartawan. Wartawan yang tidak menaati kode etik disebut wartawan tidak profesional , bahkan boleh disebut wartawan gadungan alias wartawan palsu. WARTAWAN adalah sebuah profesi. Dengan kata lain, wartawan adalah seorang profesional, seperti halnya dokter, bidan, guru, atau pengacara yang punya kode etik . Sebuah pekerjaan bisa disebut sebagai profesi jika memiliki empat hal berikut, sebagaimana dikemukakan seorang sarjana India, Dr. 1. 2. 3. 4.
Lakshamana Rao: Harus terdapat kebebasan dalam pekerjaan tadi. Harus ada panggilan dan keterikatan dengan pekerjaan itu. Harus ada keahlian (expertise ). Harus ada tanggung jawab yang terikat pada kode etik pekerjaan. (Assegaf, 1987). Menurut saya, wartawan (Indonesia) sudah memenuhi keempat kriteria profesioal tersebut. 1. Wartawan memiliki kebebasan yang disebut kebebasan pers, yakni kebebasan mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. UU No. 40/1999 tentang Pers menyebutkan, kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, bahkan pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran (Pasal 4 ayat 1 dan 2). Pihak yang
mencoba menghalangi kemerdekaan pers dapat dipidana penjara maksimal dua tahun atau dena maksimal Rp 500 juta (Pasal 18 ayat 1). Meskipun demikian, kebebasan di sini dibatasi dengan kewajiban menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah (Pasal 5 ayat 1). Memang, sebagai tambahan, pada prakteknya, kebebasan pers sebagaimana dipelopori para penggagas Libertarian Press pada akhirnya lebih banyak dinikmati oleh pemilik modal atauowner media massa. Akibatnya, para jurnalis dan penulisnya harus tunduk pada kepentingan pemilik atau setidaknya pada visi, misi, dan rubrikasi media tersebut. Sebuah koran di Bandungbahkan sering “mengebiri” kreativitas wartawannya sendiri selain mem-black list sejumlah penulis yang tidak disukainya. 2. Jam kerja wartawan adalah 24 jam sehari karena peristiwa yang harus diliputnya sering tidak terduga dan bisa terjadi kapan saja. Sebagai seorang profesional, wartawan harus terjun ke lapangan meliputnya. Itulah panggilan dan keterikatan dengan pekerjaan sebagai wartawan. Bahkan, wartawan kadang-kadang harus bekerja dalam keadaan bahaya. Mereka ingin –dan harus begitu – menjadi orang pertama dalam mendapatkan berita dan mengenali para pemimpin dan orang-orang ternama. 3. Wartawan memiliki keahlian tertentu, yakni keahlian mencari, meliput, dan menulis berita, termasuk keahlian dalam berbahasa tulisan dan Bahasa Jurnalistik. 4. Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik (Pasal 7 ayat (2) UU No. 40/1999 tentang Pers). Dalam penjelasan disebutkan, yang dimaksud dengan Kode Etik Jurnalistik adalah Kode Etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers. Kode Etik Jurnalistik PWI
1. 2. 3. 4.
KEJ pertama kali dikeluarkan dikeluarkan PWI (Persatuan Wartawan Indonesia). KEJ itu antara lain menetapkan. Berita diperoleh dengan cara yang jujur. Meneliti kebenaran suatu berita atau keterangan sebelum menyiarkan (check and recheck ). Sebisanya membedakan antara kejadian (fact ) dan pendapat (opinion ). Menghargai dan melindungi kedudukan sumber berita yang tidak mau disebut namanya. Dalam hal ini, seorang wartawan tidak boleh memberi tahu di mana ia
mendapat beritanya jika orang yang memberikannya memintanya untuk merahasiakannya. 5. Tidak memberitakan keterangan yang diberikan secara off the record (for your eyes only ). 6. Dengan jujur menyebut sumbernya dalam mengutip berita atau tulisan dari suatu suratkabar atau penerbitan, untuk kesetiakawanan profesi. Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI)
1. 2. 3.
4. 5. 6. 7.
Ketika Indonesia memasuki era reformasi dengan berakhirnya rezim Orde Baru, organisasi wartawan yang tadinya “tunggal”, yakni hanya PWI, menjadi banyak. Maka, KEJ pun hanya “berlaku” bagi wartawan yang menjadi anggota PWI. Namun demikian, organisasi wartawan yang muncul selain PWI pun memandang penting adanya Kode Etik Wartawan. Pada 6 Agustus 1999, sebanyak 24 dari 26 organisasi wartawan berkumpul di Bandung dan menandatangani Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI). Sebagian besar isinya mirip dengan KEJ PWI. KEWI berintikan tujuh hal sebagai berikut: Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar. Wartawan Indonesia menempuh tatacara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi. Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan fakta dengan opini, berimbang, dan selalu meneliti kebenaran informasi serta tidak melakukan plagiat. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis, cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila. Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi. Wartawan Indonesia memiliki Hak Tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai kesepakatan. Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani Hak Jawab. KEWI kemudian ditetapkan sebagai Kode Etik yang berlaku bagi seluruh wartawan Indonesia. Penetapan dilakukan Dewan Pers sebagaimana diamanatkan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers melalui SK Dewan Pers No. 1/SK-DP/2000 tanggal 20 Juni 2000. Penetapan Kode Etik itu guna menjamin tegaknya kebebasan pers serta terpenuhinya hak-hak masyarakat. Kode Etik harus menjadi landasan moral
atau etika profesi yang bisa menjadi pedoman operasional dalam menegakkan integritas dan profesionalitas wartawan. Pengawasan dan penetapan sanksi atas pelanggaran kode etik tersebut sepenuhnya diserahkan kepada jajaran pers dan dilaksanakan oleh organisasi yang dibentuk untuk itu. KEWI harus mendapat perhatian penuh dari semua wartawan. Hal itu jika memang benar-benar ingin menegakkan citra dan posisi wartawan sebagai “kaum profesional”. Paling tidak, KEWI itu diawasi secara internal oleh pemilik atau manajemen redaksi masing-masing media massa.Wasalam. (www.romeltea.com).* http://romeltea.com/kode-etik-jurnalistik-etika-profesi-wartawan/
KODE ETIK JURNALISTIK BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Wartawan adalah sebuah profesi, Dengan kata lain, wartwan adalah seorang profesional. Seperti halnya dokter, bidan, guru atau pengacara. Dalam menjalankan profesinya, seorang wartawan harus dengan sadar menjalankan tugas, hak, kewajiban dan fungsinya yakni mengemukakan apa yang sebenarnya terjadi. Sebagai seorang profesional, seorang wartawan harus turun ke lapangan untuk meliput suatu peristiwayang bisa terjadi kapan saja. Bahkan, wartawan kadangkala harus bekerja menghadapi bahaya untuk mendapatkan berita terbaru dan original. Selain itu wartawan harus mematuhi kode etik jurnalistik, misalnya wartawan tidak menyebarkan berita yang bersifat dusta, fitnah, sadis dan cabul serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila. wartawan menghargai dan menghormati hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar, wartawan tidak dibenarkan menjiplak, wartawan tidak diperkenankan menerima sogokan, dsb. Dalam melaksanakan kode etik junelistik tidak semudah membalikkan telapak tangan. banyak hambatan yang harus dilalui untuk menjadi wartawan yang profesional.
kode etik harus menjadi landasan moral atau etika profesi yang bisa menjadi operasional dalam menegakkan integritas dan profesionalitas wartawan. Penetapan kode etik guna menjamin tegakanya kebebasan pers serta terpenuhinya hak – hak masyarakat. Wartawan memiliki kebebasan pers yakni kebebasan mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Meskipun demikian, kebebasan disini dibatasi dengan kewajiban menghormati norma norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat. 1.2 Tujuan Suatu sistem pers di Indonesia bagaimana sebaiknya pers itu dapat melaksanakan kebebasan dan tanggung jawabnya. Pers dalam sejarah Indonesia memiliki peran yang efektif debagai jembatan komunikasi timbal balik antara pemerintah dengan masyarakat, dan masyarakat dengan masyarakat itu sendiri. Pers sebagai salah satu unsur media masa yang hadir ditengah masyarakat bersama dengan lembaga masyarakat alinnya harus mampu menjadikan diri sebagai forum pertukaran fikiran, komenter, dan kritik yang bersifat menyeluruh dan tuntas, tidak membedakankelompok, golongan dan agama. Pers dalam kehidupannya memiliki tanggung jawab yang harus dipikul dalam konteksnya sebagai media. Macam dan sifat tanggung jawab pers bersifat relatif di tiap negara namun pada dasarnya semua tanggung jawab tersebut berlandaskan pada Kode etik pers yang mana merupakan dasar dari cara kerja pers. Dalam bekerja pers harus mempertanggung jawabkan pekerjaannya terhadap beberapa pihak yakni : 1.Tanggung jawab kepada media tempatnya bekerja 2.tanggung jawab sosial atas kewajibannya dalam menyampaikan informasi kepada publik secara keseluruhan 3.tanggung jawab dan kewajiban pada UU yang ada. 4.Tanggung jawab kepada masyarakat luas sehubungan dengan silai – nilai universal.
Makalah ini disusun dengan tujuan agar Pembaca mengerti terhadap kode etik yang ada pada tubuh pers, sehingga bagi mereka yang memiliki cita –cita dalam bidang jurnalistik akan mengerti terhadap apa yang dimaksud dengan kode atik pers. BAB II RUMUSAN MASALAH Setelah membaca dan mempelajari materi dari kode etik jurnalistik secara garis besar kami telah mendapatkan rumusan masalah dari makalah ini yang disusun secara sistematis yakni sebagai berikut : 1.Apa yang dimaksud dengan kode etik jurnalistik ? 2.bagaimana sistem pers di Indonesia ? 3.Jelaskan UU pers di Indonesia ! 4.Apa yang dimaksud Etika Pers ? 5.Bagaimanaah pers yang bebas dan bertanggung jawab ? 6.Apa yang dimaksud pers pancasila ? 7.Apa saja macam dan sifat tanggung jawab pers ? 8.Sebutkan dan jelaskan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan KEJ ! BAB III PEMECAHAN MASALAH Kode etik jurnalistik (KEJ) merupakan aturan mengenai perilaku dan pertimbangan moral yang harus dianut dan ditaati oleh media pers dalam siarannya. Kode Etik Jurnalistik pertama kali dikeluarkan oleh PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) yang antara lain : 1.Berita diperoleh dengan cara jujur 2.Meneliti kebenaran suatu berita atau keterangan sebelum disiarkan (check dan recheck). 3.Sebisanya membedakan yang nyata (fact) dan pendapat (opinion) 4.Menghargai dan melindungi kedudukan sumber yang tidak mau disebut namanya. 5.Tidak memberitakan berita yang diberikan secara off the record (four eyes only)
6.Dengan jujur menyebutkan sumber dalam mengutip berita atau tulisan dari suatu surat kabar atau penerbitan, untuk kesetiakawanan profesi Ketika Indonesia memasuki ere reformasi dengn berakhirnya rezim orde baru, organisasi wartawan yang awalnya tunggal yakni hanya PWI, menjadi banyak. Maka KEJ pun hanya berlaku bagi wartawan anggota dari PWI. Namun demikian, organisasi jurnalistik lainnya pun merasa akan pentingnya kode etik jurnalistik. Pada tanggal 6 Agustus 1999, sebanyak 24 dari 26 organisasi wartawan berkumpul di Bandung dan Menandatangani Kode Etiik Wartawan Indonesia (KEWI). Sebagian besar isinya mirip dengan KEJ PWI. KEWI perintikan tujuh hal sebagai berikut. : 1.Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar. 2.Wartawan Indonesia menempuh tatacara yang etis dalam memperoleh dan menyiarkan informasi dan memberikan identitas kepada sumber informasi. 3.Wartawan Indonesia menghormati asas praduga takbersalah, tidak mencampur adukkan fakta dengan opini, berimbang, dan selalu meneliti kebenaran informasi serta tidak melakukan plagiat. 4.Wartawan Indonesia tidak menyebarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis, cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban jejahatan susila. 5.Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi. 6.Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, menghargai ketentuan embargoinformasi latar belakang, dan off the record sesuai kesepakatan . 7.Wartawan segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani hak jawab. KEWI kemudian ditetapkan sebagai Kode Etik yang berlaku bagi seluruh wartawan Indonesia. Penetapan dilakukan dewan pers sebagaimana diamanatkan UU No. 40 Tahun 1999 tentang pers melalui SK Dewan Pers No. 1/SK-DP/2000 tanggal 20 juni tahun 2000. Penerapak kode etik itu juga menjamin tegakknya kebebasan pers serta terpenuhinya hak – hak
masyarakat. Kode Etik harus menjadi sebagai landasan moral atau etika profesi yang bisa jadi pedoman profesionalitas wartawan. Pengawasan dan penetapan sanksi ata pelanggaran Kode Etik tersebut sepenuhnya diserahkan kepada jajarn pers dan dilaksanakan oleh organisasi yang dibentuk untuk itu. KEWI harus mendapat perhatian penuh dari semua wartawan. Hal ini jika memang benar –benar ingin menegakkan citradan posisi wartawan sebagai kaum profesional. Paling tidak KWI diawasi secara Internal oleh pemilik atau manajemen radaksi masing – masing media masa. Pers dalam menjalankan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya, haruslah menghormati hak asasi setiap orang. Oleh sebab itu pers dituntut untuk profesional dan terbuka. Pers memiliki peranan penting dalam menegakkan HAM. Pers Juga elaksanakan kontrol sosial (Social Control) untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan keuasaan baik korupsi, kolusi dan nepotisme. maupun penyelewengan dan penyimpangan lainnya. Suatu sistem pers di Indonesia diciptakan untukmnentukan begaimana seharusnya pers dapat menjalankan kebebasan dan tanggung jawabnya. Pers dalam sejarah Indonesia memiliki peran yang efektif debagai jembatan komunikasi timbal timbal balik antara pemerintah dengan masyarakat, dan masyarakat dengan masyarakat itu sendiri. Dengan demikian, sistem pers di Indonesia tidak lain adalas sistep pers yang berlaku di Indonesia. Kata Indonesia adalah pemberi, sifat, warna, dan kekhasan pasda sistem pers tersebut. Dalam kenyataan dapat ditemukan perbedaan – perbedaan esensial sistem pers Indonesia dari satu periode ke periode yang lain. misalnya sistem pers demokrasi liberal, sistem pers demokrasi terpimpin, sistem pers demokrasi Pancasila dan sistem pers di era reformasi, meskipun falsafah negara tidak berubah. Pers Indonesia diatur dalam UU pers No. 40 Tahn 1999. Ini merupakan UU pers yang baru, memuat berbagai perubahan sistem pers yang mendasar atau sistem pers sebelumnya. hal ini dimaksudkan afgar pers
berfungsi secara maksimal seperti diamanatkan oleh pasal 28 UUD 1945. Fungsi yang maksimal tersebut diperlukan karena kemerdekaan pers adalah suatu perwujudan kedaulata rakyat dan merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan bermasyaralkat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. Pencabutan undang undang yang lama dan digantikannya denga yang baru hakikatnya merupakan pencerminan adanya perbedaan nilai – nilai dasar politis ideologis antara orde baru dengan orde reformasi. hal ini tampak jelas pada konsideransi undang – undang pers yang baru. Dalam konsideransi itu antara lain dinyatakan bahwa undang – undang tentang ketentuan pers yang lama dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembanngan zaman. Lahirnya UU pers yang baru Mno. 40 tahun 1999 didasarkan atas pertimbangan bahwa UU No.11 Tahun 1966 tentang ketentuan pokok pers sebagaimana telah diubah lagi dengan UU Nu. 04 Tahun 1967 dan diubah lagi dengan UU No. 21 Tahun 1982. Dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Falsafah di bidang moral pers yaitu mengenai kewajiban – kewajiban pers, baik dan buruknya ers, pers yang benar, dan pers yang mengatur perilaku pers di namakan etika pers. Dengan kata lain, etika pers berbicara tentang apa yang seharusnya dilakukan orang – orang yang terlibat dalam kegiatan pera. Sumber etika pers adalah kesadaran moral, yaitu pengetahuan baik dan buruk, benar dan salah, tepat maupun tidak bagi orang yang terlibat dalam kegiatan pers. Wartawan memiliki kebebasan yang disebut kebebasan pers, yakni kebebasan mencari, memperoleh, menyebarluaskan gagasan dan informasi. UU No. 40 Tahun 1999 tentang t entang pers menyebutkan, Kebebasan pers terjamin sebagai hak asasi warga negara., bahkan pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pelarangan penyiaran (pasal 4 ayat 1). Pihak yang mencoba menghalangi kemerdekaan pers dapat dikenai tindak pidana penjara maksimal 2 (dua) tahun atau denda Rp. 500 jt (pasal 18 ayat 1). Meskipun demikian kebebasan disini dibatasi dengan
kewajiban menghormati norma – norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas preduga tak bersalah (pasal 5 ayat 1). Seluruh wartawan Indonesia harus menjunjung tinggi konstitusi dan menegakkan kemerdekaan pers yang bertanggung jawab, mematuhi norma – norma profesi kewartawanan, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa memperjuangkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perbedaan abadi, dan keadilan sosial berdasarkan pancasila Prof. Oemar Sono Adji, dalam bukunya berjudul “Hukum Kebebasan Pers ” mengutip J.C.T Simorangkir, SH, menyimpulkan mengenai kebebasan pers di ndonesia, adalah sebagai berikut : 1.Hukum Indonesia telah mengakui/ mengatur / menjamin perihal perilaku kebebasan pers. 2.Kebebasan pers Indonesia tidak dapat dilihat / diukur semata – mata dengan kaca mata luar negeri. 3.Ciri kebebasan pers di Indonesia adalah : a.pers bebas yang bertanggung jawab. b.Pers yang sehat. c.Pers sebagai penyebar informasi yang objektif. d.Pers sebagai penyalur aspirasi rakyat dan meluangkan komunikasi dan partisipatif masyarakat. e.Pers yang melakukan kontrol konstruktif f.Terdapat interaksi positif antara pers, pemerintah dan masyarakat. 4.Kebebasan Pers diakui, dijamin dan dilaksanakan di d i Indonesia dalam rangka melaksanakan demokrasi Pancasila. Menurut S. Tasrif tentangdiakui dan dijaminnya kebebasan pers dalm suatu negara, apabila negara yang bersangkutan ber sangkutan memiliki tiga syarat berikut : 1.Tidak ada kewajiban menurut hukum untuk meminta surat izin terbit bagi penerbitan pers. 2.Tidak ada wewenang menurut hukum pada pemerintahan untuk melakukan penyensoran.
3.Tidak ada wewenang menurut hukum pada pemerintahan untuk melakukan penerbitan pers Pers sebagai salah satu unsur media masa yang hadir ditengah masyarakat bersama dengan lembaga masyarakat alinnya harus mampu menjadikan diri sebagai forum pertukaran fikiran, komenter, dan kritik yang bersifat menyeluruh dan tuntas, tidak membedakankelompok, golongan dan agama. Semuanya harus mendapat porsi yang seimbang. Jika ada masalah dalam masyarakat, pers berupaya untuk menjernihkan persoalan, dan bukannya menambah keruhnya masalah yang ada. Kehidupan pers nasional Indonesia merupakan produk dari sistem nilai yang ada dalam masyarakat yang kemudian diproyeksikan dalam bentuk kegiatan pers. Oleh karena itu dalam menjalankan kegiatan jurnalistik pers nasional harus berlandaskan dengan : 1.Landasan Idiil : Falsafah pancasila (Pembukaan UUD 1945) 2.Landasan Konstitusional : UUD 1945 3.Landasan yuridis : Undang – Undang Pokok pers 4.Landasan Profesional : Kode Etik Jurnalistik 5.Landasan etis : Tata nilai yang berlaku dalam masyarakat. Pers dalam kehidupannya memiliki tanggung jawab yang harus dipikul dalam konteksnya sebagai media. Macam dan sifat tanggung jawab pers bersifat relatif di tiap negara namun pada dasarnya semua tanggung jawab tersebut berlandaskan pada Kode etik pers yang mana merupakan dasar dari cara kerja pers. Dalam bekerja pers harus mempertanggung jawabkan pekerjaannya terhadap beberapa pihak yakni : 5.Tanggung jawab kepada media tempatnya bekerja 6.tanggung jawab sosial atas kewajibannya dalam menyampaikan informasi kepada publik secara keseluruhan 7.tanggung jawab dan kewajiban pada UU yang ada. 8.Tanggung jawab kepada masyarakat luas sehubungan dengan silai – nilai universal. Tanggung jawab bersifat formal karena didalam Negara hokum, setiap kekuasaan memiliki ketentuan hukum tersebut.
Tnggung jawab moral memberikan jiwa dan semangat kepada tanggimg jawab formal. Bertolak dari tanggung jawab moral, tanggung jawab formalharus diihat kritis dan realistis. Tanggung jawab pers memberikan sumbangan pikiran agar ketentuan formal dapat selalu diprrbaharui tanggung jawab formal harus fleksibel dan tidak menghambat pembangunan nasional. BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Pers Indonesia atau pers pancasila yang orientasi, sikap, dan tingkah lakunya berdasarkan nilai – nilai pancasila dan UUD 1945. Sedangkan pers pembangunan merupakan pers pancasila dalam pembangunan Indonesia yang berbangsa, bermasyarakat dan berngara. Pers yang sehat, bebas dan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya merupakan sikap dari pers Indonesia yaitu sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, dan penyalur aspirasi masyarakat. Dengan adanya pers Indonesia (pers pancasila) maka rasa saling percaya dalam tujuannya untuk mencapai masyarakat yang bebas, demokratis dan bertanggung jawab. Selain itu wartawan harus mematuhi kode etik jurnalistik, misalnya wartawan tidak menyebarkan berita yang bersifat dusta, fitnah, sadis dan cabul serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila. wartawan menghargai dan menghormati hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar, wartawan tidak dibenarkan menjiplak, wartawan tidak diperkenankan menerima sogokan, dsb. Dalam melaksanakan kode etik junelistik tidak semudah membalikkan telapak tangan. banyak hambatan yang harus dilalui untuk menjadi wartawan yang profesional. Pers sebagai salah satu unsur media masa yang hadir ditengah masyarakat bersama dengan lembaga masyarakat alinnya harus mampu menjadikan diri sebagai forum pertukaran fikiran, komenter, dan kritik yang bersifat menyeluruh dan tuntas, tidak membedakankelompok,
golongan dan agama. Semuanya harus mendapat porsi yang seimbang. Jika ada masalah dalam masyarakat, pers berupaya untuk menjernihkan persoalan, dan bukannya menambah keruhnya masalah yang ada. 4.2 Saran Pers dalam menjalankan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya, haruslah menghormati hak asasi setiap orang. Oleh sebab itu pers dituntut untuk profesional dan terbuka. Pers memiliki peranan penting dalam menegakkan HAM. Pers Juga elaksanakan kontrol sosial (Social Control) untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan keuasaan baik korupsi, kolusi dan nepotisme. maupun penyelewengan dan penyimpangan lainnya. Suatu sistem pers di Indonesia diciptakan untukmnentukan begaimana seharusnya pers dapat menjalankan kebebasan dan tanggung jawabnya. Pers dalam sejarah Indonesia memiliki peran yang efektif debagai jembatan komunikasi timbal balik antara pemerintah dengan masyarakat, dan masyarakat dengan masyarakat itu sendiri. Seluruh wartawan Indonesia harus menjunjung tinggi konstitusi dan menegakkan kemerdekaan pers yang bertanggung jawab, mematuhi norma – norma profesi kewartawanan, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa memperjuangkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perbedaan abadi, dan keadilan sosial berdasarkan pancasila. Diharapkan dengan semakin berjalannya waktu cara kerja dan etika pers menjadi lebih baik sehingga wartawan atau pers di Indonesia lebih dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien. DAFTAR PUSTAKA Budiyanto.2005.Kewarganegaaanuntuk SMA Kelas XII. Jakarta : Erlangga Djzazuli, HM.2007.Kewarganegaraan 3 Menuju Masyarakat Madani. Jakarta: Yudhistira Tim MGMP SMA/MA kab Mojokerto.2006.PPKN Kelas XII semester ganjil. Mojokerto: Media Gravika
Tim MGMP SMA/MA kab Mojokerto.2007.Pendidikan Kewarganegaraan Kelas XII Semester http://fuadmje.wordpress.com/2011/11/06/kode-etik-jurnalistik/
Pada prinsipnya jurnalistik merupakan cara kerja media massa dalam mengelola dan menyajikan informasi kepada khalayak ramai, yang tujuannya adalah untuk menciptakan komunikasi yang efektif, dalam arti menyebarluaskan informasi yang diperlukan. Jurnalistik sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu “Diurna” dan dalam bahasa Inggris “Journal” yang berarti catatan harian. Jurnalistik dalam KBBI (2003:326) adalah yang berkenaan dengan wartawan. Sedangkan seorang yang bergelut di bidang jurnalistik biasa disebut jurnalis atau wartawan. Menurut UU Republik Indonesia nomor 40 tahun 1999 tentang pers, bab I ketentuan umum pasal 1 poin 4 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Kegiatan jurnalis meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, elektronik, dan segala jenis saluran lainnya. B. PENGERTIAN KODE ETIK JURNALISTIK
Kode (Inggris: code, dan Latin: codex) adalah buku undang-undang kumpula sandi dan kata yang disepakati dalam lalu lintas telegrafi serta susunan prinsip hidup dalam masyarakat. Etik atau etika merupakan moral filosofi filsafat praktis dan ajaran kesusilaan. Menurut KBBI etika mengandung arti ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban. Moral adalah kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; dan nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Dengan demikian, kode etik jurnalistik adalah aturan tata susila kewartawanan dan juga norma tertulis yang mengatur sikap, tingkah laku, dan tata karma penertiban. C. TANGGUNG JAWAB WARTAWAN
Kode etik jurnalistik adalah acuan moral yang mengatu tindak-tanduk seorang wartawan. Kode etik jurnalistik bisa berbeda dari satu organisasi ke organisasi lain, dari satu koran ke koran yang lain. Namun secara umum berisi h al-
hal yang menjamin terpenuhinya tanggung jawab seorang wartawan kepada publik pembacanya. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut: 1. Tanggung jawab tugas atau kewajiban seorang wartawan adalah mengabdikan diri kepada kesejahteraan umum dengan member masyarakat informasi yang memungkinkan masyarakat membuat penilaian terhadap sesuatu masalah yang mereka hadapi. Wartawan tak boleh menyalahgunakan kekuasaan untuk motif pribadi atau tujuan yang tak berdasar. 2. Kebebasan Kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat adalah mili setiap anggota masyarakat (milik publik) dan wartawan menjamin bahwa urusan public harus diselenggarakan secara public. Wartawan harus berjuang melawan siapa saja yang mengeksploitasi pers untuk keuntungan pribadi atau kelompok. 3. Independensi Wartawan harus mencegah terjadinya benturan kepentingan (conflict of interest) dalam dirinya. Dia tak boleh menerima apapun dari sumber berita atau terlibat dalam aktifitas yang bisa melemahkan integritasnya sebagai penyampai informasi atau kebenaran. 4. Kebenaran Wartawan adalah mata, telinga dan indera dari pembacanya. Dia harus senantiasa berjuang untuk memelihara kepercayaan pembaca dengan meyakinkan kepada mereka bahwa berita yang ditulisnya adalah akurat, berimbang dan bebas dari bias. 5. Tak Memihak Laporan berita dan opini harus secara jelas dipisahkan. Artikel opini harus secara jelas diidentifikasikan sebagai opini. 6. Adil dan Fair Wartawan harus menghormati hak-hak orang yang terlibat dalam berita yang ditulisnya serta mempertanggungjawabkan kepada public bahwa berita itu akurat serta fair. Orang yang dipojokkan oleh sesuatu fakta dalam berita harus diberi hak untuk menjawab. D. KODE ETIK JURNALISTIK
Kode etik jurnalistik adalah kode etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh dewan pers. Kode etik jurnalistik pertama kali dikeluarkan oleh PWI (Persatuan Wartawan Indonesia). Kode etik tersebut adalah sebagai berikut. PEMBUKAAN
Bahwa sesungguhnya salah satu perwujudan kemerdekaan Negara Republik Indonesia adalah kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan sebagaimana diamanatkan oleh pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Oleh sebab itu kemerdekaan pers wajib dihormati oleh semua pihak. Mengingat Negara Republik Indonesia adalah negara berdasar atas hukum sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, seluruh wartawan menjunjung tinggi konstitusi dan menegakkan kemerdekaan pers yang bertanggungjawab, mematuhi norma-norma profesi kewartawanan, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta memperjuangkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial berdasarkan Pancasila. Maka atas dasar itu, demi tegaknya harkat, martabat, integritas, dan mutu kewartawanan Indonesia serta bertumpu pada kepercayaan masyarakat, dengan ini Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menetapkan Kode Etik Jurnalistik yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh wartawan Indonesia. KEKUATAN KODE ETIK JURNALISTIK BAB I KEPRIBADIAN DAN INTEGRITAS
Pasal 1 Wartawan Indonesia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila , taat kepada Undang-Undang Dasar Negara, Ksatria, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dan lingkungannya, mengabdi pada kepentingan bangsa dan negara serta terpecaya dalam mengemban profesinya. Pasal 2 Wartawan Indonesia dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan berita, tulisan atau gambar, yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara, persatuan dan kesatuan bangsa, menyinggung perasaan agama, kepercayaan dan keyakinan suatu golongan yang dilindumgi oleh Undang-undang. Pasal 3 Wartawan Indonesia tidak menyiarkan berita, tulisan atau gambar yang menyesatkan, memutarbalikkan fakta, bersifat fitnah, cabul, sadis dan sensasi berlebihan. Pasal 4 Wartawan Indonesia tidak menerima imbalan untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan berita, tulisan atau gambar yang dapat menguntungkan atau merugikan seseorang atau sesuatu pihak. KODE ETIK JURNALISTIK BAB II CARA PEMBERITAAN
Pasal 5
Wartawan Indonesia menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dari kecepatan serta mencampuradukkan fakta dan opini sendiri. Tulisan berisi interpretasi dan opini wartawan agar disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya. Pasal 6 Wartawan Indonesia menghormati dan menjunjung tinggi kehidupan pribadi dengan tidak menyiarkan berita, tulisan, atau gambar yang merugikan nama baik atau perasaan susila seseorang, kecuali menyangkut kepentingan umum. Pasal 7 Wartawan Indonesia dalam pemberitaan peristiwa yang diduga menyangkut pelanggaran hukum dan atau proses peradilan harus menghormati asas praduga tak bersalah, prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang. Pasal 8 Wartawan Indonesia dalam memberitakan kejahatan susila tidak menyebut nama dan identitas korban. Penyebutan nama dan identitas pelaku kejahatan yang masih dibawah umur, dilarang. Pasal 9 Wartawan Indonesia menulis judul yang mencerminkan isi berita. KODE ETIK JURNALISTIK BAB III SUMBER BERITA
Pasal 10 Wartawan Indonesia menempuh cara yang sopan dan terhormat untuk memperoleh bahan berita, gambar, atau tulisan dan selalu menyatakan identitasnya kepada sumber berita. Pasal 11 Wartawan Indonesia dengan kesadaran sendiri secepatnya mencabut atau meralat setiap pemberitaan yang kemudian ternyata tidak akurat, dan memberi kesempatan hak jawab serta proporsional kepada sumber dan atau obyek berita. Pasal 12 Wartawan Indonesia meneliti kebenaran bahan berita dan memperhatikan kredibilitas serta kompetensi sumber berita.
Pasal 13 Wartawan Indonesia tidak melakukan tindakan plagiat, tidak mengutip berita, tulisan, atau gambar tanpa menyebut sumbernya. Pasal 14 Wartawan Indonesia harus menyebut sumber berita, kecuali atas permintaan yang bersangkutan untuk tidak disebut nama dan identitasnya sepanjang menyangkut
fakta dan data bukan opini. Apabila nama dan identitas sumber berita tidak disebutkan, segala tanggung jawab ada pada wartawan yang bersangkutan. Pasal 15 Wartawan Indonesia menghormati ketentuan embargo, bahan latar belakang, dan tidak menyiarkan informasi yang oleh sumber berita tidak dimasukkan sebagai bahan berita serta atas kesepakatan dengan sumber berita tidak menyiarkan keterangan off the record. KODE ETIK JURNALISTIK BAB IV KEKUATAN KODE ETIK JURNALISTIK
Pasal 16 Wartawan Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa penataan Kode Etik Jurnalistik ini terutama berada pada hati nurani masing-masing. Pasal 17 Wartawan Indonesia mengakui bahwa pengawasan dan penetapan sanksi pelanggaran Kode Etik Jurnalistik ini adalah sepenuhnya hak organisasi dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan PWI. Tidak satu pihak pun di luar PWI yang dapat mengambil tindakan terhadap wartawan Indonesia dan atau medianya berdasarkan pasal-pasal dalam Kode Etik Jurnalistik ini. KODE ETIK JURNALISTIK KODE ETIK AJI (ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN)
1. Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar. 2. Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar. 3. Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya. 4. Jurnalis hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya. 5. Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu diketahui masyarakat. 6. Jurnalis menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh berita, foto dan dokumen. 7. Jurnalis menghormati hak nara sumber untuk memberi informasi latar belakang, off the record, dan embargo. 8. Jurnalis segera meralat setiap pemberitaan yang diketahuinya tidak akurat. 9. Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku tindak pidana di bawah umur.