I.
KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Anatomi Fisiologi 1. Hipotalamus
Hipotalamus merupakan bagian kecil tapi penting dari otak. Ini berisi beberapa inti yang kecil dengan berbagai fungsi. Itu memainkan peran penting dalam sistem saraf serta sistem endokrin. Yang terhubung ke kelenjar kecil dan penting lain disebut kelenjar hipofisis.
Hipotalamus terletak di bawah thalamus dan tepat di atas batang otak. Membentuk bagian anterior diencephalon. Semua vertebrata otak berisi hipotalamus. Pada manusia, itu adalah kira-kira ukuran almond. 2. Fungsi hipotalamus
Hipotalamus sangat penting untuk hidup seperti itu memainkan peran yang sangat penting. Kontrol proses metabolisme tertentu dan kegiatan lainnya dari sistem saraf otonom. Mengsintesiskan dan mengeluarkan neurohormones, sering disebut hipotalamus mengeluarkan hormon. Melepaskan hormon ini membantu mengontrol dan mengatur sekresi hormon hipofisis. Fungsi hipotalamus dapat terdaftar sebagai: a)
mengontrol pelepasan hormon utama 8 oleh kelenjar hipofisis
b)
kontrol suhu tubuh
c)
kontrol dari asupan makanan dan air, lapar dan Haus
d)
kontrol seksual perilaku dan reproduksi
e)
kontrol siklus harian di fisiologis negara dan perilaku juga dikenal sebagai ritme sirkadian
mediasi tanggapan emosional
f)
3. Anatomi dan tindakan
Hipotalamus berisi sejumlah besar inti dan serat traktat. Sel-sel dalam dua inti utama mensekresikan vasopresin (ADH, hormon antidiuretic), oxytosin dan CRH (corticotropin melepaskan hormon). Dua besar inti adalah inti supraoptic dan paraventricular. ADH dan oxytosin kemudian diangkut ke bawah akson dari sel-sel dalam inti supraoptic dan paraventricular melalui infundibulum untuk neurohypophysis (posterior pituitari), dimana mereka dilepaskan ke dalam aliran darah. Jalur ini disebut saluran supraopticohypophysial. Kerusakan hipotalamus anterior blok produksi ADH. Hal ini menyebabkan kondisi yang mana gagal ginjal untuk menghemat air dan kondisi ini disebut diabetes insipidus. CRH dirilis oleh paraventricular inti dan diambil oleh sistem portal mana memiliki tindakan pada lobus anterior hipofisis. Ada hubungan dengan mata dan otak. Hubungan antara retina ke inti suprachiasmatic berkaitan dengan sinkronisasi irama harian juga dikenal sebagai ritme sirkadian. Setiap lesi atau penyakit hipotalamus sehingga mempengaruhi siklus tidur bangun (Setiadi, 2007).
B. Definisi
Menurut Sinarty (2003), demam adalah meningkatnya temperatur suhu tubuh secara abnormal. Demam adalah peningkatan titik patokan (set point) suhu di hipotalamus (Corwin, Elizabeth J, 2000). Dikatakan demam jika suhu orang menjadi lebih dari 37,5 ºC ( Wong DL, 2003).
Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi. Pengaruh pengaturan autonom akan mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi perifer sehingga pengeluaran (dissipation) panas menurun dan pasien merasa demam. Suhu badan dapat bertambah tinggi lagi karena meningkatnya aktivitas metabolisme yang juga mengakibatkan penambahan produksi panas dan karena kurang adekuat
penyalurannya ke permukaan maka rasa demam bertambah pada pasien (Ngastiyah. 2005). Jadi, febris adalah meningkatnya temperatur suhu tubuh secara abnormal yang terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi
C. Etiologi
Penyebab febris antara lain : 1. Suhu lingkungan 2. Adanya infeksi 3. Pneumonia 4. Malaria 5. Otitis media 6. Imunisasi, ( Ngastiyah. 2005). Penyebab demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia, keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada gangguan pusat regulasi suhu sentral (misalnya: perdarahan otak, koma). Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis penyebab demam diperlukan antara lain: ketelitian penggambilan riwayat penyakit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit dan evaluasi pemeriksaan laboratorium.serta penunjang lain secara tepat dan holistik. Beberapa hal khusus perlu diperhatikan pada demam adalah cara timbul demam, lama demam, tinggi demam serta keluhan dan gejala lian yang menyertai demam. Demam belum terdiagnosa adalah suatu keadaan dimana seorang pasien mengalami demam terus menerus selama 3 minggu dan suhu badan diatas 38,3 derajat celcius dan tetap belum didapat penyebabnya walaupun telah diteliti selama satu minggu secara intensif dengan menggunakan sarana laboratorium dan penunjang medis lainnya, (Betz, Sowden. 2002).
D. Tipe Febris/demam
1. Demam Septik Pada demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada mlam hari dan turun kembali ketingkat yang diatas normal pada pagi hari.
Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik. 2. Demam Remiten Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhuyang dicatat pad demam septic. 3. Demam Intermiten Pada tipe demam intermiten, suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali, disebut tersiana dan bila terjadi duahari bebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana. 4. Demam Kontinyu Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menrus tinggi sekali disebut hiperpireksia. 5. Demam Siklik Pada tipe siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula. Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit tertentu misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas seperti : abses, pneumonia, infeksi saluran kencing, malaria, tetapi kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas. Dalam praktek 90% dari para pasien dengan demam yang baru saja dialami, pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti influensa atau penyakit virus sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti kita tidak harus tetap waspada terhadap infeksi bakterial, (Betz, Sowden. 2002).
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala demam antara lain : 1. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,8 C – 40 C) 2. Kulit kemerahan
3. Hangat pada sentuhan 4. Peningkatan frekuensi pernapasan 5. Menggigil 6. Dehidrasi 7. Kehilangan nafsu makan 8. Pernafasan menggigil 9. Banyak berkeringat
F. Patofisiologi
Demam terjadi sebagai respon tubuh terhadap peningkatan set point, tetapi ada peningkatan suhu tubuh karena pembentukan panas berlebihan tetapi tidak disertai peningkatan set point. (Julia, 2000). Demam adalah sebagai mekanisme pertahanan tubuh (respon imun) anak terhadap infeksi atau zat asing yang masuk ke dalam tubuhnya. Bila ada infeksi atau zat asing masuk ke tubuh akan merangsang sistem pertahanan tubuh dengan dilepaskannya pirogen. Pirogen adalah zat penyebab demam, ada yang berasal dari dalam tubuh (pirogen endogen) dan luar tubuh (pirogen eksogen) yang bisa berasal dari infeksi oleh mikroorganisme atau merupakan reaksi imunologik terhadap benda asing (non infeksi). Pirogen selanjutnya membawa pesan melalui alat penerima (reseptor) yang terdapat pada tubuh untuk disampaikan ke pusat pengatur panas di hipotalamus. Dalam hipotalamus pirogen ini akan dirangsang pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan produksi prostaglandin (PGEZ). Ini akan menimbulkan reaksi menaikkan suhu tubuh dengan cara menyempitkan pembuluh darah tepi dan menghambat sekresi kelenjar keringat. Pengeluaran panas menurun, terjadilah ketidakseimbangan pembentukan dan pengeluaran panas. Inilah yang menimbulkan demam pada anak. Suhu yang tinggi ini akan merangsang aktivitas “tentara” tubuh (sel makrofag dan sel limfosit T) untuk memerangi zat asing tersebut dengan meningkatkan proteolisis yang menghasilkan asam amino yang berperan dalam pembentukan antibodi atau sistem kekebalan tubuh. Sedangkan sifat-sifat demam dapat berupa menggigil atau krisis/flush. Menggigil. Bila pengaturan termostat dengan mendadak diubah dari tingkat normal ke nilai yang lebih tinggi dari normal sebagai akibat dari kerusakan jaringan,zat pirogen atau dehidrasi. Suhu tubuh biasanya memerlukan beberapa jam untuk mencapai suhu baru. Krisis/flush. Bila faktor yang menyebabkan suhu tinggi dengan mendadak
disingkirkan, termostat hipotalamus dengan mendadak berada pada nilai rendah, mungkin malahan kembali ke tingkat normal (Smeltzer, suzannec. 2001).
G. Pathway
(terlampir)
H. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
1. Uji coba darah Contoh pada Demam Dengue terdapat leucopenia pada hari ke-2 atau hari ke-3. Pada DBD dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Masa pembekuan masih normal, masa perdarahan biasanya memanjang, dapat ditemukan penurunan factor
II,V,VII,IX,
hipoproteinemia,
dan
XII.
hiponatremia,
Pada
pemeriksaan
hipokloremia.
kimia
SGOT,
darah serum
tampak glutamit
piruvat(SGPT), ureum, dan pH darah mungkin meningkat, reverse alkali menurun. 2. Pembiakan kuman dari cairan tubuh/lesi permukaan atau sinar tembus rutin Contoh pada DBD air seni mungkin ditemukan albuminuria ringan. 3. Dalam tahap melalui biopsi pada tempat-tempat yang dicurigai. Juga dapat dilakukan pemeriksaan seperti anginografi, aortografi atau limfangiografi. 4. Ultrasonografi, endoskopi atau scanning, masih dapat diperiksa.
I. Penatalaksanaan
1. Secara fisik a) Mengawasi kondisi klien dengan : Pengukuran suhu secara berkala setiap 4-6 jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau. Perhatikan pula apakah mata anak cenderung melirik ke atas atau apakah anak mengalami kejang-kejang. Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya suplai oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel-sel otak. Dalam keadaan demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya fungsi intelektual tertentu. b) Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan c) Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan d) Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke otak yang akan berakibat rusaknya sel – sel otak.
e) Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak – banyaknya minuman yang diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah atau air teh. Tujuannnya adalah agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh memperoleh gantinya. f) Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang g) Kompres dengan air biasa pada dahi, ketiak,lipat paha. Tujuannya untuk menurunkan suhu tubuh dipermukaan tubuh anak. Turunnya suhu tubuh dipermukaan tubuh ini dapat terjadi karena panas tubuh digunakan untuk menguapkan air pada kain kompres. Jangan menggunakan air es karena justru akan membuat pembuluh darah menyempit dan panas tidak dapat keluar. Menggunakan alkohol dapat menyebabkan iritasi dan intoksikasi (kera cunan). h) Saat ini yang lazim digunakan adalah dengan kompres hangat suam-suam kuku. Kompres air hangat atau suam-suam kuku maka suhu di luar terasa hangat dan tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu diluar cukup panas. Dengan demikian tubuh akan menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan pengatur suhu tubuh lagi. Di samping itu lingkungan luar yang hangat akan membuat pembuluh darah tepi di kulit melebar atau mengalami vasodilatasi, juga akan membuat pori-pori kulit terbuka sehingga akan mempermudah pengeluaran panas dari tubuh. 2. Obat-obatan antipiretik Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat pengatur suhu di hipotalamus. Antipiretik berguna untuk mencegah pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase sehinga set point hipotalamus direndahkan kembali menjadi normal yang mana diperintah memproduksi panas diatas normal dan mengurangi pengeluaran panas tidak ada lagi. Petunjuk pemberian antipiretik: a) Bayi 6 – 12 bulan : ½ – 1 sendok the sirup parasetamol. b) Anak 1 – 6 tahun : ¼ – ½ parasetamol 500 mg atau 1 – 1 ½ sendokteh sirup parasetamol. c) Anak 6 – 12 tahun : ½ 1 tablet parasetamol 5oo mg atau 2 sendok the sirup parasetamol. Tablet parasetamol dapat diberikan dengan digerus lalu dilarutkan dengan air atau teh manis. Obat penurun panas in diberikan 3 kali sehari. Gunakan sendok takaran obat dengan ukuran 5 ml setiap sendoknya.
II.
KONSEP TUMBUH KEMBANG & HOSPITALISASI
A. Konsep Pertumbuhan Usia
Tumbuh adalah proses bertambahnya ukuran/dimensi akibat penambahan jumlah atau ukuran sel dan jaringan interseluler, (Wong. 2003), Jenis Tumbuh Kembang :
1. Tumbuh kembang fisis meliputi perubahan dalam bentuk besar dan fungsi organisme individu. 2. Tumbuh kembang intelektual berkaitan dengan kepandaian berkomunikasi dan kemampuan menangani materi yang bersifat abstrak dan simbolik seperti berbicara,bermain,berhitung dan membaca. 3.
Tumbuh kembang social emosional bergantung kemampuan bayi untuk membentuk ikatan batin,berkasih saying,menangani kegelisahan akibat suatu frustasi dan mengelola rangsangan agresif (Wong 2003).
Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang :
1. Faktor Genetik 2. Faktor herediter konstitusional 3. Faktor lingkungan
A. Konsep Perkembangan Usia
Kembang/perkembangan adalah
proses pematangan/maturasi fungsi organ
tubuh termasuk berkembangnya kemampuan mental intelegensia serta perlakuan anak. Menurut Whaley dan Wong (2003), dalam bukunya Supartini (2004) mengemukakan bahwa perkembangan menitikberatkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi dan kompleks melalui proses maturasi dan pembelajaran. Perkembangan berhubungan dengan perubahan secara kualitas, diantaranya terjadi peningkatan kapasitas individu untuk berfungsi yang dicapai melalui proses pertumbuhan, pematangan dan pembelajaran. Menurut Nursalam (2004), perkembangan merupakan hasil interaksi antara kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, sehingga perkembangan ini berperan penting dalam kehidupan manusia.
Marlow (1988) dalam Supartini (2004) mendefinisikan perkembangan sebagai peningkatan ketrampilan dan kapasitas anak untuk berfungsi secara bertahap dan terus menerus. Dari pengertian diatas dapat disimpulakan bahwa perkembangan adalah suatu proses yang terjadi secara simultan dengan pertumbuhan yang menghasilkan kualitas individu untuk berfungsi, yang dihasilkan melalui proses pematangan dan proses belajar dari lingkungannya. Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan atau keahlian dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses di ferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh organ-organ dan system organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga msing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan ( Wong DL, 2003).
Teori Perkembangan Menurut Sigmund Freud :
1.Fase Oral : 0 – 1 tahun Keuntungan : Kepuasaan/kebahagian terletak pada mulut Mengisap,menelan,memainkan bibir,makan,kenyang dan tidur. Kerugian : menggigit,mengeluarkan air liur,marah,menangis jika tidak terpenuhi. 2.Fase Anal : 1 – 3 tahun Keuntungan : belajar mengontrol pengeluran BAB dan BAK,senang melakukan sendiri Kerugian : jika tidak dapat melakukan dengan baik. 3.Fase Phalic : 3 – 6 tahun a) Dekat dengan orang tua lawan jenis b) Bersaing dengan orang tua sejenis 4.Fase latent : 6 – 12 tahun a) Orientasi social keluar rumah b) Pertumbuhan intelektual dan sosial c) Banyak teman dan punya group d) Impuls agresivitas lebih terkontrol 5.Fase genital a) Pemustan seksual pada genital
b) Penentuan identitas c) Belajar tidak tergantung pada orang tua d) Bertanggung jawab pada diri sendiri e) Intim dengan lawan jenis. Keuntungan : bergroup Kerugian : konflik diri,ambivalen (Nursalam, 2004)
B. Konsep Hospitalisasi Usia 1. Hospitalisasi pada Anak
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun orang tua dan keluarga (Wong, 2003). Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di rumah sakit tetap merupakan masalah besar dan menimbulkan ketakutan, cemas, bagi anak (Supartini, 2004). Hospitalisasi juga dapat diartikan adanya beberapa perubahan psikis yang dapat menjadi sebab anak dirawat di rumah sakit (Nursalam, 2004). Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa hospitalisasi adalah suatu proses karena alasan berencana maupun darurat yang mengharuskan anak dirawat atau tinggal di rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang dapat menyebabkan beberapa perubahan psikis pada anak. Perubahan psikis terjadi dikarenakan adanya suatu tekanan atau krisis pada anak. Jika seorang anak di rawat di rumah sakit, maka anak tersebut akan mudah mengalami krisis yang disebabkan anak mengalami stres akibat perubahan baik terhadap status kesehatannya maupun lingkungannya dalam kebiasaan sehari-hari. Selain itu, anak mempunyai sejumlah keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang sifatnya menekan (Nursalam, 2004).
a) Stressor pada Anak yang Dirawat di Rumah Sakit Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang tampak pada anak (Nursalam, 2005). Jika seorang anak dirawat di rumah sakit, maka anak tersebut akan mudah mengalami krisis karena anak mengalami stres akibat perubahan yang dialaminya. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan status kesehatan anak, perubahan lingkungan, maupun perubahan kebiasaan seharihari. Selain itu anak juga mempunyai keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang bersifat menekan. Stresor atau pemicu timbulnya stres pada anak yang dirawat di rumah sakit dapat berupa perubahan yang bersifat fisik, psiko-sosial, maupun spiritual. Perubahan lingkungan fisik ruangan seperti fasilitas tempat tidur yang sempit dan kuang nyaman, tingkat kebersihan kurang, dan pencahayaan yang terlalu terang atau terlalu redup. Selain itu suara yang gaduh dapat membuat anak merasa terganggu atau bahkan menjadi ketakutan. Keadaan dan warna dinding maupun tirai dapat membuat anak marasa kurang nyaman ( Nursalam, 2004). Beberapa perubahan lingkungan fisik selama dirawat di rumah sakit dapat membuat anak merasa asing. Hal tersebut akan menjadikan anak merasa tidak aman dan tidak nyaman. Ditambah lagi, anak mengalami perubahan fisiologis yang tampak melalui tanda dan gejala yang dialaminya saat sakit. Adanya perlukaan dan rasa nyeri membuat anak terganggu. Reaksi anak usia prasekolah terhadap rasa nyeri sama seperti sewaktu masih bayi. Anak akan bereaksi terhadap nyeri dengan menyeringaikan wajah, menangis, mengatupkan gigi, menggigit bibir, membuka mata dengan lebar, atau melakukan tindakan agresif seperti menendang dan memukul. Namun, pada akhir periode balita anak biasanya sudah mampu mengkomunikasikan rasa nyeri yang mereka alami dan menunjukkan lokasi nyeri (Nursalam, 2004). Selain perubahan pada lingkungan fisik, stressor pada anak yang dirawat di rumas sakit dapat berupa perubahan lingkungan psiko-sosial. Sebagai akibatnya, anak akan merasakan tekanan dan mengalami kecemasan, baik kecemasan yang bersifat ringan, sedang, hingga kecemasan yang bersifat berat. Pada saat anak
menjalani masa perawatan, anak harus berpisah dari lingkungannya yang lama serta orang-orang yang terdekat dengannya. Anak biasanya memiliki hubungan yang sangat dekat dengan ibunya, akibatnya perpisahan dengan ibu akan meninggalkan rasa kehilangan pada anak akan orang yang terdekat bagi dirinya
dan akan lingkungan yang dikenalnya, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan perasaan tidak aman dan rasa cemas (Nursalam, 2004).
b) Hospitalisasi pada Anak Usia Prasekolah Anak usia prasekoolah adalah anak yang berusia antara 3 sampai 6 tahun (Supartini, 2004). Menurut Sacharin (1996), anak usia prasekolah sebagian besar sudah dapat mengerti dan mampu mengerti bahasa yang sedemikian kompleks. Selain itu, kelompok umur ini juga mempunyai kebutuhan khusus, misalnya, menyempurnakan banyak keterampilan yang telah diperolehnya. Pada usia ini, anak membutuhkan lingkungan yang nyaman untuk proses tumbuh kembangnya. Biasanya anak mempunyai lingkungan bermain dan teman sepermainan yang menyenangkan. Anak belum mampu membangun suatu gambaran mental terhadap pengalaman kehidupan sebelumnya sehingga dengan demikian harus menciptakan pengalamannya sendiri (Suparini, 2004). Bagi anak usia prasekolah, sakit adalah sesuatu yang menakutkan. Selain itu, perawatan di rumah sakit dapat menimbulkan cemas karena anak merasa kehilangan lingkungan yang dirasakanya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan. Anak juga harus meninggalkan lingkungan rumah yang dikenalnya, permainan, dan teman sepermainannya (Supartini, 2004). Beberapa hal tersebut membuat anak menjadi stres atau tertekan. Sebagai akibatnya, anak merasa gugup dan tidak tenang, bahkan pada saat menjelang tidur.
III.
KONSEP ASUHAN DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien 2. Keluhan utama : a) Badan panas 3. Riwayat kesehatan a) Riwayat Penyakit Sekarang : Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien dan keluarga untuk menanggulanginya. b) Riwayat Penyakit Dahulu : Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit lainnya. c) Riwayat Penyakit Keluarga : Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit lainnya. d) Riwayat Psikososial : Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang mengalami stress yang berkepanjangan. e) Riwayat Pemakaian Obat : Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai sebelumnya, atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat.
Pola Fungsi Gordon :
1. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan a) Persepsi terhadap penyakit : Tanyakan kepada klien atau keluarga pendapatnya mengenai kesehatan dan penyakit. Apakah pasien langsung mencari pengobatan atau menunggu sampai penyakit tersebut mengganggu aktivitas pasien Penggunaan : Tanyakan tentang penggunaan obat-obat sebelumnya dan selama sakit. Tanyakan tentang penggunaan alcohol, dan tembakau untuk mengetahui gaya hidup klien. 2. Pola Nutrisi/Metabolisme
a) Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien (pagi, siang dan malam). b) Tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual muntah, pantangan atau alergi. c) Tanyakan apakah klien mengalami gangguan dalam menelan. d) Tanyakan apakah klien sering mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran yang mengandung vitamin antioksidant. 3. Pola Eliminasi a) Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan karakteristiknya b) Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi c) Adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah penggunaan alat bantu untuk miksi dan defekasi 4. Pola Aktivitas/Olahraga a)
Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan penyakitnya
b)
Kekuatan Otot :Biasanya terjadi pembengkakan
c)
Keluhan Beraktivitas : kaji keluhan klien saat beraktivitas.
5. Pola Istirahat/Tidur a) Kebiasaan : tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien b) Masalah Pola Tidur : Tanyakan apakah terjadi masalah istirahat/tidur yang berhubungan dengan proses penyakitnya c) Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah merasa segar atau tidak? 6. Pola Kognitif/Persepsi a) Kaji status mental klien b) Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan klien dalam memahami sesuatu c) Kaji tingkat ansietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara klien. Identifikasi penyebab kecemasan klien d) Kaji penglihatan dan pendengaran klien e) Kaji apakah klien mengalami vertigo 7. Pola Persepsi dan Konsep Diri a) Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya sendiri, apakah kejadian yang menimpa klien mengubah gambaran dirinya.
b) Tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa cemas, depresi atau takut. c) Apakah ada hal yang menjadi pikirannya 8. Pola Peran Hubungan a) Tanyakan tentang system pendukung dalam kehidupan klien seperti: orang tua, keluarga, teman, dll. b) Tanyakan apakah ada masalah keluarga berkenaan dengan perawatan kondisi klien 9. Pola Seksualitas/Reproduksi 10. Pola Koping-Toleransi Stres a) Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS (financial atau perawatan diri) b) Kaji keadan emosi klien sehari-hari dan bagaimana klien mengatasi kecemasannya (mekanisme koping klien ). Apakah ada penggunaan obat untuk penghilang stress atau klien sering berbagi masalahnya dengan orang-orang terdekat. 11. Pola Keyakinan-Nilai a) Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan-pantangan dalam beragama serta seberapa taat klien menjalankan ajaran agamanya. Orang yang dekat kepada Tuhannya lebih berfikiran positif.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi. 2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang dan deperosis. 3. Ancietas berhubungan dengan hipertermi, efek proses penyakit 4. Resiko injuri berhubungan dengan infeksi mikroorganisme.
C. RENCANA KEPERAWATAN
No. Diagnosa
1
Rencana Keperawatan
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria hasil
Hipertermi b/d
Setelah
proses infeksi
keperawatan
Intervensi
dilakukan selama
tindakan 1. Pantau suhu klien (derajat dan pola) 3x24
jam
perhatikan menggigil/diaforsis
menujukan temperatur dalan batas
Rasional : suhu 38,9- 41,1 menunjukan
normal dengan kriteria:
proses infeksius akut
- Bebas dari kedinginan
2. Pantau
- Suhu tubuh stabil 36-37 C
suhu
batasi/tambahkan
lingkungan,
linen
tempat
tidur
sesuai indikasi Rasional: suhu ruangan / jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal 3. Berikan
kompres
hangat
hindri
penggunaan akohol Rasional:
kompres
dilatasi
Pddarah
hangat
membantu
seingga
dapat
mengurangi demam 4. Berikan miman sesuai kebutuhan Rasioanl: mencegah kehilangan cairan berlebih akibat peningkatan suhu tubuh 5. Kolaborasi untuk pemberian antipiretik Rasional: digunakan untuk mengurangi deman
dngan
aksi
sentral
pada
hipotalamus 2
Kekurangan
Setelah
dilakukan
tindakan
1. Ukur/catat haluaran urine dan berat jenis.
volume cairan
perawatan selama 1x24 jam volume
Catat ketidak seimbangan masukan dan
b/d intake yang
cairan adekuat dengan kriteria:
haluran kumulatif
kurang dan
- tanda vital dalam batas normal
Rasional : memonitor keseimbangan cairan
deperosis
- nadi perifer teraba kuat
tubuh
- haluran urine adekuat - tidak ada tanda-tanda dehidrasi
2. Pantau tekanan darah dan denyut jantung ukur CVP Rasional:
denyut
meningkat
pada
jantung kondisi
mungkin
kekkurangan
volume cairan 3. Palpasi denyut perifer Rasional : pada kondisi syok hipovolemi
denyut nadi dapat melemah dan cepat 4. Kaji membran mukosa kering, tugor kulit yang kurang baik dan rasa halus Rasional : membran mukosa kering, turgor kulit
tidak
elastis
merupakan
gejala
kekurangan cairan 5. Kolaborasi untuk pemberian cairan IV sesuai indikasi Rasional : membantu memenuhi kebutuhan cairan yang tidak di peroleh peroral 6. Pantau nilai laboratorium, Ht/jumlah sel darah merah, BUN,cre, Elek,LED, GDS Rasional
:
pada
kondisi
kekurangan
volume cairan nilaiHT / eritrosit mungkin menurun 3
Ancietas
Setelah dilakukan tindakan perawatan 1. Kaji
berhubungan
selama 1x24 jam cemas hilang dengan
informasi yang dimiliki klien mengenai
dengan
kriteria:
hipertermi
hipertermi, efek
- klien dapat mengidentifikasi hal-hal
Rasional:
proses penyakit
yang
dapat
meningkatkan
dan
menurunkan suhu tubuh - klien
mau
berpartisipasi
mengungkapkan
identifikasi
serta
luruskan
membantu
mengidentifikasikan
dan
dalam membantu
pasien mengatasi keadaannya sekarang dalam 2. Berikan informasi yang akurat tentang
setiap tidakan yang dilakukan - klien
dan
penyebab hipertermi
penurunan
Rasional: memungkinkan pasien untuk
cemas yang berhubungan dengan
membuat keputusan yang didasarkan atas
hipertermi, proses penyakit
pengetahuannya 3. Validasi perasaan klien dan yakinkan klien bahwa kecemasam merupakan respon yang normal Rasional: menuunkan kecemasan klien 4. Diskusikan
rencana
tindakan
yang
dilakukan berhubungan dengan hipertermi dan keadaan penyakit Rasional: memudahkan dalam pemilihan tindakan keperawatan 4
Resiko injuri
Setelah
dilakukan
tindakan 1. Kaji tanda-tanda komplikasi lanjut
b/d infeksi
keperawatan selama 1x24 jam anak
Rasional:
mikroorganisme
bebas dari cidera dengan kriteria:
implementasi selanjutnya
- menunjukan homeostatis - tidak ada perdarahan mukosa dan
membantu
2. Kaji status kardiopulmonar
menentukan
bebas dari komplikasi lain
3. Kolaborasi
untuk
pemantauan
laboratorium: monitor darah rutin Rasional
:
pemantauan
laboratorium
diperlukan untuk mengetahui adanya infeksi dlm darah 4. Kolaborasi untuk pembereian antibiotik Rasional : antibiotik dapat membantu mengobati infeksi bakteri
D. IMPLEMENTASI
Sesuai dengan intervensi E. EVALUASI
1. Panas menurun 2. Risiko injuri tidak terjadi 3. Kebutuhan cairan terpenuhi 4. Ansietas berkurang sampai hilang
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Edisi 2. Jakarta, EGC. Corwin, Elizabeth J, 2000. Anak Demam Perlu Kompres. www. Pediatrik. Com/knal.php Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, ed 2. Jakarta: EGC. Nursalam. 2004. Asuhan Keperawatan Bayi & Anak. Jakarta : Salemba Medika Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia.Yogyakarta: Graha Ilmu Smeltzer, suzannec. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, ed.8, vol.1. Jakarta: EGC. Supartini , 2004. Pengkajian Pediatrik. Ed. 2. Jakarta, EGC Wong DL, 2003. Nursing Care Of Infant and Children Fifth Edition,Mosby Year Book,Philadelpia USA.