LAPORAN STUDI LAPANGAN PRAKTIKUM EKOLOGI
ANALISIS VEGETASI HUTAN WANAGAMA
Oleh: Roni Ardyantoro
13308141044
Nur Tsani Rahmawati
13308141050
Hana Widiyanti
13308144006
Salma Nadiyah
13308144013
Kelompok V
PRODI STUDI BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. biotik. Faktor abiotik antara lain suhu, air, suhu, air, kelembaban, cahaya, kelembaban, cahaya, dan dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling memengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan (Ansari Fuad. 1975). Populasi adalah keseluruhan objek yang akan/ingin diteliti. Populasi ini sering juga disebut Universe. Anggota populasi dapat berupa benda hidup maupun benda mati, dimana sifat-sifat yang ada padanya dapat diukur atau diamati. Populasi yang tidak pernah diketahui dengan pasti jumlahnya disebut "Populasi Infinit" atau tak terbatas, dan populasi yang jumlahnya diketahui dengan pasti (populasi yang dapat diberi nomor identifikasi), misalnya murid sekolah, jumlah karyawan tetap pabrik, dll disebut "Populasi Finit". Suatu Finit". Suatu kelompok objek yang berkembang terus (melakukan proses sebagai akibat kehidupan atau suatu proses kejadian) adalah Populasi adalah Populasi Infinitif ( Duncan Duncan Robert et al. 1988). Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari bebera beb erapa pa jenis jen is yang hidup hid up bersam ber sam a-sama a-s ama pada pad a suatu sua tu tempat tem pat.. Dalam Dal am mekani mek anisme sme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis. Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Syafei, 1990). Analisis vegetasi merupakan cara yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar sebaran berbagai spesies dalam suatu area melaui pengamatan langsung.
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. biotik. Faktor abiotik antara lain suhu, air, suhu, air, kelembaban, cahaya, kelembaban, cahaya, dan dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling memengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan (Ansari Fuad. 1975). Populasi adalah keseluruhan objek yang akan/ingin diteliti. Populasi ini sering juga disebut Universe. Anggota populasi dapat berupa benda hidup maupun benda mati, dimana sifat-sifat yang ada padanya dapat diukur atau diamati. Populasi yang tidak pernah diketahui dengan pasti jumlahnya disebut "Populasi Infinit" atau tak terbatas, dan populasi yang jumlahnya diketahui dengan pasti (populasi yang dapat diberi nomor identifikasi), misalnya murid sekolah, jumlah karyawan tetap pabrik, dll disebut "Populasi Finit". Suatu Finit". Suatu kelompok objek yang berkembang terus (melakukan proses sebagai akibat kehidupan atau suatu proses kejadian) adalah Populasi adalah Populasi Infinitif ( Duncan Duncan Robert et al. 1988). Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari bebera beb erapa pa jenis jen is yang hidup hid up bersam ber sam a-sama a-s ama pada pad a suatu sua tu tempat tem pat.. Dalam Dal am mekani mek anisme sme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis. Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Syafei, 1990). Analisis vegetasi merupakan cara yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar sebaran berbagai spesies dalam suatu area melaui pengamatan langsung.
Dilakukan dengan membuat plot dan mengamati morfologi serta identifikasi vegetasi yang ada. Kehadiran vegetasi pada suatu landscape akan memberikan dampak positif bagi keseimbangan ekosistem dalam skala yang lebih luas. Secara umum peranan vegetasi dalam suatu ekosistem terkait dengan pengaturan keseimbangan karbon dioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis tanah, pengaturan tata air tanah dan lain-lain. Meskipun secara umum kehadiran vegetasi pada suatu area memberikan dampak positif, tetapi pengaruhnya bervariasi tergantung pada struktur dan komposisi vegetasi yang tumbuh pada daerah itu. Sebagai contoh vegetasi secara umum akan mengurangi laju erosi tanah, tetapi besarnya tergantung struktur dan komposisi tumbuhan yang menyusun formasi vegetasi daerah tersebut. (Hadisubroto, 1989)
B. TUJUAN Mempelajari struktur vegetasi dan membuat interpretasi fungsi komunitas tumbuhan tumbuhan pada tegakan yang dipelajari
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Vegetasi merupakan unsur yang dominan yang mampu berfungsi sebagai pembentuk ruang, pengendalian suhu udara, memperbaiki kondisi tanah dan sebagainya. Vegetasi dapat menghadirkan estetika tertentu yang alamiah dari garis, bentuk, warna, dan tekstur yang ada dari tajuk, daun, batang, cabang, kulit batang, akar, bunga, buah maupun aroma yang ditimbulkan dari daun, bunga maupun buahnya (Rochman, 2005). Kimball
(2005)
menyatakan
bahwa
hutan
hujan
tropis
mencapai
perkembangan sepenuhnya pada bagian belahan bumi sebelah barat dan mencapai perkembangan sepenuhnya di bagian tengah dan selatan,sangat beragam spesiesnya. Disana,
jarang
dijumpai
dua
pohon
dari
spesies
yang
sama
tumbuh
berdekatan.vegetasinya sedemikian rapat sehingga cahaya sangat sedikit yang sampai ke dasar hutan. Wilayah hutan hujan tropis mencakup ± 30% dari luas permukaan bumi dan terdapat mulai dari Amerika Selatan, bagian tengah dari benua Afrika, sebagian anak benua India, sebagian besar wilayah Asia Selatan dan wilayah Asia Tenggra, gugusan kepulauan di samudra Pasifik, dan sebagian kecil wilayah Australia. Pada umumnya wilayah hutan hujan tropis dicirikan oleh adanya 2 musim dengan perbedaan yang jelas, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Ciri lainnya adalah suhu dan kelembaban udara yang tinggi, demikian juga dengan curah hujan, sedangkan hujan merata sepanjang tahun (Ewusie, 1980). Menurut Soedjiran et all (1993) hutan hujan tropis (tropical rain forest) terdapat di daerah tropis yang basah dengan curah hujan yang tinggi dan tersebar sepanjang tahun, seperti di Amerika tengah dan selatan, Asia tenggara, Indonesia dan Australia timur laut. Dalam hutan ini pohon-pohonnya tinggi dan pada umumnya berdaun lebar dan selalu hijau, jumlah jenis besar. Sering terdapat paku-paku pohon, tanaman merambat berkayu liana yang sering dapat mencapai puncak pohon-pohon yang tinggi dan epifit. Hutan ini kaya akan jenis-jenis hewan invertebrata dan vertebrata. Analisis vegetasi hutan merupakan studi untuk mengetahui komposisi dan struktur hutan. Kegiatan analisis vegetasi pada d asarnya ada dua macam, yaitu metode
dengan petak dan tanpa petak. Salah satu metode dengan petak yang banyak digunakan adalah kombinasi antara metode jalur (untuk risalah pohon) dengan metode garis petak (untuk risalah permudaan) dalam kegiatan-kegiatan penelitian di bidang ekologi hutan seperti halnya pada bidang-bidang ilmu lainnya yang bersangkut paut dengan Sumber Daya Alam (Latifah, 2005).
B. Struktur Vegetasi Struktur vegetasi merupakan susunan anggota komunitas vegetasi pada suatu area yang dapat dinilai dari tingkat densitas (kerapatan) individu dan diversitas (keanekaragaman) jenis. Komposisi dan struktur suatu vegetasi merupakan fungsi dari beberapa faktor seperti : flora set empat, habitat, (iklim,tanah dan lain-lain), waktu dan kesempatan. Komposisi dan struktur vegetasi tumbuhan tidak dapat dilepaskan dari pentingnya mengetahui air tanah dan ketersediaan air tanah bagi tumbuhan di sekitarnya. Ketersediaan air dalam tanah ditentukan oleh kemampuan partikel tanah memegang air. Air tanah adalah air yang bergerak dalam tanah yang terdapat dalam ruang-ruang antar butir tanah yang membentuknya. Air tanah dapat dibedakan menjadi dua yaitu air tanah dangkal dan air tanah dalam. Air tanah dangkal terdapat pada bidang tanah yang mempunyai pengaruh besar terhadap proses pembentukan tanaman. Melalui profil, kedalaman air dapat diduga berdasarkan tinggi, maka air tanah yang selalu mengalami periode naik turun sesuai dengan keadaan musim atau faktor lingkungan luar lainnya. Kedalaman muka air tanah yang dimaksud adalah kedalaman muka priotik yaitu kedalaman muka air tanah sumur-sumur gali yang ada (Kusumawati, 2008). Penyelamatan fungsi hutan dan perlindunganya sudah saatnya menjadi tumpuan harapan bagi kelangsungan jasa produksi ataupun lingkungan untuk menjawab kebutuhan mahkluk hidup Mengingat tinggi dan pentingya nilai hutan, maka upaya pelestarian hutan wajib dilakukan apapapun konsekuensi yang harus dihadapi, karena sebetulnya peningkatan produktivitas dan pelestarian serta perlindungan hutan sebenarnya mempunyai tujuan jangka panjang. Produktivitas tegakan ataupun ekosistem hutan Perlindungan dan aspek kesehatan hutan sebagai mata rantai pemeliharaan (Marsono, 2004). Perlindungan dan aspek kesehatan hutan sebagai mata rantai pemeliharaan atau pembinaan hutan harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam satu kesatuan pengelolaan hutan dalam rangka melindungi hutan berikut komponen yang
ada didalamnya dari berbagai macam faktor penyebab kerusakan. Hutan jika ditinjau dari aspek kesehatannya terbagi atas tiga komponen yakni dari sisi pemanfaatan yakni pada tegakkan hutan, lingkungan yakni terhadap sebuah komunitas dan kesehatan ekosistem yang lebih menjurus pada landscape (Marsono, 2004). C. Hutan Wanagama Kawasan Hutan Wanagama yang luasnya hampir mencapai 600 hektar merupakan tumpuan harapan bagi banyak orang yang bermukim di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan sekitarnya untuk kepentingan ekonomis ataupun kebutuhan akan jasa lingkungan sebagai paru – paru kota dan sebagai media pembelajaran alamiah ataupun oleh pemerintah daerah sebagai salah satu aset wisata alam bagi daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Mengingat banyaknya manfaat yang dapat diperoleh lewat kehadiran kawasan Hutan wanagama ini, maka upaya untuk mempertahankan fungsi dan peran kawasan ini harus terus dilakukan (Irwanto, 2006). Bahwa hutan yang sehat terbentuk apabila faktor-faktor biotik dan abiotik dalam hutan tersebut tidak menjadi faktor pembatas dalam pencapaian tujuan pengelolaan hutan saat ini maupun masa akan datang. Kondisi hutan sehat ditandai oleh adanya pohon-pohon yang tumbuh subur dan produktif, akumulasi biomasa dan siklus hara cepat, tidak terjadi kerusakan signifikan oleh organisme pengganggu tumbuhan, serta membentuk ekosistem yang khas (Kimmins, 1987). Ekosistem hutan yang sehat terbentuk setelah hutan mencapai tingkat perkembangan klimaks, yang ditandai oleh tajuk berlapis, pohon-pohon penyusun terdiri atas berbagai tingkat umur, didominasi oleh pohon-pohon besar, serta adanya rimpang yang terbentuk karena matinya pohon. Ekosistem hutan yang sehat tercapai bila tempat tumbuhnya dapat mendukung ekosistem untuk memperbaharui dirinya sendiri secara alami, mempertahankan diversitas penutupan vegetasi, menjamin stabilitas habitat untuk flora dan fauna, serta terbentuknya hubungan fungsional di antara komunitas tumbuhan, hewan dan lingkungan (Widyastuti, 2004). Kesehatan hutan dan kesehatan ekosistem tersebut menunjukkan bahwa keduanya merupakan tingkatan-tingkatan integrasi biologis. Konsekuensinya ialah antara keduanya mempunyai karakteristik yang sama, namun demikian terdapat perbedaan yang fundamental. Aspek kesehatan ekosistem lebih berhubungan dengan pola penutupan vegetasi dalam kisaran kondisi-kondisi ekologi yang luas, sedangkan kesehatan hutan lebih menekankan pada kondisi untuk memperoleh manfaatnya (Sumardi,2004).
1. Teknik Sampling Kuadrat (Quadrat Sampling Technique) Teknik sampling kuadrat ini merupakan suatu teknik survey vegetasi yang sering digunakan dalam semua tipe komunitas tumbuhan. Petak contoh yang dibuat dalam teknik sampling ini bisa berupa petak tunggal atau beberapa petak. Petak tunggal mungkin akan memberikan infoanasi yang baik bila komunitas vegetasi yang diteliti bersifat homogen. Adapun petakpetak contoh yang dibuat dapat diletakkan secara random atau beraturan sesuai dengan prinsip-prinsip teknik sampling yang telah Untuk memudahkan perisalahan vegetasi dan pengukuran parametemya, petak contoh biasanya dibagi-bagi ke dalam kuadrat-kuadrat berukuran lebih kecil. Ukuran kuadrat-kuadrat tersebut disesuaikan dengan bentuk morfologis jenis dan lapisan distribusi vegetasi secara vertikal (stratifikasi). Dalam hal ini Oosting (1956) menyarankan penggunaan kuadrat berukuran 10 x 10 m untuk lapisan pohon, 4 x 4 m untuk lapisan vegetasi berkayu tingkat bawah (undergrowth) sampai tinggi 3 m, dan 1 x 1 m untuk vegetasi bawah/lapisan herba. Tetapi, umtmmya para peneliti di bidang ekologi hutan membedakan potion ke dalam beberapa tingkat pertumbuhan, yaitu: semai (permudaan tingkat kecambah sampai setinggi < 1,5 m), pancang (permudaan dengan > 1,5 m sampai pohon muda yang berdiame[er < 10 cm), tiang (pohon muda berdiameter 10 s/d 20 cm), dan pohon dewasa (diameter > 20 cm). Untuk memudahkan
pelaksanaannya
ukuran
kuadrat
disesuaikan
dengan
tingkat
perttunbuhan tersebut, yaitu umumnya 20 x 20 m (pohon dewasa), 10 x 10 m (tiang), 5 x 5 m (pancang), dan lxl m atau 2 x 2 m (semai dan tumbuhan bawah). 2. Metode Titik Pusat Kuadran (Point Centered Quartered Method) Berdasarkan hasil penelitian Cottam dan Curtis (1956), metode ini merupakan metode sampling tanpa petak contoh yang paling efisien karena pelaksanaannya di lapangan memerlukan waktu yang lebih sedikit, mudah, dan tidak memerlukan faktor koreksi dalam menduga kerapatan individu tumbuhan. Tetapi, dalam pelaksanaanya metode ini mempunyai dua macam keterbatasan, yaitu (I) setiap kuadran harus terdapat paling sedikit satu individu tumbuhan dan (2) setiap individu (seperti halnya pada random pair method) tidak boleh terhitung lebih dari satu kali. Prosedur metode ini dalam pelaksanaan di lapangan adalah:
Peletakan sejumlah titik contoh secara acak dalam komunitas tumbuhan. Berdasarkan pengalaman di lapangan, sebaiknya dibuat suatu seri garis arah kompas (garis rintis) dalam komunitas tumbuhan yang akan diteliti, kemudian sejumlah titik contoh dipilih secara acak atau secara teratur sepanjang garis rintis tersebut. Cottam dan Curtis (1956) menyarankan paling sedikit 20 titik contoh harus dipilih untuk meningkatkan ketelitian sampling dengan teknik ini.
Pembagian areal sekitar titik contoh menjadi empat kuadran yang berukuran sama (Gambar 6.10). Hal ini dapat dilakukan dengan kompas atau bila suatu seri garis rintis digunakan kuadran-kuadran tersebut dapat dibentuk dengan menggunakan garis rintis itu sendiri dan suatu garis yang tegak lurus terhadap gads rintis tersebut melatui titik contoh. Di dalam metode ini di setiap titik pengukuran dibuat garis absis dan ordinat khayalan, sehingga di setiap titik pengukuran terdapat empat buah quadran. Pilih saw pohon di setiap quadran yang letaknya paling dekat dengan titik pengukuran dan ukurjarak dari masing-masing pohon tersebut ke titik pengukuran. Pengukuran dimensi pohon hanya dilakukan terhadap keempat pohon yang terpilih.
Gambar. Desain point centered quarter method di lapangan
BAB 3 ALAT DAN BAHAN A.
ALAT DAN BAHAN 1.
2.
QUADRAT SAMPLING TECHNIQUES
a.
Patok
(40 batang)
b.
Tali (plastic terpilin lebih baik)
(3 ball raksasa)
c.
Meteran panjang (roll meter)
(30 meter)
d.
Pisau tajam
(1 buah)
e.
Kantong plastic tipis (1 kg)
(100 biji)
f.
Steples kecil dengan isinya
(1 buah)
g.
Kertas label
(100 lembar)
h.
Spidol permanen kecil
(1 buah)
i.
Kamera
( 1 buah)
POINT QUARTER TECHNIQUES
a.
Patok
20 buah)
b.
Meteran panjang / roll meter
(1 buah)
c.
Alat-alat untuk data abiotik:
Thermometer
(1 buah)
Hygrometer
(1 buah)
Roll meter pendek / metlin
(1 buah)
B.
LANGKAH KERJA 1. QUADRAT SAMPLING TECHNIQUES
Menyiapkan alat dan baham yang dibutuhkan.
Memilih lokasi pengamatan dan batas-batasnya.
Membuat plot seluas 4x4 m. Kemudian mencatat dan menghitung jumlah spesies yang ada.
Memperluas plot sebesar dua kali lipat dari luas sebelumya dan kembali mencatat serta menghitung jumlah spesiesyang ada. Teerus melakukan hal ini hingga tidak ditemukan spesies baru pada plot tersebut.
Mengolah data yang diperoleh untuk mendapatkan grafik untuk menentukan luas minimal plot.
Setelah luas miimal plot diketahui, membuat plot seluas plot minimal sebanyak beberapa kali. Mencatat dan menghitung jumlah spesies yang ada.
Mengolah data yang diperolek untuk mendapatkan grafik penentuan jumlah minimal plot.
Melakukan pengamatan pada masing-masing spesies pada setiap plot
Melakukan perhitungan terhadap data yang diperoleh untuk mendapatkan nilai penting pada setiap tegakan, dan selanjutnya menetapkan kedudukan (rank) masing-masing spesies
Menginterpretasikan hasil yang diproleh.
2. POINT QUARTER TECHNIQUES
Menentukan lokasi studi dan menentukan batas-batasnya.
Membuat arah garis pertama yang arahnya disesuaikan dengan arah kompas (compass line).
Menentukan jarak antartitik (point) sepanjang garis pertama.
Membuat garis kedua yang arahnya tegak lurus dengan garis pertama sehinnga saling berpotongan membagi daerah masing-masing menjadi 4 quarter.
Menetukan / memilih point / titik yang diprioritaskan untuk diamati terlebih dahulu. Jumlah point yang dibutuhkan disesuaikan dngan jumlah minimal plot yang dibutuhkan dalam teknik kuadrat.
Mengukur jarak pohon yang memiliki diameter 1 cm atau lebih, yag terdekat dengan point center, pada setiap quarter pada masing-masing point dengan point center.
Mencatat nama spesies dan mengukur diameter pohon yang dipilih dan mengukur luas penutupan tajuk.
Melakukan perhitungan terhadap data yang diperoleh untuk mendapatkan nilai penting pada tiap tegakan, dan selanjutnya menetapkan kedudukan (rank) masing-masing spesies
Menginterpretasikan hasil yang diproleh.
BAB 4 DATA DAN PEMBAHASAN
A. DATA HASIL PENGAMATAN
Penentuan luas minimal plot 25
20 s e i s 15 e p s h a l m10 u j
14
14
12 data pengamatan 8
9
10 persen sejajar
5
0 0
50
100
150
200
250
300
luas plot dalam m2
2
Luas minimal plot 64 m atau 8x8
penentuan luas minimal plot 25
20
19.6 18.2
s i e s 15 e p s h a l m10 u j
4, 14
5, 14
3, 12 data pengamatan 1, 8
2, 9
10 persen sejajar
5 1.4 0
0 0
1
2
3
jumlah plot
Jumlah plot minimal 3
4
5
6
ANALISIS DATA
Untuk menghitung niali penting setiap spesies pada masing-masing tegakan, perlu dihitung :
a. Densitas absolut =
Luas areal = jumlah luas seluruh plot yang digunakan
b. Densitas relatif =
c. Dominansi absolut =
d. Dominansi relatif =
e. Frekuensi Absolut =
f. Frekuensi ralatif =
X 100 %
X 100 %
X 100 %
g. Nilai penting = densitas relatif + Dominansi relatif + Frekuensi relatif Tabel penentuan luas dan banyak plot
No
Plot
Luas plot
Jumlah spesies
1
Kuadrat 1
16 m2
8
32 m
9
64 m2
12
128 m
14
256 m
14
4m x 4m 2
Kuadrat II 4m x 8m
3
Kuadrat III 8m x 8m
4
Kuarat IV 8 mx 16 m
5
Kuadrat V 16 m x16m
1. DATA QUADRAT SAMPLING TECHNIQUES N0
Plot
1
I
Jenis Tumbuhan
Jumlah
Podocarpus macrophyllus
52
2
Glerecidae sepium
24
3
Hoplismenus bourmanii
2
4
Maclura coccinensis
1
5
Mimosa sp
3
6
Barleria prionitis
1
7
Pasifora
7
8
Mitragina specioca
2
Glerecidae sepium
16
10
Swietenia macropilla
2
11
Podocarpus macrophyllus
4
12
Pasifora
12
13
Maclura coccinensis
2
14
Barleria prionitis
1
15
Flacourtia indica
2
16
Mitragina specioca
2
Swietenia macropilla
1
18
Podocarpus macrophyllus
17
19
Glerecidae sepium
13
20
Pasifora
1
21
Ingu
5
9
17
II
III
PERHITUNGAN DATA
Luas minimal plot = 64 m 2 Jumlah minimal plot = 3
Sepesies
Jumlah individu dalam plot
Total
Luas penutupan
Plot I
Plot II
Plot III
52
4
17
73
9
Glerecidae sepium
24
16
13
53
0
Hoplismenus bourmanii
2
0
0
2
0
Maclura coccinensis
1
2
0
3
0
Mimosa sp
3
0
0
3
2
Barleria prionitis
1
1
0
2
0
Pasifora
7
12
1
20
0
Mitragina specioca
2
2
0
4
0
Swietenia macropilla
0
16
1
17
10
Flacourtia indica
0
2
0
2
0
Ingu
0
0
5
5
0
Podocarpus macrophyllus
21
Jumlah Densitas absolut
Podocarpus macrophyllus
=
= 0,3803
Glerecidae sepium
=
Hoplismenus bourmanii
=
Maclura coccinensis
=
Mimosa sp
=
Barleria prionitis
=
Pasifora
=
Mitragina specioca
=
Swietenia macropilla
=
Flacourtia indica
=
Ingu
=
Jumlah
0,9919
= 0,2760
= 0,0104
= 0,0156
= 0,0156
= 0,0104
= 0,1041
= 0,0208 = 0,0885 = 0,0104 = 0,0260
Densitas relatif Podocarpus macrophyllus
=
Glerecidae sepium
=
Hoplismenus bourmanii
=
Maclura coccinensis
=
Mimosa sp
=
Barleria prionitis
=
Pasifora
=
Mitragina specioca
=
Swietenia macropilla
=
Flacourtia indica
=
Ingu
=
X 100% = 38,33%
X 100% = 27,82%
X 100% = 1,05%
X 100% = 1,57%
X 100% = 1,57%
X 100% = 1,05%
X 100% = 10,49
X 100% = 2,09%
X 100% = 8,92%
X 100% = 1,05%
X 100% = 2,26%
Jumlah
96,56%
Frekuensi absolut Podocarpus macrophyllus
=
Glerecidae sepium
=
Hoplismenus bourmanii
=
Maclura coccinensis
=
Mimosa sp
=
Barleria prionitis
=
Pasifora
=
Mitragina specioca
=
Swietenia macropilla
=
Flacourtia indica
=
Ingu
=
Jumlah
7
=1 =1 = 0,33 = 0,67 = 0,33 = 0,67 =1 = 0,67 = 0,67 = 0,33 = 0,33
Frekuensi relatif Podocarpus macrophyllus
=
Glerecidae sepium
=
Hoplismenus bourmanii
=
Maclura coccinensis
=
Mimosa sp
=
Barleria prionitis
=
Pasifora
=
Mitragina specioca
=
Swietenia macropilla
=
Flacourtia indica
=
Ingu
=
x 100%
= 14,28 %
x 100%
= 14,28 %
x 100%
= 4,71%
x 100%
= 9,57%
x 100%
= 4,71%
x 100%
= 9,57%
x 100%
= 14,28 %
x 100%
= 9,57%
x 100%
= 9,57%
x 100%
= 4,71%
x 100%
= 4,71%
Jumlah
99,96%
Dominansi absolut Podocarpus macrophyllus
=
Swietenia macropilla
=
Mimosa sp
=
Jumlah
= 0,75 = 0,48 = 0,095 1,325
Dominansi relatif Podocarpus macrophyllus
=
Swietenia macropilla
=
Mimosa sp
=
x 100% = 56,6% x 100% = 36,22% x 100% = 12,58%
No Spesies
Nilai penting
Ranking
1
109,21
1
Podocarpus macrophyllus
2
Glerecidae sepium
42,1
3
3
Hoplismenus bourmanii
5,76
10
4
Maclura coccinensis
11,14
7
5
Mimosa sp
18,86
5
6
Barleria prionitis
10,62
8
7
Pasifora
24,77
4
8
Mitragina specioca
11,66
6
9
Swietenia macropilla
54,71
2
10
Flacourtia indica
5,76
10
11
Ingu
7,33
9
2. DATA ABIOTIK
komponen abiotik Mikroklimat
Edafik
Suhu Kelembaban Keceptan angin Intensitas cahaya Stuktur Tekstur Ph Kelembaban
Plot I 35 65 cd 0 103 Liat Remah 6,9 100
II 34,5 65 cd 0 85 Liat Remah 7 100
II 39,5 65 cd 0 64 Liat Remah 6,8 100
3. DATA POIN QUARTER TECNIQUES
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Poin I
III
III
Jumlah
Quarter 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 12
Spesies Glerecidae sepium Glerecidae sepium Mimosa sp Swietenia macropilla Glerecidae sepium Glerecidae sepium Glerecidae sepium Glerecidae sepium Glerecidae sepium Glerecidae sepium Podocarpus macrophyllus Podocarpus macrophyllus
Jarak pohon 46 54 220
Diameter batang 4,45 1,90 4,13
Basal area 15,56 2,84 13,40
118 15 208 284 297 10 22 300 350 1924
2,23 7,95 3,18 12,09 2,54 4,77 6,36 7,95 11,77
3,90 49,66 7,94 114,85 5,07 17,87 31,78 49,66 108,84
PERHITUNGAN DATA
Jarak rata-rata antar pohon (D) =
= 1,6 m
Densitas absolut seluruh spesies (jumlah pohon seluruh spesies setiap 100 m2 = Densitas absolut tiap spesies Spesies Jumlah pohon tiap quarter Glerecidae sepium 8/12 = 0,67 Mimosa sp 1/12 = 0,08 Swietenia macropilla 1/12 = 0,08 Podocarpus macrophyllus 2/12 = 0,17 Jumlah Basal area No Glerecidae sepium 1 15,56 2 2,84 3 49,66 4 7,94 5 114,85 6 5,07 7 17,87 8 31,78 Jumlah 244,77 Rata-rata 30,60
= 39,06
Densitas absolut spesies ybs = jumlah pohon spesies ybs tiap 100 m2 0,67 x 39,06 = 26,18 0,08 x 39,06 = 3,12 0,08 x 39,06 = 3,12 0,17 x 39,06 = 6,64 39,06
Mimosa sp
Swietenia macropilla Podocarpus macrophyllus
13,40
3,90
49,66 108,84
13,40 13,40
3,90 3,90
158,5 79,25
Dominasi absolut tiap spesies tiap area 100 m 2 (dasar basal area) Glerecidae sepium Mimosa sp Swietenia macropilla Podocarpus macrophyllus
= 30,60 x 26,18 = 13,40 x 3,12 = 3,90 x 3,12 = 79,25 x 6,64
= 801,11 cm 2 tiap area 100 m2 = 41,80 cm 2 tiap area 100 m 2 = 12,16 cm 2 tiap area 100 m2 = 526,22 cm 2 tiap area 100 m 2 1381,29 cm 2 tiap area 100 m 2
Jumlah Frekuensi absolut tiap spesies
Glerecidae sepium
= x 100 % = 100 %
tiap area 100 m 2
Mimosa sp
= x 100 % = 33,33 %
tiap area 100 m 2
Swietenia macropilla
= x 100 % = 33,33 %
tiap area 100 m 2
Podocarpus macrophyllus
= x 100 % = 33,33 %
tiap area 100 m 2
199,99 %
tiap area 100 m 2
Jumlah Densitas relatif tiap spesies Glerecidae sepium
=
Mimosa sp
=
Swietenia macropil
=
Podocarpus macrophyllus
=
x100%
= 67,02 %
x100%
= 7,99 %
x100%
= 7,99 %
x100%
= 17,00 %
Jumlah
100 %
Dominansi relatif tiap spesies (berdasar basal area ) Glerecidae sepium
=
Mimosa sp
=
Swietenia macropil
=
Podocarpus macrophyllus
=
Jumlah
x100%
= 57,99 %
x100%
= 3,03 %
x100%
= 0,88 %
x100%
= 38,09 % 99,99 %
Frekuensi relatif tiap spesies Glerecidae sepium
=
Mimosa sp
=
Swietenia macropil
=
Podocarpus macrophyllus
=
x100%
= 50 %
x100%
= 16,66 %
x100%
= 16,66 %
x100%
= 16,66 %
Jumlah
99,98 %
Nilai penting tiap spesies (dengan menggunakan harga dominansi, yang didasarkan atas luas penutupan) Glerecidae sepium
= 67,02 + 57,99 + 50 =175,01
Rank 1
Mimosa sp
= 7,99 + 3,03 + 16,66 =27,68
3
pohon
Swietenia macropil
= 7,99 + 0,88 + 16,66 = 25,53
4
pohon
2
pohon
Podocarpus macrophyllus = 17,00 + 38,09 + 16,66 = 71,75
catatan pohon
B. PEMBAHASAN 1. Quadrat Sampling Techniques
Hal yang perlu diperhatikan dalam analisis vegetasi adalah penarikan unit contoh atau sampel. Dalam praktikum kali ini kami mengunakan teknik ploting dengan menggunakan Quadrat Sampling Techniques. Teknik ini merupakan suatu teknik survey vegetasi yang sering digunakan dalam semua tipe komunitas tumbuhan. Langkah awal kami menentukan luas minimal plot. Kami mengambil data dimulai dari plot 4x4 kemudian diperbesar hingga tidak ada tambahan spesies pada pertambahan plot. Kami tidak mendapatkan penambahan spesies pada plot ke 5 sehingga didapatkan hasil maksimal pada plot 4 dengan jumlah spesies 14 pada luas 8x16 (128 m2). Data tersebut dianalisis didapatkan luas minimal plot 8x8 m2. Kemudian kami menentukan jumlah minimal plot dengan menghitung jumlah spesies pada setiap plot dan kami berhenti menghitung jumlah minimal plot jika tidak mendapatkan tambahan spesies baru. Kami tidak mendapatkan tambahan jenis spesies baru pada plot ke 5 sehingga hanya didapatkan pada plot 4 dengan jumlah spesies 14. Kemudian kami analisis didapatkan jumlah minimal 3 plot. Dari perolehan nilai penting diperoleh ranking tumbuhan sesuai banyaknya tumbuhan dalam areal keseluruhan plot yang menjadi sampel pengamatan kami di Wanagama. Ranking pertama diperoleh Dari perolehan nilai penting ini, diperoleh ranking tumbuhan sesuai banyaknya tumbuhan dalam areal keseluruhan plot yang menjadi sampel pengamatan kami di Wanagama. Ranking pertama diperoleh oleh Podocarpus. Ranking kedua diperoleh oleh Swietenia. Ranking ketiga diperoleh oleh Glerecidae . Ranking keempat diperoleh oleh Pasifora. Ranking kelima diperoleh oleh Mimosa. Ranking keenam diperoleh oleh Mitragina. Ranking ketujuh diperoleh oleh Maclura. Ranking kedelapan diperoleh oleh Barleria. Ranking kesembilan diperoleh oleh Ingu. Ranking kesepuluh terdiri dari dua jenis spesies, yaitu diperoleh oleh Hoplismenus dan Flacourtia. Namun, dalam penghitungan nilai penting ini, tidak semuanya memiliki nilai dominansi relatif, hanya tumbuhan – tumbuhan yang termasuk dalam kategori dominan saja. Di areal pengamatan kami, Podocarpus macrophyllus tumbuhan yang dominan. Podocarpus macrophyllus
merupakan
dapat menjadi tumbuhan
dominan karena factor biotic yang mendukung pertumbuhan Podocarpus
macrophyllus . Dengan areal pengamatan kami yang bersuhu 35°C, intensitas cahaya dengan kisaran 64-103 cd, kelembaban udara 65%, dan tekstur tanah yang remah merupakan habitat yang cocok bagi kehidupan pohon Podocarpus macrophyllus sehingga tumbuhan ini dapat tumbuh optimal. Dengan jumlah yang paling banyak, Podocarpus macrophyllus
menaungi paling luas areal
pengamatan. Hal ini menyebabkan sedikitnya intensitas cahaya yang diperoleh daerah sekitar Podocarpus macrophyllus . Kurangnya intensitas cahaya ini menjadi faktor penentu tumbuhan yang ada di sekitar Podocarpus macrophyllus, tumbuh-tumbuhan itu harus mampu hidup optimal di daerah yang ternaungi. Dominasi Podocarpus macrophyllus ini pun mempengaruhi jumlah tumbuhan yang lain. jumlah Podocarpus macrophyllus yang banyak memerlukan luas areal yang banyak sehingga tumbuhan yang lain memperoleh areal yang lebih sempit untuk hidup dan melestarikan jenisnya. Tumbuhan yang mendapatkan luas areal yang sedikit untuk hidup tentu tidak mampu mengoptimalkan hidupnya sehingga jumlahnya lebih sedikit dari pada Podocarpus macrophyllus. Dominasi Podocarpus macrophyllus ini juga dapat mempengaruhi serapan hara dari dalam tanah. Disebabkan oleh banyaknya Podocarpus macrophyllus, sebagian besar hara diserap oleh Podocarpus macrophyllus sehingga kemungkinan tumbuhan yang lain mendapatka unsur hara yang lebih sedikit dibandingkan Podocarpus macrophyllus. Hal ini menyebabkan tumbuhan yang lain kurang optimal jumlahnya. Tumbuhan yang mampu bertahan dengan kompetisi ini mampu mempertahankan jenisnya dengan jumlah yang cukup banyak pula meski tetap lebih sedikit dari Podocarpus macrophyllus. Kebanyakan tumbuhan yang mampu bertahan itu adalah jenis pohon karena strukturnya yang kokoh dan akarnya yang panjang sehingga mampu menjangkau daerah yang luas untuk mendapatkan unsur hara yang dibutuhkan. Tanaman
Barleria,
ingu,
Hoplismenus
dan
Flacourtia
merupakan
tumbuhan yang menempati ranking terakhir. Hal ini dimungkinkan karena lingkungan abiotik yang kurang mendukung untuk optimalisasi hidupnya. Selain itu juga dipengaruhi kompetisi antara tumbuhan yang satu dengan yang lain yang memiliki kebutuhan yang sama, baik areal maupun unsur hara untuk kehidupannya.
Jika
tumbuhan-tumbuhan
ini
tidak
mampu
kemungkinan di tahun-tahun yang akan datang dapat terseleksi.
beradaptasi
Analisis dengan teknik Quadrat Sampling ini memberikan kami gambaran bahwa dalam lokasi pengamatan yang kami pilih di salah satu bagian Hutan Wanagama memiliki vegetasi yang didominasi oleh Podocarpus. Kemudian tumbuhan yang juga cukup banyak di sana setelah Podocarpus adalah Swietenia. Kemudian disusul Pasifora, dan Glerecidae . Ketiga jenis tumbuhan ini adalah pohon. Pohon yang juga menjadi penyusun vegetasi di sana adalah Barleria, ingu, Hoplismenus, Flacourtia Mimmosa, Mitragina, dan Maclura yang jumlahnya sedikit. 2. Point quarter techniques Teknik kedua yang kami gunakan adalah teknik Point quarter techniques, teknik ini merupakan metode sampling tanpa petak contoh yang paling efisien karena pelaksanaannya di lapangan memerlukan waktu yang lebih sedikit, mudah, dan tidak memerlukan faktor koreksi dalam menduga kerapatan individu tumbuhan. Langkah kerja yang kami lakukan adalah menentukan lokasi dan menentukan batas-batasnya. Kemudian membuat arah garis pertama yang arahnya sesuain dengan arah kompas (garis ini disebut sebagai compass line). Selanjutnya menentukan jarak antar titik (poin), sepanjang garis pertama. Langkah ke-3 membuat garis kedua yang arahnya tegak lurus dengan garis pertama dan karena perpotongan kedua garis tersebut masing-masing daerah disekitar poin terbagi menjadi 4 quarter. Langkah selanjutnaya menentukan titik yang diprioritaskan untuk diamati terlebih dahulu. Langkah berikutnya mengukur jarak pohon yang memiliki diameter 1 cm atau lebih, yang terdekat dengan poin senter, pada setiap quarter pada masing-masing poin dengan poin senter. Selanjutnya mencatat nama spesies dan mengukur diameter pohon yang dipilih (karena terdekat dengan poin senter) dan megukur luas penutupan tajuk. Langkah terakhir mencari nilai penting masing-masing spesies pada setiap tegakan. Selanjutnya menentukan kedudukan (rank) masing-masing spesies untuk menentukan struktur trofik dimana komponen vegetasi lain (spesies lain) dalam level produsen. data pengamatan serta perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa rata-rata jarak antar pohon pada quarter dengan poin adalah 1,6 meter. Densitas absolut seluruh spesies untuk setiap 100 m 2 sebesar 39,06. Sedangakan densitas untuk setiap spesies adalah ; Glerecidae sepium sebesar 26,18 , Mimosa
sp sebesar 3,12 , Swietenia macropil sebesar 3,12 , Podocarpus macrophyllus sebesar 6,64. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa pada pengamatan poin quarter dalam daerah seluas 100 m2 spesies Glerecidae sepium yang memiliki kerapatan paling tinggi. Sedangkan 3 spesies lainnya memiliki kerapan yang hampir sama. Dengan demikian spesies Glerecidae sepium yang dominan. Selanjutnya untuk pengukuran terhadap luas basal arean diperoleh hasil ratarata luas basal area untuk spesies Glerecidae sepium adalah 30,60 cm 2 , Mimosa sp adalah 13,40 cm 2 ,
Swietenia
macropil
adalah 30,60 cm 2 ,
Podocarpus
macrophyllus adalah 79,25 cm2. Dari data tersebut spesies Podocarpus macrophyllus yang memiliki luas basal area terbesar. Hal tersebut menunjukan bahwa Podocarpus macrophyllus mempunyai kemampuan untuk hidup yang cukup tinggi dalam memanfaatkan komponen-komponen abiotik baik organik maupun anorganik yang tersedia dalam luas wilanyah poin quarter tersebut. Walaupun Glerecidae sepium memiliki kerapan yang tinggi dibandingkan dengan spesies yang lain yaitu
Mimosa sp, Swietenia macropil, Podocarpus
macrophyllus. Namun Glerecidae sepium tidak dapat tumbuh dengan maksimal karena kemampuannya dalam memanfaatkan komponen abiotik kurang maksimal karena dalam pemanfaatan komponen abiotik didominasi oleh Podocarpus macrophyllus. Untuk frekuensi absolut pohon Glerecidae sepium sebesar 100 %, Mimosa sp sebesar 33,33%, Swietenia macropil sebesar 33,33 %, Podocarpus macrophyllus sebesar 33,33%. Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa untuk tanaman Glerecidae sepium memiliki kepadatan sebesar 100 %, yang menutupi seluruh daerah pengamatan. Sedangkan pohon Mimosa sp, Swietenia macropil, Podocarpus macrophyllus memiliki kepadatan sebesar 33,33% yang menutupi seluruh daerah pengamatan. Untuk densitas relatif tiap spesies adalah; Glerecidae sepium sebesar 67,02 %, Mimosa sp sebesar 7,99 %, Swietenia macropil sebesar 7,99 %, dan Podocarpus macrophyllus sebesar 17 %. Arti dari densitas itu sendiri adalah untuk pohon Glerecidae sepium memiliki kepadatan sebesar 67,02 % yang menutupi seluruh daerah pengamtan. Sedangkan Mimosa sp dan Swietenia macropil memiliki kerapatan sebesar 7,99%. Dan untuk Podocarpus macrophyllus sebesar 17 % yang menutupi daerah pengamatan tersebut.
Berdasarkan hasil perhitungan diatas diketahui frekuensi relatif tiap spesies paling besar oleh pohon Glerecidae sepium sebesar 50%, kemudian untuk pohon Mimosa sp, Swietenia macropil , dan Podocarpus macrophyllus frekuensi relatif tiap spesiesnya sama yaitu sebesar 16,66%. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa dominansi pada ekosistem tersebut adalah pohon Glerecidae sepium. Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa untuk nilai penting tiap spesies dengan menggunakan harga dominansi yang berdasarkan atas basal area adalah sebagai berikut: Untuk pohon Glerecidae sepium memiliki nilai penting 175,01, untuk pohon Mimosa sp, mempunyai nilai penting 27,68, untuk pohon Swietenia macropil memiliki nilai penting 25,53, sedangkan untuk pohon Podocarpus macrophyllus memiliki nilai penting 71,75. Untuk luas penutupan tidak dihitung karena pada saat pengamatan tanaman yang kami jumpai daunnya meranggas. Soalnya pengamatan yang kami lakukan pada saat awal musim hujan jadi tumbuhan yang disana belum banyak yang menumbuhkan daunnya. Jadi dapat diketahui, peringkat pertama adalah Glerecidae sepium , yang diikuti oleh Podocarpus macrophyllus, kemudian Mimosa sp, dan yang terakhir adalah Swietenia macropi. Sehingga dapat diketahui bahwa vegetasi pada hutan wanagama yang diamati dengan tekhnik point quarter, vegetasi tersebut bertindak sebagai produsen namun berdasarkan data hasil peringkat,
Glerecidae sepium
menduduki peringkat pertama. Sehingga dapat diketahui Glerecidae sepium merupakan produsen utama dalam ekosistem tersebut. Selain itu juga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai pentingnya maka semakin tinggi peran atau pengaruh tanaman tersebut dalam ekosistem. 3. Komonen Abiotik Komponen abiotik yang kami ukur diantaranya komponen mikroklimat yang meliputi suhu, kelembabapan udara, kecepatan angin, intensitas cahaya, dan komponen edafik yang meliputi struktur tanah, tekstur tanah, pH dan kelembaban tanah. Untuk masing-masing plot komponen abiotik yang terukur adalah sebagai berikut: pada plot I suhunya sebesar 35 0C suhunya agak tinggi karena pada saat pengamatan dilakukan pada siang hari sekitar jam 11 siang, selanjutnya kelembapan udaranya sebesar 65 cd, intensitas cahaya sebesar 103 lux dan kecepatan angginnya sebesar 0 karena pada saat pengamatan anginnya tidak bisa
diukur dengan alat sebab hampir tidak ada angin, struktur tanahnya liat dengan tekstur tanah remah, pH tanah 6,9 dan kelembapan tanah 100 % karena pada saat pengamatan dilakukan pada saat musim hujan. Pada plot 2 juga tidak jauh berbeda dengan plot 1 yaitu suhu udaranya sebesar 34,5 0C, kelembaban udaranya 65 cd, kecepatan angin 0, intensitas cahaya 85, sedangkan komponen edafik yang meliputi struktur tanahnya liat, dengan tekstur renah, pH tanah netral yaitu sebesar 7, dan kelembaban ta nah 100 %. Begitu juga dengan plot 3 komponen abiotik yang diukur juga sama dengan plot1 dan plot 2, dimana suhu udara sebesar 39,5, kelembaban udaranya 65 cd, kecepatan angin 0, intensitas cahaya 64 dimana plot 3 terdapat pohon Swietenia macropilla yang mempunya kanopi sehingga cahaya tidak bisa masuk secara optimal karena terhalang oleh tajuk pohon Swietenia macropilla, komponen edafik yang meliputi struktur tanahnya liat, dengan tekstur renah, pH tanah mendekati netral yaitu sebesar 6,8, dan kelembaban tanah 100 %.
KESIMPULAN
Dari analisis data yang kami lakukan pada pengamatan vegetasi hutan Wanagama, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Quadrat Sampling Techniques Dapat diketahui bahwa vegetasi pada hutan Wanagama yang diamati dengan Quadrat Sampling, vegetasi yang mendominasi yaitu tumbuhan Podocarpus macrophyllus . Sehingga dapat diketahui melalui tekhnik pengamatan ini produsen utama yaitu Podocarpus macrophyllus . 2. Point Quarter Techniques Dapat diketahui bahwa vegetasi pada hutan Wanagama yang diamati dengan Teknik Point Quarter, vegetasi yang bertindak sebagai produsen berdasarkan data hasil peringkat adalah Glerecidae sepium yangmenduduki peringkat pertama. Sehingga dapat diketahui Glerecidae sepium merupakan produsen pertama dalam ekosistem tersebut