LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK IRIGASI DAN DRAINASE PENENTUAN KOEFISIEN KESERAGAMAN DAN KESERAGAMAN DISTRIBUSI IRIGASI SPRINKLER
OLEH DEWI FLORIANTI 05111002012
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA INDRALAYA 2013
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan daerah yang beriklim basah, dimana pemakaian air tergantung pada jumlah dan kejadian hujan. Curah hujan pada umumnya cukup tapi jarang sekali secara tepat sesuai dengan kebutuhan untuk pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu perlu dikembangkan sistem pengairan yang baik, agar ketersediaan air dapat mencukupi selama periode tumbuh, salah satunya yaitu irigasi. Irigasi adalah faktor yang sangat menentukan dalam kegiatan pertanian. Pada mulanya kegiatan irigasi hanya sebatas mengairi lahan dengan air saja tanpa mempedulikan berapa air yang sebenarnya dibutuhkan oleh lahan dan tanaman. Dewasa ini di seluruh belahan dunia mulai terjadi krisis air bersih sehingga penggunaan air bersih harus dilakukan sebijaksana mungkin. Air bersih kini lebih diprioritaskan untuk minum dan pemenuhan kebutuhan rumah tangga lainnya sehingga penggunaan air tawar bersih untuk sektor lainnya seperti pertanian harus dibatasi. Air irigasi disalurkan ke tanah pertanian dengan empat metode umum, yaitu (1) permukaan tanah dengan penggenangan (flooding) atau alur (furrow), (2) bawah tanah dalam hal ini permukaan tanah dibasahi apabila ada, (3) cucuran(trickle) dari pipa dekat tanaman dan (4) penyiraman dimana permukaan tanah dibasahi seperti oleh curah hujan. Irigasi merupakan sumber daya yang penting dalam perencanaan usaha tani. Seperti halnya dengan sumber daya lainnya, ada dua aspek yang perlu diperhatikan dalam perencanaan irigasi yaitu kelayakan dan keuntungannya. Keuntungannya antara lain adalah dapat menyediakan air yang cukup untuk pertumbuhan tanaman selama periode tumbuh. Perencanaan irigasi disusun terutama berdasarkan kondisikondisi meteorologi di daerah bersangkutan. Irigasi dimaksudkan untuk memberikan suplai air kepada tanaman dalam waktu, ruang, jumlah, dan mutu yang tepat. Pencapaian tujuan tersebut dapat dicapai melalui berbagai teknik pemberian air irigasi. Rancangan pemakaian berbagai tersebut disesuaikan dengan karakterisasi tanaman dan kondisi setempat.
Semua tanaman membutuhkan air, tanah, udara dan sinar matahari untuk pertumbuhannya. Tanpa air, tanaman tidak dapat tumbuh, tetapi jika terlalu banyak air juga tidak baik untuk pertumbuhan tanaman. Pada umumnya tanaman untuk memenuhi kebutuhan airnya diperoleh dari hujan. Tetapi jika terlalu banyak hujan, maka tanah akan penuh dengan air sehingga kelebihan air ini harus dibuang dengan pembuatan saluran drainase. Jika tidak ada hujan atau hujan terlalu sedikit maka diperlukan sumber air lain atau melalui air irigasi. Jumlah air yang diperlukan melalui air irigasi tidak saja tergantung kepada air yang tersedia dari curah hujan, tetapi juga tergantung pada total air yang dibutuhkan oleh berbagai jenis tanaman yang kita tanam. Ada dua faktor utama dalam perhitungan kebutuhan air irigasi, yaitu total kebutuhan air dari berbagai jenis tanaman dan jumlah air dari curah hujan yang tersedia untuk tanaman. Jadi jumlah air yang dibutuhkan tanaman dikurangi dengan air yang tersedia dari curah hujan sama dengan air irigasi yang dibutuhkan tanaman yang kita tanam. Untuk dapat mencukupi kebutuhan air pada fase pertumbuhan tanaman, sehingga dapat menyesuaikan antara waktu panen dan permintaan pasar, maka pelaksanaan pengelolaan air melalui irigasi sangat dibutuhkan khususnya untuk memenuhi kebutuhan air di musim kemarau. Dalam implementasinya dilapangan, oleh karena air irigasi yang bersumber dari air tanah memerlukan biaya investasi relatif mahal, maka pendayagunaan air yang dihasilkan dari pompa perlu diarahkan kepada Tanaman Bernilai Ekonomi Tinggi (TBET). Sehubungan dengan jumlah air yang relatif terbatas, sementara permintan air terus meningkat, maka secara alamiah akan terjadi kompetisi penggunaan air antar sektor (pertanian,air minum, domestik dan industri), antar wilayah dan antar waktu. Untuk mengantisipasi kompetisi dalam distribusi dan alokasi air antar sektor, maka pemanfaatan air yang efisien mutlak diperlukan. Salah satu cara adalah dengan penerapan sistem irigasi bertekanan, yaitu irigasi tetes. Meskipun awalnya membutuhkan investasi yang relatif tinggi namun dengan perhitungan dan penentuan desain yang akurat, operasional dan pemeliharaan yang tepat maka pemanfaatan air untuk sektor pertanian dapat ditingkatkan daya saingnya terhadap sektor kompetitornya. Salah satu sistem irigasi yang hemat dalam penggunaan air adalah irigasi bertekanan. Sistem irigasi bertekanan yang mulai berkembang dan digunakan dalam
pertanian di Indonesia yaitu irigasi curah dan tetes. Sistem irigasi bertekanan memiliki keunggulan dalam efisiensi pemakaian air dan dapat digunakan pada daerah yang relatif bergelombang khususnya untuk sistem irigasi curah. Sumber air yang tak terbatas untuk pertanian menjadi berkurang disebabkan oleh musim kemarau, tekanan populasi dan penduduk. Usaha untuk mengatasi permasalahan lahan di atas adalah dengan mengoptimalkan pemakaian air dan untuk meningkatkan efisiensi pemakaian air irigasi pada setiap jenis kegiatan produksi pertanian. Pemanfaatan sumber daya air yang terbatas mendorong berkembangnya teknologi irigasi bertekanan. Hal ini dimungkinkan mengingat jenis irigasi ini mampu memanfaatkan air yang tebatas secara optimal.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menghitung nilai keseragaman distribusi dan koefisien distribusi dari irigasi sprinkler pada rumah tanaman.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Irigasi Curah
Irigasi curah atau siraman ( sprinkler ) adalah metode penggunaan air terhadap permukaan tanah dalam bentuk percikan, seperti hujan biasa. Metode pemberian air ini dimulai sekitar tahun 1900. Pertanian sistem siraman yang pertama adalah perkembangan dari penyiraman lapangan rumput kota. Sebelum 1920, penyiraman terbatas pada tanaman sayur-sayuran, kebun bibit, dan kebun buahbuahan. (Hansen et al, 1979). Pemberian air secara curah atau irigasi bertekanan dilakukan dengan pipa pipa yang dipasang atau ditanam dengan bertekanan tertentu diperkirakan pancaran air dapat membasahi seluruh tanah dan tanaman di lahan. Penggunaan sistem ini untuk pengairan dengan efisiensi tinggi serta diterapkan pada lahan pertanian yang bergelombang dan harus diperhatikan mengenai biaya yang cukup tinggi, keahlian yang tepat dalam merancang penempatan unit di lahan dan kemungkinan kecepatan angin yang berubah-ubah (Kartosapoetra dan M.Sutejo , 1994). Sistem
irigasi
bertekanan/curah
dikerjakan
secara
mekanis
dengan
menggunakan kompresor bertekanan untuk menekan air melalui pipa-pipa yang dipasang di ladang atau kebun yang akan diairi . Berdasarkan tipe pencurah maka dapat dibedakan atas : springkler dengan nozel, sprinkler dengan pipa perporasi dan sprinkler dengan pencurah berputar (Hartono, 1983). Untuk menghitung jumlah pencurah (sprinkler) yang digunakan untuk setiap pompa dan setiap satuan luas berbedabeda tergantung dari debit sprinkler, jangkauan air (jari-jari lingkaran berkas air yang disemprotkan) dan debit pompa , sedangkan jarak maksimun antar pencurah berkisar 3/2 kali jari-jari siraman air dan jarak maksimun antar pipa lateral berkisar 8/5 kali jari-jari siraman air (Najiyati dan Danarti, 1996). Tujuan dari irigasi curah adalah agar air dapat diberikan secara merata dan efisien pada areal pertanaman dengan jumlah dan kecepatan yang sama atau kurang dari laju infiltrasi air ke dalam tanah (kapasitas infiltrasi). Kebutuhan kapasitas
irigasi bertekanan tergantung pada luas areal irigasi, jumlah dan kedalaman air irigasi, efisiensi permukaan air dan lama operasi irigasi. Ada beberapa jenis penyiram dalam metode irigasi curah, yaitu penyiram berputar (revolving head sprinklers), penyiram tetap yang dipasang pada pipa ( fixed head sprinklers), barisan nozzle (nozzle lines), dan pipa yang dilubangi ( perforated pipes). (Wiesner, 1970). Pada metoda irigasi curah, pemberian air irigasi dilakukan dari bagian atas tanaman terpancar menyerupai hujan (Prastowo, 2002). Penyemprotan dibuat dengan mengalirkan air bertekanan melalui orifice kecil atau nozzle. Tekanan biasanya didapatkan dengan pemompaan. Untuk mendapatkan penyebaran air yang seragam diperlukan pemilihan ukuran nozzle, tekanan operasional, spasing sprinkler, dan laju infiltrasi tanah yang sesuai.
B. Sistem Irigasi
Berdasarkan penyusunan alat penyemprot, irigasi curah dapat dibedakan : a. Sistem berputar (rotating head system). Terdiri dari satu atau dua buah nozzle miring yang berputar dengan sumbu vertikal akibat adanya gerakan memukul dari alat pemukul (hammer blade). Sprinkler ini umumnya disambung dengan suatu pipa peninggi (riser) berdiameter 25 mm yang disambungkan dengan pipa lateral. Alat
pemukul sprinkler bergerak
karena adanya gaya impulse dari aliran jet semprotan air, kemudian berbalik kembali karena adanya regangan pegas. b. Sistem pipa berlubang (perforated pipe system). Terdiri dari pipa berlubang-lubang, biasanya dirancang untuk tekanan rendah antara 0,5 -2,5 kg/cm2, sehingga sumber tekanan cukup diperoleh dari tangki air yang ditempatkan pada ketinggian tertentu Semprotan dapat meliput selebar 6 - 15 meter. Cocok untuk tanaman yang tingginya tidak lebih dari 40 - 60 cm. c. Sistem Portabel Sistem irigasi curah dimana dalam pengoperasiannya, pipa utama, pipa leteral dan pompa dapat dipindah-pindahkan (Pillsbury dan Degan, 1968). Agar lebih memudahkan dalam proses pemindahan, komponen sistem irigasi dibuat dari aluminium atau plastik. Dengan sistem ini pemberian tambah air yang dibutuhkan
oleh suatu lahan pertanian dengan cepat dapat dilaksanakan (Benami dan Ofen 1984, diacu dalam skripsi Ikadawanto 1993). d. Sistem semi-portabel Pipa utama yang ditanam dalam tanah sehingga bersifat permanen, pipa lateral merupakan komponen yang dapat dipindah-pindahkan disepanjang pipa utama. Pipa lateral terbuat dari aluminium yang dilengkapi dengan “quick couple” yang melengkapi dengan klep. e. Sistem solid-set , Pada sistem ini perpindahan lateral dibatasi. Lateral diletakkan pada lahan tepat saat musim tanam dan hanya pada musim tersebut. Sistem ini banyak digunakan pada lahan yang banyak membutuhkan waktu irigasi yang pendek dan berulang kali (Michael, 1978). Umumnya digunakan pada kebun-kebun buah serta perusahaan perkebunan dimana terdapat kekurangan tenaga kerja (Binami dan Ofen 1984, diacu dalam skripsi Ikadawanto 1993). Sesuai dengan kapasitas dan luas areal yang diairi sistem irigasi sprinkler dibagi menjadi tiga yaitu farm system, field system, dan incomplete farm system (Benami dan Ofen 1984, diacu dalam skripsi Ikadawanto 1993). a. Sistem farm, dimana sistem irigasi curah dirancang untuk luas lahan dan merupakan satu-satunya fasilitas untuk pemberian air. b. Sistem field , dimana sistem irigasi curah dirancang untuk dipasang dibeberapa lahan pertanian dan biasanya dipergunakan untuk pemberian air pendahaluan pada petak persemaian. c. Sistem incomplete farm, dimana sistem irigasi curah dirancang untuk dapat diubah menjadi sitem field dan sebaliknya. Tabel 1. Klasifikasi system irigasi sprinkler berdasarkan tekanan air menurut USDA
Keuntungan menggunakan metode irigasi curah menurut Prastowo (2002) antara lain : 1. Efisiensi pemakaian air cukup tinggi 2. Dapat digunakan untuk lahan dengan topografi bergelombang dan kedalam an tanah (solum) yang dangkal, tanpa diperlukan perataan lahan (land grading) 3. Cocok untuk tanah berpasir di mana laju infiltrasi biasanya cukup tinggi. 4. Aliran permukaan dapat dihindari sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya erosi. 5. Pemupukan terlarut, herbisida dan fungisida dapat dilakukan bersama-sama dengan air irigasi. 6. Biaya tenaga kerja untuk operasi biasanya lebih kecil daripada irigasi permukaan 7. Dengan tidak diperlukannya saluran terbuka, maka tidak banyak lahan yang tidak dapat ditanami 8. Tidak mengganggu operasi alat dan mesin pertanian Sedangkan kekurangan metode irigasi curah menurut Prastowo (2002) antara lain : 1. Memerlukan biaya investasi dan biaya operasional yang tinggi, antara lain untuk operasi pompa air dan tenaga pelaksana yang terampil. 2. Perencanaan dan tata letaknya harus teliti agar diperoleh tingkat efisiensi yang tinggi. Sistem irigasi curah dapat digunakan untuk hampir semua tanaman kecuali padi dan yute, dan dapat diaplikasikan pada hampir semua jenis tanah. Akan tetapi tidak cocok untuk tanah bertekstur liat halus, dimana laju infiltrasi kurang dari 4 mm/jam dan atau kecepatan angin lebih besar dari 13 km/jam (Keller, 1990).
C. Komponen-komponen Dasar dari Sistem Sprinkle
Umumnya komponen irigasi curah terdiri dari pompa dengan tenaga penggerak
sebagai
sumber
tekanan,
pipa
utama,
peninggi (riser),dan kepala sprinkler (sprinkler head). 1. Tenaga penggerak
pipa
lateral,
pipa
Sumber tenaga penggerak pompa dapat berupa motor listrik atau motor bakar(internal combustion engine). 2. Pipa utama Pipa utama (main line) adalah pipa yang mengalirkan air dari pompa ke pipa lateral. Pipa utama dapat dibuat permanen di atas atau di bawah permukaan tanah, dapat pula berpindah (portable) dari satu lahan ke lahan yang lain. Pipa beton tidak cocok untuk tekanan tinggi. Untuk pipa utama yang berpindah, pipa biasanya terbuat dari almunium yang ringan dan dilengkapi dengan quick coupling. Sedangkan untuk pipa utama yang ditanam, umumnya dipasang pada kedalaman 0,75 m di bawah permukaan tanah. Pipa utama berdiameter antara 75 – 200 mm. 3. Pipa lateral Pipa lateral adalah pipa yang mengalirkan air dari pipa utama ke sprinkler. Pipa utama biasanya terbuat dari baja, beton, asbestos cement, PVC atau pipa fleksibel. Pipa lateral ini berdiameter lebih kecil dari pipa utama, umumnya lateral berdiameter 50 – 125 mm, dapat bersifat permanen atau berpindah. Pipa lateral biasanya tersedia di pasaran dengan ukuran panjang 5, 6 atau 12 meter setiap potongnya.
Setiap
potongan
pipa
dilengkapi
dengan quick
coupling untuk
mempermudah dan mempercepat proses menyambung dan melepas pipa. 4. Kepala sprinkler (sprinkler head) Terdapat dua tipe kepala sprinkler untuk mendapatkan semprotan yang baik yaitu: kepala sprinkler berputar (Rotating head sprinkler). Kepala sprinkler berputar mempunyai satu atau dua nozzle dengan berbagai ukuran tergantung pada debit dan diameter lingkaran basah yang diinginkan dan pipa dengan lubang-lubang sepanjang atas dan sampingnya (sprayline).
D. Keseragaman Air Irigasi (Fertigasi)
Sapei (2003) menyatakan bahwa nilai CU ( Coefficient Uniformity) haruslah lebih besar dari 80%. Nilai CU yang rendah dapat dijadikan indikator bahwa banyak kehilangan air dan nilai efektifitas yang rendah. Keseragaman air irigasi (uniformity of water application) merupakan salah satu faktor penentu efisiensi irigasi yang dihitung dengan persamaan koefisien keseragaman air irigasi (CU) dengan rumus :
Keseragaman distribusi (%) yaitu rerata volume tampungan dari seperempat nilai terendah dibagi dengan rerata volume air yang ditampung seperti persamaan sebagai berikut:
III.
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
A. Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan di Rumah Tanaman yang ada di Jurusan Teknologi Pertanian , Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya pada hari Rabu 5 Desember 2013 pukul 15.30 WIB. B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah : 1). Pompa, 2).Kaleng, 3). Penggaris, 4). Nozzle, 5). Penampung air, 6). Pipa L, 7). Alat tulis, dan 8). Pipa. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah : 1). Air dan 2). Lem. C. Cara Kerja
1. Sediakan alat dan bahan 2. Ukur diameter kaleng 3. Beri tanda masing-masing kaleng lalu susun kaleng dengan jarak 10x10 cm 4. Hidupkan pompa dan sprinkle 5. Diamkan selama 15 menit 6. Setelah 15 menit matikan sprinkle bersamaan dengan pompa 7. Ukur air pada kaleng dengan gelas ukur 8. Catat hasil pengamatan