BAB II TINJAUAN PUSTAKA II. 1
Definisi Korosi Korosi didefinisikan sebagai degradasi atau hancurnya suatu material karena bereaksi dengan lingkungannya. Beberapa ada yang mengatakan bahwa definisi tersebut hanya terbatas pada logam saja, tetapi korosi dapat terjadi pada material non logam seperti keramik, plastik, karet, dan material non logam yang lainnya. Laju korosi bisa cepat atau lambat. Stainless steel 18 Cr – 8 Ni dapat terkorosi dalam hitungan jam oleh asam polythionic. Jalur rel kereta api biasanya menunjukkan adanya karat, tetapi tidak berpengaruh terhadap performa rel tersebut. (Mars G. Fontana, 1997, 4) Pada proses korosi akan menimbulkan karat. Karat adalah sebuah Ferrit Hidrat Oksida yang berwarna merah atau coklat tua seperti pada Gambar Gamba r II.1. Terbentuknya ‘karat putih’ sering digunakan untuk menunjukkan produk korsi berupa bubuk putih yang terbentuk pada Zinc. ‘Karat putih’ pada selembar galvanized steel (baja (baja yang dilapisi dengan Zinc) sering menjadi masalah ketika baja tersebut di simpan dengan kelembaban yang tinggi. Kondensasi uap antara logam tersebut yang mengakibatkan terjadinya ‘karat putih’.
Gambar 2. 1 Contoh karat merarh pada lambung kapal Sumber : Introduction : Introduction to Corrosion Corrosion Sccience Sccience
(E. McCafferty, 2010, 13) II. 2
Klasifikasi Korosi Korosi diklasifikasikan pada beberapa jenis. Terdapat metode yang mengklasifikasikan korosi menjadi korosi temperatur rendah dan korosi temperatur tinggi. Terdapat juga mengklasifikasikan korosi menjadi kombinasi langsung atau oksidasi dan korosi elektrokimia. Dan dapat diklasifikasikan menjadi korosi basah dan korosi kering. Korosi basah dapat muncul ketika berada pada cairan. Hal ini melibatkan larutan atau elektrolit. Salah satu contoh korosi ini adalah korosi pada besi yang berada pada air. Korosi kering adalah korosi yang muncul tanpa adanya cairan. Uap air dan gas biasanya yang
menjadi pengkorosi. Korosi kering sering dihubungkan dengan korosi temperatur tinggi. Contohnya yaitu baja pada gas furnace. (Mars G. Fontana, 1997, 10) II. 3
Metode Penghitungan Laju Korosi Terdapat tiga metode utama untuk menyatakan laju korosi : a) Pengurangan ketebalan material per satuan waktu b) Pengurangan berat per satuan luas dan satuan waktu c) Kerapatan arus korosi
Pengurangan ketebalan per satuan waktu adalah perhitungan yang paling praktis. Dalam sistem metric perhitungan ini biasanya dinyatakan dalam mm/tahun. Pada beberapa literatur dapat ditemukan juga menggunakan satuan mils per tahun (mpy) = 1/1000 inchi per tahun, dan juga inchi per tahun (ipy). Pengurangan berat per satuan luas dan satuan waktu sering digunakan pada waktu dahulu, utamanya karena pengurangan berat biasanya ditentunkan langsung kuantitas pada inspeksi korosi. Spesimen uji ditimbang sebelum dan sesudah terkena media korosi. Atas dasar ini, dapat dihitung pengurangan ketebalan sebagai pengurangan berat per satuan luas/densitas.
Gambar 2. 2 Korosi basah dari logam M dalam elektrolit yang mengandung Oksigen Sumber : Corrosion and Protection, Einar Bardal
Dari gambar 2.2 dapat dipahami bahwa laju korosi dapat ditentukan dengan kerapatan arus korosi. Laju dissolution atau laju korosi adalah jumlah ion logam yang hilang dari logam per satuan luas dan satuan waktu. Perpindahan ion dapat dinyatakan dengan kerapatan arus Ia per satuan luas, sebagai contoh kerapatan arus anoda Ia = kerapatan arus korosi Icorr . Hubungan antara reduksi ketebalan per satuan waktu ds/dt (pada setiap sisi spesimen yang terkorosi) dan kerapatan arus korosi i corr didapatkan dari persamaan Faraday :
=
/
Atau ∆ ∆ Dimana icorr dalam satuan A/cm2
= 3268
/ℎ
z M F ρ
= nomor elektron dalam reaksi setimbang untuk reaksi anoda; = massa mol logam (g/mol atom); = Konstanta faraday = 96.485 coulomb/mol elektron = 96.500 As/mol elektron; = Densitas logam (g/cm3). Tabel 2. 1 Konversi faktor laju korosi
(Einar Bardal, 2003, 8 – 9)
Menyatakan laju korosi dalam mils per tahun adalah yang paling tepat untuk menentukan laju korosi. Pernyataan ini telah dihiting dari pengurangan beban logam ketika uji korosi dengan rumus yang diberikan dibawah ini : 534 = Dimana W = pengurangan berat, mg D = densitas spesimen, g/cm3 A = luas spesimen, sq. in. T = waktu paparan, jam. (Mars G. Fontana, 1997, 13 – 14) II. 4
Efek Lingkkungan terhadap Laju Korosi Biasanya pada proses industri, hal ini diperbolehkan untuk mengubah variabel proses. Berikut beberapa variabel llingkungan yang paling sering dijumpai. II. 4. 1 Efek Kekuatan Mengoksidasi Hal ini berhubungan dengan pasivasi. Pasivasi dapat didefinisikan sebagai hilangnya reaksi kimia akibat terbentuknya lapisan pasif pada permukaan logam. Hanya terjadi pada logam tertentu (Cr, Ni, Al, Ti, dan Zr) dan pada media tertentu.
Gambar 2. 3 Karakter korosi pada logam aktif-pasif Sumber : Corrosion Engineering , Mars G. Fontana
Grafik berikut merupakan efek oxidizer dan oksigen, hampir sama dengan grafik aktif pasif.
Gambar 2. 4 Efek dari oxidizer pada terhadap laju korosi Sumber : Corrosion Engineering, Mars G. Fontana
Pertmbahan laju korosi yang diikuti dengan penambahan oxidizer seperti pada bagian 1 adalah karakteristik dari monel dan Cu pada larutan asam yang mengandung oksigen : monel dalam HCl + O 2 dan Cu dalam H 2SO4. Kedua material tersebut tidak terpasivasi. Pada bagian 1 – 2, laju korosi menurun drastis tetapi oxidizer tetap ditambahkan. Hal ini merupakan karakteristik dari logam aktif-pasif dan paduan seperti 18Cr – 8Ni dalam H2SO4 + Fe3+ dan Ti dalam HCl + Cu 2+. Pada bagian 2, logam aktif-pasif menjadi pasif pada medium yang menyebabkan korosi. Penambahan oxidizer tidak memiliki efek yang berarti pada bagian ini. Hal ini dapat terjadi jika logam aktif-pasif dicelupkan pada media oxidizer seperti asam nitrat (HNO3) atau Ferrit Klorida (FeCl3). Pada bagian 2 – 3, terdapat oxidizer yang sangat kuat yang menyebabkan laju korosi meningkat tajam Hal ini sering terjadi pada Stainless Steel (18Cr – 8Ni) yang dicampur dengan Kromat (Cr 2O3).
II. 4. 2 Efek Kecepatan Agitasi
Gambar 2. 5 Efek kecepatan agitasi terhadap laju korosi Sumber : Corrosion Engineering, Mars G. Fontana
Proses korosi yang dikontrol oleh polarisasi aktif tidak memiliki pengaruh pada agitasi dan kecepatan terhadap laju korosi (kurva B). Jika proses korosi berada di bawah kontrol difusi katodik, agitasi akan menaikkan laju korosi (kurva A, section 1). Hal ini terjadi ketika oxidizer berjumlah sedikit, seperti yang terjadi untuk oksigen yang larut dalam asam atau air. Pada kurva A, bagian 1 – 2, logam bertransisi dari aktif menjadi pasif. Material yang mudah mengalami pasivasi seperti Stainless Steel dan Titanium lebih tahan korosi ketika kecepatan agitasi dinaikkan menjadi tinggi. Pada kurva C, sebagai contoh Pb dan Fe terlindungi dari H 2SO4 karena terdapat lapisan film sulfat yang tidak larut jika kecepatan agitasi dinaikkan secara berlebihan, makan keruusakan mekanik atau lepasnya lapisan film tersebut, yang mengakibatkan laju korosi naik secara signifikan. II. 4. 3 Efek Temperatur Kenaikan temperatur menyebabkan kenaikan terhadap laju korosi. Oleh karena itu, temperatur harus dikendalikan serendah mungkin relatif terhadap kondisi yang ada.
Gambar 2. 2 Efek temperatur terhadap laju korosi Sumber : Corrosion Engineering, Mars G. Fontana
Temperatur menaikkan laju dari semua reaksi kimia. Pada kurva B, efek temperatur hampir diabaikan dan ternyata semakin tinggi temperatur pada titik tertentu akan menyebabkan laju korosi meningkat secara drastis. Ketika 18Cr – 8Ni (Stainless Steel) di dalam HNO3 sebagai contoh. Jika menaikkan temperatur HNO 3 maka akan menaikkan oxidizing power. Ketika temperatur rendah atau sedang Stainless steel sedang berada pada daerah pasif menddekati transpasif, ketika oxidizing power ditambahkan akan meningkatkan laju korosi karena berada di daerah transpasif. Sehingga, korosi akan meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur. II. 4. 4 Efek Konsentrasi Media Korosif
Gambar 2. 6 Lajur korosi terhadap konsentrasi media korosif
Gambar 2. 6 menggambarkan efek dari konsentrasi media korosif terhadap laju korosi. Kurva A memiliki dua bagian, 1 dan 2. Kebanyakan material yang mengalami pasivasi berpengaruh terhadap konsentrasi korosi pada kurva A, bagian 1. Material lain yang menunjukan perilaku yang sama kecuali pada konsentrasi korosif yang sangat tinggi, ketika laju korosi meningkat secara cepat seperti pada kurva A, bagian 1 dan 2. Pb (timbal) merupakan material yang menunjukkan efek ini, dan ini bisa membentuk Pb sulfat, dimana akan membentuk film pelindung pada konsentrasi rendah. Pada kurva B, meningkatnya konsentrasi korosi akan meningkatkan laju korosi. Hal ini menunjukkan jumlah ion hidrogen, dimana merupakan spesies aktif, meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi. Ketika konsentrasi asam meningkat maka laju korosi akan mencapai maksimum dan kemudian berkurang. (Mars G. Fontana, 1997, 27) II. 5
Perlindungan Katodik Perlindungan katodik adalah pengendalian atau kontrol korosi dengan menggunakan perlalatan listrik dimana struktur yang ingin dilindungi menjadi katoda dalam sel elektrokimia. Oksidasi dari sel elektrokimia berpidah ke anoda meninggalkan struktur yang ingin dilidungi sebagai katoda dengan menangkap reaksi reduksi dimana untuk menekan laju korosi. Gambar 2. 7 menunjukkan sebuah sistem proteksi katodik sederhana untuk pipa bawah tanah. Pipa dihubungkan dengan kabel timbal ke sebuah anoda magnesium yang berada di bawah tanah dimana anoda tersebut terkorosi dengan laju yang dipercepat dengan demikian menghasilkan arus proteksi katodik ke pipa.
Gambar 2. 7 Sistem proteksi katodik sederhana pada pipa bawah tanah
Kombinasi lapisan pelindung sebagai pengendali korosi yang utama dan perlindungan katodik sebagai pengendalian korosi sekunder terbukti sangat ekonomis untuk saluran pipa dan pipa bawah tanah. Proteksi katodik memungkinkan baja karbon, dimana memiliki ketahanan korosi yang terbatas pada lingkungan industri perminyakan, akan mengalami laju korosi yang sangat lambat dengan menggunakan proteksi katodik yang dirancang dengan benar. 167 Diagram evans yang ditunjukkan pada gambar 2. 7 dan 2. 8 merupakan dasar dari proteksi katodik. Reaksi korosi (oksidasi) ditunjukkan dengan garis ke arah kanan atas pada gambar 2.7.
Gambar 2. 8 Diagram evans
Titik potong pada reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi untuk dissolved oksigen menunjukkan laju korosi. Pada gambar 2. 8 potensial untuk perlindungan katodik besi yaitu pada -0,85 V (Cu/CuSO 4), diatas potensial equilibrium dan hal itu merupakan laju korosi. Gambar 2. 8 digunakan pada suatu referensi standar kerja pada korosi perpipaan untuk menjelaskan bagaimana proteksi katodik bekerja. Terdapat beberapa poin yang harus dicatat :
II. 6
Proteksi katodik secara substansial mengurangi reaksi oksidasi dari struktur yang ingin dilindungi Proteksi katodik tidak menghentikan korosi, tetapi mengurangi laju korosi. (Robert Heidersbach, 2011, 155 – 156)
Jenis – Jenis Proteksi Katodik Terdapat dua cara untuk melindungi struktur secara katodik, yaitu dengan sumber listrik eksternal atau dengan pasangan galvanis yang tepat. Gambar 2. 9 meninujukkan proteksi katodik dengan arus paksa. Disini, sumber listrik eksternal dihubungkan ke tangki. Sambungan negatif dari sumber listrik dihubungkan ke tangki, dan yang postif dihubungkan
ke anoda inert seperti grafit atau Duriron. Listrik mengarah ke tangki dan elektroda inert terisolasi untuk menghindar kebocoran. Anoda biasanya dikelilingi oleh coke breeze, gypsum, atau bentonit, dimana untuk meningkatkan kontak elektrik antara anoda dan tanah disekitarnya.
Gambar 2. 9 Proteksi katodik dengan arus paksa
Proteksi katodik dengan pasangan galvanis untuk magnesium ditunjukkan gambar 2. 10. Anoda pada kasus ini disebut anoda korban karena anoda tersebut dikonsumsi ketika melindungi struktur baja. Proteksi katoda dengan anodda korban dapat juga digunakan untuk melindungi pipa bawah tanah. Pada tabel 2. 2 menunjukkan perbandingan beberapa jenis anoda korban dan anoda arus paksa.
Gambar 2. 10 Proteksi katodik pada tangki air panas dengan anoda korban
Tabel 2. 2 Perbandingan anoda korban dan anoda arus paksa
(Mars G. Fontana, 1967, 294 – 295 ; 298)
II. 7
Proteksi Katodik dengan Anoda Korban Gambar 2. 7 menunjukkan sel galvanik sederhana yang digunakan pada anoda magnesium yang dikubur dalam tanah untuk melindungi pipa baja bawah tanah. Tabel 2. 3 menunjukkan potensial pada beberapa logam pilihan di dalam tanah. Baja karbon dan besi cor bersifat katodik ke hampir semua logam struktural lain. Kedua material tersebut bersifat katodik terhadap magnesium, aluminium dan zinc, ketiga jenis tersebut adalah logam yang digunakan pada anoda galvanik atau anoda korban. Pada gambar 2. 7 menunjukkan anoda tunggal sederhana yang dihubungkan ke sebuah saluran pipa. Anoda, dimana akan terkorosi untuk melindungi struktur ditempatkan di lokasi yang sedikit jauh dari pipa. Alasannya adalah agar arus listrik dari anoda di distribusikan ke tanah sehingga arus tersebut tidak terbuang ke sekitar kabel timbal anoda. Anoda korban biasanya didukung dengan kabel timbal sepanjang 3 – 5 meter, dimana hal itu mencukupi untuk meletakkan anoda berada sedikit jauh dari pipa. Tabel 2. 3 menunjukkan beberapa kelebihan dan keterbatasan dalam menggunakan anoda korban. Biasanya umur dari anoda korban adalah 5 – 10 tahun, terdapat beberapa anoda yang dapat bertahan lebih lama. Tabel 2. 3 Keuntungan dan keterbatasan dalam menggunakan anoda korban
Terdapat tiga logam yang sering digunakan pada anoda korban, yaitu magnesium, zinc, dan aluminium. Pada gambar 2. 11 menunjukkan aplikasi dari ketiga anoda pada industri.
Gambar 2. 11 Aplikasi anoda untuk anoda korban
Terdapat dua jenis anoda paduan magnesium yang sering digunakan. Potensial paduan yang tiinggi mempunyai Efisiensi anoda untuk magnesium adalah 50% dibawah kondisi normal. Ini berarti setengah dari aurs listrik diproduksi oleh korosi pada anoda akan tersedia untuk proteksi katoidk. Efisiensi menjadi rendah jika berada pada pH rendah. Anoda magnesium merupakan anoda yang dapat diandalkan karena akan terkorosi di hampir semua lingkungan yang lembab. Potensial paduan yang tinggi memiliki potensial alami dalam tanah sekitar -1,8 V relaif terhadap tembaga/tembaga sulfat dan anoda H1 atau AZ-63 memiliki potensial -1,55 V. Tabel 2. 4 menunjukkan beberapa sifat penting pada paduan ini. Tabel 2. 4 Sifat elektrokimia pada magnesium
Anoda zinc digunakan pada awal tahun 1824 untuk melindungi paku pada bagian badan kapal bagian bawah. Penambahan paduan seperti aluminium dan cadmium dapat meningkatkan efisiensi anoda zinc dan juga kemungkinan menghasilkan korosi seragam yang lebih besar. Potensial zinc pada kebanyakan tanah diasumsikan -1,1 V CSE ( Calomel Standard Electrode). Tegangan lebih rendah dibandingkan magnesium, tapi efisiensi dari anoda zinc sekitar 90%, lebih banyak listrik yang dihasilkan oleh korosi agar anoda tersedia untuk proteksi katodik. Tidak seperti magnesium, zinc tidak terkorosi pada berbagai tanah, dan penggunaan zinc dalam tanah dibatasi pada tanah dengan resistivitas rendah. Untuk aplikasi armada kapal, anoda zinc, dimana memiliki jangka waktu lebih lama dibandingkan magnesium, lebih rendah efisiensi nya dibandingkan anoda aluminium. Anoda aluminium telah menjadi standar pada material untuk anoda korban yang digunakan untuk aplikasi offshore atau lepas pantai. Awalnya paduan anoda aluminium menggunakan merkuri sebagai aktivator, tetapi perhatian pada lingkungan menjadikan indium sebagai aktivasi anoda menggantikan merkuri.