LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PANGAN
PENETAPAN KADAR FORMALIN PADA PRODUK PANGAN DI SEKITAR UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Disusun oleh: Windi Riyadi (1113096000037) (1113096000037) Anisa Septiana (1113096000052) (1113096000052) Noor Syifa (1113096000053) (1113096000053) Nur Azizah Azizah (1113096000056) (1113096000056) Bayu Aji Satrio (1113096000063)
PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016/1437 H
I.
LATAR BELAKANG Pangan memiliki beraneka ragam kreasi, termasuk dalam pengolahan atau produksimya. Berbagai
produksi pangan semakin banyak dilakukan tidak hanya industri besar, tetapi industri rumahan pun juga sudah banyak melakukan produksi pangan yang beraneka ragam. Salah satu pangan yang diproduksi oleh industri rumah tangga, seperti keripik, makanan ringan berupa olahan singkong, ubi dan lain-lain. Peningkatan Kualitas sumber daya manusia salah satunya ditentukan oleh kualitas pangan yang dikonsumsi. Undang-Undang No.7 tahun 1996 menyatakan bahwa kualitas pangan yang dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya adalah aman, bergizi, bermutu, dan dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat. Aman yang dimaksud mencakup bebas dari pencemaran biologis, mikrobiologis, kimia, dan logam berat. Semakin canggih ilmu dan teknologi, banyak produsen yang melakukan kecurangan dalam memproduksi suatu pangan. Salah satu kecurangan yang dilakukan oleh produsen adalah penambahan bahan kimia berbahaya yang tidak seharusnya ditambahkan ke dalam produksi pangan. Bahan kimia yang ditambahkan ini, bukan termasuk BTP atau Bahan Tambahan Pangan. Bahan kimia Berbahaya yang sering digunakan dalam proses produksi pangan adalah formalin. Formalin adalah nama dagang larutan formaldehid dalam air dengan kadar 35 40%. Formalin –
biasanya mengandung golongan alkohol (metanol) sebanyak 10 15% yang berfungsi sebagai stabilisator –
supaya formaldehidnya tidak mengalami polimerasi (Arifin et al ., 2005). Formalin merupakan bahan pembunuh hama atau disinfektan, bahan pengawet mayat (Prijono, 2007 ; Koswara, 2009). Menurut BPOM (2005), kadar formalin dalam makanan adalah sekitar 1,88 413,89 ppm ( mg/kg ). –
Penggunaan pengawet pada bahan makanan sampai saat ini masih banyak djumpai, Pengawet yang sedang ramai dibicarakan di kalangan masyarakat adalah penggunaan formaldehid atau dikenal dengan nama dagang formalin. Beberapa bahan makanan, seperti tahu, bakso, mie basah, kerupuk, ikan kering, ikan laut yang lama waktu penngkapannya masih dijumpai menggunakan formalin sebagai bahan pengawet (Departemen Kesehatan RI, 1996). Makanan yang mengandung banyak formalin juga sudah banyak beredar ke daerah wisatawa hingga ke area pendidikan, seperti kantin ataupun warung makan. Salah satu area pendidikan yang menjadi tempat berbagai macam penjual makanan adalah area Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Praktikum ini dilakukan suatu pengujian makanan, yaitu uji kadar formalin pada beberapa jenis makanan yang dijual di sekitar area UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Beberapa metode umum yang digunakan untuk mengetahui kadar formalin pada bahan pangan di antaranya adalah metode asidialkalimetri, spektrofotometri dan titrasi
iodometri. Metode yang digunakan untuk menguji kadar formalin dapat menggunakan instrument, yaitu spektrofotometri Vis, seperti pada penelitian Sudjarwo, et al, 2013, dengan judul Validasi Spektrofotometri Visible Untuk Penentuan Kadar Formalin Dalam Daging Ayam. Praktikum ini dilakukan uji kadar formalin dengan menggunakan metode konvensional, yaitu metode iodometri. Kelebihan dari metode iodometri adalah dapat menggunakan sampel yang banyak untuk uji kadar formalinnya.
II.
TUJUAN Mengetahui adanya kandungan formalin pada beberapa bahan pangan yang ada di sekitar kampus
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan mengggunakan metode titrasi Iodometri.
III. DASAR TEORI Formalin merupakan bahan kimia yang disalahgunakan pada pengawetan tahu, mie basah, dan bakso (Djoko, 2006). Formaldehid (HCOH) merupakan suatu bahan kimia dengan berat molekul 30,03 yang pada suhu dan tekanan atmosfer berbentuk gas tidak berwarna, berbau pedas (menusuk) dan sangat reaktif (mudah terbakar). Bahan ini larut dalam air dan sangat mudah larut dalam etanol dan eter (Moffat, 1986). Formalin pada konsentrasi rendah (4%) dapat mengeraskan jaringan, sedangkan pada konsentrasi tinggi (40%), selain akan mengeraskan jaringan, juga dapat mengendapkan protein (Suntoro, 1983). Pengerasan jaringan pada bahan makanan menyebabkan sulit dicerna dan diserap (Apriyantono, 2002; Hove dan Lohrey, 1976). Bahan makanan yang sulit dicerna, akan mengganggu penyediaan kebutuhan protein dan asam amino tubuh. Kegagalan absorpsi (malabsorpsi) zat gizi menjadi salah satu penyebab kekurangan gizi sekunder (Chandrasoma dan Taylor, 2006). Selain itu, protein bahan makanan yang tidak dapat dicerna akan menjadi bahan asing (antigen) bagi tubuh, sehingga menimbulkan respon imun (Brody, 1994). Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya, misalnya sebagai antibakteri atau pembunuh kuman dalam berbagai jenis keperluan industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat maupun berbagai serangga lainnya. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas. Formalin juga sering digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk urea, bahan pembuat parfum, pengawet bahan kosmetika, pengeras kuku. Formalin boleh juga dipakai sebagai bahan pencegah
korosi untuk sumur minyak. Di bidang industry kayu, formalin digunakan sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis ( polywood ). Dalam konsentrasi yang sangat kecil (<1%) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen, seperti pembersih rumah tangga, caira pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan karpet (Yuliarti, 2007). Produsen sering kali tidak tahu jika penggunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan tidaklah tepat, karena bisa menimbulkan berbagai gangguan kesehatan bagi konsumen yang memakannya. Pada umumnya, formaldehida terbentuk akibat reaksi oksidasi katalitik pada metanol. Oleh sebab itu, formaldehid
bisa
dihasilkan
dari
pembakaran
bahan
yang
mengandung
karbon dan terkandung dalam asap pada kebakaranhutan, knalpot mobil dan asap tembakau. Dalam atmosfer bumi, formaldehida dihasilkan dari aksi cahaya matahari dan oksigen terhadap metana dan hidrokarbon lain yang ada di atmosfer. Formaldehida dalam kadar kecil sekali juga dihasilkan sebagai metabolit kebanyakan organisme, termasuk manusia. Formaldehida dapat digunakan untuk membasmi sebagian besar bakteri, sehingga sering digunakan sebagai disinfektan dan juga sebagai bahan pengawet. Sebagai disinfektan, Formaldehida dikenal juga dengan nama formalin dan dimanfaatkan sebagai pembersih: lantai, kapal, gudang dan pakaian, juga dipakai sebagai pengawet dalam vaksinasi. Dalam bidang medis, larutan formaldehida dipakai untuk mengeringkan kulit, misalnya mengangkat kutil. Larutan dari formaldehida sering dipakai dalam mematikan bakteri, serta untuk sementara mengawetkan bangkai (Ganjar dan Rohman, 2007).
IV. METODOLOGI PERCOBAAN 4.1
Alat dan bahan Peralatan yang digunakan adalah neraca analitik, mortal, labu ukur, spatula, buret, kertas saring, gelas
ukur, pipet ukur, Erlenmeyer, gelas beaker dan peralatan gelas lainnya. Bahan yang digunakan adalah cimol, batagor, bakso, kentang, tahu, larutan formaldehid, larutan NaOH 1 N, larutan iodin 0,1 N, aquadest, larutan asam sulfat 30%, larutan Na 2S2O3 0,1 N dan indikator kanji.
4.2
Prosedur Kerja Menimbang sebanyak 1 gram sampel yang telah dihaluskan, kemudian menambahkan aquades
hingga volume 100 ml. Setelah itu mengambil 10 ml larutan sampel dan menambahkan 5 ml larutan I 2 0,1 N, 20 ml larutan KOH 1 N dan 5 ml larutan H2SO4 30%. Kemudian larutan disimpan di tempat yang gelap
selama 15 menit, lalu titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N dengan indikator kanji. Dilakukan perlakuan yang sama pada blanko dengan menggantikan sampel dengan aquades. Dihitung kadar formalin pada sampel dengan rumus sebagai berikut. Rumus penentuan uji kadar formalin: Kadar Formalin =
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
HASIL PENGAMATAN
(1−) ℎ
1 100%
Tabel 1. Volume Na2S2O3 Pada Titrasi Blanko Volume Blanko yang digunakan
Volume Na2S2O3
(mL)
(mL)
1
40
0,2
2
40
0,2
No
*Konsentrasi Na2S2O3 yang digunakan 0,1 N
Tabel 2. Kadar Formalin pada berbagai produk olahan sekitar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
No
Sampel
Volume Sampel
Volume Na2S2O3
(mL)
(mL)
Kadar Formalin
1
Cilok
40
19,6
0,582
2
Batagor
40
20,1
0,597
3
Bakso
40
19,5
0,579
4
Kentang
40
19
0,564
5
Tahu
40
18,8
0,558
*Konsentrasi Na2S2O3 yang digunakan 0,1 N
5.2
PEMBAHASAN Percobaan uji formalin yang dilakukan adalah secara kuantitatif, yaitu menentukan kadar formalin
dalam suatu sampel. Sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah sampel cilok, batagor, bakso, kentang dan tahu. Sampel yang mengandung formalin akan mengalami perubahan saat titrasi dengan larutan natrium tiosulfat menjadi warna kuning yang hilang dengan penambahan imdikator kanji terlebih dahulu. Sampel yang mengandung formalin atau formaldehid akan bereaksi dengan larutan KIO yang terbentuk dari KOH dengan larutan I 2. Formaldehid pada sampel akan teroksidasi oleh KIO menjadi asam karboksilat, yaitu asam format dan KI. Iodin dalam KI ini bereaksi dengan sisa KIO yang tidak mengoksidasi formaldehid dan H2SO4 akan menghasilkan I2 bebas. I 2 bebas inilah yang kemudian akan dititrasi dengan larutan Na 2S2O3 disertai penambahan indikator kanji sebelum titrasi untuk melihat perubahan warna saat terjadi ekuivalen (Underwood,1989). Titik ekuivalen ditandai dengan perubahan warna kuning yang berubah menjadi putih bening. Berikut adalah persamaan reaksinya: 2 KOH + I2
KIO + KI + H2O
→
KIO + HCHO
HCOOH + KI
→
KIO + KI + 2 H2SO4 I2 + Na2S2O3
K 2SO4 + H2O + I2
→
2 NaI + Na2S2O6
→
Sampel cilok pada kelompok pertama memiliki kadar formalin sebesar 0,582. Kadar formalin sebesar 0,582 belum tentu tepat karena metode yang digunakan adalah metode konvensional. Metode konvensional memiliki kekurangan yang cukup banyak, seperti adanya kekurangan dalam preparasi, titrasi dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam percobaan ini kadar formalin yang didapatkan, dapat disimpulkan bahwa sampel cilok tersebut mengandung formalin, meskipun memiliki kadar yang sangat sedikit, yaitu 0,582. Kadar formalin sebesar 0,582 tetap tidak boleh digunakan pada makanan, karena berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Men.Kes/Per/IX/88, formalin dilarang untuk digunakan dalam makanan dan minuman. Penggunaan formalin pada makanan dan minuman, 84 tahun sebelum terbitnya peraturan di Indonesia, telah dilarang di Amerika Serikat (Budi Widianarko et al,2000). Sampel batagor pada kelompok 2 memiliki kadar formalin sebesar 0,597, sampel bakso pada kelompok 3 memiliki kadar formalin sebesar 0,579. Sampel batagor yang memiliki kadar formalin sebesar 0,597 ini, menggunakan kerupuk batagor yang sedikit mengandung campuran tepung dan ikan pada batagor. Tidak diketahui secara pasti, apakah kadar formalin ini dimiliki oleh bagian kerupuk ataukah
bagian campuran tepung dan ikan pada batagor. Namun secara pasti sampel ini mengandung formalin karena dapat ditentukan kadarnya sebesar 0,597. Sampel bakso pada kelompok 3 juga sudah dapat dinyatakan bahwa sampel ini mengandung formalin, meskipun kadar formalinnya hanya sedikit. Bakso, sudah pasti mengandung formalin karena bakso yang banyak dijual di Indonesia dapat awet dalam jangka beberapa hari. Selain bakso mengandung formalin, juga mengandung boraks untuk mendapatkan tekstur yang kenyal. Sampel kelompok 4 yang menggunakan sampel kentang juga memiliki kadar formalin, yaitu sebesar 0,564. Sampel kentang ini juga dapat dicurigai mengandung formalin karena saat penentuan kadar formalin menunjukkan angka yang berada di atas 0. Kentang dicurigai mengandung formalin karena pada pencucian kentang setelah dikupas, digunakan air pencuci yang mengandung formalin, sehingga kentang dapat awet sebelum digoreng selama beberapa hari. Begitu pula pada sampel tahu yang digunakan oleh kelompok 5. Tahu dicurigai mengandung formalin karena menunjukkan kadar sebesar 0,558. Tahu dapat awet dalam jangka beberapa hari, dimungkinkan karena penggunaan formalin ini. Formalin dapat dijadikan pengawet dalam makanan karena formalin merupakan senyawa reaktif yang dapat berikatan dengan senyawa di dalam bahan makanan, seperti protein, lemak dan karbohidrat (Suntoro, 1983). Ikatan antara formaldehid dan protein, di antaranya membentuk ikatan metilol dan suatu ikatan silang (crosslinks) yang sulit dipecah (Marquie, 2001; Haberle et al., 2004; Kiernan, 2006).Formalin itu sendiri merupakan larutan formaldehid dalam air, sehingga penggunaan formaldehid dalam makanan dan minuman ini mudah dilakukan. Hal inilah yang mendorong kemungkinan keberadaan formalin dalam berbagai sampel yang diuji.
VI. KESIMPULAN Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa sampel cilok memiliki kadar formalin sebesar 0,582, sampel batagor memiliki kadar formalin sebesar 0,597, sampel bakso memiliki kadar formalin sebesar 0,579, sampel kentang memiliki kadar formalin sebesar 0,564 dan sampel tahu memiliki kadar formalin sebesar 0,558.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2001. Kodeks Makanan Indonesia. Hal. 6-9. Jakarta: Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. Apriyantono, A. 16-22 Desember 2002. Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi dan Keamanan Pangan. Makalah disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-2, (online), Dunia Maya. Arifin, Z, Murdiati, T. B dan Firmansyah, R. 2005. Deteksi Formalin dalam Ayam Broiler di Pasaran. Bogor: Balai Penelitian Veteriner. Arisworo, Djoko. 2006. Ipa terpadu. Jakarta: Grafindo Media Pratama. Chandrasoma, P. dan Taylor, C.R. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Ed. 2. Penerjemah: Roem Soedoko, Lydia I. Mander dan Vivi Sadikin. Jakarta: EGC. Haberle, D. G., Hill, W., Kazachkov, Mychaylo., Richardson, J. S., and Peter, H. Y. 2004. Protein Cross Linkage Induced Formaldehyde Derived from Semicarbazide-Sensitive Amine Oxidase-Mediated Deamination of Methylamine. Journal of Pharmacology and Experimental Therapeutic Fast Forward. 310: 1125-1132. Hove, E.L and Lohrey, E. 1976. The effect of Formaldehyde on the Nutritive Value of Casein and Lactalbumin in the diet of Rat . J. Nutr . 106: 382-387. Gandjar, I.G., dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kiernan, John A. 2000. Formaldehyde, Formalin, Paraformaldehyde, and Glutaraldehyde: What They Are and What They Do. Microscopy Today 00-1: 8-12. Marquie, C. 2001. Chemical Reactions in Cottonseed Protein Cross-Linking by Formaldehyde, Glutaraldehyde, and Glyoxal for the Formation of Protein Films with Enhanced Mechanical Properties. J. Agric. Food Chem. 49(10): 4676-4681. Moffat, A. C. 1986. Clarke’s Isolation and Identification of Drugs. Edisi2. Hal. 420-421, 457-458, 849, 932-9 33. London: The Pharmaceutical Press. Prijono, E. 2007. Masalah Pemakaian Formalin pada Pangan Ditinjau dari Aspek Hukum Keamanan Pangan. Bandung: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran Bandung. Sudjarwo, Poedjiarti S, Pramitasari A.R. 2013. Validasi Spektrofotometri Visible Untuk Penentuan Kadar Formalin Dalam Daging Ayam. Airlangga University: Pharmaceutical Chemistry Departement, Faculty of Pharmacy and Undergraduate Student, Faculty of Pharmacy. Suntoro, S. H. 1983. Metode Pewarnaan. Jakarta: Bhratara Karya Aksara. Underwood, A.L dan JR Day RA. 1989. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga. Yuliarti, N. 2007. Awas! Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta.
LAMPIRAN 1. Perhitungan 1) Kadar Formalin Sampel Cilok Kadar Formalin Sampel Cilok =
(1−) ℎ
=
(19,6−0,2) 0,1 30 /
=
1
1
100% 1
100%
19,4 0,1 30 /
1
1
100%
Kadar Formalin Sampel Cilok = 0,582 2) Kadar Formalin Sampel Batagor Kadar Formalin Sampel Batagor =
=
=
(1−) ℎ (20,1−0,2) 0,1 30 / 1
19,9 0,1 30 /
1
1
100%
1 100% 1 100%
Kadar Formalin Sampel Batagor = 0,597 3) Kadar Formalin Sampel Bakso Kadar Formalin Sampel Bakso =
=
=
(1−) ℎ
(19,5−0,2) 0,1 30 / 1
19,3 0,1 30 /
1
1
100%
1 100% 1 100%
Kadar Formalin Sampel Bakso = 0,579 4) Kadar Formalin Sampel Kentang Kadar Formalin Sampel Kentang =
=
(1−) ℎ (19−0,2) 0,1 30 / 1
1 100% 1
100%
=
18,8 0,1 30 /
1
1
100%
Kadar Formalin Sampel Kentang = 0,564 5) Kadar Formalin Sampel Tahu Kadar Formalin Sampel Tahu =
=
=
(1−) ℎ (18,8−0,2) 0,1 30 / 1
18,6 0,1 30 /
1
1
100%
Kadar Formalin Sampel Tahu = 0,558
1 100% 1 100%