BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penentuan titik beku merupakan suatu proses atau cara yang dilakukan untuk mengetahui nilai penurunan titik beku larutan. Titik beku larutan adalah temperatur pada saat kristal pertama dari pelarut murni mulai terbentuk dalam keseimbangan dengan larutan. Sedangkan penurunan titik beku (∆Tf ) adalah perbedaan titik beku akibat adanya partikel-partikel zat terlarut. Penurunan titik beku zat cair terjadi bila suhu diturunkan, sehingga jarak antarpartikel sangat dekat satu sama lain dan membuat gaya tarik menarik antarmolekul sangat kuat. Adanya partikel-partikel dari zat terlarut akan mengakibatkan proses pergerakan molekulmolekul pelarut terhalang, akibatnya untuk dapat lebih mendekatkan jarak antarmolekul diperlukan suhu yang lebih rendah. Jadi titik beku larutan akan lebih rendah daripada titik beku pelarut murninya. Oleh karena akan dilakukan percobaan mengenai penentuan tetapan penurunan titik beku molal pelarut dan penentuan berat molekul zat non volatil yang tidak diketahui. 1.2 Tujuan Tujuan dari percobaan ini yakni menentukan tetapan penurunan titik beku molal pelarut dan menentukan Berat Molekul zat non volatil yang tidak diketahui.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Material Safety Data Sheet
Akuades berwujud cair yang tidak berwarna dan tidak berbau dengan berat molekul ±18.02 g mol . Akuades dapat mendidih 100 bila terkena mata ataupun kulit (Sciencelab, 2014). NaCl (garam murni) atau Natrium Klorida mempunyai sifat-sifat fisik dan kimia sebagai berikut: berwujud padat (Bubuk kristal padat), sedikit berbau dengan rasa asin dan berwarna putih. NaCl memiliki berat molekul sebesar 58,44 g/ mol, ber-pH Netral dengan titik didih 1413°C(2575,4° F) dan titik leleh 801°C(1473,8°F). Kelarutan NaCl yaitu mudah larut dalam air dingin dan air panas, larut dalam gliserol dan ammonia, sangat sedikit larut dalam alkohol dan tidak larut dalam Asam klorida. Penanganan pada kontak mata yaitu periksa dan lepaskan jika ada lensa kontak., mata segera siram dengan banyak air sekurang-kurangnya 15 menit (Sciencelab, 2014). Naphtalen merupakan senyawa dengan formula C10H8, yang berbentuk kristal, berwarna o o putih, berbau tajam, titik lebur 80 C, titik didih 218 C, tidak larut dalam air dan larut dalam benzena, eter dan alkohol. Naphtalena merupakan senyawa hidrokarbon aromatik yang memiliki dua cincin benzena yang terfusi. Naphtalena dihasilkan secara penyulingan bertingkat fase batu bara. Naphtalena digunakan dalam pembuatan hidrokarbon lain seperti naftol, dekalin dan tetralin. Naftalena adalah salah satu komponen yang termasuk benzena aromatic hidrokarbon, tetapi tidak termasuk polisiklik. Naftalena memiliki kemiripan sifat yang memungkinkannya menjadi aditif bensin untuk meningkatkan angka oktan. Sifat-sifat tersebut antara lain: sifat pembakaran yang baik, mudah menguap sehingga tidak meninggalkan getah padat pada bagian bagian mesin. Penggunaan Naftalena sebagai aditif memang belum terkenal karena masih dalam tahap penelitian. Sampai saat ini memang belum diketahui akibat buruk penggunaan naftalena terhadap lingkungan dan kesehatan, namun ia relatif aman untuk digunakan (Sciencelab, 2014). Asam asetat glasial atau asam cuka murni adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7°C. Asam cuka ini menjadi mudah terbakar jika suhu ruang melebihi 39 °C (102 °F) dan dapat membentuk campuran yang mudah meledak di udara (ambang ledakan: 5.4%-16%) (Sciencelab, 2014). -1
2.2 Penentuan Titik Beku Larutan
Suatu larutan mempunyai dua jenis sifat-sifat larutan yang sama. Sifat-sifat larutan tersebut bergantung pada jenis dan sifat larutan yang tidak bergatung pada jenis zat terlarut, namun hanya tergantung pada konsentrasi zat terlarut saja. Konsentrasi yang ditambahkan dalam larutan
semakin besar akan membuat penurunan titik beku semakin besar. Hal ini menandakan bahwa larutan yang memiliki konsentrasi sama akan memberikan sifat yang sama. Sifat larutan tersebut biasa dikenal sifat-sifat koligatif larutan (Purba,1987). Titik beku larutan yaitu temperatur pada saat larutan setimbang dengan pelarut padatannya. Larutan akan membeku pada temperatur lebih rendah daripada pelarutnya. Alat yang biasa g ∆Tf ialah alat dari Beckam (Sukardjo, 2002). Pengertian titik beku sendiri adalah suhu pada perpotongan garis tekanan tetap pada 1 atm dengan kurva peleburan. Sedangakn titik didih adalah suhu pada perpotongan garis tekanan tetap pada 1 atm dengan kurva penguapan. Penurunan titik beku dan peningkatan titik didih, sama seperti penurunan tekanan uap sebanding dengan konsentrasi fraksi molnya (Petruci, 1987). Penurunan titik beku larutan dengan peningkatan titik didih dapat dilihat pada diagram fase dalam pelarut biasa seperti kurva pada gambar 2.2. Suatu zat terlarut bila bersifat tidak mudah menguap, maka tekanan uap dari larutan selalu lebih kecil daripada pelarut murninya. Hubungan itu dimasukkan dalam Hukum Rault, yang menyatakan bahwa tekanan uap suatu komponen yang menguap dalam larutan sama dengan tekanan uap yang menguap murni yang dikalikan dengan fraksi mol komponen yang menguap dalam larutan pada suhu yang sama (Chang, 2004).
Gambar 2.2 Penurunan titik beku dan peningkatan titik didih larutan (Chang, 2004). Penurunan titik beku larutan dapat dihitung menggunakan persamaan: ΔTf = k f .m………………………………….(1) Dimana: ΔTf = penurunan titk beku k f = tetapan penurunan titik beku molal atau tetapan krioskopik m = kemolalan Dari persamaan tersebut dapat ditarik kesimpulan yaitu pada tekanan tetap, kenaikan titik didih dan penurunan titik beku suatu larutan encer berbanding lurus dengan konsentrasi massa. Larutan encer semua zat terlarut yang tidak mengion, dalam pelarut yang sama, dengan konsentrasi molal yang sama, mempunyai titik didih atau titik beku yang sama, pada tekanan yang sama (Achmad, 1996).
Penurunan tenaga bebas ini akan menurunkan kemampuan zat pelarut untuk berubah menjadi fase uap, sehingga tekanan uap pelarut dalam larutan akan lebih rendah bila dibandingkan dengan tekanan uap pelarut yang sama dalam keadaan murni. Dari uraian diatas jelas bahwa penurunan titik beku larutan ΔTf = Tf º – Tf …………………..…………………………… (2) Besarnya tergantung pada fraksi mol pelarut. Karena fraksi mol zat terlarut X 1 : menurut persamaan X = 1- X1 ΔTf dapat dinyatakan sebagai X1 berikut: 0 2 ΔTf = (R(T f ) /Δf ) X1 …………………………………….. (3) D Δf adalah panas pencairan pelarut. Jika m ml zat terlarut ke dalam1000 gram zat pelarut, maka di dapat larutan dengan molarutas m. sehingga larutan tersebut mempunyai fraksi mol zat terlarut sebesar X1 = m / [(1000/M)+ ] ..………………….,…………… ..(4) Dimana M adalah berat molekul zat pelarut. Untuk larutan encer m mendekati 0 (nol), maka X1 = mM/1000, sehingga penurunan titik beku larutan dapat di tulis : 0 2 ΔTf = (R(T f ) Mm)/1000 Δf ………………………… ..(5) 0 2 Bila di substitusikan : K f = (R(T f ) M)/1000Δf kedalam persamaan (5), maka akan diperoleh persamaan yang sederhana, yaitu: ΔTf = k f .m………………………………………………. .(6) Dari X1 = mM/1000 di atas didapat m = 1000 X1 / M Sedangkan X1= m1 / (m1 + m) = (W1 / M1) / {(W1 / M1 + W/M)}…………..(7) W1 = berat zat terlarut M1 = BM zat terlarut W = berat pelarut Oleh karena larutan encer, maka (W1 / M1) >>(W /M) , sehingga diperoleh persamaan : X1 = (W1. M) / (W.M1) ΔTf = (1000 / k f ) / M1 x (W1 /W) Rumus untuk menghitung harga kf adalah : k f = (W.M1.ΔTf ) / (1000 W1) sedangkan runus untuk menghitung BM zat terlarurt : M1 = (1000 k f )/ ΔTf x (W1/W) (Tim kimia fisik, 2014).
BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat - Baeker glass - Termometer alkohol - Pengaduk - Pipet volume - Gelas ukur 3.1.2 Bahan - Es - Air - Garam - Asam cuka glasial - Naftalen 3.2 Skema Kerja a. Titik beku asam cuka Asam cuka 20 mL
- dimasukkan kedalam gelas beaker A - diukur dan dicatat suhu awal - dimasukkan ke dalam gelas beaker B yang sudah diisi es, garam dan gelas beaker C diisi air - diukur suhunya sampai konstan - dicatat suhu yang diperoleh - dicairkan kembali Hasil b. Titik beku Naftalen Naftalen 2 gram - ditambahkan kedalam gelas beaker A - dilarutkan, diukur dan dicatat suhu awal - dimasukkan ke dalam gelas beaker B yang sudah diisi es, garam dan gelas beaker C diisi air - diukur suhunya sampai konstan - dicatat suhu yang diperoleh - dicairkan kembali Hasil
c. Titik beku zat X Zat X 2 gram - ditambahkan kedalam gelas beaker A - dilarutkan, diukur dan dicatat suhu awal - dimasukkan ke dalam gelas beaker B yang sudah diisi es, garam dan gelas beaker C diisi air - diukur suhunya sampai konstan - dicatat suhu yang diperoleh - dicairkan kembali Hasil
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil 4.1.1 Suhu awal
Bahan Asam cuka Naftalen Zat X
Suhu awal o 27 C o 26 C o 25 C
4.1.2 Asam cuka Waktu 1 2 3 4 5 6
Suhu o 24 C o 21 C o 18 C o 17 C o 17 C o 17 C
4.1.3 Asam cuka + Naftalen Waktu 1 2 3
Suhu o 20 C o 14 C o 14 C
4
14 C
o
4.1.4 Asam cuka + Naftalen + Zat X Waktu 1 2 3 4 5
Suhu o 17 C o 13 C o 12 C o 12 C o 12 C
4.1.5 Grafik penurunan titik beku larutan
Grafik penurunan titik beku asam cuka 30
y = -1.3714x + 23.8 R² = 0.7837
25 ) C ( u h u s
20 15
Series1
10
Linear (Series1)
5 0 0
2
4
6
8
Waktu (menit)
Grafik penurunan titik beku asam cuka + naftalent y = -3x + 26.6 R² = 0.7813
30 25 ) C ( u h u s
20 15
Series1
10
Linear (Series1)
5 0 0
2
4 waktu (menit)
6
Grafik penurunan titik beku larutan asam cuka + naftalent + zat X 20 y = -1.1x + 16.5 R² = 0.6436
15 ) C ( u h u s
10
Series1
5
Linear (Series1)
0 0
2
4
6
Waktu (menit)
4.2 Pembahasan Titik beku adalah temperatur tetap dimana suatu zat tepat mengalami perubahan wujud dari cair ke padat. Setiap zat yang mengalami pembekuan memiliki tekanan 1 atm. Penambahan zat terlarut nonvolatil ke dalam suatu pelarut menyebabkan terjadinya penurunan titik beku. Percobaan penentuan titik beku larutan dilakukan untuk menentukan harga tetapan penurunan titik beku ( ∆Tf ) suatu pelarut murni dan menentukan berat molekul zat X. Asam cuka glasial yang digunakan sebagai pelarut murni akan membeku dan zat terlarut seperti naftalen dan zat X tidak akan membeku ketika larutan tersebut mengalami pembekuan.
Pertama asam asetat glasial dimasukkan kedalam gelas beaker A, gelas beaker B diisi es batu dan garam dan gelas beaker C diisi air dan dimasukkan kedalam gelas beaker B. Kemudian o mengukur suhu awal asam asetat yakni sebesar 27 C. Setelah itu dimasukkan kedalam gelas beaker C dan diukur suhu asam asetat sampai konstan. Suhu asam asetat yang diperoleh yaitu o o o o 24 C, 21 C,18 C dan konstan pada suhu 17 C (asam asetat membeku). o
Tahap kedua mengukur suhu awal asam asetat dan naftalen yakni sebesar 26 C. Setelah itu dimasukkan kedalam gelas beaker C dan diukur suhunya sampai konstan. Suhu yang diperoleh o o o yaitu 26 C, 20 C dan konstan pada suhu 14 C (asam asetat dan naftalen membeku). Naftalen pada percobaan ini berfungsi untuk menurunkan energi bebas dari pelarut, sehingga kemampuan pelarut untuk berubah menjadi fase uapnya akan menurun pula. Tekanan uap pelarut dalam larutan akan lebih rendah bila dibandingkan dengan tekanan uap pelarut yang sama dalam keadaan murni. Penurunan tekanan uap sebanding dengan penurunan titik beku. Jadi jika tekanan uapnya turun maka perubahan titik beku juga akan turun, dan sebaliknya. Titik beku mengalami penurunan setelah ditambahkan naftalen dapat dibuktikan melalui data yang diperoleh dari hasil o percobaan, pada menit keenem asam asetat murni konstan pada 17 C sedangkan asam asetat dan o naftalen konstan pada 14 C.
o
Tahap ketiga mengukur suhu awal asam asetat, naftalen dan zat X yakni sebesar 25 C. Setelah itu dimasukkan kedalam gelas beaker C dan diukur suhunya sampai konstan. Suhu yang o o o diperoleh yaitu 17 C, 13 C dan konstan pada suhu 12 C (asam asetat, naftalen dan zat X membeku). Suhu larutan juga mengalami penurunan ketika ditambahkan zat X terjadi yaitu o o o menurun dari 17 C dan 14 C menjadi 12 C. Sehingga dapat disimpulkan bahwa zat X juga berfungsi sebagai penurun titik beku larutan. Berdasarkan grafik yang didapat pada percobaan ini, semakin lama waktunya maka suhunya akan semakin turun. Zat X yang digunakan dalam praktikum ini berupa kristal garam, dari perhitungan -1 diperoleh berat molekulnya sebesar 76,85 g mol . Berdasarkan literatur, nilai dari berat molekul zat X yang diperoleh mendekati nilai berat molekul salah satu jenis garam yaitu garam KCl.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini yaitu: Proses terjadinya penurunan titik beku dikarenakan adanya perubahan dari tekanan uap, yang diakibatkan oleh masuknya suatu zat terlarut lain maka titik bekunya berubah. Penambahan zat terlarut pada suatu pelarut murni akan menyebabkan turunnya suhu titik beku dari pelarut murni tersebut. Sehingga larutan akan memiliki titik beku lebih rendah dibandingkan titik beku -1 pelarut murni. K f asam asetat yang diperoleh sebesar 4,03 g mol K dan berat molekul dari zat X sebesar 76,85 g/mol yang merupakan salah satu jenis garam KCl. 5.2 Saran Saran untuk praktikum ini yaitu: Praktikan harus berhati-hati dengan bahan dan alat yang digunakan, lebih menguasai materi dan langkah kerja yang akan dilakukan. Praktikan juga harus lebih memperhatikan asisten saat menjelaskan tentang pratikum yang akan dilakukan supaya tidak terjadi kesalahan saat praktikum dan harus selalu menjaga kebersihan meja praktikum.
DAFTA PUSTAKA
Achmad, Hiskia. 1996. Kimia Larutan. Bandung : PT Citra Aditya Bhakti Chang, Raymond. 2004. Kmia Dasar Konsep-Konsep Inti. Jakarta: Erlangga Petruci, Ralph M. 1987. Kimia Dasar, Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta: Erlangga Purba, Michael. 1987. Kimia Dasar . Jakarta: Erlangga Sciencelab. 2014. http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9922769 [diakses pada 22 September 2014] Sciencelab. 2014. http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927671 [diakses pada 22 September 2014] Sciencelab. 2014. http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927593 [diakses pada 22 September 2014] Sciencelab. 2014. http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927321 [diakses pada 22 September 2014] Sukardjo. 2002. Kimia Fisika. Yogyakarta: Rineka Cipta Tim kimia fisik. 2014. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Fisik II . Jember : FMIPA
LAMPIRAN 1. Penentuan nilai K f
T°f asam cuka = 17°C = 290 K T°f naphtalen = 14°C = 287 K ΔTf 1 = T°f asam cuka - T°f naphtalen = 290 K – 287 K = 3 K
2. Penentuan Mr zat X
T°f asam cuka = 17°C = 290 K T°f zat X
o
= 12 C = 285 K
ΔTf 2 = T°f asam cuka - T°f zat X = 290 K – 285 K = 5 K ΔTf total = ΔTf 2 + ΔTf 1 =5K+3K=8K
{ ( )}
)} ( ) { (
8K= 8 K = 192,08
+3,001 4,999 = 384,16 = 76,85 gr/mol 8K=