LAPORAN PENDAHULUAN ULKUS DIABETIKUM
I. Konsep Kebutuhan Ulkus Diabetikum 1.1 Definisi Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolism lemak dan protein ( Askandar, 2000 ). Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2001). Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM penyakit DM dengan neuropati perifer , (Andyagreeni, 2010). Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah 2005). Ulkus kaki Diabetes kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas akibat Diabetes Melitus. Melitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius akibat Diabetes akibat Diabetes,, (Andyagreeni, 2010). Klasifikasi Diabetes Melitus dari National Diabetus Data Group: Classification and Diagnosis of Diabetes Melitus and Other Categories of Glucosa Intolerance: 1. Klasifikasi Klinis a. Diabetes Melitus 1) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I 2)Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami obesitas , dan DMTTI dengan obesitas) b. Gangguan Toleransi Toleransi Glukosa (GTG) c. Diabetes Kehamilan (GDM) 2. Klasifikasi risiko statistik a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa b. Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa
1.2 Fisiologi sistem Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar, pankreas, adenohipofisis dan adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi makanan diintestin dialirkan ke hepar melalui vena porta, sebagian glukosa akan disimpan sebagai glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di vena porta lebih tinggi daripada vena hepatica, setelah absorsi selesai gliogen hepar dipecah lagi menjadi glukosa, sehingga kadar glukosa di vena hepatica lebih tinggi dari vena porta. Jadi hepar berperan sebagai glukostat. Pada keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk mempertahankan kadar glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar terganggu akan mudah terjadi hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran insulin dan glucagon sangat penting pada metabolisme karbonhidrat. Glukagon menyebabkan glikogenolisis dengan merangsang adenilsiklase, enzim yang dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase. Enzim fosforilase penting untuk gliogenolisis. Bila cadangan glikogen hepar menurun maka glukoneogenesis akan lebih aktif. Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis beberapa hormon antara lain : 1.2.1 Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin. Kerja insulin yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah dengan cara membantu glukosa darah masuk kedalam sel. 1.2.1.1 Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans. 1.2.1.2 Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin. 1.2.1.3 Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal. 1.2.1.4 Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. 1.2.2Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growth hormone membentuk suatu mekanisme counfer-regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia akibat pengaruh insulin. 1.3 Etiologi Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari diabetes melitus adalah: 1.3.1 Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI) 1.3.1.1 Faktor genetic Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya. 1.3.1.2 Faktor imunologi Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. 1.3.1.3 Faktor lingkungan Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pankreas. 1.3.2 Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptorreseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah: 1.3.2.1 Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun) 1.3.2.2 Obesitas 1.3.2.3 Riwayat keluarga 1.3.2.4 Kelompok etnik 1.3.3 Diabetes dengan Ulkus 1.3.3.1 Faktor endogen: a. Neuropati: Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler
b. Angiopati Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain. c. Iskemia Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan aliran darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan memperberat timbulnya gangrene yang luas. Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor: 1) Adanya hormone aterogenik 2) Merokok 3) Hiperlipidemia Manifestasi kaki diabetes iskemia: 1) Kaki dingin 2) Nyeri nocturnal 3) Tidak terabanya denyut nadi 4) Adanya pemucatan ekstrimitas inferior 5) Kulit mengkilap 6) Hilangnya rambut dari jari kaki 7) Penebalan kuku 8) Gangrene kecil atau luas. 1.2.3.2 Faktor eksogen a. Trauma b. Infeksi 1.4 Manifestasi Klinis 1.4.1 Diabetes Tipe I 1.4.1.1 hiperglikemia berpuasa 1.4.1.2 glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia 1.4.1.3 keletihan dan kelemahan 1.4.1.4 ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian) 1.4.2 Diabetes Tipe II 1.4.2.1 lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif 1.4.2.2 gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur 1.4.2.3 komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer) 1.4.3 Ulkus Diabetikum Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian
distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu : 1.4.3.1 Pain (nyeri) 1.4.3.2 Paleness (kepucatan) 1.4.3.3 Paresthesia (kesemutan) 1.4.3.4 Pulselessness (denyut nadi hilang) 1.4.3.5 Paralysis (lumpuh). Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine: a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan). b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat. d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus). Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut dan kronik : 1. Komplikasi akut Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa darah. a. Hipoglikemia. b. Ketoasidosis diabetic (DKA) c. sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK). 2. Komplikasi kronik Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan. a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner, vaskular perifer dan vaskular selebral. b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular. c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki. d. Ulkus/gangren Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain: 1) Grade 0 : tidak ada luka 2) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit 3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang 4) Grade III : terjadi abses 5) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal 6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungka
1.5 Patofisiologi Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009). II Rencana Asuhan Klien 2.1 Pengkajian Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes melitus : 2.1.1 Aktivitas dan istirahat : Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma 2.1.2 Sirkulasi Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung. 2.1.3 Eliminasi Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat. 2.1.4 Nutrisi Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah. 2.1.5 Neurosensori Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung. 2.1.6 Nyeri Pembengkakan perut, meringis.
2.1.7 Respirasi Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas. 2.1.8 Keamanan Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum. 2.1.9 Seksualitas Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. Pemeriksaan Penunjang 2.1.1 Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena, serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi 2.1.2 Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180% maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang populer: carik celup memakai GOD. 2.1.3 Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat tidak terdeteksi 2.1.4 Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol, HDL, LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet cellantibody 2.3 Diagnosa Keperawatan 2.2.2Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis. 2.2.3 Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati) 2.2.6 Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya 2.3 Perencanaan No Diagnosa NOC NIC 1.
Ketidakseimba ngan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd ketidakmampua n tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, klien menunjukan status nutrisi adekuat dibuktikan dengan BB stabil tidak terjadi mal nutrisi, tingkat energi adekuat, masukan nutrisi adekuat
Manajemen Nutrisi .kaji pola makan klien .Kaji adanya alergi makanan. .Kaji makanan yang disukai oleh klien. .Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan .Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya. .Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi. .Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien. Monitor Nutrisi .Monitor BB setiap hari jika memungkinkan. .Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan. .Monitor lingkungan selama makan. .Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan. .Monitor adanya mual muntah. .Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb. .Monitor intake nutrisi dan kalori. 2.
Defisit self Setelah dilakukan careb/d asuhan keperawatan, penyakitnya klien mampu Perawatan diri Self care :Activity Daly Living (ADL) dengan indicator : Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari (makan, berpakaian, kebersihan, toileting, ambulasi) Kebersihan diri pasien terpenuhi
Bantuan perawatan diri 1.Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri 2.Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan 3.Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri 4.Menganjurkan keluarga untuk memenuhi kebutuhannya. 5.Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya 6.Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin 7.Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. 8. Anjurkan pasien untuk memakai alat pelindung kaki 8.Berikan reinforcement atas usaha yang dilakukan dalam melakukan perawatan diri sehari hari.
III.Daftar Pustaka Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit RGC, Jakarta. Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby. Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby. NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2004. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Teguh, Subianto. (2009). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus. [ serial Online] cited 22 Maret 2012], avaible from URL: http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/06/asuhan-keperawatan-diabetesmellitus.htmlhttp://www.hyves.web.id/askep-diabetes-melitus/ Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga
Preseptor akademik,
Banjarmasin, Maret 2017 Preseptor klinik,
(
(
)
)