RANGKAIAN EVALUASI SECARA KIMIA TERHADAP KAIN TEKSTIL
I.
Maksud dan Tujuan
Maksud: Maksud: melaksanakan serangkaian pengujian secara kimia terhadap bahan kain. Pengujian yang dilakukan meliputi :
-
Ketahanan permukaan terhadap pembasahan
-
Ketahanan daya serap kain cara uji tetes
-
Ketahanan air cara hujan (Bundessman) (Bundessma n)
-
Ketahanan kain terhadap api
-
Ketahanan luntur warna terhadap pencucian
-
Ketahanan luntur warna terhadap keringat
-
Ketahanan luntur warna terhadap gosokan
-
Kestabilan dimensi kain
-
Daya serap kain berbulu (uji keranjang)
-
Daya serap bahan tekstil
Tujuan: mengetahui hal-hal yang dapat mempengaruhi tingkat ketahanan tiap kain untuk seluruh pengujian yang dilakukan. Tingkat ketahanan ini dilihat dan diamati dari nilai yang didapat saat pengujian dilakukan. Kemudian, dilakukan evaluasi yang dilakukan sesuai dengan standar SNI.
II.
Teori Dasar Pendahuluan Evaluasi terhadap kain tekstil dapat dilakukan secara kimia maupun secara fisika. Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian secara kimia, dimana yang diujikan adalah seperti maksud diatas. Pengujian ini dilakukan untuk mengevaluasi dan mengetahui tingkat ketahanan dari suatu bahan sesuai dengan penerapan SNI. Penerapan SNI digunakan karena :
SNI wajib merupakan jaminan mutu
Produk yang kita uji kemungkinan memiliki daya saing internasional karena dapat diterima di pasar global
SNI bekerja sesuai dengan code of good practice
Hambatan teknis dapat dihindari
Meningkatkan transparansi pasar dan kompetisi dalam perdagangan
Adapun manfaat manfaat dari SNI sebagai sebagai berikut :
Sudah harmonisasi dengan standar internasional
Memudahkan produsen dalam pemenuhan standar mutu, kesesuaian dan sertifikasi serta menghindari pengujian berulang-ulang di berbagai Negara tujuan yang dapat menghambat akses ke pasar luar negeri
Dalam pemakaian sehari-hari baik ditinjau dari segi kepentingan konsumen maupun produsen, tahan luntur warna pada bahan tekstil mempunyai arti yang sangat penting. Ketahanan luntur warna ditinjau dari segi kepentingan konsumen meliputi bermacam-macam tahan luntur, misalnya tahan luntur terhadap sinar matahari, pencucian, gosokan dan penyetrikaan. Sedangkan dari segi kepentingan produsen misalnya untuk mengetahui pengaruh dari proses penyempurnaan terhadap kain berwarna. Dengan adanya bermacam-macam sifat ketahanan luntur zat warna, maka timbul beragam jenis pengujian yang disesuaikan dengan kondisi, dengan prinsip pengujian yang sama. Untuk mencegah timbulnya beragam penilaian yang berbeda, perlu dicantumkan standar pengujian yang dilakukan. Penilaian secara visual dilakukan dengan membandingkan perubahan yang terjadi dengan suatu standar perubahan warna. Standar yang dikenal adalah standar yang dikeluarkan ISO yaitu standar skala abu-abu untuk menilai perubahan warna contoh uji dan standar skala penodaan untuk menilai penodaan warna pada kain putih. Dalam hal ini setelah bahan di uji, maka dilakukan evaluasi. Hal ini merupakan aspek yang sangat penting dalam mengantisipasi produk oleh pembeli karena tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Standar uji yang digunakan memakai yang terbaru, berikut beberapa standar uji : SNI (Standar Nasional Internasional), Internasional), ISO ( Internasional Standars Organization), ASTM (American Society for Testing and Materials), AATCC (American Association of Textile Chemist and Colorist), ANSI (American Standars Institute), BS (British Standar), dan JIS (Japanese Industial Standars). Untuk mendapatkan hasil pengujian yang sama maka :
lebih baik dilakukan oleh beberapa pengamat
ketelitian tidak akan diperoleh jika nilai standar tidak diketahui
paham beberapa hal, nilai standar dari beberapa sifat tekstil tidak diketahui
kondisi atmosfir pengujian adalah kondisi standar yang sudah diketahui yaitu sesuai dengan (SNI 7649:2009:ISO139) : tekstil-ruangan : standar untuk pengkondisian dan pengujian. Kemudian untuk hasil pengujian tahan luntur warna biasanya dilaporkan
secara pengamatan visual. Pengukuran perubahan warna secara fisika yang dilakukan dengan bantuan kolorimetri atau spektrofotometri hanya dilakukan untuk penelitian yang membutuhkan hasil penelitian yang tepat. Penilaina tahan luntur warna dilakukan dengan melihat adanya perubahan warna asli sebagai tidak perubahan, ada sedikit perubahan, cukup berubah dan berubah sama sekali. Penilaian secara visual dilakukan dengan membandingkan perubahan warna yang terjadi dengan suatu stndar perubahan warna. Standar yang dikenal adalah standard yang dibuat oleh Society of Dyes and Colourist (SDC) di AMerika Serikat
yaitu berupa grey scale untuk perubahan warna karena kelunturan warna dan staining scale untuk perubahan warna karena penodaan warna karena penodaan pada kain putih. Standard gray scale dan staining scale digunakan untuk menilai perubahan warna yang terjadi pada pengujian tahan luntur warna terhadap pencucian, keringat, gosokan, setrika,dll. o
Gray scale Gray scale terdiri dari Sembilan pasangan standard lempeng abu-abu, setiap
pasangan mewakili perbedaan warna atau kekontrasan warna sesuai dengan penilaian tahan luntur dengan angka.pada gray scale, penilaian tahan luntur warna dan perubahan warna yang sesuai, dilakukan dengan membandingkan perbedaan pada contoh yang telah diuji dengan contoh asli terhadap perbadaan standar perubahan warna yang digambarkan oleh gray scale dan dinyatakan dengan rumus CIE lab : Rumus nilai kekhromatikan: kekhromatikan: Nilai Tahan luntur
Perbedaan warna (CIE
Toleransi untuk
warna
lab)
standar kerja (CIE lab)
5
0
+0,2
4-5
0,8
+0,2
4
1,7
+0,3
3-4
2,5
+0,3
3
3,4
+0,4
2-3
4,8
+0,5
2
6,8
+0,6
1-2
9,6
+0,7
1
13,6
+1,0
Spesifikasi kolorimetri yang tepat dari warna abu-abu standard dan perubahan warna pada gray scale. Nilai 5 berarti tidak ada perubahan dan seterusnya sampai nilai 1 yang berarti perubahan warna sangat besar. Nilai tahan luntur 5 ditunjukkan pada skala oleh dua lempeng yang identik yang diletakkan berdampingan berwarna abu-abu netral dengan reflektansi 12 + 1 persen. Perbedaan warna sama dengan nol. Bilai tahan luntur 4 – – 5 sampai 1 ditunjukkan oleh lempeng pembanding yang identik dan yang dipergunakan untuk tingkat 5, berpasangan dengan lempeng abuabu netral sama tetapi lebih muda. Perbedaan secara visual dari pasanganpasangan nilai 4, 3, 2, dan 1 adalah tingkat geotetrik dari perbedaan warna atau kekontrasan.
o
Staining scale Pada staining scale penialain penodaan warna pada kain putih di dalam
pengujian tahan luntur warna, dilakukan dengan membandingkan perbedaan warna dari kain putih yang dinodai dan kain putih yang tidak ternodai, terhadap perbedaan yang digambarkan staining scale, dan dinyatakan dengan nilai kkhromatikan adam seperti gray scale, hanya besar perbedaan warnanya berbeda. Staining Staining scale terdiri dari satu pasangan standar lempeng putih dan 8 pasang standar lempeng abu-abu dan putih, dan setiap pasang mewakili perbedaan warna atau kekontrasan warna sesuai dengan penilaian penodaan dengan angka. Nilai tahan luntur 5 ditunjukkan pada skala oleh dua lempeng yang identik yang diletakkan berdampingan, mempunyai reflektansi tidak kurang dari 85%. Perbedaan warna sama dengan nol.nilai tahan luntur 4-5 sampai 1 ditunjukkan oleh lempeng putih
pembanding
yang
identik
dengan
yang
dipergunakan
untuk
nilai
5,
berpasanagn dengan lempeng yang sama tetapi berwarna abu-abu netral. Nilai tahan luntur
Perbedaan warna (CIE
Toleransi untuk
warna
lab)
standar kerja (CIE lab)
5
0
+0,2
4-5
2,2
+0,3
4
4,3
+0,3
3-4
6,0
+0,4
3
8,5
+0,5
2-3
12,0
+0,7
2
16,9
+1,0
1-2
24,0
+1,5
1
34,1
+2,0
Hasil evaluasi tahan luntur warna terhadap angka-angka gray scale dan stining scale adalah sebagai berikut : Standar skala penodaan dan perubahan warna Nilai Tahan Luntur Warna
Evaluasi Tahan Luntur warna
5
Baik sekali
4-5
Baik
4
Baik
3-4
Cukup baik
3
Cukup
2-3
Kurang
2
Kurang
1-2
Jelek
1
Jelek
Dalam penggunaan gray scale sifat perubahan warna baik dalam corak, kecerahan, ketuaan atau kombinasinya tidak dinilai. Dasar evaluasinya adalah keseluruhan perbedaan atau kekontrasan antara contoh uji yang asli dengan yang telah dilakukan pengujian
KETAHANAN PERMUKAAN TERHADAP PEMBASAHAN SNI ISO 4920-2010 Kain Tekstil – Tekstil – Cara Cara Uji Ketahanan Permukaan Terhadap Pembasahan (Uji Siram) ISO 4920-1981
I.
Maksud dan Tujuan
Maksud: mengetahui
cara
pengujian
ketahanan
permukaan
kain
terhadap
pembasahan.
Tujuan: mengetahui ketahanan permukaan kain contoh uji terhadap air sesuai dengan ISO.
II. Teori Dasar Cara uji ini dapat digunakan pada semua jenis kain, baik yang tidak/belum ataupun yang sudah dilakukan penyempurnaan tahan air atau tolak air. dalam uji siram dipakai siraman air yang berasal dari corong dengan lubang penyiraman. Air disiramkan diatas contoh uji yang dipasang pada lingkaran penyulam dan dipasang pada kedudukan miring 45o denganbidang horisontal. Pengujian dilakukan dengan menyiramkan secara teratur 200 cm 2 air dengansuhu 22o C kedalam corong penyiram. Setelah penyiraman selesai, pemegang contoh diambil dan sisa air dibuang dengan memukul-mukulkan tepi lingkaran penyulam sebanyak enam kali pada benda keras, dengan permukaan kain mengarah pada benda keras tersebut. Pemukkulan tersebut dilakukan dalm dua posisi yaitu 3 kali pada posisi di suatu tempat pda pemegang contoh dan tiga kali pada posisi setengah lingkaran 180 o terhadp posisi pertama. Penilaian terhadap uji daya tolak air dilakukan dengan menggunakan standar penilaian uji siram. Setelah kelebihan air selesai dibuang, permukaan kain diamati secara visual dengan membandingkan peta air yang tinggal pada permukaan kain dengan peta pada standar penilaian uji siram. Penilaian uji siram bervariasi sebagai berikut :
ISO V
: Tidak ada air yang menempel atau membasahi permukaan kain.
ISO IV
: Terjadi sedikit tetesan pembasahan pada permukaan kain bagian atas.
ISO III
: Terjadi pembasahan berupa tetesan kecil terpisah.
ISO II
: Terjadi pembasahan pada sebagian daerah permukaan kain bagian atas.
ISO I
: Terjadi pembasahan pada seluruh permukaan kain bagian atas.
III. Alat dan Bahan
Alat: -
Corong kaca dengan diameter 150
-
Cincin penyangga
-
Pipa karet
-
Corong siram
-
Tiang penyangga
Bahan: -
Kain contoh uji
-
Air
Prinsip pengujian: - Jarak
antara permukaan atas corong dengan bagian bawah corong siram dalam
190 mm. -
Waktu aliran air dengan volume 250 ml yang dituangkan dari corong harus antara 25 detik dan 30 detik
-
Pemegang contoh uji, terdiri atas 2 buah lingkaran kayu atau logam yang terpasang tepat satu sama lain .
IV. Cara Kerja -
Air disiramkan pada permukaan contoh uji yang telah dipasangkan pada alat pemegang contoh uji yang ditempatkan membentuk sudut 45 0 pada alat uji siram.
-
Setelah air tersiram semua, pemegang contoh uji yang berisi contoh uji diketukan 2 kali.
V. Data Percobaan Contoh uji 1 dan 2 saat disiram terjadi pembasahan pada permukaan yang disiram berbentuk area kecil terpisah-pisah.
VI. Diskusi Dalam pengujian uji siram ini terdapat beberapa hal yang dapat di diskusikan antara lain adalah pada saat melakukan pengujian kain harus dalam keadaan rapih tanpa terdapat lipatan. Apabila terdapat lipatan maka harus dirapikan terlebih dahulu dengan cara
disetrika. Kemudian kain dapat dilakukan pengujian. Setelah penyiraman selesai maka kain yang berada dalam pamidangan diketukkan sebanyak 2 kali dengan kekuatan ketukan yang sama sehingga pada saat evaluasi mendapatkan hasil yang sesuai. Kemudian permukaan kain dilihat secara visual dan disamakan dengan penilain menurut SNI atau pun ISO.pengujian dilakukan sebanyak 2 kali. Pada hasil penilaian, penilaian tidak dirata-ratakan. Namun hanya diambil dengan yang mendekatinya saja. Sehingga pada saat memberikan keputusan dalam penilaian contoh kain harus diamati secara teliti.
VII. Kesimpulan Pada contoh kain mendapatkan hasil uji siram ISO II, yang artinya terjadi pembasahan pada sebagian daerah permukaan kain bagian atas.
LAMPIRAN
HASIL
PEMBASAHAN
PENGUJIAN
KETAHANAN
PERMUKAAN
TERHADAP
PENGUJIAN DAYA SERAP KAIN CARA TETES (SNI ISO 08-0279-1989)
I.
Maksud dan Tujuan
Maksud : Melakukan pengujian daya serap kain tidak berbulu (rajut)
Tujuan
: Untuk mengetahui kemampuan kain menyerap air melalui waktu serap kain.
II.
Teori Dasar Standar ini meliputi cara uji daya serap bahan tekstil. Daya serap adalah satu faktor yang menentukan kegunaan kain untuk tujuan tertentu misalnya kain pembalut atau handuk. Cara uji perlu dilakukan untuk kain-kain yang akan dicelup karena kerataan hasil pencelupannya bergantung pada daya serap kain. Demikian pula untuk kain yang akan dikerjakan dengan resin atau zat-zat penyempurnaan lain, daya serap merupakan suatu faktor yang harus dipertimbangkan. Daya basah atau daya serap bahan tekstil yang berupa kain tenun maupun benang dapat ditentukan dengan cara ini. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kecepatan pembasahan (welting time) yang dikenal dengan dua macam cara yaitu : •
Uji tetes dilakukan pada permukaan kain yang rata dan halus.
•
Uji keranjang dilakukan pada permuaan kain yang rata dan halus. Pada prinsipnya kedua pengujian ini adalah sama yaitu untuk mengetahui
kecepatan pembasahan dari contoh uji. Perbedaannya terletak pada kasar atau tidaknya permukaan contoh uji. Prinsip uji tetes adalah menghitung waktu dari air yang diteteskan pada permukaan kain yang dipasang tegang sampai air tersebut hilang terserap. Yang dimaksud dengan waktu pembasahan adalah waktu dari saat air diteteskan hingga air hilang terserap. Daya serap adalah salah satu faktor yang menentukan kegunaan dan untuk tujuan tertentu misalnya kain pembalut, kain handuk dan lainlain. Beberapa kain harus mempunyai kemampuan untuk menyerap air atau cairan secara cepat atau mudah terbasahi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembasahan kain : •
Bila setetes air dijatuhkan pada permukaan dari tiga jenis benda padat yang rata, maka tiga jenis benda tersebut mungkin berbentuk bulat, pipih atau antara bulat
dan pipih. Karena sifat air, kondisi tekanan air pada ketiga permukaan benda padat berbeda. •
Permukaan benda padat dimana tetesan air akan membentuk bola menunjukkan sudut kontak yang tinggi, dan akan cenderung menggelinding meninggalkan permukaan benda padat dalam keadaan kering. Semakin kecil sudut kontak semakin mudah tetesan air menyebar keseluruh permukaan benda padat dan membasahi benda padat tersebut.
Percobaan oleh Cassie menunjukan bahwa bahan yang tahan air akan memberikan diatas
sudut kontak tinggi. Sudut kontak yang tinggi akan terjadi pada air
suatu permukaan yang kering dan sudut kontak tersebut akan mengacil
apabila cairan makin berkurang , permukaan menjadi basah. Bahan tekstil merupakan suatu bahan yang bersifat higroskopik yaitu suatu bahan yang menyerap air. Dalam penggunaannya beberapa kain harus mempunyai kemampuan untuk menyerap air atau cairan secara cepat atau mudah dibasahi, misalnya kain handuk, kain pembalut, kapas pembalut dan sebagainya. Dalam hal membasahi kain biasanya menyangkut soal lamanya kain dapat terbasahi atau lamanya waktu pembasahan. Peristiwa pembasahan kain dan bagaimana kain dapat terbasahi merupakan masalah. Kemampuan kain dalam menyerap air sangat ditentukan struktur molekuk serat – serat penyusun benang dari kain yang besangkutan. Makin banyak bagian yang amorf dari suatu serat, maka gugus hidroksil akan makin banyak. Sehingga kemampuan untuk mengikat senyawa air akan makin dominan. Selain itu juga penyerapan air dipengaruhi oleh kontuksi benang penyusun kain yang bersangkutan. Bila benang penyusun kain tersebut diberi antihan yang tinggi, maka kemampuan benang tersebut untuk menyerap air akan rendah.
III.
Alat dan Bahan 3.1. Alat a.
Simpai bordir dengan diameter 150 mm atau lebih
b.
Buret, dengan 15-25 tetesan air tiap miliiter
c.
Stopwatch
3.2. Bahan a. Sepotong kain yang cukup untuk dipasang rata pada simpai bordir. b. Air suling
IV.
Cara Kerja 1.
Kain dipasang pada simpai bordir sehingga permukaan kain bebas dari kerutankerutan tetapi tanpa mengubah struktur kain;
2.
Simpai bordir tersebut diletakkan dibawah buret dengan jarak 10 ± 1 mm dari ujung buret. Air diteteskan setets demi setetes pada permukaan kain;
3.
Mengukur waktu yang diperlukan hingga pantulan cahaya tetesan hilang menggunakan stopwatch. Ketika tetesan air hilang seluruhnya dan meninggalkan bulatan basah yang suram. Saat itu stopwatch dihentikan dan waktu yang berlangsung dicatat. Jika waktu basah melebihi 60 detik, pengukuran waktu dihentikan dan waktu basah dilaporkan 60 + detik;
4.
V.
Pengujian dilakukan 5 kali.
Data Percobaan
Percobaan
Waktu serap
Percobaan 1
<1 detik
Percobaan 2
<1 detik
Percobaan 3
<1 detik
Percobaan 4
<1 detik
Percobaan 5
<1 detik Rata-rata
VI.
<1 detik
Diskusi Dari ke 5 posisi yang berbeda pada titik jatuhnya air dapat diketahui waktu rata-ratanya yaitu <1 detik artinya menunjukan contoh uji memiliki daya serap yang angat baik terhadap air, Pada percobaan yang dilakukan air dikatakan terserap oleh kain apabila tidak ada cahaya yang terpantul oleh aur pada permukaan kain yang berarti air telah benar-benar masuk atau terserap oleh kain. Kemampuan kain dalam menyerap air dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah konstruksi kain itu sendiri yang meliputi tetal benang, nomer benang yang digunakan. Selain itu adanya proses penyempurnaan pada kain akan mempengaruhi daya serap kain terhadap air. Apalagi jika kain tersebut mengalami
proses penyempurnaan khusus seperti penyempurnaan tolak air atau tahan air, sehingga kain tersebut akan sulit untuk menyerap air.
VII.
Kesimpulan Jadi, berdasarkan hasil pengujian, kain tenun memiliki daya serap yang kurang baik karena memiliki waktu penyerapan sebesar <1 detik.
Lampiran Pengujian Daya Serap Kain Cara Uji Tetes
DAYA TOLAK AIR KAIN (ALAT UJI BUNDESMAN) SNI 08 – 0278 – 1989
I.
Maksud dan Tujuan
Maksud: mengetahui cara pengujian tolak air dengan cara Bundesmann.
Tujuan: mengetahui ketahanan kain terhadap air.
II. Teori Dasar Dalam hubungan antara air dan kain, banyak istilah yang kadang-kadang membingungkan, misalnya istilah storm-proof dan shower-proof pada jas hujan. Oleh karena itu sebelum dilakukan pengujian cara uji tahan air atau tolak air perlu dibicarakan mengenai beberapa istilah dan definisi berikut ini:
Proses tahan hujan (shower-proof)
Ialah proses untuk memperlambat daya serap dan daya penetrasi air dengan sifat kainnya yang tetap tembus udara dan umumnya dilakukan dengan pemulihan jenis serat dan konstruksi kain tertentu. Cara ini dimaksudkan untuk menentukan daya tolak air suatu kain. Cara ini terutama dipergunakan untuk kain-kain yang mempunyai daya tolak air tetapi masih tembus udara. Kain dipasang pada 4 buah tabung yang dipasang tepat di bawah curahan air hujan buatan. Air hujan buatan disiramkan dari lubang-lubang penyiram air. Air yang menembus kain ditampung dalam tabung dan jumlah air yang tertampung diukur, begitu pula air yang tertampung di atas kain diukur jumlahnya. Penyiraman air hujan dipasang sejarak 150 cm dari keempat tabung yang dipasang pada alas yang berputar dengan kecepatan 5 putaran per menit. Pada saat kain yang dipasang pada tabung diputar di bawah curahan air hujan buatan, alat penghapus yang berada di dalam tabung akan menggosok kain bagian dalam untuk meniru gosokan mekanis yang ditimbulkan oleh pemakai jas hujan dalam pemakaian yang sebetulnya. Gerakan menggosok kain ini akan membantu penetrasi air ke dalam kain. Air yang dipergunakan untuk pengujian harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Suhu air tidak boleh kurang dari 25 oC dan tidak lebih dari 29 oC.
pH air tidak boleh kurang dari 6,0 dan tidak lebih dari 8,0.
Kecepatan aliran air hujan tidak boleh dari 62 ml per menit per tabung dan tidak lebih dari 68 ml per menit per tabung. Sifat khusus dari kain yang dipakai untuk jas hujan, tutup mobil, atau tenda adalah kemampuan kain tersebut untuk menolak air atau sebaliknya air tidak dapat menembus kain yang digunakan untuk kantong air. Air dapat menembus kain melalui tiga cara yaitu :
1. Oleh pembasahan kain,diikuti sifat kapiler yang membawa air menembus kain. 2. Oleh tekanan air yang menekannya melalui rongga-rongga pada kain 3. Oleh kombinasi kedua cara tersebut diatas Jika kain dibuat sedemikin rapat sehingga tidak ada rongga - rongga diantara benang-benang. Kain masih mungkin tembus air jika air dapat membasahi kain. Hal ini terjadi pada kain kanvas dari kapas yang ditenun sangat rapat. Apabila kain tenun biasa dibuat dari serat yang diproses kimia sehingga tidak dapat dibasahi oleh air, maka air akan menggelincir dipermukaan kain tanpa menembusnya, tetapi jika air terkumpul dipemukaan kain dengan ketebalan tertentu atau air menetesi kain dengan tekanan yang lebih kuat, air akan menembus kain melalui rongga-rongga pada kain. Hal ini terjadi pada kain yang disebut kain tahan gerimis. Agar kain benar-benar tidak ditembus air, kain harus dilapisi dengan pelapis yang tidak tembus air, misalnya untuk jas hujan, kain dilapisi karet, atau untuk terpal dilapisi sejenis tertentu. Kain yang diberi pelapis juga bersifat tidak tembus udara, sehingga tidak nyaman dipakai. Untuk pakaian biasa diperlukan sifat tahan air cukup namun masih bersifat tembus udara dan uap air. Uraian diatas menunjukan perbedaan sifat kedap air ( water proof ), tahan air (water resistance) dan tolak air ( water repellent ). Kain kedap air adalah kain yang dilapisi dengan zat tidak tembus air sehingga juga tidak tembus udara. Tahan air adalah sifat kain untuk mencegah pembasahan dan tembus air, tetapi masih bersifat tembus udara. Tetapi masih bersifat tembus udara. Tolak air adalah sifat serat,benang atau benang atau kain yang menolak pembasahan air. Kain dapat bersifat tolak air dapat ditembus udara dan uap air dan masih mungkin ditembus air dengan tekanan, misalnya tetesan air hujan yang cukup lebat. Walaupun terdapat hubungan antara tolak air dan tahan air, untuk tujuan masing-masing diperlukan pengujian yang berbeda, yaitu uji siram untuk menilai tolak air, uji hujan untuk menilai tahan air dan uji hidrostatik untuk menilai kedap air. Cara ini dimaksudkan untuk menentukan daya tolak air suatu kain. Cara ini terutama dipergunakan untuk kain-kain yang mempunyai daya tolak air tetapi masih tembus udara. Penyiraman air hujan dipasang sejauh 150 cm dari kempat tabung yang dipasang pada alas yang berputar dengan kecepatan 5 putaran per menit. Pada saat kain yang dipasang pada tabung berputar dibawah curahan air hujan buatan, alat penghapus yang berada didalam tabung akan menggosok kain bagian dalam untuk meniru gosokan mekanis yang ditimbulkan oleh
pemakai jas hujan didalam pemakaian sebenarnya. Gerakan menggosok kain ini akan membantu penetrasi air kedalam kain. Setelah curah hujan disiramkan selama 10 menit, penyiraman dihentikan dan contoh uji diambil secara hati-hati untuk penilaian hal-hal sebagai berikut : 1.
Penetrasi air Air yang tertampung di dalam tabung diukur jumlahnya dan volume rata-rata diperhitungkan sebagai ketelitian 1 ml.
2.
Penyerapan Dari berat contoh uji sebelum dan sesudah pengujian dapat diukur banyaknya air yang tertinggal pada setiap contoh uji dan diperhitungkan sebagai % air yang terserap oleh kain.
3.
KondisiPengujian Untuk mendapatkan hasil uji yang serba sama dan dapat diulang-ulang, maka perlu dicatat kondisi pengujian berikut ini:
Suhu air hujan buatan yaitu 18-20o C.
pH air 6-8
Kecepatan siraman air = 62-68 ml/menit untuk setiap tabung
Tetesan air yang jatuh harus sama besar dengan berat rata-rata antara 0,075 ± 0,005 g Sebelum pengujian contoh uji dikondisikan didalam atmosfir standar
selama 24 jam, kemudian ditimbang didalam botol timbang. Menurut Baxser dan Cassie, kekuatan air hujan dari alat jenis Bundesmann adalah 5,8 kali tembusan awan, 91 kali kekuatan tetesan hujan lewat, 480 kali tetesan hujan biasa dan 21000 kali kekuatan hujan ringan.
III. Alat dan Bahan Alat
Bundesmann Rain Tester
Pemotong contoh uji berbentuk lingkaran
Alat pemutar contoh uji untuk menghilangkan tetesan-tetesan air di permukaan contoh uji.
Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram.
Bahan
Kain contoh uji
IV. Cara Kerja 1.
Rangkaian tabung-tabung pemegang contoh uji tanpa contoh uji dipasang pada alat. Tutup penahan siraman air masih menutup dan kran air dibuka, jalankan
motor pemutar tabung contoh uji, buka tutup penahan siraman air selama 10 menit, kemudian tutup kembali. Dengan membuka kran pada tabung pemegang contoh uji, ukur jumlah air yang tertampung pada masing-masing pemegang contoh uji dengan gelas ukur sampai mililiter terdekat. Ulangi pekrjaan tersebut dengan mengatur kran tekanan air sehingga jumlah air yang tertampung dalam tabung pemegang contoh uji 62-68 ml/menit/tabung; 2.
Masing-masing contoh uji yang telah dikondisikan dalam ruangan standar pengujian ditimbang sampai miligram terdekat;
3.
Setelah air dalam masing-masing tabung pemegang contoh uji dikeluarkan, tutup kembali kran pada tabung tersebut. Contoh uji dipasang pada tabung pemegang contoh uji sehingga tidak terdapat kerutan-kerutan pada permukaan contoh uji;
4.
Penahan siraman air masih menutup, pasang rangkaian pemegang contoh uji dengan contoh ujinya pada alat;
5.
Motor pemutar rangkaian tabung pemegang contoh uji dijalankan, kemudian buka tutup penahan siraman air, sehingga air menyirami contoh uji yang berputar selama 10 menit dan tutup kembali;
6.
Motor dimatikan, rangkaian pemegang contoh uji diambil;
7.
Masing-masing contoh uji diambil dari tabung pemegangcontoh uji, pasang pada alat pemutar contoh uji untuk menghilangkan tetesan-tetesan air pada permukaan contoh uji. Timbang berat contoh uji tersebut sampai miligram tersebut;
8.
Dengan membuka kran pada tabung pemegang contoh uji, ukur jumlah air yang tertampung pada masing-masing pemegang contoh uji dengan gelas ukur sampai mililiter terdekat. Jumlah air yang tertampung tersebut adalah jumlah air yang menembus contoh uji selama 10 menit.
Evaluasi Perambesan
o
Jumlah air yang tertampung dalam tabung (ada 4 tabung) dirata-ratakan dan hasilnya dibulatkan sampai 1 ml.
Penyerapan
ℎ−
o
% penyerapan =
o
% penyerapan adalah harga persen penyerapan rata-rata dari 4 contoh uji.
V. Data Percobaan Berat awal
= 3,70 gram
Berat akhir
= 7,83 gram
%penyerapan =
ℎ−
100%
100%
=
7,83−3,7 7,83
100%
= 52,74% VI. Diskusi Dalam melakukan pengujian daya tolak air kain cara Bundesmen adalah dengan menghujani contoh uji selama 10 menit dengan putaran dan penghujanan yang telah diatur. Kain contoh uji yang digunakan berbentuk bulat dengan diameter ±14 cm, awal mula ditimbang terlebih dahulu dan setelah pengujian pun dilakukan penimbangan kembali. Dari pengujian ini didapatkan hasil yaitu nilai % penyerapan, artinya kita dapat mengetahui berapa banyak air yang tela terserap oleh kain contoh uji. Dari hasil pengujian % penyerapan kain contoh uji sebesar 52,74%. Dengan nilai penyerapan sebesar itu dapat dikatakan kain memiliki daya serap yang baik, karena semakin kecil nilai penyerapan maka kain contoh uji dapat digunakan sebagai kain untuk tahan air ataupun tolak air.
VII. KESIMPULAN Nilai % penyerapan kain contoh uji yaitu sebesar 52,74%, artinya kain contoh uji dapat dikategorikan sebagai kain tahan air
LAMPIRAN HASIL PENGUJIAN DAYA TOLAK AIR DENGAN CARA BUNDESSMAN
PENGUJIAN TAHAN API (CARA VERTIKAL) SNI 0989 – 2011
I.
Maksud dan Tujuan
Maksud: mengetahui cara pengujian ketahanan api pada bahan tekstil.
Tujuan: menentukan lamanya kain tahan terhadap pembakaran.
II. Teori Dasar Di dalam berbagai proses
industri, dimana kemungkinan terjadinya bahaya
kebakaran besar sekali, sangat mutlak diperlukan adanya kain yang tahan terhadap nyala api. Begitu pula dalam kehidupan sehari-hari banyak kecelakaan terjadi karena kebakaran didalam rumah yang berasal dari hubungan pendek listrik, kompor, rokok dan lainnya. Untuk mencegah kebakaran perlu digunakan kain yang tahan terhadap nyala api untuk pakaian tidur, kain kasur, permadani, pakaian pemadam kebakaran, tekstil yang berkaitan dengan penerbangan, atau bahkan pakaian bayi . Faktor yang berpengaruh pada sifat nyala api atau tahan api adalah jenis serat dan berat kain.Struktur kain seperti kain tenun,kain rajut dan sebagainya tidak berpengaruh pada sifat nyala api dan tahan api.Sifat nyala api sebagian ditentukan oleh jenis serat yang digunakan.Serat selulosa seperti kapas linen dan rayon mudah meneruskan pembakaran.Kain wol biasanya sulit menyala;Nylon dan Poliester mengkerut dari nyala api dan sulit menyala,tetapi penyempurnaan yang membuat kain kaku memungkinkan nylon dan polyester mudah menyala. Di dalam berbagai proses
industri, dimana kemungkinan terjadinya bahaya
kebakaran besar sekali, sangat mutlak diperlukan adanya kain yang tahan terhadap nyala api . begitu pula dalm kehidupan sehari-hari banyak kecelakaan terjadi karena kebakaran didalam rumah yang berasal dari hubungan pendek listrik, kompor, rokok dan lainnya. Untuk mencegah kebakaran perlu digunakan kain yang tahan terhadap nyala api untuk pakaian tidur, kain kasur, permadani, pakaian pemadam kebakaran, tekstil yang berkaitan dengan penerbangan, atau bahkan pakaian bayi . Sifat nyala api sebagian ditentukan oleh jenis serat yang digunakan. Serat Selulosa seperti kapas, linen dan rayon mudah meneruskan pembakaran. Kain wol biasanya sulit menyala, nylon dan poliester mengerut dari nyala api dan sulit menyala, tetapi penyempurnaan yang memebuat kain kaku memungkinkan nylon dan poliester mudah menyala. Untuk mencegah tejadinya kebakaran, maka perlu digunakan kain yang memiliki sifat ketahanan terhadap nyala api yang baik.
Beberapa istilah yang berhubungan dengan tahan nyala api antara lain : - Mudah terbakar (flammable), untuk kain yang meneruskan nyala api dengan cepat dan apabila dijauhkan dari api kain akan terus t erbakar. - Anti nyala api (flame-proof), untuk kain yang tahan nyala api dan tidak meneruskan nyala api, misalnya nyala api pada kain akan segera redam begitu api dijauhkan dari kain. - Tahan nyala api (flame-resistance), adalah nilai yang diperoleh pada uji kain yang dinyatakan sebagai waktu (detik) yang diperlukan untuk meneruskan nyala api sepanjang 100 inci kain kearah vertikal. - Bahan asli anti nyala api (inherently flame proof), adalah bahan yang bersifat tahan nyala api meskipun tidak diberi proses penyempurnaan anti nyala api. - Bahan anti nyala api permanen (durably flame proof material) adalah kain yang tetap tahan nyala api setelah proses pencucian yang berulang-ulang. - Bahan anti nyala api sementara (temporally flame proof material), adalah kain yang setelah proses pencucian berulang akan kehilangan sifat tahan nyala api.
Pengaruh konstruksi kain terhadap nyala api adalah sebagai berikut : a. Komposisi serat pada kain Sifat anti nyala api sangat dipengaruhi oleh jenis seratnya. Serat-serat selulosa seperti kapas, flax dan rayon mempunyai sifat tahan nyala api yang rendah, sedangkan wol biasanya sulit tebakar. Bahan nilon dan poliester adalah serat termoplastik yang mengkeret dari nyala api dan cenderung untuk tidak terbakar, meskipun karena proses penganjian atau pencelupan dengan zat warna tertentu dapat menyebabkan kain nilon dan poliester mudah terbakar. b. Jenis benang Konstruksi benang tidak berpengaruh terhadap sifat anti nyala api pada bahan c. Struktur kain Sifat anti nyala api pada kain tidak tergantung pada konstruksi misalnya kain tenun, kain rajut, kain renda, k ain felt, dan sebagainya. d. Berat kain Berat kain berpengaruh langsung terhadap sifat anti nyala api untuk jenis serat apapun, makin berat sifat nyala apinya makin baik. Untuk kain tahan terhadap nyala api diuji dengan jalur vertikal (vertical strip test) sedangkan untuk kain yang tidak tahan nyala api diuji dengan cara uji miring (the 45o test).
Untuk menguji apakah sifat tahan nyala api permanen atau tidak, perlu diterangkan apakah pengujian dilakukan sebelum proses pencucian atau proses cuci kering (dry cleaning) atau sesudahnya.
III. Alat dan Bahan Alat 1. Alat uji tahan api vertikal Terdiri dari satu kotak dengan pintu kaca untuk melindungi nyala api dari hembusan udara. Di dalam alat terdapat tempat untuk memasang penjepit contoh uji sehingga contoh uji vertikal. 2. Pembakar Bunsen tinggi sekitar 150 mm dengan diameter lubang 9,5 mm 3. Stopwatch 4. Mistar 5. Pemegang contoh uji 6. Pemberat sesuai berat kain contoh uji.
Bahan
Kain contoh uji
IV. Cara Kerja 1. Contoh uji dijepit pada penjepit contoh uji dengan rata dan pasang pada tempat penjepit contoh uji dalam alat uji tahan api; 2. Nyala api diatur hingga tingginya 38 mm; 3. Nyala api digeser ke bawah contoh uji dan membakar contoh uji selama 12 ± 0,2 detik kemudian ambil atau padamkan nyala api. Amati adanya lelehan atau tetesan; 4. Waktu nyala diukur, yaitu waktu sejak api diambil sampai nyala padam, dan waktu bara, yaitu waktu sejak nyala padam sampai bara padam; 5. Contoh uji didinginkan kemudian ukur panjang arang; Tabel beban untuk menyobek contoh uji . Berat kain g/m
Beban
68 – 203
100
>203 – 508
200
>508 – 780
300
>780
475
V. Data Percobaan a. Arah Lusi
Waktu Nyala Api
18 detik
Waktu Bara
1 detik
Panjang Bara
0
Rata - rata
9,5 detik
b. Arah Pakan Waktu Nyala Api
8 detik
Waktu Bara
8 detik
Panjang Bara
0
Rata - rata
8 detik
VI. Diskusi Pada kain yang diuji merupakan termasuk kategori mudah terbakar (flammable) karena kain yang meneruskan nyala api dengan cepat dan apabila dijauhkan dari api kain akan terus terbakar. Pada arah lusi dan pakan keduanya meneruskan nyala api tanpa adanya bara, kemudian api akan padam setelah 30 detik. Hal yang mempengaruhi suatu kain tahan api yaitu dari jenis seratnya. Apabila serat mudah terbakar, maka kain pun mudah terbakar seperti kapas. Sedangkan polyester tidak mudah terbakar dan meneruskan pembakaran. Selain itu berat kain mempengaruhi tahan api. Semakin berat suatu kain maka tahan apinya semakin baik. Klasifikasi untuk pemakaian tahan api adalah : -
normal flammability
: 3½ detik atau lebih
-
rapid and intense burning
: < 3 ½ detik
Data tersebut menunjukan bahwa kain contoh uji tidak diberi resin anti api sehingga untuk ketahanan apinya sangat jelek. VII. Kesimpulan 1. Pembakaran arah lusi Waktu nyala api = 18 detik Waktu padam api = 31 detik 2. Pembakaran arah pakan Waktu nyala api = 20 detik Waktu padam api = 28 detik
LAMPIRAN HASIL PENGUJIAN KETAHANAN API VERTIKAL
LUSI
PAKAN
PENGUJIAN TAHAN LUNTUR WARNA TERHADAP PENCUCIAN SNI ISO 105-C 06 : 2010 Tekstil –Cara Uji Tahan Luntur Warna- Bagian C 06: Tahan Luntur Warna terhadap Pencucian Rumah Tangga Komersial {ISO 105-C06:1994 (E)}
I.
Maksud dan Tujuan
Maksud : mengetahui cara pengujian ketahanan luntur warna terhadap pencucian.
Tujuan: mengetahui ketahanan luntur warna kain terhadap pencucian berulang.
II. Teori Dasar Tahan luntur warna terhadap pencucian mempunyai arti penting dalam pemakaian bahan tekstil sehari-hari. Pengujiannya dapat dilakukan dengan beberapa cara, yang disesuaikan dengan penggunaan bahan tekstil tersebut. Prinsip pengerjaannya yaitu contoh uji yang sudah diberi kain pelapis dicuci dalam larutan pencuci dengan kondisi tertentu, dibilas dan dikeringkan. Perubahan warna pada contoh uji dinilai dengan menggunakan Standar Skala Abu-abu, sedangkan penodaan warna pada kain pelapis dinilai dengan menggunakan Standar skala penodaan. Contoh uji dicuci dengan suatu alat launder-o-meter atau alat yang sejenis dengan pengatur secara suhu secara termostatik dan kecepatan putaran 42 putaran per menit. Alat ini dilengkapi dengan piala baja dan kelereng-kelereng baja tahan karat. Proses pencucian dilakukan sedemikian rupa sehingga kondisinya sama dengan keadaan pencucian yang diinginkan. Kondisi pencucian berbeda-beda bergantung pada suhu yang dikehendaki . Sifat ketahanan luntur warna terhadap pencucian pada bahan tekstil memiliki arti yang sangat penting dalam aplikasinya sehari-hari. Pengujian ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yang disesuaikan dengan penggunaan dari bahan tekstil yang akan diuji. Prinsip pengujiannya adalah dengan mencuci sehelai kain yang diambil dari contoh dengan ukuran tertentu, kemudian dijahitkan diantara dua helai kain putih dengan ukuran yang sama. Sehelai dari kain putih tersebut adalah sejenis dengan kain yang diuji, sedangkan helai lainnya sesuai dengan pasangannya. Penilaian yang dilakukan adalah dengan memberi perbandingan contoh yang telah dicuci dengan penodaannya pada kain putih. Untuk perbahan warna pada contoh dilakukan menggunakan skala abu-abu (gray scale) sedangkan penodaan warnanya dilakukan menggunakan skala penodaan (staining scale). Contoh uji dicuci dengan suatu alat launderometer atau alat yang sejenis dengan pengatur suhu secara termostatik dan
kecepatan putaran 42 rpm. Pengujian dilakukan pada kondisi alat, suhu, waktu, dan deterjen tertentu, sesuai dengan cara pengujian yang telah ditentukan. Prinsip pengujiannya adalah sebagai berikut : Contoh uji yang sudah diberi kain pelapis dicuci dalam larutan pencucian dengan sabun AATCC 4 g/l dengan kondisi tertentu, dibilas pada suhu 40°C netralkan dengan larutan 0,2 g/l asam asetat glacial kemudian bilas lagi dan keringkan. Perubahan warna pada contoh uji dinilai dengan Standar Skala Abu-abu, penodaan warna pada kain pelapis dinilai dengan menggunakan Standar Skala Penodaan. Gosokan diperoleh dengan lemparan gessekan dan tekanan bersama-sama dengan digunakannya perbandingan larutan yang rendah dan sejumlah kelereng baja yang sesuai. Jenis sabun yang digunakan pada pencucian ini adalah sabun standar deterjen yang dikeluarkan oleh AATCC atau sabun dengan pesyaratan sebagai berikut :
kadar zat penguap pada 105 °C jumlah alkali bebas, zat yang terlarut dalam alkohol dan NaCL bebas maksimum 6 %
alkali bebas sebagai NaOH, maxsimum 0,2 %
zat yang tidak larut dalam air maxsimum 1%
titra asam lemak maxsimum 39%
kadar sabun non hidrat maxsimum 85 % Cara pengujian tahan luntur warna bahan tekstil dalam larutan pencuci komersial
adalah metoda pengujian tahan luntur warna tekstil dalam larutan pencuci dengan menggunakan salah satu kondisi pencucian komersial yang dipilih, untuk mendapatkan nilai perubahan warna dan penodaan pada kain pelapis. Kondisi pencucian dapat dipilih sesuai dengan keperluan dari 16 kondisi yang disediakan. Cara pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan tahan luntur warna terhadap pencucian yang berulangulang. Berkurangnya warna dan pengaruh gosokan yang dihasilkan oleh larutan dan gosokan 5 kali pencucian tangan atau pencucian dengan mesin, hamper sama dengan satu kali pengujian ganda, sedangkan satu kali pengujian tunggal sama dengan hasil satu kali pencucian. Kondisi pencucian berbeda-beda bergantung pada suhu yang dikehendaki. Jenis sabun yang digunakan dala pencucian ini, adalah sabun standar detergen yang dikeluarkan oleh AATC atau ECE.
III. Alat dan Bahan a. Alat 1.
Launder O Meter yang dilengkapi penangas air dengan termostat dan tabung baja tahan karat dengan frekuensi putaran tabung 40 putaran/menit
2.
Kelereng baja tahan karat berdiameter 6 mm
3.
pH meter
4.
Neraca analitis
b. Bahan
1. Kain pelapis masing-masing berukuran 5 cm x 10 cm 2. Sabun tanpa pemutih optik (sabun ECE) 3. Asam Asetat IV. Cara Kerja 1. Menyiapkan larutan pencuci dengan melarutkan sabun 4 g/l ke dalam air suling. Untuk kondisi lautan pencuci C, D, dan E atur agar PH sesuai dengan kondisi; 2. Unuk pengujian yang meggunakan perborat, pada saat mau dipakai siapkan larutan pencuci yang mengandung perborat dengan cara pemanasan suhu tidak lebih dari 60 oC dengan waktu tidak lebih dari 30 menit; 3. Untuk pengujian D3S dan D3M, tambahkan larutan natrium hipoklorit ke dalam larutan pencuci; 4. Memasukkan larutan pencuci kedalam tabung tahan karat sesuai jumlah larutan, kecuali untuk cara D2S dan E2S. Atur suhu larutan sesuai persyaratan. Masukan contoh uji dan kelereng baja, kemudian tutup tabung dan jalankan mesin pada suhu dan waktu sesuai kondisi pengujian; 5. Untuk pengunjian D2S dan E2S masukan conoh uji ke dalam tabung baja tahan karat larutan pencuci pada suhu 60 oC, tutup tabung dan naikan suhu larutan sampai suhu pengujian yang dipersyaratkan selama waktu yang tidak lebih dari 10 menit; 6. Contoh uji dikelurkan kemudian bilas dua kali dengan 100 ml air suling selama 1 menit pada suhu 40 oC; 7. Conoh uji dibilas dengan larutan asam asetat 100 ml larutan 0,2 g/l asetat glasial selama 1 menit pada suhu 30 oC kemudian bilas dengan 100 ml air suling selama 1 menit pada suhu 30 0C kemudian peras; 8. Contoh uji dikeringkan pada suhu 60 0c; 9. Penilaian pada gray scale dan staining scale.
Kain pelapis 10 cm
Kain contoh uji
5 cm
V. Data Percobaan Nilai No
Contoh Uji
Penodaan
Perubahan Warna
Kain
Kain pelapis
pelapis
kapas
poliester 1
Contoh Uji 1
5
4/5
4/5
2
Contoh Uji 2
5
4/5
4/5
3
Rata-Rata
5
4/5
4/5
VI. Diskusi Dari hasil pengujian tahan luntur warna terhadap pencucian, kain uji dijahitkan pada kain kapas dan polyester putih untuk mengetahui penodaan warnanya. Setelah dilakukan pencucian, dilakukan evaluasi berupa penodaan warna terhadap kain kapas dan polyester putih dan perubahan warna setelah pencucian. Hasil yang didapatkan dari pengujian dengan grey scale didapatkan nilai 5 yang menunjukkan kain uji tersebut memiliki tahan luntur warna yang sangat baik. Begitupun dengan staining scale, nilai yang didapatkan 4/5 yang berarti penodaan warna pada pencucian baik. Kain uji sudah baik atau layak untuk digunakan untuk tekstil pakaian. Ketahanan luntur warna terhadap zat warna pada kain celupan atau pencapan dilakukan baik terhadap ketuaan warna maupun arah warnanya. Ketahanan cuci ini dilakukan sebelum kain di buat pakaian agar tahu apakah suatu kain layak atau tidak dijadikan pakaian. Penilaian TLW (Tahan Luntur Warna) ini dilakukan dengan cara visual dengan membandingkan contoh uji terhadap kain sebelum pencucian dan dengan kapas-poliester putih dengan standar abu-abu kemudian dicatat hasilnya. Praktikum ini dilakukan karena pada pakaian jadi, sering terjadi kontak dengan bagian lain bila dipakai atau dicuci, maka dapat menyebabkan terjadinya migrasi warna dari satu bahan ke bahan lainnya misalnya pada saat pencucian dapat menodai kain lain. Dalam hal ini, kita perhatikan juga kain pelapis yang digunakan. Kain pelapis yang digunakan merupakan salah satu jenis kain pelapisnya terbuat dari serta sejenis dengan contoh uji. Apabila kain uji merupakan serat campuran maka kain pelapis pertama sesuai dengan serat yang terbanyak dan pelapis kedua sesuai dengan serta terbanyak kedua. Kain pelapis yang digunakan pada uji ini adalah kapas dan polyester. Ini menandakan kain uji merupakan kain campuran. Namun terkadang penggunaan polyester digunakan sebagai pengganti wool yang tidak tersedia di lab.
VII. Kesimpulan Berdasarkan data hasil percobaan pada kain contoh uji dapat diketahui bahwa kain memiliki tahan luntur warna yang baik.
LAMPIRAN PENCUCIAN
HASIL
PENGUJIAN
KETAHANAN
LUNTUR
WARNA
TERHADAP
PENGUJIAN TAHAN LUNTUR WARNA TERHADAP GOSOKAN SNI ISO 105-C 06:2010 Kain – Cara Uji Tahan Luntur Warna – Gosokan (ISO 105-X12:2001)
I.
Maksud dan Tujuan
Maksud
: mengetahui cara pengujian tahan luntur warna terhadap gosokan.
Tujuan
: menentukan nilai penodaan warna oleh kain berwarna akibat
gosokan basah dan kering.
II. Teori Dasar Standar ini meliputi cara uji penodaan dari bahan berwarna pada kain lain yang disebabkan karena gosokan. Cara ini dapat dipakai untuk bahan tekstil berwarna dari segala macam serat baik alam bentuk benag maupun kain. Pengujian dilakukan dua kali yaitu gosokan dengan kain kering dan gosokan dengan kain basah. Dimana prinsip pengujian tersebut yaitu contoh uji dipasang pad Crockmeter, kemudian digosokan kain putih kering dengan kondisi tertentu. Penggosokan ini diulangi dengan kain putih basah. Penodaan pada kain putih dinilai dengan mempergunakan staining scale. Keawetan kain ( serviceability ) adalah lamanya suatu kain bias dipakai sampai tidak bisa dipakai lagi,karena suatu sifat penting telah rusak.Misalnya karena warna sudah berubah,mengkeret atau cembung pada siku atau lutut. Keawetan kain tenda misalnya ditentukan oleh daya tembus air,keawetan kain kanvas atau kain sepatu benar benar ditentukan oleh keusangan. Jadi keawetan tidak diuji dan ia tergantung dari lamanya dipakai atau jumlah kali pakai. Sedangkan keusangan ( wear) adalah jumlah kerusakan kain karena serat-seratnya putus atau lepas. Dalam hal-hal tertentu,misalnya kain belt keawetan dan keusangan mungkin sama,tetapi dalam banyak hal lainnya berbeda. Keusangan juga merupakan suatu mutu kain yang tidak diuji sebab kondisi-kondisi sangat bervariasi secara kuantitatif pengaruh macam-macam faktor terhadap keusangan. Pilling kain adalah istilah yang diberikan untuk cacat permukaan kain karena adanya ”Pills”,yaitu
gundukan
serat-serat
yang
mengelompok
dipermukaan
kain
yang
menyebabkan tidak baik dilihat. Pills akan terbentuk ketika dipakai atau dicuci, karena kekusutan serat-serat kapas yang menonjol dipermukaan kain akibat gosokan. Faktor-faktor yang menyebabkan keusangan : a. Gaya-gaya yang langsung pada kain, ini bisa terjadi pada keadan tidak normal. b. Pengaruh tumbukan,ini penting pada alas lantai seperti permadani. c. Tekukan atau friksi antar serat dengan serat dan antara benang dengan benang, karena kain sering tertekuk.
d. Gosokan, friksi antar kain dengan kain, friksi antar kain dengan benda lain dan friksi antar serat dengan kotoran, ini menyebabkan putus serat.
Berdasarkan uraian diatas factor gosokan dalam banyak hal merupakan factor penting yang berhubungan dengan dengan keusangan.Pengujian ketahanan gosokan kain hanya erupKn pengujian yang sederhana terhadap mutu kain.Jadi harus diingat bahwa gosokan bukan hanya satu-satunya factor yang mempengaruhi keusangan dan keawetan. Standar ini meliputi cara uji penodaan dari bahan berwarna pada kain lain yang disebabkan karena gosokan. Cara ini dapat dipakai untuk bahan tekstil berwarna dari segala macam serat baik alam bentuk benag maupun kain. Pada pengujian tahan luntur warna terhadap gosokan dilakukan dengan dua jenis gosokan, yaitu: a.
Gosokan kering Disebut gosokan kering, karena kondisi kain penggosok dalam keadaan kering.dan yang perlu diperhatikan adalah posisi anyaman kain penggosok (kain putih) harus miring terhadap arah gosokan.
b.
Gosokan basah Kain penggosok dibasahi dengan air suling, dengan kertas saring diatur kadar air yang terdapat pada kain contoh uji. Kadar air dalam kain diatur 65±5% terhadap berat kain pada kondisi standar kelembaban relatif 65 ± 2% dan suhu 27 ± 2 0C. Pada saat pengujian ditekan seminimal mungkin terjadinya penguapan. Kain putih yang digunakan sebagai kain penggosok adalah kain kapas dengan kontruksi
100 x 96/inchi2 dan berat 135,3 gram/m2 yang telah
diputihkan, tidak dikanji dan tidak disempurnakan. Penodaan pada kain putih dinilai dengan mempergunakan staining scale.
III. Alat dan Bahan a. Alat Crockmeter, yang mempunyai jari dengan diameter (1,6 ± 0,01) cm yang
bergeraksatu kali maju mundur sejauh (10,4 ± 0,3) cm setiap kali putaran, dengan gaya tekanan padakain sebesar (900 ± 20) gram.
Standar skala penodaan (SNI ISO 105-A03:2010)
b. Bahan
Kain contoh uji berukuran 5 x 15 cm dengan panjang miring terhadap lusi dan pakan.
Air suling
Kain kapas dengan nomor benang Tex 15 dan tetal lusi 32/cm x tetal pakan 33/cm yang telah diputihkan, tidak dikanji dan tidak disempurnakan, dipotong dengan ukuran 5 cm x 5 cm.
IV. Cara Kerja Gosokan kering 1.
Contoh uji diletakkan rata diatas alat penguji dengan sisi yang panjang, searah dengan arah gosokan;
2.
Jari crockmeter dibungkus dengan kain putih kering dengan anyamannya miring terhadap arah gosokan;
3.
Kemudian gosokkan 10 kali maju mundur (20 kali gosokan) dengan memutar alat pemutar 10 kali dengan kecepatan satu putaran perdetik. Kain putih diambil dan dievaluasi;
4.
Kain penggosok dibandingkan dengan staining scale.
Gosokan basah 1.
Kain putih dibasahi air suling, kemudian diperas diantara kertas saring. Sehingga kadar air dalam kain menjadi 65 ± 5 % terhadap berat kain contoh uji;
2.
Kemudian dikerjakan seperti pada cara gosokan kering secepat mungkin untuk menghindari penguapan. Kain putih dikeringkan diudara sebelum dievaluasi;
3.
Kain penggosok dibandingkan dengan staining scale.
V. Data Percobaan a. Tabel Uji Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan Kering
No
Contoh Uji
Nilai Penodaan
1
Contoh Uji 1
4/5
2
Contoh Uji 2
4/5
b. Tabel Uji Tahan Luntur Warna Terhadap Gosokan Basah
No
Contoh Uji
Nilai Penodaan
VI.
1
Contoh Uji 1
3/4
2
Contoh Uji 2
3/4
Diskusi Dengan hasil data yang didapat dari nilai perbandingan dengan grey scale diperoleh bahwa untuk uji gosok pada keadaan kering memberikan nilai yang lebih besar. Yang berarti bahwa ketahanan luntur contoh uji akan berkurang pada kondisi kering dibandingkan dengan kondisi kering. Pada kondisi basah kain cenderung lebih luntur dibandingkan pada kondisi kering hal ini disebabkan karena air pada kain penggosok akan menyebabkan zat warna akan lebih mudah menempel pada kain penggosok karena zat warna kontak dengan air sehingga terhidrolisis. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketahanan luntur warna terhadap gosokan, antara lain adalah gaya ikat yang terjadi antara kain dengan zat warna, semakin kuat ikatan antara zat warna dengan kain maka ketahanan lunturnya akan semakin tinggi. Selain itu juga pengerjaan kimia terhadap kain setelah kain tersebut mengalami pewarnaan. Apabila kain tersebut setelah mengalami perwarnaan tidak dilakukan proses pencucian untuk menghilangkan sisa-sisa zat warna yang tidak terserap pada kain maka zat warna yang tidak terserap tersebut akan menyebabkan kelunturan (ketahanan lunturnya jelek). Pengujian tahan luntur warna terhadap gosokan, dilakukan untuk mengetahui ketahanan bahan terhadap gosokan, karena ketika dipakai baju yang digunakan akan terkena gesekan secara fisika baik dengan tubuh ataupun dengan benda mati disekitar. Ketika terkena gosokan, maka kain harus memiliki ketahanan yang baik agar tidak mudah luntur atau menodai. Oleh karena itu dilakukan uji gosokan kering yang dilakukan terhadap kain kapas kering dengan alat Crockmeter. Hasil penodaan yang di dapat yaitu 4/5 atau baik. Kain ini sudah layak digunakan sebagai tekstil pakaian. Pada uji gosok basah dilakukan terhadap kapas basah kemudian dilihat penodaannya. Hasil yang didapat yaitu 3/4 yang artinya kurang atau cukup baik.
VII. KESIMPULAN Berdasarkan data hasil pengujian pada kain contoh uji dapat diketahui bahwa pada pengujian kering hasilnya baik, sementara saat pengujiam gosokan basah dinilai kurang baik atau cukup menurut skala warna pada kain pelapis.
LAMPIRAN
HASIL
GOSOKAN KERING
PENGUJIAN
KETAHANAN
LUNTUR
WARNA
TERHADAP
LAMPIRAN
HASIL
GOSOKAN BASAH
PENGUJIAN
KETAHANAN
LUNTUR
WARNA
TERHADAP
PENGUJIAN TAHAN LUNTUR WARNA TERHADAP KERINGAT SNI ISO 105 – E04 : 2010 Tekstil – Cara Uji Tahan Luntur Warna – Bagian E04 : Tahan Luntur Warna Terhadap Keringat (ISO 105-E04: 1994)
I.
Maksud dan Tujuan
Maksud: mengetahui cara pengujian ketahanan luntur kain terhadap keringat asam dan keringat basa.
Tujuan : menentukan besarnya ketahanan kain contoh uji terhadap keringat asam dan keringat basa.
II. Teori Dasar Standar ini meliputi cara uji tahan luntur warna dari segala macam dan bentuk bahan tekstil berwarna terhadap keringat. Prinsip pengujian dari uji tahan luntur warna terhadap keringat adalah contoh uji dipotong dengan ukuran 6 x 6 cm dan dijahit diantara sepasang kain putih dengan ukuran yang sama. Contoh-contoh uji yang terpisah dari bahan tekstil berwarna dalam larutan keringat buatan bersifat asam dan basa, kemudian diberikan tekanan mekanik tertentu dan dikeringkan perlahan-lahan pada suhu yang naik sdikit demi sedikit. Beberapa zat warna sangat dipengaruhi oleh keringat , sehingga akan memberikan perubahan warna pada bagian-bagian kain yang berkeringat. Salah satu pengujian tahan luntur warna terhadap keringat adalah merendam contoh uji yang sudah dijahit diantara kain putih didalam 2 larutan yang berbeda yang mengandung histidin. Contoh uji uatan yang bersifat asam dan basa, kemudian diberi tekanan mekanik tertentu dan dikeringkan perlahan pada suhu yang dinaikkan sedikit demi sedikit. Pada saat pengujian, contoh uji dipasangkan dengan dua helai kain putih dimana yang sehelai dari serta yang sejenis dengan bahan yng diuji, sedangkan yang sehelai lagi dari serat menurut pasangan seperti dibawah ini:
Kain pertama
Kain kedua
Kapas
wool
Wool
kapas
Sutera
kapas
Linen
wool
Rayon viskosa
wool
Poliamida
wool/rayon viskosa
Poliester
wool
Poliakrilat
wool
Asetat
rayon viskosa
Standar yang telah dikenal adalah standard yang dibuat oleh Society of Dyes and Colourists (SDC) di Inggris dan oleh American Association of Textiles Chemist and Colourists (AATCC) di Amerika Serikat,yaitu berupa gray scale untuk perubahan warna karena kelunturan warna dan staining scale untuk perubahan warna karena penodaan pada kain putih. Tidak tahan lunturnya warna terhadap keringat dapat disebabkan oleh migrasi warna (bleeding) atau perubahan warna contoh uji. Perubahan warna dapat terjadi tanpa bleeding, sebaliknya mungkin pula terjadi bleeding tanpa perubahan warna atau dapat terjadi kedua-duanya.
Perubahan warna Pada grey scale dan staining scale pada masing-masing jenis serat. Tabel Evaluasi Perubahan Warna
(Evaluasi dilakukan dengan membandingkan contoh uji terhadap gray scale) Nilai
Arti
Nilai 5
Tidak ada perubahan warna seperti yang ditunjukkan tingkat ke-5 dalam gray scale.
Nilai 4
Perubahan warna sesuai dengan tingkat ke –4 dalam grary scale
Nilai 3
Perubahan warna sesuai dengan tingkat ke –3 dalam gray scale
Nilai 2
Perubahan warna sesuai dengan tingkat ke –2 dalam grary scale
Nilai 1
Perubahan warna sesuai dengan tingkat ke –1 dalam grary scale
Tabel Evaluasi Penodaan Warna (Evaluasi dilakukan dengan membandingkan penodaan warna pada kain putih terhadap Staining Scale) Nilai
Arti
Nilai 5
Tidak ada penodaan warna seperti yang ditunjukkan tingkat ke-5 dalam Staining scale.
Nilai 4
Penodaan warna setara dengan tingkat ke –4 dalam staining scale
Nilai 3
Penodaan warna setara dengan tingkat ke –3 dalam staining scale
Nilai 2
Penodaan warna setara dengan tingkat ke –2 dalamstaining scale
Nilai 1
Penodaan warna setara dengan tingkat ke –1 dalam staining scale
III. Alat dan Bahan Alat 1.
AATCC perspiration tester
2.
Alat pemeras mangel
3.
Gelas piala 500ml
4.
Grey scale dan staining scale
5.
Lempeng kaca atau plastik
6.
Oven dengan pengatur suhu
Bahan
1. Kain contoh uji. 2. Kain pelapis 3. Larutan keringat buatan asam. -
Natrium klorida (NaCl)
-
Natrium dihidrogen orto osfat (NaH2PO42H2O)
-
Histidin monhidroklorida monohidrat
-
PH PH dengan menambah asam asetat.
4. Larutan keringat buatan basa. -
NaCl
-
Na2HPO4.2H2O
-
Histidin monohidroklorida monohidrat PH
: 8 PH dengan menambah natrium hidroksida 0,1N
IV. Cara Kerja 1.
Larutan keringat disiapkan dalam cawan;
2.
Contoh uji direndam dan diaduk – aduk dalam larutan, dibiarkan 15-30 menit untuk menapatkan pembahasan sempurna apabila kain kain sukar dibasahi rendam contoh uji dan peras dengan mangel;
3.
Contoh uji diperas hingga menjadi 2,25 – 3 kali berat semula;
4.
Contoh uji diletakkan diantara lempeng kaca perspiration tester lalu seluruh lempeng kaca dan contoh uji dipasang pada perspiration tester dan diberi tekanan 10 pound (60 g/cm 2);
5.
Contoh uji yang telah diberi tekanan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 38 oC paling sedikit 6 jam. Bila belum kering dilepaskan dari perspiration pada suhu tidak lebih dari 60 oC untuk mudahnya contoh uji tersebut dapat dikerjakan semalam pada suhu dan waktu 16 jam;
6.
Evaluasi perubahan warna conth uji dilakukan dengan membandingkan terhadap grey scale dan staining scale.
V. Data Percobaan a. Uji Tahan Luntur Warna Terhadap Keringat Asam Nilai No
Contoh Uji
Penodaan Kain Pelapis
Kain Pelapis
Perubahan
Poliester
kapas
Warna
1
Contoh Uji 1
5
4/5
4/5
2
Contoh Uji 2
4/5
4
4/5
b.
Uji Tahan Luntur Warna Terhadap Basa Nilai Penodaan
No
Contoh Uji
Kain Pelapis
Kain Pelapis
Poliester
Kapas
Perubahan Warna
1
Contoh Uji 1
4/5
¾
5
2
Contoh Uji 2
4/5
¾
5
VI. Diskusi Uji ini berdasarkan SNI ISO 105 E04 yaitu uji tahan luntur warna terhadap keringat. Pada pengujian ini dilakukan dengan menggunakan keringat asam dan basa buatan. Kain direndam dan dikeringkan sesuai standar uji. Kemudian hasil evaluasi dilakukan dengan cara skala abu-abu penodaan warna terhadap kain pelapis. Kain pelapis yang digunakan yaitu kapas dan polyester. Pada keringat asam, penodaan terhadap kain kapas yaitu 4-5 atau mendekati sangat baik. Sedangkan pada polyester 5 dan 4/5. Jika nilai ada dua maka dapat dilakukan kembali uji ketiga untuk memastikan apakah nilai penodaan 5 atau 4/5. Namun jika pada praktikum ini dilakukan uji 2 kali, jadi di ambil nilai 5 artinya baik. Nilai 5 diambil karena diambil dari nilai yang paling kecil agar kain dapat masuk standar. Pada keringat basa di kain kapas mendapatkan nilai 3/4 dan 4 atau cukup baik sedangkan pada polyester 4/5 atau baik. Kain ini dapat dikategorikan baik dan masuk standar untuk tekstil pakaian. Untuk pengujian perubahan warna pada keringat asam yaitu 4/5 yang berarti baik. Sedangkan pada keringat basa juga mempunyai nilai 5 yang berarti sangat baik. Pada pengujian ini pun kain uji masih tergolong baik digunakan untuk tekstil pakaian. Nilai penodaan atau perubahan 1-2 tidak cocok untuk pakaian atau tidak masuk standar.
VII. Kesimpulan Berdasarkan data hasil percobaan tiga pengujian tahan luntur warna dengan metodametoda pencucian, gosokan, dan uji keringat, pada kain contoh uji dapat diketahui bahwa kain contoh uji memiliki tahan luntur warna pada metoda pengujian keringat asam dan basa dihasilkan kain kapas pada keringat basa kurang baik penodaan warna atau cukup baik menurut skala penodaan warna pada kain pelapis.
LAMPIRAN KAIN HASIL PENGUJIAN KETAHANAN LUNTUR WARNA TERHADAP KERINGAT ASAM
LAMPIRAN KAIN HASIL PENGUJIAN KETAHANAN LUNTUR WARNA TERHADAP KERINGAT BASA
PENGUJIAN KESTABILAN DIMENSI KAIN TENUN SNI ISO 5077:2011 Cara Uji Perubahan Dimensi Pada Pencucian dan Pengeringan (ISO 5077:2007)
I.
Maksud dan Tujuan
Maksud: mengetahui cara pengujian perubahan dimensi kain pada proses pencucian dan pengeringan.
Tujuan: mengetahui perubahan yang terjadi pada kain setelah proses pencucian dan menentukan efek perubahan tersebut masih dalam batas toleransi atau tidak.
II. Teori Dasar Dimensi kain adalah ukuran panjang, lebar, dan tebal kain. Panjang kain adalah jarak antara ujung kain yang satu dengan ujung lainnya, yang diukur searah dengan lusi pada kain tenun atau wale pada kain rajut, dimana kain tidak dalam keadaan terlipat dan rata serta dalam keadaan tidak tegang. Lebar kain adalah jarak antara pinggir kain yang satu dengan pinggir yang lain, yang diukur searah dengan dengan pakan kain tenun dan courese pada kain rajut dimana kain dalam keadaan tidak terlipat dan rata serta dalam keadaan regang. Tebal kain adalah jarak antara dua permukaan kain yang berbeda. Berat kain adalah untuk berat untuk satu satuan luas tertentu, atau berat untuk satu satuan panjang tertentu dari kain, yang dinyatakan dalam gram per meter persegi, gram per meter dll. Tekanan adalah gaya yang dibebankan pada suatu permukaan kain per unit luas yang dinyatakan dalam kg/cm 2 atau kPa. Kain
tenun atau rajut apabila telah mengalami pemakaian dan pencucian
akan mengalami perubahan dimensi baik kearah lusi ataupun pakan, ataupun arah course dan arah wales pada kain rajut. Apabila perubahan ini terjadi maka kondisi tersebut harus dipulihkan kembali dengan cara :
a.
Tension Presser
b.
Knit Shrinkage Gauge
c.
Hand iron Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengujian stabilitas dimensi adalah
proses pencucian, pengeringan dan pemulihan. Kain yang bermutu baik adalah kain yang tidak mengalami perubahan dimensi setelah pemakaian sehari-hari. Penyebab utama dari perubahan dimensi kain adalah mengkeret setelah pencucian. Ada dua jenis mengkeret pada kain. Jenis pertama adalah mengkeret karena tegangan mekanis pada waktu proses pertenunan dan penyempurnaan, dimana pada saat
tersebut kain tertarik untuk sementara sehingga ketika dilakukan pencucian akan relaxation kebentuk semula. Jenis yang kedua adalah karena adanya kemampuan serat untuk menggumpal (felting) dalam pencucian. Peralatan dan bahan yang umum digunakan dalam pengujian adalah mesin cuci jenis silinder yang berputar bolak-balik. Wadahnya mempunyai diameter dala 5061 cm dengan disertai tiga buah sirip selebar kira 7,5 cm terpencar sepanjang bagian dalam dari alat pencuci. Alat pencuci berputar dengan kecepatan 5-10 putaran sebelum membalik dengan saluran masuk air yang cukup besar. Untuk pengisian mesin cuci sampai permukaan air setinggi 20 cm selama kurang dari satu menit. Dalam pengujian stabilitas ini dipergunakan empat cara pencucian yang bervariasi dari kondisi pencucian yang paling berat sampai yang paling ringan dan dimaksudkan untuk mencakup semua kondisi pencucian baik pencucian secara komersil maupun pencucian dengan tangan. Pengeringan dilakukan dengan lima macam cara pengeringan yang mencakup semua pengeringan baik pengeringan secara komersil maupun pengeringan dalam rumah tangga. Jarak tanda pada contoh uji pada contoh uji menurut arah lusi dan pakan (jeratan dan jajaran untuk kain rajut) sebelum dan sesudah pencucian diukur.
III. Alat dan Bahan a. Mesin cuci tipe A b. Pengering putar c. Deterjen tanpa pemutih optik yang sesuai dengan standar ECE d. Natrium perborat tetrahidrat e. Kain pemberat f.
Pengering listrik tekanan datar
g. Alat bantu pengering tetes dan pengering gantung h. Rak pengering kasa i.
Mistar atau alat ukur
j.
Meja datar
IV. Cara Kerja a. Contoh uji disiapkan dengan ukuran sekurang-kurangnya 50 cm x 50 cm b. Kain contoh uji dibentangkan pada meja datar tanpa tekanan atau tegangan dan bebas dari kerutan. Membuat 3 tanda masing – masing sejajar dengan arah lusi dan pakan. c. Memilih salah satu cara kerja pencucian yang akan digunakan; d. Kain contoh uji yang telah dipersiapkan dimasukkan ke dalam mesin cuci dan ditambahkan kain pemberat sampai total berat kering sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan. Menambahkan deterjen 1-3 g/l dengan perkiraan ketebalan buih tidak lebih
dari 3 cm pada waktu mesin berputar. Kesadahan air tidak melampaui 5 ppm. Bila digunakan; e. Setelah pemerasan putar terakhir selesai,contoh uji dipindahkan dengan hati-hati, dan dikeringkan dengan salah satu cara pengeringan; f. Bila contoh uji akan dikeringkan dengan cara pengeringan tetes, mesin dihentikan tepat sebelum pemerasan putar terakhit. Kain contoh uji dipindahkan dengan hati-hati, kemudian dikeringkan dengan cara pengeringan tetes; g. Kain contoh uji yang telah selesai dicuci dikondisikan dan dikeringkan dalam ruang standar sampai mencapai keseimbangan lembab; h. Jarak-jarak yang ditandai diukur kembali dan dcatat hasilnya sebagai panjang dan lebar akhir.
V. Data Percobaan a. Perubahan Dimensi Kain Tenun NO
Lusi
Pakan
Awal (cm)
Akhir (cm)
Awal (cm)
Akhir (cm)
1
35
34,5
35
35
2
35
34,8
35
34,9
3
35
34,7
35
34,9
Perubahan Panjang Lusi % Perubahan Panjang Lusi =
−
% Perubahan Panjang Lusi 1
=
35−34,5 35
X 100%
x 100%
= 1,42 %
% Perubahan Panjang Lusi 2
=
35−34,8 35
x 100%
= 0,57 %
% Perubahan Panjang Lusi 3
=
35−34,7 35
x 100%
= 0,85 %
Rata –
rata % perubahan Panjang Lusi
=
,42% + ,57% + ,85% 3
= 0,94 %
Perubahan Panjang Pakan % Perubahan Panjang Pakan =
−
X 100%
% Perubahan Panjang Pakan 1
=
35−35 35
x 100%
=0%
% Perubahan Panjang Pakan 2
=
35−34,9 35
x 100%
= 0,28 %
% Perubahan Panjang Pakan 3
=
35 −34,9 35
x 100%
= 0,28 % Rata –
rata % perubahan Panjang Lusi
=
% + ,28 % + ,28% 3
= 0,18 % b. Perubahan Dimensi Kain Rajut NO
Course
Wale
Awal (cm)
Akhir (cm)
Awal (cm)
Akhir (cm)
1
35,2
33,9
35,2
34,3
2
35,1
33,9
35,1
34
3
35
33,7
35,3
34,4
b. Perubahan Panjang Wales % Perubahan Panjang Wales =
2. % Perubahan Panjang Wales 1
−
=
35,2−33,9 35,2
X 100%
x 100%
= 3,69 %
3. % Perubahan Panjang Wales 2
=
35, −33,9 35,
x 100%
= 3,41%
4.
% Perubahan Panjang Wales 3
=
35 −33,7 35
x 100%
= 3,71 %
Rata –
rata % perubahan Panjang Wales
=
3,69 % + −3,4 % + −3,7%
= 3,60 %
3
c. % Perubahan Panjang Course =
−
X 100%
1. % Perubahan Panjang Course 1 =
35,2−34,3 35,2
x 100%
= 2,5 %
2. % Perubahan Panjang Course 2 =
35,−34 35,
x 100%
= 3,13 %
3. % Perubahan Panjang Course 3 =
35,5 – 34,4 35,5
x 100%
= 3,09 %
Rata –
rata % perubahan Panjang Course
=
2,5 % + −3,3 % + −3,9 % 3
= 2,90 %
VI. Diskusi
Perubahan dimensi pada suatu bahan dapat disebabkan oleh pencucian, pencucian kering, penyetrikaan. Pada uji kali ini dilakukan pengujian dimensi terhadap pencucian. Perubahan dimensi ini dapat menyebabkan bertambah panjang (mulur baik pada pakan atau lusi dan bertambah pendek (mengekeret) pada bahan. Karena terjadinya mengkeret atau mulur ini menyebabkan suatu pakaian tidak dapat dipakai lagi. Mengkeret pun merupakan salah satu problem mutu. Oleh sebab itu pengujian ini sangat penting dilakukan agar bahan yang akan di jual sesuai dengan SNI yang ada. Perubahan ukuran bergantung pada struktur kain dan benang serta jenis seratnya. Pada kapas yang dapat mengkeret 10%, maka komponen benang seratnya hanya mengkeret 2% namun rayon dapat lebih dari itu karena mengkeretnya lebih tinggi. Mengkeret kain dapat terjadi karena 4 alasan yaitu :
relaxation shrinkage
swelling shrinkage
feling shrinkage
contaction shrinkage Cara uji perubahan ukuran yang umum digunakan yaitu dapat menggunakan SNI
ISO 6330, ISO 6330. Pada hasil pengujian pada kain tenun mengalami mengkeret, karena hasilnya negatif. Pada bagian lusi lebih besar daripada pakan yaitu sebesar 0,94 %. Mengkeret pada bagian lusi ini disebabkan karena relaxation shrinkage yaitu ketika
proses pertenunan, benang-benang yang ditenun terutama benang lusi mengalami tegangan, proses stentering dan calendaring yang mengalami penarikan, sehingga saat proses pencucian kain menjadi relaks, tegangannya mengendur sehingga ukuran kain cenderung ke posisi semula yaitu mengkeret. Selain itu dapat disebabkan pula karena proses steaming pada saat pencelupannya. Untuk pengujian stabilitas dimensi kain rajut, pada arah course dan wale mengalami mengkeret. Namun, arah wales lebih besar mengalami megkeret, yaitu sebesar 3,60%. Hal tersebut bisa terjadi disebabkan oleh konstruksi kain rajut tersbeut yang atau bahan yang digunakan. Kain rajut terbentuk oleh jeratan-jeratan benang sehingga kondisi benang pada kain kurang kuat atau kurang stabil sehingga apabila mengalami tarikan akan mengalami mulur, dan oleh adanya panas akan mengkeret. VII. Kesimpulan Berdasarkan oengujian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Kain tenun memiliki : - % Mengkeret lusi sebesar
= 0,94 %
- % Mengkeret pakan sebesar
= 0,18 %
2. Kain rajut memiliki : - % Mengkeret Wales sebesar
= 3,60 %
- % Mengkeret Course sebesar
= 2,90 %
LAMPIRAN KAIN TENUN HASIL PENGUJIAN KESTABILAN DIMENSI
DAYA SERAP KAIN TERHADAP AIR (CARA KERANJANG) SNI 08 – 0404 – 1989 Cara Uji Serap Kain Terhadap Air (Cara Keranjang)
I.
Maksud dan Tujuan
Maksud: mengetahui cara pengujian daya serap pada kain berbulu dengan cara keranjang.
Tujuan: mengetahui kemampuan daya serap kain sehingga dapat ditentukan kesesuaian kainnya.
II. Teori Dasar Dalam uji daya serap dinyatakan dalam dua cara yaitu waktu serap dan kapasitas serap. Daya serap adalah kemampuan kain untuk menyerap air, sedangkan waktu serap yaitu waktu yang diperlukan untuk pembasahan sempurna seluruh contoh uji yang dinyatakan dalam detik. Basah sempurna yang dimaksud adalah pada saat contoh uji tepat mulai tenggelam. Pengujian daya serap sangat penting untuk dilakukan yaitu untuk mengendalikan mutu kain yang khusus dibuat dengan daya serap besar. Kain yang membutuhkan daya serap besar adalah kain handuk. Mutu kain handuk ini ditentukan oleh kemampuannya untuk daya serap air yang mungkin tergantung dari sifat serat atau konstruksi handuk tersebut. Untuk pengujian waktu serap masing-masing contoh uji digulung kearah dalam keranjang sehingga memenuhi keranjang tersebut dan dijatuhkan pada ketinggian dua cm dari permukaan air dan dihitung waktu serapnya. Untuk pengujian kapasitas serap dilakukan dengan membiarkan contoh uji terendam dalam air selama 10 detik. Keranjang kawat diambil dengan memegangnya pada bagian yang terbuka dan dibiarkan selama 10 detik supaya airnya menetes. Keranjang kawat beserta contoh uji dimasukan kedalam piala plastik
yang sudah ditimbang. Kemudian piala plastik yang berisi keranjang
tersebut ditimbang.
III. Alat dan Bahan Bahan Kain contoh uji dengan lebar 7,5 cm dan panjang sedemikian sehingga kain
contoh uji memiliki berat 5 gram. Air suling
Alat
Keranjang Kawat tembaga berbentuk silinder tinggi 5 cm, diameter 3 cm dan berat 3 gram, berlubang 1,5 x 1,5 cm
Piala gelas plastik 250 ml
Stopwatch
Penjepit
IV. Cara Kerja
Kain contoh uji ditimbang sampai 5 gram;
Kain contoh uji digulung ke arah panjang sehingga membentuk silinder dengan tinggi 75 mm. Gulungan contoh uji dimasukkan ke dalam keranjang kawat; Keranjang kawat beserta contoh uji dijatuhkan ke dalam keadaan mendatar ke
permukaan air dari atas permukaan air dengan jarak 25 mm; Mengukur waktu dari saat contoh uji menyentuh permukaan air sampai contoh uji
tenggelam dengan stopwatch, dan catat sebagai waktu basah; Kain contoh uji dibiarkan terendam 10 detik kemudian diambil dan diletakkan
diatas kasa selama 10 detik; Kain contoh uji ditimbang dan dicatat sebagai berat basah.
V. Data Percobaan Pengujian
Waktu
Berat
Berat
Berat
Berat
Berat
serap
gelas
Keranjang
Contoh Uji
Kering
Basah
I
>60 detik
35,53 g
3g
5 gr
43,53 gr
48,07 gr
II
>60 detik
35,53 g
3g
5,01 gr
43,54 gr
48,10 gr
Pengujian 1 % Kapasitas Serap =
ℎ− ℎ
=
(48,7−43,53) 5
100%
100%
= 90,8 %
Pengujian 2 % Kapasitas Serap =
ℎ−
=
ℎ (48,−43,53) 5,
100%
100%
= 91,21%
Rata – rata % Kapasitas Serap =
% +% 2 2
=
,% + ,%
= 91 %
VI. Diskusi Pada uji daya serap air cara keranjang ini dilakukan pada kain handuk. Kain handuk yang kurang baik yaitu yang waktu serap airnya lebih dari 60 detik, karena ketika kain handuk tersebut tidak mudah menyerap air maka akan tidak lebih nyaman dipakai. Pada kain handuk ini kurang baik waktu penyerapannya artinya kain ini tidak mudah untuk menyerap air dan hanya mampu menyerap air sampai kurang lebih dari 90%. Pada konidisi ini, daya serap air dipengaruhi oleh sifat serat pada kain handuk. Pada serat yang daerah amorf nya lebih banyak misalnya kapas, akan lebih banyak dapat menyerap air. Berbeda dengan serat polyester yang lebih sedikit menyerap air. Selain itu konstruksi kain pun berpengaruh. Pada kain tenun yang lebih rapat, daya serapnya akan lebih sedikit dibandingkan dengan kain rajut yang kerapatannya lebih renggang. Oleh karena itu pada uji daya serap ini dipengaruhi juga oleh jenis serat dan konstruksi pada kain handuk tersebut.
VII. Kesimpulan
Uji tetes kain tidak berbulu Kain tidak berbulu memilki daya serap 0,5 detik (<1 detik) menandakan bahwa kain memiliki daya serap yang baik
Uji tetes berbulu Pengujian daya serap pada kain berbulu menghasilkan waktu tenggelam selama >60 detik dan rata-rata kapasitas serap 91%
LAMPIRAN HASIL PENGUJIAN DAYA SERAP KAIN BERBULU DENGAN CARA KERANJANG
Daftar Pustaka
Moerdoko, Wibowo, S.Teks, dkk, Evaluasi tekstil bagian kimia, I nstitut Teknologi Tekstil, 1975
Hitariat , N.M. Susyami, dkk . 2005. Bahan Ajar Praktek Evaluasi Tekstil III (Evaluasi Kain). Bandung : Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung.
Alif Fathurrahman, Ryan. 2016. Jurnal Hasil Praktikum Pengujian dan Evaluasi Tekstil III. Bandung : Politeknik STTT.
Cara Uji Perubahan Dimensi Dalam Pencucian Kain Tenun dan Rajut Kecuali Wol., SII No. 0123-75, Departemen Perindustrian, 1975.
Cara Uji Tahan Air (Uji Siram) Kain, SNI 0294-1989, Badan Standardisasi Nasional.
Cara Uji Daya Serap Bahan Tekstil (cara tetes), SNI 08-0279-1989, Badan Standardisasi Nasional.
Cara Uji Tahan Api Pada Bahan teksti l , SNI 08-1512-1989,
Dewan Standardisasi
Nasional.
Cara Uji Tahan Luntur Warna terhadap Pencucian Rumah Tangga dan Komersial , SNI 08-0285-1998, Badan Standardisasi Nasional.
Cara Uji Tahan Luntur Warna terhadap Keringat , SNI 08-0287-1996, Dewan Standardisasi Nasional.
Cara Uji Tahan Luntur Warna terhadap Gosokan , SNI 08-0288-1989, Badan Standardisasi Nasional.