KURIKULUM DIKLAT TEKNIS
BAGI KADER BINA KELUARGA REMAJA
BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DIREKTORAT BINA KETAHANAN REMAJA JAKARTA 2013
i
KURIKULUM DIKLAT TEKNIS BINA KELUARGA REMAJA BAGI KADER BINA KELUARGA REMAJA
Diterbitkan oleh : Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Hak Cipta @ 2013 Direktorat Bina Ketahanan Remaja Cetakan Pertama 2013
Disusun oleh : Indra Wirdhana, SH, MM Drs. M. Edi Muin, M.Si Andi Hendardi Ismoyo, SH Witri Windrawati, SE Dra. Purini Saptari, M.Pd Drs. Sugiyatna, MM Drs. Djafar, MM Alifah Nuranti, S.Psi, MPH Didik Trihantoro, S.Si, MAPS Moh. Tohirin Hasan, S.Pd, M.Pd Afif Miftahul Majid, S.Sos Khaeri Marifah, S.Psi
ISBN 978-602-8068-71-0
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Direktorat Bina Ketahanan Remaja, Jl. Permata No. 1 Halim Perdana Kusuma - Jakarta Timur Telp/Fax : (021) 8009029, 8008548 http://ceria.bkkbn.go.id ii
KATA SAMBUTAN
Dalam rangka mewujudkan misi Pembangunan Kependudukan dan
Keluarga
pembangunan
Berencana yang
Nasional,
berwawasan
yakni
mewujudkan
kependudukan
dan
mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera, maka salah satu strateginya adalah meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga melalui pembinaan keluarga. Dalam UU No 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yang mendefinisikan keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Oleh karena itu keluarga dituntut untuk aktif dan berperan dalam mengawal proses perkembangan dan pertumbuhan anaknya. Berdasarkan pemikiran di atas, Program GenRe dilaksanakan melalui pendekatan dari dua sisi, yaitu pendekatan kepada remaja itu sendiri dan pendekatan kepada keluarga yang mempunyai remaja.
Pendekatan
kepada
remaja
dilakukan
melalui
pengembangan Pusat Informasi dan Konseling Remaja/Mahasiswa (PIK R/M), sedangkan pendekatan kepada keluarga dilakukan melalui pengembangan kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR). Dari berbagai informasi menunjukkan bahwa keluarga melalui pola asuh orangtua, telah diidentifikasi sebagai pengaruh yang sangat penting dalam pembentukan karakter remaja, termasuk yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi. Peran keluarga dalam pembinaan dan pengasuhan remaja menjadi sangat iii
penting, karena pembentukan karakter remaja dimulai dari keluarga. Proses pola asuh orangtua meliputi kedekatan orangtua dengan remaja, pengawasan orangtua, dan komunikasi orangtua dengan remaja. Melalui komunikasi, orangtua hendaknya menjadi sumber informasi dan pendidik utama bagi anggota keluarganya tentang kesehatan reproduksi remaja, begitu pula tentang perencanaan kehidupan berkeluarga bagi remaja di masa yang akan datang. Namun demikian, orangtua sering menghadapi kendala dalam berkomunikasi kepada remajanya, begitupun sebaliknya. Oleh karena itu orangtua harus dibekali pengetahuan dan keterampilan agar orang tua dapat berkomunikasi secara efektif dengan remaja sehingga
orangtua
menjadi
sumber
informasi
utama.
Sehubungan dengan hal tersebut, melalui kegiatan kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR) dapat membantu orangtua dalam memahami remaja, permasalahan remaja, dan cara berkomunikasi efektif dengan remaja. Dalam kegiatan kelompok BKR diharapkan setiap keluarga yang memiliki remaja dapat saling bertukar informasi dan berdiskusi bersama tentang hal-hal yang berkaitan dengan tumbuh kembang remaja. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka diperlukan suatu pedoman yang menjadi acuan atau pegangan bagi pengelola Program GenRe di semua tingkatan dan Pengelola BKR (kader). Atas dasar itu, guna mendukung keterampilan dan kemampuan orangtua dan kader BKR dalam melakukan pengelolaan kelompok BKR, maka diperlukan penyusunan Kurikulum Diklat Teknis Bina Keluarga Remaja bagi Kader BKR.
iv
Oleh karena itu, saya
menyambut baik penerbitan buku ini untuk menjadi pegangan dan pedoman dalam melaksanakan pelatihan bagi kader BKR. Semoga buku ini dapat bermanfaat dalam membina keluarga yang memiliki remaja melalui kegiatan kelompok Bina Keluarga Remaja. Akhirnya kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penyusunan buku ini, kami ucapkan terima kasih. Semoga Tuhan senantiasa melimpahkan Taufik dan rahmatnya kepada kita semua. Amin.
Jakarta,
Maret 2013
Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga
Dr. Sudibyo Alimoeso, MA
v
vi
KATA PENGANTAR
Untuk mewujudkan Generasi Berencana di Indonesia, program GenRe
dihadapkan
dengan
lingkungan
strategik,
yang
berkembang dengan sangat pesat dan cepat. Salah satu diantaranya adalah globalisasi informasi yang kemudian tanpa disadari, telah meliberalisasi dan merubah norma, etika dan moralitas agama, menjadi nilai nilai kehidupan sekuler. Dalam kehidupan remaja perubahan nilai ini, terlihat dari perilaku hidup remaja yang tidak sehat (unhealthy life behaviors). Apabila perilaku remaja yang tidak sehat ini terus berlangsung, tentu akan mengganggu tugas tugas pertumbuhan dan perkembangan kehidupan remaja, baik secara individual maupun sosial. Berbagai upaya telah dilakukan untuk merespon masalah remaja, salah satunya pendekatan kepada keluarga yang memiliki remaja melalui kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR). Kegiatan Bina Keluarga
Remaja
(BKR)
bertujuan
untuk
meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan orangtua atau keluarga lain dalam pembinaan tumbuh kembang remaja. Dengan adanya kegiatan BKR, orangtua diharapkan memiliki pengetahuan dan dapat menyampaikan pengetahuan yang mereka miliki kepada remaja. Peran kader disini dangat penting sebagai fasilitator atau anggota masyarakat yang melaksanakan kegiatan Bina Keluarga Remaja secara sukarela, dalam membina dan memberikan penyuluhan kepada orangtua tentang cara mengasuh dan membina anak remajanya dengan baik dan benar. vii
Untuk mendukung kemampuan kader dalam memfasilitasi keluarga yang tergabung dalam kelompok BKR maka dibutuhkan Diklat teknis BKR. Dalam rangka melaksanakan pelatihan ini , maka disusunlah Kurikulum Diklat Teknis Bina Keluarga Remaja bagi Kader BKR. Kurikulum ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi para pengelola dan pelaksana program GenRe di lapangan dalam melaksanakan Diklat Teknis Bina Keluarga Remaja bagi Kader BKR. Kami menyadari bahwa kurikulum ini belum sempurna dan sesuai dengan yang diharapkan, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan kurikulum selanjutnya. Dan kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian penyusunan kurikulum ini, saya ucapkan terima kasih. Semoga upaya ini menjadi bagian dari darma bhakti kita kepada remaja dan masyarakat Indonesia secara keseluruhan serta menjadi bagian dari amal ibadah kita kepada Allah SWT.
Jakarta,
Maret 2013
Direktorat Bina Ketahanan Remaja Direktur,
Indra Wirdhana, SH, MM
viii
DAFTAR ISI
Kata Sambutan ...................................................................
iii
Kata Pengantar ..................................................................
vii
Daftar Isi .............................................................................
ix
Kurikulum Diklat Teknis Bina Keluarga Remaja Bagi Kader BKR ..........................................................................
1
I.
Rasionalisasi ...................................................................................
1
II.
Peserta ............................................................................................
4
III.
Uraian Tugas .................................................................................
4
IV. Tujuan .............................................................................................
4
V.
Kemampuan yang diharapkan................................................
5
VI. Pengalaman Belajar ....................................................................
5
VII. Struktur dan Isi Materi ...............................................................
8
VIII. Strategi Pelatihan ........................................................................
10
IX. Penilaian Pelatihan .....................................................................
11
X.
Kriteria Keberhasilan ..................................................................
12
XI. Modifikasi Kurikulum .................................................................
12
BAHAN PEMBELAJARAN Bahan Pembelajaran 1: Kebijakan Program GenRe .................................................................
23
Bahan Pembelajaran 2 : Delapan Fungsi Keluarga ...................................................................
33
ix
Bahan Pembelajaran 3 : Pendewasaan Usia Perkawinan .......................................................
47
Bahan Pembelajaran 4 : Komunikasi Efektif Orangtua dengan Remaja .........................
61
Bahan Pembelajaran 5 : Peran Orangtua dalam Pembinaan Remaja ...............................
75
Bahan Pembelajaran 6 : Mekanisme Pengelolaan BKR ...........................................................
79
Bahan Pembelajaran 7 : Pencatatan dan Pelaporan BKR .......................................................
95
Bahan Pembelajaran 8 : Bina Suasana ..........................................................................................
Daftar Pustaka ...................................................................
x
97
117
KURIKULUM DIKLAT TEKNIS BINA KELUARGA REMAJA BAGI KADER BKR
I.
Rasional
Arah kebijakan Generasi Berencana (GenRe). Sebagaimana diketahui, saat ini jumlah remaja usia 10-24 tahun di Indonesia berjumlah kurang lebih 64 juta jiwa atau 27,6% dari jumlah penduduk Indonesia 237,6 juta jiwa (Sensus Penduduk, 2010). Remaja sangat rentan terhadap risiko TRIAD KRR
(Seksualitas, HIV dan AIDS, NAPZA) dan pernikahan dini. Terkait dengan data pernikahan di usia dini, Bappenas (2008) menemukan bahwa 34,5% dari 2.049.000 perkawinan pada tahun 2008 adalah perkawinan anak. Hal serupa ditunjukkan oleh Riset Kesehatan Dasar (2010) yang menemukan bahwa pernikahan usia 15-19 tahun mencapai 41,9%. Terdapat pula pernikahan usia 10-14 tahun sebesar 4,8%. Sedangkan jika dikaitkan antara pernikahan dini dan KDRT, penelitian Plan Indonesia (2011), di 8 Kabupaten di Indonesia (Indramayu, Grobogan, Rembang, Tabanan, Dompu, Timor Tengah, Sikka dan Lembata) menemukan bahwa 44% anak perempuan yang menikah dini mengalami KDRT dengan frekuensi tinggi, dan sisanya 56% dengan frekuensi rendah. Dan 33,5% anak usia 1318 tahun pernah menikah, dan rata-rata mereka menikah pada usia 16 tahun.
1
Jumlah kasus HIV dan AIDS yang dilaporkan 1 Januari sampai dengan 30 September 2012 adalah 15.372 untuk HIV dan 3.541 untuk AIDS. Sedangkan secara kumulatif, kasus HIV dan AIDS sampai dengan 30 September 2012 adalah 92.251 untuk HIV dan 39.434 untuk AIDS (Kemenkes, September 2012). Sedangkan menurut data BNN tahun 2012, total tersangka penyalahgunaan Narkoba adalah 32.743. Dari jumlah tersebut, 1.944 adalah mereka yang berada pada kelompok usia 16 – 19 tahun dan kelompok usia 20 – 24 tahun adalah 5.057. Permasalahan Kesehatan
remaja
seperti
diuraikan
Reproduksi
Remaja
dan
diatas
terkait
Pendewasaan
Usia
Perkawinan tersebut sangat kompleks dan mengkhawatirkan. Untuk merespon permasalahan tersebut, berbagai pendekatan dilakukan oleh pemerintah. BKKBN dalam hal ini sebagai salah satu instansi pemerintah, merespon melalui Pengembangan Program Generasi Berencana (GenRe). Program GenRe dilaksanakan melalui pendekatan dari dua sisi, yaitu pendekatan kepada remaja itu sendiri dan pendekatan kepada keluarga yang mempunyai remaja. Pendekatan kepada remaja dilakukan melalui pengembangan Pusat Informasi dan Konseling pendekatan
Remaja/Mahasiswa kepada
(PIK
keluarga
R/M),
sedangkan
dilakukan
melalui
pengembangan kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR). Dari berbagai informasi menunjukkan bahwa keluarga melalui pola asuh orangtua, telah diidentifikasi sebagai pengaruh yang sangat
penting
dalam
pembentukan
karakter
remaja,
termasuk yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi. Peran keluarga dalam pembinaan dan pengasuhan remaja menjadi 2
sangat penting, karena pembentukan karakter remaja dimulai dari keluarga. Proses pola asuh orangtua meliputi kedekatan orangtua
dengan
remaja,
pengawasan
orangtua,
dan
komunikasi orangtua dengan remaja. Melalui komunikasi, orangtua hendaknya menjadi sumber informasi dan pendidik utama tentang kesehatan reproduksi remaja, juga tentang perencanaan kehidupan remaja di masa yang akan datang. Namun demikian, orangtua sering menghadapi kendala dalam berkomunikasi kepada remajanya, begitupun sebaliknya. Oleh karena itu orangtua harus dibekali pengetahuan dan keterampilan agar orang tua dapat berkomunikasi
secara
efektif
dengan remaja sehingga
orangtua menjadi sumber informasi utama. Kelompok Bina Keluarga Remaja ini telah dikembangkan di seluruh Provinsi Indonesia, dan sampai dengan Desember 2012, kelompok BKR Paripurna sebanyak 5.476 dan anggota keluarga yang aktif dalam BKR adalah 1.685.610. Jumlah yang banyak
tersebut
perlu
dikelola
dan
dibina
secara
berkesinambungan, sehubungan dengan hal ini maka diperlukan suatu pedoman yang menjadi acuan atau pegangan bagi pengelola Program GenRe di semua tingkatan dan Pengelola BKR (kader). Atas dasar itu, guna mendukung keterampilan dan kemampuan orangtua dan kader BKR dalam melakukan pengelolaan kelompok BKR, maka diperlukan penyusunan Kurikulum Diklat Teknis Bina Keluarga Remaja bagi Kader BKR
3
II.
Peserta
Peserta Diklat Teknis Bina Keluarga Remaja bagi Kader BKR adalah anggota masyarakat yang melaksanakan kegiatan Bina Keluarga Remaja secara sukarela, dalam membina dan memberikan penyuluhan kepada orangtua tentang cara mengasuh dan membina anak remaja dengan baik dan benar
III. Uraian Tugas
Tugas yang akan dilakukan setelah mengikuti Diklat Teknis TOT BKR, adalah sebagai berikut : 1. Menyampaikan materi BKR pada anggota kelompok. 2. Melakukan pembinaan kepada anggota kelompok. 3. Melakukan pencatatan dan Pelaporan BKR
IV. Tujuan A.
Tujuan Umum
Setelah mengikuti Diklat Teknis BKR bagi kader BKR, diharapkan peserta mampu meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam membina kelompok BKR. B.
Tujuan Khusus
Setelah mengikuti Diklat Teknis BKR, kader BKR diharapkan mampu: 1. Meningkatkan pengetahuan dalam kegiatan BKR. 2. Menumbuhkan sikap positif terhadap kegiatan BKR.
4
3. Meningkatkan keterampilan dalam memberikan materi kepada sasaran BKR. 4. Meningkatkan
peran
aktif
dalam
melakukan
pembinaan dan bimbingan pada sasaran BKR 5. Memberikan motivasi kepada sasaran BKR
V. Kemampuan Yang Diharapkan
Sesuai uraian tugas, maka kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta adalah : A. Memahami materi-materi tentang BKR B. Terampil memfasilitasi dalam penyampaian materi kepada anggota kelompok BKR C. Terampil memotivasi anggota kelompok BKR
VI. Pengalaman Belajar
A.
Mempelajari Kebijakan Program GenRe 1. Membahas pengertian program Generasi Berencana (GenRe) 2. Membahas tujuan program Generasi Berencana (GenRe) 3. Membahas sasaran program Generasi Berencana (GenRe)
5
4. Membahas
arah
program
Generasi
Berencana
(GenRe) 5. Membahas kebijakan dan strategi Progran GenRe 6. Membahas kebijakan dan strategi Bina Keluarga Remaja (BKR) B.
Mempelajari penanaman nilai-nilai moral melalui 8 Fungsi Keluarga 1. Membahas fungsi agama 2. Membahas fungsi sosial budaya 3. Membahas fungsi cinta dan kasih sayang 4. Membahas fungsi perlindungan 5. Membahas fungsi reproduksi 6. Membahas fungsi sosialisasi dan pendidikan 7. Membahas fungsi ekonomi 8. Membahas fungsi lingkungan
C.
Mempelajari Pendewasaan Usia Perkawinan 1. Membahas pengertian Pendewasaan Usia Perkawinan 2. Membahas
pentingnya
Perkawinan
dari
aspek
psikologis,
pendidikan,
Pendewasaan kesehatan,
Usia
ekonomi,
kependudukan
dan
perencanaan keluarga 3. Membahas
tentang hal-hal penting yang perlu
disiapkan menjelang pernikahan
6
D.
Mempelajari komunikasi efektif orangtua dengan remaja 1. Membahas konsep komunikasi. 2. Membahas sifat orangtua yang diinginkan remaja 3. Membahas cara membangun hubungan harmonis dengan remaja. 4. Membahas mengenal diri remaja 5. Membahas gaya penghambat komunikasi. 6. Membahas kiat-kiat berkomunikasi dengan remaja.
E.
Mempelajari peran orangtua dalam pembinaan remaja 1. Membahas peran orangtua sebagai pendidik 2. Membahas peran orangtua sebagai panutan 3. Membahas peran orangtua sebagai pendamping 4. Membahas peran orangtua sebagai konselor 5. Membahas peran orangtua sebagai komunikato
F.
Mempelajari mekanisme pengelolaan BKR 1.
Membahas kegiatan penyelenggaraan kelompok BKR
2.
Membahas pengembangan kegiatan kelompok BKR
3.
Membahas
pendekatan
dalam
pengembangan
kegiatan kelompok BKR 4.
Membahas pemantapan kegiatan kelompok BKR
5.
Membahas langkah-langkah pelaksanaan kelompok BKR
6.
Membahas peran kader BKR 7
G.
Mempelajari pencatatan dan pelaporan BKR 1.
Membahas pengertian pencatatan dan pelaporan BKR.
2.
Membahas alur pencatatan dan pelaporan BKR.
3.
Membahas jenis dan petunjuk pengisian formulir pencatatan dan pelaporan BKR.
H.
Mempelajari Bina Suasana 1. Melakukan interaksi antar peserta 2. Menciptakan suasana belajar yang kondusif
VII. Struktur Dan Isi Materi NO
MATERI
JUMLAH JAM T
A.
JUMLAH
Kebijakan Program Generasi Berencana (GenRe)
2
2
INTI
1. 2. 3. 4. 5. 6.
8
L
DASAR
1.
B.
P
8 Fungsi Keluarga Pendewasaan Usia Perkawinan Komunikasi Efektif Orangtua Terhadap Remaja Peran Orangtua Dalam Pembinaan Remaja Mekanisme pengelolaan BKR Pencatatan dan pelaporan BKR
1 1 2
2 2 2
3 3 4
2
2
4
2 1
3 2
5 3
C.
PENUNJANG
1.
Bina Suasana
1
1
2
Lain-lain:
-
Pembukaan Pre Tes Post Tes Penutupan
JUMLAH
1 1 1 1 16
1 1 1 1 11
3
30
Catatan :
1. Waktu Pelatihan 30 JP (1 JP = 45’) 2. Lama Pelatihan 4 hari (3 hari efektif) 3. T = Teori, P = Praktik, L = Lapangan
9
, n n a a k t u a k h g a t n e i n g e n e m p
N A U J U T
N T A K U L A J U D N B N I A T L 6 3
t n t a a l a l i k a k i i s n t a d a d i b r a u a c l c m e a s s s e e a v a P p P E P -
i s a k i l p A i r e t a M
N A H I T A ) L P E J P 0 ( N 3 A I A R N A A H S 4 K A L E P
s i t i r o e T n a l a k e b m e P
n a i s a i d t r n e o s k e g P n e P
n n a a a r n i n n s e a a n o n a a a s a a a p s m a p a l t a n k i a a a s a a u u i a l o s g w i i n a a l t t u t n d j i j n e w f g r e g m S a e a a n a a u i b a t g p n a d k g c n n a k a m m n R n n R a k a h a r m u u l l m i r a r e e F e n i e s e o f r e e e r a e e e K e a K n 8 K P U P K E O T R P O D P R M p B P d B B . . . . . . . 1 2 3 4 5 6 7
a p f a i a i n m n a t d a s a a R k a g r c a a U r K n R e g n u f n h a a e B d i n t o r E K r u a r e l g b e n i B a n e P B e a n n s T a m a a n n a a K s a a m n i a e a l r t n k i s a s ) s w i i u a O P a i o a a r s a l k a e t t j n e a o u g e w n g j n r a R u a a a m a g c p S j e n n d i n a k n n l a m a a u n k l m m r r b n a e e e G F e e o r e e a e e e e e n i K G ( 8 P P K O R P D R M p P p B . . . . . . . . 2 3 4 5 6 1 7 8
a n a a s n a i u B s
N A H I T A L E P I G E T A R T S . I I I V
10
N A U H I G T G A A R N P L I E M P 2
n a d , p a k i s
a . n i R n b K a B l i m k p e o m m p a r m m e a l o t l e a e k d k
n a d i s n a r a t i s f p i t a n a i i k s r m u e d d P a e
k r a a r j t a n l o e K b
n a u t n a e t n r e e s P e - p
t s e t e r P
t s e t s o P
n a l i g g n t a a r m e e s P e p -
i r e n t a a n g m a n n r a n i a j a n k a a d a u p a t a p e l p n l e a i m a e i i b s s r n m s a r n e a e e e k o P d p P m l -
IX.
PENILAIAN PELATIHAN Selama pelatihan akan dilakukan beberapa penilaian.
1. Penilaian terhadap peserta : a.
Untuk mengukur tingkat pengetahuan dilakukan dengan pretest dan postest
b. Untuk mengukur sikap akan dilakukan pengamatan individu/peserta selama proses pembelajaran di kelas oleh tim fasilitator dan panitia penyelenggara selama proses pelatihan c.
Untuk mengukur keterampilan dilihat dari aspek psikomotorik melalui penugasan di kelas
2. Penilaian terhadap pengajar Selama pelatihan peserta akan diberikan kesempatan untuk menilai penampilan pengajar meliputi penguasaan materi, penguasaan metode dan pemanfaatan media, serta pemberian motivasi kepada peserta 3. Penilaian praktik lapangan Fasilitator menilai keterampilan peserta dalam praktik lapangan 4. Penilaian terhadap penyelenggaraan pelatihan Peserta memberikan penilaian terhadap efektifitas penyelenggaraan
Diklat,
sarana
dan
prasarana,
akomodasi dan konsumsi serta aspek pendukung lain selama pelatihan
11
X.
KRITERIA KEBERHASILAN
Ukuran keberhasilan dalam pelatihan ini apabila peserta menunjukkan peningkatan kemampuan, semangat belajar yang
tinggi
dan
terlibat
aktif
dalam
setiap
Proses
Pembelajaran. Kriteria keberhasilan dapat diukur apabila minimal 60% peserta mencapai nilai akhir (pengetahuan, sikap dan keterampilan) rata-rata baik.
XI.
MODIFIKASI KURIKULUM
Kurikulum ini dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan daerah dan menambah muatan lokal, tanpa mengurangi tujuan pelatihan.
LAMPIRAN:
Rancang
(RBPMD)/GBPP
12
Bangun
Pembelajaran
Mata
Diklat
T A L K I D A T A M N A R A J A L E B M E P N U G N A B G N A C N A R
a g r a u l e K a n i B i g e t a r t s n a d n a k a j i b e k a t r e s , e R n e G m a r g o r P n a k a j i b e k n a d , h a r a , n a r a s a s , R n a K u B j r u t e , d n a a i K t i t i r g n e a e g n B m e a p j 0 a 9 g n m e = a t t R n i e n t e a R e s g r n m a a e u G 5 h l a 4 e K m @ b m a a e n r i g n a m ) r B o i r j a i n R s P i a t K n n l a B k a e l e P i k ( a T k d a m j t j a a a i a l t b J a m k i e 2 e D K M R : : : :
t a k u g t n t t k i a a a S l l i k i k W s i i D i s p a D a r a k k m t o s a a e l N M A D . . . . 1 2 3 4
) e R n e G ( a n a c n e r e B i s a r e n e G m a r g o r p g n a t n e t n a m a h a m e p i k i l i m e m n a k p a r a h i d t a l k i d a t r e s e p i , n i r a j a n a h a b i r a j a l e p m e m h a l e t e S :
n r a r a a s a j a D l e i b s n e m t e e P p n m a o u K j u . T a . 5
I S N E R E F E R
. 1 I S U A T M I K T A S W E A I D E M / U T N A B T A L A
E D O T E M
K O K O P I R E T A M B U S
:
K O K O P I R E T A M
N A L I n S a A l i s H a R E h r B e E b K e K R r O o T t a k A i I d K n D I . N b I O N
t t u r o a d h D n c p i C a l L H F
d r t a u o o b d e i D n t C a h L H W
t t u r o a d h D n c p i C a l L H F
t t u r o a d h D n c p i C a l L H F
t t u r o a d h D n c p i C a l L H F
t t u r o a d h D n c p i C a l L H F
b a w h a a J m a a r y e n a C T . . 1 2
b a w h a a J m a a r y e n a C T . . 1 2
b a w h a a J m a a r y e n a C T . . 1 2
b a w h a a J m a a r y e n a C T . . 1 2
b a w h a a J m a a r y e n a C T . . 1 2
b a w h a a J m a a r y e n a C T . . 1 2
e R n e G m a r g o r P n a k a j i b e K 1 . 5
R K B n a k a j i b e K 1 . 6
m n a r a g d o n r a p k i g e a t e R j i b a r n e e t K S G . 5
m n a r a g d o n r a p k i g e a t e R j i b a r n e e t K S G . 6
. . . 1 2 3
. . . 1 2 3
. . . 1 2 3
. . . 1 2 3
. . . 1 2 3
e R n e G m a r g o r P i g e t a r t S 2 . 5
. . . 1 2 3
e R n e G m a r g o r P i s i n i f e D . 1 . 1
s m u u s u m h U K n n a a u j u j u u T T . . 1 . 2 . 2 2
. 1 . 3
e R n e G m a r g o r P h a r A 1 . 4
e R n e n G a i t r m e a g r n g e o r P p . 1
m a r g o r p n e a R u n j u e T G . 2
m a r g o r P n a e r R a n s e a S G . 3
m a r g o r P e h R n a r e A G . 4
n a i t r e g n e e : t p R a n n p a e a G d k s a m a l t a r j r e e g s n e e o r P M p
m a r g o r p n a u j u T n a k s a e l e R j n n e e M G
m a r g o r p n a r a s a S n a k s a e l e R j n n e e M G
m a r g o r p h a r A n a k s a e l e R j n n e e M G
n a d e n R a k n e a G j i b e m K a r n g a o k r p s i a g l e t e j n a r e t M S
a j a n m a e d R n a a k g a r a j i u b l e e K K n a a n k i s B a i l g ) e t e R j n a r K e t M S B (
. 2
. 3
. 4
. 5
. 6
. 1
e R n e G m a r g o r P n a r a s a S
R K B i g e t a r t S 2 . 6
13
T A L K I D A T A M N A R A J A L E B M E P N U G N A B G N A C N A R
i s g n u f i , s k u d o r p e r i s g n u f , n a g n u d n i l r e p i s g n u f , g n a y a s h i s a k n a d a t n i c i s g n u f , a y a d u b . l n a a i s g o n s u i k a s g g g i n R r n l a K l u i u f B e , s r K a g e m n d i u s a f a g g i , K n t a i u i i m g F n o e s a g n m B 8 n o u k a i f u 5 j e l 3 a l a 1 g i n s m e a g e m = t n t n f R l i e u a n t a r , g s n r o e a a k a M m h u i 5 a i l a 4 b d i e l d K i N n - @ m a i e n m e n l a p i a r i n B i N a n i a s n j i a t d n a l a i e l k s e m P k a i T a s i D t n m l a a a a i a t l n J k i e 3 a s o D P M s : : : :
t a k u g t n t t k i a a a S l l k i i k W s i i D i s p a D a r a k k m t o s a a l e N M A D . . . . 1 2 3 4
14
I S N E R E F E R
i s g n u F a 8 g r u a u k l u e B K . 1
I S U A T M I K T A S W E
a g r a u l e K i s g n u F n a p a l e D i m a h a m e m t a p a d n a k p a r a h i d t a l k i d a t r e s e p i , n i r a j a n a h a b i r a j a l e p m e m h a l e t e S : :
n a l i r n a s a a r s h a a r j e a D b l e i e b s n K e r m t o e t P e a p k n m i a o d n u K I j u . . T a b . 5
A I D E M / U T N A B T A L A
E D O T E M
K O K O P I R E T A M B U S
K O K O P I R E T A M N A L I S A H R E B E K R O T A K I D N I O N
t i n e m 0 2
t i n e m 0 2
t i n e m 0 2
t i n e m 5 1
t t r u o a p o d h t c D n i p p C a l a L H F L
d r t a o u p o b e t o d i t D n h p C a a L H W L
t t r u o a p o d h t c D n i p p C a l a L H F L
t t r u a p o h o d t c D n i p p C a l a L H F L
b g a n w i h a y a a J l P m a a e r y l e n a o C T R . . . 1 2 3
b g a n w i h a y a a J l P m a a e r y l e n a o C T R . . . 1 2 3
b g a n w i h a y a a J l P m a a e r y l e n a o C T R . . . 1 2 3
b g a n w i h a y a a J l P m a a e r y l e n a o C T R . . . 1 2 3
. . . . 1 2 3 4
r a s a D p e s n o K . 1 . 1
m a l a d r a a s a d m i a a g l a i i n - s i a g l n i u N f . 2 . 1
. . . . 1 2 3 4
r a s a D p e s n o K . 1 . 2
m a a y l a a d d r u a b s l a a d i i s a o l s i i n - s i a g l n i u N f . 2 . 2
. . . . 1 2 3 4
r a s a D p e s n o K . 1 . 3
h m i a s l a a k d r n a a s d a a d t i i a n l c i i g n - s n i a a g l n y i a u N f s . 2 . 3
. . . . 1 2 3 4
r a s a D p e s n o K . 1 . 3
a m a g a i s g n u F . 1
l a i s o S a i y s g a n d u u F B . 2
n a d g a n t n a y i C a i S s h g i n s u a F K . 3
n a g n u i d s n g i r n l u e F P . 4
i s g n u f g n a t n : e t t a n p a a d k s a a a l t r j e e m s n e e a g P M a
i s g n u f g n a t n e t a n y a a k d s u a b l e l j a n i e s o M s
i s g n u g f g n n a a y a t n s e h t i n s a a k k s n a a l e d j a n t e i n M c
i s g n u f g n a t n e t n n a a k g s n a u l e d j n l n i e r e M p
. 2
. 3
. 4
. 1
m a n l a a d g r n a u s d a i n d l i r a e l p i i n - s i a g l n i u N f . 2 . 3
t i n e m 5 1
D C L . 1
t i n e m 5 1
t t u r o a p o d h t n c p p a i l a H F L . . . 2 3 4
b g a n w i y h a a J a l P m a y a r n e l e a o C T R . . . 1 2 3
r a s a D p e s n o K . 1 . 3
m a l a i d s r k u a d s o a r d p i e a l R i i n - s i g a l n i u N f . 2 . 3
t i n e m 5 1
t i n e m 5 1
t t u r o a p o d h t D n c p p l a C a i L H F L . . . . 1 2 3 4
t t u r o a p o d h t D n c p p l a C a i L H F L . . . . 1 2 3 4
t t u r o a p o d h t D n c p p l a C a i L H F L . . . . 1 2 3 4
b g a n w i y h a a J a l P m a y a r n e l e a o C T R . . . 1 2 3
b g a n w i y h a a J a l P m a y a r n e l e a o C T R . . . 1 2 3
b g a n w i y h a a J a l P m a y a r n e l e a o C T R . . . 1 2 3
n m a l a a d d i s r a a s l s i a a n d i i s o a k a l S i i d i i n s i g d a l n n i u e N f P . 2 . 3
r a s a D p e s n o K . 1 . 3
m a l a d r i a m s o a n d o i k a l E i i n - s i g a l n i u N f . 2 . 3
i s k u i d s o g r n p u e F R 5
r a s a D p e s n o K . 1 . 3 i s a s i n l a k a i i s i d o d S n i e s P g n n u a F d 6
r a s a D p e s n o K . 1 . 3
i s g n u f g n a t n e t n a i k s s k a u l e j d r n o e p e M r
i s n g a n k u i f d g i n d n a t e n p e n t n a a d k i s s a a s l i l e j a n i e s o M s
i s g n u f g n a t n e t n a k s i a l m e j o n n e o k M e
i s g n u f g n a t n e t n a n k a s g a l n e u j k n g e n i M l
. 5
. 6
. 7
. 8
i m o n o k E i s g n u F 7
n a g i n s u g k n g n u i F L 8
m a l a n d a r g a n s u a k d g i n i a l L i i n - s i g a l n i u N f . 2 . 3
15
T A L K I D A T A M N A R A J A L E B M E P N U G N A B G N A C N A R
, s i g o l o k i s p i , m o n o k e , n a t a h e s e k k e p s a i r a d P U P . a ; y n n a g h n a i k t n i e n r p e ; , p n g a n a n l i e w j a n k r e e m P n a a i s p a U i s n r a e a p s ; a a w r g R e K d a u B n l r e e k e P d n n a a a i K t i r a g e n a a c t i g b n n n e a r e p e j a m g e m n p e n 5 a n 3 t a a R n 1 n d i e n a = t g r w i s a a t n a k a k u r e h u l e e m a d u K P 5 b d a m n 4 a i n s n e e i m p B U a e i k n r a i n j s a i a a t , l a n n k s e l a k k e a P i i T w d e m D i t d a n a t a d l J k e a n i e D P 3 M p : : : :
I S N E R E F E R
I S U A T M I K T A S W E
, n a n i w a k r e P a i s U n a a s a w e d n e P i m a h a m e m u p m a m a t r e s e p i , n i n a r a j a l e b m e p i t u k i g n e m h a l e t e S :
n r a r a a s t j a a l D k a i e g u n b s t t t n i a a k e a S m l t e l k i i k W s P e p i i D i s p m r n a D a a k a k s u o m t j K o a a l e u . N M A D T a . . . . . 1 2 3 4 5
16
, , B . B K 0 a K Y 1 g n - 0 a s 2 n J , e a a a n k t r a p m n e a o a y a D k d a l a e n e - J P a s P N I , k B u a t u K M k l u e u K K B P M B P . 1
A I D E M / U T N A B T A L A
E D O T E M
K O K O P I R E T A M B U S
:
n a l i s a h r e b e K r o t a k i d n I . b
K O K O P I R E T A M N A L I S A H R E B E K R O T A K I D N I O N
t i n e m 0 9
t i n e m 0 2
t i n e m 0 4
t i n e m 0 3
t u o p d o D n t p C a a L H L
t u o p d o D n t p C a a L H L
t u o p d o D n t p C a a L H L
t t u r o a p o d h c t D n i p p a l C a L H F L
t a p b a a d w n h a e a J P m a h a a r y r e n a u C T C . . . 1 2 3
t a p b a a d w n h a e a J P m a h a a r y r e n a u C T C . . . 1 2 3
t a p b a a d w n h a e a J P m a h a a r y r e n a u C T C . . . 1 2 3
n b a a r w e h a p n a J i a m a y a r n m r e a e C T B . 1 2 3
. . . 1 2 3
P U P n a i t r e g n e P
P U P n a u j u T
. 1 . 1
. 2 . 1
n a n n i a w a a n s k a a r i t r w e e e P g d a n n i e e s P P U . 1 n a n i w a n k a r i e t r P e a g i s : n t e a p U p n n a a a a s d k s a a l a w t r j e e e n d s e n e e P M P
. 1
. . . 1 2 3
. . . 1 2 3
. . . . 1 2 3 4
n n g a a n h a a p l a k e i i j s n r n e e r e P m p . 3
a i s u n a a s a w e d n n e a p n t i a w i k a - k t a r i e K p . 1 . 3 a i s u n a a n s a n t a i a i w e w k a - d k t r a n i e e K p p . 4
i r a d P , U i P n a a m o y n d n o n g k a n k i i t e , d i n n e a d n p t n a a e k n h a e p , u k s d s s e i u g d a k l o n l e j k o e n e k i p e p s s e M a p k
n n a a p h a a i s r k e i r p n n e a p k g s n a l a l e j e j n n e e M m
n a a s a w e d n e P n n a a n k i k i w a t k k r a r e p P a m e i s M U
. 2
. 3
. 4
n a t a h e s e K
s i i m g o o l o n k o i k s E P
n a k i d i d n e P
n a k u d u d n e p e K
a g r a u l e K n a a n a c n e r e P
. . . . . 6 1 . 2 . 3 . 4 . 5 . . 2 2 2 2 2 2
P U P a y n g n i t n e P . 2
n a t a h e s e k n a a s k h i a r k e i m n e a r P p . 1 . 3
i z i g n a p a i s r e P
d i o x o T s u n a t e T i s n a s i i a n l u i n a m I L
. . . 2 . 3 . 4 . 3 3 3
T A L K I D A T A M N A R A J A L E B M E P N U G N A B G N A C N A R
, a j a m e r n a g n e d s i n o m r a h n a g n u b u h n u g n a b m e m a r a c , . a j a j a a m m e e r r n n a a k g n n i g e n d i i i d s a g i n k n a y u a m u o t g k r n e a b r t o a t i a k f i t s i a i , k s , R a i K k s i a B n k r u i n e m u d j o m a a K a t k o i m i p k g e n e t a a e s n b B R m n o a a 0 k m j a a g 8 g h 1 n g m n e a e = t n e R D t n a i e p a t u n t a g y r g e s a a a n m h u a l r 5 a g , e 4 b j a K O f a m a i t @ m n k n e i m e e a i r B f r n i E r s i a i i j t i d n s a a l k a l l e k e k P i a n T i D e t n u m a m a t a g l n k i o J a e D K 4 M m : : : :
t a k u g t n t k i a t a S l a l k i i k W s i i D i s p r a D a k a k m t s o a a l e N M A D . . . . 1 2 3 4
I S N E R E F E R
a j a m e r n a g n e d a u t g n a r o f i t k e f e i s a k i n u m o k n a k u k a l e m u p m a m n a k p a r a h i d t a l k i D a t r e s e p i , n i r a j a n a h a b i r a j a l e p m e m h a l e t e S : :
n a l i n r s a a r a r a s a h j e a D b l e i e b s n K m t e r o e e t P p a n m k i a o d u K I n j u . . T a b . 5
i s a a a u j k a i t n g m u n e m a r R o o n k f i a t u g k k e n u f e B E d . 1
I S U A T M I K T A S W E A I D E M / U T N A B T A L A
E D O T E M
K O K O P I R E T A M B U S
K O K O P I R E T A M N A L I S A H R E B E K R O T A K I D N I O N
t i n e m 0 2
t i n e m 0 3
t i n e m 0 3
t t u r a p o o d h t D n c p i a l p C a L H F L
d r a t u o b p o o d e t t D n i p h a C a L H W L
t t u r a p o d h o t D n c p l p C a i a L H F L
b a w h a a J m a a r y e n a C T . . 1 2
b a w h a a J m a a r y e n a C T . . 1 2
b a w h a a J m a a r y e n a C T . . 1 2
. . . . 1 2 3 4
i s a k i n u m o k i s i n i f e D . 1 . 1
i s a k i p n e u s n m o o K K . 1
p e s n o : k t a n p a i a s a d k s i a k a l t n r j u e e s n e e m o P M k . 1
i s a k i n u m o K a y n g n i t n e P . 2 . 1
. . . . 1 2 3 4
n a a s a r e p n a d g n a y a s f h t i i s i a s o K p 3 . 2
. . . . 1 2 3 4
a i d a a g p r a h n g a n a e y a m c r & e n p e a k a i m r e a i r b j e m a n e m e P M e r 4 5 . . 2 2
n a a k u t i g n n g n a i r i a o d j t g a a n f a m i S y e r . 2
i a s a u k t i g n g n u n a i m r r o o e h k a s r j e e a g l n o b t m e a r y n a a a l k a u s n a h a g - k d l a l a i a n e H d p d . 1 . 3 n n u a g g n n a e b d m n i e a s n a m g n o j a u a r b m a u r a m C h h e r . 3
a u t g a n j a r a o m t e a r f i n s a n k n a i k g s i n a i l d e j g n n e M a y
n u g n n a a b g n e m e d s m i n a r o a m c r a n h a k n s a a g a l e n j j u a n b e u m M h e r
. 2
. 3
n a d a u t g n a r a o y n n n a a i t g a n u h r k e u P d . 1 . 2
i t a n p a m d e n g a n k r a a y g n a n i e t a d h n r e e M p . 2 . 2
a j a m a e r j a a d m a e p r r a a r a g c n e i b r d e n b e m a r n a a C d . 2 . 3
a u u p t g s m n u r a n a r a a m a o h t u r g r n g g a a a g e n n a d g y a a a n y r a i l o y s s i r a a n i p i n i d k h a i t i r n a a a k i d u p t p i a g a a m m a r r h j n o a r e e e r a n t k b e b p n r e e e i e m e e b B d t r B m 3 4 . . 3 3
17
t i n e m 0 3
t i n e m 0 2
D C L . 1
t u o d n a H . 2
h a m a r e C
b a w a J a y n a T
t r a h c p i l F . 3
p o t p a L . 4
D C L . 1
t i n e m 0 5
t t u r o a p o d h t n c p p i a l a H F L . . . 2 3 4
b a w h a a J m a y a r n e a C T . 2 1
. . 1 2
t t u r o a p o d h t D n c p p i C a l a L H F L . . . . 1 2 3 4
n b a a r e w p h a n a J i m a a y a r n m r e a e C T B . 1 2 3
i r i d l a n e a g j n a e m r M e . 4
i s a k a i y n a u g m o s i k n t e j a a b p m a a r h e g b n e e B p . 1 . 3 t a b m a h i g s n a k e i p n a u y a m o G k 5
i r i d l a n e g n e m n a k s a l a e j j n a e m e M r
t a b m a h g n e p a y a g n i a s k a s k a l i n e j u n m e o M k
a j a m e t r a n i k - a g t a i n k e d n i a s k a k i i k t k n u a r m p o m k e r e M b
. 4
. 5
. 6
n a a s a r e p i m a h a a j m a e m M e r . 1 . 3
18
a n a s n a a u s d r k n u a t a a n k g e u n e b b r d m t e n e e e M k m . 2 . 3
f i t k a r a g n e d n e M 3 . 3
i s a k i n u m a o j k r a e m b e t r a i n a k - g t a n i e K d . 1 . 3 i j s a a a k i m n e t u r a m n i a k - o g t k r n a i e e K b d 6
I S N E R E F E R
T A L K I D A T A M N A R A J A L E B M E P N U G N A B G N A C N A R
. r o t a k i n u m o k n a d r o l e s n o k , g n i p m a d n e p , n a t u n a p , k i d i d n e p i a g a b R e K s B a r u e t d n a a r a K j o i a t g m i n a e n a B R e r e m a j n 0 p a a 8 g m a 1 n e n t i = a n R b t e t a m i n g e s r e P a m a u l m 5 h a e l a K a 4 b m a D @ e n i a n m B u r i t a n s a i i g j t n n a l a k r e a l e O P k i T t n m D a a a a l r t k i e J a D P 4 M
a j a m e r n a a n i b m e p m a l a d a u t g n a r o n a r e p n a k p a r e n e m t a p a d n a k p a r a h i d t a l k i D a t r e s e p i n i r a j a n a h a b i r a j a l e p m e m h a l e t e S
: : : :
: :
n a l i s n r a a r s a h t j a a r e a l b k a D e u g e i s t b t t k n n K a a a i r m e S l i e t k t e o i l k W s P a i p D D i p i n m k s r a a a k a o i d k s j n m t K I o e u a a l u . . N M A D T a b . . . . . 1 2 3 4 5
r e d a K n a g n a g e P u 2 k 1 u 0 B 2 . 1
I S U A T M I K T A S W E
t i n e m 5 4
t i n e m 0 3
t i n e m 0 3
t i n e m 0 3
t i n e m 5 4
t u o p d o D n t p C a a L H L
t u o p d o D n t p C a a L H L
t u o p o d t D n p C a a L H L
t u o p d o D n t p C a a L H L
t u o p d o D n t p C a a L H L
t a p b a a d w n h a e a J P m a h a a r y r e n a u C T C . . . 1 2 3 i a g a b e s a u t g n a r k o i i n d a d r e n e P p . 1 . 1
t a p b a a d w n h a e a J P m a h a a r y r e n a u C T C . . . 1 2 3 i a g a b e s a u t g n a r n o a n t a u r e n a P p . 1 . 2
t a p b a a d w n h a e a J P m a h a a r y r e n a u C T C . . . 1 2 3 i a g a b e s a u t g g n n i a r p o m n a a r d e n e P p . 1 . 3
t a p b a a d w n h a e a J P m a h a a r y r e n a u C T C . . . 1 2 3 i a g a b e s a u t g n a r r o o l n e a s r e n o P k . 1 . 4
K O K O P I R E T A M
i a g a b e s a u t g n a r k o i i n d a r d e n e P p . 1
i a g a b e s a u t g n a r n o a n t a u r e n a P p . 2
i a g a b e s a u t g g n n i a r p o m n a a r d e n e P p . 3
i a g a b e s a u t g n a r r o o l n e a r s e n o P k . 4
N A L I S A H R E B E K R O T A K I D N I
a u t g n a r o n a r i k : e d t p i a n d p a n a k e d s p a i a a t r l e g e j a s n e e b e P M s
a u t g n a r o n a r n e t p a n u a n k a s p a i a l e g j n a e b e M s
a u t g n a r o g i n n a r p e m p a n d a n k e s p a i a l e g j n a e b e M s
a u t g n a r o n a r r o e l p e n s a n k o s k i a l a e g j n a e b e M s
t a p b a a d n w n h a e i a s a J P s a a g l m a h u a a r y r u n m n e a u i e C T C S P . . . . . 1 2 3 4 5 i a g a b e s a u t r g o n t a r a k o i n n u a r m e o P k . 1 . 5 i a g a b e s a u t r g o n t a r a i o k n n u a r m e o P k . 5 a u t g n a r o n r a o r t e a p i k n n a u k m k o i t k k i a r a p g m a e b e M s
O N
. 1
. 2
. 3
. 4
. 5
A I D T E A M / L U A T N A B
E D O T E M
K O K O P I R E T A M B U S
. . . 1 2 3
. . . 1 2 3
. . . 1 2 3
. . . 1 2 3
. . . 1 2 3
19
T A L K I D A T A M N A R A J A L E B M E P N U G N A B G N A C N A R
r e d a k s a g u t m n a a l a d d n n a a r t a e k p e , d R n K e B p k , o R p K m B l o k e o k p n m a o a l e n k a s n k a l a t a e i g p R K e k h a B n k n a a g g n l a a n l o a - l b h a e m k g e g n g n e n l a p n e , a p R k , u R K k K B l a k B o e k p m o p m u o p l m e m o k l e n a k a m n t a n a i a a k r g e p a k a g r g n a n h a R i e p d K l a t e t B y n l a r n e k i e a d d p m a a n e K p t r i a t t , i e g a R s n i a K e g e B p e B m a k k i , j 5 g o i a n n p r m 2 2 t a m j e a = n l o a R R t e i K e t a n s k n g a e a n h r B a n m h t a a a u l l a a b 5 b e a i i 4 r o K l a m g e j a e @ e k a g l n i n n m n e i B e a p r i n a g m s P j a t i n e n e l a a a k m e l m e s p k i b h T i D m a t n e a m a g . l a k e l a t n R t k i e J a e K e D M 5 M p B S : : : :
n a r a t j a l k a e u g b n t t t i k a a a S m l k i e i l k W s P i i D i p n D s r a a a a k k t u m a o s j a l e u N M A D T . . . . . 1 2 3 4 5
20
:
I S N E R E F E R
R K B n a a n l a l o m e ) o g 2 d n 1 e e 0 P P 2 ( . 1
I S U A T M I K T A S W E A I D E M / U T N A B T A L A
E D O T E M
K O K O P I R E T A M B U S
K O K O P I R E T A M
:
n a l i r s a a s h a r e D b i e s K n e r t o e t a p k m i o d n K I . . a b
N A L I S A H R E B E K R O T A K I D N I O N
t i n e m 5 4
t i n e m 5 4
t u o p o d t D n p C a a L H L
t u o p o d t D n p C a a L H L
t a b p a a d w n a e h J a P m a h y a r n a r e a u C T C . . . 1 2 3
t a b p a a d w n a e h J a P m a h y a r n a r e a u C T C . . . 1 2 3
. . . 1 2 3
k o p m o l e k n a k u t n e b R m e K P B . 1 . 1
a s n a a s t i k s l a a p e a p k n a n d a t a a k l o g l n e i n g e n e P p . 2 . 1
n a a r R a K g B g k n o e p l e m y o n l e e P k . 1 k o p m o g l e n k a t n n e a : t a t a n r p a a a k g g d i n r l e a a t r u e e g n R s e y e n e K P M p B . 1
. . . 1 2 3
n a t a i g R e k K n B a k n o a p y m a l o l e e P k . 3 . 1
g n a b a n r r m e u a k p i s r r a e a D B P i i i s s s a a a k i k i k i f i f f i t t i t a a a r t r t r t S S S . . . 1 . 2 . 3 . 2 2 2 k o n p a m g l o n e a k b m n a e t a g i n g R e e K P k B . 2
t i n e m 0 3
t u o p o d t D n p C a a L H L
. . . 1 2 3
t a b p a a d w n a e h J a P m a h a a r y r n e a u C T C . . . 1 2 3 k R o K p m l B o e n l a d t e o i k a M g n a n e t a K a i g n g n a e a u k b d i s m a o p e r m e R g n t o r K e e P B P K . . 1 . 2 . 3 3 m k a o l p a n m d a o g l n n e a a k t a b k m n a e t a d e g i n n g R e e e K P p k B . 3
n a t a g i n g e a t k n n e a R t K n g a n a B k b s k a m o l p e e m j n g o l e n e e M p k
n a t a g i n g e a t m a k n l e a n t a R g K n d n a a n a B k t s a b k a k m o l p e e e m j g o n d n l e n e e e M p p k
. 2
. 3
t i n e m 0 3
t i n e m 0 3
t i n e m 5 4
t u o p o d t D n p C a a L H L
t u o p o d t D n p C a a L H L
t u o p o d t D n p C a a L H L
t a b p a a d w n a e h J a P m a h a a r y r n e a u C T C . . . 1 2 3
t a p b a a d w n a e h J a P m a h a a r y r n e a u C T C . . . 1 2 3
t a p b a a d w n i h J a e n a P o m a h i m a a r y r t n e a u s e C T C T . . . . 1 2 3 4
n a h r n a u a l t a i t a e s o K t i n m / / a a a v K s o b c s u r a e e P P K K D t t t t t a a a a a k k k k k g g g g g n i n i n i n i n i T T T T T . . . . . 1 . 2 . 3 . 4 . 5 . 5 5 5 5 5
r R e d K a B K R s r e K a d B g a r u K e T i d n s a a n e K d t t e n a r a R p r a e K m o y S P B K . . . 1 . . 2 . 3 6 6 6
h a k R g n K n a B a a l - k h n o a a s p k k g a m o n l l a e e L p k . 5
s a g u . t n R a K d B n r e a r d e a P k . 6
n a a n g a n s a k t a n l e e t p n h a a k i k R s g K p n B i r a k l - k s h o e a p d k m n g l e n o e a k M l
n a d n a r e . p n R a K k B k r e e t k d a a r k p s m a e g u M t
. 5
. 6
. . . 1 2 3
a R j r K e k B k g o n p i r a m j o e l j e n k a n p a a a t n n i a b m m e e P P . . 1 2 . . 4 4 k o p m o n l a e p k a n t a n t a i a m g R e e K P k B . 4 k o p m o l e k n g t n a a a t i n g e e k t n n a k a p s t a a l e n j a n m R e e K M p B . 4
. . . 1 2 3
R K s B a k t i o l a p u k m o n l e a k t a n k a g t n i a i n g e e P k . 3 . 4
. . . 1 2 3
T A L K I D A T A M N A R A J A L E B M E P N U G N A B G N A C N A R
R K B r e d a K i g a B a j a m e R a g r a u l e K a n i B s i n k e T t a l k i D :
n a i s i g n e p n a k k i t k a r p m e m a t r e s R K B n a r o p a l e p n a d n a t a t a c n e p r u l a , R K B n a r o p a l e p n a d n a t a t a . c R n K e p B n n a a t i t r i o n r e e g p a m n l e p 5 e 3 p n 1 g a R = n d t n K t a n a B i e t n n e t a t a r m s a o 5 a c h p 4 a n a l b e e @ m p r P n e i l n a m u a r i m D a n r j i o l t f n a a a s l t e k i n a t P i j a m d e c a a s i n J t e 3 a n P M e j : : :
t a k u g t n t t k i a a S l a l k i k W i i s D i p i D a a s a r k k m t s a a o l e N M A D . . . . 1 2 3 4
I S N E R E F E R
R K B n a r o p a l e p n a d n a t a t a c n e p n a k u k a l e m t a p a d n a k p a r a h i d t a l k i d a t r e s e p , i n i r a j a n a h a b i r a j a l e p m e m h a l e t e S :
n r a r a s a j a a l D e i b s n m e e t P e p n m a o u K j u . T a . 5
I S U A T M I K T A S W E A I D E M / U T N A B T A L A
E D O T E M
K O K O P I R E T A M B U S
:
n a l i s a h r e b e K r o t a k i d n I . b
K O K O P I R E T A M N A L I S A H R E B E K R O T A K I D N I O N
R K B n a a n l a o l m e o g d n e e P P . 1 t i n e m 0 3
t i n e m 5 3
t t u r o a d h c D n i p C a l L H F
p o t p a L . . . . 1 2 3 4
b a w h a a J m a y a r n e a C T . . 1 2
n a i t r e g n e P . 1 . 1
n a u j u T . 2 . 1
n R a K d B n n n a a t i a t r r a t e a o g c p n n a e e l e P p p . 1 R K B n r n a o a i t r p a e l g e n p : e t p n a n a p a d a k n d s a t a a a t t r l a e e j n s e c e n e P M p . 1
t u o d D n C a L H
t i n e m 0 7
d r a o b p e o t t i h p a W L
. . . . 1 2 3 4
b a w h a a J m a y a r n e a C T . . 1 2 p a i t a l d a o a l p e n g n a r e o p p n a l a e t p a k e g d n t o i i r p R e a i K P t B . 1 . 2 n a t n a r t a a o c p a n l e e p p r n R u a K l A d B . 2
t t u r o a d h c D n i p C a l L H F
p o t p a L . . . . 1 2 3 4
n R a t K a t B a n c a n r e o p p r i l l a u e p m r n o a F d . 5
n a i s i g n e p k e t k a r P
b a w h a a J m a y a r n e a C T . . 1 2 3
0 1 / R K B / 0 / K r i l u m r o F . 1 . 3
0 1 / R K B / I / C r i l u m r o F . 2 . 3
n a t a t a c n e R p r K u B l a n n a a r k o s p a a l l e e j p n n e a M d
n R a K d n B s i t n n r a a a r e i j l - u t a o s i m c p l n r n a e o e e J f p p . 3 s i n n e a j n d a n i a s i t a g t n a e c p n n e R a p K r k i l k i u B t n k m a a r r r o p f o s p m i a e n l e e M j p
. 2
. 3
0 1 / l a D / I / F r i l u m r o F . 3 . 3
0 1 / R K B / I / R r i l u m r o F 4 . 3
21
T A L K I D A T A M N A R A J A L E B M E P N U G N A B G N A C N A R
R K B r e d a K i g a B a j a m e R a g r a u l e K a n i B a s n i n a k s e a T u t S a a l k i n i D B : :
n a k a t p i c n e m k u t n u a n a s a u s a n i b n a k u k a l e m t a p a d a t r e s a n a s a u s a n i B p e s n o K i m a h a m e m t a p a d t a l k i d a t t r i n e e s e m p , 0 i n 9 i r = a f i t j a s i n n u e a d m h n o k 5 a 4 b i r g n @ a j a y a l n r a a r e j p a j m a l a l e e e m b P h a n m a a a l s e J t a u 2 e S s : :
t a k u g t n t t k i a a S l a l k i k W i i s D i p i D a a s a r k k m t s a a o l e N M A D . . . . 1 2 3 4
22
I S N E R E F E R
. 1 I S U A T M I K T A S W E A I D E M / U T N A B T A L A
E D O T E M
a n a s a u s a n i b n a k u k a l e m u p m a m n a k p a r a h i d a t r e s e P : :
n a l i r n a s a r s a h a j a r e a D l i b e s e b n K r m e o e t t P e p a k n m i a o d u j K n I u . . T a b . 5
K O K O P I R E T A M B U S
K O K O P I R E T A M N A L I S A H R E B E K R O T A K I D N I O N
t i n e m 5 4
t i n e m 5 4
t u o d D n C a L H
t r a h c p i l F
t u o d D n C a L H
p o t p a L . . . . 1 2 3 4
. . . . 1 2 3 4
b a w h a a J m a a r y e n a C T . . 1 2 a n a s a u S a n i B n a i t r e g n e P . 1 . 1
a n a s a u S a n i B n a u j u T . 2 . 1
b a w h a a J m a a r y e n a C T . . 1 2
a n a s a u S a n i B t a a f n a M 3 . 1
a n a s a u S a n i B p i s n i r P 4 . 1
n a r i a c n e P k i n k e T . 1 . 2
a n i B a p n e a s s n a o u K S . 1
n a k a u n k a a s l e a u M S a r a a n i C B . 2
a n i B p e s n o : t K a n p a a k d s a a n a t r l j a s e e s n a e e u P M S
n a k u k a l e M a r a C a n n a a k s s a a l u e j S n a e n i M B
. 1
d r a o b p e o t t i h p a W L
. 2
a m a s a j r e K k i n k e T . 2 . 2
Bahan Pembelajaran 1:
Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari bahan ajar ini, peserta diklat diharapkan memiliki pemahaman tentang program Generasi Berencana (GenRe).
Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari bahan ajar ini, peserta diklat dapat: 1. Menjelaskan pengertian program Generasi Berencana (GenRe) 2. Menjelaskan tujuan program Generasi Berencana (GenRe) 3. Menjelaskan sasaran program Generasi Berencana (GenRe) 4. Menjelaskan arah program Generasi Berencana (GenRe) 5. Menjelaskan kebijakan dan strategi Progran GenRe 6. Menjelaskan kebijakan dan strategi Bina Keluarga Remaja (BKR)
I.
Pendahuluan
Jumlah remaja berdasarkan sensus penduduk 2010 adalah kurang lebih 64 juta atau sekitar 27,6 % dari total penduduk Indonesia. Remaja dengan segala permasalahannya adalah issue strategis untuk pembangunan nasional mengingat
23
jumlah usiaremaja (10-24 tahun) cukup besar, yang merupakan cikal bakal penduduk produktif yang akanberkontribusi dalam memanfaatkan peluang bonus demografi. Atas dasar itulah remaja perlu dipersiapkan menjadi generasi yang produktif yaitu remaja yang menyelesaikan pendidikan, berkarir dalam pekerjaan, merencanakan berkeluarga, berpartisipasi dalam masyarakat, serta mempraktikkan hidup sehat. Jumlah dan proporsi remaja yang besar tersebut, akan mempengaruhi jumlah penduduk di masa mendatang, ketika sebagian dari generasi ini akan segera memasuki masa reproduksi. Data SDKI 2007 menunjukkan bahwa median usia kawin pertama perempuan di Indonesia masih relatif muda (19,8 tahun). Masih rendahnya median usia kawin pertama perempuan ini akan berakibat pada tingginya angka Total Fertility Rate (TFR) yang saat ini berada pada angka 2,6 (SDKI 2012), yang akan diturunkan menjadi 2,1 pada tahun 2014. Fakta di lapangan yang ditemukan oleh Bappenas (2008) menunjukkan bahwa 34,5% dari 2.049.000 perkawinan pada tahun 2008 adalah perkawinan anak. Hal serupa ditunjukkan oleh Riset Kesehatan Dasar (2010) yang menemukan bahwa pernikahan usia 15-19 tahun mencapai 41,9%. Terdapat pula pernikahan usia 10-14 tahun sebesar 4,8%. Pernikahan dini membawa berbagai dampak negatif. Jika dikaitkan antara pernikahan dini dan KDRT, penelitian Plan Indonesia (2011), di 8 Kabupaten di Indonesia (Indramayu, Grobogan, Rembang, Tabanan, Dompu, Timor Tengah, Sikka dan Lembata) menemukan bahwa 44% anak perempuan yang menikah dini mengalami KDRT dengan frekuensi tinggi, 24
dan sisanya 56% dengan frekuensi rendah dan 33,5% anak usia 13-18 tahun pernah menikah, dan rata-rata mereka menikah pada usia 16 tahun. Jumlah kasus HIV dan AIDS yang dilaporkan 1 Januari sampai dengan 30 September 2012 adalah 15.372 untuk HIV dan 3.541 untuk AIDS. Sedangkan secara kumulatif, kasus HIV dan AIDS sampai dengan 30 September 2012 adalah 92.251 untuk HIV dan 39.434 untuk AIDS (Kemenkes, September 2012). Data ini merupakan fenomena gunung es artinya data tersebut hanya yang dilaporkan. Sedangkan menurut data BNN tahun 2012, total tersangka penyalahgunaan Narkoba adalah 32.743. Dari jumlah tersebut, 1.944 adalah mereka yang berada pada kelompok usia 16 – 19 tahun dan kelompok usia 20 – 24 tahun adalah 5.057. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi dan merubah berbagai kondisi di atas adalah melalui pendewasaan usia perkawinan yang dikemas dalam Program GenRe. Melalui program GenRe ini remaja diberikan pengetahuan dan pemahaman tentang perlunya menunda usia perkawinan dilihat dari sudut pandang kesehatan, psikologis, dan ekonomi serta kependudukan sehingga akan mengubah sikap dan perilaku remaja.
II.
Pengertian program Generasi Berencana (GenRe)
Dalam rangka merespon berbagai situasi yang ada seperti halnya telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, BKKBN merasa perlu untuk membentuk dan mengelola suatu program yang dapat memberikan informasi yang berkaitan
25
dengan penyiapan diri remaja menyongsong kehidupan berkeluarga yang lebih baik, menyiapkan pribadi yang matang dalam membangun keluarga yang harmonis, dan memantapkan perencanaan dalam menata kehidupan untuk keharmonisan keluarga. Hal ini sekaligus juga merupakan implementasi Undang Undang nomor 52 tahun 2009, tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, pasal 48 ayat 1 (b) yang mengatakan bahwa “Peningkatan kualitas remaja dengan pemberian akses informasi, pendidikan, konseling dan pelayanan tentang kehidupan berkeluarga”, maka BKKBN sebagai salah satu institusi pemerintah harus mewujudkan tercapainya peningkatan kualitas remaja melalui Program Generasi Berencana (Program GenRe). GenRe adalah suatu Program yang dikembangkan dalam rangka penyiapan dan perencanaan kehidupan berkeluarga bagi remaja. Salah satu yang menjadi focus utama dalam program ini adalah promosi pendewasaan usia perkawinan dengan tujuan meningkatnya median usia kawin pertama khususnya bagi perempuan. Secara skematis, kedudukan Program GenRe diilustrasikan sebagai berikut:
26
III. Tujuan Program GenRe
Adapun tujuan dari program GenRe adalah : A. Tujuan Umum
Terciptanya generasi yang memiliki perencanaan dan kesiapan dalam pembentukan keluarga sebagai dasar mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera melalui peningkatan median kawin pertama khususnya bagi perempuan. GenRe juga diharapkan mampu memfasilitasi
remaja
belajar
memahami
dan
mempraktikan perilaku hidup sehat dan berakhlak (healthy and ethical life behaviors) untuk mencapai ketahanan remaja (adolescent resilience).
B. Tujuan Khusus
1. Remaja memahami dan mempraktikan pola hidup sehat dan berakhlak 2. Remaja memahami dan mempraktikan pola hidup yang berketahanan 3. Remaja memahami dan mempersiapkan diri menjadi Generasi Berencana Indonesia
IV. Sasaran Program GenRe
Sasaran dalam Program GenRe antara lain : A. Remaja (10-24 tahun) dan belum menikah B. Mahasiswa/mahasiswi belum menikah 27
C. Keluarga yang punya remaja maupun tidak punya remaja D. Masyarakat peduli remaja
V.
Arah Program GenRe Program Generasi Berencana dikembangkan melalui dua arah yaitu: A. Pusat Informasi dan Konseling Remaja / Mahasiswa (PIK R/M) Suatu wadah dlm program GenRe yang dikelola dari, oleh dan
untuk
remaja/mahasiswa
guna
memberikan
pelayanan informasi dan konseling tentang kesehatan reproduksi serta kegiatan-kegiatan penunjang lainnya. B. Kelompok Bina Keluarga Remaja Adalah Suatu Kelompok / wadah kegiatan yang terdiri dari keluarga mempunyai remaja usia 10 – 24 tahun yang dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua remaja dalam rangka pembinaan tumbuh kembang remaja dalam rangka memantapkan kesertaan, pembinaan dan kemandirian ber-KB bagi PUS anggota kelompok.
28
VI. Kebijakan dan strategi Program GenRe
Intervensi yang perlu dilakukan dalam mewujudkan kondisi remaja yang diinginkan dituangkan dalam kebijakan dan strategi sebagai berikut: A. Kebijakan Program GenRe 1. Meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat dalam program GenRe 2. Meningkatkan komitmen stakeholder dan mitra kerja dalam pengelolaan dan pelaksanaan program GenRe 3. Meningkatnya usia kawin pertama perempuan menjadi 21 tahun 4. Menurunnya kasus perilaku seks pranikah , HIV & AIDS, dan penyalahgunaan NAPZA di kalangan remaja/mahasiswa. 5. Meningkatnya jumlah PIK R/M melalui berbagai jalur (PT/Akademi, Sekolah Umum/Agama, Organisasi Keagamaan dan Organisasi Kepemudaan). 29
6. Meningkatkan
jumlah
kelompok
BKR
(dasar,
berkembang, paripurna) 7. Meningkatnya
SDM
pengelolah
PIK
R/M
dan
kelompok BKR 8. Meningkatnya partisipasi keluarga dalam kelompok BKR a. Peningkatan jejaring kemitraan dalam Program GenRe b. Peningkatan SDM pengelola dalam advokasi, sosialisasi, promosi dan deseminasi program GenRe pada mitra kerja dan stakeholder. c.
Pengembangan BKR dan PIK R/M
B. Strategi program GenRe a. Penataan dan penyerasian kebijakan program GenRe. b. Peningkatan komitmen dan peran serta stakeholder dan mitra kerja dalam program GenRe. c.
Peningkatan
penggerakan
dan
pemberdayaan
stakeholder, mitra kerja, keluarga dan remaja dalam program GenRe. d. Peningkatan
akses
remaja
dalam
pelayanan
informasi dan konseling melalui PIK R/M. e. Peningkatan kuantitas dan kualitas SDM pengelola, PS, KS dan kader BKR. f.
Peningkatan
jumlah
Berkembang, Paripurna) 30
kelompok
BKR
(Dasar,
VII. Kebijakan dan Strategi Pengelolaan BKR
Adapun sebagai salah satu arah atau wadah pengelolaan program GenRe, kebijakan dan strategi yang ditempuh dalam pengeolaan BKR adalah: A. Kebijakan
1. Pembentukan dan pengembangan BKR 2. Peningkatan kualitas pengelola BKR 3. Peningkatan komitmen dengan stakeholder dan mitra kerja dalam pengelolaan BKR 4. Peningkatan pelayanan BKR yang berintegrasi dengan kegiatan PIK R/M 5. Penyediaan
dan
peningkatan
kompetensi
SDM
penumbuhan
dan
pengelola BKR
B. Strategi
1. Melakukan
advokasi
tentang
pengembangan BKR 2. Melakukan promosi dan sosialisasi tentang BKR 3. Menyediakan dukungan anggaran bagi kegiatan BKR, baik dari dana APBN, APBD, maupun dari sumber dana lainnya 4. Melaksanakan pelatihan dan orientasi bagi SDM Pengelola BKR
31
5. Mengembangkan materi substansi BKR sesuai dengan kebutuhan keluarga remaja 6. Memilih
dan
mengembangkan
kelompok
BKR
Paripurna Model 7. Memfasilitasi
tersedianya
sarana
dan
prasarana
pendukung kelompok BKR 8. Melaksanakan pembinaan, monitoring dan evaluasi secara berjenjang
32
Bahan Pembelajaran 2:
Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari bahan ajar ini, peserta diklat diharapkan dapat memahami Delapan Fungsi Keluarga.
Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari bahan ajar ini, peserta diklat dapat: 1. Menjelaskan tentang fungsi agama 2. Menjelaskan tentang fungsi sosial budaya 3. Menjelaskan tentang fungsi cinta dan kasih sayang 4. Menjelaskan tentang fungsi perlindungan 5. Menjelaskan tentang fungsi reproduksi 6. Menjelaskan tentang fungsi sosialisasi dan pendidikan 7. Menjelaskan tentang fungsi ekonomi 8. Menjelaskan tentang fungsi lingkungan
I.
Pendahuluan
Memasuki kehidupan berkeluarga tentunya memerlukan persiapan yang matang dari setiap pasangan. Menyiapkan pribadi yang matang sangat diperlukan dalam membangun 33
keluarga yang harmonis. Menyiapkan pribadi yang matang dapat dilakukan melalui penanaman nilai-nilai moral dengan melaksanakan 8 fungsi keluarga yaitu fungsi agama, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, ekonomi, dan lingkungan. Dalam setiap fungsi keluarga terdapat nilai-nilai moral yang harus diterapkan dalam keluarga.
II.
Delapan Fungsi Keluarga
Pengamalan nilai-nilai moral menurut 8 fungsi keluarga dapat diuraikan sebagai berikut: A. Fungsi agama
Agama adalah kebutuhan dasar bagi setiap manusia yang ada sejak dalam kandungan. Keluarga adalah tempat pertama seorang anak mengenal agama. Keluarga juga menanamkan dan menumbuhkan serta mengembangkan nilai-nilai agama, sehingga anak menjadi manusia yang berakhlak baik dan bertaqwa. Setiap manusia mempunyai kewajiban yang berbeda. Kewajiban tersebut disesuaikan berdasarkan umur dan profesinya. Karena itu penting bagi masing-masing individu untuk mengetahui dan sadar dengan tanggung jawab yang dipikulnya, termasuk dengan pengetahuan akan eksistensinya sebagai manusia yang dicipta oleh yang Maha Pencipta. Manusia pada hakekatnya diciptakan tak lain adalah untuk menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena itu sangat pantaslah sekiranya setiap langkah yang akan dituju oleh setiap manusia hanyalah mengharap atas ridho dari Allah SWT. Dalam hidup perjalanan setiap manusia 34
sesungguhnya tak lepas dari sekedar menjalani sebuah skenario yang telah digariskan oleh yang Maha mengatur, sehingga masing-masing orang satu sama lain baik rezeki, musibah dan takdir pasti tidak akan sama, karena disitulah letak kerahasiaan dari Sang Pencipta. Dalam fungsi agama, terdapat 12 nilai dasar yang mesti dipahami dan ditanamkan dalam keluarga. Dua belas nilai dasar tersebut diantaranya: 1. Iman, yang dimaksud dengan iman yaitu mempercayai akan adanya Allah SWT, Tuhan YME, mengamalkan segala ajaranNya. 2. Taqwa, yang dimaksud dengan taqwa adalah mengamalkan segala sesuatu yang diperintahkan dan menghindari segala yang dilarang Allah SWT. 3. Kejujuran, yang dimaksud dengan kejujuran yaitu menyampaikan apa adanya. 4. Tenggang rasa ditandai dengan adanya kesadaran bahwa setiap orang berbeda dalam sifat dan karakternya. 5. Rajin, maksudnya menyediakan waktu dan tenaga untuk menyelesaikan tugasnya dengan berusaha untuk mendapatkan hasil yang terbaik. 6. Kesalehan, maksudnya adalah memiliki nilai moral yang tinggi dengan melakukan sesuatu yang benar secara konsisten. 7. Ketaatan, maksudnya dengan segera dan senang hati melaksanakan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. 35
8. Suka membantu, memiliki kebiasaan menolong dan membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan. 9. Disiplin, maksudnya menepati waktu, mematuhi aturan yang telah disepakati. 10. Sopan santun, maksudnya adalah seseorang yang berperilaku sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai agama. 11. Sabar dan Ikhlas, maksudnya kemampuan seseorang untuk menahan diri dalam menginginkan sesuatu serta dalam menghadapi suatu kesulitan. 12. Kasih sayang, merupakan ungkapan perasaan dengan penuh perhatian, kesadaran dan kecintaan terhadap seseorang.
B. Fungsi Sosial Budaya Manusia
adalah
makhluk
sosial,
ia
bukan
hanya
membutuhkan orang lain tetapi juga ia membutuhkan interaksi dengan orang lain. Setiap keluarga tinggal disuatu daerah dengan memiliki kebudayaan sendiri. Keluarga sebagai bagian dari masyarakat diharapkan mampu mempertahankan dan mengembangkan sosial budaya setempat. Disamping itu keluarga juga mampu menanamkan rasa memiliki terhadap budaya daerahnya tetapi
tidak
berlebih-lebihan,
sehingga
ia
mampu
menghargai perbedaan budaya harus dijadikan rahmat bukan dijadikan bahan ejekan yang menyebabkan terjadinya permusuhan dan perpecahan.
36
Dalam fungsi sosial budaya, terdapat 7 (tujuh) nilai dasar yang mesti dipahami dan ditanamkan dalam keluarga. Tujuh nilai dasar tersebut diantaranya: 1. Gotong royong, melakukan pekerjaan secara bersamasama yang dilandasi oleh sukarela dan kekeluargaan. 2. Sopan santun, perilaku seseorang yang sesuai dengan norma-norma sosial budaya setempat. 3. Kerukunan, hidup berdampingan dalam keberagaman secara damai dan harmonis. 4. Peduli, mendalami perasaan dan pengalaman orang lain. 5. Kebersamaan, adanya perasaan bersatu, sependapat, dan sekepentingan. 6. Toleransi, bersikap menghargai pendirian yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. 7. Kebangsaan, kesadaran diri sebagai warga negara Indonesia yang harus menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa.
C. Fungsi Cinta dan Kasih Sayang
Mendapatkan cinta kasih adalah hak anak dan kewajiban orang tua untuk memenuhinya. Dengan kasih sayang orang tuanya, anak belajar bukan hanya menyayangi tetapi juga belajar menghargai orang lain.
37
Dalam fungsi cinta dan kasih sayang terdapat 8 (delapan) nilai dasar yang mesti dipahami dan ditanamkan dalam keluarga, diantaranya adalah: 1. Empati, adalah memahami dan mengerti akan perasaan orang lain 2. Akrab, hubungan yang dilandasi oleh rasa kebersamaan dan kedekatan perasaan 3. Adil, memperlakukan orang lain dengan sikap tidak memihak 4. Pemaaf, dapat menerima kesalahan orang lain tanpa perasaan dendam 5. Setia, maksudnya adalah setia terhadap kesepakatan 6. Suka menolong, ditandai dengan tindakan suka menolong dan suka membantu orang lain 7. Pengorbanan, kerelaan memberikan sebagian haknya untuk membantu orang lain 8. Tanggung jawab, mengetahui serta melakukan apa yang menjadi tugasnya.
D. Fungsi Perlindungan
Keluarga mempunyai fungsi sebagai tempat berlindung bagi anggota keluarga. Dalam hal ini dimaksudkan bahwa keluarga harus memberikan rasa aman, tenang dan tenteram bagi anggota keluarganya. Dalam ajaran Islam
38
bahwa salah satu tujuan pernikahan adalah diperolehnya rasa aman, tenang dan tenteram. Dalam fungsi perlindungan terdapat 5 (lima) nilai dasar yang mesti dipahami dan ditanamkan dalam keluarga. Nilai dasar tersebut diantaranya: 1.
Aman, dimaksudkan suatu perasaan yang terbatas dari ketakutan dan kekhawatiran
2.
Pemaaf,
memberitahukan
atau
menunjukkan
kesalahan seseorang dan memberi kesempatan untuk memperbaikinya 3.
Tanggap, maksudnya mengetahui dan menyadari sesuatu yang akan membahayakan/mengkhawatirkan
4.
Tabah, mampu menahan diri ketika menghadapi situasi yang tidak diharapkan
5.
Peduli, suatu upaya untuk memelihara, melindungi lingkungan dari kerusakan
E. Fungsi Reproduksi
Salah satu tujuan dari perkawinan adalah memperoleh keturunan sebagai pengembangan dari tuntunan fitrah manusia. Dalam hal ini keturunan diperoleh dengan bereproduksi oleh pasangan suami istri yang sah. Pada umumnya berbagai data menunjukkan bahwa penerapan pemenuhan
hak
reproduksi
bagi
remaja
belum
sepenuhnya mereka dapatkan, antara lain dalam hal pemberian
informasi
mengenai
pentingnya
fungsi 39
reproduksi bagi remaja. Hal ini dapat dilihat dari masih rendahnya
pengetahuan
remaja
tentang
kesehatan
reproduksi yaitu tentang masa subur. Remaja perempuan dan laki-laki usia 15-24 tahun yang mengetahui tentang masa subur mencapai 65% (SDKI, 2007), terdapat kenaikan dibanding hasil SKRRI tahun 2002-2003 sebesar 29% dan 32%. Remaja perempuan dan laki-laki yang mengetahui risiko kehamilan jika melakukan hubungan seksual sekali masing-masing mencapai 63% (SDKI, 2007), terdapat kenaikan dibanding hasil SKRRI tahun 2002-2003 sebesar 49% dan 45%. Hasil penelitian tentang pengetahuan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang dilakukan di DKI Jakarta oleh LD-UI tahun 2005, menunjukkan bahwa pengetahuan remaja tentang IMS masih sangat rendah kecuali mengenai HIV dan AIDS yaitu sebesar 95%, Sifilis (Raja Singa) sekitar 37%, penyakit Gonorrhea (Kencing Nanah) 12%, Herpes Genitalis
3%,
Klamidia/Kandidiasis
2%,
Condiloma
Akuminata (Jengger Ayam) 0,3%. Untuk mengatasi hal tersebut diatas perlu adanya penanaman 3 nilai dasar yang harus dipahami dalam fungsi reproduksi diantaranya adalah tanggung jawab, sehat, dan teguh. 1.
Tanggung jawab dimaksudkan untuk mengetahui apa yang menjadi tugasnya
2.
Sehat dimaksudkan untuk keadaan sehat secara fisik, fungsi dan sistem reproduksi serta rohani/emosional, orang yang sehat dalam fungsi reproduksi dicirikan
40
dengan kemampuan seseorang menjaga kebersihan dan kesehatan reproduksinya 3.
Teguh dimaksudkan untuk keteguhan dalam fungsi reproduksi yaitu kemampuan seseorang mampu menjaga kesucian organ reproduksinya sebelum menikah.
F. Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan
Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia dalam kehidupannya saling membutuhkan bantuan satu sama lain, hidup secara berkelompok dan bermasyarakat. Setiap manusia mempunyai sistem sosial terkecil yaitu keluarga. Menurut Coleman dan Cressey, keluarga adalah sekelompok orang yang dihubungkan oleh pernikahan, keturunan atau adopsi yang hidup bersama dalam sebuah rumah tangga. Orang tua adalah pendidik pertama dan utama bagi anakanaknya. Keluarga selain berfungsi sebagai pendidik juga sebagai pembimbing dan pendamping dalam tumbuh kembang anak, baik secara fisik, mental, sosial dan spiritual. Mendidik anak adalah kewajiban orang tua. Dalam fungsi sosialisasi dan pendidikan terdapat 7 nilai dasar yang mesti dipahami dan ditanamkan dalam keluarga. Ketujuh nilai dasar tersebut diantaranya:
41
1.
Percaya diri dalam fungsi sosialisasi/pendidikan adalah kebebasan berbuat secara mandiri dengan mempertimbangkan serta memutuskan sendiri tanpa bergantung pada orang lain.
2.
Luwes dalam fungsi sosialisasi dan pendidikan adalah mudah menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi misalnya dengan mudah menerima pendapat orang lain serta dapat bergaul dengan siapa saja.
3.
Bangga dalam fungsi sosialisasi dan pendidikan yaitu perasaan
senang
yang
dimiliki,
ketika
selesai
melaksanakan tugas/pekerjaan yang menantang atau berhasil meraih sesuatu yang diinginkan. 4.
Rajin dalam fungsi sosialisasi dan pendidikan adalah menyediakan waktu dan tenaga untuk menyelesaikan tugasnya dengan berusaha untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Orang rajin dicirikan dengan selalu menyediakan waktu tanpa mengenal menyerah serta mempunyai cita-cita.
5.
Kreatif dalam fungsi sosialisasi dan pendidikan adalah mendapatkan banyak cara untuk melakukan sesuatu. Orang kreatif dapat dicirikan dengan selalu banyak ide/gagasan dalam melakukan sesuatu, tidak pernah berhenti.
6.
Tanggung
jawab
dalam
fungsi
sosialisasi
dan
pendidikan maksudnya mengetahui serta melakukan apa yang menjadi tugasnya.
42
7.
Kerjasama dalam fungsi sosialisasi dan pendidikan maksudnya melakukan sesuatu pekerjaan secara bersama-sama. Kerjasama dapat dicirikan dengan kemampuan seseorang untuk saling menolong, suka kerja kelompok, setia kawan dan ada pembagian tugas dengan orang lain.
Selain dalam lingkungan sosial non formal, terdapat juga lingkungan sosial formal untuk menunjang pendidikan yaitu sekolah. Sekolah mempunyai peran sebagai media untuk mempengaruhi kehidupan intelektual, sosial dan moral para siswa. Suasana di sekolah baik sosial maupun psikologis menentukan proses dan pola penyesuaian diri. Disamping itu hasil dari pendidikan yang diterima anak di sekolah akan merupakan bekal bagi proses penyesuaian di masyarakat.
G. Fungsi ekonomi
Ilmu ekonomi merupakan cabang ilmu sosial yang mempelajari berbagai perilaku pelaku ekonomi terhadap keputusan-keputusan ekonomi yang dibuat. Secara garis besar ilmu ekonomi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) bahasan, yaitu: 1.
Ilmu ekonomi makro, yaitu ilmu yang menganalisis kegiatan perekonomian secara keseluruhan, seperti pendapatan nasional, kesempatan kerja, dan tingkat harga pada umumnya.
43
2.
Ilmu ekonomi mikro, yaitu ilmu yang mempelajari dan menganalisis bagian-bagian tertentu dari keseluruhan kegiatan perekonomian seperti tingkah laku konsumen dan tingkah laku produsen.
Ekonomi keluarga termasuk dalam pembahasan ekonomi mikro. Pembahasan ekonomi keluarga adalah pembahasan atau analisis yang berkaitan dengan perilaku ekonomi keluarga yang dikaitkan dengan proses permintaan dan pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga. Dalam menjalani kehidupan, manusia membutuhkan berbagai jenis dan macam barang-barang maupun jasa untuk memenuhi kebutuhannya diantaranya adalah: 1.
Kebutuhan primer Kebutuhan primer adalah kebutuhan pokok yang benar-benar sangat dibutuhkan oleh keluarga dan sifatnya wajib untuk dipenuhi, contohnya kebutuhan sandang, pangan dan papan.
2.
Kebutuhan sekunder Kebutuhan sekunder keluarga adalah kebutuhan yang diperlukan setelah semua kebutuhan pokok terpenuhi, contohnya kebutuhan rekreasi, kebutuhan transportasi, kesehatan dan pendidikan.
3.
Kebutuhan tersier Kebutuhan tersier keluarga adalah kebutuhan manusia yang sifatnya mewah, tidak sederhana dan berlebihan yang timbul setelah terpenuhinya kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder, contohnya adalah mobil, komputer, apartemen, dan lain sebagainya.
44
Bagi remaja yang belum berkeluarga atau yang sudah merencanakan untuk berkeluarga, sudah seharusnya untuk
mempunyai
sebaiknya
keuangan
gambaran keluarga
tentang itu
akan
bagaimana dikelola.
Pengelolaan keuangan ini memang harus diperhatikan, sebelum berbagai masalah akan dialami dalam keluarga. Langkah-langkah untuk menyusun rencana keuangan sebelum berkeluarga: 1.
Menganalisis pemasukan dan pengeluaran
2.
Mendiskusikan dengan calon pasangan tentang tujuan keuangan
atau
impian-impian
yang
diinginkan
tersebut dipilah menjadi 3 tahap yaitu jangka pendek (dibawah satu tahun), jangka menengah (1-5 tahun), jangka panjang (diatas 5 tahun). 3.
Menyiapkan pendanaan untuk meraih semua impian tersebut
4.
Bila tabungan sudah cukup segeralah merencanakan peluang usaha
5.
Disiplin dalam pengelolaan keuangan.
H. Fungsi Lingkungan
Kemampuan keluarga dalam pelestarian lingkungan merupakan langkah yang positif. Penempatan diri untuk keluarga sejahtera dalam lingkungan sosial budaya dan lingkungan alam yang dinamis secara serasi, selaras dan seimbang. Upaya pengembangan fungsi lingkungan ini 45
dimaksud sebagai wahana bagi keluarga agar dapat mengaktualisasikan
diri
dalam
membangun
dirinya
menjadi keluarga sejahtera dengan difasilitasi oleh institusi masyarakat sebagai lingkungan sosialnya dan dukungan kemudahan dari pemerintah. Dalam fungsi lingkungan terdapat 2 (dua) nilai dasar yang mesti dipahami dan ditanamkan dalam keluarga. Kedua nilai dasar tersebut diantaranya: 1. Bersih, maksudnya suatu keadaan lingkungan yang bebas dari kotoran, sampah dan polusi. 2. Disiplin, maksudnya mematuhi aturan dan kesepakatan yang berlaku.
46
Bahan Pembelajaran 3:
Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari bahan ajar Pendewasaan Usia Perkawinan, peserta Diklat diharapkan dapat memahami tentang Pendewasaan Usia Perkawinan.
Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari ini peserta dapat: 1. Menjelaskan pengertian Pendewasaan Usia Perkawinan 2. Menjelaskan pentingnya Pendewasaan Usia Perkawinan dari aspek kesehatan, ekonomi, psikologis, pendidikan dan kependudukan 3. Menjelaskan hal-hal penting yang perlu disiapkan menjelang pernikahan 4. Menjelaskan tentang perencanaan keluarga
I.
Pendewasaan Usia Perkawinan A. Pengertian Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP)
PUP sangat erat kaitannya dengan program keluarga berencana. Menurut UU No. 52 tahun 2009, Keluarga Berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak 47
dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas. Upaya tersebut dapat dilakukan, salah satunya melalui Pendewasaan Usia Perkawinan. Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) merupakan upaya untuk meningkatkan usia pada perkawinan pertama, sehingga pada saat perkawinan mencapai usia minimal 20 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki. Batasan usia ini dianggap sudah siap baik dipandang dari sisi kesehatan maupun perkembangan emosional untuk menghadapi kehidupan berkeluarga. PUP bukan sekedar menunda perkawinan sampai usia tertentu saja, akan tetapi juga mengusahakan agar kehamilan pertama terjadi pada usia yang cukup dewasa. Apabila seseorang gagal mendewasakan usia perkawinannya, maka diupayakan adanya penundaan kehamilan anak pertama. Penundaan kehamilan anak pertama tersebut, disebut sebagai anjuran untuk mengubah “bulan madu” menjadi “tahun madu”.
B. Pentingnya Pendewasaan Usia Perkawinan Pentingnya PUP bagi remaja terkait erat dengan beberapa aspek, sebagai berikut: 1. Aspek kesehatan Remaja usia di bawah 20 tahun dianjurkan untuk menunda perkawinan dan kehamilan. Dalam usia ini, perempuan atau laki-laki masih dalam proses tumbuh 48
kembang baik secara fisik maupun psikis. Apabila pasangan suami istri menikah pada usia di bawah 20 tahun, maka dianjurkan untuk menunda kehamilan sampai usia isteri 20 tahun dengan menggunakan salah satu alat kontrasepsi. Dilihat dari aspek kesehatan,
perempuan yang
menikah di usia muda dapat berpengaruh pada tingginya angka kematian ibu yang melahirkan, kematian bayi serta rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak. Disebutkan bahwa remaja puteri berusia 1014 tahun berisiko lima kali lipat meninggal saat hamil maupun bersalin, dibandingkan kelompok perempuan usia 20-24 tahun, sementara risiko ini meningkat dua kali lipat pada kelompok usia 15-19 tahun. Organorgan reproduksi remaja puteri berusia kurang dari 20 tahun, belum siap untuk proses mengandung maupun melahirkan, sehingga dapat terjadi komplikasi. Ibu hamil di usia 20 tahun ke bawah sering mengalami prematuritas
(lahir
sebelum
waktunya),
besar
kemungkinan cacat bawaan, fisik maupun mental, kebutaan,
ketulian
serta
meningkatkan
risiko
komplikasi medis, baik pada ibu maupun pada anak. Risiko kesakitan dan kematian yang timbul selama proses kehamilan dan persalinan, antara lain: a. Risiko pada proses kehamilan Perempuan yang hamil pada usia remaja/muda cenderung memiliki berbagai risiko kehamilan dikarenakan belum siapnya organ reproduksi 49
untuk hamil,
kurangnya pengetahuan dan
ketidaksiapan dalam menghadapi kehamilannya. Risiko yang mungkin terjadi selama proses kehamilan adalah: 1)
Keguguran (aborsi), yaitu berakhirnya proses kehamilan pada usia kurang dari 20 minggu.
2)
Pre eklampsia, yaitu ketidakteraturan tekanan darah selama kehamilan dan Eklampsia, yaitu kejang pada kehamilan.
3)
Infeksi, yaitu peradangan yang terjadi pada kehamilan.
4)
Anemia, yaitu kurangnya kadar hemoglobin dalam darah.
5)
Bayi yang meninggal dalam kandungan.
6)
Mempunyai resiko terhadap terjadinya kanker rahim, yaitu kanker yang terdapat dalam rahim, hal ini erat kaitannya dengan belum sempurnanya perkembangan dinding rahim.
b. Risiko pada proses persalinan Melahirkan mempunyai risiko kematian bagi semua perempuan. Bagi seorang perempuan yang melahirkan kurang dari usia 20 tahun, dimana secara fisik belum mencapai kematangan, maka risikonya
akan
semakin
mungkin terjadi antara lain:
50
tinggi.
Risiko
yang
1)
Prematur, yaitu kelahiran bayi sebelum usia kehamilan 37 minggu.
2) Timbulnya kesulitan persalinan, yang dapat disebabkan karena faktor dari ibu, bayi dan proses persalinan. 3)
BBLR (berat bayi lahir rendah), yaitu bayi yang lahir dengan berat badan dibawah 2.500 gram.
4)
Kematian bayi, yaitu bayi yang meninggal dalam usia kurang dari 1 tahun.
5)
Kelainan bawaan, yaitu kelainan atau cacat yang terjadi sejak dalam proses kehamilan.
2. Aspek ekonomi
Perekonomian keluarga adalah salah satu aspek dalam menyiapkan kehidupan berkeluarga. Kesiapan secara ekonomi
sangat
diperlukan
untuk
memenuhi
kebutuhan keluarga Dalam keluarga, terdapat beberapa kebutuhan yang hendaknya dipenuhi, yaitu : a. Kebutuhan Primer Kebutuhan primer keluarga adalah kebutuhan yang benar-benar amat sangat dibutuhkan oleh keluarga dan sifatnya wajib untuk dipenuhi.
51
Contohnya kebutuhan makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal. b. Kebutuhan Sekunder Kebutuhan sekunder keluarga adalah kebutuhan yang diperlukan setelah semua kebutuhan primer terpenuhi. Contohnya kebutuhan alat komunikasi, kesehatan dan pendidikan. c.
Kebutuhan Tersier Kebutuhan tersier keluarga adalah kebutuhan manusia yang sifatnya mewah, tidak sederhana dan berlebihan yang timbul setelah terpenuhinya kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Contohnya adalah mobil, apartemen, dan lain sebagainya.
Idealnya
setiap
calon
suami-istri
harus
sudah
menyiapkan diri untuk mampu memenuhi kebutuhan primer
keluarga
apabila
ingin
melangsungkan
pernikahan untuk membentuk keluarga baru. Oleh sebab itu, Program Pendewasaan Usia Perkawinan menganjurkan setiap remaja mempersiapkan diri secara ekonomi sebelum memasuki kehidupan rumah tangga. Salah satu cara penyiapan diri tersebut adalah dengan menunda usia perkawinan sampai dengan adanya kesiapan secara ekonomi bagi masing-masing pasangan atau calon suami-istri.
52
3. Aspek Psikologis
Kesiapan psikologis sangat penting untuk menyiapkan individu dalam menjalankan peran sebagai suami atau istri. Oleh karena itu, kesiapan psikologis sangat diperlukan dalam memasuki kehidupan perkawinan agar pasangan siap dan mampu menghadapi berbagai masalah yang timbul dengan cara yang bijak, tidak mudah bimbang dan putus asa. Pada usia 20 - 24 tahun remaja memasuki masa dewasa awal, karena pada masa ini remaja mengalami kematangan fisik dan emosi. Kematangan emosi merupakan salah satu aspek psikologis yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan pernikahan. Perkawinan usia muda dapat menimbulkan persoalan dalam rumah tangga, seperti pertengkaran, perselisihan, dan perbedaan pendapat antara suami dan istri. Emosi yang belum stabil, memungkinkan banyaknya pertengkaran atau perselisihan
yang
mengancam
kelangsungan
berujung
pada
berkelanjutan
perceraian.
rumah
dan tangga
Masalah
dapat dan
perceraian
umumnya disebabkan masing-masing sudah tidak lagi memegang komitmen sebagai suami-istri, sudah tidak ada saling percaya, menghargai dan melaksanakan kewajiban sesuai perannya.
Kematangan emosi ini
akan semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia.
53
Selain kematangan emosi, kemampuan penyesuaian diri juga menjadi aspek psikologis yang penting dalam berumah tangga. Di dalam perkawinan terdapat banyak konsekuensi yang harus dihadapi sebagai bentuk pergantian status dari lajang menjadi istri/suami. Perubahan status tersebut menuntut adanya penyesuaian diri terus menerus sepanjang perkawinan. Pasangan suami istri yang mampu melakukan penyesuaian diri dalam kehidupan rumah tangga akan berhasil mewujudkan kehidupan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Pasangan yang memiliki kesiapan untuk menjalani kehidupan perkawinan akan lebih mudah menerima dan menghadapi segala konsekuensi persoalan yang timbul dalam perkawinan. Pendewasaan usia perkawinan sampai pada usia minimal 20 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki, diyakini banyak memberikan keuntungan bagi pasangan dalam keluarga.
4. Aspek pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu aspek yang harus dimiliki dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Pendidikan merupakan salah satu modal untuk mencapai kehidupan yang berkualitas. Pernikahan di usia muda seringkali menyebabkan remaja tidak lagi bersekolah karena mempunyai tanggungjawab baru, yaitu sebagai kepala keluarga dan calon ayah atau istri dan calon ibu, yang diharapkan berperan lebih banyak 54
mengurus rumah tangga maupun menjadi tulang punggung keluarga dan keharusan mencari nafkah. Semakin muda usia menikah, maka semakin rendah kesempatan remaja untuk mencapai pendidikan yang lebih tinggi.
5. Aspek kependudukan
Salah satu aspek kependudukan adalah fertilitas. Oleh karena itu, median usia kawin pertama bagi perempuan sangat mempengaruhi situasi kependudukan, terutama fertilitas (kesuburan). Perempuan yang menikah pada usia muda akan mempunyai rentang waktu masa reproduksi lebih panjang sehingga berpotensi untuk mempunyai lebih banyak anak. Rata-rata, seorang wanita memiliki 300 bulan masa reproduksi. Potensi reproduksi seorang wanita di mulai pada usia menarche (menstruasi pertama). Potensi tersebut akan berhenti saat menopause. Pada wanita usia 20 – 29 tahun, mampu bereproduksi secara maksimal untuk melahirkan anak lahir hidup. Hal ini berdampak pada tingginya tingkat fertilitas, yang pada akhirnya berdampak pada laju pertumbuhan penduduk. Adapun upaya yang dilakukan adalah meningkatkan median usia kawin pertama perempuan. Tingginya proporsi wanita menikah pada suatu masyarakat di pengaruhi oleh median usia kawin pertama perempuan. Dengan pendewasaan usia
55
perkawinan, diharapkan tingkat kelahiran masyarakat akan dapat dikendalikan.
suatu
II. Persiapan menjelang pernikahan A. Pemeriksaan Kesehatan Pranikah
Calon pengantin yang akan melangsungkan pernikahan perlu dilakukan pemeriksaan kesehatannya. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejak dini penyakit yang ada pada calon pengantin, sehingga mereka dapat mengambil keputusan yang bijaksana dan bertanggung jawab terkait dengan rumah tangga mereka ke depan. Karena penyakit tersebut
dapat
mempengaruhi
kondisi
anak
atau
keturunan yang akan dilahirkan, yaitu risiko kecacatan atau kelainan, penyakit bawaan atau penyakit tertentu (seperti thalasemia, hemofilia, buta warna, asma/alergi, dan sebagainya). Beberapa pemeriksaan pranikah antara lain adalah pemeriksaan laboratorium, seperti Hb, golongan darah, rhesus, pemeriksaan darah untuk IMS, gula darah, hepatitis
dan
tes
HIV/AIDS
(bagi
pasangan
yang
mempunyai riwayat hubungan seks berisiko atau Napza suntik).
B. Persiapan Gizi
Calon pengantin yang akan melangsungkan pernikahan perlu meningkatkan status kesehatan dan status gizi agar terhindar dari KEK (Kurang Energi Kronis) dan Anemia. 56
Calon pengantin yang mengalami KEK dapat berisiko pada saat
kehamilan
dan
kelahiran,
seperti
perdarahan,
keguguran, dan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). Sedangkan anemia pada remaja dapat menurunkan produktivitas dan konsentrasi belajar, serta bila hamil dapat berisiko pada saat persalinan.
C. Imunisasi Tetanus Toxoid (TT)
Untuk keselamatan dan perlindungan diri terhadap penyakit tetanus, maka perlu dilakukan 5 (lima) kali pemberian imunisasi TT. Adapun waktu pemberian imunisasi TT yaitu : TT 1
: 0 (nol) bulan
TT 2
: 1 (satu) bulan setelah TT1
TT 3
: 6 (enam) bulan setelah TT2
TT 4
: 12 (dua belas) bulan setelah TT3
TT 5
: 12 (dua belas) bulan setelah TT4
D. Lain-lain
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pemakaian NAPZA (narkotika, psikotropika dan zat adiktif). Karena pemakaian NAPZA dapat mempengaruhi kesehatan perempuan, terutama pada saat kehamilan.
57
III. Perencanaan Keluarga
Perencanaan Keluarga merupakan kerangka dari program pendewasaan usia perkawinan. Kerangka ini terdiri dari tiga masa reproduksi, yaitu: masa menunda perkawinan dan kehamilan,
masa
menjarangkan
kehamilan
dan
masa
mencegah kehamilan. Kerangka tersebut dapat dilihat seperti bagan dibawah ini: Gambar 2 : Bagan Perencanaan Keluarga 20 th - 35 th
Dibawah ini akan diuraikan ciri dan langkah-langkah yang diperlukan bagi remaja apabila memasuki ketiga masa reproduksi tersebut. A.
Masa Menunda Perkawinan dan Kehamilan
Salah satu prasyarat untuk menikah adalah kesiapan secara fisik, yang sangat menentukan adalah umur untuk melakukan pernikahan. Secara biologis, fisik manusia tumbuh berangsur-angsur sesuai dengan pertambahan usia. 58
Dalam masa reproduksi, usia di bawah 20 tahun adalah usia yang dianjurkan untuk menunda perkawinan dan kehamilan. Dalam usia ini seorang remaja masih dalam proses tumbuh kembang baik secara fisik maupun psikis. Proses pertumbuhan berakhir pada usia 20 tahun, dengan alasan ini maka dianjurkan perempuan menikah pada usia 20 tahun. Apabila perempuan menikah dibawah usia 20 tahun dapat mengakibatkan risiko kesakitan dan kematian yang timbul selama proses kehamilan dan persalinan. Perempuan yang menikah pada usia kurang dari 20 tahun dianjurkan untuk menunda kehamilannya sampai usianya minimal 20 tahun dengan menggunakan alat kontrasepsi. Kontrasepsi yang dianjurkan adalah Kondom, Pil, IUD, implan dan suntikan.
B.
Masa Menjarangkan Kehamilan
Pada masa ini usia isteri antara 20-35 tahun, merupakan periode yang paling baik untuk hamil dan melahirkan karena mempunyai risiko paling rendah bagi ibu dan anak. Jarak ideal untuk menjarangkan kehamilan adalah 5 tahun. Kontrasepsi yang dianjurkan adalah IUD, Suntikan, Pil, Implan dan metode KB alami.
C.
Masa Mengakhiri Kehamilan
Masa mengakhiri kehamilan berada pada usia PUS (Pasamgan Usia Subur) diatas 35 tahun. Sebab secara empirik diketahui melahirkan anak diatas usia 35 tahun
59
banyak mengalami risiko medik. Kontrasepsi yang dianjurkan adalah MOW, IUD, Implan, Suntikan, Metode KB alami dan Pil.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan penggunaan kontrasepsi berdasarkan fase reproduksi wanita seperti tabel dibawah ini :
Fase Menunda Kehamilan < 20 tahun Kondom Pil IUD KB alami Implan Suntikan • • • •
• •
60
Fase Menjarangkan Kehamilan 20-35 tahun IUD Suntikan Pil Implan KB alami • • •
• •
Fase Tidak Hamil lagi >35 tahun MOW/MOP IUD Implan • • •
Bahan Pembelajaran 4 :
Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari bahan ajar ini, peserta Diklat diharapkan mampu melakukan komunikasi efektif orang tua dengan remaja
Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari modul ini peserta dapat: 1. Menjelaskan konsep komunikasi. 2. Menjelaskan sifat orangtua yang diinginkan remaja 3. Menjelaskan cara membangun hubungan harmonis dengan remaja. 4. Menjelaskan mengenal diri remaja 5. Menjelaskan gaya penghambat komunikasi. 6. Mempraktikkan kiat-kiat berkomunikasi dengan remaja.
I.
Konsep Komunikasi
Komunikasi merupakan proses penyampaian pikiran dan perasaan melalui bahasa, mendengar, berbicara, gerak tubuh dan ungkapan perasaan. Dengan terciptanya komunikasi
61
antara orangtua dan remaja diharapkan dapat membuat remaja mau terbuka dan berbicara kepada orangtua saat menghadapi berbagai masalah serta menciptakan hubungan harmonis dengan remaja. Pada masa remaja, umumnya mereka mengalami perubahan dalam hal kepribadian secara tidak langsung berpengaruh pada hubungan dengan anggota keluarga. Perbedaan dalam hal nilai dan standar perilaku yang dianut orangtua dengan remaja, membuat orangtua terkadang dianggap “kuno” dan tidak mengerti keinginan remaja. Jika orangtua tidak memiliki kemampuan
untuk
berkomunikasi
yang
baik
maka
kesenjangan hubungan antara orangtua dengan remaja semakin besar. Komunikasi sangat penting sebab pada masa remaja pertentangan keinginan antara remaja dengan orangtua sering terjadi. Jika orangtua dapat menyikapi hal ini dengan mengajak remaja berkomunikasi maka secara perlahan pertentangan dapat dikurangi dan hubungan menjadi lebih menyenangkan serta penuh dengan rasa kasih sayang.
II. Sifat-Sifat Orangtua Yang Diinginkan Remaja A. Perhatian orangtua dan dukungannya Pada umumnya remaja memiliki keinginan bahwa orangtuanya
memperhatikan,
meluangkan
waktu
bersama, mendampingi atau membantu bila ada kesulitan. Dengan adanya dukungan positif dari orangtua akan menambah kedekatan hubungan dan juga memberikan 62
penghargaan pada diri remaja. Dukungan dari orangtua mampu
membuat
remaja
percaya
diri
dan
kuat
menghadapi masalah. Sebaliknya, remaja akan mengalami kekecewaan jika tidak mendapatkan dukungan positif. B. Mendengarkan dan perhatian yang empati Empati memiliki arti adanya kemampuan menghayati pikiran, sikap dan perasaan orang lain, bersedia membagi pengalaman/emosi
dengan
orang
lain.
Remaja
menginginkan pengertian dan empati, ia membutuhkan seseorang yang penuh perhatian. Komunikasi adalah kunci dari harmonisnya hubungan orangtua dengan remaja. Orangtua sebaiknya memiliki waktu untuk berbincang dan mendengarkan kebutuhan/keinginan remaja. C. Kasih sayang dan perasaan positif Emosi atau perasaan yang ada di antara anggota dapat bersifat positif atau negatif. Positif jika di dalamnya terdapat kasih sayang sehingga tercipta hubungan yang hangat. Negatif jika ada penolakan, permusuhan sehingga hubungan menjadi dingin dan tidak saling mengasihi. Remaja memerlukan kasih sayang dan perasaan positif dari orangtua, seperti pelukan, rangkulan ucapan sayang serta perhatian dan perlakuan yang lembut. D. Penerimaan dan menghargai Menerima segala kelebihan serta kekurangan yang dimiliki remaja, membuat remaja merasa lebih dihargai, diterima dan disayangi oleh orangtuanya.
63
E. Memberi kepercayaan pada remaja Remaja perlu merasa bahwa orangtuanya mempercayai mereka sepenuhnya, baik tindakan maupun perilakunya. Sehingga
remaja
dapat
merasa
lebih
aman
dan
terlindungi.
III. Membangun Hubungan Harmonis Dengan Remaja
A. Hal-hal yang sering dilakukan oleh orangtua pada saat berkomunikasi dengan remaja. Dalam berkomunikasi, orangtua ingin segera membantu menyelesaikan masalah remaja, namun seringkali cenderung melakukan hal-hal sebagai berikut : 1. Lebih banyak bicara daripada mendengar 2. Merasa tahu lebih banyak daripada remaja 3. Cenderung memberi arahan dan nasihat 4. Tidak berusaha untuk mendengar dulu apa yang sebenarnya terjadi dan yang dialami remaja 5. Tidak memberi kesempatan remaja mengemukakan pendapat 6. Tidak mencoba menerima dahulu kenyataan yang dialami remaja dan memahaminya 7. Merasa putus asa dan marah-marah karena tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan terhadap anak remajanya
64
B. Cara berbicara pada remaja dan mendengar remaja : 1. Mendengar agar remaja mau bicara 2. Menerima perasaan remaja 3. Bicara dengan anak remaja agar di dengar 4. Bijaksana dan arif dalam mengambil keputusan C. Beberapa hal yang harus diperhatikan orangtua tentang dirinya agar mampu berkomunikasi dengan remaja adalah: 1. Orangtua harus mengenal kemampuan dan kelebihan yang dimiliki 2. Mengenal kelemahan atau kekurangan yang dirasa mengganggu 3. Mampu
meningkatan
kelebihan
dan
menutupi
kekurangan diri Dengan pengendalian diri orangtua bisa menerima diri apa adanya, sehingga tahu apa yang harus diubah. Selain itu, sebagai orangtua akan lebih percaya diri dan mudah menerima remajanya dengan segala kekurangan dan kelebihannya. D. Beberapa tips agar orangtua menerima dirinya, antara lain: 1. Hargai diri sendiri Biasakan tidak membandingkan diri dengan orang lain, karena setiap orang itu unik. Kita dan orang lain berbeda segalanya. 2. Hargai upaya yang sudah kita lakukan Walaupun mungkin belum berhasil, tetapi berusaha menghargai niat dan upaya yang telah dilakukan. 65
3. Tentukan tujuan hidup kita Sebagai orangtua tentukan tujuan mendidik anak, ingin menjadi ibu yang menjadi panutan bagi anakanaknya atau ingin menjadi ayah yang sukses dalam mendidik anak. 4. Berpikir positif terhadap diri sendiri dan orang lain Memandang dirinya maupun remaja dari segi positif. 5. Kembangkan minat dan kemampuan diri Bersedia menghabiskan waktu dan tenaga untuk belajar dan melakukan tugas sampai tujuan tercapai. 6. Kendalikan perasaan Tidak mudah marah, menghadapi kesedihan secara wajar tidak berlebihan. Tidak mudah terpengaruh keadaan sesaat dan menerima penjelasan remajanya dengan tenang.
IV. Mengenal Diri Remaja
Setelah mengenal dirinya sendiri, orangtua perlu mengenal diri remaja agar tetap bisa berkomunikasi dengan cara: A. Memahami perasaan remaja
Banyak terjadi masalah dalam berkomunikasi dengan remaja yang disebabkan karena orangtua kurang dapat memahami perasaan remaja yang diajak bicara. Agar komunikasi
66
dapat
lebih
efektif,
orangtua
perlu
meningkatkan kemampuannya dan mencoba memahami perasaan remaja sebagai teman bicara. Untuk memahami perasaan remaja, orangtua harus menerima dulu perasaan dan ungkapan remaja terutama ketika ia sedang mengalami masalah, agar ia merasa nyaman dan mau melanjutkan pembicaraan dengan orangtua. Selanjutnya orangtua akan lebih mengerti apa yang sebenarnya dirasakan remaja. Perasaan yang sering menghinggapi remaja yaitu: 1. Perasaan negatif Marah, mudah tersinggung, kesal, bosan, bingung, kecewa, frustasi, merasa tidak diperhatikan, kaget, ragu-ragu, tidak nyaman, merasa tidak dicintai 2. Perasaan positif Berani
menyampaikan
gagasan,
yakin
pada
kemampuan, senang, berminat, hebat dan percaya diri.
B. Membentuk suasana keterbukaan dan mendengar
Komunikasi tidak selamanya dengan suara atau berbicara. Mendengar dengan telinga saja tidak cukup, karena katakata yang kita dengar sering tidak dapat membuat kita mengerti perasaan remaja. Melalui bahasa tubuh dapat menunjukan bagaimana perasaan yang sebenarnya. Bahasa tubuh mempunyai pengaruh yang luar biasa dalam segala bentuk komunikasi dan umumnya terkirim tanpa 67
kita sadari. Ungkapan wajah dan mata, gerakan anggota badan dan tubuh memberi isyarat yang banyak kepada orangtua untuk memahami perasaan remaja. Demikian pula nada dan tempo suara. Contoh : No. 1.
Bahasa tubuh Menangis
Makna yang disampaikan Sedih, putus asa, marah, kesal, frustasi, terharu, bahagia
2.
Senyum
Senang dan bahagia
3.
Menghentakkan
Kesal atau marah
kaki 4.
Gugup
Takut, malu dan ragu
C. Mendengar aktif Mendengar aktif adalah cara mendengar dan menerima perasaan serta memberi tanggapan yang bertujuan menunjukkan kepada remaja bahwa kita sungguhsungguh telah menangkap pesan serta perasaan yang terkandung didalamnya, sehingga kita dapat memahami remaja seperti yang mereka rasakan bukan seperti apa yang kita lihat atau sangka. 1. Sikap yang dibutuhkan ketika orangtua mendengar aktif: a. Aktif dan memperhatikan bahasa tubuh dengan sungguh-sungguh b. Membuka diri dan siap mendengarkan
68
c. Tidak berbicara ketika remaja sedang berbicara d. Memahami apa yang dirasakan, dipikirkan, dan dimaksud remaja sesuai dengan kacamata remaja, bukan kacamata orangtua. e. Dalam mendengar aktif, orangtua seolah-olah berperan seperti cermin, dengan memantulkan kembali, memahami perasaan, serta mengulangi inti pesan yang diungkapkan remaja. Sehingga ia merasa didengar, dipahami dan didukung. 2. Teknik mendengar aktif: a. Ketika remaja berbicara, tunggulah 10 menit sebelum membalas pembicaraan. b. Gunakan waktu ini untuk berpikir, “Apa yang sedang di rasakan remaja saya?” dan “Apa yang menyebabkan remaja saya punya perasaan seperti ini?” c.
Ada beberapa cara untuk memantulkan kata-kata remaja kita. ”Kamu kayaknya lagi…karena…” atau “Kamu kelihatannya…karena…”
3. Keuntungan mendengar aktif: a. Orangtua
perlu
memahami
remaja
yang
bermasalah sehingga dirinya penting dan dihargai. Jika orangtua biasa mendengarkan remaja maka biasanya
remaja
juga
mau
mendengarkan
orangtua sehingga mudah terjalin kerjasama.
69
b. Mendengar,
memahami
dan
memantulkan
perasaan remaja, merangsang mereka untuk berbicara dan mengeluarkan masalahnya sehingga kita dapat mengetahui dengan tepat apa yang sebenarnya dirasakan oleh remaja dan bagi remaja perasaan negatif akan hilang. c.
Menjadi cerminan bisa menumbuhkan rasa hangat dan mengakrabkan hubungan orangtua dan remaja. Kita jadi belajar untuk bisa menerima keunikan remaja yang sedang kita dengarkan masalahnya.
d. Remaja yang merasa diterima dan dipahami cenderung akan mudah menerima dan memahami orang lain. e. Membuat remaja mau bicara pada orangtua saat menghadapi masalah dan membantu remaja menyelesaikan masalah dengan menggunakan kata “kamu” dan kata “saya”. 1) Arti dari kata “kamu” dan kata “saya”? Kata
“kamu”
adalah
cara
orangtua
berkomunikasi dengan terbiasa menggunakan bahasa
“kamu”.
menyampaikan
Cara akibat
seperti
ini
perilaku
tidak remaja
terhadap orangtua tetapi berpusat pada kesalahan
remaja,
cenderung
tidak
membedakan antara remaja dan perilakunya
70
sehingga membuat remaja merasa disalahkan, direndahkan dan disudutkan. Kata “saya” lebih menekankan perasaan dan kepedulian orangtua sebagai akibat perilaku remaja sehingga remaja belajar bahwa setiap perilaku mempunyai akibat terhadap orang lain. Melalui kata “saya” akan mendorong semangat
remaja,
mengembangkan
keberaniannya, sehingga remaja akan merasa nyaman. 2) Cara mempraktekkan kata “saya”: a)
Ungkapkan
perasaan
orangtua
yang
bersangkut paut dengan konsekuensi perilaku remaja. b) Tunjukan hal yang khusus dan positif, apa yang orangtua inginkan agar remaja mau melakukan. c)
Pesan saya terdiri dari 4 bagian:
-
Saya
merasa
mengandung orangtua
(pernyataan bagaimana
yang
berkaitan
yang
perasaan dengan
tingkah laku remaja yang menganggu)
-
Kapan (tingkah laku mengganggu orangtua)
-
Karena/sebab (alasan atau penjelasan apa yang diperkirakan akan terjadi) 71
-
Perilaku
yang
diharapkan
oleh
orangtua Contoh:
-
Ibu merasa cemas, ketika kamu tidak pulang pada waktunya, karena ibu pikir ada sesuatu yang terjadi pada dirimu,
ibu
suka
kamu
pulang
menjelang pukul 17.00.
-
Ibu
menjadi
marah,
ketika
kamu
memperlakukan ibu dengan kasar di muka umum, karena ibu rasa kamu tidak menghargai ibu. Ibu suka bila kamu berbicara sopan.
V. Gaya Penghambat Komunikasi Dalam berkomunikasi dengan remaja, orangtua sering bereaksi terhadap ungkapan perasaan, pikiran maupun pernyataan remaja dengan gaya yang membuat perasaan menjadi tidak nyaman dan merusak harga diri remaja, sehingga menyebabkan komunikasi menjadi terhambat. Oleh karena itu, orangtua diharapkan dapat mengenali gaya komunikasi tersebut dan berusaha menghindari atau tidak menggunakannya.
Beberapa
gaya
menghambat komunikasi dengan remaja: A. Memerintah “Jangan mengeluh, kerjakan saja” 72
komunikasi
yang
B. Menyalahkan “Pasti kamu bikin onar lagi, apalagi yang kamu lakukan sampai ayah dipanggil ke sekolah” C. Meremehkan “Kamu kan belum berpengalaman, coba pikirkan saran ibu” D. Membandingkan “Buang sampah seenaknya, lihat dong apa yang dikerjakan adikmu” E. Memberi Cap “Seperti anak-anak saja, cengeng” F. Mengancam “Jangan bicara begitu, awas kalau sekali lagi bicara seperti itu, tahu sendiri” G. Membohongi “Kalau tidak diselesaikan, nanti diganggu setan” H. Mengkritik “Dasar
pemalas,
banyak
bicara,
tapi
tidak
mau
mengerjakannya” I.
Menyindir “Sebentar lagi turun hujan, tumben kamu kok mau menyapu”
73
J.
Buruk sangka
“Ah, kamu saja yang mau libur, mengatakan bahwa temanteman yang mengusulkan berlibur”. K. Menuduh
“Pasti kamu yang mengambil, sering sekali kamu membawa tanpa ijin”
VI. Kiat-Kiat Berbicara Dengan Remaja
A. Berikan kesan kepada remaja bahwa kita terbuka membicarakan apa saja yang berhubungan dengan permasalahan remaja. B. Bersikaplah tenang dalam berbicara kepada remaja. C. Menambah wawasan dan pengetahuan baik dari buku, media maupun yang lain agar dapat merespon apa yang sedang dibicarakan dengan remaja. D. Bila perlu minta bantuan tenaga ahli (guru, toma/toga dan lainnya) untuk melengkapi jawaban. E. Mendengarkan dan memahami perasaan remaja, ini akan membuat remaja merasa dirinya diterima dan membuat lebih mudah diajak berkomunikasi, jangan memotong penjelasan yang diberikan remaja. F.
Sebagai orangtua hendaknya kita mampu berperan seperti pohon yang kuat dan rindang, akarnya menghunjam ke dalam tanah sehingga bisa memberikan makan pada dahan dan daun dan sang pohon dapat menghasilkan buah yang segar, tidak busuk dan berulat.
74
Bahan Pembelajaran 5 :
Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari bahan ajar ini peserta Diklat diharapkan dapat menerapkan peran orang tua dalam pembinaan remaja
Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari modul ini peserta dapat: 1. Menjelaskan peran orangtua sebagai pendidik 2. Menjelaskan peran orangtua sebagai panutan 3. Menjelaskan peran orangtua sebagai pendamping 4. Menjelaskan peran orangtua sebagai konselor 5. Mempraktikkan peran orangtua sebagai komunikator
I.
Pendahuluan
Pengasuhan anak remaja membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang berbeda dibandingkan pengasuhan anak balita. Hal ini terutama disebabkan karena anak menjelang remaja terus mengalami perubahan dan perkembangan secara cepat. Selain perubahan fisik yang tumbuh menjadi besar dan tinggi, kemampuan-kemampuan lain yang dimiliki remaja 75
mulai berkembang, seperti: kemampuan berfikir, menganalisis, membandingkan, mengkritik dan sebagainya. Secara psikis, sikap dan perilakunya pun berubah. Remaja yang tadinya pendiam tiba-tiba banyak bicara atau sebaliknya. Tingkah lakunya sulit dimengerti bahkan seringkali membantah atau menyanggah pendapat yang diberikan, saat itu mereka sedang menjelma menjadi “dewasa”. Pada masa ini, orangtua mempunyai peran yang besar membantu remaja dalam meningkatkan rasa percaya diri, berani mengemukakan masalah serta mulai
mencoba
membuat keputusan dan tidak selalu menuruti temantemannya. Orangtua adalah pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya.
II. Peran Orangtua
Oleh karena itu dalam pengasuhan anak remaja menuju kedewasaan, ada beberapa peran yang harus dilakukan orangtua antara lain : A. Sebagai Pendidik
Orangtua sebagai pendidik wajib memberikan bimbingan dan arahan kepada anak remajanya sebagai bekal dan benteng
mereka
untuk
menghadapi
terjadi.
Nilai-nilai
perubahan
yang
ditanamkan
orangtua
kepada
perubahanagama
anaknya
sejak
yang dini
merupakan bekal dan benteng mereka untuk menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi. Agar kelak remaja dapat membentuk rencana hidup yang mandiri, disiplin 76
dan bertanggung jawab, orangtua perlu menanamkan kepada remaja arti penting dari pendidikan dan ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan dari sekolah.
B. Sebagai Teladan
Remaja memerlukan sosok teladan di lingkungannya. Orangtua merupakan tokoh teladan bagi remajanya. Tingkah lakunya, cara berekspresi, cara berbicara orangtua yang pertama kali dilihat mereka, yang kemudian akan dijadikan teladan dalam kehidupan remaja. Orangtua harus selalu memberikan contoh dan keteladanan bagi anak remaja, baik perkataan, sikap, maupun perbuatan.
C. Sebagai Pendamping
Orangtua wajib mendampingi remaja agar mereka tidak terjerumus ke dalam pergaulan bebas dan tindakan yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Pendampingan orangtua pada remaja hendaknya dilakukan dengan cara yang bersahabat dan lemah lembut. Sikap curiga dari orangtua justru akan menciptakan jarak antara anak dan orangtua serta kehilangan kesempatan untuk melakukan dialog terbuka dengan remaja.
D. Sebagai Konselor
Peran orangtua sangat penting dalam membantu remaja, ketika menghadapi masa-masa sulit dalam mengambil 77
keputusan. Sebagai konselor, orangtua dituntut untuk tidak menghakimi dan memberikan alternatif pilihan penyelesaian masalah yang dihadapi remaja.
E. Sebagai Komunikator
Komunikasi yang baik antara orangtua dengan remaja akan sangat membantu dalam pembinaan mereka. Apabila komunikasi
antara orangtua dengan remaja
terjalin dengan baik, maka satu sama lain akan tercipta keterbukaan dan kepercayaan. Segala kesulitan yang dihadapi remaja akan dapat teratasi, sehingga mereka tidak
akan
mencari
teman/orang
lain
dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi. Remaja akan merasa aman dan terlindungi, bila orangtua dapat menjadi sumber informasi, serta teman yang nyaman diajak bicara tentang kesulitan atau masalah mereka. Salah satu cara yang ideal untuk membina hubungan dengan anak remaja adalah menjadi sahabat atau teman.
78
Bahan Pembelajaran 6 :
Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari bahan ajar ini, peserta diklat diharapkan mampu melakukan pengelolaan BKR.
Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari bahan ajar ini, peserta diklat dapat: 1. Menguraikan tentang penyelenggaraan kelompok BKR. 2. Menjelaskan tentang pengembangan kegiatan kelompok BKR. 3. Menjelaskan tentang pendekatan dalam pengembangan kegiatan kelompok BKR. 4. Menjelaskan tentang pemantapan kegiatan kelompok BKR. 5. Mendeskripsikan
tentang
langkah-langkah
pelaksanaan
kelompok BKR. 6. Mempraktekkan peran dan tugas kader BKR.
I.
Pendahuluan
Dalam melakukan pengelolaan kelompok BKR diperlukan mekanisme agar pelaksanaan kegiatan BKR dapat dilakukan
79
secara efektif dan efisien. Mekanisme mencakup tahapan perencanaan,
pengorganisasian,
pelaksanaan
dan
pengendalian yang diuraikan. Untuk itu, maka diperlukan sumber daya manusia yaitu kader yang memiliki kompetensi dalam menjalankan mekanisme tersebut.
II. Penyelenggaraan Kelompok Bina Keluarga Remaja
A. Pembentukan kelompok BKR, dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Identifikasi
potensi
dan
permasalahan,
untuk
menentukan prioritas masalah yang akan di tangani dengan cara : a. Mengidentifikasi potensi wilayah yang dimiliki suatu daerah, meliputi : jumlah kader, remaja, PUS yang memiliki anak remaja, sarana BKR. b.
Mengidentifikasi penghambat kegiatan
belum
BKR
kurangnya
masalah
yang
menjadi
terbentuknya
kelompok
misalnya:
keterbatasan
keterampilan
kader;
kader;
kurangnya
kesadaran orangtua dan kepedulian TOMA. c.
Menentukan prioritas masalah. 1) Menggalang kesepakatan Pengelola
program
KB
melakukan
penggalangan kesepakatan untuk membentuk kelompok BKR sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Hal yang perlu disepakati antara 80
lain
menentukan
model
kegiatan
BKR
merupakan kegiatan tersendiri atau akan dipadukan dengan kegiatan lain dan kegiatan yang dapat menunjang kesinambungannya. 2) Pelaksanaan KIE Pengelola
program
KB
kepada
tokoh
KIE/sosialisasi
melakukan formal
dan
informal (TOGA/TOMA) tentang permasalahan pertumbuhan dan pembinaan anak remaja di wilayah setempat serta pentingnya kegiatan kelompok BKR. 3) Menyiapkan sumber daya Sumber daya yang perlu dipersiapkan yaitu tenaga pengelola yang akan menjadi pengurus kelompok BKR dan sejumlah kader yang akan bertugas pada kelompok BKR yang akan memberikan
penyuluhan
kepada
orangtua/anggota keluarga. Kader diambil dari anggota masyarakat setempat yang bersedia secara sukarela membina dan memberikan penyuluhan
kepada
orangtua/anggota
keluarga. Jumlah kader dalam setiap kelompok minimal 3 orang. B. Peningkatan kapasitas pengelola dan pelaksana Untuk meningkatkan kapasitas pengelola dan pelaksana dilakukan kegiatan sebagai berikut :
81
1. Pelatihan teknis pengelolaan BKR bagi stake holders dan mitra kerja 2. Workshop / Orientasi C. Pelayanan kegiatan kelompok BKR Rangkaian pelayanan kegiatan kelompok BKR adalah seperti berikut ini : 1. Pertemuan penyuluhan a. Dilakukan minimal 1 bulan sekali b. Waktu dan tempat penyuluhan disepakati bersama anggota kelompok. 2. Tata Cara Penyuluhan a. Pembukaan 1) Mengisi waktu menunggu sampai dengan 60% peserta datang 2) Memperkaya pengalaman peserta dengan kegiatan yang menarik. 3) Membahas kembali materi dan Pekerjaan Rumah (PR) pertemuan sebelumnya. 4) Menanyakan kesertaan ber KB 5) Beri kesempatan dulu kepada orangtua yang kurang berani atau lancar berpartisipasi b. Inti 1) Penjelasan tentang materi baru 2) Sesuaikan
dengan
kelompok orangtua 82
topik/materi
untuk
3) Diskusikan tentang materi yang dibahas 4) Berbagi pengalaman antar orangtua tentang permasalahan
dan
cara
menghadapi
remajanya 5) Gunakan gambar atau alat bantu dalam membahas materi tertentu c.
Penutup 1) Kesimpulan hasil pertemuan 2) Penentuan PR untuk pertemuan yang akan datang 3) Pengisian laporan 4) Pertemuan khusus dengan kader
3. Kunjungan rumah Kunjungan
rumah
dilakukan
apabila
anggota
kelompok BKR dua kali berturut-turut tidak hadir dalam pertemuan kelompok BKR. 4. Rujukan Rujukan dilakukan apabila kader tidak mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh orangtua anggota kelompok BKR. Adapun tempat rujukan ke psikolog, Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera (PPKS), Puskesmas, Rumah Sakit.
83
III. Pengembangan Kegiatan Bina Keluarga Remaja Pengembangan
kegiatan
kelompok
BKR
dilakukan
berdasarkan stratifikasi kelompok sebagai berikut: A. Stratifikasi Dasar 1. Belum ada aspek legalitas 2. Pengurus 1 orang 3. Kader 2 orang 4. Kader terlatih 1 orang 5. Penyuluhan 1 kali sebulan 6. Memiliki buku pedoman 7. Memiliki buku registrasi anggota 8. Memiliki buku kegiatan kelompok B. Startifikasi Berkembang 1. Memiliki papan nama dengan ukuran minimal 60x90 cm 2. Memiliki jadwal pertemuan 3. Sudah ada aspek legalitas 4. Pengurus 2 orang 5. Kader 3 orang 6. Kader terlatih 2 orang 7. Penyuluhan 2 kali sebulan 8. Memiliki buku pedoman 9. Memiliki buku registrasi anggota 10. Memiliki buku kegiatan kelompok 84
11. Memiliki media penyuluhan 12. Memanfaatkan media BKR 13. Memiliki sumber dana C. Stratifikasi Paripurna
1. Memiliki papan nama dengan ukuran minimal 60x90 cm 2. Memiliki jadwal pertemuan 3. Sudah ada aspek legalitas 4. Pengurus 3 orang 5. Kader 4 orang 6. Kader terlatih 3 orang 7. Penyuluhan 2 kali sebulan 8. Memiliki dan mengembangkan buku pedoman 9. Memiliki buku registrasi anggota 10. Memiliki buku kegiatan kelompok 11. Memiliki media penyuluhan 12. Memanfaatkan media BKR 13. Mengembangkan media penyuluhan 14. Mengembangkan media BKR 15. Memiliki keterpaduan dengan kegiatan lainnya 16. Memiliki kegiatan yang terintegrasi dengan PIK R/M 17. Memiliki sumber dana tetap
85
IV. Pendekatan dalam Pengembangan Kegiatan kelompok Bina Keluarga Remaja
Pengembangan kelompok BKR dapat dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut : A. Promosi kegiatan kelompok BKR
Kegiatan
promosi
pemahaman
bertujuan
pentingnya
untuk
kegiatan
meningkatkan
BKR
oleh
setiap
pengelola dan pelaksana program KB, lintas sektor, kader, serta keluarga yang memiliki anak remaja.
B. Pengembangan Model Keterpaduan Kegiatan BKR
Bentuk pengembangan model dapat dilakukan melalui penambahan/pengembangan materi, pelayanan terpadu dengan institusi yang menangani remaja, serta integrasi dengan kegiatan yang ada pada organisasi wanita, keagamaan dan LSOM lainnya.
V. Pemantapan Kegiatan Bina Keluarga Remaja
Upaya pemantapan kegiatan BKR dapat dilaksanakan dalam bentuk kegiatan sebagai berikut : A. Pemantapan jejaring kerja B. Pembinaan kelompok BKR C. Peningkatan kualitas kegiatan kelompok BKR
86
VI. Langkah – Langkah Pelaksanaan Kelompok BKR
Untuk melaksanakan kegiatan pokok tersebut perlu dibentuk wadah berupa kelompok kerja dari tingkat Pusat sampai kelurahan sebagai berikut : A. Tingkat Pusat
1. Penggalangan kesepakatan melalui pertemuan forum, koordinasi, kerja dan forum-forum lainnya. 2. Pembentukan forum Untuk mendorong terselenggaranya kegiatan perlu adanya forum sebagai wadah koordinasi untuk merencanakan, melaksanakan dan evaluasi program yang akan maupun yang sudah dilaksanakan. 3. Penyusun Perencanaan Perencanaan program dan anggaran dalam rangka mendukung
pengembangan
kegiatan
BKR
dilaksanakan secara terpadu berdasarkan sistem perencanaan yang berlaku. 4. Penyusunan Pedoman BKR Penyusunan pedoman BKR, pengembangan dan pembinaan
kelompok
BKR
baik
bagi
petugas/pengelola, fasilitator, kader maupun untuk orangtua. 5. Penyusunan Materi dan Media BKR Penyusunan
materi
dan
media
BKR
bagi
petugas/pengelola, kader dan fasilitator orangtua yang mempunyai anak remaja.
87
6. Pelatihan dan Orientasi Dalam rangka penyebarluasan informasi dan peningkatan pengetahuan dan keterampilan petugas/pengelola/pelaksana BKR diperlukan pelatihan/orientasi. 7. Pengembangan dan Pelaksanaan Sosialisasi Kegiatan ini dilaksanakan sebagai upaya untuk terus menerus meningkatkan kesadaran, kepedulian dan peran serta masyarakat dalam BKR. 8. Pemantauan dan Evaluasi Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan melalui sistem pencatatan dan pelaporan yang dikembangkan, kunjungan lapangan, pertemuan, rapat-rapat, review yang dilaksanakan secara berkala.
B. Tingkat Propinsi
1. Penggalangan kesepakatan dan operasional dilaksanakan dengan melibatkan instansi dan institusi terkait melalui forum pertemuan yang ada pada tingkat propinsi. 2. Tingkat propinsi dan kabupaten/kota dapat menindaklanjuti sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah. 3. Penyusunan Perencanaan Perencanaan
pengelola
program
dan
anggaran
kegiatan BKR dilakukan secara terpadu bersama sektor terkait melalui forum BKR tingkat propinsi.
88
4. Orientasi/pelatihan Dalam rangka desimilasi informasi dan peningkatan pengetahuan keterampilan petugas/pengelola, pelaksanaan BKR maka ditingkat propinsi perlu dilakukan orientasi dan pelatihan BKR. 5. Menyusun petunjuk teknis pengembangan dan pembinaan kelompok BKR baik bagi petugas/pengelola, Fasilitator, kader maupun untuk orangtua. 6. Penyusunan Materi dan Media BKR bagi petugas/pengelola, kader dan fasilitator orangtua, disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan wilayah. 7. Pengembangan dan Pelaksanaan KIE BKR Kegiatan pelaksanaan KIE dilaksanakan sebagi upaya untuk terus menerus meningkatkan kesadaran, kepedulian dan peran serta masyarakat dalam kegiatan BKR. 8. Pemantauan dan Evaluasi Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan melalui sistem pencatatan dan pelaporan yang dikembangkan, kunjungan lapangan, pertemuan, rapat-rapat yang dilaksanakan secara periodik.
C. Tingkat Kabupaten dan Kota
1. Penggalangan kesepakatan dan operasional di tingkat kabupaten/kota dilaksanakan dengan melibatkan instansi dan institusi terkait dan pakar bidang kesehatan, psikologi dan agama. 89
2. Pembentukan forum tingkat kabupaten yang terdiri dari unsur instansi dan institusi terkait dan para pakar bidang kesehatan, pendidikan, psikologi dan agama. 3. Penyusunan Perencanaan Perencanaan
pengelola
program
kegiatan
BKR
dilakukan secara terpadu bersama sektor terkait melalui forum pokja BKR tingkat kabupaten dan kota. 4. Orientasi/pelatihan Dalam rangka desimilasi informasi dan peningkatan pengetahuan/ keterampilan petugas atau pengelola, pelaksana BKR di tingkat kabupaten/kota perlu dilakukan orientasi dan pelatihan BKR. 5. Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan BKR. 6. Menyusun dan memproduksi materi dan media BKR. 7. Pengembangan dan pelaksanaan KIE BKR Kegiatan
KIE
pertemuan,
dilaksanakan
sosialisasi,
seni
melalui budaya
kegiatan lokal
dan
saranasarana yang ada. 8. Pemantauan dan Evaluasi Pemantauan
dan
evaluasi
dilaksanakan
melalui
pencatatan dan pelaporan, kunjungan lapangan, pertemuan, rapat-rapat yang dilaksanakan secara periodik.
90
D. Tingkat kecamatan 1. Penggalangan Penggalangan kesepakatan 2. Pembentukan tim operasional 3. Orientasi petugas dan kader 4. Pendataan calon kelompok BKR 5. Penyusunan rencana kegiatan 6. Pencatatan, pelaporan dan evaluasi 7. Pembinaan pengembangan
E. Tingkat Desa/Kelurahan 1. Penggalangan Penggalangan kesepakatan 2. Pembentukan tim pelaksana tingkat desa 3. Orientasi tim pelaksana dan kader 4. Pendataan calon anggota BKR 5. Pembuatan jadwal kegiatan 6. Pembentukan kelompok BKR 7. Pelaksanaan kegiatan 8. Pencatatan dan Pelaporan 9. Pembinaan
VII. Peran dan Tugas Kader BKR A. Syarat Kader Kader BKR adalah anggota masyarakat yang bekerja secara sukarela dalam membina dan memberikan penyuluhan
91
kepada orangtua tentang cara mengasuh dan membina remajanya dengan baik dan benar, diharapkan memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Pendidikan minimum SMP atau yang setara 2. Tinggal di desa/kelurahan desa/kelurahan tempat BKR berada berada 3. Bersedia mengikuti pelatihan/orientasi 4. Bersedia dan mampu melaksanakan m elaksanakan kegiatan BKR 5. Aktif dalam kegiatan kemasyarakatan 6. Mau dan peduli terhadap pembinaan remaja 7. Selain persyaratan tersebut, diharapkan seseorang menjadi kader adalah berprofesi sebagai guru, rohaniawan/tokoh agama, tokoh masyarakat dan lainlain.
B. Peran dan Tugas Kader
Seorang kader dalam mengelola kelompok BKR, memiliki tugas-tugas sebagai berikut : 1. Melakukan pendataan keluarga yang memiliki m emiliki remaja. 2. Memberikan penyuluhan kepada keluarga remaja yang ada di desa untuk ikut aktif menjadi anggota BKR. 3. Mengundang pakar di bidang terkait, bila tidak menguasai materi. 4. Menyusun jadwal kegiatan.
92
5. Menyelenggarakan
pertemuan
berkala
dengan
orangtua yang memiliki remaja dalam kegiatan BKR. 6. Menjadi fasilitator dalam pertemuan. 7. Kunjungan rumah apabila diperlukan. 8. Merujuk orangtua remaja yang permasalahannya tidak dapat ditangani oleh kader BKR ke tempat pelayanan yang lebih sesuai dengan permasalahannya, seperti Pusat Pelayanan Keluarga Sejahtera atau lembaga konsultasi yang lain. 9. Pencatatan dan pelaporan
C. Kompetensi Kader BKR
Kompetensi yang hendaknya dimiliki oleh kader BKR, antara lain : 1. Memahami substansi Program GenRe. 2. Mampu menyampaikan informasi Program GenRe kepada orangtua atau keluarga. 3. Memiliki keterampilan berkomunikasi interpersonal dengan sasaran. 4. Mampu
menggunakan
media
interaksi
dalam
menyampaikan materi. Misalnya : lembar balik, alat peraga, celemek dan lain-lain. l ain-lain. 5. Mampu menggerakkan masyarakat atau keluarga untuk agar berpartisipasi dalam Program GenRe.
93
94
Bahan Pembelajaran 7 :
Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari bahan ajar ini, peserta diklat diharapkan dapat melakukan pencatatan dan pelaporan BKR
Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari bahan ajar ini, peserta diklat dapat: 1.
Menjelaskan pengertian pencatatan dan pelaporan BKR.
2.
Menjelaskan alur pencatatan dan pelaporan BKR.
3.
Mempraktikkan pengisian jenis-jenis formulir pencatatan dan pelaporan BKR.
I.
Pengertian
Pencatatan dan pelaporan BKR adalah suatu kegiatan mencatat dan melaporkan berbagai aspek yang berkaitan dengan pengelolaan dan pelayanan yang dilakukan oleh kelompok BKR. Adapun tujuan dilaksanakannya pencatatan dan pelaporan BKR adalah untuk mendokumentasikan dan melaporkan seluruh rangkaian kegiatan atau aktifitas dari kelompok
BKR
setiap
bulan,
menggunakan
formulir
pencatatan dan pelaporan. Pencatatan dan pelaporan dilakukan
secara
berjenjang
dari
tingkat
kelompok, 95
kecamatan, kabupaten dan kota, provinsi sampai ke tingkat pusat. Laporan BKR aktif sudah masuk ke dalam sistem pencatatan dan pelaporan BKKBN.
II. Alur Pencatatan dan Pelaporan BKR Adapun alur pencatatan dan pelaporan sebagai berikut: A. Pencatatan dan pelaporan BKR di tingkat kelompok harus dilaporkan kepada pengelola tingkat kecamatan pada tanggal 3 setiap bulannya. B. Pengelola tingkat kecamatan mengelola dan melaporkan ke tingkat kabupaten dan kota pada tanggal 5 setiap bulannya. C. Pengelola tingkat kabupaten dan kota mengolah dan melaporkan ke provinsi pada tanggal 10 setiap bulannya. D. Pengelola tingkat provinsi melaporkan kepada pengelola tingkat pusat pada tanggal 15 setiap bulannya.
III. Jenis dan Petunjuk Pengisian Formulir Pencatatan dan Pelaporan
Formulir pencatatan dan pelaporan BKR, terdiri dari
A. Formulir K/0/BKR/10 B. Formulir C/I/BKR/10 C. Formulir F/I/Dal/10 D. Formulir R/I/BKR/10 Formulir dan cara pengisian formulir (terlampir) 96
Bahan Pembelajaran 8 :
Kompetensi Dasar
Peserta diharapkan mampu melakukan bina suasana
Indikator Keberhasilan
1. Peserta diharapkan dapat menjelaskan Konsep Bina suasana 2. Peserta diharapkan dapat melakukan bina suasana untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif
I.
KONSEP BINA SUASANA A. Pengertian Bina Suasana
Suatu kegiatan pelatihan akan dikatakan berhasil apabila prosesnya lancar sesuai dengan perencanaan dan tujuan yang telah ditetapkan. Selain itu, keberhasilannya akan ditandai dengan suasana belajar yang menyenangkan baik bagi peserta, fasilitator maupun penyelenggara pelatihan. Bina suasana adalah bagian dari dinamika kelompok. Prinsip yang dikembangkan dalam bina suasana, mengacu dan sama halnya seperti dalam dinamika kelompok, yaitu belajar melalui pengalaman. Pengalaman itu dimulai dari perkenalan sebagai bagian
97
dari suasana pencairan, permainan simulasi yaitu bermain yang dibuat menyerupai suasana nyata. Sedangkan yang dimaksud pengertian Bina Suasana, kalau dilihat dari kamus Besar Bahasa Indonesia. Bina suasana berasal dari kata dasar “bina” artinya membangun, sedangkan “suasana” artinya keadaan atau situasi. Berarti bina suasana menciptakan hubungan suasana yang kondusif. Dikaitkan dengan situasi belajar, pengertian bina suasana adalah menciptakan suasana yang mendukung tercapainya tujuan pelatihan. Penciptaan suasana belajar yang mendukung tercapainya tujuan pelatihan, adalah persyaratan yang harus diusahakan dibentuk oleh fasilitator, terutama dalam kegiatan instruksional dalam suasana belajar andragogik. Salah satu usaha menciptakan lingkungan pelatihan yang mendukung suasana belajar adalah pembinaan hubungan antar pribadi. Keberhasilan kegiatan pembinaan hubungan antar pribadi sangat ditentukan oleh fasilitator dalam menanamkan cara berkomunikasi. Secara umum dapat disimpulkan bahwa pengertian bina suasana salah satu cara berinteraksi dalam mengadakan hubungan antar pribadi yang baik (Kartono Donousodo, dalam Modul Belajar Mandiri bagi Widyaiswara, 2003). Dapat dikatakan juga Bina Suasana bagian dari dinamika kelompok, yang di dalamnya merupakan Hubungan antar Manusia (HAM). Kalau dilihat dari segi komunikasi hubungan antar manusia adalah suatu proses komunikasi yang sehat, jujur, relaks dan terhindar dari rasa cemas
98
dalam rangkian pencapaian tujuan pelatihan yang telah ditetapkan. Sejalan dengan pandangan tersebut, Bina suasana kaitannya dengan proses belajar mengajar, yaitu hubungan antar manusia yang dilaksanakan melalui proses komunikasi yang dilandasi dengan kematangan kepribadian untuk mencapai tujuan pelatihan. Dengan demikian bina suasana, yang dituntut dalam keberhasilan suatu pelatihan adalah: 1. melibatkan sebanyak-banyaknya partisipasi peserta dalam proses belajar mengajar. 2. terjadinya proses komunikasi dua arah, antara peserta dengan peserta, antara peserta dengan fasilitator dan antara peserta dengan panitia penyelenggara pelatihan 3. proses komunikasi antara peserta pelatihan harus dimulai dengan kematangan kepribadian. 4. bina suasana merupakan alat untuk pencapaian tujuan pelatihan. 5. bina suasana membentuk kepercayaan diri dan menciptakan situasi belajar “peserta siap untuk menerima pelajaran”
B. Tujuan Bina Suasana
Merupakan suatu teknik yang tidak akan terwujud dengan sendirinya, melainkan suasana yang harus dibentuk oleh fasilitator seperti dalam teknik dinamika kelompok. 99
Tujuannya yaitu: 1. Meningkatkan kepekaan peserta pelatihan: a. saling mengenal satu sama lain b. saling menghormati satu sama lain c.
saling mengerti satu sama lain
d. saling memahami tingkah laku satu sama lain e. saling memahami kebutuhan satu sama lain 2. Meningkatkan rasa solidaritas antar peserta pelatihan yang ditandai dengan: a. spontanitas b. berpartisipasi c.
saling mengetahui batas wewenang masingmasing
d. kesepakatan atas tujuan yang akan dicapai 3. Menciptakan suasana belajar yang kondusif: a.
tidak menciptakan jarak antara fasilitator dengan peserta
b. memberi
kesempatan
peluang
sebanyak-
banyaknya kepada pesdrta untuk berinteraktif
C. Manfaat Bina Suasana
Peserta pelatihan umumnya sangat beragam, yaitu kelompok belajar orang dewasa 100
yang memiliki latar
belakang berbeda dari segi pendidikan, usia, pengalaman, kehidupan keluarga, ekonomi, status sosial, budaya, adat istiadat, agama yang dianut serta harapan-harapan yang dimilikinya. Secara garis besar manfaat bina suasana dalam pelatihan adalah: 1. Proses pencairan untuk saling mengenal antar peserta 2. Untuk saling mengakrabkan antara fasilitator dengan peserta 3. Untuk saling berkomunikasi antara peserta, fasilitator dan panitia penyelenggara 4. Untuk mempercepat proses pencaoaian tujuan pelatihan
D. Prinsip Bina suasana
Mengacu pada buku teknik dinamika kelompok, dalam organisasi pembelajaran modern dan tersistem dimana team learning merupakan upaya mempercepat tercapainya
organisasi pembelajaran. Team learning dalam learning organization (LO) akan mudah tercapai apabila organisasi
pembelajar, saling memahami kedudukan masing-masing, melalui bina suasana proses pembelajaran tersebut akan mudah tercapai apabila dari masing-masing organisasi belajar menerapkan prinsip-prinsip bina suasana, sama seperti yang diuraikan dalam Teknik Dinamika Kelompok (Pulap-BKKBN, 2011) , seperti berikut: 101
1. Partisipatif; 2. Hormat menghormati; 3. Harga menghargai; 4. Percaya mempercayai; 5. Tidak mengancam; 6. Keterbukaan; 7. Mengakui kekhususan pribadi, maksudnya yaitu adanya pengakuan diantara peserta pelatihan, bahwa masing-masing adalah pribadi yang khas dan tidak harus dengan pribadi lainnya. Suasana seperti di atas akan ditemukan dalam hubungan antar pribadi, apabila dapat diwujudkan akan merupakan kondisi yang menguntungkan bagi pencapaian tujuan pelatihan. Untuk mewujudkan kondisi seperti ini, maka dibutuhkan penguasaan materi teknik dinamika kelompok yang telah dibahas dalam materi lain dari paket belajar pelatihan ini. Bina suasana pelaksanaannya bisa dilakukan pada awal pelatihan, atau pada saat di tengah-tengah proses belajar yang durasi pelatihannya cukup panjang.
II.
CARA MELAKUKAN BINA SUASANA
Bahasan dalam melakukan bina suasana dalam tulisan ini dibatasi pada teknik pembentukan kelompok saja (formation) seperti yang telah diuraikan dalam materi Teknik Dinamika kelompok (Kartono Donousodo, 2011 yang terdiri dari teknik
102
pencairan
dan kerjasama. Beberapa permainan yang
diuraikan, merupakan alternatif permainan yang dapat dipilih oleh fasilitor selain dengan mempertimbangkan waktu yang tersedia dalam pembelajaran, pencapaian tujuan pelatihan maupun fasilitas yang tersedia. Permainan dari bina suasana tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. A. Teknik pencairan
Pada awal pelatihan, merupakan langkah pertama untuk pembentukan kelompok, tugas utama fasilitator adalah menciptakan suasana yang mendukung peseta untuk saling mengenal satu sama lain, termasuk berkenalan dengan
fasilitrator
Perkenalan
yang
dan baik,
penyelenggara akan
pelatihan.
menumbuhkan
rasa
kebersamaan yang akan dapat menjadi landasan bagi terciptanya suasana keterbukaan. Tujuan teknik pencairan ini diantaranya adalah: 1. Agar peserta saling kenal secara pribadi, nama, ciricirinya, sifat, latar belakang keluarga dan lain-lain. Keakraban yang ditumbuhkan akan memudahkan dalam bekerjasama. 2. Terjadinya interaksi antar individu dalam kelompok secara mendalam. 3. Peserta saling lebih mengenal dan memahami secara fisik, psikologis dan sosial. 4. Terbentuknya sikap kesetiakawanan, keterbukaan dan kebersamaan antar seluruh peserta.
103
Berikut
ini
beberapa
permainan
dalam
perkenalan
merupakan teknik pencairan. 1. NAMA PERMAINAN: DAG-DIG-DUG
Permainan
ini dapat dipakai apabila peserta belum
saling mengenal, dimana peserta berasal dari latar belakang berbeda. a.
Tujuan permainan
:
1) peserta saling berkenalan 2) peserta ikut secara aktif dalam kelompok
b.
Waktu yang dipakai :
30 – 40 menit
c.
Tempat
ruang kelas yang cukup
:
untuk menampung peserta d.
Bahan
:
Tidak ada
e. Langkah permainan :
1) Fasilitator menjelaskan kepada peserta tentang jalannya permainan, dan memberikan instruksi cara bermainnya. Formasi peserta berdiri melingkar 2) Kalau fasilitator menyebut kata DAG berarti peserta yang ditunjuk harus memperkenalkan teman sebelah kiri, kalau fasilitator menyebut kata DIG berarti peserta yang ditunjuk harus memperkenalkan temannya sebelah kanan. 104
Kalau disebut kata DUG peserta yang ditunjuk harus memperkenalkan dirinya sendiri. Kalau fasilitator mengatakan DAG-DIG-DUG berkalikali berarti formasi peserta berubah tempat 3) Permainan
ini
terus
dilanjutkan
sampai
sebagian besar peserta sudah saling mengenal. 4) Diakhir
permainan
fasilitator
menawarkan
kepada peserta, s8iapa yang bisa paling banyak memperkenalkan peserta. Sebaiknya peserta yang paling banyak mengenalkan temannya diberi hadiah berupa permen atau hadiah apa saja. f.
Pembahasan dan kesimpulan:
1) Setelah
selesai
permainan
fasilitator
menanyakan kepada peserta mengungkapkan pengalaman apa yang diperoleh selama proses permainan 2) Sampaikan kepada peserta permainan ini akan menciptakan suasana akrab dan merupakan langkah
awal
untuk
pencapaian
tujuan
pelatihan
2. NAMA PERMAINAN: REMBUG JAGA MUTU
Permainan digunakan apabila peserta belum saling mengenal atau untuk saling meningkatkan keakraban, sekaligus memperkenalkan awal materi jaga mutu pelayanan 105
a. Tujuan permainan:
1) Peserta saling mengenal 2) Peserta saling berinteraksi lebih mendalam 3) Menggali kemampuan awal tentang jaga mutu b. Waktu
: waktu yang diperlukan dalam
permainan 30-40 menit c. Tempat : ruang kelas yang cukup untuk sejumlah
peserta d. Bahan
: Kartu/kertas kosong seukuran
kartu nama, alat tulis, kotak untuk menyimpan kartu nama e. Langkah kegiatan:
1) Fasilitator menjelaskan kepada peserta tentang jalannyapermainan dan memberi petunjuk mengenai cara bermain 2) Fasilitator membagikan kartu/kertas kosong berukuran kartu nama kepada masing masing peserta 3) Peserta diminta menulis pada kartu/kertas tersebut: a) Nama lengkap b) Asal peserta (lembaga/institusi c) Pekerjaan/tugas
dlm
lembaga
(dikembangkan sesuai kebutuhyan) 106
4) Setelah kertas tersebut diisi lengkap, kemudian dikumpulkan dalam kotak. Diaduk dan suruh peserta untuk mengambil satu kartu tersebut. 5) Setelah masing-masing mendapat kartu nama (bukan milik sendiri), mereka diminta untuk mencari
pemilik
kartu
tersebut.
Setelah
bertemu tentu berkelompok untuk saling berkenalan dan sekaligus untuk mendiskusikan tentang maksud “jaga mutu pelayanan” sebatas yang mereka ketahui saja. 6) memperkenalkan pasangannya, dan sekaligus diminta untuk mengungkap apa yang diketahui tentang jaga mutu pelayanan KB. Peserta lain diminta
untuk
mengomentari
atau
memberikan masukkan. 7) menawarkan kepada semua peserta siapa yang bisa
menyebut
nama
peserta
sebanyak-
banyaknya. f.
Pembahasan dan kesimpulan
1) Setelah selesai proses, fasilitator meminta peserta untuk mengungkapkan pengalamnya dan perasaan yang timbul ketika kegiatan perkenalan 2) Fasilitator menekankan bahwa menghafalkan nama sejumlah peserta dalam waktu cepat tidak mudah.
107
3. PERMAINAN ANDAIKAN AKU FLORA ATAU FAUNA
Permainan ini dipakai apabila pesertanya sebagian besar sudah saling kenal atau semuanya sudah saling kenal. a. Tujuan:
1) Mengenal diri lebih jauh 2) Menambah keakraban 3) Keberanian menilai diri, baik sifat positif maupun negative melalui sifat flora maupun fauna b. Waktu
: secukupnya
c. Tempat :
ruang kelas yang dapat menampung
semua peserta d. Bahan :
1) Kartu nama (name tage) yang bisa ditempel di dada 2) Alat tulis. 3) Kertas kosong e. Langkah kegiatan
1) Fasilitator menjelaskan bahwa permainan ini adalah bentuk perkenalan mendalam, karena peserta
dituntut
keberanian
untuk
mengungkapkan dirinya ibarat tumbuhan atau binatang (flora dan fauna) 108
2) Masing-masing peserta mendapat kartu nama kosong 3) Berikan kesempatan kepada peserta untuk merenung dan menilai dirinya seperti sifat tumbuhan atau binatang yang mereka sukai 4) Tuliskan sifat-sifat tumbuhan atau binatang tersebut, baik yang positif maupun negatif. Misal: a) Seperti lebah, bisa memberikan madu yang bermanfaat bagi semua orang, tetapi kalau diganggu dapat menyengat b) Seperti pohon aren batangnya besar dari mulai batang, daun, buah dan lidinya bermanfaat bagi kehidupan manusia. 5) Fasilitator member kesempatan pepada setiap peserta untuk mengungkapkan perumpamaan secara bergiliran. 6)
Setelah
masing-masing
mendapat
giliran,
tawarkan kepada peserta, siapa yang dapat menyebutkan banyaknya
nama seperti
peserta
sebanyak-
perumpamaan
yang
disebutkan tadi baik flora maupun fauna f.
Pembahasan dan kesimpulan:
1) Jelaskan
kepada
perumpamaan
peserta
binatang
atau
nama-nama tumbuhan
tersebut akan melekat terus selama pelatihan dan jangan marah. 109
2) Suasana keakraban dan proses pencairan akan sangat berhasil dan pembentukan kelompok akan mudah tercapai.
B. Teknik kerjasama
Semua peserta diharapkan akan menjadi suatu kelompok yang kompak, karena dengan kelompok yang kompak akan menjalin
kerjasama
sebaliknya,
kerjasama
yang yang
mantap. baik
Demikian diantara
juga
anggota
kelompok akan menghasilkan kelompok yang kompak. Pokok bahasan kerjasama, sebaiknya dikerjakan setelah perkenalan. Berikut ini permainan yang menggambarkan teknik kerjasama. 1. Nama permainan: Menggambar bersama
Dalam
permainan
menggambar
bersama,
keberhasilannya dilihat dari kerjasama. Permainan ini cocok untuk peserta yang berasal dari lintas sector, karena proses kerjasama harus ditumbuhkan sejak pelaksanaan awal pelatihan, sebab dengan kerjasama yang baik akan membawa hasil yang maksimal. a. Tujuan permainan 1) Peserta diberikan wawasan dan pengalaman nyata tentang factor-faktor yang menghambat dan mendorong kerjasama yang baik
110
2) Penanaman nilai-nilai dan penyadaran akan pentingnya kerjasama dalam bentuk kelompok, terutama
dalam
memasarkan
program
pembangunan di masyarakat b. Waktu bermain: 30 – 45 menit c. Tempat yang dibutuhkan: Ruang kelas yang dapat menampung seluruh peserta dan menampung beberapa meja. d. Bahan: 1) Lembar kertas gambar (untuk setiap peserta) 2) Spidol warna untuk setiap orang dalam kelompok e. Langkah permainan: 1) Fasilitator
terlebih
dahulu
menjelaskan
pengertian sama-sama kerja dan bekerja sama. Uraikan juga beberapa keuntungan kerjasama dalam mencapai tujuan program 2) Tunjuk dalam kelompok 1 orang peserta untuk menjadi
observer
yang
akan
fasilitator mengawasi proses
membantu
menggambar.
Instruksikan pada observer agar mengawasi saat
mulai
menggambar
sampai
akhir
menggambar 3) Fasilitator membagi peserta dalam kelompok kecil 5/6 orang. Setiap kelompok duduk
111
mengelilingi sebuah meja. Setiap orang dalam kelompok diberi satu helai kertas dan 1 buah spidol warna 4) Cara
menggambar
akan
dipandu
oleh
fasilitator, caranya fasilitator akan memberi m emberi abaaba bertahap untuk semua peserta dalam waktu bersamaan mulai menggambar. Setiap tahap akan diberi waktu 2 menit, m enit, apabila selesai pertahap kertas yang digambar tadi harus bergeser pindah ke teman sebelahnya searah jarum jam. Berikutnya menerima
kertas
peserta yang
tersebut
melanjutkan
menggambar tadi dalam waktu 2 menit juga, proses tersebut berputar sampai habis peserta semua. 5) Setelah proses menggambar selesai dan kertas gambar pertama kembali lagi ke tangan yang menggambar pertama, maka tanyakan kepada peserta bagaimana hasil gambar akhir itu sesuai
dengan
yang
diinginkan
pertama.
Diskusikan dengan semua peserta, observer beri beri kesempatan dulu untuk menyampaikan hasil pemantauannya. f.
Pembahasan dan kesimpulan kesimpulan 1) Setelah proses menggambar selesai, sebaiknya fasilitator mengamati perkembangan gambar tersebut dan dapat mengajukan beberapa pertanyaan.
112
2) Ajak peserta untuk diskusi: a) Apakah waktu menggambar kertas milik orang lain, mengerti tujuannya? b) Apakah gambar yang ditambahkan oleh orang lain sudah tepat? c) Bagaimana setelah
perasaan
melihat
pemilik
hasilnya?
gambar Silahkan
pertanyaan kembangkan. 3) Fasilitator menarik kata
kunci,
kesimpulandan member
tentang
faktor-faktor
yang
menunjang dan menghambat kerjasama.
2. Nama permainan: Cermin Diri
Permainan ini merupakan dasar untuk membentuk kerjasama. Kerjasama sama sangat dibutuhkan bagi setiap orang dalam pergaulan hidupnya, terlebih bagi peserta pelatihan. a. Tujuan permainan:
1) Memberikan penekanan kepada peserta bahwa kerjasama merupakan unsur penting bagi terciptanya kelompok 2) Mendiskusikan bahwa kerjasama merupakan dasar kemitraan dalam membentuk jejaring kerja.
113
b. Waktu yang dibutuhkan: 15-30 menit c. Tempat : Ruang kelas yang memadai d. Bahan : Tidak : Tidak ada e. Langkah kegiatan: 1) Fasilitator
menjelaskan
tujuan
dan
cara
permainan. Permainan terdiri dari 3 (tiga) putaran 2) Tunjuk
peserta
10
(sepuluh)
orang
dan
sarankan untuk memilih pasangan, setiap pasangan berdiri berhadapan. Katakan pada masing-masing
pasangan
bahwa
mereka
seolah-olah sedang bercermin. 3) Mas dan seorang lagi sebagai bayangan 4) Putaran pertama: Berhadapan, tangan ke atas dalam jarak kirakira satu jengkal yang berperan sebagai bayangan akan menirukan gerak pasangannya, layaknya
sebuah
cermin.
Bisa
dilakukan
pergantian sesuai keinginan mereka. Putaran kedua: Pasangan
diminta
untuk
meneruskan
bercermin, tapi kali ini kedua tangannya atau jarinya diminta untuk bersentuhan dengan lembut.
114
Putaran ketiga: Mintalah kepada mereka merapatkan tangan dengan kuat dan melanjutkan meniru dan mengikuti bergantian. f.
Pembahasan dan kesimpulan:
1) Ajak peserta untuk diskusi, apakah terdapat perbedaan dari ketiga pengalaman tersebut 2) Tanyakan bagaimana perasaan masing-masing pada saat bercermin dan menuntun tadi
115
116
1. BKKBN - Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi. Keterampilan Hidup (Life Skills). Jakarta, 2010. 2. BKKBN - Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi. Pendewasaan Usia Perkawinan. Jakarta 2010. 3. BKKBN - Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi. Penyiapan Kehidupan Berkeluarga bagi Remaja. Jakarta 2010. 4. Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. Mahasiswa dan Bahaya Narkotika. Jakarta, 2012. 5. Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Bagi Remaja. Jakarta, 2012. 6. Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. Advokasi Pencegahan
Penyalahgunaan
Narkoba
bagi
Petugas
Lapas/Rutan. Jakarta, 2009. 7. Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Sejak Usia Dini. Jakarta, 2007. 8. Bobbi De Porter. Mengatasi 7 Masalah Terbesar Remaja: Panduan bagi Orang Tua. Jakarta, 2007. 9. Budiharsana, Meiwita dan H. Lestari, Buku Saku Kesehatan Reproduksi Remaja. Draft. Jakarta: YAI, 2001.
117
10. Djajadilaga.
Langkah-langkah
Praktis
Paket
Pelayanan
Kesehatan Reproduksi Remaja di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta Depkes dan UNFPA, 1999 11. Henry, Jill Tabutt, N. Widyantoro, dan K. Graff. Trainer’s Guide: Counselling the Postaboration Patient: Training for Service Providers. NY: AVSC International, November 1999. 12. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) Bagi Konselor Sebaya. Jakarta, 2011. 13. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Pemantauan Kesehatan Remaja. Jakarta, 2010. 14. Komisi Penanggulangan AIDS. Mengenal dan Menanggulangi HIV, AIDS, Infeksi Menular Seksual dan Narkoba. 15. Rusdi Maslim. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi 3. Jakarta, 2001. 16. Sadli, Saparinah, dkk. Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan Konselor Kontap. Jakarta: PKMI, 1991. 17. Satya Joewana. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif. Edisi 2. 2005. 18. Sugiri Syarief. Menggapai Keluarga Berkualitas dan Sakinah. Jakarta, 2007. 19. USAID. Alat Kelamin dan Semua yang Perlu Kita Ketahui tentang Penyakit Menular Seksual. 20. Widyantoro, Ninuk. Abortion Counselling in Vietnam. NY: AVSC, 1998.
118
21. BKKBN - Direktorat Bina Ketahanan Remaja. Materi Pegangan Kader tentang Bimbingan dan Pembinaan Keluarga Remaja. Jakarta, 2012. 22. BKKBN. Hubungan Antar Manusia (HAM) - Bahan Pengajaran Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Program KB Nasional. Jakarta, 1988. 23. BKKBN. Andragogi Seri Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta, 1982. 24. BKKBN. Dinamika Kelompok - Modul Belajar Mandiri bagi Widyaiswara, Jakarta, 2003. 25. BKKBN. Bina Suasana - Pelatihan Ketahanan Keluarga Berwawasan Gender. Jakarta, 2006. 26. Simon,HT. Program Nasional Pelatihan dan Pengembangan Pengendalian Hama Terpadu, Kumpulan Permainan dan Simulasi Dinamika Kelompok. Jakarta. 27. Solita
Sarwono,
Dinamika
Kelompok.
Badan
Penerbit
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Jakarta, 1982.
119