KADER KESEHATAN JIWA “
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Keperawatan Jiwa yang diampu oleh Ns. Desi Ariyana Rahayu M. Kep
”
DISUSUN OLEH: 1. YANUAN BEN OLINA (G2A215008) 2. INDARYATI (G2A215009) 3. ILHAM WILLY ISKANDAR (G2A215017) 4. NUR AZIZAH (G2A215030) 5. SEVA KURNIA SARI (G2A215019)
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2015/2016
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sehat bukan sekedar sehat jasmani melainkan juga sehat secara mental baik interpersonal, interpersonal, maupun sosial. Konsep kesehatan mental ment al adalah kondisi dimana individu menyadari kemampuan masing-masing, dapat m enangani stress secara normal dalam kehidupan, dapat bekerja secara produktif, bermanfaat dan berkontribusi di komunitas (WHO, 2011). Sehat bukan sekedar sehat jasmani melainkan juga sehat secara mental baik intrapersonal, interpersonal, maupun sosial. Konsep kesehatan mental adalahkondisi dimana individu menyadari kemampuan masing – masing, dapat menangani stress secara normal dalam kehidupan, dapat bekerja secara produktif, bermanfaat dan berkontribusi di komunitas (WHO,2011). Menurutu Videbeck (2008) kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologis, sosial terlihat dari hubungan interpersonal memuaskan, perilaku efektif, konsep diri positif dan kestabilan emosional. Undang – undang RI Nomor 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa, menjelaskan bahwa Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku dan perasaan yang termanifestasikan dalam bentuk sekumpulan gejala dan atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia. Lebih lanjut Hawari (2001) menyatakan pendekatan spiritual pada orang yang mengalami skizofrenia sangat diperlukan sebagai penyeimbang antar jiwa, raga dan emosi. Hampir semua kalangan masyarakat mengalami himpitan hidup sangat berat. Permasalahan tersebut dapat timbul baik dalam rumah tangga, lingkungan kerja, tingginya pengangguran sampai sulitnya mencari makan dapat mengalami gangguan kesehatan jiwa. Gangguan mental mencakup berbagai masalah dengan gejala yang berbeda. Mereka uumumnya dapat dicirikan oleh beberapa kombinasi
pikiran abnormal, emosi, perilaku, dan hubungan dengan orang lain. Contohnya adalah
Skizpfrenia,
depresi,
keterbelakangan
mental
dan
gangguan
penyalahgunaan narkoba (WHO, 2009). Kesehatan jiwa dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu factor individual, interpersonal, dan sosial budaya. Factor individual meliputi factor biologis, memiliki keharmonisan hidup, menemukan makna hidup, daya tahan emosional, spiritualitas dan memiliki identitas positif (Seaward cit Videbeck, 2008). Factor interpersonal meliputi komunikasi yang efektif meliputi komunikasi yang efektif, membantu orang lain, keintiman dan mempertahankan keseimbangan antara perbedaan dan kesamaan. Factor sosial mencakup keinginan untuk bermasyarakat, memiliki penghasilan yang cukup dan medukung keragaman individual (Videbeck, 2008). Factor tersebut diatas dapat membentengi agar tidak terjadi gangguan jiwa. Menurut DSM-IV ( Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Edisi IV ), gangguan jiwa adalah suatu sindrom yang merupakan pola perilaku atau psikologis secara klinis, bermakna terjadi pada seorang individu dan disertai dengan adanya gangguan satu atau lebih bidang fungsi, atau dengan peningkatan resiko yang bermakna untuk mengalami kematian, kesakitan, kecacatan, atau kehilangan
kebebasan
(Sunaryo,
2004).
Sedangkan
Chaplin
(2005)
mengemukanan bahwa gangguan jiwa adalah ketidakmampuan seseorang menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang tidak memiliki suatu kesanggupan. Penyebab awal penyakit atau kekacauan tersebut dapat bersifat psikogenik atau organis dan mencakup reaksi psikotis maupun reaksi neurotis yang lebih serius (Sunaryo, 2004). Bila hal ini terjadi maka perlu perawatan dirumah sakit sesuai dengan tingkat keparahan pasien. Permasalahan kesehatan jiwa lainnya dapat pula disebabkan oleh bencana alam seperti gunung meletus di Yogyakarta, lumpur lapindo di sidoarjo, tsunami di aceh dan gempa bumi di bantul Yogyakarta, kejadian ini membawa dampak buruk pada fisik maupun mental terutama masalah yang berkaitan dengan psikososial. Dampak secara fisik menimbulkan kematian, cacat seumur hidup, cacat berat sampai dengan cacat ringan. Sedangkan dampak dari segi mental
menyebabkan seseorang merasa kehilangan, sehingga menimbulkan tidak mau bergaul, merasa tidak berarti dalam hidupnya, lebih baik mati dari pada bertahan hidup dan sulit menerima kenyataan yang diterimanya, gejala tersebut diatas merupakan masalah psikososial dan kesehatan jiwa (Riskesdes, 2010) Riskesdes, 2010 tidak mencantumkan angka kesehatan jiwa secara rinci tetapi salah satu pokok pembahasan adalah gangguan perilaku seksual pada remaja laki-l;aki dan perempuan, menunjukkan peningkatan dari 4.3% menjadi 5%, hal ini dapat dicegah dengan penyuluhan kesehatan reproduksi dan kesehatan jiwa. Riskesdes (2013) tentang gangguan kesehatan jiwa berat menimbulkan beban bagi pemerintah, keluarga serta masyarakat karena produktivitas pasien menurun dan menimbulkan beban biaya bagi keluarga dan pasien. Pemerintah memandang gangguan jiwa menghabiskan biaya besar untuk pela yanan kesehatan. Sampai saat ini perlakuan terhadap gangguan jiwa masih banyak yang salah karena pengetahuan dan pelayanan yang beklum memadai. Riskesdes 2007 dan 2013 menilai tentang gangguan mental emosional(distress psychology). Kondisi ini
mengindikasikan
seseorang
sedang
mengalami
gangguan
psikologis.
Gangguan ini dapat dialami oleh setiap orang pada keadaan tertentu, tetapi dapat pulih seperti semula. Gangguan ini dapat lebih serius bila tidak segera ditangani. Data Riskesdes (2007), prosentase gangguan jiwa mencapai 11.6% dari 19 juta penduduk diatas 15 tahun. Selain itu sebanyak 0.46% yang mengalami gangguan mental berat seperti psikotik, skizofrenia, dan gangguan depresi berat, sedangkan 2010 tidak membahas gangguan jiwa, tetapi menyinggung tentang gangguan perilaku seksual baik remaja laki-laki maupun perempuan. Riskesdes 2013 mencantumkan bahwa gangguan jiwa di masyarakat bertambah karena tekanan hidup, konflik, pemutusan hubungan kerja (PHK) dan bencana. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2011) menjelaskan tentang gangguan jiwa berat banyak diderita oleh kaum wanita yaitu dua kali lebih banyak dari pada pria. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak masalah kesehatan jiwa di Indonesia. Gangguan jwia ringan sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi. Selain itu juga dipengaruhi oleh kurangnya akses layanan dan sumber daya kesehatan, sehingga banyak mengalami masalah berkaitan dengan konsep
diri. Dari sejumlah rumah sakit umum, sekitar 2% memberikan pelayanan psikiatri dan 10% dari seluruh puskesmas memiliki layanan kesehatan jiwa. Konsep diri dalam kehidupan manusia sangat penting, karena jika konsep diri manusia terpenuhi maka aktualisasi diri juga dapat terpenuhi. Konsep diri merupakan cara seseorang memandang dirinya secara utuh, meliputi : intelektual, kepercayaan, sosial budaya, perilaku, emosional, spiritual, dan pendirian (Potter & Perry, 2005). Lebih lanjut(Stuard & Laraia, 2005) mengatakan bahwa komponen konsep diri meliputi gambaran diri, harga diri, peran diri, ideal diri dan identitas diri. Dari komponen konsep diri tersebut kelima koponen tersebut saling terikat. Masalah gambaran diri biasanya terkait dengan cara pandang seseorang terhadap penampilan fisiknya, sedangkan masalah harga diri berasal dari dua sumber yaitu diri sendiri dan orang lain. Seseorang menghargai dirinya sendiri dan merasa dihargai orang lain biasanya memiliki harga diri yang tinggi, sedangkan orang yang merasa tidak berharga dan menerima sedikit respon dari orang lain mempunyai harga diri rendah,. Menurut Maramis (2005), harga diri dipengaruhi sejumlah control yang mereka miliki terhadap tujuan dan keberhasilan dalam hidup. Seseorang dengan harga diri tinggi cenderung menunjukkan keberhasilan yang diraihnya sebagai kualitas dan upaya pribadi. Ketika berhasil seseorang dengan harga diri rendah cenderung mengatakan bahwa keberhasilan yang diraihnya bukan karena kemampuan dirinya sendiri tetapi keberuntungan atau bantuan dari orang lain. Contoh perubahan yang dapat mengganggu harga diri individu, misalnya kehilangan pekerjaan, perceraian, kelalaian, perkosaan, ketergantungan terhadap orang lain, konflik dengan orang lain, masalah seksual, ketidakberhasilan berulang, dan sikap sosial (Potter dan Perry, 2005). Penampilan peran merupakan serangkaian pola perilaku diharapkan oleh lingkungan sosial, serta hubungan dengan fungi individu diberbagai kelompok sosial, sesuai peran ditetapkan dimana seseorang tidak mempunyai pilihan lain agar dapat diterima oleh individu yang bersangkutan. Identitas diri merupakan keadaan diri sendiri bersumber dari observasi dan penilaian yang disintesis dari semua aspek konsep diri sebagai satu kesatuan utuh. Perkembangan identitas diri
sangat pesat pada masa remaja, karena waktunya mencari jati diri. Masa remaja merasa sudah dewasa tetapi masih bergantung pada orang lain terutama orang tua. Sedangkan ideal diri adalah suatu yang dicita-citakan atau diangankan, sesuai dengan yang dikehendaki (Purwodarminto, 1995), sehingga mempengaruhi persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku atau menyikapi sesuai dengan standar pribadi (Stuart & Sunden, 1998) Menurut pakar kesehatan jiwa, seseorang dikatakan sakit apabila ia tidak lagi mampu berfungsi secara wajar dalam kehidupan sehari-hari, dirumah dan dilingkungan sosialnya.
Seseorang yang mengalami gangguan jiwa akan
mengalami ketidakmampuan berfungsi secara optimal dalam kehidupannya sehari-hari (Keliat, 2001). Gangguan jiwa merupakan suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada indiividu dan atau hambatan dalam emlaksanakan peran sosial (Keliat, Akemat, Heny, Helena, 2005). Saat ini gangguan jiwa dipandang sebagai masalah medis yang gejalanya menimbulkan ketidakpuasan dengan karakteristik, kemampuan dan prestasi diri, hubungan interpersonal yang tidak efektif, tidak puas di dunia, koping yang tidak efektif terhadap peristiwa kehidupan, dan tidak terjadi pertumbuhan personal (Videbeck, 2008). Factor penyebab seseorang mengalami gangguan jiwa salah satunya adalah stressor psikososial. Stressor psikososial merupakan setiap keadaan atau menyebabkan perubahan kehidupan seseorang sehingga orang tersebut terpaksa mengadakan adaptasi menanggulangi adanya stressor, tetapi tidak semua orang mampu melakukan penanggulangan dan beradaptasi sehingga timbul keluhan pada kejiwaan berupa gangguan jiwa ringan sampai berat (Keliat, 2001). Setiap
perubahan
kesehatan
seseorang
dapat
menjadi
stressor
mempengaruhi konsep diri individu (Potter & Perry, 2005). Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan berupa pengetahuan individu tentang diri dapat mempengaruhi hubungan dengan orang lain. Salah satu konsep diri yaitu gambaran diri merupakan kumpulan sikap individu disadari maupun tidak disadari terhadap tubuhnya (Stuart, 2007). Gambaran diri positif sesuai dan sesuai merupakan salah satu ciri kepribadian
sehat (Potter & Perry, 2005). Beberapa penelitian mengindikasikan seseorang lebih dapat menerima dan menyukai keadaan tubuhnya akan lebih merasa nyaman dan bebas dari perasaan cemas (Videbeck, 2008). Seperti penjelasan diatas, bahwa perubahan terjadi tentang kesehatan fisik, spiritual,
emosional,
seksual,
kekeluargaan
termasuk
sosiokultural
dapat
menyebabkan setress yang secara tidak langsung akan mempengaruhi gambaran diri seseorang, begitu juga dengan pasien gangguan jiwa. Pasien gangguan jiwa dapat mengalami kepribadian borderline permasalahan gambaran diri dapat berupa kurang nyaman dan tidak percaya diri dengan keadaan tubuhnya (Sansone et al , 2010). Gambaran diri pasien gangguan jiwa sangat dipengaruhi oleh bagaimana seseorang melihat tubuhnya meliputi penampilan, fungsi dan struktur tubuh. Pandangan masyarakat disekitar pasien gangguan jiwa masih mempunyai stigma negative, sehingga mempunyai persepsi buruk terhadap tubuhnya. Masalah kesehatan jiwa di masyarakat memerlukan pendekatan dan strategi melibatkan masyarakat diawasi petugas kesehatan. Asuhan keperawatan jiwa berbasis komunitas atau Community Mental Health Nursing (CMHN) merupakan salah satu pendekatan pelayanan keperawatan kepada pasien yang dilakukan langsung kepada pasien dan kelaurga dirumah oleh perawat puskesmas dibantu oleh tenaga kesehatan lain. Oleh karena itu, puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan jiwa dasar perlu dipersiapkan dengan melatih tenaga perawat maupun kader kesehatan agar mampu memberikan pelayanan kesehatan pada pasien gangguan jiwa berbasi komunitas di wilayah kerja nya masing-masing (Syawal, 2010). Undang – undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Hal ini memberikan makna bahwa kesehatan harus dilihat secara holistik dan kesehatan jiwa merupakan bagian dari kesehatan yang tidak dapat dipisahkan. Kementerian Kesehatan RI dalam rangkaian kegiatan peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia pada tanggal 10 Oktober 2010 memberikan satu motto yaitu “ Tidak Ada Kesehatan Tanpa Kesehatan Jiwa “.Motto ini memberik an arti bahwa kesehatan
jiwa itu selalu melekat pada kesehatan setiap orang atau dengan kata lain seseorang belum dapat dikatakan sehat apabila jiwanya belum sehat. Pelayanan kesehatan jiwa tidak lagi difokuskan pada upaya penyembuhan klien gangguan jiwa saja, tetapi juga pada upaya promosi kesehatan jiwa atau upaya pencegahan dengan sasaran selain klien gangguan jiwa, juga klien dengan penyakit kronis dan individu yang sehat sebagai upaya preventif. Upaya ini tidak hanya dilakukan oleh tenaga kesehatan tetapi juga dengan pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan memberikan pemahaman, menumbuhkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap masalah kesehatan jiwa warganya. Upaya untuk pemberdayaan masyarakat terhadap kesehatan jiwa dapat dicapai dengan suatu manajemen pelayanan kesehatan khususnya pelayanan kesehatan jiwa berbasis komunitas. Bentuk pendekatan manajemen pelayanan kesehatan jiwa komunitas ini salah satunya dengan pengenalan deteksi dini gangguan jiwa yang dapat dilakukan sendiri oleh masyarakat (kader). Hal ini dapat mempermudah penanganan gangguan jiwa yang ada di masyarakat. Kader kesehatan jiwa adalah suatu program perawatan kesehatan jiwa atau upaya memajukan pelayanan kesehatan jiwa dengan tujuan pasien yang tidak tertangani di masyarakat akan mendapat pelayanan lebih baik. Kader kesehatan jiwa berperan penting di masyarakat dalam menemukan kasus baru ataupun yang tidak dilaporkan oleh keluarga penderita, sehingga kasus penderita gangguan jiwa segera dapat diberikan tindakan yang memadai. Sehingga dipandang perlu untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader kesehatan jiwa melalui pelatihan-pelatihan yang menunjang dalam pelaksanaan tugas kader di lapanagan. Keperawatan kesehatan jiwa komunitas adalah pelayanan keperawatan yang komprehensif, holistik, dan paripurna yang berfokus pada masyarakat yang sehat jiwa, rentan terhadap stress (resiko gangguan jiwa) dan dalam tahap pemulihan serta pencegahan kekambuhan (gangguan jiwa). Pelayanan keperawatan komprehensif adalah pelayanan yang berfokuskan pada pencegahan primer pada anggota masyarakat yang sehat jiwa, pencegahan sekunder pada anggota masyarakat yang mengalami masalah psikososial (resiko
gangguan jiwa) dan pencegahan tersier pada pasien gangguan jiwa dengan proses pemulihan. Pelayanan keperawatan holistik adalah pelayanan menyeluruh pada semua aspek kehidupan manusia yaitu aspek bio-psiko-sosio-cultural dan spiritual. Maka dari itu dalam makalah ini penulis tertarik untuk membahas tentang kader kesehatan jiwa didalam masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa perlu membahas tentang “Kader kesehatan Jiwa”.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum Mengetahui pentingnya asuhan keperawatan jiwa komunitas dengan pemberdayaan masyarakat melalui kader kesehatan jiwa 2. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar para pembaca dapat mengetahui : a. Pengertian Kader Kesehatan Jiwa b. Peran Kader Kesehatan Jiwa c. Persyaratan Menjadi Kader Kesehatan Jiwa d. Tugas Pokok kader Kesehatan Jiwa e. Posyandu Jiwa Sebagai Pos Kader Kesehatan Jiwa f.
Peran Serta Masyarakat Dalam Kesehatan Jiwa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Kader Kesehatan Jiwa
Kader kesehatan jiwa masyarakat adalah laki-laki atau wanita yang dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk menangani masalah-masalah kesehatan jiwa perseorangan maupun masyarakat serta untuk bekerja dalam hubungan yang amat dekat dengan tempat-tempat pemberian pelayanan kesehatan jiwa (Syafrudin dan Hamidah, 2009). Dalam rangka menyukseskan pembangunan nasional, khususnya di bidang kesehatan, bentuk pelayanan kesehatan diarahkan pada prinsip bahwa masyarakat
bukanlah
pembangunan
itu
sebagai
sendiri.
objek Pada
tetapi
merupakan
hakikatnya,
subjek
kesehatan
dari
dipolakan
mengikutsertakan masyarakat secara aktif dan bertanggung jawab. Keikutsertaan adalah
atas
dasar
masyarakat dalam meningkatkan efisiensi pelayanan pemikiran bahwa terbatasnya daya dan dana dalam
operasional pelayanan kesehatan akan mendorong masyarakat memanfaatkan sumber daya yang ada seoptimal mungkin. Pola pikir semacam ini merupakan penjabaran dari karsa pertama yang berbunyi, meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya dalam bidang kesehatan. Kader
Kesehatan
Jiwa
adalah
pelayanan
keperawatan
yang
komprehensif, holistik, dan paripurna, berfokus pada masyarakat yang sehat jiwa, rentang terhadap stress dan dalam tahap pemulihan serta pencegahan kekambuhan
yang
berfungsi
untuk
membantu
masyarakat
dalam
menyelesaikan masalah-masalah jiwa akibat dampak bencana. Kader Kesehatan Jiwa merupakan bentuk pengelolaan pelayanan asuhan keperawatan jiwa yang mendasarkan pada prinsip – prinsip pelayanan keperawatan yang holistik dan komprehensif. Keperawatan jiwa yang holistik dan komprehensif yakni pendekatan pelayanan yang meliputi aspek biologis, psikologis, sosial kultural, dan spiritual dalam hubungannya dengan prevensi primer, sekunder dan tersier.
B. Level Perawatan
Gambar 1.1 Leve perawatan pasien dengan gangguan jiwa Sumber: Yusuf, (2015)
C. Pemberdayaan Desa Siaga Sehat Jiwa
Dalam mengembangkan Desa Siaga Sehat Jiwa perlu adanya keterlibatan masyarakat desa setempat dalam upaya mencapai tujuan yaitu me ingkatnya derajat kesehatan masyarakat. Strategi pemberdayaan masyarakat bermanfaat untuk
mengidentifikasi,
mengatasi
masalah
kesehatan
jiwa
dan
mempertahankan kesehatan jiwa di wilayahnya. Pemberdayaan masyarakat merupakan proses pengembangan potensi baik pengetahuan maupun keterampilan masyarakat sehingga mereka mampu mengontrol diri dan terlibat dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Kader merupakan sumber daya masyarakat yang perlu di kembangkan dalam pengembangan Desa Siaga Sehat Jiwa. Pemberdayaan kader kesehatan jiwa sebagai tenaga potensial yang ada di masyarakat diharapkan mampu mendukung program CMHN yang diterapkan
di
masyarakat.
Seorang
kader
akan
mampu
melakukan
kegiatan apabila kader tersebut sejak awal diberikan pembekalan. Metoda dalam mengembangkan kader kesehatan jiwa sebaiknya teratur, sistematis, rasional, yang digunakan untuk menentukan jumlah kader. 1. Proses Rekruitmen Kader Rekruitmen kader adalah suatu proses pencarian dan pemikatan para calon kader yang mempunyai kemampuan dalam mengembangkan Desa Siaga Sehat Jiwa.. Proses awal dalam merekruit kader adalah dengan melakukan sosialisasi tentang pembentukan Desa Siaga Sehat Jiwa disertai dengan kriteria kader yang dibutuhkan. Adapun kriteria kader sebagai berikut : a. Sehat jasmani dan rohani b. Mampu membaca dan menulis dengan lancar menggunakan Bahasa Indonesia. c. Bersedia menjadi kader kesehatan jiwa sebagai tenaga sukarela. d. Mempunyai komitmen untuk melaksanakan program kesehatan jiwa masyarakat. e. Meluangkan waktu untuk kegiatan CMHN. f.
Mendapat ijin dari suami atau istri atau keluarga.
2. Proses rekruitmen kader dilakukan dengan cara : a. Perawat CMHN mengadakan pertemuan dengan kepala desa dan tokoh masyarakat setempat dengan menjelaskan tentang pembentukan Desa Siaga Sehat Jiwa dan kebutuhan kader kesehatan jiwa. b. Perawat CMHN menjelaskan tentang kriteria kader dan jumlah kader yang dibutuhkan untuk tiap desa dan dusun. c. Tokoh masyarakat melakukan pencarían calon kader berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. d. Kader yang telah direkruit mengisi biodata dalam formulir yang telah disediakan untuk proses seleksi selanjutnya.
3. Proses seleksi calon kader di Desa Siaga Sehat Jiwa adalah : a. Perawat CMHN melakukan koordinasi dengan tokoh masyarakat/tokoh agama atau organisasi masyarakat yang ada di masyarakat dalam menentukan calon kader yang memenuhi syarat b. Kader terpilih mengisi surat pernyataan bersedia sebagai kader kesehatan jiwa dan bersedia menjalankan program CMHN c. Kader terpilih diwajibkan mengikuti pelatihan kader kesehatan jiwa.
4. Proses orientasi Kader Setiap kader yang akan melaksanakan program kesehatan jiwa akan melalui masa orientasi yaitu mengikuti sosialisasi program CMHN dan pelatihan kader kesehatan jiwa . Orientasi yang dilakukan juga mencakup informasi budaya kerja Desa Siaga Sehat Jiwa dan informasi umum tentang visi, misi, program, kebijakan dan peraturan. Kegiatan orientasi menggunakan metode klasikal selama 2 hari, praktik lapangan selama 3 hari, dan praktik kerja (implementasi Desa Siaga Sehat Jiwa ).
5. Materi pelatihan kader mencakup : a. Program Desa Siaga Sehat Jiwa b. Deteksi dini kasus di masyarakat ( kelompok keluarga sehat, kelompok keluarga
dengan
masalah
psikososial,
dan
kelompok
keluarga
dengan gangguan jiwa ) c. Peran serta dalam mengerakkan masyarakat pada : 1) Pendidikan kesehatan kelompok keluarga sehat jiwa 2) Pendidikan kesehatan kelompok risiko masalah psikososial 3) Pendidikan kesehatan kelompok dengan gangguan jiwa 4) Terapi aktivitas kelompok pasien gangguan jiwa 5) Supervisi keluarga dan pasien yang telah mandiri 6) Rujukan kasus 7) Pelaporan kegiatan kader kesehatan jiwa Selama masa orientasi, dilakukan evaluasi atau penilaian terhadap kinerja kader dalam melaksanakan program CMHN di Desa Siaga Sehat Jiwa. Penilaian kader meliputi penilaian selama pelatihan di kelas (pre dan post test) serta penilaian penampilan di lapangan.
D. Peran Kader Kesehatan Jiwa
Kader kesehatan jiwa berperan serta dalam meningkatkan, memelihara dan mempertahankan kesehatan jiwa masyarakat (Keliat,2007) Tugas Pokok kader Kesehatan Jiwa adalah sebagai berikut 1. Melaksanakan program Desa Siaga Sehat Jiwa 2. Melakukan deteksi keluarga sehat, keluarga yang beresiko mengalami masalah psikososial, dan keluarga dengan gangguan jiwa di masyarakat 3. Menggerakkan
individu, keluarga, dan kelompok sehat jiwa untuk
mengikuti pendidikan kesehatan jiwa 4. Menggerakkan
individu, keluarga,dan
mengalami masalah psikososial jiwa
kelompok yang beresiko
untuk mengikuti pendidikan kesehatan
5. Menggerakkan
individu, keluarga,dan
kelompok yang mengalami
gangguan jiwa untuk mengikuti pendidikan kesehatan jiwa 6. Menggerakkan pasien gangguan jiwa untuk mengikuti terapi aktifitas kelompok (TAK) dan rehabilitasi 7. Melakukan kunjungan rumah pada pasien yang telah mandiri 8. Melakukan rujukan kasus masalah psikososial atau gangguan jiwa pada perawat CMHN atau puskesmas 9. Membuat dokumentasi kegiatan kader jiwa dan perkembangan kondisi kesehatan jiwa pasien (Keliat, 2007)
E. Persyaratan Menjadi Kader Kesehatan Jiwa
Para kader kesehatan jiwqa itu seyogyanya memiliki latar belakang pendidikan yang cukup sehingga memungkinkan mereka untuk membaca, menulis dan menghitung secara sederhana (Meilani Niken, dkk, 2009). Proses pemilihan kader hendaknya melalui musyawarah dengan masyarakat, dan para pamong desa harus juga mendukung (R. fallen dan R. Budi, 2010). Hal ini disebabkan karena kader yang akan dibentuk terlebih dahulu harus diberikan pelatihan kader. Pelatihan kader ini diberikan kepada para calon kader di desa yang telah ditetapkan (Meilani Niken, dkk, 2009). Persyaratan umum yang dapat dipertimbangkan untuk pemilihan kader antara lain: 1. Dapat baca, tulis dengan bahasa Indonesia 2. Secara fisik dapat melaksanakan tugas-tugas sebagai kader 3. Mempunyai penghasilan sendiri 4. Tinggal tetap di desa yang bersangkutan dan tidak sering meninggalkan tempat untuk waktu yang lama. 5. Aktif dalam kegiatan sosial maupun pembangunan desanya 6. Dikenal masyarakat, diterima masyarakat dan dapat bekerja sama dengan masyarakat 7. Berwibawa 8. Sanggup membina paling sedikit 10 kepala keluarga. (R. Fallen dan R. Budi, 2010).
Dari persyaratan-persyaratan yang diutamakan oleh beberapa ahli di atas, dapatlah disimpulkan bahwa kriteria pemilihan kader kesehatan antara lain sanggup bekerja secara sukarela, mendapat kepercayaan dari masyarakat serta mempunyai kredibilitas yang baik dimana perilakunya menjadi panutan masyarakat, memiliki jiwa pengabdian yang tinggi, mempunyai penghasilan tetap, pandai membaca dan menulis, serta sanggup membina masyarakat sekitarnya. (Efendi Ferry dan Makhfudli, 2009).
F. Tugas Pokok kader Kesehatan Jiwa
Tugas pokok kader kesehatan jiwa adalah sebagai berikut : 1)
Melaksanakan program Desa Siaga Sehat Jiwa
2)
Melakukan deteksi keluarga sehat, keluarga yang beresiko mengalami masalah psikososial, dan keluarga dengan gangguan jiwa di masyarakat
3)
Menggerakkan individu, keluarga, dan kelompok sehat jiwa untuk mengikuti pendidikan kesehatan jiwa
4)
Menggerakkan
individu,
keluarga,dan
kelompok
yang
beresiko
mengalami masalah psikososial untuk mengikuti pendidikan kesehatan jiwa 5)
Menggerakkan individu, keluarga,dan kelompok yang mengalami gangguan jiwa untuk mengikuti pendidikan kesehatan jiwa
6)
Menggerakkan pasien gangguan jiwa untuk mengikuti terapi aktifitas kelompok (TAK) dan rehabilitasi
7)
Melakukan kunjungan rumah pada pasien yang telah mandiri
8)
Melakukan rujukan kasus masalah psikososial atau gangguan jiwa pada perawat CMHN atau puskesmas
G. Posyandu Jiwa Sebagai Pos Kader Kesehatan Jiwa
Posyandu (Pos Kesehatan Terpadu) adalah kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari, oleh, dan untuk masyarakatdandibantu oleh tenaga kesehatan.Jadi posyandu merupakan kegiatan swadaya masyarakat dibidang kesehatan dengan penanggungjawab kepala desa. A.A. Gdemuninjaya (2002: 169) mengatakan , “ pelayanan kesehatan terpadu ( yandu ) adalah suatu
bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan disuatu wilayah kerja puskesmas. Posyandu jiwa adalah pos pelayanan kesehatan terpadu yang berisi pengarahan kepada masyarakat untuk mempertahankan derajat kesehatan jiwa dan menggurangi resiko gangguan jiwa yang berada di lingkup esa. Tujuan dilakukannya posyandu desa adalah untuk mencegah dan menggurangi resiko seseorang untuk mengalami gangguan jiwa dan memberikan pengobatan dan terapi bagi mereka yang mengalami ganngguan jiwa. Upaya-upaya yang dilakukan dalam melaksanakan posyandu jiwa adalah: a. Preventif Dilakukan dengan cara mencegah dan menggurangi resiko gangguan jiwa dengan menciptakan masyarakat yang terbuka. Contoh kegiatan untuk menciptakan masyarakat yang terbuka yaitu: 1)
Dengan membentuk suatu kegiatan di lingkungan masyarakat, bertujuan untuk menjaga keharmonisan dan silaturahmi antar warga.
2)
Selalu melakukan interaksi social.
3)
Memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat untuk selalu menjaga kesehatan jiwa mereka.
b. Promotif Dilakukan dengan cara meningkatkan pengetahuan masyakat tentang gangguan jiwa baik pengertian, tanda dan gejala, dan cara menghadapi orang yang mengalami gangguan jiwa . c. Kuratif Memberikan pengobatan dan terapi dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya seperti tenaga medis dan psikiatri. d. Rehabilitatif Dilakukan dengan cara memberikan terapi sederhana pada pasien gangguan jiwa. Namun bukan hanya pasien gangguan jiwa yang perlu di terapi namun lingkungan juga harus diberi pengertian untuk dapat
menerima seseorang yang sudah sembuh dari gangguan jiwa dan tidak mengucilkannya. Dalam pelaksana posyandu jiwa terdapat beberapa tahapan yaitu: a. Meja pertama ( meja I) Meja pertama adalah pos untuk melakukan pendaftaran, yang dilakukan oleh kader posyandu. b. Meja kedua ( meja II) Meja kedua adalah pos untuk melakukan pemeriksaan fisik, mengecek tanda-tanda vital ( biasanya yang umum dilakukan adalah melakukan pemeriksaan tekanan darah), tinggi badan, berat badan dan keluhan pasien. Ini dilakukan oleh kader yang terlatih atau tenaga kesehatan seperti perawat. c. Meja ketiga ( meja III) Meja ketiga adalah untuk pengobatan .pengobatan ini dilakukan oleh dokter. d. Mejake empat ( meja IV) Meja keempat adalah posterapi yang dilakukan oleh perawat, contohnya melakukan TAK ( Terapi Aktivitas Kelompok) dan okupasi.
e. Meja kelima ( meja V) Pemberian makanan ( Snack) untuk pasien, ini dapat dilakukan oleh kader posyandu jiwa.
H. Pelayanan Kesehatan Jiwa Pelayanan kesehatan jiwa komprehensif meliputi :
1. Pencegahan Primer a. Fokus : Pelayanan keperawatan jiwa pada peningkatan kesehatan dan pecegahan terjadinya gangguan jiwa. b. Tujuan : Mencegah
terjadinya
gangguan
meningkatkan kesehatan jiwa.
jiwa,
mempertahankan
dan
c. Target : Anggota masyarakat yang belum mengalami gangguan jiwa sesuai dengan kelompok umur yaitu : anak-anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut. d. Aktivitas : 1) Program pendidikan kesehatan, program stimulasi perkembangan, program sosialisasi, manejemen stres, persiapan menjadi orang tua. Beberapa kegiatan yang dilakukan : a)
Pendidikan kesehatan orang tua
b)
Pendidikan menjadi orang tua
c)
Perkembangan anak sesuai dengan usia
d)
Membantu dan menstimulasiperkembangan
e)
Mensosialisasikan anak dengan lingkungan
2) Program dukungan sosial pada anak yatim piatu, kehilangan pasangan, kehilangan pekerjaan, kehilangan rumah atau tempat tinggal. Kegiatan yang dilakukan : a) Memberikan informasi cara mengatasi kehilangan b) Menggerakan dukungan masyarakat seperti menjadi orang tua asuh bagi anak yatim c) Melatih ketrampilan sesuai keahlian masing-masing untuk mendapatkan pekerjaan. d) Program penccegahan penyalahgunaan obat e) Pendidikan kesehatan melatih koping positif untuk mengatasi stress f) Latihan asertif yaitu mengungkapkan perasaan tanpamenyakiti orang lain g) Latihan afirmasi dengan menguatkan aspek-aspek positif yang ada pada diri sendiri. 3) Program pencegahan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan : a) Memberikan
informasi
untuk
meningkatkan
masyarakat tentang tanda-tanda bunuh diri b) Melatih ketrampilan koping yang adaptif.
kesadaran
4) Cara mengatasi stress: a) stress pekerjaan, b) stress pasca bencana, c) stress pendidikan, d) stress perkawinan.
2. Pencegahan Sekunder a. Fokus : Deteksi dini masalah psikososial dan gangguan jiwa serta penanganan dengan segera. b. Tujuan : Menurunkan kejadian gangguan jiwa. c. Target : Anggota masyarakat yang beresiko atau memperlihatkan tanda-tanda masalah psikososial dan gangguan jiwa. d. Aktivitas : 1) Menemukan kasus sedini mungkin dengan cara memperoleh informasi dari berbagai sumber seperti masyarakat, tim kesehatan lainnya, penemuan langsung. 2) Melakukan penjaringan kasus dengan pengkajian. 3) Memberikan pengobatan yang cepat terhadap kasus yang baru ditemukan. 4) Penanganan kasus bunuh diri dengan menempatkan klien ditempat yang aman melakukan terapi modalitas. 3. Pencegahan tersier a. Fokus : Peningkatan fungsi dan sosialisasi serta pencegahan kekambuhan pada pasien gangguan jiwa. b. Tujuan : Mengurangi kecacatan atau ketidakmampuan akibat gangguan jiwa.
c. Target : Anggota masyarakat yang mengalami gangguan jiwa pada tahap pemulihan. d. Aktivitas : 1) Program dukungan sosial dengan menggerakkan sumber-sumber di masyarakat seperti sumber pendidikan, dukungan masyarakat (tetangga, teman dekat, tokoh masyarakat), pelayananan terdekat yang terjangkau masyarakat. 2) Program rehabilitasi dengan memberdayakan pasien dan keluarga hingga mandiri. Fokus pada kekuatan dan kemampuan klien dan keluarga dengan cara : a) Meningkatkan
kemampuan
koping
yaitu
belajar
mengungkapkan dan menyelesaikan masalah dengan cara yang tepat. b) Mengembangkan sistem pendukung dengan memberdayakan keluarga dan masyarakat. c) Menyediakan pelatihan kemampuan dan potensi yang perlu dikembangkan oleh klien, keluarga dan masyarakat. 3) Program sosialisasi. Kegiatan : a) Membuat tempat pertemuan sosialisasi b) Mengembangkan ketrampilan hidup: ADL, mengembangkan hobi dan mengelola rumah tangga. c) Program rekreasi seperti jalan sehat bersama, nonton TV Bersama, berlibur. d) Kegiatan sosial dan keagamaan, contoh arisan, pengajian, kerja bakti. 4) Program mencegah stigma. Stigma adalah anggapan yang keliru dari masyarakat tentang klien gangguan jiwa, sehingga perlu tindakan untuk menghindari isolasi dan deskriminasi terhadap klien gangguan jiwa, Beberapa kegiatan yang dilakukan yaitu:
a) Melakukan pendidikan kesehatan tentang kesehatan jiwa dan gangguan jiwa, sikap dan perilaku menghargai klien gangguan jiwa. b) Pendekatan kepada tokoh masyarakat atau orang yang berpengaruh dalam rangka mensosialisasikan kesehatan jiwa.
4. Peran Serta Masyarakat Dalam Kesehatan Jiwa
1. Peran Kabupaten/Kota Dalam melaksanakan program Kesehatan Jiwa di masyarakat sering kali terbengkalai tidak adanya dana untuk memfasilitasi kegiatan yang mendukung masyarakat dalam Kesehatan Jiwa. Dalam kondisi nyata, Bupati atau pihak Pemerinah Kabupaten sendiri tidak memberikan perhatian berupa materi maupun nonmateri dikarenakan Pemerintah Kabupaten lebih mendukung program Kesehatan Ibu dan Bayi. Hal ini memicu kurangnya perhatian masyarakat dalam mengadakan program yang berhubungan dengan Kesehatan Jiwa. Banyak masyarakat yang tidak ingin dirugikan bila tidak ada dukungan materi. Pada dasarnya masyarakat sangat antusias dalam berpartisipasi melaksanakan kegiatan Kesehatan Jiwa akan tetapi terhalang kurangnya perhatian Pemerinah Kabupaten. Seharusnya Pemerintah Kabupaten dapat mendukung kegiatan tersebut berupa fasilitas barang maupun materi. 2. Peran Dinas Kesehatan Peran Dinas Kesehatan dalam kegiatan Kesehatan Jiwa yaitu dengan adanya Rumah Sakit Jiwa. RSJ berperan sebagai fasilitator tenaga kesehatan jiwa (perawat jiwa) bahkan adapula RSJ yang membantu dana untuk melaksanakan dalam program dimasyarakat. 3. Peran Kecamatan Peran Kecamatan dalam Kesehatan Jiwa masyarakat adalah dengan adanya Puskesmas. Puskesmas berperan sebagai pendataan masyarakat dengan masalah kejiwaan atau gangguan jwa agar mendapat penanganan yang baik. Puskesmas juga berperan dalam pengadaan posyandu jiwa.
4. Peran Kelurahan Kelurahan berperan dalam fasilitas tempat yang memadai untuk pelaksanaan kegiatan Kesehata Jiwa. 5. Peran RT/RW Peran RT/RW yaitu menghilangkan budaya pasung, memotivasi keluarga dan penggerak kegiatan dalam lingkungan desa agar keluarga dengan anggota masalah jiwa tidak merasa malu atau terisolasi. 6. Peran Keluarga Peran
keluarga
adalah
peran
yang
paling
penting
dalam
mendukung kegiatan tersebut. Keluarga harus mampu menerima dan membuka diri agar anggota yang memiliki masalah kejiwaan mendapat fasilitas dan terapi untuk kehidupan yang lebih sejahtera.
BAB III PENUTUP
e. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa kader merupakan tenaga masyarakat yang dianggap paling dekat dengan masyarakat, departemen kesehatan membuat kebijakan mengenai latihan untuk kader yang dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan, menurunkan angka kematian ibu dan anak. Para kader kesehatan masyarakat itu seyogyanya memiliki latar belakang pendidikan yang cukup sehingga memungkinkan mereka untuk membaca, menulis dan menghitung secara sederhana. Kader kesehatan jiwa adalah
pelatihan
kader
keperawatan
kesehatan
jiwa
yang
bertujuan
memajukan pelayanan kesehatan jiwa, pasien yang tidak tertangani di masyarakat agar mendapat pelayanan lebih baik. Dengan cara menciptakan kader-kader yang dapat membantu masyarakat melalui pelatihan-pelatihan dan membuat Posyandu (Pos Kesehatan Terpadu) yang diselenggarakan dari, oleh, dan untuk masyarakat dan dibantu oleh tenaga kesehatan.Jadi posyandu merupakan kegiatan swadaya masyarakat dibidang kesehatan dengan penanggungjawab kepala desa. Dan kegiatan ini membutuhkan peran serta masyarakat dari tingkat Kabupaten, Dinas Kesehatan, Kecamatan, Kelurahan, RT/RW dan peran serta Keluarga.
f.
Saran
Alangkah baiknya jika masyarakat ikut dilibatkan dalam pembangunan kesehatan. Karena dengan masyarakat mengerti kesehatan maka target Indonesia sehat bisa menjadi kenyataan.
DAFTAR PUSTAKA
Efendi, Ferry. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. CMHN (2006). Modul basic course community mental health nursing . Jakarta : WHO FIK UI Keliat, Budi. Ana. (2007). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN (Basic Course). Jakarta : EGC. Pramujiwati,
Desi.
Keliat,
Budi
Anna.
&
Wardani,
Ice
Yulia.
2013.
Pemberdayaan Keluargadan Kader Kesehatan Jiwa dalam Penanganan Pasien Harga Diri Rendah Kronik dengan Pendekatan Model Precede L. Green Di RW 06, 07 dan 10 Tanah Baru Bogor Utara . Jurnal Keperawatan Jiwa Vol 1 (2). 170-177 M, Anny Rosiana. Himawan, Riska. Sukesih. 2015. Pelatihan Kader Kesehatan Jiwa Desa Undaan Lor dengan Cara Deteksi Dini dengan Metode Klasifikasi. The 2nd University Research Coloquium. 591-598 Riyadi, Sujono. Dan Purwanto, Teguh. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa-Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu. Undang-Undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Videbeck, S.L. (2006). Psychiatric Mental Health Nursing (3thed). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Maramis, W.F. 2010. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press: Surabaya. Yusuf, Ah. Fitriyasari, Rizky.
Nihayati, hanik Endang. 2015. Buku Ajar
Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: Salemba Medika