Kelainan Plasenta(1,2) a. Kelainan Besar, Bentuk dan Berat Bentuk plasenta yang normal ialah ceper dan bulat. Diameternya 15-20 cm dan tebal 1½-3 cm. Plasenta pada kehamilan cukup bulan beratnya 1/6x berat anak atau ±500gr. Plasenta yang besar sekali terdapat pada eritroblastosis,sifilis dan penyakit ginjal.
Macam-macam Plasenta yaitu : 1. Plasenta Fenestra
: Plasenta yang berlubang ditengahnya.
2. Plasenta Bilobata
: Plasenta yang terdiri dari dua lobi .
3. Plasenta Suksenturiata
: Kelainan yang terjadi ketika terbentuk satu
atau lebih lobus aksesorius kecil di membran pada jarak tertentu dari bagian perifer plasenta utama,biasanya lobus-lobus ini memiliki hubungan vaskular yang berasal dari janin. Lobus aksesorius kadang tertinggal didalam uterus setelah plasenta utama lahir, dan kemudian dapat menyebabkan pendarang serius pada sang ibu.
4. Plasenta Membranasea
: Plasenta lebar dan tipis meliputi hampir
seluruh permukaan korion . Rupa-rupanya pemberian darah sedemikian baiknya sehingga jonjot-jonjot kirion dalam desisua kapsularis tidak mati,tetapi tumbuh terus . Plasenta ini dapat menyebabkan pendarahan antepartum karena plasenta yang sukar keluar .
5. Plasenta Sirkumvalata
: Pada permukaan fetal dekat dengan pada
pinggir plasenta terdapat cincin putih . Cincin putih ini menandakan pinggir plasenta, sedangkan jaringan disebelah luarnya terdiri dari vili yang timbul ke samping dibawah desidua, jadi bukan vilus pancang . Perdarahan antepartum, baik akibat soluio plasenta maupun perdarahan janin serta persalinan prematur, kematian perinatal, dan malformasi janin, diperkirakan meningkat pada plasenta sirkumvalata .
b. Kelainan Insersi Plasenta Plasenta biasanya melekat pada dinding belakang atau depan rahim dekat pada fundus. Jonjot-jonjot masuk kedalam rahim hanya sampai lapisan atas dari stratus spongiosum. Kalau implantasi plasenta rendah, yaitu pada segmen bawah rahim dan menutup sebagian atau seluruh ostium internum, plasenta demikian disebut Plasenta Praevia. Namun, apabila jonjot-jonjot korion masuk ke dinding rahim lebih dalam daripada semestinya, plasentanya disebut plasenta akreta. Menurut dalamnya pemasukan dinding rahim oleh jonjot-jonjot, plasenta akreta dibagi menjadi : a. Plasenta akreta
:
Jonjot-menembus
desidua
sampai
berhubungan
dengan miometrium . b. Plasenta inkreta
: Jonjot-jonjot sampai ke dalam lapisan miometriun .
c. Plasenta perkreta
: Jonjot-jonjot menembus miometrium hingga mencapai
perimetrium
dan kadang-kadang juga menembus
menimbulkan ruptura uteri .
perimetrium, serta
Plasenta akreta ada yang kompit, yang seluruh permukaan plasenta melekat erat pada dinding rahim dan ada juga sebagian dibeberapa tempat saja melekat dengan erat pada dinding rahim. Plasenta akreta menimbulkan penyulit pada kala III karena sulit lepas dari dinding rahim . Plasenta akreta tidak boleh dilepaskan secara manual, karena dapat menimbulkan perforasi . Terapi yang lazim adalah histerektomi .
c. Penyakit Plasenta a. Infark Plasenta, lesi plasenta yang paling sering terjadi meskipun penyebabnya beragam. Seperempat plasenta dari kehamilan aterm tanpa komplikasi mengalami infark , sedangkan kehamilan dengan komplikasi penyakit hipertensi berat mengalami infark pada sekitar dua pertiga kasus. Infark terjadi akibat oklusi pasokan darah dari ibu. Gambaran histopatologik utama meliputi degenerasi fibrinoid trofoblas, infark iskemik akibat oklusi arteri spirals, dan akhirnya kalsifikasi. Fokus-fokus kecil (kurang dari 1 cm) degenerasi subkorion dan marginal terdapat pada hapir semua plasenta aterm, tetapi fokus yang lebih besar biasanya dianggap abnrmal. Secara sederhana, lesi degeneratif pada plasenta memiliki dua faktor etiologi umum : (1)
Perubahan yang berkaitan dengan penuaan trofoblas, dan (2) Gangguan sirkulasi uteroplasenta yang menyebabkan infark .
b. Kista Plasenta, kadang-kadang terdapat kista pada permukaan fetal plasenta. Isinya cairan jernih kuning atanu kadang-kadang kemerahan. Kista ini terjadi karena pencairan korion . c. Tumor-tumor Plasenta, jenis tumor-tumor plasenta ialah korioangioma, mola hidatidosa dan koriokarsinoma. d. Radang Plasenta, dapat terjadi karena perjalanan infeksi desidua, misalnya oleh gonokokus atau kuman lain; rdang plasenta juga dapat terjadi pada partus lama . Pada kasus ketuban pecah lama, bakteri piogenik dapat menginvasi permukaan fetal plasenta, dan memperoleh akses ke pembuluh korion, menyebabkan infeksi pada janin. Infeksi semacam ini harus diwaspadai jika ditemukan neutrofil dilempeng sukorion plasenta, di membran janin, atau di tali pusat (funisitis) . e. Pengapuran Plasenta, Pada permukaan maternal kadang-kadang terdapat tempat-tempat yang mengalami pengapuran . f. Edema Plasenta, Terjadi pada hidrops fetalis dan pada gangguan peredaran darah dalam tali pusat . g. Lesi Hipertrofik pada Vilus Korion, pada eritroblastosis yang parah dan hidrops fetalis sering ditemukan pembesaran mencolok pada vilus korion . h. Simpul Sintisium, dimulai setelah 32 minggu, terdapat gumpalan-gumpalan nukleus sintisium plasenta ditemukan menonjol kedalam ruang antarvilus, dan hal ini desebut simpul sintisium. Pada aterm, hingga 30 % vilus mungkin nterlibat; namun pembentukan simpul oleh lebih dari sepertiga vilus dianggap
abnormal. Secara umum, peningkatan jumlah simpul sintisium dijumpai pada plasenta yang mengalami penurunan aliran darah uteroplasenta, seperti preeklamsia.
d. Disfungsi Plasenta Apabila faal plasenta kurang baik sehingga membahayakan janin, neonatus, atau memengaruhi secara negatif pertumbuhan fisik atau mental anak di kelak kemudian hari, kita mempergunakan istilah disfungsi plasenta. Dlam perinatologi sering dipakai istilah insufisiensi plasenta . Gejala-gejala disfungsi plasenta : a. Berat Plasenta yang kurang dari 500 gram indeks plasenta yang rendah menambahkan kejadian mati dan fetal distress (gawat janin). Juga bentuk makroskopis dan mikroskopis yang luar biasa (infark) dapat menjurus ke disfungsi plasenta. b. Uterus yang kurang membesar, berat badan ibu yang turun terutama kalau disertai dengan gejala gawat janin. Penurunan kadar oestriol . c. Hal ini dapat ditentukan dengan pengukuran kuantitatif atau dengan pemeriksaan tidak langsung, misalnya dengan uji ferm (daun paku) d. Persalinan dengan memperlihatkan BJ anak sewatu persalinan .
Solusion plasenta Solusion plasenta adalah peristiwa terlepasnya plasenta yang letaknya normal dari dinding uterus sebelum waktunya. Kelainan ini terjadi pada sekitar 1% kehamilan tetapi menyebabkan tingkat kematian perinatal 20-60 %. Lokasi pelepasan plasenta bisa di daerah retroplasenta atau di daerah marginal. Pelepasan plasenta di daerah retroplasenta terjadi karena ruptura arteri spiralis; sedangkan pelepasan plasenta di daerah marginal terjadi karena ruptura vena-vena marginalis. Solusion plasenta seringkali tidak terdiagnosis melalui pemeriksaan USG, meskipun secara klinis terdapat petanda kuat adanya solusion plasenta (perdarahan pervaginam, nyeri abdomen, uterus yang sensitif, dan mungkin janin telah mati). Hal ini terutama terjadi pada solusion plasenta marginal, kemungkinan karena perdarahan intrauterina mengalir keluar melalui serviks uteri dab tidak membentuk hematoma di dalam kavum uteri. Solusion plasenta yang dapat terdeteksi melalui
pemeriksaan USG seringkali memberikan prognosis yang lebih buruk jika dibandingkan dengan solusion plasenta yang tidak terdeteksi. Tumor plasenta Tumor yang sering terdapat pada plasenta adalah korioangioma (korangioma). Pada pemeriksaan USG, korioangioma terlihat sebagai masa padat (hiperekoik atau hipoekoik) yang letaknya di daerah subkorionik dan seringkali menonjol dari permukaan fetal plasenta. Letak tumor biasanya berdekatan dengan tempat insersi tali pusat. Tumor yang kecil dan letaknya intraplasenta sulit terdeteksi dengan USG. Korioangioma sulit dibedakan dari perdarahan plasenta . Dengan pemeriksaan doppler akan terlihat gambaran vaskularisasi pada tumor, sedangkan pada perdarahan plasenta tidak terlihat. Tumor plasenta lainnya yang lebih jarang dijumpai adalah teratoma. Kelainan pembuluh darah tali pusat Arteri umbilikal tunggal (AUT) merupakan kelainan tali pusat yang paling sering terjadi, dan ditemukan pada sekitar 0,2 – 1,1 % kelahiran (Gambar 20-15). Kelainan ini seringkali disertai kelainan kongenital mayor, prematurasi, PJT, kematian perinatal, dan kelainan kromosom. Kelainan kongenital dijumpai pada 20 – 50 % neonatus dengan AUT, dan 20 % di anataranya merupakan kelainan multipel. Arteri umbilikal tunggal dijumpai pada lebih dari 80 % janin dengan trisomi 18, dan pada 10-15 % janin dengan trisomi. Apabila tidak disertai kelainan kongenital mayor atau kelainan kromosom, umumnya AUT tidak menimbulkan masalah pada neonatus. Diagnosis AUT didasarkan atas ditemukannya gambaran 2 pembuluh darah di dalam tali pusat yang berasal dari 1 arteri dan 1 vena umbilikal. Arteri umbilikal biasanya terlihat lebih besar dari ukuran normal, mendekati ukuran vena umbilikal. Kelainan pembuluh darah tali pusat lainnya yang sangat jarang dijumpai adalah terdapatnya 2 arteri dan 2 vena umbilikal, atau 3 arteri dan 1 vena umbilikal. Pengaruh kelainan ini terhadap janin masih belum jelas dan kontroversial. Kelainan 2 arteri dan 2 vena umbilikal kadang – kadang disertai kelainan ektopia kordis dan kelainan kongenital multipel. Simpul Tali Pusat Simpul tali pusat aharus dibedakan dari simpul palsu pada tali pusat. Simpul tali pusat palsu merupakan variasi normal, terjadi karena varises setempat dari pembuluh darah umbilikal atau akumulasi setempat dari jeli Wharton, sehingga membentuk tonjolan yang letaknya eksentrik pada tali pusat. Simpul tali pusat palsu tidak membahayakan janin. Pada pemeriksaan USG simpul palsu terlihat sebagai tonjolan ireguler pada tali pusat, berisi pembuluh darah yang terlihat kontinuitasnya. Pemeriksaan menjadi lebih mudah dengan menggunakan Color Dopler.
Simpul tali pusat dapat tejadi karena gerak janin yang berlebihan, tali pusat yang panjang, janin kecil, polihidramnion, dan kembar monokorionik. Simpul yang terjadi mungkin longgar dan tidak membahayakan janin; atau erat sehingga menggangu sirkulasi janin dan menyebabkan kematian perinatal. Pada pemeriksaan USG simpul tali pusat terlihat sebagai tonjolan ireguler berisi pembuluh darah umbilikal yang saling bersilangan dan tidak terlihat adanya kontinuitas pembuluh darah bagian proksimal dengan bagian distal simpul. Lilitan Tali Pusat di Leher Janin Seperti halnya simpul tali pusat, lilitan tali pusat terjadi karena gerakan janin yang berlebihan, tali pusat yang panjang, janin kecil, dan polihidramnion. Lilitan tali pusat bisa terjadi di bagian mana saja dari tumbuh janin, tetapi yang tersering adalah di bagian leher (muchal cord). Jumlah lilitan leher bisa sekali (terjadi pada 21,3 % kehamilan ) atau lebih dari sekali lilitan (terjadi pada 3,4 % kehamilan) . lilitan tali pusat dapat menimbulkan bradikardi dan hipoksia janin; dan bila jumlah lilitan lebih dari sekali akan meningkatkan mortalitas perinatal. Pada pemeriksaan USG lilitan tali pusat diketahui dengan melihat adanya satu atau lebih bagian tali pusat yang melingkari leher janin (Gambar 20-16). Pemeriksaan akan lebih jelas dengan menggunakan Color Doppler. Lilitan tali pusat yang erat menyebabkan gangguan (kompresi) pada pembuluh darah umbilikal, dan bila berlangsung lama akan menyebabkan hipoksia janin.
Daftar Pustaka 1. Leveno,Kenneth J. 2009. Obstetri Williams : panduan ringkas ed.21 .EGC. Jakarta 2. Sastrawinata,Sulaiman et.al . 2004. Ilmu kdesehatan reproduksi : Obstetri patologi ed.2. EGC.Jakarta 3. Gilbert Barness,Enid.2003.Embryo and fetal pathology.Cambridge University:United Kingdom 4. G Kaplan,Cynthia.2007.Color Atlas of gross placental pathology second edition.Springer:United Kingdom