KEBERADAAN RUANG PUBLIK TERPADU RAMAH ANAK (RPTRA) DI KOTA JAKARTA TIMUR
NUR FAJAR SIDIK 4315143877 PENDIDIDIKAN GEOGRAFI
Ditulis untuk memenuhi persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan
FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2017
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan suatu lahan permukiman yang kini kian pesat ditandai dengan makin bertambahnya jumlah penduduk dan padatnya pembangunan permukiman mengakibatkan ketersediaan lahan yang ada saat ini semakin berkurang. Lahan yang digunakan untuk pembangunan permukiman terkadang tidak memperhitungkan ketersediaan ruang publik atau Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang tanpa disadari memiliki banyak fungsi dan manfaat baik dari segi fisik lingkungan maupun sosial masyarakat. Pertumbuhan penduduk yang semakin bertambah menjadi salah satu faktor dalam meningkatnya jumlah kepadatan permukiman di suatu daerah. Maka dari itu, diperlukan pertimbangan dan perencanaan dalam pembangunan yang baik tanpa harus mengganggu ketersediaan ruang publik atau Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang terdapat di lingkungan masyarakat. Berdasarkan Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, setiap wilayah kota harus menyediakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebesar 30% dari luasan wilayah yang penggunaannya lebih bersifat terbuka sebagai tempat tumbuh tanaman, baik secara alamiah ataupun sengaja ditanam. Namun penggunaan atau pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) khususnya Ruang Terbuka Hijau Publik (RTHP) yang terdapat di lingkungan masyarakat saat ini masih kurang maksimal, bahkan terkadang pemanfaatannya yang kurang sesuai dan tidak sedikit keberadaan Ruang Terbuka Hijau Publik (RTHP) tersebut yang tidak memberikan efek atau dampak positif untuk masyarakat sekitar. Sebagai salah satu aset perkotaan, seharusnya keberadaan Ruang Terbuka Hijau Publik (RTHP) dapat dimanfaatkan lebih dan dijadikan salah satu tempat beraktivitas sosial oleh masyarakat. Di kota-kota besar seperti Ibukota Jakarta Ruang Terbuka Hijau (RTH) sangatlah penting karena ketersediaannya tidak sebanding dengan pembangunan gedung yang terus bertambah tiap tahun. Manfaat lebih tersebut adalah Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA). Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) merupakan sebuah taman atau Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang didesain dengan konsep modern yang ramah anak dengan dilengkapi berbagai sarana prasarana pendukung seperti gazebo/pendopo untuk tempat belajar anak, sarana olahraga, fasilitas bermain, perpustakaan atau Taman Bacaan Masyarakat (TBM), toliet, lapangan bermain/olahraga, dan lain-lain (Rustam, 2015). Tujuan dibangunnya Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) adalah sebagai fasilitas masyarakat yang dapat
digunakan dan dimanfaatkan sebagai pusat interaksi publik sekaligus sebagai media pembelajaran dan pengembangan minat dan bakat yang aman serta baik untuk anak-anak. Penggunaan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) tidak semata-mata hanya digunakan oleh anak-anak saja. Namun orang tua juga sangat dianjurkan untuk menggunakan fasilitas tersebut. Keberadaan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) sengaja didirikan di tengah-tengah permukiman masyarakat dengan tujuan agar dapat mengubah pola pikir masyarakat untuk dapat bersosialisasi lebih dan melakukan aktivitas sosial di lokasi tersebut.
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana keberadaan RPTRAdi Kota Jakarta Timur ? 2. Bagaimana partisipasi masyarakat sekitar RPTRA di Kota Jakarta Timur ? 3. Bagaimana persebaran RPTRA di Kota Jakarta Timur ?
1.3 Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini dibatasi pada keberadaan RPTRA, partisipasi masyarakat sekitar RPTRA, dan persebaran RPTRA di Kota Jakarta Timur. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana keberadaan RPTRA di Kota Jakarta Timur” 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi masyarakat sebagai informasi mengenai keberadaan RPTRA yang tersebar di Kota Jakarta Timur. 2. Bagi pemerintah sebagai bahan acuan dalam menentukan kebijakan terkait RPTRA di Kota Jakarta Timur kedepannya. 3. Bagi kalangan akademis, sebagai bahan referensi untuk menambah keilmuan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kebijakan Publik Kebijakan publik merupakan produk hukum yang diperoleh melalui suatu proses kegiatan atau tindakan yang bersifat administratif, ilmiah dan politis yang dibuat oleh pembuat kebijakan (policy maker) dan pemangku kebijakan terkait (Mulyadi, 2015 :45). Kebiajakan
publik
inilah
yang
nantinya
akan
membantu
menyelesaikan
permasalahan-permasalahan publik. Kebijakan publik juga dapat diusulkan oleh sekelompok masyarakat seperti yang diungkapkan oleh Carl Friedrich berikut ini. Kebijakan dipandang sebagai suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan – hambatan dan peluang – peluang terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu, Carl Friedrich Winarno (2014 ; 20). Berdasarkan definisi kebijakan publik yang diungkapkan oleh Carl Friedrich tersebut, dapat dikatakan bahwa apa yang disampaikan oleh Carl Friedrich ini menyangkut di,ensi yang luas karena kebijakan tidak hanya dipahami sebagai tindakan yang dilakukukan oleh pemerintah, tetapi juga oleh kelompok maupun individu. Kebijakan tidak hanya melibatkan pemerintah dalam pembuatan kebijakan tersebut, dalam hal ini masyarakat juga dapat dilibatkan dalam perumusan suatu kebijakan. Untuk lebih memahami pengertian kebijakan publik yang luas berikut akan dijelaskan pengertian kebijakan publik menurut para ahli kebijakan pada subbab – subbab khusus berikut ini.
2.2 Pengertian Kebijakan Publik Kebijakan merupakan serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud atau tujuan tenentu yang diikuti dan dilaksanakan olch seorang aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan, James Anderson dalam Agustino (2008:7).
Seorang pakar inggris, W.I Jenkins dalam Wahab (2012:5) mengemukakan kebijakan publik sebagai berikut: "A set of interrelated decisions taken by political actor of group of actors concerning the selection of goals and the means of achieving them within a specified situation where these decisions should, in principle, be within the power of these actors to achieve" (serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aklor politik atau sekelompok aktor. berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cam-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi. Keputusan - keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas batas kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut). Dari kedua pengetian diatas, kebijakan merupakan scrangkaian kegiatan yang berisi mengenai keputusan yang mempunyai maksud dan tujuan tertentu dari adanya suatu permasalahan dan dibuat oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor yang mempunyai kekuasaan dan wewenang. Knoepfel dkk dalam Wahab (2012:10) mengartikan kebijakan scbagai berikut : "a series of decisions or activities resulting from structured and recurrent interactions between different actors, both public and private, who are involved in various dijIerent ways in the emergence, identification and resolution of a problem defined political/v as a public one" (serangkaian keputusan atau tindakan tindakan sebagai akibat dari interaksi terstruktur dan berulang di antara berbagai aktor. baik publik/pemerintah maupun privat/swasta yang tcrlibat berbagai cara dalam mercspons, mengidemifikasi, dan memecahkan suatu masalah yang secara politis didefinisikan sebagai masalah publik). Makna dari definisi yang diungkapkan oleh Knoepfel dkk diatas menunjukkan bahwa kcbijakan publik merupakan suatu tindakan yang dilaksanakan oleh aktor pembuat kebijakan, kebijakan tersebut dibuat untuk memecahkan berbagai masalah publik yang sedang terjadi. Dalam menentukan kebijakan tersebut memang melibatkan berbagai macam aktor yang mempunyai kepentingan di dalamnya. Pengertian mengenai kebijakan publik juga diungkapkan oleh Lemieux dalam Wahab (2012:10) soorang pakar dari Francis, Lemieux merumuskan kebijakan publik scbagai berikut: "the product of activities aimed at the resolution of public problems in the environment by political actors whose relationship are structured. The entire process evolves over time"
(produk aktivitas aktvitas yang dimaksudkan untuk memecahkan masalah-masalah publik yang terjadi di lingkungan tenentu yang dilakukan oleh aktor-aktor politik yang hubungannya terstruktur. Keseluruhan proses aktivitas itu berlangsung sepanjang waktu). Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa kebijakan publik merupakan hasil atau produk dari aktivitas-aktvitas yang memang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan publik yang terjadi di berbagai lingkungan. Beberapa pakar lainnnya memberikan dcflnisi yang berbeda tentang kebijakan publik. Salah satu definisi tersebut diberikan oleh Thomas R. Dye dalam Nugroho (2012:20) yang mendetinisikannya sebagai segala sesuatu yang dikeljakan pemcrintah, mengapa mereka melakukan, dan hasil yang membuat sebuah kehidupan bersama tampil berbeda (what government do, why they do it, and what diference it makes). Dari pengenian terscbut dapat diketahui bahwa apapun yang dilakukan oleh pemerintah atau keputusan apapun yang dilakukan oleh pemerintah hal tersebut merupakan kebijakan publik itu sendiri. Karena keputusan-keputusan tersebut telah dipikirkan dan memiliki alasan tersendiri yang tentunya pada akhimya diharapkan akan membuat perubahan perubahan yang diinginkan oleh masyarakat. Michael Hewlett dan M. Ramesh dalam Nugroho (2012:120) mengemukakan bahwa: "public policy is a complex phenomenon consisting of numerous decisions made by numerous individual and organizations It is often shaped by earlier policies and is frequent/v linked closely with other seemingly unrelated decisions " (kebijakan publik merupakan sebuah fenomena kompleks yang terdiri dari banyak keputusan yang dibuat oleh banyak orang dan organisasi. Kebijakan publik juga kerap kali terbentuk dari kebijakan kebijakan yang telah ada dan juga sering berhubungan dengan keputusan yang lain yang diduga tidak berkaitan). Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa kebijakan publik adalah fenomena fenomena yang kompleks yang berisi tentang keptusan keputusan yang dibuat oleh individu atau kelompok dan juga kebijkaan itu bisa terbentuk dari kebijakan yang memang sudah ada atau kebijakan yang baru yang tujuannya tetap untuk menyelesaikan pennasalahan yang dialami oleh masyarakat. Kemudian terdapat juga defmisi kebijakan publik yang diutarakan oleh Charles L. Cochran dan Eloise F. Malone dalam Nugroho (2012:]21) public policy consists of political decisions for implementing programs to achieve societal goals (kebijakan publik berisi
keputusan-keputusan politik untuk mengimplememasikan program-program untuk mencapai tujuan-tujuan masyarakat). Dari pengertian tersebut dapat diketahui juga bahwa kcbijakan publik berisikan tentang keputusan politik yang dibuat untuk membuat suatu program yang nantinya
program
tersebut
akan
diimplementasikan
dan
diharapkan
dengan
diimplementasikannya program tersebut, masyarakat dapat merasakan manfaatnya. Setelah memahami pengertian pengertian kebijakan publik dari beberapa ahli kebijakan, peneliti dapat mcnarik sebuah pengertian yang singkat dan umum bahwa kebijakan publik adalah sebuah instrumen yang dikeluarkan oleh pemerintah yang berisikan tentang keputusan keputusan politik untuk mengatasi permasalahan - permasalahan yang dialami olch masyarakat.
2.3 Implementasi Kebijakan Publik Setelah proses perumusan kebijakan yang telah menghasilkan sebuah program program yang akan digunakan untuk menyelcsaikan masalah publik, sudah semeslinya “produk” tersebut diimplementasikan agar hasilnya terlihat. Seperti yang diungkapkan oleh Jones dalam Mulyadi (2015:45) “those activities directed toward putting a program into efect" (proses mewujudkan program hingga mcmperlihatkan hasilnya). Sepcni halnya Jones, Mulyadi (2015:46) pun beranggapan serupa bahwa kebijakan publik perlu diwujudkan dan dilaksanakan oleh berbagai pihak sehingga mempunyai dampak yang scsuai dengan apa yang menjadi tujuan. Jadi dapat diketahui bahwa hasil dari perumusan kebijakan tersebut hendaknya diimplementasikan agar kcbijakan tersebut dapat terlihat hasilnya. Sementara itu, Udoji dalam Mulyadi (2012:46) juga memberikan pandangan mengenai implementasi dengan mengatakan bahwa: "the execution of policies is as important if not more important than policy making. Policies will remain dreams or blue prim file jackets unless they are implemented" (pelaksanaan kebijakan adalah scsuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih peming dari pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan berupa impian atau rencana yang bagus, yang tersimpan rapi dalam arsip jika tidak dapat diimplemetasikan). Pandangan tersebut menekankan bahwa kebijakan merupakan suatu tahapan dalam kebijakan publik yang sangat penting. Jangan sampai kebijakan publik hanya menjadi arsiparsip atau dokumcn saja. Hal tersebut sesuai juga dengan apa yang disampaikan oleh
Edwards III dalam Mulyadi (2015:47) bahwa tanpa implementasi yang efektif maka keputusan pembuat kebijakan tidak akan berhasil dilaksanakan.
Ripley dan Franklin dalam Winamo (2014:148) bcrpendapat bahwa implementasi adalah apa yang tetjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau jenis keluaran yang nyata (tangible output). Istilah implementasi menunjuk pada sejumlah kcgiatan yang mengikuti pemyataan maksud tentang tujuan tujuan program dan basil hasil yang diinginkan oleh para pejabat pemerintah. Implementasi mencakup tindakantindakan (tanpa tindakan tindakan) olch berbagai aktor, khususnya para birokrat,yang dimaksudkan untuk membual program bcljalan. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan mcmpakan suatu kcgiatan yang dilakukan setelah dikeluarkannya pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya mengelola input untuk menghasilkan output atau outcome bagi masyarakat. Lane dalam Mulyadi (2015:47) berpendapat bahwa implementasi sebagai konscp dapat dibagi kc dalam dua bagian. Panama implementation = F (intention, output, outcome). Kedua, implementasi merupakan persamaan fungsi dad implementation = F (policy, fbrmator. implementor, initiator, time). Menurut Sabatier masih dalam Mulyadi (2015:4748) penekanan mama kedua fungsi ini adalah kepada kebijakan itu sendiri, kemudian hasil yang dicapai dan dilaksanakan oleh implementor dalam kurun waktu tenentu. Kemudian menurut Grindle dalam Winamo (2014:!49) secara umum, tugas implementasi adalah membentuk suatu kaitan (linkage) yang memudahkan tujuan tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah. Oleh karena itu, tugas implementasi mencakup tcrbentuknya "a policy delivery system, ” dimana sarana sarana tenentu dirancang dan dijalankan dengan harapan sampai pada tujuan-tujuan yang diinginkan. Hal tersebut tampak senada dengan apa yang disampaikan oleh Van Meter Van Horn (Grindle, l980:6) dalam Muiyadi (20l5:248) bahwa tugas implementasi adalah membangun jaringan yang memungkinkan tujuan kebijakan publik direalisasikan melalui aktivitas instansi pemerinlah yang melibatkan bcrbagai pihak yang berkepentingan policy stakeholder. Jadi, implementasi kebijakan mempunyai tugas membangun jaringan atau membenluk suatu kaitan yang tentunya mcmpunyai kcmungkinan-kemungkinan yang dapat menyebabkan
kcbijakan
publik
tersebut
dapat
direalisasikan.
Karena
mengimplementasikan suatu kcbijakan adalah bukan suatu pcrkara yang mudah.
tentunya
Namun, dibalik kerumitan dan kompleksnya proses tersebut, implementasi kebijakan memegang peranan yang cukup vital dalam proses kebijakan. Tanpa adanya proses implementasi kebijakan, program-program kebijakan yang telah disusun hanya akan menjadi berkas berkas yang disimpan oleh para pembuat kebijakan. Anderson dalam Kusumanegara (2010 : 97) mengungkapkan bahwa implementasi kcbijakan/progmm merupakan bagian dan’ administrative process (proses administrasi). Proscs administrasi mcmpunyai konsekuensi terhadap pelaksanaan, isi, dan dampak suatu kebijakan dengan adanya penekanan pada “moses administrasi", make dapat dipahami bahwa implementasi merupakan suatu proses yang dinamis dan berkclanjutan, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu akiviias Man kegiatan, sehingga pada akhimya akan mendapatkan suatu hasil yang smuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri (Agustino, 2008:139). Dapat disimpulkan bahwa, kcbijakan publik mempakan suatu proses kebjakan publik yang penting dan krusial dalam suatu pemerintahan. Huntigton dalam Abidin (2012:145) berpendapat bahwa perbedaan yang paling panting antara suatu Negam dcngan Negara lain tidak terletak pada bentukk atau ideologinya, tetapi pada tingkat kemampuan Negara ini untuk melaksanam pemerintahan. Tingkat kemampuan itu dapat dilihat pada kemapuan dalam mengimplcmentasikan sctiap kcputusan atau kebijakan yang dibuat oleh scuah pilot biro, kabinet, atau prmidcn Ncgara itu. Berdasarkan pendapat Huntington tersebut dapat diketahui bahwa proses implementasi kebijakan mempakan proses yang cukup dan dapat mencntukan kesuksesan pemerintah di suatu Negara.
2.4 Pedoman Pengelolaan RPTRA Dalam Peraturan Gubernur No 196 tahun 2015 ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3. Gubenur adalah Kepala Daerah Provins; Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 4. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Provinsi Daerah khusus Ibukota Jakarta. 5. Asisten Kesejahteraan Rakyat adalah Asisten Kesejahteraan Rakyat Sekretaris Daerah Provinsi qaerah Khusus Ibukota Jakarta.
6. Satuan Kerja Perangkat Daerah yallg selanjutnya disingkat SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi DaerahKhusus Ibukota Jakarta. 7. Badan Pemberdayaan Masyarakat. Perempuan dan Keluarga Berencana yang selanjutnya disingkat BPMPKB adalah Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 8. Kepala Badan adalah Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Keluarga Berencana Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 9. Kota Administrasi adalah Kota Adm·nistrasi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 10. Walikota adalah Walikota Administrasi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 11. Kabupaten Administrasi adalah Kabupaten Administriisi Kepulauan Seribu Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 12. Bupati adalah Bupati Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 13. Unit Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat UKPD adalah Unit Kerja Perangkat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 14. Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan yang selanjutnya disingkat KPMP adalah· Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan Tingkat Kota Administrasi. 15. Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan dan Keluarga Berencana yang selanjutnya disebut KPMP dan KB adalah Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. 16. Kecamatan adalah Kecamatan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 17. Camat adalah Camat di Provinsi Daemh Khusus Ibukota Jakarta. 18. Kelurahan adalah Kelurahan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 19. Lurah adalah Lurah di Provinsi Daerall Khusus Ibukota Jakarta. 20. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk janin yang masih dalam kandungan. 21. Ruang Publik Terpadu Ramah Anak yang selanjutnya disingkat RPTRA adalah tempat dan/atau ruang terbuka yang memadukan kegiatan dan aktivitas warga dengan mengimplementasikan 10 (sepuluh) program Pokok Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga untuk mengintegrasikan dengan program Kota Layak Anak. 22. Hak-hak Anak merupakan bagian dari hak-hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. 23. Kota Layak Anak yang selanjutnya disingkat KLA adalah kola yang mempunyai sistem pembangunan berbasis mernelalui pengintegrasian komitmen dan sumber daya pemerintah,
masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak anak. 24. Gugus Tugas KLA adalah lembaga koordinatif di tingkat provnsi mengoordinasikan kebijakan, program dan kegiatan untuk mewujudkan KLA. 25. Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga yang selanjutnya disingkat PKK adalah gerakan nasional dalam pembangunan masyarakat yang tumbuh dari bawah yang pengelolaannya dari oleh dan untuk masyarakat rnenuju terwujudnya keluarga yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia dan berbudi luhur, sehat sejahtera, maju dan mandiri kesetaraan dan keadilan gender serta kesadaran hukum dilingkungan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tujuan Penelitian Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui Keberadaan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak di Jakarta Timur. 3.2 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. 3.3 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak di Jakarta Timur dan dilaksanakan pada bulan Juni 2017 sampai bulan Agustus 2017. 3.4 Populasi dan Sampling Populasi pada penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang tinggal disekitar Ruang Publik Terpadu Ramah Anak di Jakarta Timur 3.5 Instrumen Penelitian Adapun instrumen penelitian yang digunakan adalah: a.) Observasi lapangan b.) Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) DKI Jakarta
3.6 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua metode, yaitu: a.) Data primer
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dilapangan oleh peneliti sendiri dengan menggunakan metode observasi/pengamatan dan dengan menyebar kuesioner. b.) Data skunder Data skunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung turun ke lapangan melainkan diperoleh dari pihak lain yang bersangkutan. Data skunder yang dijadikan sebagai data pelengkap diperoleh dengan cara mengumpulkan informasi dari berbagai instasi terkat.
3.7 Teknik Analisis Data Data yang terkumpul kemudian dianalisis dan disajikan dalam bentuk tabel data yang berisi frekuensi dan presentase. Langkah tersebut dilakukan untuk mengetahui Keberadaan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak di Jakarta Timur. Data yang terkumpul berdasarkan hasil pengamatan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA Abidin, Said Zaenal. 2012. Kebijakan Publik (edisi 2). Jakarta : Salemba Empat Agustino, Leo. 2008. Dasar – Dasar Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta Kusumanegara, Solahudin. 2010. Model dan Aktor dalam Kebijakan Publik. Yogyyakarta : Gaya Media Mulyadi, Deddy. 2015. Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik. Bandung : Alfabeta Wahab, Solichin Abdul. 2012. Analisis Kebijakan : dari Formulasi ke Penyusunan Model – Model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta : PT. Bumi Aksara Winarno, Budi. 2014. Kebijakan Publik (Teori, Proses dan Studi Kasus). Jakarta : Centre of Acdemic Publising Services) CAPS