ANALISIS KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT DALAM MEMPERTAHANKAN EKSISTENSI HUTAN LARANGAN ADAT KENAGARIAN RUMBIO Rika Efirianti E-mail:
[email protected], Phone: +6285265224095
Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau 28293 Abstract: One of the laws that exist in Indonesia is customary law in Rumbio Village, Hamlet V Siboghia Lake, Sub-district Kampar, District Kampar, Riau Province. Rumbio village still have the original forest area of 580 ha and the type of forest is a lowland tropical forest. This forest not a conservation forest, but a indigenous forest. This study aims to determine how customary law based on local wisdom role in all aspects of life, especially in forest management. The research instrument used to collect the data, there are two type, namely the method of survey and focus group discussion (FGD). Method survey conducted by interview respondents. The results of this study indicate that the customary law proved to be better for indigenous peoples managed forests are better quality than the government managed forests. Where many of the procedures that must be done if you want to cut down or take anything that is in the forest. If the ban is violated, then the customary law will be enforced regardless of the reed. Key Word: Local Wisdom, Indigenous Peoples, Prohibitation Indigenous Forest
PENDAHULUAN Masyarakat sekitar hutan adalah sekelompok orang yang masih memiliki dan mempertahankan peri kehidupan tradisional dari leluhurnya yang tinggal di daerah hutan yang di dalamnya masih terdapat keanekaragaman biologi yang khas (Asrianni, dkk, 2012). Sedangkan masyarakat setempat yang menerapkan cara hidup tradisional di daerah pedesaan, yang nyaris tak tersentuh teknologi umumnya dikenal sebagai masyarakat suku, komunitas asli atau masyarakat hukum adat, penduduk asli atau masyarakat tradisional (M. Indrawan, 2007). Masyarakat setempat seringkali menganggap diri mereka sebagai penghuni asli kawasan terkait, dan mereka biasanya berhimpun dalam tingkat komunitas atau desa. Kondisi demikian dapat menyebabkan perbedaan rasa kepemilikan antara masyarakat asli/pribumi dengan penghuni baru yang berasal dari luar, sehingga masyarakat setempat seringkali menjadi rekan yang tepat dalam konservasi (Suhartini, 2009). Kajian kelestarian pengelolaan hutan dan eksistensi masyarakat lokal menjadi isu yang menarik di tingkat lokal, nasional dan global. Sebab masyarakat lokal mempunyai kearifan dalam pengelolaan hutan seperti kelembagaan adat. Hal ini berkaitan dengan kegagalan pengelolan hutan yang dikembangkan selama ini yang menyebabkan kerusakan ekologi, kemiskinan dan kehancuran sistem budaya masyarakat (Nur Arafah, dkk, 2009) Desa Rumbio sebuah daerah yang berada di kecamatan Kampar kabupaten Kampar Provinsi Riau. Desa Rumbio mulai dikenali oleh masyarakat dalam dan luar
negeri karena keberadaan Hutan Larangan Adat. Hutan adat adalah kawasan hutan yang berada di dalam wilayah adat yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari siklus kehidupan komunitas adat penghuninya. Pada umumnya komunitas-komunitas masyarakat adat penghuni hutan di Indonesia memandang bahwa manusia adalah bagian dari alam yang harus saling memelihara dan menjaga keseimbangan dan harmoni (Nababan, 1995). Hutan Adat Rumbio yang masih berdiri dari besarnya dorongan masyarakat membuka perkebunan. Hutan yang masih hijau ini masih bertahan karena kearifan masyarakat lokal dengan sistem adat yang memberikan perlindungan terhadap hutan tersebut. Siapapun yang merusak atau mengambil isi dari hutan tersebut akan diberikan sangsi adat tidak peduli apakah dia pemangku adat atau orang biasa. Sebuah sistem yang sangat memberikan dampak yang sangat berarti pada lingkungan. Semua pihak berkompeten dan seluruh lapisan masyarakat di Kenagarian Rumbio Kecamatan Kampar diminta untuk senantiasa menjaga kelestarian hutan larangan adat Rumbio di Kenegarian Rumbio Kecamatan Kampar yang saat ini ada pada kawasan seluas kurang lebih 570 Ha yang kondisinya masih sangat asri, terutama masih terpeliharanya berbagai jenis flora dan fauna. (Kurnia Khairi, 2012). Dalam perlindungan hutan adat Desa Rumbio tergolong kategori hutan larangan adat karena yang perlu melestarikannya adalah setiap orang yang masuk dalam hutan itu dengan menjaga dan tidak merusak kearifan lokal yang ada di Desa Rumbio, dalam hal ini dibentuklah kelembagaan adat yang dipimpin oleh penghulu dan pemangku adat yang bertanggung jawab dan berperan penting dalam pelestarian hutan sesuai dengan aturan aturan adat yang berlaku. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan mengevaluasi kelestarian hutan larangan adat dan kearifan lokal Kenagarian Rumbio baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Dusun V Danau Siboghia, Desa Rumbio, Kecamatan Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, pada tanggal 13-14 Desember 2014. Sekitar 2 km dari pemukiman penduduk ditemukan hutan larangan adat yang luasnya 570 ha. Data yang digunakan yaitu data primer yang merupakan data langsung dari wawancara dengan responden dengan analisis data kualitatif. Metode pengumpulan data terdiri atas observasi, diskusi kelompok terfokus (Focus Group Discussion) dengan nara sumber Datuk Tumenggung. Dalam penelitian ini digunakan alat yaitu kamera digital serta alat tulis. Parameter yang diamati meliputi kondisi biofisik (fisiografi lahan, karakterisitik flora dan fauna), kondisi sosial ekonomi masyarakat, Pengelolaan (perencanaan, pengendalian, pengawasan dan penegakan hukum) oleh masyarakat adat, bentuk kelembagaan adat Kenagarian Rumbio dalam mendukung pengelolaan hutan, permasalahan, tantangan, ancaman yang muncul dalam pengelolaan hutan adat, upaya pelestarian hutan adat Kenagarian Rumbio, tingkat keberlanjutan hutan adat Rumbio dimasa yang akan datang, sehubungan dengan banyaknya permasalahan. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Biofisik Hutan Larangan Adat Rumbio Hutan Larangan Adat Kenagarian Rumbio memiliki kondisi biofisik dengan fisiografi lahan yang berupa tanah yang bersifat podsolik. Tanah podsolik merupakan
tanah dengan status nutrisi yang rendah, tanahnya berwarna merah atau kekuningkuningan, mempunyai karakteristik tekstur yang lempung atau berpasir dengan pH rendah serta memiliki kandungan unsur aluminum dan besi yang tinggi. Selain itu, kandungan bahan organik pada tanah ini juga sedikit. Tanah ini digunakan untuk penanaman kelapa sawit, coklat, kopi, teh dan karet. Dengan luas hutan 570 Ha, kebutuhan hara diwilayah hutan ini dipenuhi oleh serasah serasah tumbuhan yang memiliki kandungan organic yang dibutuhkan tanaman untuk dapat tumbuh dan berkembang. Karakteristik flora dan fauna (biodiversitas) dihutan larangan adat Kenagarian Rumbio, menurut Syahrul Tarmizi (Datuk kotik mano) ada beberapa flora yang dimiliki hutan tersebut ialah : Meranti (Shorea sp), Karet (Hevea brasilensis), Rotan (Calamus ornatus), Cempedak hutan (Arthocarpus integra), Kempas (Coompassia malaccensis), Pasak bumi (Eurycoma longifolia), Kayu akar (Tetrastigma sp), Kulim (Scorodocarpus borneensis), Tempuih (Beccauera sp), Keras (Archindendrom bubakinum). Sedangkan fauna yang dimilikinya meliputi: Tupai (Tupai gils), Babi hutan (Sus scopa), Semut tumenggung, Jalus, Biawak (Salvanus monitor), Burung Budbud, Harimau (Panthera tigris), Beruang (Helarctos makayanus) Kondisi lahan Dusun V Danau Siboghia memiliki tata letak yang khas. Dimana Hutan Larangan Adat jauh dari pemukiman penduduk. Hal ini digunakan untuk anstisipasi agar hutan tidak terkontaminasi oleh kegiatan manusia. Tata letak kondisi lahan Dusun V Danau Siboghia Desa Rumbio pemukiman warga
ladang
kolam ikan
kebun karet sungai hutan
kebun karet
Jalan pemukiman warga
ladang
kolam ikan
hutan sungai kebun karet
kebun karet
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Di sepanjang tepian hutan juga terdapat sungai yang melintasi hutan tersebut yaitu sungai tanduk. Bagi masyarkat Dusun V Danau Sibhogia hutan memiliki merupakan multifungsi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat sekitar. Kondisi sosial masyarakat Rumbio sejalan dengan kondisi ekonominya. Dengan kondisi alam yang mendukung ( dalam segi pemanfaatan sumber daya alam hutan) maka dapat diperkirakan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Desa Rumbio dapat diperkirakan baik. Kesemua ini tak lepas dari pemanfaatan hutan. Adapun fungsi hutan yaitu sebagai sumber penghasil mata air bersih. Sungai yang melintasi hutan yang kondisinya telah telfilter dipergunakan untuk pengairan kolam-kolam ikan, perairan sawah bahkan objek wisata. Dengan adanya sungai dan hutan tersebut selain itu warga juga dapat menuai suatu usaha seperti objek wisata kolam renang(pemandian) yang memanfaatkan tenaga
air yang berasal dari aliran sungai tanduk tersebut. Menurut Bapak Syahrul selaku kepala Dusun V Danau Siboghia, mata pencaharian masyarakat rumbio diantaranya bermata pencaharian PNS, pekebun (karet, kelapa sawit), pedagang (kolam ikan), petani (padi), ladang dan (jagung). Perkebunan merupakan mata pencaharian terbanyak dari masyarakat Rumbio. Disamping itu, masyarakat Rumbio juga memproduksi pelet ikan yang digunakan sebagai pakan ikan yang dibudidayakan. Pengelolaan Hutan Larangan Adat oleh Masyarakat Rumbio Pengelolaan hutan larangan adat berbasis masyarakakat dimana perencanaan, pengawasan dan penegakan hukukm dilaksanakan oleh masyarakat adat yang telah ditentukan ketua atau pemimpin yang bertugas untuk mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan larangan adat yang disebut dengan ninik mamak. Pemanfaatan hutan larangan adat diperbolehkan namun dengan syarat tidak merusak keasrian hutan tersebut. Menurut terminologi tataguna lahan atau hutan Departemen kehutanan Indonesia, hutan larangan dikenagarian rumbio termasuk dalam kate gori Areal Penggunaan Lain (APL) dimana hutan tersebut berdiri sebenarnya dapat dibudidayakan atau dipergunakan untuk berbagai kepentingan perlindungan lingkungan. Namun ninik mamak rumbio telah jauh lebih dulu menetapkan status tersebut. Orang rumbio bilang “sejak zaman ninik mamak makan kaluang”, artinya sejak zaman dahulu kala . Pada dasarnya hutan larangan berarti hutan dimana diperlakukannya sejumlah larangan oleh ninik mamak pemangku adat. Adapun larangan yang terpenting ada dua : (1) larangan menebang pohon, (2) larangan membuka lahan. Selain itu ninik mamak juga menambah larangan berburu. Dalam hal ini perlunya menetapkan status lahan hutan larangan dalam hukum yang berlaku di negara ini. Perubahan ini diperlukan atas dasar tiga alsan : pertama, agar pemerintah memberikan pengakuan akan keberadaan hutan tersebut dan mencantumkannya dalam tata ruang wilayah kabupaten kampar. Kedua, perubahan ini diarapkan akan dapat menambah kekuatan perlindungan yaitu selain perlindungan dengan hukum adat juga ada perlindungan dengan hukum positif. Ketiga, apabila hutan larangan diakui pemerintah sebagai salah satu aset daerah pemerintah harus ikut menanggung biaya pengelolaanya. Menurut Datuk Temenggung (2014) berbagai larangan adat yang telah ditetapkan bersama oleh ninik mamak didasarkan pada anggapan mereka bahwa hutan merupakan suatu bukti negeri jika masih memiliki sesuatu yang ditinggalan oleh leluhur. Hal ini bermakna bahwa masyarakat harus menjaga dan melindungi hutan demi kehidupan dimasa yang akan datang. Strategi perlindungan hutan di Hutan Larangan Adat Rumbio yang diterapkan dapat dilihat pada tabel 1 (Suwondo et al., 2014). No.
Strategi Perlindungan
Uraian
1
Pembangunan pos-pos Pengamanan
Terdapat pos pengamanan di dalam hutan larangan adat Rumbio
2
Dibentuknya Sentra penyuluhan Kehutanan Pedesaan (SPKP)
Tempat penyuluhan kehutanan pedesaan
3
Melakukan Penghijauan
Jika terdapat bagiuan hutan yang ditebang, maka masyarakat setempat di bawah pimpinan Datuk Ulak Simano melakukan penanaman kembali
4
Melakukan pengawasan
Masyarakat tanpa komando selalu melakukan pengawasan ke dalam hutan, untuk memastikan keadaan hutan dengan izin Datuk Ulak Simano.
5
Penerapan Sanksi
Diterapkan sanksi adat jika terjadi pelanggaran merupakan suata usaha untuk meningkatkan kelestarian hutan larangan adat. Sanksi bersifat adat ini diatur dalam rapat-rapat di balai adat oleh ninik mamak adat Rumbio.
Pengawasan hutan larangan adat Kenagarian Rumbio diketuai oleh Kepala Dusun V Danau Siboghia yakni Bapak Syahrul. Bapak Syahrul merangkap sebagai ninik mamak dan ketua dari kelembagaan Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan. Dalam pengawasan hutan, bapak Syahrul mengutus pemuda desa Rumbio tidak memandang suku mereka dalam penjagaan hutan adat. Bentuk Kelembagaan Adat Kenegrian Rumbio Kelembagaan pengelolaan hutan larangan adat Kenagarian Rumbio ada 2 kelembagaan yaitu kelembagaan formal dan kelembagaan informal. Kelembagaan formal yang ada saat ini adalah yayasan pelopor dan SPKP hidup sejati ( Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan) sedangkan kelembagaan informal adalah ninik mamak, keberadaan ninik mamak sangat dihormati oleh masyarakat yang sudah ada sejak turun temurun. Masing-masing suku memiliki dua orang ninik mamak yang merupakan penghulu adat Kenagarian rumbio. Jumlah keseluruhan penghulu adat yaitu sepuluh orang yaitu: o Suku pitopang (Datuk Ulak Simano dan Datuk Rajo Mangkuto) o Suku domo ( Datuk Godang dan Datuk Gindo Marajo) o Suku piliang (Datu Putio dan Datuk Bosau) o Suku kampai (Datuk Sinaro dan Datuk Panduko) o Suku caniago (Datuk Gindo Malano dan Datuk Pito Malano) Untuk tetap menjaga kelestarian hutan larangan Kenagarian Rumbio banyak hal yang telah dilakukan oleh kesepuluh ninik mamak yang diketuai oleh Datuk Ulak Simano antara lain: (1) Melakukan musyawarah untuk membahas rencana pelestarian hutan larangan termasuk pembahasan mengenai sanksi bagi yang melakukan penebangan, perambahan hutan dan perburuan.(2) Melaksanakan musyawarah apabila ada program/kegiatan baik dari pemerintah seperti program pengayaan tanaman hutan atau kegiatan dari pihak lain seperti kegiatan penelitian dari para mahasiswa dan lembaga kursus.(3) Musyawarah dilakukan apabila ada rencana dari ninik mamak atau usulan dari masyarakat misalnya untuk penebangan hutan larangan adat Kenagarian Rumbio (Nurlinda, 2013).
Permasalahan, tantanagan, ancaman yang muncul dalam pengelolaan Hutan Adat Rumbio Dalam pengelolaan hutan adat Kenagarian Rumbio memiliki permasalahan, tantangan dan ancaman yang dapat merusak kelestarian dari Hutan Larangan Adat tersebut. Permasalahan yang muncul didominasi pada faktor internal yaitu adanya kemenakan yang merusak kelestarian hutannya dengan menebang pohon dan menambah luas ladangnya. Akibatnya populasi berbagai jenis satwa dan fauna semakin berkurang. Menurut Syahrul Tarmizi (Datuk kotik mano), masalah utama yang paling sulit diatasi adalah masalah berkurangnya wilayah hutan dikarenakan bertambahnya jumlah penduduk tiap tahun. Wilayah hutan diambil sedikit demi sedikit untuk pemukiman, perkebunan dan persawahan. Masalah selanjutnya yang dihadapi adalah semakin menuanya para pemangku adat, sehingga dibutuhkannya generasi muda sebagai generasi penerus yang mampu mengelola Hutan Larangan Adat Rumbio. Upaya Pelestarian Hutan Larangan Adat Rumbio Upaya yang dilakukan oleh lembaga adat untuk menguragi rusaknya hutan dengan membuat peraturan adat dan memberi sanksi terhadap pelaku yang merusak lestarinya hutan larangan adat tersebut. Dan upaya mendatang dengan membuat batas yang jelas dengan cara penanama pohon aren dan pembuatan parit terhadap wilayah hutan larangan adat sehingga tidak terjadi kesalahpahaman antara masyarakat dan lembaga lembaga yang terkait dalam pengurusan hutan larangan adat. Menurut Edison, berbagai upaya telah dilakukan untuk melestarikan hutan adat kenegerian Rumbio, diantaranya adalah dengan melakukan berbagai penyuluhan akan pentingnya hutan untuk kelangsungan hidup. SPKP (Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan) adalah lembaga yang berfungsi melakukan penyuluhan akan pentingnya hutan. Lembaga ini didirikan pada tanggal 23 April 2012 dan bekerja sama dengan dinas kehutanan. Selain melakukan penyuluhan, dinas kehutanan melalui SPKP juga memberikan bibit tanaman tiap tahunnya untuk ditanam di wilayah hutan, bibit yang diberikan berbeda setiap tahunnya. Peranan kepercayaan lokal terutama yang berikaitan dengan makhluk halus sangat efekteif bagi pelestarian sumber daya alam (Suwondo et al., 2014). Aspek lain yang dapat melestarikan keberadaan hutan, adalah kepercayaan masyarakat akan adanya mitos tentang harimau putih penunggu hutan. Apabila masyarakat setempat menyeleweng atau melanggar hukum adat, maka harimau akan memberikan pertanda seperti bekas jejak kaki di tanah, bekas cakaran dan sebagainya. Hal ini masih terjadi hingga sekarang. Mitos inilah yang berkembang sehingga masyarakat setempat menganggap bahwa jika mereka merusak hutan, maka harimau putih penunggu akan memperingati mereka. Tingkat Keberlanjutan Hutan Adat Rumbio Menurut Datuk Ulak Simano, proses keberlanjutan keberhasilan dalam pengelolaan hutan maka hal terpenting adalah memilih pemimpin yang amanah dan bertanggung jawab. Sebab, jika aspek amanah dan bertanggung jawab ini luntur maka rusaklah hutan dan berakibat musnahnya masyarakat rumbio ini kedepan. Satu hal yang perlu diingat dalam konsep hutan adat kenagarian rumbio ini adalah bahwa hutan
merupakan warisan ninik mamak, titipan anak kemenakan. Sehingga siapapun generasinya, maka bertanggung jawab untuk dapat mewariskan ke generasi berikutnya. Pelestarian hutan larangan adat akan terus berlangsung dengan dengan adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya hutan bagi kelangsungan hidup. KESIMPULAN DAN SARAN Masyarakat adat Rumbio memiliki pengaruh yang besar terhadap eksistensi hutan larangan adat. Peraturan adat yang dikelola ninik mamak, terbukti mampu menjaga keberadaan hutan lebih baik dibanding peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Tantangan terbesar bagi pengelolaan sumber daya alam adalah menciptakan kemudian mempertahankan keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tehadap manusia dan keberlanjutan pemanfaatan serta keberdayaan sumber daya alam. Maka dalam hal ini diharapkan bagi seluruh masyarakat dan elemen-elemen(pkepengurusan adat) yang terkait dapat terus menjaga dan melestarikan kearifan-kearifan lokal yang telah terlaksana bertahun tahun lamanya dalam pengelolaan Hutan Adat Rumbio demi kesejahteraan bersama masyarakat Rumbio baik saat ini maupun dimasa yang akan datang. UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih kepada bapak Fauzan, SE selaku PLT Kepala Desa Rumbio, bapak Syahrul selaku Kepala Dusun V Danau Siboghia dan ketua SPKP, Datuk Tumenggung (Kamiruddin) selaku narasumber pada penelitian yang dilaksanakan, Bapak Pani selaku pemandu jalan. Bapak Dr. Suwondo, S.Pd, M.Si dan Bapak Darmadi, S.Pd, M.Si selaku dosen pembimbing praktikum kuliah lapangan biotnolmelayu. DAFTAR PUSTAKA Asrianny, Muhammad Dassir Dan Asrianty. 2012. Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Di Hutan Lindung Kecamatan Alu Kabupaten Polman Propinsi Sulawesi Barat. Jurnal Perennial 8 (2): 93-98. Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin. Makassar. Kurnia Khairi. 2013. Kearifan Lokal Masyarakat Adat Dalam Pengelolaan Hutan Larangan Adat Dusun V Danau Shibogia Desa Rumbio Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar. (Online), kurniakhairi.blogspot.com (diakses 20 Desember 2014). Mochamad Indrawan, Richard B. Primack dan Jatna Supriatna, 2007. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta Nababan, 1995. Kearifan Tradisional dan Pelestarian Lingkungan Di Indonesia. Jurnal Analisis CSIS : Kebudayaan, Kearifan Tradisional dan Pelestarian Lingkungan. Tahun XXIV No. 6 Tahun 1995
Nurlinda Latif. 2013. Studi Kearifan Lokal Masyarakat Kenegrian Rumbio dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Hutan Larangan Adat Rumbio. (Online), nurlindalatif2.blogspot.com (diakses 20 Desember 2014). Nur Arafah, Dudung Darusman, Didik Suharjito, Leti Sundawati. 2009. Kearifan Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan Kaindea Di Pulau Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi Sulawesi Tenggara. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor Suhartini. 2009. Kajian Kearifan Lokal Masyarakat dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jurusan Pedidikan Biologi Fmipa Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta Suwondo, Darmadi dan Mohd. Yunus. 2014. Bioetnomelayu Pendekatan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Pengetahuan Lokal. UR Press. Pekanbaru