INTOLERANSI LAKTOSA Laktosa Laktosa, β galacotse 1,4 glukosa merupakan komposisi gula pada susu mammalia yang unik. Laktosa merupakan disakarida yang terdiri dari glukosa dan galaktosa. Laktosa merupakan sumber energi yang memasok hampir setengah dari keseluruhan kalori yag terdapat pada susu (35-45%). Kadar laktosa dalam susu sangat bervariasi antara satu mammalia dengan yang lain. ASI mengandung 7% laktosa, sedangkan susu sapi hanya mengandung 4%. Metabolisme Laktosa Karbohidarat yang dimakan diserap dalam bentuk monosakarida (glukosa, galaktosa, dan fruktosa). Karena itu laktosa harus dihidrolisa menjadi glukosa dan galaktosa terlebih dahulu agar proses absorbsi dapat berlangsung. Hidrolisa ini dilakukan oleh laktase (βgalactosidase), suatu enzim yang terdapat pada brush border mukosa usus halus. Laktosa dalam bentuk bebas dan tidak terikat dengan molekul lainnya hanya dapat ditemukan pada susu. Enzim Laktase Laktase merupakan enzim yang penting untuk hidrolisa laktosa yang terdapat pada susu. Pada brush border vili usus halus terdapat enzim lain seperti sukrase, maltase, dan glukoamilase. Laktase ditemukan pada bagian luar brush border dan di antara semua disakaridase, laktase yang paling sedikit. Pada janin manusia, aktivitas laktase sudah nampak pada usia kehamilan 3 bulan dan aktifitasnya akan menngkat pada minggu ke 35-38 hingga 70% dari bayi lahir aterm. Karena itu, defisiensi laktase primer yang dijumpai pada bayi prematur dihubungkan dengan perkembangan usus immatur (developmental lactase deficiency). Defisiensi laktase kongenital pada bayi baru lahir merupakan keadaan yang jarang dijumpai dan merupakan penyakit yang diturunkan secara autosomal resesif. Aktivitas laktase akan mengalami penurunan secara nyata pada usia 2-5 tahun (late onset lactase deficiency) walau laktosa terus diberikan. Ini menandakan bahwa laktase bukan merupakan ensim adaptif. Intoleransi Laktosa Intoleransi laktosa merupakan sindroma klinis yang ditandai oleh satu atau lebih manifestasi klinis seperti sakit perut, diare, mual, kembung, produksi gas di usus meningkat setelah konsumsi laktosa atau makanan yang mengandung laktosa. Jumlah laktosa yang menyebabkan gejala bervariasi dari individu ke individu, tergantung pada jumlah laktosa yang dikonsumsi, derajat defisiensi laktosa, dan bentuk makanan yang dikonsumsi. Beberapa terminologi yang berkaitan dengan intoleransi laktosa antara lain: Malabsorbsi laktosa
Permasalahan fisiologis yang bermanifestasi sebagai intoleransi laktosa dan disebabkan karena ketidakseimbangan antara jumlah laktosa yang yang dikonsumsi dengan kapasitas laktase untuk menghidrolisa disakarida. Defisiensi laktase primer Tidak adanya laktase baik secara relatif maupun absolut yang terjadi pada anak-anak pada usia yang bervariasi pada kelompok ras tertentu dan merupakan penyebab tersering malabsorbsi laktosa dan intoleransi laktosa. Defisiensi laktase primer juga sering disebut hipolaktasia tipe dewasa, laktase nonpersisten, atau defisiensi laktase herediter. Defisiensi laktase sekunder Defisiensi laktase yang diakibatkan oleh injuri usus kecil, seperti pada gastroenteritis akut, diare persisten, kemoterapi kanker, atau penyebab lain injuri pada mukosa usus halus, dan dapat terjadi pada usia berapapun, namun lebih sering terjadi pada bayi. Defisiensi laktase kongenital Merupakan kelainan yang sangat jarang yang disebabkan karena mutasi pada gen LCT. Gen LCT ini yang memberikan instruksi untuk pembuatan enzim laktase.
Sumber Intanwati, S., 2012. Intoleransi Laktosa, Malang: Program Pasca Sarjana Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
PEMBAHASAN Pada skenario disebutkan bahwa pasien adalah seorang bayi perempuan umur 5 hari. Dilihat dari segi usia, 5 hari setelah kelahiran menunjukkan usia bayi masih teramat sangat kecil yang berarti bayi masih dalam tahap adaptasi ekstrauterine membandingkan perbedaan dengan masa intrauterine. Selama periode perubahan ini, struktur anatomis dan fungsional dari sistem tubuh bayi secara keseluruhan jelas belum berfungsi secara sempurna. Adanya masalah ibu dalam menyusui terkait produksi ASI yang kurang lancar perlu ditelusuri lebih lanjut penyebabnya. Sebisa mungkin apabila penyebab itu dapat dihilangkan maka harus segera diupayakan sehingga ibu dapat memproduksi ASI yang bisa memenuhi kebutuhan bayinya. Sementara perihal keterampilan menyusui, bagi ibu yang baru 5 hari belajar memberikan ASI pada bayinya tentu banyak ibu akan masih merasa belum mahir. Mengapa di sini ASI sangat penting ditekankan untuk diberikan? Seperti yang telah diuraikan
pada bab tinjauan pustaka bahwa ASI memiliki berbagai macam keunggulan dibandingkan susu formula. Kealamian bahan dan komposisi penyusun ASI membuat ASI akan lebih cocok dan kompatibel dengan tubuh bayi disesuaikan dengan usianya sehingga mengurangi risiko terjadinya alergi ataupun masalah dalam tubuh bayi. Namun dengan segala keunggulan ASI tersebut bukan berarti susu formula tidak baik untuk digunakan. Apabila dalam keadaan mendesak dimana produksi ASI tidak bisa mencukupi kebutuhan bayi, justru susu formula sangan disarankan untuk diberikan guna mencukupi kebutuhan tersebut. Hanya saja sama seperti ASI, susu formula memiliki komposisi dan jenis yang bermacam-macam disesuaikan dengan usia bayi. Sehingga akan lebih bijak apabila dalam memilih susu formula juga mempertimbangkan aspek tersebut. Pada skenario disebutkan bahwa masalah utama yang dikeluhkan ibu adalah bayinya yang selalu muntah sesudah minum susu formula. Berdasarkan hasil diskusi kelompok kami, penyebab muntah bayi tidak harus karena susu formula, sehingga kami menyimpulkan bahwa ada dua kemungkinan penyebab muntah yang dialami bayi, yakni ekstrinsik dan intrinsik. Penyebab ekstrinsik dapat diartikan penyebab yang berasal dari luar tubuh bayi. Karena yang dimasukkan ke tubuh bayi sebelum ia muntah adalah susu formula maka ada kemungkinan kesalahan terletak pada susu formulanya. Kesalahan yang tidak bisa ditoleransi oleh tubuh bayi akan menyebabkan tubuhnya berusaha mengeluarkan lagi benda ‘patologis’ tersebut melalui mekanisme muntah. Beberapa contoh penyebab ekstrinsik diantaranya: 1. Pemilihan jenis susu formula yang tidak sesuai dengan usia bayi, karena dari segi jenis dan pilihan susu formula mempunyai berbagai macam variasi. 2. Adanya kontaminasi pada susu formula. Karena ketidakalamiannya susu formula rentan terkontaminasi, baik saat proses di pabrik ataupun saat proses penyajian akibat alat-alat yang digunakan tidak steril. 3. Ketidaksesuaian komposisi bahan dalam susu formula dibandingkan dengan ASI sehingga tidak kompatibel dengan tubuh bayi Sementara itu, penyebab intrinsik berarti penyebab yang berasal dari dalam tubuh bayi. Sebenarnya penyebab ini banyak dikaitkan dengan belum matangnya struktur dan fungsi organ bayi dikarenakan usia nya yang baru 5 hari. Misalnya perut kembung dan membuncit pada bayi ada kemungkinan disebabkan defisiensi enzim laktase yang memang biasanya terjadi pada masa awal kelahiran. Pencernaan susu atau laktosa melibatkan enzim laktase yang terdapat di mukosa usus halus, berfungsi memecah gula susu (laktosa) menjadi monosakarida yang siap untuk diserap oleh tubuh yaitu glukosa dan galaktosa. Apabila
ketersediaan laktase tidak mencukupi, laktosa yang terkandung dalam susu tidak akan mengalami proses pencernaan dan justru akan dipecah oleh bakteri di dalam usus halus. Proses fermentasi yang terjadi dapat menimbulkan gas yang apabila menumpuk akan menyebabkan kembung dan membuncitnya perut serta rasa sakit sehingga bayi rewel. Hal ini juga bermanifestasi pada hasil pemeriksaan fisik auskultasi yakni hipertimpani akibat penumpukan gas di area epigastric (tempat lambung) dan timpani (jumlah gas normal) di area lain pada abdomen. Bayi yang belum buang air besar perlu ditelusuri lebih lanjut apa penyebabnya, karena normalnya bayi akan BAB setidaknya sekali dalam sehari. Adanya penampakan distended pada inspeksi abdomen adalah salah satu indikasi adanya obstruksi pada sistem pencernaan. Obstruksi sendiri dapat terjadi dimana saja pada traktus digestivus. Pada skenario dokter menanyakan pola BAB bayi selama 2 hari pertama untuk mengetahui dari mana obstruksi berasal. Jika ternyata pola BAB bayi selama 2 hari pertama lancar, kemungkinan obstruksi bukan berasal dari kolon, karena pengeluaran BAB ini jelas melalui kolom dan rektum. Lokasi sumbatan yang bukan pada kolon diperkuat dengan hasil pemeriksaan fisik yakni tidak terlihat darm-contour maupun darm-steifung yang biasanya merupakan indikasi adanya obstruksi kolon. Sementara itu, karena kotoran bayi hari ke-1 sampai 2 (mekonium) adalah akumulasi dari kotoran selama masa intrauterine, maka mekonium ini tidak melalui proses pencernaan dari awal sehingga bayi yang pola BAB nya lancar selama 2 hari pertama tidak bisa mengindikasikan tidak adanya gangguan pada sistem pencernaan bayi. Maka opsi lain letak obstruksi pada bayi adalah di saluran pencernaan atas misalnya pada oesophagus ataupun gaster. Adanya kelainan kongenital bahkan mungkin belum sempurnanya sphincter gastrooesophageal maupun sphincter tracheooesophageal bisa menjadi beberpa kemungkinan penyebab. Selain itu ibu juga khawatir ketika mengamati kulit bayinya terlihat kekuningan. Ikterik (kekuningan) pada bayi, mengingat usianya yang baru 5 hari, mungkin saja adalah ikterik fisiologis. Hal ini dapat terjadi karena struktur dan fungsional organ hati belum terlalu sempurna, sehingga proses perubahan bilirubin indirect menjadi direct yang seharusnya dilakukan oleh hati untuk selanjutnya diserap dan dikeluarkan oleh tubuh tidak dapat terlaksana. Bilirubin indirect dalam tubuh yang terlalu banyak akan menyebabkan kulit muka dan ekstremitas atas ikterik. Selain itu ikterik juga bisa disebabkan karena bayi yang tidak BAB. Semakin menumpuknya mekonium ataupun feses akan mempertinggi reabsorbsi usus dan meningkatkan bilirubin serum. Hal ini dapat terjadi karena bilirubin direct yg ada dlm
mekonium dikonversi ulang oleh enzim beta glukoronidase menjadi bilirubin indirect, diabsrobsi oleh dinding usus dan masuk kembali ke sirkulasi enterohepatik. Efek proses ini adalah ikterik pd bayi.