BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Susu merupakan sumber nutrisi yang penting untuk pertumbuhan bayi. Susu mengandung karbohidrat,protein, lemak, mineral, dan vitamin. Laktosa merupakan satu-satunya karbohidrat yang terdapay di dalam susu yang diproduksi oleh mammalia. Laktosa merupakan gabungan dari monisakarida glukosa dengan galaktosa. Laktosa akan dipecah menjadi dua penyusunnya yang berupa monosakarida untuk dapat diserap melalui peredaran darah. Enzim laktase yang berfungsi memecah gula susu (laktosa) terdapat di mukosa usus halus. Pada keadaan normal, tubuh dapat memecah laktosa menjadi gula sederhana dengan bantuan enzim laktase. Tanpa laktase yang cukup manusia tidak dapat/mampu mencerna laktosa sehingga akan mengalami gangguan pencernaan seperti sakit perut dan diare yang dikenal sebagai intoleransi laktosa atau defisiensi laktase.
1.2 RUMUSAN MASALAH Bagaimana asuhan keperawatan dari klien dengan Intoleransi Laktosa?
1.3 TUJUAN UMUM
untuk lebih memahami apa itu Tinnitus serta bagaimana pengobatannya
untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Sensori Persepsi
1.4 TUJUAN KHUSUS
Untuk mengetahui definisi Intoleransi Laktosa
Untuk mengetahui apa saja klasifikasi dari Intoleransi Laktosa
Untuk mengetahui bagaimana etiologi dari Intoleransi Laktosa
Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari Intoleransi Laktosa
Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis dari Intoleransi Laktosa
Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang dari Intoleransi Laktosa
Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari Intoleransi Laktosa
Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dari Intoleransi Laktosa
BAB II PEMBAHASAN
2.1 ANATOMI FISIOLOGI USUS HALUS Usus halus merupakan suatu tabung kompleks, berlipat-lipat yang terbentang dari pilorus sampai katup ileosekal. Usus halus dicirikan dengan adanya tiga struktur yang sangat menambah luas permukaan dan membantu fungsi utamanya yaitu absorbsi. Dinding usus halus terdiri atas lapisan serosa, lapisan otot, lapisan sub mukosa dan lapisan mukosa. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan sirkuler, yang menonjol ke dalam lumen ± 3-10 mm. Lipatan tersebut nyata pada duodenum dan jejunum, menghilang pada pertengahan ileum. Pada lipatan-lipatan tersebut (vilus) terdapat mikrovili yang pada mikroskop elektron tampak sebagai brush border. Epitel vilus terdiri dari dua jenis sel: sel goblet penghasil mucus, dan sel absorptive (dengan makrovili yang menonjol dari permukaannya) yang bertanggung jawab atas absorbsi bahan makanan yang dicerna. Enzim-enzim yang terletak pada brush border menyelesaikan proses absorpsi. Di sekeliling vilus terdapat beberapa sumur kecil (kripta lieberkuhn) yang merupakan kelenjar-kelenjar usus yang menghasilkan sekret mengandung enzim-enzim pencernaan (termasuk laktose). Sel-sel yang tidak berdiferensiasi di dalam kripta berproliferasi cepat dan bermigrasi ke ujung vilus dimana mereka menjadi sel-sel absortif. Pada ujung vilus, sel-sel ini akan lepas ke dalam usus halus. Pematangan dan migrasi sel dari kripta ke ujung vilus membutuhkan 5-7 hari. Diperkirakan ± 20-50 juta sel epitel dilepaskan setiap menit, karena laju pergantian sel yang tinggi, maka epitel usus rentan terhadap perubahan dalam proliferasi sel. Pada permukaan membran mikrofili, laktosa dihidrolisis oleh enzim laktosa menjadi glikosa dan galaktosa, kemudian secara aktif diserap dan diangkut melalui sel absorbtif selanjutnya dialirkan ke vena porta.
2.2 DEFINISI INTOLERANSI LAKTOSA Intoleransi laktosa adalah gangguan penyerapan laktosa yang disebabkan oleh karena defisiensi enzim laktosa dalam brush border usus halus. (Latief, 1996)
Lactose Intolerance adalah kondisi seseorang yang tidak mampu mencerna laktosa, yaitu suatu bentuk gula yang berasal dari susu. Ketidakmampuan itu dapat disebabkan kurangnya atau tidak mampunya tubuh memproduksi lactase, yaitu enzim pencernaan yang diproduksi oleh sel-sel di usus yang bertugas memecah gula susu menjadi bentuk yang lebih mudah diserap tubuh. Kondisi ini disebut juga dengan defisiensi lactase (Lactase Deficiency).
Intoleransi laktosa berarti bahwa tubuh tidak dapat dengan mudah mencerna laktosa, sejenis gula alami yang ditemukan dalam susu dan produk susu karena defisiensi enzim laktase. (Abdoerrachman, 1995)
2.3 ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI Intoleransi laktosa terjadi karena adanya defisiensi enzim laktose dalam brush border usus halus. Ada 3 bentuk dari defisiensi laktose, yaitu : 1) Defisiensi laktose yang diwariskan Defisiensi laktose yang diwariskan terjadi pada individu dengan genotif homozygot resesif. Kejadian jarang yaitu 1 perseratus ribu penduduk, sehingga sering sekali tidak dibicarakan, sedangkan defisiensi laktosa primer dan sekunder lebih sering terjadi. 2) Defisiensi laktose primer Defisiensi laktose primer atau defisiensi lactase awitan lambat, terjadi sebagai akibat induksi sintesis laktose menurun, sebab laktose merupakan enzim yang
sintesisnya dapat diinduksi. Ketidaksukaan minum susu mungkin merugikan, sebab tidak ada induksi enzim laktose. 3) Defisiensi laktose sekunder. Defisiensi laktose sekunder akibat sekunder dari kerusakan lumen usus, yang mengurangi atau menghancurkan enzim lactase. Keadaan ini juga menyertai malabsorbsi dapat terjadi pada kerusakan mukosa usus halus, misalnya akibat infeksi. Kejadian ini sering kali dijumpai pada anak diare setelah minum susu botol. Tentunya laktose tidak defisiensi lagi, bila kerusakan mukosa usus telah membaik dan infeksi telah teratasi.
2.4 MANIFESTASI KLINIS Laktosa yang tidak tercerna akan menumpuk di usus besar dan terfermentasi, menyebabkan gangguan pada usus seperti nyeri perut, keram, kembung dan bergas, serta diare, sekitar setengah jam sampai dua jam setelah mengkonsumsi produk laktosa. Gejala-gejala ini kadang-kadang disalahartikan sebagai gangguan saluran pencernaan. Tingkat keparahan gejala-gejala tersebut bergantung pada seberapa banyak laktosa yang dapat ditoleransi oleh masing-masing tubuh. Gejala-gejala ini mirip dengan reaksi alergi susu, namun pada kasus alergi, gejala-gejala ini timbul lebih cepat, kadangkala hanya dalam hitungan menit. Beberapa bayi prematur mengalami intoleransi laktosa sementara karena memang ususnya belum mampu memproduksi laktase. Setelah bayi mulai membuat laktase, kondisi biasanya hilang. Pada bayi-bayi kecil, awitan penyakit ini biasanya terjadi secara akut dan ditandai dengan muntah-muntah serta diare seperti air. Baik pada bawaan maupun pada yang didapat penderita menunjukkan gejala yang sama, ditemukan diare yang sangat sering, cair, bulky, dan berbau asam,
meteorismus, flatulens dan kolik abdomen. Akibat gejala tersebut pertumbuhan anak akan terlambat bahkan tidak jarang terjadi malnutrisi.
2.5 PATOFISIOLOGI Proses pencernaan disempurnakan oleh suatu enzim dalam usus halus. Banyak diantara enzim-enzim itu terdapat pada brush border usus halus dan mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorbsi. Enzim laktose adalah enzim yang memecahkan laktosa (disakarida) menjadi glukosa dan galaktosa (monosakarida) pada brush border, sehingga absorbsi dapat berlangsung. Bila laktosa tidak dihidrolisis masuk usus besar, dapat menimbulkan efek osmotik yang menyebabkan penarikan air ke dalam lumen kolon. Bakteri kolon juga meragikan laktosa yang menghasilkan asam laktat dan asam lemak yang merangsang kolon, sehingga terjadilah peningkatan pergerakan kolon. Diare disebabkan oleh peningkatan jumlah molekul laktosa yang aktif secara osmotik yang tetap dalam lumen usus menyebabkan volume isi usus meningkat. Kembung dan flatulens disebabkan oleh produksi gas (CO2 dan H2) dari sisa disakarida di dalam colon.
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG 1) Pengukuran pH tinja (pH < 6) 2) Penentuan kadar gula dalam tinja dengan tablet “Clinitest” Normal tidak terdapat gula dalam tinja. 3) Laktosa loading (tolerance) test Setelah pasien dipuasakan selama semalam diberi minum laktosa 2 g/kgBB. Dilakukan pengukuran kadar gula darah sebelum diberikan dan setiap 1/2 jam kemudian sehingga 2 jam lamanya. Positif jika didapatkan grafik yang mendatar selama 2 jam atau kenaikan kadar gula darah kurang dari 25 mg%.
4) Barium meal lactose Setelah penderita dipuasakan semalam, kemudian diberi minum larutan barium laktosa. Positif bila larutan barium lactose terlalu cepat keluar (1 jam) dan berarti sedikit yang diabsorbsi 5) Biopsi Biopsi mukosa usus halus dan ditentukan kadar enzim laktose dalam mukosa tersebut.
2.7 PENATALAKSANAAN Diberikan susu rendah laktosa (LLM, Almiron, eiwit melk) atau Free lactose milk formula (sobee, Al 110) selama 2-3 bulan kemudian diganti kembali ke susu formula yang biasa. (kadar laktosa Almiron 1,0%, eiwit melk 1,4%, LLM 0,8%, Sobee 0% dan Al 110 (0%). Pada intoleransi laktosa sementara, sebaiknya diberikan susu rendah laktosa selama 1 bulan sedangkan pada penderita dengan intoleransi laktose primer (jarang di Indonesia) diberikan susu bebas laktosa. Respon klinis terhadap pemberian diet bebas laktosa merupakan suatu alternatif untuk pemeriksaan tinja atau uji diagnostik spesifik. Pembatasan laktosa seharusnya menghasilkan penyembuhan cepat diarenya dalam 2-3 hari, jika ada defisiensi laktase. Harus bisa membedakan intoleransi laktosa dengan keadaan sensitif terhadap protein, gastroenteritis akut tidak memicu sensitivitas susu. Cukup beralasan bila susu sapi diganti dengan susu formula susu kedelai jika dicurigai intoleransi laktosa karena formula susu kedelai mengandung tepung rantai pendek atau sukrosa sebagai sumber gulanya.
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN a. Tanda-tanda vital Suhu badan : mengalami peningkatan Nadi : cepat dan lemah Pernafasan : frekuensi nafas meningkat Tekanan darah : menurun b. Antropometri Pemeriksaan antropometri meliputi berat badan, Tinggi badan, Lingkaran kepala, lingkar lengan, dan lingkar perut. Pada anak dengan diare mengalami penurunan berat badan. c. Pernafasan Biasanya pernapasan agak cepat, bentuk dada normal, dan tidak ditemukan bunyi nafas tambahan. d. Cardiovasculer Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan, denyut nadi cepat dan lemah. e. Pencernaan Ditemukan gejala mual dan muntah, mukosa bibir dan mulut kering, peristaltik usus meningkat, anoreksia, BAB lebih 3 x dengan konsistensi encer f. Perkemihan Volume diuresis menurun.
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN 1) Kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare ditandai dengan pengeluaran yang berlebih.
2) Nyeri berhubungan dengan kram abdomen, ditandai dengan adanya grimace, nadi 130 x/menit 3) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anorexia, ditandai dengan:
3.3 PERENCANAAN KEPERAWATAN Dx1 : Kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare ditandai dengan pengeluaran yang berlebih. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam kebutuhan cairan klien adekuat Kriteria Hasil:
Membrane mukosa lembab
Turgor kulit kembali < 2 detik
Tanda – tanda vital normal (N: 60-100 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : 1624x/mnt)
Keseimbangan masukan dan keluaran dengan urine normal dalam konsentrasi/jumlah.
No. 1.
Intervensi
Rasional
Berikan cairan oral dan parenteral Sebagai
upaya
sesuai dengan program rehidrasi, mengganti pantau intake dan output. 2.
Memberikan
informasi
keseimbangan cairan. 4.
Kaji
tanda
vital,
rehidrasi
cairan
yang
untuk keluar
bersama feses. status Untuk
menetapkan
kebutuhan
cairan pengganti. tanda/gejala Menilai status hidrasi, elektrolit dan
dehidrasi dan hasil pemeriksaan keseimbangan asam basa. laboratorium. 5.
Kolaborasi definitive.
pelaksanaan
terapi Pemberian obat-obatan secara kausal penting setelah penyebab diare diketahui
Dx 2 : Nyeri berhubungan dengan kram abdomen, ditandai dengan: DS :
Pasien mengatakan nyeri pada saat merubah posisi dan merubah pola tidur
Pasien mengatakan susah tidur
Pasien mengatakan skala nyeri
DO :
Pasien tampak gelisah.
Pasien tidak dapat beraktivitas
Nadi pasien 130x/menit
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam nyeri pasien berkurang. Kriteria Hasil :
Skala nyeri pasien 1-3
Grimace tidak ada
Pasien dapat tidur atau istirahat dengan tenang
Pasien dapat beraktivitas sesuai toleransi
Nadi pasien normal 60-100x/menit
No
Intervensi
1
Rasional
Kaji karakteristik nyeri
Mengenal
.
dalam
dan
memudahkan
melakukan
tindakan
keperawatan. 2
Anjurkan .
3 .
klien
istirahat
Istirahat
untuk
mengurangi
ditempat tidur.
intensitas nyeri.
Atur posisi pasien senyaman
Posisi yang tepat mengurangi
mungkin.
penekanan
dan
mencegah
ketegangan
otot
serta
mengurangi nyeri. 4
Ajarkan teknik relaksasi dan
Relaksasi
nafas dalam.
ketegangan
mengurangi dan
membuat
perasaan lebih nyaman.
Dx 3 :Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
berhubungan dengan anorexia, ditandai dengan: DS: Pasien mengatakan susah makan karena mual dan muntah. DO:
Pasien tampak mual, lemah
Berat badan pasien menurun
Intake berkurang
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi. Kriteria Hasil:
pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan /dibutuhkan.
No 1
2
Berat badan pasien meningkat
Kelemahan berkurang Intervensi
Rasional
Kaji keluham mual dan muntah
Untuk
yang dialami pasien.
mengatasinya.
Kaji cara/bagaimana makanan
Cara
dihidangkan.
dapat mempengaruhi nafsu makan pasien.
menetapkan
menghidangkan
cara
makanan
3
Berikan makanan yang mudah
Membantu mengurangi kelelahan
ditelan.
pasien dan meningkatkan asupan makanan.
4
5
Berikan makanan dalam porsi kecil
dan
frekuensi
Catat
jumlah/porsi
Untuk menghindari mual
sering
makanan
yang dihabiskan pasien setiap
Untuk
mengetahui
pemenuhan
kebutuhan nutrisi
harinya 6.
Berikan obat – obatan antiemetic Antiemetik sesuai program dokter
membantu
pasien
mengurangi rasa mual dan muntah dan diharapkan meningkat.
intake
nutrisi
pasien