INTOLERANSI LAKTOSA
PENDAHULUAN Di dalam susu dan produk susu lainnya terkandung komponen gula atau karbohidrat yang dikenal dengan laktosa (gula susu). Pada keadaan normal, tubuh dapat memecah laktosa menjadi gula sederhana dengan bantuan enzim laktase. Berbeda dengan sebagian besar mamalia yang tidak lagi memproduksi laktase sejak masa menyusui, pada manusia, laktase terus diproduksi sepanjang hidupnya. Tanpa laktase yang cukup manusia tidak dapat/mampu mencerna laktosa sehingga akan mengalami gangguan pencernaan seperti sakit perut dan diare yang dikenal sebagai intoleransi laktosa atau defisiensi laktase1.
DEFINISI Intoleransi laktosa adalah ketidakmampuan tubuh menguraikan laktosa yang terdapat di dalam susu karena tidak cukupnya enzim laktase1.
EPIDEMIOLOGI Sekitar 70% dari penduduk dunia mengalami intoleransi laktosa. Dari semuanya itu, penduduk di Eropa memiliki tingkat kejadian paling rendah, sedangkan di Asia serta Afrika memiliki tingkat kejadian toleransi laktosa yang paling tinggi2. Di Amerika terdapat lebih dari 50 juta orang menderita intoleransi laktosa3. Jenis kelamin tidak memiliki peran dalam kasus intoleransi laktosa4.
Intoleransi laktosa ini sering muncul pada anak usia mulai 2 tahun keatas, karena produksi enzim laktase diprogram secara genetik untuk menurun pada usia tersebut. Namun tidak menutup kemungkinan pada usia dibawah 2 tahun dapat menderita intoleransi laktosa (khususnya bayi-bayi prematur)2,5.
ETIOLOGI Laktosa merupakan sumber energi utama dan hanya terdapat di dalam susu mamalia5. Laktosa ini akan diuraikan oleh enzim laktase (β-galactosidase) yang terdapat di brush border mukosa usus halus5, menjadi glukosa dan galaktosa1, yang kemudian akan diserap oleh tubuh di usus halus. Enzim Laktase ini terdapat di bagian luar pada brush border mukosa usus halus, dan jumlah yang sedikit5. Intoleransi laktosa ini terjadi karena adanya defisiensi enzim laktase tersebut sehingga laktosa tidak dapat diurai dan diserap oleh usus halus5.
PATOGENESIS Laktosa yang terdapat didalam susu mamalia, akan diuraikan menjadi glukosa dan galaktosa oleh enzim laktase2. Namun apabila enzim laktase ini tidak ada, maka laktosa tidak dapat diuraikan. Penyebab penurunan produksi enzim laktase ini terbagi menjadi 2 bagian besar, yaitu penurunan laktase primer (primary lactase deficiency) dan penurunan laktase sekunder (secondary lactase deficiency)2,4,5. Intoleransi laktosa akibat penurunan produksi laktase primer (primary lactase deficiency) ini disebabkan oleh faktor genetik karena tubuh akan menurunkan tingkat produksi enzim laktase mulai pada usia 2 tahun. Kecepatan proses penurunan produksi ini tergantung dari masing-masing individu. Berdasarkan hasil studi menunjukkan bahwa penduduk Asia dan Afrika lebih banyak pada tipe ini. Tipe ini juga sering terdapat pada anak 2 tahun keatas hingga dewasa1,2,4,5.
Intoleransi laktosa akibat penurunan produksi laktase sekunder (secondary lactase deficiency) disebabkan rusaknya mukosa usus halus karena adanya infeksi akut oleh rotavirus atau bakteri pada usus halus yang merusak mukosa usus halus sehingga menghambat produksi enzim laktase. Tipe ini biasanya dijumpai pada anak usia kurang dari 2 tahun1,2,4,5.
MANIFESTASI KLINIS Gejala klinis dari intoleransi laktosa, antara lain1,2,3,4,5,6: - diare - perut kembung - nyeri perut - kotoran berbau asam dan berlendir, kadang cair - daerah sekitar anus kemerahan (pada bayi) Gejala-gejala klinis diatas dapat timbul pada 30 menit hingga 2 jam setelah mengkonsumsi susu dan produk-produk susu (misalnya mentega, keju)
DIAGNOSIS Metode untuk mendiagnosis intoleransi laktosa dapat dilakukan dengan cara: - diet eliminasi, yaitu dengan cara tidak mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung laktosa (susu dan produk susu) dan lihat apakah ada perbaikan gejala. Apabila timbul gejala klinis setelah diberikan bahan makanan yang mengandung laktosa, maka dapat dipastikan penyebabnya adalah intoleransi laktosa1. - hydrogen breath test, merupakan pengujian kadar hidrogen dalam napas. Laktosa yang tidak terurai oleh laktase akan mengalami fermentasi oleh bakteri sehingga menghasilkan gas hidrogen didalam saluran cerna. Tes ini dilakukan dengan mempuasakan pasien, lalu mengukur kadar hidrogen udara dari napasnya, kemudian memasukkan laktosa 2g/kgBB
trus diukur kadar hidrogennya setelah 2-3 jam pemberian. Peningkatan kadar hidrogen udara dalam napas diatas 20ppm dapat dipastikan pasien menderita intoleransi laktosa1,2,3,4,5,6. - pengukuran kadar pH feses. Jika kadar pH feses <6, maka memperkuat dugaan adanya intoleransi laktosa3.
PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan pada penderita intoleransi laktosa yaitu dengan diet bebas laktosa1,2,3,4,5,6. Pasien diedukasi untuk tidak mengkonsumsi segala bahan makanan yang mengandung laktosa (misalnya susu mamalia dan turunannya seperti keju), pada anak dapat mengkonsumsi susu yang rendah laktosa1,2,4, juga harus mencari bahan makanan pengganti yang bebas laktosa namun mengandung gizi yang terdapat dalam susu mamalia, misalnya susu kedelai1.
KESIMPULAN1 - Laktosa adalah gula susu yang dipecah oleh enzim laktase, suatu enzim pencernaan yang terdapat dalam usus halus. - Intoleransi laktosa adalah berkurangnya kemampuan untuk mencerna laktosa, yang disebabkan oleh kekurangan enzim laktase. - Gejala-gejala intoleransi laktosa meliputi antara lain: perut kembung (banyak gas), sakit perut dan diare. - Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan akibat intoleransi laktosa, dapat dilakukan berbagai hal seperti membaca label pangan dengan seksama, pembatasan jumlah susu yang dikonsumsi dan pemilihan produk-produk susu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Egayanti, Yusra. Kenali Intoleransi Laktosa Lebih Lanjut dalam InfoPOM vol. 9. No. 1. Januari 2008, hal.1-3. 2. Heyman, Melvin. Lactose Intolerance in Infants, Children, and Adolescents. Pediatrics vol.118, no.3, September 2006, hal.1279-86. 3. Rusynyk, Alexander dan Christoper Still. Lactose Intolerance. JAOA vol.101, no.4, hal. S10-2. 4. Guandalini, Stefano. Pediatric Lactose Intolerance. http://emedicine.medscape.com/article/930971. terakhir diakses 24 November 2011. 5. Baas, Atan. Intoleransi Laktosa.dalam Majalah Kedokteran Nusantara volume 39. No 4. Desember 2006, hal.424-9. 6. Arifin, Zainal. Intoleransi Terhadap Air Susu Sapi. Berkala Ilmu Kedokteran vol.28, No.2, Juni 1996, hal.99-103. Diposkan oleh hendra125 di 06:17 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook